37
3 BAB II Dasar Teori 2.1 Definisi Peta topografi adalah suatu peta yang memperlihatkan atau menggambarkan segala keadaan kenampakan fisik dari roman muka bumi, yang meliputi bentuk, ukuran, letak hubungan dan penyebarannya pada suatu daerah. Dalam hal menginterepetasi/ menganalisa peta topografi, hal yang harus diperhatikan adalah garis kontur dan kontur indeks. Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik- titik yang terletak pada ketinggian yang sama dari permukaan laut. Beberapa sifat garis kontur sebagai berikut : 1. Satu garis kontur hanya mewakili satu ketinggian tertentu 2. Nilai dari suatu garis kontur dihitung dari ketinggian muka laut rata-rata mempunyai nilai nol

BAB II Dasar Teori

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dasar teori perpetaan teknik pertambangan

Citation preview

Page 1: BAB II Dasar Teori

3

BAB II

Dasar Teori

2.1 Definisi

Peta topografi adalah suatu peta yang memperlihatkan atau menggambarkan

segala keadaan kenampakan fisik dari roman muka bumi, yang meliputi bentuk,

ukuran, letak hubungan dan penyebarannya pada suatu daerah. Dalam hal

menginterepetasi/ menganalisa peta topografi, hal yang harus diperhatikan adalah

garis kontur dan kontur indeks.

Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang terletak pada

ketinggian yang sama dari permukaan laut. Beberapa sifat garis kontur sebagai

berikut :

1. Satu garis kontur hanya mewakili satu ketinggian tertentu

2. Nilai dari suatu garis kontur dihitung dari ketinggian muka laut rata-rata

mempunyai nilai nol

3. Satu garis kontur tidak akan berpotongan dengan garis kontur laiinya yang

mewakili ketinggian berbeda, dan tidak akan berimpit dengan garis kontur

lain, kecuali ddalam keadaan tertentu, missal terdapat Over hanging cliff.

4. Garis kontur tidak pernah bercabang dan menyambung garis kontur lain.

5. Garis kontur rapet menunjukkan lereng yang curam dan renggang

menunjukkan lereng yang landai.

6. Garis kontur yang menutup semakin kecil menunjukkan suatu bukit,

sedangkan bila diberi tanda garis-garis pendek (bergerigi) berarti daerah

depresi.

3

Page 2: BAB II Dasar Teori

4

7. Garis kontur harus menutup atau berakhir di tepi peta.

8. Garis kontur dengan harga interval setengah digambarkan berupa garis-garis

putus-putus. Biasanya banyak dijumpai pada bagian puncak bukit.

Kontur indeks adalah garis kontur yang dicetak lebih tebal dari garis kontur

lainnya, merupakan kelipatan tertentu dari bebrapa garis kontur biasa. Maksud

dari pembuatan garis kontur indeks ini adalah untuk menyederhanakan dan

mempermudah pembacaan peta topografi. Besarnya kelipatan dipengaruhi oleh

medan.

Gambar 2.1 Kontur

Unsur-unsur penting yang terdapat pada peta topografi antara lain :

1. Relief adalah bentuk ketidak aturan secara vertical dalam ukuran besar,

maupun kecil dari permukaan litosfer.

2. Drainage adalah pattern/pola penyaluran yang terdiri dari segala bentuk

yang berhubungan dengan penyaluran baik dipermukaan maupun dibawah

permukaan bumi.

Page 3: BAB II Dasar Teori

5

3. Culture adalah segala bentuk hasil kebudayaan manusia, seperti

perkampungan , jalur jalan, perkebunan, persawahan, Dll.

4. Skala adalah perbandingan jarak horizontal sebenarnya dengan jarak dipeta.

5. Orientasi peta

Merupakan bagian yang menunjukkkan kiblat dari peta . garis batas pada

kedua sisi samping peta berarah Utara Selatan. Dalam hal ini adalah Utara-

Selatan sesungguhnya, bukan Utara kutuub magnetis. Arah Utara dikenal

ada dua macam, yaitu :

a. Arah Utara magnetic ( magnet North = MN), yaitu arah Utara yang

ditunjukkan oleh jarum magnet.

b. Arah Utara sebenarnya ( True North = TN ) , yaitu arah Utara yang sesuai

dengan sumbu bumi.

Arah utara magnetic dan arah utara geografis umumnya ditunjukkan pada

peta dan membentuk sudut diantara keduanya yang besarnya bervariasi

dengan “ Deklinasi”.

