Author
dinhcong
View
213
Download
1
Embed Size (px)
9
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah
Lokasi Penelitian yaitu Pulau Gee yang merupakan daerah operasi
penambangan Nikel milik PT. ANTAM Tbk yang terletak di Kecamatan Maba
Selatan, Kabupaten Halmahera Timur, Propinsi Maluku Utara (Gambar 2.1).
Luasan daerahnya sekitar 200 Ha yang terletak di tengah – tengah laut dan
letaknya berada diseberang dari daerah Tanjung Buli. Secara umum, Kabupaten
Halmahera Timur merupakan daerah hasil pemekaran dari kabupaten induk
Halmahera Tengah, sehingga infrastruktur jalan dan perkantoran masih dalam
tahap pembangunan. Alat transportasi yang digunakan untuk menuju lokasi dapat
melalui jalan darat, laut, maupun udara.
Daerah penelitian dapat ditempuh dari Jakarta dengan jalur sebagai berikut :
a) Jakarta – Makassar – Manado - Ternate
Menggunakan pesawat udara dengan waktu tempuh sekitar 4,5 jam.
b) Ternate – Buli
Dapat ditempuh dengan menggunakan jalur darat, laut maupun udara. Jalur
darat (Ternate – Sofifi – Buli), dapat ditempuh selama 8 (delapan) jam dengan
kondisi jalan masih relatif sulit dilalui jika hujan. Jalur laut dapat ditempuh
selama ± 24 jam (satu hari satu malam) dengan jadwal pelayaran tiga kali
dalam seminggu. Sedangkan untuk jalur udara dapat ditempuh selama ± 45
menit menggunakan pesawat udara dengan jadwal penerbangan satu minggu
terdapat 4-6 kali penerbangan dengan jenis pesawat Cassa 212.
c) Buli – Pulau Gee
Ditempuh melalui jalur laut dengan menggunakan perahu motor dengan waktu
tempuh sekitar 15 menit.
10
2.2 Kondisi Umum
2.2.1 Lokasi dan Lingkungan Geografis
Secara geografis, daerah operasi penambangan nikel PT Antam Tbk di
Pulau Gee terletak di pulau Halmahera Timur pada garis bujur 128° 19’ 30” –
128° 20’ 15” Bujur Timur dan 00° 49’ 30” – 00° 50’ 45” Lintang Utara.
Gambar 2.1 Peta lokasi penelitian Pulau Gee
(Sumber : Microsoft Encarta 2005)
P. Gee
11
2.2.2 Keadaan Topografi
Ciri – ciri topografi Pulau Gee merupakan daerah perbukitan dengan
topografi yang relatif terjal, ditandai dengan kemiringan yang curam di bagian
Barat, Selatan dan Timur dari daerah penelitian. Tetapi daerah yang relatif sangat
terjal terdapat di daerah selatan – tenggara. Sedangkan di bagian Utara memiliki
topografi yang relatif agak landai. Pada daerah ini terdapat beberapa punggungan
besar dengan kemiringan lereng yang curam berada di wilayah yang terletak di
tengah dan selatan pulau. Daerah penelitian ini terdapat ketinggian mínimum di
saat elevasi sama dengan nol dikarenakan daerah tersebut terdapat di tengah laut.
20
70
20
70
20
70
20
10
20
30
40
50
60
70
80
20
70
20
70
20
70
20
20
200 m0
PETA TOPOGRAFIPULAU GEE
70
U
B T
S
KETERANGAN :
= Garis Kontur
70 = Nilai Kontur
Gambar 2.2 Peta Topografi Pulau Gee
12
2.2.3 Iklim dan Curah Hujan
Iklim di daerah penelitian adalah tropis, dicirikan oleh curah hujan yang
tinggi. Suhu udara sangat panas di siang hari karena daerah ini sangat berdekatan
dengan laut.
Berdasarkan tabel klasifikasi iklim menurut Schmidt and Fergusson (1951)
yaitu tabel 2.1, Pulau Gee merupakan daerah yang memiliki tipe iklim C atau
agak basah dengan nilai Q = 0,333. Nilai parameter tersebut didapat dari
perbandingan / rasio rata – rata antara tiga bulan kering (curah hujan < 60 mm)
terhadap bulan basah sembilan bulan basah (curah hujan > 100 mm). Suhu rata-
rata bulanan adalah 27,6°C, kelembaban rata-rata 82,58%, dan intensitas
penyinaran matahari rata-rata 61,32%.
Tabel 2.1 Klasifikasi iklim Schmidt and Fergusson
(Sumber : Jawatan Meteorologi dan Geofisika)
Tipe hujan Q Klasifikasi iklim
A 0 Q < 0,143 Sangat Basah
B 0,143 Q < 0,333 Basah
C 0,333 Q < 0,6 Agak basah
D 0,6 Q < 1,0 Sedang
E 1,0 Q < 1,67 Agak Kering
F 1,67 Q < 3,0 Kering
G 3,0 Q < 7,0 Sangat Kering
H Q 7,0 Luar Biasa Kering
13
2.2.4 Vegetasi
Daerah penelitian banyak ditumbuhi berbagai jenis vegetasi yang lebat.
