Upload
ahmadsuriyansyah
View
39
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
dasar teori perpetaan teknik pertambangan
Citation preview
3
BAB II
Dasar Teori
2.1 Definisi
Peta topografi adalah suatu peta yang memperlihatkan atau menggambarkan
segala keadaan kenampakan fisik dari roman muka bumi, yang meliputi bentuk,
ukuran, letak hubungan dan penyebarannya pada suatu daerah. Dalam hal
menginterepetasi/ menganalisa peta topografi, hal yang harus diperhatikan adalah
garis kontur dan kontur indeks.
Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang terletak pada
ketinggian yang sama dari permukaan laut. Beberapa sifat garis kontur sebagai
berikut :
1. Satu garis kontur hanya mewakili satu ketinggian tertentu
2. Nilai dari suatu garis kontur dihitung dari ketinggian muka laut rata-rata
mempunyai nilai nol
3. Satu garis kontur tidak akan berpotongan dengan garis kontur laiinya yang
mewakili ketinggian berbeda, dan tidak akan berimpit dengan garis kontur
lain, kecuali ddalam keadaan tertentu, missal terdapat Over hanging cliff.
4. Garis kontur tidak pernah bercabang dan menyambung garis kontur lain.
5. Garis kontur rapet menunjukkan lereng yang curam dan renggang
menunjukkan lereng yang landai.
6. Garis kontur yang menutup semakin kecil menunjukkan suatu bukit,
sedangkan bila diberi tanda garis-garis pendek (bergerigi) berarti daerah
depresi.
3
4
7. Garis kontur harus menutup atau berakhir di tepi peta.
8. Garis kontur dengan harga interval setengah digambarkan berupa garis-garis
putus-putus. Biasanya banyak dijumpai pada bagian puncak bukit.
Kontur indeks adalah garis kontur yang dicetak lebih tebal dari garis kontur
lainnya, merupakan kelipatan tertentu dari bebrapa garis kontur biasa. Maksud
dari pembuatan garis kontur indeks ini adalah untuk menyederhanakan dan
mempermudah pembacaan peta topografi. Besarnya kelipatan dipengaruhi oleh
medan.
Gambar 2.1 Kontur
Unsur-unsur penting yang terdapat pada peta topografi antara lain :
1. Relief adalah bentuk ketidak aturan secara vertical dalam ukuran besar,
maupun kecil dari permukaan litosfer.
2. Drainage adalah pattern/pola penyaluran yang terdiri dari segala bentuk
yang berhubungan dengan penyaluran baik dipermukaan maupun dibawah
permukaan bumi.
5
3. Culture adalah segala bentuk hasil kebudayaan manusia, seperti
perkampungan , jalur jalan, perkebunan, persawahan, Dll.
4. Skala adalah perbandingan jarak horizontal sebenarnya dengan jarak dipeta.
5. Orientasi peta
Merupakan bagian yang menunjukkkan kiblat dari peta . garis batas pada
kedua sisi samping peta berarah Utara Selatan. Dalam hal ini adalah Utara-
Selatan sesungguhnya, bukan Utara kutuub magnetis. Arah Utara dikenal
ada dua macam, yaitu :
a. Arah Utara magnetic ( magnet North = MN), yaitu arah Utara yang
ditunjukkan oleh jarum magnet.
b. Arah Utara sebenarnya ( True North = TN ) , yaitu arah Utara yang sesuai
dengan sumbu bumi.
Arah utara magnetic dan arah utara geografis umumnya ditunjukkan pada
peta dan membentuk sudut diantara keduanya yang besarnya bervariasi
dengan “ Deklinasi”.
6. Judul peta dan nomor lembar peta adalah merupakan nama daerah yang
tercakup dalam peta, sedangkan nomor lembar peta adalah nomor dari peta
berdasarkan sistem pembagian yang disebut “ Quadrangle “.
7. Legenda adalah symbol-simbol yang digunakan untuk mewakili bermacam-
macam keadaan dilapangan. Penjelasan symbol dipergunakan itu,
dikelompokkan dan tercakup dalam legenda. Legenda biasanya diletakkan
di bawah.