6. Judul peta dan nomor lembar peta adalah merupakan nama daerah yang

tercakup dalam peta, sedangkan nomor lembar peta adalah nomor dari peta

berdasarkan sistem pembagian yang disebut “ Quadrangle “.

7. Legenda adalah symbol-simbol yang digunakan untuk mewakili bermacam-

macam keadaan dilapangan. Penjelasan symbol dipergunakan itu,

dikelompokkan dan tercakup dalam legenda. Legenda biasanya diletakkan

di bawah.

Page 4: BAB II Dasar Teori

6

8. Coverage diagram merupakan diagram yang menunjukkan darimana dan

bagaimana cara memperoleh datanya. Keterangan ini penting untuk

memperkiarakn sampai sejauh mana ketelitian peta , Misalnya :

- Dibuat berdasarkan foto udara

- Dibuat berdasarakan pengukuran di lapangan

- Dibuat sketsanya

9. Indeks administrasi adalah pembagian daerah berdasarkan hokum

pemerintahan. Ini penting unutk mengetahui kemana harus dilakukan

pengesahan surat izin sebelum dilakukan penyelidikan lapangan dari peta

yang bersangkutan.

10. Index to adjoining sheet adalah petunjuk tentang peta terhadap peta-peta

yang ada sebelumnya.

11. Edisi peta dalah tahun pembuatan peta tersebut.

2.2 Interepetasi Analisa Peta Topografi

1. Interpretasi Bentang alam Geomorfologi

Dalam Interpretasi geologi dari peta topografi, maka penggunaan skala

yang digunakan akan sangat membantu. Di Indonesia peta Topografi yang

tersedia umumnya mempunyai skala 1 : 25. 000 atau 1 : 50.000 umumnya

merupakan perbesaran dari skala 1 : 50.000 dengan demikian relief bumi yang

seharusnya muncul pada skala peta 1 : 50.000 atau lebih besar tidak akan muncul

dan sama saja skala peta 1: 50.000.

Dengan demikian, sasaran objek Interpretasi akan berlainan dari setiap

peta dengan skala berbeda.

Page 5: BAB II Dasar Teori

7

Tabel. 2.1 Hubungan antara skala peta dan pengenalan sasaran objek

geomorfologi ( harsolumakso, 2001 )

Dalam Interepetasi peta topografi, prosedur umum yang biasa dilakukan

dan cukup efektif adalah :

1. Menarik semua kontur yang menunjukkan kelurusan. Penariakan bisa

dengan garis panjang, tetapi dapat juga terpatah-terpatah dalam bentuk

garis-garis pendek. Kadangkala setelah pengerjaan penarikan garis –garis

pendek selesai dalam peta akan terlihat adanya zona atau trend atau arah

yang hampir sama dengan garid-garis pendek ini.

Page 6: BAB II Dasar Teori

8

2. Mempertegas bisa dengan jalan mewarnai , sungai-sungai yang menbgalir

pada peta . akan sangat penting untuk melihat pola aliran sungai ( daalm

satu peta mungkin terdapat lebih dari satu pola aliransungai ). Pola aliran

sungai merupakan pencerminan keadaan struktur yang mempengaruhi

daerah tersebut.

3. Mengelompokkan pola kerapatan kontur sejenis, dapat dilakukan secara

kualitatif, yaitu dengan melihat secara visual terhadap kerapatan yang ada,

atau secara kuantitatif dengan menghitung persen lereng dari seluruh peta.

Persen lereng adalah persentase perbandingan beda tinggi suatu lereng

terhadpa panjang lerengnya sendiri.

Banyak pengelompokan kelas lereng yang telah dilakuakn, misalnya oleh

mabbery, (1972 ) untuk keperluan lingkungan binaan, Desaunettes ( 1977 ) untuk

pengembangan pertanian, ITC ( 1985 ) yang bersifat lebih umum dan melihat

proses-proses yang biasa terjadi pada kelas lereng tertentu ( lihat table 2.2 )

Tabel 2.2 Kelas Lereng

Page 7: BAB II Dasar Teori

9

Tabel 2.2 Kelas lereng dengan sifat-sifat proses dan kondisi alamiah yang

kemungkinana terjadi dari ususlan warna untuk peta relief secara umum ( disadur

dan disederhanakan oleh Van Zuidam,1985 ).