Sesuai dengan karakteristik curah hujan dan iklim pada daerah ini yaitu tipe iklim
C (agak basah), jenis vegetasinya adalah hutan dengan jenis tanaman yang mampu
menggugurkan daunnya dimusim kemarau. (Syamsulbahri, 1987).
Ada 3 tipe komunitas vegetasi yang tumbuh di daerah ini antara lain:
vegetasi bakau, vegetasi hutan pantai, dan vegetasi hutan pegunungan. Vegetasi
hutan pantai menempati hampir seluruh garis pantai Pulau Gee dimana vegetasi
yang tumbuh pada lingkungan ini merupakan asosiasi pohon kelapa, ketapang dan
nyamplung. Pohon kelapa cukup dominan di kawasan ini dan pada tempat-tempat
tertentu yang tidak memungkinkan untuk dibudidayakan pohon kelapa, ditumbuhi
oleh tanaman ketapang dan nyamplung.
Vegetasi hutan pegunungan, tumbuh di daerah dengan kandungan mineral
logam seperti Al dan Ni, didominasi oleh tumbuhan berdaun jarum dan tumbuhan
bawah atau tumbuhan tidak berkayu. Tumbuhan berdaun jarum yang ada seperti
Gaharu, Linggua, Kayu Kina, Bintang Samudra, Kenari hutan, Kayubesi, Cemara,
Pinus Irian, Bintagor, dan sebagian kecil tumbuhan yang berdaun lebar.
Tumbuhan bawah terdiri dari tanaman Pandan, rumput-rumputan, alang-alang,
dan sejenis Liana berdaun lebar. Tumbuhan bawah dibedakan menjadi dua tipe
berdasarkan daerah tumbuhnya, yaitu tumbuhan bawah pada daerah punggungan
gunung dan pada daerah lembab. Tumbuhan bawah pada daerah punggungan
gunung adalah jenis Pakis, Pinang, Kantong Semar, Anggrek, dan Bunga Delima.
Sedangkan pada daerah yang lembab, tumbuhan bawah yang hidup adalah Rotan,
Pandan hutan, jenis Anggrek Pinang dan sebagian jenis rumput-rumputan.
14
2.3 Kondisi Geologi Regional
2.3.1 Fisiografi
Daerah Halmahera yang meliputi Halmahera bagian tengah, deretan pulau
di sebelah barat, dan beberapa pulau kecil di sebelah timurnya dibagi menjadi 3
mendala fisiografi (T. Apandi dan D. Sudana, 1976). Halmahera bagian tengah
yaitu termasuk sebagian dari lengan utara, sebagian dari lengan selatan, sebagian
dari lengan timur laut, dan seluruh lengan tenggara.
Lengan timur laut dan lengan tenggara Halmahera, termasuk beberapa
pulau kecil di sebelah timurnya, merupakan Mendala Fisiografi Halmahera Timur.
Lengan utara dan lengan selatan membentuk Mendala Fisiografi Halmahera Barat,
dan deretan pulau di sebelah baratnya merupakan Busur Kepulauan Gunung Api
Kuarter yang membentuk Mendala Busur Kepulauan. Semua mendala fisiografi
ini berhubungan erat dengan mendala geologinya.
Bagian terbesar Mendala Fisiografi Halmahera Timur terdiri dari
pegunungan berlereng curam dengan torehan sungai yang dalam dan sebagian
bermorfologi karst. Morfologi pegunungan berlereng curam merupakan cerminan
batuan ultrabasa, batuan sedimen, serta batuan gunung api Oligo-Miosen dan yang
lebih tua. Morfologi karst terdapat pada daerah batu gamping, baik yang berumur
Paleosen-Eosen, Oligo-Miosen maupun Miosen-Paleosen. Batuan sedimen
Miosen-Pliosen membentuk morfologi dengan perbukitan yang relatif lebih
rendah dan lerengnya yang lebih landai daripada batuan yang lebih tua. Hubungan
antara Mendala Halmahera Timur dan Mendala Halmahera Barat berupa jalur
tektonik yang kuat berbatuan sedimen Neogen. Perlipatan kuat dan persesaran
terdapat pada jalur ini.
Mendala Busur Kepulauan merupakan deretan pulau di sebelah barat
Halmahera yang membentuk busur kepulauan gunung api Kuarter. Sebagian besar
pulaunya berbentuk kerucut gunung api yang masih bekerja, seperti G. Ternate,
G. Tidore, dan G. Makian.
15
Physiographic and geologic province of the region ( after Silver & Moore, 1978, Hamilton, 1979;
Sukamto et al, 1981 )
Gambar 2.3 Mendala Fisiografi Daerah Halmahera
2.3.2 Stratigrafi
T. Apandi dan D. Sudana (1986) membagi daerah Halmahera menjadi 2
(dua) Mendala Geologi, yaitu mendala geologi Halmahera Timur dan mendala
geologi Halmahera Barat.
