21
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar 1. Pengertian Apendiks adalah bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum, mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus (Syaifuddin 2006 hal: 175). Apendiksitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi pada setiap usia, namun paling sering terjadi pada remaja dan dewasa muda, angka mortalitas penyakit ini tinggi sebelum era antibiotik (Sylvia A.Price & Lorraine M.wilson 2005 hal: 448). Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Arif Mansjoer, dkk 2003 hal : 307). 7

BAB II appendiks

Embed Size (px)

DESCRIPTION

D 3 Keperawatan

Citation preview

Page 1: BAB II appendiks

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Apendiks adalah bagian dari usus besar yang muncul seperti corong

dari ujung sekum, mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi masih

memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus (Syaifuddin 2006

hal: 175).

Apendiksitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering

terjadi pada setiap usia, namun paling sering terjadi pada remaja dan

dewasa muda, angka mortalitas penyakit ini tinggi sebelum era antibiotik

(Sylvia A.Price & Lorraine M.wilson 2005 hal: 448).

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan

merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Arif Mansjoer,

dkk 2003 hal : 307).

Apendiktomi adalah pengangkatan apendiks terinflamasi dapat

dilakukan pada pasien rawat jalan dengan menggunakan pendekatan

endoskopi (Doenges, 2000 hal : 508).

Menurut penulis apendiksitis adalah peradangan pada apendiks yang

disebabkan oleh adanya benda asing yang masuk kedalam apendiks.

Sedangkan apendiktomi adalah pembedahan pada apendiks yang

mengalami peradangan.

7

Page 2: BAB II appendiks

8

2. Etiologi

Adanya obstruksi lumen yang biasa disebabkan oleh fekalit ( feses

keras yang disebabkan oleh serat). Penyumbtan pengeluaran sekret

mukus mengakibatkan, terjadinya pembengkakan infeksi dan ulserasi.

Peningkatan intraluminal dapat menyebabkan terjadinya oklusi arteria

terminalis (end artery) apendikularis bila keaadan ini dibiarkan

berlangsung terus, biasnya mengakibatkan nekrosis, ganggren, dan

perforasi. Penelitain trakhir menunjukkan bahwa ulserasi mukosa

berjumlah sekitar 60 hingga 70% kasus lebih sering daripada

sumbatan lumen, penyebab ulserasi belum diketahui, walaupun

sampai sekarang disebabkan oleh virus, akhir-akhir ini peneybab

infeksi yang paling diperkirakan adalah Yerisinia enterocolitica

(Sylvia A.price & Lorraine M.wilson 2005 hal: 448).

3. Patofisiologi

Apendiks terinflamsi dan mengalami endema sebagai akibat

terlipat atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari

feses), tumor atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan

intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat

secara progresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi dikuadran kanan

bawah dari abdomen. Akhirnya, apendiks yang terinflamasi berisi pus.

Penurunan stimulasi pankreas karena pintasan duodenal : pencampuran

makanan empedu enzim pankreas yang buruk, penurunan faktor

intrinsik, stasis bakterial dalam lengkung aferel. Penurunan aktivitas

Page 3: BAB II appendiks

9

enzim pankreas intraluminal dengan maldigesti lipid dan protein.

Kehilangan permukaan pengabsrobsi ileum menimbulkan penurunan

jumlah penumpukan garam empedu dn penurunan absropsi vitamin B,

empedu dalam kolon menghambat absropsi cairan. Pertumbuhan

berlebihan dari bakteri usus intraluminal khususnya organisme sampai

lebih besar dari 10/6ml mengakibatkan dekunjugasi garam empedu

menimbulkan penurunan ukuran penumpukan garam empedu efektif

dan pengguanaan baketeri dari vitamin B12 hiperasiditas dalam

duodenum yang mengaktivitas enzim pankreas. Defisiansi laktase usus

mengakibatkan konsentrasi tinggi intraluminal disertai diare osmotik.

Respon toksik pada fraksi gluten oleh permukaan epitelium, atrofil vill

parsial. Faktor toksik yang tidak diketahui mengakibatkan inflamasi

mukosal, penurunan pertahanan usus lokal, hiperplasi limfoid,

limfopenia (smeltzer, 2000 hal : 1098).