6
8. Coverage diagram merupakan diagram yang menunjukkan darimana dan
bagaimana cara memperoleh datanya. Keterangan ini penting untuk
memperkiarakn sampai sejauh mana ketelitian peta , Misalnya :
- Dibuat berdasarkan foto udara
- Dibuat berdasarakan pengukuran di lapangan
- Dibuat sketsanya
9. Indeks administrasi adalah pembagian daerah berdasarkan hokum
pemerintahan. Ini penting unutk mengetahui kemana harus dilakukan
pengesahan surat izin sebelum dilakukan penyelidikan lapangan dari peta
yang bersangkutan.
10. Index to adjoining sheet adalah petunjuk tentang peta terhadap peta-peta
yang ada sebelumnya.
11. Edisi peta dalah tahun pembuatan peta tersebut.
2.2 Interepetasi Analisa Peta Topografi
1. Interpretasi Bentang alam Geomorfologi
Dalam Interpretasi geologi dari peta topografi, maka penggunaan skala
yang digunakan akan sangat membantu. Di Indonesia peta Topografi yang
tersedia umumnya mempunyai skala 1 : 25. 000 atau 1 : 50.000 umumnya
merupakan perbesaran dari skala 1 : 50.000 dengan demikian relief bumi yang
seharusnya muncul pada skala peta 1 : 50.000 atau lebih besar tidak akan muncul
dan sama saja skala peta 1: 50.000.
Dengan demikian, sasaran objek Interpretasi akan berlainan dari setiap
peta dengan skala berbeda.
7
Tabel. 2.1 Hubungan antara skala peta dan pengenalan sasaran objek
geomorfologi ( harsolumakso, 2001 )
Dalam Interepetasi peta topografi, prosedur umum yang biasa dilakukan
dan cukup efektif adalah :
1. Menarik semua kontur yang menunjukkan kelurusan. Penariakan bisa
dengan garis panjang, tetapi dapat juga terpatah-terpatah dalam bentuk
garis-garis pendek. Kadangkala setelah pengerjaan penarikan garis –garis
pendek selesai dalam peta akan terlihat adanya zona atau trend atau arah
yang hampir sama dengan garid-garis pendek ini.
8
2. Mempertegas bisa dengan jalan mewarnai , sungai-sungai yang menbgalir
pada peta . akan sangat penting untuk melihat pola aliran sungai ( daalm
satu peta mungkin terdapat lebih dari satu pola aliransungai ). Pola aliran
sungai merupakan pencerminan keadaan struktur yang mempengaruhi
daerah tersebut.
3. Mengelompokkan pola kerapatan kontur sejenis, dapat dilakukan secara
kualitatif, yaitu dengan melihat secara visual terhadap kerapatan yang ada,
atau secara kuantitatif dengan menghitung persen lereng dari seluruh peta.
Persen lereng adalah persentase perbandingan beda tinggi suatu lereng
terhadpa panjang lerengnya sendiri.
Banyak pengelompokan kelas lereng yang telah dilakuakn, misalnya oleh
mabbery, (1972 ) untuk keperluan lingkungan binaan, Desaunettes ( 1977 ) untuk
pengembangan pertanian, ITC ( 1985 ) yang bersifat lebih umum dan melihat
proses-proses yang biasa terjadi pada kelas lereng tertentu ( lihat table 2.2 )
Tabel 2.2 Kelas Lereng
9
Tabel 2.2 Kelas lereng dengan sifat-sifat proses dan kondisi alamiah yang
kemungkinana terjadi dari ususlan warna untuk peta relief secara umum ( disadur
dan disederhanakan oleh Van Zuidam,1985 ).
Sangat penting untuk diketahui bahwa dalam Interpretasi geomorfologi
dari peta topografi terbatas pada interepetasi relief ( berdasarkan perbedaaan beda
tinggi ), yang secara garis besarnya terbagi atas morfologi Pedataran, Perbukitan,
dan pegunungan
Secara umum klasifikasi bentang alam beradasarkan interepetasi peta topografi
antara lain :
1. Perbukitan dicirikan oleh garis kontur yang rapat dengan ketinggian
semakin besar menutup semakin kecil. Pola ini juga dapat menunjukkkan
morfologi pegunungan oleh karena itu antara keduanya dibedakan lagi
berdasarkan beda tinggi dan tirtik ketinggian yang tampak di peta.
2. Pedataran, dicirikan dengan garis kontur yang jarang dengan nilai yang
semakin kecil.
