Author
ari-puji-astuti
View
197
Download
16
Embed Size (px)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Klinik
1. Definisi Pembelajaran Klinik
Pembelajaran adalah suatu proses yang kompleks. Pembelajaran klinik
dalam keperawatan merupakan wahana yang memberikan kesempatan
kepada mahasiswa untukmenerjemahkan pengetahuan teoritis kedalam
pembelajaran (Emilia,2008).
Pembelajaran klinik harus ditata sedemikian rupa sehingga
mahasiswa mempunyai kemampuan untuk berhubungan dengan masalah
nyata tersebut. Pembelajaran klinik memberikan kesempatan bagi
mahasiswa untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah dipelajari
di tahap akademik. Mahasiswa dalam mengaplikasikan teori tersebut
mencoba untuk mempelajari kembali teori yang sudah pernah diperoleh di
tahap akademik, membendingkan dengan realitas yang ada di lahan
praktik, da kemudian mencoba memahami realitas tersebut
(Syahreni&Waluyanti,2007).
Peran Pembimbing
Tehnik/Strategi
Metode
Kualitas Bimbingan
Mahasiswa
Sarana/Kebijakan
Pasien
2. Faktor Pendukung Pembelajaran Klinik
a. Peran Pembimbing
1) Prinsip-prinsip bimbingan
Menurut Hidayat, (2000) upaya untuk mendapatkan bimbingan
di lapangan yang lebih optimal waktu di dalam pelaksanaan
bimbingan praktek lapangan hendaknya memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a) Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menerapkan
ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang telah dipelajari di kelas
dari berbagai disiplin ilmu secara terintegrasi dalam situasi
nyata.
b) Mengembangkan potensi peserta didik untuk mengumpulkan
perilaku atau ketrampilan yang bermutu dalam situasi nyata di
tempat pelayanan kesehatan.
c) Memberi kesempatan pengalaman belajar kepada peserta didik
bekerja secara tim kesehatan dan membantu proses
penyembuhan pasien.
7
d) Memberikan pengalaman awal dan memperkenalkan kepada
peserta didik dunia kerja professional.
e) Membantu mengatasi masalah yang dihadapi peserta didik yang
ditemukan.
2) Pembimbing Lahan/ Klinik
Pembimbing klinik merupakan tenaga perawat yang ditunjuk
atau diangkat oleh instansi yang digunakan sebagai lahan praktek.
Membimbing adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus-
menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing
agar tercapai kemandirian diri dalam pemahaman diri, penerimaan
diri, pengarahan diri dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat
perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan
lingkungan (Asyahadi, 2004).
Menurut Asyahadi, (2004) tugas dari pembimbing klinik adalah
sebagai berikut :
a) Pembimbing mengikuti dan memandu pre dan post conference
b) Membimbing dan mendampingi mahasiswa selama
melaksanakan keterampilan.
c) Mengevaluasi keterampilan mahasiswa.
d) Mengoreksi laporan mahasiswa.
e) Mengecek kehadiran mahasiswa.
f) Memberi nilai bimbingan selama praktik.
8
3) Pembimbing Akademik
a) Melaksanakan bimbingan dari laporan kasus
b) Membimbing ke lapangan untuk pencapaian keterampilan yang
telah ditentukan
c) Memberikan nilai bimbingan
4) Kriteria Pembimbing
Menurut Nursalam dan Efendy, (2008) pembimbing klinik dan
lapangan perlu ditingkatkan kualitasnya karena pembimbing sangat
berperan pada perkembangan kemampuan kpgnitif dan afektif
peserta didik. Peran pembimbing klinik yang perlu ditingkatkan
adalah peran sebagai model/ contoh, pengamat, peserta, dan
narasumber. Kriteria yang harus dipenuhi pembimbing antara lain:
a) Memiliki pengetahuan keilmuan yang dalam dan luas serta
minimal setara dengan jenjang pendidikan peserta didik.
b) Kompeten dalam kemampuan klinik.
c) Terampil dalam pengajaran klinik
d) Mempunyai komitmen dalam pembelajaran klinik, salah satu cara
meningkatkan kualitas pembimbing adalah dengan mengadakan
pelatihan clinical educator.