4. Manifestasi klinis

a. Nyeri kuadran kanan bawah biasanya disertai dengan demam

derajat rendah, mual dan sering kali muntah.

b. Pada titik mc Burney (terletak dipertengahan antara umbilicus dan

spina anterior dari ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan

sedikit kaku dari bagian bawah otot rectum kanan.

c. Nyeri alih mungkin saja ada, letak apendiks mengakibatkan

sejumlah nyeri tekan, spasme otot, dan konstipasi atau diare.

Page 4: BAB II appendiks

10

d. Tanda rovsing dapat timbul dengan mempalpasi kuadran bawah

kiri, yang secara paradoksial menybabkan nyeri yang terasa pada

kuadran kanan bawah.

e. Jika terjadi ruptur apendiks, maka nyeri akan lebih menyebar,

terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi

memburuk. (Smeltzer, 2001 hal : 1097)

5. Pemeriksaan Penunjang

Akan terjadi leukositosis ringan (10.000-20.000/ml) dengan

meningkatkan jumlah netrofil. Pemeriksaan urin juga perlu dilakukan

unuk membedakannya dengan kelainan pada ginjal dan saluran kemih.

Pada kasus akut tidak diperbolehkan melakukan barium enema,

sedangkan pada apendisitis kronis tindakan ini dibenarkan.

Pemeriksaan USG dilakukan bila telah terjadi infiltrat apendikularis

(Arif Mansjoer, dkk 2003 hal : 307).

6. Penatalaksanaan

a. Pada Saat Opersi

1) Apendiktomi merupakan satu-satunya pengobatan apendiksitis

sederhana atau apendiksitis perforasi yang disertai peritonitis

kalau tersedia fasilitas serta personalitas yang adekuat. Kalau

tidak, sebagai gantinya diberikan antibiotika IV dosis tinggi.

Page 5: BAB II appendiks

11

2) Appendiks dibuang. Kalau appendiks mengalami perforasi

bebas. Maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau

antibiotika IV dosis tinggi.

3) Abses appendiks diobati dengan antibotika IV. Massanya

mungkin mengecil atau abses mungkin memerlukan drainase

dalam jangka waktu beberapa hari. Appendiktomi dilakukan

apabila abses di drainase atau dilakukan operasi elektip sesudah

6 minggu sampai 3 bulan.

b. Perawatan Sesudah Operasi

1) Appendiksitis sederhana. Pada hari pertama pasien sudah mulai

berjalan, tidak perlu dilakukan pengisapan nasogastrik.

Antibiotka tidak diperlukan, cairan IV dihentikan jika cairan

oral sudah mulai diberikan pada hari kedua dan ketiga. Diet

diberikan dengan cepat. Katartik dan enema yang kuat

merupakan kontra indikasi. Pasien dapat meninggalkan rumah

sakit dalam 3-5 hari, sesudah operasi dan sudah dapat aktif

kembali seperti semula dalam jangka waktu 3 minggu.

2) Appendiksitis perforasi. Pengobtan tergantung dari berat

tidaknya penyakit. Biasanya diperlukan pengisapan

nasogastrik, antibiotika untuk 5-7 hari dan pemberian cairan IV

untuk jangka waktu yang lama. Pasien yang penyakitnya kritis

memerlukan perawatan yang intesif.

Page 6: BAB II appendiks

12

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Adapun pengkajian pada klien post operasi apendiktomi yang perlu

dikaji adalah sebagai berikut:

a. Aktifitas dan istirahat

Gejala : Malaise

b. Sirkulasi

Tanda : Takikardia

c. Eliminasi

Gejala : konstipasi pada awal

Diare (kadang kadang)

Tanda : distensia abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas,

kekakuan penurunan atau tidak ada bising usus

d. Makanan/ cairan

Gejala : anoreksia

Mual/ muntah

e. Nyeri/ kenyamanan

Gejala : nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus,

yang meningkat berat dan terokalisasi pada titik mc

burney (setelah jarak antara umbikulus dan tulang

ileum kanan). Meningkat karena berjalan, bersin,

batuk, atau infrak pada apendiks.