3. Fluvial, biasanya terdapat pada daerah sekitar aliran sungai.
4. Marne/laut.
Adapun membahas aspek genetic ( proses pembentukan ) suatu bentang alam,
haruslah didukung oleh lapangan yang akurat.
1. Interperetasi Litologi
Dengan melihat kenampakan konttur suatu daerah atau dengan
kaidah kontur tersebut, maka dari sebuah peta topografi dapat ditentukan
jenis litologi yang berkembang pada daerah tersebut.
10
Terdapat beberapa ketrentuan-ketentuan ataupun kaidah-kaidah
kontur yang perlu diketahui dalam hal ini, contohnya :
a. Dalam interpretasi batuan dari peta topografi, hal penting yang perlu
diamati adalah pola kuntur, aliran sungai, batuan lunak dan lepas.
b. Pola kuntur rapat menunjukkan batuan keras, dan pola kuntur jarang
menunjukkan batuan yang lunak.
c. Pola kuntur yang menutup (melingkar ) diantara pola kuntur lainnya
menunjukkan lebih keras dari batuan sekitarnya.
d. Aliran sungai yang membelok tiba-tiba dapat diakibatkan oleh adanya
batuan keras.
e. Kerapatan sungai yang besar, menunjukkan bahwa sungai-sungai itu
berada pada batuan yang lebih muda tererosi (lunak). Kerapatan sungai
adalah perbandingan antara total panjang sungai-sungai yang berada pada
cekungan pengaliaran terhadap luas cekungan pengaliran sungai-sungai itu
sendiri.
f. Alluvial diinterpretasi dengan adanya pola kontur yang renggang serta
terdapat pola aliran sungai.
g. Batugamping ditandai dengan adanya tingkat pelapukan dengan resistensi
batuan yang kecil sehingga mudah tererosi berupa pelarutan. Hal ini
nampak pada peta dengan kenampakan bukit-bukit sisa yang kecil yang
terpisah dengan bukit lainnya, dan disekeliling bukit tersebut merupakan
pendataran.
h. Batuan beku ditandai dengan garis kontur yang rapat dan teratur.
11
i. Batuan sediment dicirikan oleh garis kontur yang jarang atau hampir tidak
ada. Kadang-kadang menggambarkan bentuk seperti melidah atau
melampar khusus pada batuan sediment vulkanik.
j. Batuan metafort dicirikan oleh garis kontur yang rapat dan tidak teratur.
k. Batuan vulkanik ditandai dengan adanya pola kuntur seperti lidah yang
menandakan bahwa daerah tersebut merupakan daerah lelehan lava
sehinnga membentuk batuan vulkanik.
2. Interpretasi Struktur Geologi
Dalam menginterpretasi struktur geologi dan peta topografi, hal
terpenting dalah pengamatan terhadap pola kontur yang menunjukkan
adanya kelurusan atau pembelokan secara tiba-tiba, baik pada bola bukit
maupu arah aliran sungai, bentuk-bentuk topografi yang khas, serta pola
aliran sungai.
a. sesar, umumnya ditunjukkan oleh adanya pola kontur rapat yang menerus
lurus, kelurusan sungai dan perbukitan ataupun pergeseran, dan
pembelokan perbukitan atau sungai dan pola aliran sungai parallel atau
rektangulan.
b. Perlipatan, umumnya ditunjukkan oleh pola aliran sungai trellis atau
paralel dan danya bentuk-bentuk dip-slope yaitu suatu kontur yang rapat
dibagian depan dan merenggang makin ke arah belakang.
c. Kekar, umumnya dicirikan oleh pola aliran sungai rectangular dan
kelurusan-kelurusan sungai dan bukit.