Batuan tertua di mendala geologi Halmahera timur tersusun oleh satuan
batuan ultrabasa yang sebarannya cukup luas dan satuan batuan beku basa yang
mengintrusi satuan batuan ultrabasa serta satuan batuan beku Intermediate yang
mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya.
Satuan batuan ultrabasa terdiri dari serpentinit, piroksenit dan dunit,
umumnya berwarna hitam atau hitam kehijauan, getas, terbreksikan, mengandung
asbes dan garnierit. Pada satuan ini teramati batuan metasedimen dan rijang,
posisinya terjepit diantara sesar di dalam batuan ultrabasa. Satuan batuan ini oleh
Bessho (1994) dinamakan Formasi Watileo (Watileo Series) dan hubungannya
dengan satuan batuan yang lebih muda berupa bidang ketidakselarasan atau
bidang sesar naik.
16
Satuan batuan beku basa terdiri dari gabro piroksin, gabro hornblende dan
gabro olivine, tersingkap didalam komplek satuan batuan ultrabasa dan ini
dinamakan seri Wato-wato (Bessho, 1944).
Satuan batuan intermediate terdiri dari batuan diorit kuarsa dan diorit
hornblende, tersingkap juga dalam komplek batuan ultrabasa. Selain itu teramati
sejumlah retas andesit dan diorit yang berhubungan baik dengan kuarsa dan pirit
di daerah Formasi Bacan.
Batuan tertua ini ditutupi oleh formasi dodaga yang berumur Kapur secara
tidak selaras. Batuan ini tersusun oleh serpih berselingan dengan batugamping
coklat muda dan sisipan rijang. Selain itu ditutupi pula oleh batuan yang berumur
Paleosen–Eosen yaitu batuan dari Formasi Dorosagu, satuan konglomerat dan
satuan batugamping.
Satuan batugamping berumur Paleosen-Eosen dan dipisahkan dengan
batuan yang lebih tua (ultrabasa) oleh ketidakselarasan sedangkan dengan batuan
yang lebih muda dipisahkan oleh sesar. Formasi ini memiliki ketebalan 400
meter.
Formasi Dorosagu yang berumur Paleosen–Eosen terdiri dari batupasir
berselingan dengan serpih merah dan batugamping. Hubungan dengan batuan
yang lebih tua (ultrabasa) berupa ketidakselarasan dan sesar naik. Formasi ini
memiliki ketebalan 250 meter. Formasi ini identik dengan Saolat series (
Bessho, 1944).
Satuan konglomerat tersusun oleh batuan konglomerat dengan sisipan
batupasir, batulempung dan batubara. Satuan ini berumur Kapur Atas dengan
ketebalan > 500 meter. Hubungannya dengan batuan yang lebih tua (ultrabasa)
dan batuan yang lebih muda (Formasi Tingteng) adalah ketidakselarasan
sedangkan dengan satuan batugamping hubungannya menjemari.
Setelah rumpang pengendapan sejak Eosen Akhir hingga Oligosen Awal,
baru terjadi aktivitas gunung api selama Oligosen Atas hingga Miosen Bawah,
membentuk rempah–rempah yang disatukan sebagai Formasi Bacan.
17
Formasi Bacan tersusun oleh batuan gunung api berupa lava, breksi dan tufa
dengan sisipan konglomerat dan batupasir. Karena adanya sisipan batupasir maka
dapat diketahui umur Formasi Bacan yaitu Oligosen sampai dengan Miosen
Bawah. Dengan batuan yang lebih tua (Formasi Dorosagu) dibatasi oleh bidang
sesar sedangkan dengan batuan yang lebih muda (Formasi Weda) dibatasi oleh
bidang ketidakselarasan. Formasi Bacan identik dengan Tegitegi series (Bessho,
1944). Sebaran batuan gunung api Formasi Bacan ini terhampar luas baik di
Mendala Halmahera Timur maupun Mendala Halmahera Barat. Bersamaan
dengan pengendapan Formasi Bacan, diendapkan pula batugamping Formasi
Tutuli. Formasi ini berumur Oligosen – Miosen Bawah, kontak dengan Formasi
Weda berupa sesar, dan identik dengan Formasi Parepara series ( Bessho, 1944 ).
Setelah rumpang pengendapan Miosen Bawah Bagian Atas, terbentuk cekungan
luas yang berkembang sejak Miosen Atas–Pliosen. Pada cekungan tersebut
diendapkan Formasi Weda, satuan konglomerat dan Formasi Tingteng.