Sangat penting untuk diketahui bahwa dalam Interpretasi geomorfologi

dari peta topografi terbatas pada interepetasi relief ( berdasarkan perbedaaan beda

tinggi ), yang secara garis besarnya terbagi atas morfologi Pedataran, Perbukitan,

dan pegunungan

Secara umum klasifikasi bentang alam beradasarkan interepetasi peta topografi

antara lain :

1. Perbukitan dicirikan oleh garis kontur yang rapat dengan ketinggian

semakin besar menutup semakin kecil. Pola ini juga dapat menunjukkkan

morfologi pegunungan oleh karena itu antara keduanya dibedakan lagi

berdasarkan beda tinggi dan tirtik ketinggian yang tampak di peta.

2. Pedataran, dicirikan dengan garis kontur yang jarang dengan nilai yang

semakin kecil.

3. Fluvial, biasanya terdapat pada daerah sekitar aliran sungai.

4. Marne/laut.

Adapun membahas aspek genetic ( proses pembentukan ) suatu bentang alam,

haruslah didukung oleh lapangan yang akurat.

1. Interperetasi Litologi

Dengan melihat kenampakan konttur suatu daerah atau dengan

kaidah kontur tersebut, maka dari sebuah peta topografi dapat ditentukan

jenis litologi yang berkembang pada daerah tersebut.

Page 8: BAB II Dasar Teori

10

Terdapat beberapa ketrentuan-ketentuan ataupun kaidah-kaidah

kontur yang perlu diketahui dalam hal ini, contohnya :

a. Dalam interpretasi batuan dari peta topografi, hal penting yang perlu

diamati adalah pola kuntur, aliran sungai, batuan lunak dan lepas.

b. Pola kuntur rapat menunjukkan batuan keras, dan pola kuntur jarang

menunjukkan batuan yang lunak.

c. Pola kuntur yang menutup (melingkar ) diantara pola kuntur lainnya

menunjukkan lebih keras dari batuan sekitarnya.

d. Aliran sungai yang membelok tiba-tiba dapat diakibatkan oleh adanya

batuan keras.

e. Kerapatan sungai yang besar, menunjukkan bahwa sungai-sungai itu

berada pada batuan yang lebih muda tererosi (lunak). Kerapatan sungai

adalah perbandingan antara total panjang sungai-sungai yang berada pada

cekungan pengaliaran terhadap luas cekungan pengaliran sungai-sungai itu

sendiri.

f. Alluvial diinterpretasi dengan adanya pola kontur yang renggang serta

terdapat pola aliran sungai.

g. Batugamping ditandai dengan adanya tingkat pelapukan dengan resistensi

batuan yang kecil sehingga mudah tererosi berupa pelarutan. Hal ini

nampak pada peta dengan kenampakan bukit-bukit sisa yang kecil yang

terpisah dengan bukit lainnya, dan disekeliling bukit tersebut merupakan

pendataran.

h. Batuan beku ditandai dengan garis kontur yang rapat dan teratur.

Page 9: BAB II Dasar Teori

11

i. Batuan sediment dicirikan oleh garis kontur yang jarang atau hampir tidak

ada. Kadang-kadang menggambarkan bentuk seperti melidah atau

melampar khusus pada batuan sediment vulkanik.

j. Batuan metafort dicirikan oleh garis kontur yang rapat dan tidak teratur.

k. Batuan vulkanik ditandai dengan adanya pola kuntur seperti lidah yang

menandakan bahwa daerah tersebut merupakan daerah lelehan lava

sehinnga membentuk batuan vulkanik.

2. Interpretasi Struktur Geologi

Dalam menginterpretasi struktur geologi dan peta topografi, hal

terpenting dalah pengamatan terhadap pola kontur yang menunjukkan

adanya kelurusan atau pembelokan secara tiba-tiba, baik pada bola bukit

maupu arah aliran sungai, bentuk-bentuk topografi yang khas, serta pola

aliran sungai.

a. sesar, umumnya ditunjukkan oleh adanya pola kontur rapat yang menerus

lurus, kelurusan sungai dan perbukitan ataupun pergeseran, dan

pembelokan perbukitan atau sungai dan pola aliran sungai parallel atau

rektangulan.

b. Perlipatan, umumnya ditunjukkan oleh pola aliran sungai trellis atau

paralel dan danya bentuk-bentuk dip-slope yaitu suatu kontur yang rapat

dibagian depan dan merenggang makin ke arah belakang.

c. Kekar, umumnya dicirikan oleh pola aliran sungai rectangular dan

kelurusan-kelurusan sungai dan bukit.