12
d. Instrusi, umumnya dicirikan oleh pola kuntur yang jarang dan dibatasi
oleh pola untur yang rapat, sungai-sungai mengalir dari arah puncak dalam
pola kontur yang rapat.
e. Lapisan Mendatar, dicirikan oleh adanya areal dengan pola kontur yang
jarang dan dibatasi oleh pola kontur yang rapat.
f. Ketidakselaran Bersudut (Angular Unconformity), dicirikan oleh pola
kontur rapat dan mempunyai kelurusan-kelurusan seperti pada pola
perlipatan yang dibatasi secara tiba-tiba oleh pola kontur jarang yang
mempunyai elevasi sama atau lebih tinggi.
g. Daerah Melange,umunya dicirikan oleh pola-pola kontur melingkar berupa
bukit-bukit dalm penyebaran relative luas, terdapat beberapa pergeseran
bentuk-bentuk topografi kemungkinan juga terdapat beberapa kelurusan
dengan pola aliran sungai rectangular atau concerted.
h. Daerah Stump, umunya dicirikan oleh banyaknya pola dis-slope dan
penyebarannya yang tidak menunjukkan pola pelurusan tetapi lebih
berkesan acak-acakan. Pola kopntur rapat juga tidak menunjukkan
kelurusan yang menerus, tetapi berkesan terpatah-patah.
i. Gunungapi, dicirikan umumnya oleh bentuk kerucut atau pola aliran
radial, serta kawah pada puncaknya untuk gunung api muda, sementara
untuk gunungapi tua dan sudah tidak aktif dicirikan oleh pola aliran
angular serta pola kontur melingkar rapat atau memanjang yang
menunjukkan adanya jenjang vulkanik atau korok-korok.
13
j. Karst, Dicirikasn oleh pola kontur melingkar yanh khas dalam penyebaran
yang luas, beberapa aliran sungai seakan-akan terputus, terdapat pola-pola
kontur yang menyerupai bintang segi banyak, serta pola aliran sungai
multibastnal.
3. Pola Pengaliran Sungai
Pola aliran terbagi atas 2 jenis, yaitu pola dasar dan pola ubahan.
Pola dasar adalah suatu pola aliran sungai yang mempunyai karakteristik
yang spesifikdan dapat secara jelas dibedakan dengan bentuk pola dasar
lainnya. Pola ubahan adalah bentuk aliran yang telah mengalami
perubahan bentuk pola dasar yang ada.
Macam-macam pola pengaliran (drainage pattern) :
a. Pola Pengaliran Rektangular
Pola pengaliran dimana anak sungainya membentuk sudut tegak lurus
dengan sungai utama, sering terjadi pada daerah patahan.
b. Pola Pengaliran Denritik
Bentuknya seperti seperti pohon dengan anak-anak sungai dan
cabangya berarah tidak teratur.
c. Pola Pengaliran Paralel
Pola yang sejajar dengan alirannya. Dijumpai pada daerah yang
lerengnya mempunyai kemiringan yang nyata, dan berkembang pada
batuan yang bertekstur halus.
d. Pola Pengaliran Concorted
14
Di mana arah pengalirannya berbalik arah. Pola ini terjadi pada daerah
patahan.
e. Pola Pengaliran Trellis
Berbentuk seperti daun dengan anak-anak sungai sejajar. Sungai
utamanya biasanya memanjang searah dengan jurus perlapisan batuan,
sejajar dengan bentuk-bemtuk bentang alam hasil timbunan angina
atau es. Pola ini biasanya pada daerah patahan, lipatan.
f. Pola Pengaliran Radial
Dimana arah pengalirannya menyebar ke segala arah dari suatu pusat
berkembang pada daerah berstruktur kubah muda, pada kerucut
gunung api pada bukit berbentuk tertentu.
g. Pola Pengaliran Angular
Pola ini sering dijumpai pada daerah kubah berstadia dewasa.
h. Pola Pengaliran multibasinal
Pola ini tidak sempurna, kadang nampak dipermukaan bumi, kadang
tidak nampak. Dikenal juga sebagai sungai bawah tanah. Pola ini
dijumpai pada daerah karst atau batugamping.
15
Gambar 2.2 Macam – macam pola aliran sungai
2.3 Blok Diagram
Blok diagram merupakan sutu bentuk penyajian tiga dimensi dari sutu
potongan bagian kulit bumi yang umumnya menyerupai bentuk balok. Pada
bagian atas blok diagram ditunjukkan bentuk relief dan unsure-unsur yang ada di
permukaan, sedangkan pada bagian samping ditunjukkan material penyusun dari
kulit bumi. Dalam pembuatan blok diagram dapat digunakan sistem proyeksi
isometric dan gambar pespektif.
Penggambaran dengan menggunakan proyeksi isommetris akan diperoleh
bentukl balok dengan ukuran seragam dari seluruh sisi yang ditampilkan ( bagian
blok diagram yang disajikan), Sedangkan dengan menggunakan penggambaran
16
perspektif akan diperoleh ukuran yang tidak seragam tergantung titik pandang
yang digunakan.