Formasi Weda terdiri dari batupasir berselingan dengan napal, tufa,
konglomerat dan batugamping, berumur Miosen Tengah–Awal Pliosen,
bersentuhan secara tidak selaras dengan Formasi Kayasa yang berumur lebih
muda dan berhubungan secara menjemari dengan Formasi Tingteng. Formasi ini
identik dengan Weda series (Bessho, 1944).
Satuan Konglomerat berfragmen batuan ultrabasa, basal, rijang, diorit dan
batusabak dengan ketebalan 100 meter, menutupi satuan batuan ultrabasa secara
tidak selaras yang diduga berumur Miosen Tengah sampai dengan Awal Piosen.
Apabila dilihat letak statigrafinya kemungkinan batuan ini merupakan anggota
Formasi Weda.
Formasi Tingteng tersusun oleh batugamping hablur dan batugamping
pasiran dengan sisipan napal dan batupasir berumur Akhir Miosen – Awal
Pliosen, memiliki ketebalan 600 meter. Setelah pengendapan Formasi Tingteng
terjadi pengangkatan pada Kuarter di pantai pada daerah lengan Timur Halmahera
sebagaimana ditunjukkan oleh batugamping terumbu.
18
Batuan tertua di daerah Mendala Geologi halmahera Barat berupa batuan
gunung api Oligo–Miosen dan Formasi Bacan. Batuan sedimen dan karbonat
berumur Miosen – Pliosen tersebar luas di Mendala ini, kebanyakan bersifat
tufaan. Selain itu di bagian utara ditemukan batuan gunung api kuarter yaitu
Formasi Kayasa dan satuan Tufa.
Formasi Kayasa berupa batuan gunung api terdiri dari breksi, lava dan tufa
yang diduga berumur Pliosen, identik dengan Basal Kayasa (Bessho, 1944).
Penyusun utama satuan tufa adalah tufa batuapung berwarna putih dan
kuning. Deretan pulau yang membentuk busur kepulauan gunung api di Barat
Halmahera sebagian besar tertutup oleh rempah–rempah gunung api Holosen.
Hanya di P. Kayoa di selatan, tersingkap batuan gunung api Oligo sampai dengan
Miosen. Formasi Bacan berada di bawah batugamping terumbu yang terdiri dari
Batugamping koral dan Breksi Batugamping.
Gambar 2.4 Peta geologi regional Kabupaten Halmahera Timur dan
Halmahera Tengah (Sumber : P.T. ANTAM Tbk, Unit Geomin)
19
2.3.3 Tektonik
Halmahera dan pulau-pulau sekitar Indonesia bagian timur merupakan
suatu konfigurasi busur kepulauan sebagai hasil pertumbukan lempeng di bagian
barat Pasifik. Berdasarkan kondisi geologi dan tektonik, pulau Halmahera cukup
unik, karena pulau ini terbentuk akibat pertemuan tiga lempeng yaitu : Eurasia,
Pasifik dan Indo–Australia. Di bagian Selatan Halmahera terdapat zona sesar
Sorong yang merupakan “ strike slip fault “ (JA Katili, 1974). Sepanjang zona
sesar ini Halmahera bergerak ke arah barat bersamaan dengan lempeng Indo–
Australia (Hamilton, 1979).
Early Tertiary Magmatic Arc
Early Tertiary Subduction Area
Late Tertiary Magmatic Arc
Late Tertiary Subduction Zone
Early Tertiary Magmatic Arc
Early Tertiary Magmatic Arc
Late Tertiary Subduction Zone
Late Tertiary Subduction Zone
Sp
rea
din
gC
en
ter
Inth
eP
ac
ific
Oc
ea
n
SULA
WE
SI
HA
LMA
HE
RA
Active Subduction Zone
Transform Fault
Active Volcano
Direction of plate Movement
tecthalm.c dr
PT ANEKA TAMBANG
PROSPECTAREA
0 500 km
Gambar 2.5 Gambaran tektonik Indonesia Timur
(Sumber : PT. ANTAM Tbk Unit Geomin)
20
Selain itu, pada zona perbatasan antara Mendala Halmahera Timur dan
Halmahera Barat terisi oleh batuan Formasi Weda yang sangat terlipat dan
tersesarkan. Zona ini disebut garis median. Struktur lipatan berupa sinklin dan
antiklin terlihat jelas pada Formasi Weda yang berumur Miosen Tengah-Pliosen
Awal. Sumbu lipatan berarah utara-selatan, timur laut-barat daya, dan barat laut-
tenggara. Struktur sesar terdiri dari sesar normal dan sesar naik, umumnya berarah
utara-selatan dan barat laut-tenggara.