Page 10: BAB II Dasar Teori

12

d. Instrusi, umumnya dicirikan oleh pola kuntur yang jarang dan dibatasi

oleh pola untur yang rapat, sungai-sungai mengalir dari arah puncak dalam

pola kontur yang rapat.

e. Lapisan Mendatar, dicirikan oleh adanya areal dengan pola kontur yang

jarang dan dibatasi oleh pola kontur yang rapat.

f. Ketidakselaran Bersudut (Angular Unconformity), dicirikan oleh pola

kontur rapat dan mempunyai kelurusan-kelurusan seperti pada pola

perlipatan yang dibatasi secara tiba-tiba oleh pola kontur jarang yang

mempunyai elevasi sama atau lebih tinggi.

g. Daerah Melange,umunya dicirikan oleh pola-pola kontur melingkar berupa

bukit-bukit dalm penyebaran relative luas, terdapat beberapa pergeseran

bentuk-bentuk topografi kemungkinan juga terdapat beberapa kelurusan

dengan pola aliran sungai rectangular atau concerted.

h. Daerah Stump, umunya dicirikan oleh banyaknya pola dis-slope dan

penyebarannya yang tidak menunjukkan pola pelurusan tetapi lebih

berkesan acak-acakan. Pola kopntur rapat juga tidak menunjukkan

kelurusan yang menerus, tetapi berkesan terpatah-patah.

i. Gunungapi, dicirikan umumnya oleh bentuk kerucut atau pola aliran

radial, serta kawah pada puncaknya untuk gunung api muda, sementara

untuk gunungapi tua dan sudah tidak aktif dicirikan oleh pola aliran

angular serta pola kontur melingkar rapat atau memanjang yang

menunjukkan adanya jenjang vulkanik atau korok-korok.

Page 11: BAB II Dasar Teori

13

j. Karst, Dicirikasn oleh pola kontur melingkar yanh khas dalam penyebaran

yang luas, beberapa aliran sungai seakan-akan terputus, terdapat pola-pola

kontur yang menyerupai bintang segi banyak, serta pola aliran sungai

multibastnal.

3. Pola Pengaliran Sungai

Pola aliran terbagi atas 2 jenis, yaitu pola dasar dan pola ubahan.

Pola dasar adalah suatu pola aliran sungai yang mempunyai karakteristik

yang spesifikdan dapat secara jelas dibedakan dengan bentuk pola dasar

lainnya. Pola ubahan adalah bentuk aliran yang telah mengalami

perubahan bentuk pola dasar yang ada.

Macam-macam pola pengaliran (drainage pattern) :

a. Pola Pengaliran Rektangular

Pola pengaliran dimana anak sungainya membentuk sudut tegak lurus

dengan sungai utama, sering terjadi pada daerah patahan.

b. Pola Pengaliran Denritik

Bentuknya seperti seperti pohon dengan anak-anak sungai dan

cabangya berarah tidak teratur.

c. Pola Pengaliran Paralel

Pola yang sejajar dengan alirannya. Dijumpai pada daerah yang

lerengnya mempunyai kemiringan yang nyata, dan berkembang pada

batuan yang bertekstur halus.

d. Pola Pengaliran Concorted

Page 12: BAB II Dasar Teori

14

Di mana arah pengalirannya berbalik arah. Pola ini terjadi pada daerah

patahan.

e. Pola Pengaliran Trellis

Berbentuk seperti daun dengan anak-anak sungai sejajar. Sungai

utamanya biasanya memanjang searah dengan jurus perlapisan batuan,

sejajar dengan bentuk-bemtuk bentang alam hasil timbunan angina

atau es. Pola ini biasanya pada daerah patahan, lipatan.

f. Pola Pengaliran Radial

Dimana arah pengalirannya menyebar ke segala arah dari suatu pusat

berkembang pada daerah berstruktur kubah muda, pada kerucut

gunung api pada bukit berbentuk tertentu.

g. Pola Pengaliran Angular

Pola ini sering dijumpai pada daerah kubah berstadia dewasa.

h. Pola Pengaliran multibasinal

Pola ini tidak sempurna, kadang nampak dipermukaan bumi, kadang

tidak nampak. Dikenal juga sebagai sungai bawah tanah. Pola ini

dijumpai pada daerah karst atau batugamping.

Page 13: BAB II Dasar Teori

15

Gambar 2.2 Macam – macam pola aliran sungai

2.3 Blok Diagram

Blok diagram merupakan sutu bentuk penyajian tiga dimensi dari sutu

potongan bagian kulit bumi yang umumnya menyerupai bentuk balok. Pada

bagian atas blok diagram ditunjukkan bentuk relief dan unsure-unsur yang ada di

permukaan, sedangkan pada bagian samping ditunjukkan material penyusun dari

kulit bumi. Dalam pembuatan blok diagram dapat digunakan sistem proyeksi

isometric dan gambar pespektif.