Dalam praktikan ini akan diguanakan sistem proyeksi isometric untuk
menggambarkan bentuk relief dari suatu daerah tanpa memperhatikan unsure-
unsur penyusun kulit bumi di bawah permukaan, sehingga lebih menonjolkan
pada cara penggambaran pada tiga dimensi suatu daerah berdasarkan peta
topografi.
Tahapan-tahapan dalam pemakaian proyeksi isometric untuk pembuatan suatu
blok diagram :
a. Peta topografi di grid sesuai ukuran yang diinginkan dengan
memperhatikan aspek kemudahan dalam pemindahan elemen
topografi ke bentuk grid proyeksi isometric.
b. Kerangka grid untuk proyeksi isometric dapat dibuat menurut
sudut yang diinginkan dengan memperhatikan aspek penonjolan
relief.
c. Peta topografi dipindahkan ke dalam bentuk kerangka grid
proyeksi isometric.
d. Menggambar ulang garis-garis kontur dari grid proyeksi isometric
pada kertas transparan dengan mengikuti tahapan-tahapan
pembuatan seperti pada gambar terlampir.
2.4 Garis Sayatan (Cros Section)
Garis sayatan atau disebut juga dengan sayatan topografi adalah suatu
irisan tegak dari permukaan bumi yang dibuat melalui suatu garis lurus.
17
Sayatan topografi ini berguna untuk memperlihatkan bentuk-bentuk dari bentang
alam, seperti bentuk bukit, bentuk lembah dan kemiringan lereng. Hal ini
ditunjukkan oleh garis bagian atas sayatan (gambar 3). Untuk memperlihatkan
keadaan yang sesuai dengan keadaan sebenarnya maka sakala horizontal dibuat
sama dengan skala vertical. Tetapi sering pula skala vertical diambil beberapa kali
lebih besar dari skala horizontal. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan perubahan
yang nyata dari bentuk-bentuk roman muka bumi.
Sayatan ini lebih mudaj dibuat dengan menggunakan kertas milimeter / grafik.
Tahap-tahap pembuatan sayatan topografi :
a. tentukan arah dan letak garis sayatan, dimana melalui garis ini
sayatan akan dibuat ( gambar1). Penentuan arah dan letak garis
sayatan dapat berbeda-beda sesuai dengan aspek yang ingin
ditampilkan, misalnya aspek geomorfologi, litologi, struktur
geologi ataupun peta topografi dasar itu sendiri.
b. Letakkan kertas grafik di atas garis sayatan itu (garis x y )
c. Plot titik-titik potong garis-garis kontur dengan garis sayatan (garis
X Y) pada kertas grafik (gambar 2).
d. Tentukan besarnya skala horisontal dan skala mendatar. Umumnya
diusahakan perbandingan antara kedua skala tersebut adalah 1 : 1 ,
Karena perbandingan ini menampakkan keadaan yang sebanarnya
di lapangan untuk mengetahui besarnya kenaikan vertiakal ( KV)
di penampang sayatan, maka digunakan rumus :
KV – IK / SP , dimana IK – Interval Kontur dan SP – Skal Peta
18
Dengan pengetahuan garis vertical sebagai penunjuk,m masing-
masing titik potong tersebut disesuaikan dengan ketinggian
( gambar 3 )
e. Hubungan titik-titik tersebut ( gambar 3)
f. Beri tanda pada titik-titik yang diperlukan pada sepanjang garis
sayatan
g. beri nama sayatan tersebut.
Dalam pembuatan sayatan topografi ini perbesaran sakala horizontal dan
skala vertical harus dicantumkan. Hal ini untuk menghindari salah duga terhadap
sayatan yang digambarkan. Sayatan topografi tersebut yang membentuk profil
topografi akan mememperagakan konfigurasi dari permukaan di sepanjang suatu
penampang vertical kerak bumi. Fungsi utama dari profil topografi ini adalah
untuk memvisualisasikan karakter muka bumi. Untuk mencegah distorsi atau
kesalahan dalam perhitungan ketebalan dalam skala vertical, maka sebaiknya
profil topografi dibuata dengan menggunakan skala vertical yang sama dengan
skala horisontalnya. Dalam pembuatan profil topografi dikenal beberapa istilah,
yaitu :
a. Garis profil ( topographic line), adalah garis perpotongan antara
perpotongan permukaan bumi dengan suatu bidang vertical.
b. Garis dasar ( base line), letaknya mendatar dibawah garis profil. Tinggi
“base line” seringkali dipilih nol, yaitu tinggi permukaan laut, sedangkan
jarak mendatar sesuai dengan jarak horizontal yang diukur pada peta
topografi.