Kegiatan tektonik kemungkinan dimulai pada Kapur Akhir dan Awal
Tersier ditandai adanya batu lempung berumur Kapur dan batuan ultra basa pada
konglomerat Formasi Dorosagu. Ketidakselarasan batuan berumur Paleosen-
Eosen yaitu Formasi Dorosagu dengan batuan lebih muda terjadi kira-kira pada
Eosen Akhir-Oligosen Awal, mencerminkan kegiatan tektonik yang diikuti
kegiatan gunung api terbentuk Formasi Bacan. Pensesaran naik mungkin terjadi
pada peristiwa tektonik Eosen-Oligosen. Struktur pada peta terbentuk pada
peristiwa tektonik berikutnya terutama yang terjadi pada Akhir Pliosen dan Awal
Pleistosen. Hal ini tampak dari sesaran batuan yang lebih tua ke atas Formasi
Weda, yang berumur Mio-Pliosen. Peristiwa tektonik terakhir (Holosen) berupa
pengangkatan seperti yang ditunjukan oleh terumbu terangkat dan sesar normal
yang memotong batugamping terumbu.
21
2.4 Genesa Endapan Nikel Laterit
Proses pembentukan nikel laterit berawal dari terjadinya proses pelapukan
yang terjadi pada batuan asal (protolith) yaitu batuan ultra basa/peridotit yang
banyak mengandung mineral olivin, magnesium silikat dan besi silikat yang pada
umumnya mengandung 0,3 % nikel. Batuan peridotit sangat mudah terpengaruh
oleh proses pelapukan dimana air tanah yang kaya CO2 yang berasal dari udara
luar dan tumbuh-tumbuhan akan menghancurkan olivin. Penguraian olivin,
magnesium, besi, nikel, dan silikat kedalam larutan cenderung untuk membentuk
suspensi koloid dari partikel-partikel yang submikroskopik.
Dalam larutan, besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap
sebagai feri hidroksida. Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air dengan
membentuk mineral-mineral seperti Goetit (FeO(OH)), Hematit (Fe2O3), dan
Cobalt (Co) dalam jumlah kecil. Kemudian besi oksida mengendap dekat dengan
permukaan tanah, sedangkan magnesium, nikel dan silika tertinggal dalam larutan
selama air masih asam. Tetapi jika dinetralisasi karena adanya reaksi dengan
batuan dan tanah, maka zat-zat tersebut akan cenderung mengendap sebagai
hydrosilikat.
Mineralisasi terjadi melalui rekahan pada strata ini, sebagai akibat
pencucian dan penggumpalan pada lapisan saprolit yang disebut pengkayaan
maka tertahan pada batuan induk (batuan dasar). Nikel mempunyai sifat kurang
kelarutannya dibandingkan dengan magnesium. Perbandingan antara nikel dan
magnesium didalam endapan lebih besar daripada larutan, karena adanya larutan
silikat magnesium yang terbawa oleh air tanah. Kadang-kadang olivin didalam
batuan diubah menjadi serpentin sebelum tersingkap dipermukaan, dimana
serpentin terurai kedalam komponen-komponen bersama-sama dengan terurainya
olivin. Adanya erosi air tanah asam dan erosi dipermukaan bumi akan menyerang
mineral-mineral yang telah diendapkan. Zat-zat tersebut dibawa ketempat yang
lebih dalam, selanjutnya diendapkan sehingga terjadi pengkayaan pada bijih nikel.
Kandungan nikel pada saat terendapkan akan semakin bertambah banyak dan
selama itu magnesium tersebar pada aliran tanah. Dalam hal ini proses
22
BAHAN - BAHAN TERBAWABERSAMA LARUTAN
BAHAN - BAHAN TERTINGGALFe, Al, Cr, Mn, Co
SERPENTIN PERIDOTIT LAPUK
PROSES PELAPUKAN DANLATERISASI
TERLARUT SEBAGAIPARTIKEL KOLOIDAL
KONSENTRASIRESIDU
- MAGNESIT MgCo3- DOLOMIT(Ca2Mg)Co3
Fe, Ni, CoSAPROLIT
Ni, SiO2, Mg
Fe - OksidaAl - Hidroksida
Ni - Co
KONSENTRASICELAH
KONSENTRASI RESIDU
TERLARUT SEBAGAILARUTAN Ca - Mg
Karbonat
- SOFT BROWN ORE - URAT - URAT GARNERIT- HARD BROWN ORE - URAT - URAT KRISOPRAS
ZONE TENGAH( I I )
ZONE ATAS( I )
ZONE BAWAH( I I I )
SEBAGAI " ROOF OFWEATHERING "
KONSENTRASI CELAHDARI SENYAWA -
SENYAWA KARBONAT
URAT - URAT
PERIDOTITSERPENTINIT
pengkayaan bersifat kumulatif, dimana proses dimulai dari suatu batuan yang
mengandung 0,25 % nikel, sehingga akan dihasilkan 1,50 % bijih nikel.
Keadaan ini merupakan kadar nikel yang sudah dapat ditambang, dimana
waktu yang diperlukan untuk proses pengkayaan tersebut mungkin dalam
beberapa ribu tahun bahkan berjuta-juta tahun. Sedangkan kadar nikel pada
endapan laterit yang mempunyai kadar paling tinggi terjadi pada zona pelapukan
dan diendapkan pada retakan-retakan dibagian atas dari lapisan dasar batuan (Bed
Rock).