Page 7: BAB II appendiks

13

Tanda : perilaku berhati-hati: meningkatkan nyeri pada

kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki

kanan/ posisi duduk tegak. Nyeri lepas pada sisi kiri

diduga inflamasi peritoneal.

f. Keamanan

Tanda : demam (biasanya rendah)

g. Pernafasan

Tanda : takipnea, pernafasan dangkal

h. Penyuluhan / pembelajaran

Gejala : riwayat kondisi lain yang berhubungan dengan nyeri

abdomen, contoh pielitis akut, batu uretra salpingitis

akut, ileitis regional. Dapat terjadi pada berbagai

usia.

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien

apendiktomi menurut (Doengoes 2000, hal : 509) adalah :

a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur

invansif, insisi bedah, dan tidak adekuatnya pertahanan utama.

b. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan

dengan pembatasan pasca operasi (puasa).

Page 8: BAB II appendiks

14

c. Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah yang ditandai

dengan laporan nyeri, wajah mengkerut, prilaku distraksi, otot

tegang.

d. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi,

yang ditandai dengan adanya pertanyaan: meminta informasi, tidak

tepat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.

2. Perencanaan

Adapun rencana asuhan keperawatan pada klien post operasi

apendiktomi menurut (Doegoes 2000,hal : 509) adalah:

a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan insisi bedah, tidak

adekuatnya pertahanan utama.

Tujuan: meningkatkan penyembuhan luka dengan benar.

Meningkatkan penyembuhan pada waktu.

Kriteria Hasil: penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi

inflamasi. Intervensi: 1) awasi tanda vital, perhatikan deman,

menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri

abdomen. Rasional: dengan adanya infeksi/ terjadinya sepsis, abses,

peritonitis. 2) lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka

aseptic. Berikan perawatan paripurna. Rasional: menurunkan resiko

penyebaran infeksi. 3) lihat insisi dan balutan, catat karakteristik

drainase luka/drein (bila dimasukkan) adanya eritema. Rasional:

memberikan deteksi dini terjadinya infeksi, dan/atau pengawasan

Page 9: BAB II appendiks

15

peneymbuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya. 4) berikan

informasi yang tepat, dan jujur pada klien/orang yang tepat. Rasional:

pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi,

membantu menurunkan ansietas. 5) ambil cintoh drainase bila

diindikasikan. Rasional: kultur pewarnaan gram dan sensifitas berguna

mengidentifikasikan organism penyebab dan pilihan terapi. 6) berikan

antibiototik sesuai indikasi. Rasional: mungkin diberikan secara

pofilaltik atau menurunkan jumlah organism (pada infeksi yang telah

ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhan pada

rongga abdomen. 7) bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan.

Rasional: dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir.

b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

pembatasan pasca operasi (puasa)

Tujuan: mempertahankan keseimbangan cairan dengan kebutuhan

tubuh.

Kriteria Hasil: mempertahakan keseimbangan cairan dibuktikan oleh,

kelembaban membrane mukosa, turgor kulit baik,tanda-tanda vital

stabil, dan individual haluaran urin adekuat. Intervensi: 1) awasi

tekanan darah dan nadi. Rasional: tanda yang membantu

mengidentifikasikan fluktuasi volume intravaskuler. 2) lihat membrane

mukosa, kaji turgor kulit, dan pengisian kapiler. Rasional: indicator

keadekuatan sirkulasi parifer dan hidrasi seluler. 3) awasi masukan dan

haluan, catat warna urin/konsentrasi, berat jenis. Rasional: penurunan

Page 10: BAB II appendiks

16

haluaran urin pekat dengan peningkatan berat jenis diduga

dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan 4) auskultasi bising usus, catat

keluaran flaktus, gerkan usus. Rasional: indicator kembalinya

paristaltik, kesiapan untuk per oral. 5) berikan sejumlah kecil minuman

jernih bila pemasukan per oral dimulai, dan dilanjutkan dengan diet

sesuai toleransi. Rasional: menurunkan iritasi gaster/muntah untuk

meminimalkan kehilangan cairan. 6) berikan perawatan mulut sering

dengan perhatian khusus pada lindungan bibir. Rasional: dehidrasi

mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah. 7) pertahan

pengisian gaster/usus. Rasional: selang NGT biasanya dimasukkan pada

pra operasi dan pertahanan pada fase segera pasca operasi untuk

dekompresi usus, meningkatkan istirahat usus, mencegah muntah. 8)

berikan cairan intra vena dan elektrolit. Rasioanal: peritonium beraksi

terhadap iritasi/infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang

dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia.