19
c. Batas tepi (end line), adalah garis tegak lurus “ base line” yangmembatasi
sisi kiri dan kanan profil. Pada batas tepi tertera angka ketinggian sesuai
dengan interval kontur.
Gambar 2.3 Kontur dan Sayatan
2.5 Penomoran Peta
Sistem pembagian nomor peta disebut juga dengan “Quadrangle system”
di Indonesia sistem quadrangle ini disesuaikan dengan sistem internasional, yang
dikelurkan oleh Badan Koordinasi Survey dan pemetaan Nasional
(BAKOSURTANAL), pada tahun 1992 bekerja sama dengan sponsor resmi
dalam program pemetaan dasar nasional telah menerbitkan peta-peta topografi
baru yang diberi nama peta rupa bumi inndonesia dengan skala 1 : 50.000 dan
baru-baru ini telah diterbitkan pula peta Rupa Bumi dengan skal 1 : 25.000. Hal-
hal yang berhubungan dengan penomoran lembar bumi tersebut adalah :
20
1. Garis Bujur / Meridian atau Meridian Bujur titik 0 derajat terletak di
Grenwich Inggris
2. Garis Lintang menggunakan garis Internasional
3. Sistem grid yang digunakan adalah sistem grid Geografi dan sistem Grid
UTM ( Universal Transverse Mercator).
4. Datum Horisontal = Datum Indonesia tahun 1974
5. Datum vertical diukur di daerah Mamuju, Sulawesi
6. Satuan tinggi peta daalah meter
7. Interval Kontur 25 m
8. Lembar diberi nama sesuai dengan daerah yang mudah terlihat pada
daerah tersebut. Misalnya lembar Pangkajene memasukkan kota Pangkep
pada peta tersebut.
9. Pada peta indeks terdapat lembar pada peta besar, yang diberi nama
khusus penciri lembar peta tersebut dengan nomor teretntu yang
mencakupi bebrapa nomor lembar pada peta kecil. Contoh pada Indeks,
lembar peta besar Ujung pandang bernomor 2010 yang mencakupi 10
lembar peta kecil semuanya berskala 1 : 50.000 .Sub lembar yang lebih
kecil juga mempunyai nama lembar dengan nomor tertentu. Contoh
lembar sapaya berada dalam lembar besar Ujungpandang dengan nomor
2010 – 61. Luas suatu daerah besar berdasarkan Lintang Bujur 1,5 derajat
x 1 derajat (90 derajat x 60 derajat) berupa persegi panjang.
21
10. Suatu sub Lembar peta kecil mempunyai luas 27,75 x 27,75 km, dengan
catatan bahwa setiap lembar mempunyai Grid Geografi sebesar 15
derajat x 15 derajat dan tiap menit berjarak 3,7 cm pada peta.
11. Penentuan lembar peta suatu daerah, haruslah dengan melihat peta indeks
Peta Rupa Bumi Indonesia yang dikelurkan oleh Bakosusrtanal tahun
1993.
12. Penetuan titik koordinat Geografi
Contoh : Daerah Bili-bili pada lembar sapaya nomor 2010 – 61. Garis
Bujur pertama sebelah kiri terbaca 119 derajat 34 derajat. Perkiraan dari
selang satu menit sampai ke titik 32 derajat . Garis lintang pertama
sebalah atas titik tersebut 05 derajat = 16 derajat. Perkiraan dari selang
satu menit sampai ke titik 50 derajat . sehingga titik koordinat
geografinya:
= 119 Derajat 34 derajat 15 derajat Bujur Timur
= 5 derajat 17 derajat 05 derajat Lintang selatan
Penentuan titik koordinat UTM
Contoh : Bili-Bili Timur Utara
Grid sebelah bawah dari titik tersebut 781
Perkiraan dari garis skala Grid 9
Gris sebelah bawah dari titik tersebut terbaca 9415
Perkiraan dari sutu garis skala grid ke titik 3
8100 96153
Sehingga koordinasinya adalah T= 784900 m
22
U= 9615300 m
Sebagai pembatasan pembacaan di peta ialah : 100 m
Zona UTM = 50
13. Peta Rupa Bumi ini dilengkapi dengan informasi pembagian daerah
administrasi walaupun hanya sementara.