Gambar 2.6
Genesa Endapan Bijih Nikel Laterit (TA Alfin, 2008)
MAGNESIT MgCO3
DOLOMIT (Ca2Mg)CO3
23
Endapan nikel laterit terdapat pada lapisan bumi yang kaya akan besi,
dimana pembagian yang sempurna dari besi dan nikel kedalam zona-zona yang
berbeda tidak pernah ada. Pengkayaan besi dan nikel terjadi melalui pemindahan
magnesium dan silikat dimana besi dalam material ini paling banyak terbentuk
gumpalan (disebut limonit). Sehingga endapan nikel dapat ditunjukkan dengan
adanya jenis limonit tersebut atau sebagai nikel ferrous iron ore. Hal ini
berlawanan dengan nikel bertipe silikat (yang kadang-kadang disebut sebagai
bijih serpentin) dimana pemisahan nikel lebih baik.
Jenis pelapukan yang melarutkan unsur-unsur logam dari batuan induk
akan menghasilkan bijih nikel limonit, bijih nikel silikat kebanyakan terjadi pada
daerah beriklim tropis. Dimana pada daerah tersebut banyak turun hujan dan
banyak tumbuh-tumbuhan yang teruraikan sehingga menimbulkan asam organik
dan CO2 pada air tanah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan bijih nikel laterit ini adalah:
A. Batuan asal
Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan
nikel laterit. Batuan asalnya adalah batuan ultrabasa. Dalam hal ini pada batuan
ultra basa tersebut :
- Terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara batuan lainnya
- Mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil,
seperti olivin dan piroksin - mempunyai komponen-komponen yang mudah
larut dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.
B. Iklim
Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi
kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya
proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup
besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-
rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada
batuan.
24
C. Reagen - reagen kimia dan vegetasi
Reagen - reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang
membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2
memegang peranan penting didalam proses pelapukan kimia. Asam-asam humus
menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat merubah pH larutan. Asam-asam
humus ini erat kaitannya dengan vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan
mengakibatkan :
Penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar
pohon-pohonan.
Akumulasi air hujan akan lebih banyak.
Humus akan lebih tebal. Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana
hutannya lebat pada lingkungan yang baik akan terdapat endapan nikel yang
lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi dapat
berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi mekanis.
D. Struktur
Struktur yang sangat dominan yang terdapat didaerah ini adalah struktur
kekar (joint) dibandingkan terhadap struktur patahannya. Seperti diketahui, batuan
beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi
air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih
memudahkan masuknya air dan berarti proses pelapukan akan lebih intensif.
E. Topografi
Keadaan topografi setempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air
beserta reagen-reagen lain. Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak
perlahan-lahan sehingga akan mempunyai kesempatan untuk mengadakan
penetrasi lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi
endapan umumnya terdapat pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan
sedang, hal ini menerangkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk
topografi. Pada daerah yang curam, secara teoritis, jumlah air yang meluncur (run
off) lebih banyak daripada air yang meresap ini dapat menyebabkan pelapukan
kurang intensif.
25
F. Waktu
Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup
intensif karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi.
2.4.1 Penyebaran Endapan Bijih Nikel
Batuan Peridotit yang mengalami serpentinisasi akan memberikan zona
saprolit dengan inti batuan biasanya agak keras dan rapuh. Hal ini diakibatkan
adanya hujan dan panas sehingga terjadi pelapukan dan rekahan-rekahan yang
memudahkan air masuk melalui celah-celah (Rongga-rongga) batuan oleh suatu
mineral kuarsa, garnierit, sedangkan serpentinit akan menghasilkan zona saprolit
yang relatif homogen dengan kuarsa dan garnierit. Air permukaan yang
mengandung CO2 dari atmosfir dan terkayakan kembali oleh material organik di
permukaan dan meresap kebawah sampai zona pelindian dimana fluktuasi air
berlangsung. Sebagai akibat fluktuasi ini air yang kaya CO2 akan kontak dengan
zona saprolit dan batuan yang mengandung batuan asal dan mineral-mineral tidak
stabil seperti olivin, serpentin dan piroksin.