Penggambaran dengan menggunakan proyeksi isommetris akan diperoleh

bentukl balok dengan ukuran seragam dari seluruh sisi yang ditampilkan ( bagian

blok diagram yang disajikan), Sedangkan dengan menggunakan penggambaran

Page 14: BAB II Dasar Teori

16

perspektif akan diperoleh ukuran yang tidak seragam tergantung titik pandang

yang digunakan.

Dalam praktikan ini akan diguanakan sistem proyeksi isometric untuk

menggambarkan bentuk relief dari suatu daerah tanpa memperhatikan unsure-

unsur penyusun kulit bumi di bawah permukaan, sehingga lebih menonjolkan

pada cara penggambaran pada tiga dimensi suatu daerah berdasarkan peta

topografi.

Tahapan-tahapan dalam pemakaian proyeksi isometric untuk pembuatan suatu

blok diagram :

a. Peta topografi di grid sesuai ukuran yang diinginkan dengan

memperhatikan aspek kemudahan dalam pemindahan elemen

topografi ke bentuk grid proyeksi isometric.

b. Kerangka grid untuk proyeksi isometric dapat dibuat menurut

sudut yang diinginkan dengan memperhatikan aspek penonjolan

relief.

c. Peta topografi dipindahkan ke dalam bentuk kerangka grid

proyeksi isometric.

d. Menggambar ulang garis-garis kontur dari grid proyeksi isometric

pada kertas transparan dengan mengikuti tahapan-tahapan

pembuatan seperti pada gambar terlampir.

2.4 Garis Sayatan (Cros Section)

Garis sayatan atau disebut juga dengan sayatan topografi adalah suatu

irisan tegak dari permukaan bumi yang dibuat melalui suatu garis lurus.

Page 15: BAB II Dasar Teori

17

Sayatan topografi ini berguna untuk memperlihatkan bentuk-bentuk dari bentang

alam, seperti bentuk bukit, bentuk lembah dan kemiringan lereng. Hal ini

ditunjukkan oleh garis bagian atas sayatan (gambar 3). Untuk memperlihatkan

keadaan yang sesuai dengan keadaan sebenarnya maka sakala horizontal dibuat

sama dengan skala vertical. Tetapi sering pula skala vertical diambil beberapa kali

lebih besar dari skala horizontal. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan perubahan

yang nyata dari bentuk-bentuk roman muka bumi.

Sayatan ini lebih mudaj dibuat dengan menggunakan kertas milimeter / grafik.

Tahap-tahap pembuatan sayatan topografi :

a. tentukan arah dan letak garis sayatan, dimana melalui garis ini

sayatan akan dibuat ( gambar1). Penentuan arah dan letak garis

sayatan dapat berbeda-beda sesuai dengan aspek yang ingin

ditampilkan, misalnya aspek geomorfologi, litologi, struktur

geologi ataupun peta topografi dasar itu sendiri.

b. Letakkan kertas grafik di atas garis sayatan itu (garis x y )

c. Plot titik-titik potong garis-garis kontur dengan garis sayatan (garis

X Y) pada kertas grafik (gambar 2).

d. Tentukan besarnya skala horisontal dan skala mendatar. Umumnya

diusahakan perbandingan antara kedua skala tersebut adalah 1 : 1 ,

Karena perbandingan ini menampakkan keadaan yang sebanarnya

di lapangan untuk mengetahui besarnya kenaikan vertiakal ( KV)

di penampang sayatan, maka digunakan rumus :

KV – IK / SP , dimana IK – Interval Kontur dan SP – Skal Peta

Page 16: BAB II Dasar Teori

18

Dengan pengetahuan garis vertical sebagai penunjuk,m masing-

masing titik potong tersebut disesuaikan dengan ketinggian

( gambar 3 )

e. Hubungan titik-titik tersebut ( gambar 3)

f. Beri tanda pada titik-titik yang diperlukan pada sepanjang garis

sayatan

g. beri nama sayatan tersebut.