14. Instansi yang mengeluarkan Peta Rupa Bumi ini adalah :
a. Baksurtanal
b. Bappeda Tingkat I Sulawesi Selatan c.q Kepala Proyek Evaluasi dan
perencanaan sumber Dana Kelautan ( MREP) Kantor Gubernur Sul-
Sel
c. Dinas pertambangan Tk. I Sul-Sel
d. Kantor Wilayah Pertambangan dan Energi Sul-Sel
e. Badan Pertanahan Nasional Sul-sel.
Dalam sistem penomoran peta menggunakan ketentuan di bawah ini :
• Peta Rupa Bumi berskala I : 1. 000. 000 menggunakan 4 digit
• Peta Rupa Bumi berskala I : 1.00.000 menggunakan 5 digit
• Peta Rupa Bumi berskala I : 50.000 Menggunakan 6 digit
• Peta Rupa Bumi berskala I : 25.000 menggunakan 7 digit
23
2.6 Peralatan Pengukuran
1.1
2.6.1 Theodolite
Gambar 2.4 Theodolite
Bagian – bagian dari theodolit dan kegunnannya
1. Tombol Focus yang berguna untuk memper jelas objek yang dituju
2. Nivo, Pada alat theodolit biasanya terdapat dua buah nivo
yaitu nivo kotak yang terletak dibawah dan nivo tabung
yang terletak diatas dimana nivo sendiri berfungsi untuk
mengetahui kedudukan theodolit dalam keadaan waterpas
dari kedua arah.
24
3. Teropong kecil untuk melihat bacaan horizontal dan vertical. Biasanya
terletak disebelah kanan dari teropong besar yang berguna untuk membaca
sudut horizontal dan vertical.
4. Mikrometer, alat ini terletak pada bagian kanan atas dari
theodolit yang berguna untuk mempaskan bacaan sudut
horizontal dan vertical dengan cara diputar kedepan
atau kebelakang agar sudut horizontal dan vertical pas
pada pembacaan sudut.
5. Centring, Berguna untuk melihat posisi alat apakah sudah
tepat berada diatas patok. Pada alat model lama tidak ada
centringnya masih menggunakan untingunting yang
dihubungkan dengan benang dan digantung di bawah alat
ukur.
6. Statip, Berfungsi menopang alat ukur theodolit agar ketinggiannnya sesuai
dengan ketinggian pembacanya dimana kaki statip bisa digerakkan naik
tunin.
Pemasangan theodolit dan Pembacaan Alat Ukuranya :
1. Sebelum theodolit digunakan harus distel terlebih dahulu agar
posisi theodolit bisa waterpas atau level kesegala arah dan cara
penggunaannya sebagai berikut :
2. Sebelum alat dikeluarkan dari tempatnya maka harus diperhatikan terlebih
dahulu posisi alat tersebut pada tempatnya, karena dikhawatirkan apabila
tidak diperhatiakan posisinya, setelah dipakai dan akan disimpan
25
kembali akan mengalami kesulitan . Untuk mempermudah pada setiap alat
pasti ada tandanya berupa titik merah atau hitam dan biasanya kedua titik
tersebut dalam keadaan sejajar bila akan dimasukkan pada tempatnya.
Setelah posisi tandanya sudah kita perhatikan lalu letakkan pesawat
diatas statip atau kaki tiga lalu diikat dengan baut yang ada pada statip.
Setelah pesawat tereikat dengan sempurna pada statip baru pesawat yang
sudah terikat pada statip diangkat dan diletakkan diatas patok yang sudah
ada pakunya.