Tabel 2.2
Kandungan Unsur Ni Dalam Batuan Ultrabasa Sampai Asam
Batuan
Nikel
(%)
Besi Oksida +
Magnesium (%)
Silikat + Alumina
(%)
Peridotit 0.3 43.3 45.9
Gabro 0.016 16.6 66.1
Diorit 0.004 11.7 73.4
Granit 0.0002 4.4 78.8
Sumber : The Mining Of Nikel (Joseph. R. Bold Jr)
26
Gambar 2.7
Penampang Endapan Nikel Laterit
(Sumber : PT. ANTAM Tbk Unit Geomin)
Pada zona saprolit dijumpai rekahan-rekahan antara lain garnierit, kuarsa
dan krisopras sebagai hasil pengendapan Hydrosilikat dari Mg, Si, dan Ni. Unsur-
unsur mineral lainnya yang tertinggal adalah besi, aluminium, mangan, cobalt,
krom serta nikel di zone limonit yang terikat sebagai mineral oksida atau
hidroksida seperti hematit, magnesium dan mineral lainnya. Hasil analisa kimia
menunjukkan bahwa zona tengah yang paling banyak mengandung nikel,
sedangkan unsur Ca, Mg dan C akan terus mengalir kebawah, pada tempat yang
tidak dapat mengalir lagi dan terendapkan sebagai urat-urat dolomit dan magnesit
yang mengisi rekahan pada batuan asal.
27
Sebagai gambaran umum penampang endapan bijih nikel di Pulau Gee adalah
sebagai berikut :
a. Lapisan Overburden
Lapisan ini merupakan lapisan paling atas, terdiri dari tanah laterit
yang berwarna coklat kemerahan. Biasanya terdapat sisa tumbuh-tumbuhan
serta konkresi oksida besi, dan kandungan nikelnya relatif rendah. Tebal
lapisan ini bervariasi umumnya berkisar antara 1 sampai 10 meter dengan
ketebalan rata – rata 3 meter.
b. Lapisan Limonit
Lapisan berwarna coklat muda dengan kandungan nikelnya lebih
tinggi dari lapisan pertama yaitu 1 sampai 2 %. Lapisan ini kadang-kadang
dapat dianggap sebagai lapisan bijih yang ekonomis. Dikategorikan dalam
“low grade ore ” atas yang tebalnya bervariasi antara 1 sampai 15 meter.
c. Lapisan Saprolit
Lapisan yang sama sekali merupakan batuan yang telah lapuk,
berwarna coklat kekuningan sampai kehijauan. Kadar nikel lapisan ini relatif
paling tinggi dari keseluruhan lapisan dengan kadar Ni berkisar 2-3 % yang
merupakan lapisan bijih yang mengandung urat-urat Garnierit dan Krisopras.
d. Lapisan Bed Rock
Lapisan ini terdiri dari dua yaitu :
1. Lapisan yang terdiri dari batuan yang kurang lapuk, berwarna hijau terang
sampai tua. Pada lapisan ini kadar nikelnya sudah mulai turun. Sering
didapat sebagai bongkahan yang dilapisi urat Garnierit. Lapisan ini
dikategorikan sebagai low grade ore bawah yang kadang-kadang cukup
ekonomis untuk ditambang.
2. Lapisan ini berupa batuan yang sedikit lapuk dan berwarna hitam
kehijauan. Pelapukan baru berjalan pada bidang rekahan yang sering
terdapat urat Dolomit dan Magnesit.
28
2.4.2 Pembentukan Zona Limonit Dan Saprolit
Proses pelapukan laterit pada batuan ultrabasa dari suatu laterit fosil,
mempunyai arti sebagai suatu proses pelapukan laterit yang berlangsung tidak
dimulai dari batuan segar yang kemudian menghasilkan profil laterit baru, tetapi
bertolak dari suatu profil laterit yang sudah terbentuk, dimana saprolit silikat yang
selalu berada dibawah permukaan air tanah sudah ada dan terletak dibawah zona
limonit.
Fluktuasi muka air tanah yang berlangsung secara kontinue akan
melarutkan unsur-unsur magnesium yang terdapat pada bongkah-bongkah batuan
asal di zona saprolit, sehingga memungkinkan penetrasi air tanah yang lebih
dalam. Sehingga sedikit demi sedikit zona saprolit akan berubah porositasnya dan
akhirnya menjadi zona limonit.
Dengan penambahan porositas, maka air tanah akan lebih leluasa bergerak
sehingga permukaan air tanah akan turun, menyebabkan air permukaan laterit
juga akan turun akibat proses kompaksi dan erosi pada permukaan. Penurunan
muka air tanah ini akan berbeda-beda dan sangat tergantung dari struktur batuan
asal, morfologi yang mempengaruhi intensitas pelindian, intensitas curah hujan,
iklim dan waktu. Pembentuk zona laterit akibat berlanjut proses laterisasi ini akan
berlangsung dengan berbedanya penurunan permukaan air tanah, walaupun sifat
batuan asalnya serupa. Pada penurunan muka air tanah yang dalam, zona limonit
akan terbentuk lebih tebal, sementara itu ketebalan zona saprolit tidak berubah.
Demikian pula pada penurunan permukaan air tanah yang sama akan
memberikan profil laterit yang berbeda jika struktur batuan asalnya berbeda.
Dalam hal ini struktur batuan asal (masif atau bercelah) sangat berperan dalam
pembentukan zona saprolit.