Dalam pembuatan sayatan topografi ini perbesaran sakala horizontal dan

skala vertical harus dicantumkan. Hal ini untuk menghindari salah duga terhadap

sayatan yang digambarkan. Sayatan topografi tersebut yang membentuk profil

topografi akan mememperagakan konfigurasi dari permukaan di sepanjang suatu

penampang vertical kerak bumi. Fungsi utama dari profil topografi ini adalah

untuk memvisualisasikan karakter muka bumi. Untuk mencegah distorsi atau

kesalahan dalam perhitungan ketebalan dalam skala vertical, maka sebaiknya

profil topografi dibuata dengan menggunakan skala vertical yang sama dengan

skala horisontalnya. Dalam pembuatan profil topografi dikenal beberapa istilah,

yaitu :

a. Garis profil ( topographic line), adalah garis perpotongan antara

perpotongan permukaan bumi dengan suatu bidang vertical.

b. Garis dasar ( base line), letaknya mendatar dibawah garis profil. Tinggi

“base line” seringkali dipilih nol, yaitu tinggi permukaan laut, sedangkan

jarak mendatar sesuai dengan jarak horizontal yang diukur pada peta

topografi.

Page 17: BAB II Dasar Teori

19

c. Batas tepi (end line), adalah garis tegak lurus “ base line” yangmembatasi

sisi kiri dan kanan profil. Pada batas tepi tertera angka ketinggian sesuai

dengan interval kontur.

Gambar 2.3 Kontur dan Sayatan

2.5 Penomoran Peta

Sistem pembagian nomor peta disebut juga dengan “Quadrangle system”

di Indonesia sistem quadrangle ini disesuaikan dengan sistem internasional, yang

dikelurkan oleh Badan Koordinasi Survey dan pemetaan Nasional

(BAKOSURTANAL), pada tahun 1992 bekerja sama dengan sponsor resmi

dalam program pemetaan dasar nasional telah menerbitkan peta-peta topografi

baru yang diberi nama peta rupa bumi inndonesia dengan skala 1 : 50.000 dan

baru-baru ini telah diterbitkan pula peta Rupa Bumi dengan skal 1 : 25.000. Hal-

hal yang berhubungan dengan penomoran lembar bumi tersebut adalah :

Page 18: BAB II Dasar Teori

20

1. Garis Bujur / Meridian atau Meridian Bujur titik 0 derajat terletak di

Grenwich Inggris

2. Garis Lintang menggunakan garis Internasional

3. Sistem grid yang digunakan adalah sistem grid Geografi dan sistem Grid

UTM ( Universal Transverse Mercator).

4. Datum Horisontal = Datum Indonesia tahun 1974

5. Datum vertical diukur di daerah Mamuju, Sulawesi

6. Satuan tinggi peta daalah meter

7. Interval Kontur 25 m

8. Lembar diberi nama sesuai dengan daerah yang mudah terlihat pada

daerah tersebut. Misalnya lembar Pangkajene memasukkan kota Pangkep

pada peta tersebut.

9. Pada peta indeks terdapat lembar pada peta besar, yang diberi nama

khusus penciri lembar peta tersebut dengan nomor teretntu yang

mencakupi bebrapa nomor lembar pada peta kecil. Contoh pada Indeks,

lembar peta besar Ujung pandang bernomor 2010 yang mencakupi 10

lembar peta kecil semuanya berskala 1 : 50.000 .Sub lembar yang lebih

kecil juga mempunyai nama lembar dengan nomor tertentu. Contoh

lembar sapaya berada dalam lembar besar Ujungpandang dengan nomor

2010 – 61. Luas suatu daerah besar berdasarkan Lintang Bujur 1,5 derajat

x 1 derajat (90 derajat x 60 derajat) berupa persegi panjang.

Page 19: BAB II Dasar Teori

21

10. Suatu sub Lembar peta kecil mempunyai luas 27,75 x 27,75 km, dengan

catatan bahwa setiap lembar mempunyai Grid Geografi sebesar 15

derajat x 15 derajat dan tiap menit berjarak 3,7 cm pada peta.

11. Penentuan lembar peta suatu daerah, haruslah dengan melihat peta indeks

Peta Rupa Bumi Indonesia yang dikelurkan oleh Bakosusrtanal tahun

1993.