Dehidarsi dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit.

c. Nyeri berhubungan dengan adanya insisi bedah.

Tujuan: rasa nyeri hilang/terkontrol.

Krteria Hasil: melaporkan nyeri hilang/terkontrol. Intervensi: 1) kaji

nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya, (skala 0-10) selidiki dan

laporkan perubahan nyeri dengan cepat. Rasional: berguna dalam

pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan

karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses/peritonitis,

Page 11: BAB II appendiks

17

memerlukan upaya evaluasi medic dan intervensi. 2) pertahankan

istirahat semi-fowler. Rasional: grafitasi melokalisasi eksudat inflamasi

dalam abdomen bawah atau pelvis, meghilangkan tegangan abdomen

yang bertambah dengan posisi terlentang. 3) dorong ambulasi dini.

Rasional: meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang

paristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan

abdomen. 4) berikan aktivitas hiburan. Rasional: focus perhatian

kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan

koping. 5) pertahankan puasa/pengisapan nasogastrik pada awal.

Rasional: menurnkan ketidaknyamanan pada paristaltik usus dini dan

iritasi gaster/muntah. 6) berikan analgetik sesuai indikasi. Rasional:

menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi

lain contoh ambulasi, batuk. 7) berikan kantong es pada abdomen.

Rasional: menghilangkan dan mengurangi melalui penghilang rasa

ujung saraf. Catatan jangan lakukan kompres panas karena dapat

menyebabkan kongesti jaringan.

d. Kurangnya tentang pengetahuan kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.

Tujuan: berpartisipasi dalam program pengobatan

Kriteria Hasil: menyatakan program penyakit, pengobatan dan

potensial dan komplikasi. Intervensi: 1) kaji ulang pembatasan

aktivitas pasca operasi contoh mengangkat beban, olahraga, seks,

latihan, menyetir. Rasional: memberikan informasi pada klien

Page 12: BAB II appendiks

18

merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah. 2)

dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodic.

Rasional: mencegah kelemahan, meningkatkan pyembuhan, dan

mempermudah kembali aktivitas normal. 3) anjurkan menggunakan

laksatif/pelembek feses ringan bila dan hindari enema. Rasional:

membantu kembali ke fungsi usus semula, mencegah mengejan saat

defekasi. 4) diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan,

pembatas mandi, dan kembali ke dokter untuk mengangkat

jahitan/pengikat. Rasional: pemahaman meningkatkan kerjasama

denagan program tetapi, meningkatklan penyembuhan dan proses

perbaikan. 5) identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medic,

contoh peningkatan nyeri,edema atau erittema luka adanya drainase,

demam. Rasional: upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi

serius contoh penyembuhan, peritonitis.

3. Implementasi

Implementasi mengacu pada pelaksnaan keperawatan yang

telah disusun, mencakup pelaksanaan intervensi dan masalah-masalah

kolaboratif pasien serta memenuhi kebutuhan pasien. Rencana

keperawatan menjadi landasan untuk implementasi. Sasaran jangka

pendek, menegah dan jangka panjang digunakan sebagai focus untuk

implementasi dari intervensi keperawatan yang dibuat. Saat

pengemplementasikan dari intervensi keperawatan yang dibuat saat

pengemplementasikan asuhan keperawatan, perawat

Page 13: BAB II appendiks

19

berkesinambunangan mengkaji pasien dan responnya terhadap asuhan

keperawatan. Perubahan dibuat dalam rencana keperawatan sesuai

perubahan kondisi. Masalah dan respon hasil jika dibutuhkan

penyusunan ruang prioritas. Fase implementasi dari proses keperawatan

di akhiri ketika intervensi keperawatan sudah di selesaikan dan respon

pasien terhadap sudah dicatat (Smeltzel,2001 hal : 36-37).

4. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dan

diarahkan untuk menentukan respon pasien terhadap intervensi

keperawatan dan sebatas mana tujuan yang telah dicapai. Rencana

keperawatan memberikan landasan bagi evaluasi: diagnose

keperawatan, masalah-masalah. Kolaboratif, tujuan-tujuan, intervensi

keperawatan dan hasil yang diperkirakan memberikan panduan yang

spesifik yang menentukan focus evaluasi (Smeltzel,2001 hal : 37).