Di daerah cekungan aktif ini intensitas air tanah membesar akibat arah
aliran yang konvergen dan akan memberikan proses pelindian yang lebih intensif
dari proses pengendapan kembali, sehingga memungkinkan pembentukan zona
limonit yang tebal.
29
ZONE PELINDIANsilikat yang mengandung nikel terurai
Mg, Si, dan Ni larut
Pengu-rangan
larutan pem-bawa Ni,
Mg, Si
ZO
NE
LIM
ON
ITZ
ON
E
SA
PR
OLI
TB
AT
UA
NA
SA
L
Penam-bahan
larutan pem-bawa Ni,
Mg, Si
Pengendapan kembali sebagianNi, Mg, Si, pada rekahanmis. sebagai : - garnierit
- krisopras
Sebagian Mg mengendapkembali pada rekahandi batuan asalmis. : - gel magnesit
- serpentinPERIDOTIT-SERPENTINIT
BATUAN ULTRAMAFIK
Serpentinisasi
Air hujan kaya CO2 dari atmosfir
Penguapan, pengen-dapan Si, Al selamamusim kering
naiknya air tanahakibat gaya kapiler
Konsentrasi residudari Fe dan khromit
Fe-hidroksida (+Ni,Al)Al-hidroksidamineral lempungMn-hidroksida (+Co)Cr-spinel
Sedikit pelindian zone limonitdi musim hujan
Gambar 2.8 : Skema Pembentukan Endapan Nikel Laterit
(Totok Darijanto, 1986)
30
2.4.3 Profil Nikel Laterit
Secara umum, jika suatu endapan nikel laterit dilihat secara vertikal maka
akan terdapat beberapa komponen utama, sebagai berikut:
1. Iron cap atau tudung besi
Material lapisan berukuran lempung, berwarna coklat kemerahan, dan
biasanya terdapat juga sisa-sisa tumbuhan. lapisan dengan konsentrasi besi yang
cukup tinggi dan kandungan nikel yang rendah, atau merupakan laterit residu
yang dapat terbentuk pada bagian atas dari profil dan melindungi lapisan endapan
nikel laterit dibawahnya.
2. Zone limonit
Merupakan lapisan berwarna coklat muda, berukuran butir lempung
sampai pasir. Pada zone limonit hampir seluruh unsur yang mudah larut hilang
terlindi, kadar MgO hanya tinggal kurang dari 2 % berat dan kadar SiO2 berkisar
2-5 % berat. Sebaliknya kadar Fe2O3 menjadi sekitar 60-80 % berat dan kadar
Al2O3 maksimum 7 % berat. Zone yang mengandung oksida besi dominan.
Gambar 2.9 : Profil Ideal Laterit dan Presentase Analisa Kandungan Logam
(Ahmad Prijono, 1977)
31
3. Zone Saprolit
Merupakan lapisan dari batuan dasar yang sudah lapuk, berupa bongkah-
bongkah lunak berwarna coklat kekuningan sampai kehijauan. Struktur dan
tekstur batuan asal masih terlihat, tetapi mineral-mineralnya pada umumnya sudah
terubah. Pada beberapa endapan nikel laterit, zona ini dicirikan dengan
keberadaan pelapukan mengulit bawang yang terjadi sepanjang joint dan fracture
yang memperlihatkan bagian batuan yang masih segar dikelilingi oleh material
teralterasi (boulder saprolite). Perubahan geokimia zone saprolit yang terletak di
atas batuan asal ini tidak banyak, H2O dan Nikel bertambah, dengan kadar Ni
keseluruhan lapisan antara 2 - 4 %, sedangkan Magnesium dan Silikon hanya
sedikit yang hilang terlindi. Zona ini terdiri dari vein-vein Garnierite, Mangan,
Serpentin, Kuarsa sekunder bertekstur boxwork, Ni-Kalsedon, dan di beberapa
tempat sudah terbentuk limonit yang mengandung Fe-hidroksida.
Berdasarkan kandungan fragmen batuan, zona ini dibagi menjadi dua yaitu:
a. Sub Soft-Saprolit
Mengandung fragmen - fragmen berukuran boulder kurang dari 25%.
b. Sub Hard-Saprolit
Mengandung fragmen - fragmen berukuran boulder lebih dari 50%.
4. Bedrock
Pada bagian terbawah dari penampang vertikal endapan nikel laterit ini
disebut dengan protolith, berwarna hitam kehijauan, terdiri dari bongkah -
bongkah batuan dasar dengan ukuran > 75 cm, dan secara umum sudah tidak
mengandung mineral ekonomis. Protolith merupakan batuan asal yang berupa
batuan ultramafik. Pada umumnya berupa peridotit ataupun dunit. Nikel muncul
bersamaan dengan struktur mineral silikat dari magnesium olivin. Kadar mineral
mendekati atau sama dengan batuan asal, yaitu dengan kadar Fe ± 5% serta Ni
dan Co antara 0.01 - 0.30 %.