12. Penetuan titik koordinat Geografi

Contoh : Daerah Bili-bili pada lembar sapaya nomor 2010 – 61. Garis

Bujur pertama sebelah kiri terbaca 119 derajat 34 derajat. Perkiraan dari

selang satu menit sampai ke titik 32 derajat . Garis lintang pertama

sebalah atas titik tersebut 05 derajat = 16 derajat. Perkiraan dari selang

satu menit sampai ke titik 50 derajat . sehingga titik koordinat

geografinya:

= 119 Derajat 34 derajat 15 derajat Bujur Timur

= 5 derajat 17 derajat 05 derajat Lintang selatan

Penentuan titik koordinat UTM

Contoh : Bili-Bili Timur Utara

Grid sebelah bawah dari titik tersebut 781

Perkiraan dari garis skala Grid 9

Gris sebelah bawah dari titik tersebut terbaca 9415

Perkiraan dari sutu garis skala grid ke titik 3

8100 96153

Sehingga koordinasinya adalah T= 784900 m

Page 20: BAB II Dasar Teori

22

U= 9615300 m

Sebagai pembatasan pembacaan di peta ialah : 100 m

Zona UTM = 50

13. Peta Rupa Bumi ini dilengkapi dengan informasi pembagian daerah

administrasi walaupun hanya sementara.

14. Instansi yang mengeluarkan Peta Rupa Bumi ini adalah :

a. Baksurtanal

b. Bappeda Tingkat I Sulawesi Selatan c.q Kepala Proyek Evaluasi dan

perencanaan sumber Dana Kelautan ( MREP) Kantor Gubernur Sul-

Sel

c. Dinas pertambangan Tk. I Sul-Sel

d. Kantor Wilayah Pertambangan dan Energi Sul-Sel

e. Badan Pertanahan Nasional Sul-sel.

Dalam sistem penomoran peta menggunakan ketentuan di bawah ini :

• Peta Rupa Bumi berskala I : 1. 000. 000 menggunakan 4 digit

• Peta Rupa Bumi berskala I : 1.00.000 menggunakan 5 digit

• Peta Rupa Bumi berskala I : 50.000 Menggunakan 6 digit

• Peta Rupa Bumi berskala I : 25.000 menggunakan 7 digit

Page 21: BAB II Dasar Teori

23

2.6 Peralatan Pengukuran

1.1

2.6.1 Theodolite

Gambar 2.4 Theodolite

Bagian – bagian dari theodolit dan kegunnannya

1. Tombol Focus yang berguna untuk memper jelas objek yang dituju

2. Nivo, Pada alat theodolit biasanya terdapat dua buah nivo

yaitu nivo kotak yang terletak dibawah dan nivo tabung

yang terletak diatas dimana nivo sendiri berfungsi untuk

mengetahui kedudukan theodolit dalam keadaan waterpas

dari kedua arah.

Page 22: BAB II Dasar Teori

24

3. Teropong kecil untuk melihat bacaan horizontal dan vertical. Biasanya

terletak disebelah kanan dari teropong besar yang berguna untuk membaca

sudut horizontal dan vertical.

4. Mikrometer, alat ini terletak pada bagian kanan atas dari

theodolit yang berguna untuk mempaskan bacaan sudut

horizontal dan vertical dengan cara diputar kedepan

atau kebelakang agar sudut horizontal dan vertical pas

pada pembacaan sudut.

5. Centring, Berguna untuk melihat posisi alat apakah sudah

tepat berada diatas patok. Pada alat model lama tidak ada

centringnya masih menggunakan untingunting yang

dihubungkan dengan benang dan digantung di bawah alat

ukur.

6. Statip, Berfungsi menopang alat ukur theodolit agar ketinggiannnya sesuai

dengan ketinggian pembacanya dimana kaki statip bisa digerakkan naik

tunin.

Pemasangan theodolit dan Pembacaan Alat Ukuranya :

1. Sebelum theodolit digunakan harus distel terlebih dahulu agar

posisi theodolit bisa waterpas atau level kesegala arah dan cara

penggunaannya sebagai berikut :

2. Sebelum alat dikeluarkan dari tempatnya maka harus diperhatikan terlebih

dahulu posisi alat tersebut pada tempatnya, karena dikhawatirkan apabila

tidak diperhatiakan posisinya, setelah dipakai dan akan disimpan

Page 23: BAB II Dasar Teori

25

kembali akan mengalami kesulitan . Untuk mempermudah pada setiap alat

pasti ada tandanya berupa titik merah atau hitam dan biasanya kedua titik

tersebut dalam keadaan sejajar bila akan dimasukkan pada tempatnya.

Setelah posisi tandanya sudah kita perhatikan lalu letakkan pesawat

diatas statip atau kaki tiga lalu diikat dengan baut yang ada pada statip.

Setelah pesawat tereikat dengan sempurna pada statip baru pesawat yang

sudah terikat pada statip diangkat dan diletakkan diatas patok yang sudah

ada pakunya.