3. Pertama tancapkan salah satu kaki di tripod sambil tangan dua memegang
kedua kaki di tripod lihat paku dibawah dengan bantuan centring, setelah
paku terlihat baru kedua kaki yang kita pegang ditaruh pada tanah (kalau
sudah mahir tanpa melihat centring sudah bisa menentukan posisi alat
sudah tepat diatas patok atau palu (walaupun tidak pas). Setelah statip
ditaruh semua dan patok serta pakunya sudah kelihatan (walau tidak tepat)
baru diinjak ketiga kaki di statip agar posisinya kuat menancap ditanah dan
alat tidak mudah digoyang . Setelah posisi statip kuat dan tidak goyang
barulah dilihat paku lowat centring, apabila paku tidak tepat maka kejar
pakunya dengan menggunakan sekrup penyetel sambil melihat centring,
karena dengan memutar sekrup penyetel. lingkaran petunjuk yang ada
pada centring akan berubah dan arahkan lingkaran tersebut pada paku
yang ada dipatok.
4. Setelah itu barulah dilihat nivo kotak(bagian bawah). Apabila nivo
mata sapinya tidak ada ditengah maka posisi alat dalam keadaan miring.
26
Untuk melihat dimana posisi alat yang lebih tinggi maka lihat gelembung
yang ada pada nivo kotak apabila nivo mata sapinya ada di Timur maka
posisi alat tersebut lebih tinggi disebelah Timur (kaki sebelah Timur
dipendekkan atau yang sebelah Barat dinaikkan ). Setelah posisi
gelembung pads nivo kotak ada ditengah maka alat sudah dalam keadaan
waterpas (walau masih dalam keadaan kasar), untuk menghaluskan
agar posisinya lebih level maka gunakan nivo tabung caranya : karena
dibawah alat theodolit terdapat tiga sekrup penyetel maka sebut saja
sekrup A, B, C. Pertama sejajarkan nivo tabung dengan kedua sekrup
penyetel (bebas dan tidak terikat harus sekrup yang mana). Misalnya saja A
dan B, setelah itu baru dilihat posisi gelembungaya. Apabila tidak ditengah
maka posisi alat tersebut belum level maka harus ditengahkan dengan
menggunakan sekrup A dan B (kalau belum mahir disarankan untuk
menggunakan satu sekrup saja A atau B karena dikhawatirkan sekrup yang
A akan menarik nivo kekiri dan sekrup yang B akan menarik nivo tabung
kekanan ). Setelah nivo tabung ada ditengah baru diputar 90° atau 270°
dan nivo tabung ditengahkan dengan menggunakan sekrup yang C, setelah
ditengah berarti posisi nivo tabung dan kotak sudah sempurna dan
keduanya ada ditengah. Setelah itu baru dilihat centring apabila paku
sudah tepat pada lingkaran kecil berarti alat tersebut sudah tepat diatas patok
apabila belum tepat maka alat harus digeser dengan cara mengendorkan
baut pengikat yang berada dibawah alat ukur. Setelah kendor geser alat
tersebut agar tepat di atas paku. Perlu diingat untuk merubah posisi alat agar
27
tepat diatas paku harus digeser sekali lagi digeser dan jangan diputar,
sebab kalau diputar posisi nivo pasti akan berubah banyak. Setelah
posisi alas tepat diatas patok maka pengaturan nivo tabung diulangi
seperti semula sehinga posisinya ditengah lagi, seperti pada waktu
penyetelan pertama. Setelah itu baru angka bacaan pada Skala horizontal
disetel dan diatur pada angka 000'0" dan selanjutnya sejajarkan arah
teropong, dan arah Utara dengan menggunakan kompas arah, setelah itu di
ukur tingginya alat dan alat siap digunakan.
2.7 Skala
1. Skala dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara suatu jarak di atas
peta dan jarak yang sama di atas permukaan bumi.
2. Misalkan suatu jarak antara dua titik di atas peta ada 1 cm dan jarak
sebenarnya di atas permukaan bumi antara 2 titik itu ada 1 km, maka
sakala peta ada 1 cm : 1 km = 1 cm : 100.000 cm = 1 : 100.000.
3. Bila sebaliknya diketahui skala peta dan jarak yang diukur di atas peta
diketahui dengan pengukuran, maka dapatlah ditentukan jarak yang
sebenarnya di atas permukaan bumi. Misalkan di atas peta jarak itu diukur
ada 8,3 cm dan skala peta ada 1 : 25.000; maka jarak itu di atas permukaan
bumi adalah 25.000 x 8,3 cm = 2,075 km.