3. Pertama tancapkan salah satu kaki di tripod sambil tangan dua memegang

kedua kaki di tripod lihat paku dibawah dengan bantuan centring, setelah

paku terlihat baru kedua kaki yang kita pegang ditaruh pada tanah (kalau

sudah mahir tanpa melihat centring sudah bisa menentukan posisi alat

sudah tepat diatas patok atau palu (walaupun tidak pas). Setelah statip

ditaruh semua dan patok serta pakunya sudah kelihatan (walau tidak tepat)

baru diinjak ketiga kaki di statip agar posisinya kuat menancap ditanah dan

alat tidak mudah digoyang . Setelah posisi statip kuat dan tidak goyang

barulah dilihat paku lowat centring, apabila paku tidak tepat maka kejar

pakunya dengan menggunakan sekrup penyetel sambil melihat centring,

karena dengan memutar sekrup penyetel. lingkaran petunjuk yang ada

pada centring akan berubah dan arahkan lingkaran tersebut pada paku

yang ada dipatok.

4. Setelah itu barulah dilihat nivo kotak(bagian bawah). Apabila nivo

mata sapinya tidak ada ditengah maka posisi alat dalam keadaan miring.

Page 24: BAB II Dasar Teori

26

Untuk melihat dimana posisi alat yang lebih tinggi maka lihat gelembung

yang ada pada nivo kotak apabila nivo mata sapinya ada di Timur maka

posisi alat tersebut lebih tinggi disebelah Timur (kaki sebelah Timur

dipendekkan atau yang sebelah Barat dinaikkan ). Setelah posisi

gelembung pads nivo kotak ada ditengah maka alat sudah dalam keadaan

waterpas (walau masih dalam keadaan kasar), untuk menghaluskan

agar posisinya lebih level maka gunakan nivo tabung caranya : karena

dibawah alat theodolit terdapat tiga sekrup penyetel maka sebut saja

sekrup A, B, C. Pertama sejajarkan nivo tabung dengan kedua sekrup

penyetel (bebas dan tidak terikat harus sekrup yang mana). Misalnya saja A

dan B, setelah itu baru dilihat posisi gelembungaya. Apabila tidak ditengah

maka posisi alat tersebut belum level maka harus ditengahkan dengan

menggunakan sekrup A dan B (kalau belum mahir disarankan untuk

menggunakan satu sekrup saja A atau B karena dikhawatirkan sekrup yang

A akan menarik nivo kekiri dan sekrup yang B akan menarik nivo tabung

kekanan ). Setelah nivo tabung ada ditengah baru diputar 90° atau 270°

dan nivo tabung ditengahkan dengan menggunakan sekrup yang C, setelah

ditengah berarti posisi nivo tabung dan kotak sudah sempurna dan

keduanya ada ditengah. Setelah itu baru dilihat centring apabila paku

sudah tepat pada lingkaran kecil berarti alat tersebut sudah tepat diatas patok

apabila belum tepat maka alat harus digeser dengan cara mengendorkan

baut pengikat yang berada dibawah alat ukur. Setelah kendor geser alat

tersebut agar tepat di atas paku. Perlu diingat untuk merubah posisi alat agar

Page 25: BAB II Dasar Teori

27

tepat diatas paku harus digeser sekali lagi digeser dan jangan diputar,

sebab kalau diputar posisi nivo pasti akan berubah banyak. Setelah

posisi alas tepat diatas patok maka pengaturan nivo tabung diulangi

seperti semula sehinga posisinya ditengah lagi, seperti pada waktu

penyetelan pertama. Setelah itu baru angka bacaan pada Skala horizontal

disetel dan diatur pada angka 000'0" dan selanjutnya sejajarkan arah

teropong, dan arah Utara dengan menggunakan kompas arah, setelah itu di

ukur tingginya alat dan alat siap digunakan.

2.7 Skala

1. Skala dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara suatu jarak di atas

peta dan jarak yang sama di atas permukaan bumi.

2. Misalkan suatu jarak antara dua titik di atas peta ada 1 cm dan jarak

sebenarnya di atas permukaan bumi antara 2 titik itu ada 1 km, maka

sakala peta ada 1 cm : 1 km = 1 cm : 100.000 cm = 1 : 100.000.

3. Bila sebaliknya diketahui skala peta dan jarak yang diukur di atas peta

diketahui dengan pengukuran, maka dapatlah ditentukan jarak yang

sebenarnya di atas permukaan bumi. Misalkan di atas peta jarak itu diukur

ada 8,3 cm dan skala peta ada 1 : 25.000; maka jarak itu di atas permukaan

bumi adalah 25.000 x 8,3 cm = 2,075 km.