Komunitas yang terbentuk dari para perawat professional yang ada
di Rumah Sakit dan melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan
yang professional perlu dikembangkan dan dibangun dengan cara
sebagai berikut:
9
a) Membangun dan membina pelayanan/asuhan keperawatan Rumah
Sakit sebagai bagian integral dari pelayanan Rumah Sakit,
sehingga dapat diterima dan diakui sebagai pelayanan
professional.
b) Mengidentifikasi dan membina perawat yang diakui dan diberi
kewenangan serta tanggung jawab melaksanakan
pelayanan/asuhan keperawatan secara professional.
c) Membina para perawat sebagai komunitas dengan tradisi/budaya
sebagai komunitas professional.
Upaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang suportif
diperlukan pembimbing klinik yang mempunyai pengetahuan yang
kokoh, mempunyai kemampuan klinik, trampil sebagai pengajar dan
mempunyai komitmen sebagai pembimbing klinik (Oermann, 1985).
Pembimbing harus mempunyai latar belakang pendidikan
keperawatan yang lebih tinggi dari pendidikan mahasiswa bila ia
sudah lulus, mempunyai kemampuan profesional dalam area klinik
tertentu sehingga dapat memberikan pelayanan atau asuhan
keperawatan berdasarkan prinsip saintifik. Hal ini sangat esensial
karena “role model” yang diciptakan oleh pengajar klinik akan
dengan mudah dipelajari oleh mahasiswa. Disamping secara terus-
menerus memperbarui pengetahuan dan ketrampilan mengikuti
perkembangan ilmu dan teknologi khusus keperawatan (Oermann,
1985).
10
Pembimbing menganjurkan mahasiswa untuk belajar mandiri dan
bertanggung jawab atas kebutuhan belajarnya. Dengan kemandirian
ini mahasiswa belajar untuk mengembangkan tanggung jawab dan
kreatifitas. Pengajaran klinik juga diciptakan agar mahasiswa tidak
takut untuk membuat kesalahan tetapi menggunakan setiap
kesempatan sebagai proses belajar. Untuk ini pembimbing klinik
bertanggung jawab dalam menentukan proses belajar yang
digunakan sebagai pengajaran sehingga dalam memberikan asuhan
keperawatan dapat dihindari kesalahan yang membahayakan pasien.
Pembimbing klinik diharapkan memenuhi kriteria-kriteria sebagai
berikut (Hidebrand, 1971):
a) Profesional dalam ketrampilan yang diajarkan
b) Mendorong mahasiswa untuk mempelajari ketrampilan baru
c) Meningkatkan komunikasi yang terbuka (2 arah)
d) Memberikan umpan balik segera
e) Mengatur stress para mahasiswa
f) Memusatkan pada keberhasilan mahasiswa bukan pada kegagalan
g) Sabar dan mendukung
h) Memberi penghargaan dan dukungan positif
i) Memperbaiki kesalahan mahasiswa tapi tetap mempertahankan
rasa harga diri
j) Mendengar aktif
k) Humor yang tepat
11
l) Memberi kesempatan untuk istirahat
m)Mengamati respon peserta didik
n) Memberi pujian
Karakteristik dari seorang pembimbing klinik yang efektif dapat
dikelompokkan dalam empat kategori, yaitu :
a) Pengetahuan dan kompetensi klinik
Pengetahuan dan kompetensi klinik disini meliputi
pengetahuan akan ilmu keperawatan yang dimiliki pengajar harus
luas dan memahaminya secara mendalam. Disamping ilmu
keperawatan yang diberikan kepada peserta didik, pengajar juga
harus memiliki pengetahuan akan materi-materi yang
berhubungan dengan hal itu. Kemampuan untuk menganalisa
teori dan mengumpulkannya dari berbagai sumber, menitik
beratkan pada pemahaman, kemauan untuk mendiskusikan
dengan peserta didik mengenai pandangan atau pendapat yang
berkaitan dengan bimbingan. Pengajar klinik yang efektif juga
berperan sebagai perawat pelaksana ( clinician ).
Mempertahankan kompetensi klinik sangat penting, diantaranya
untuk dapat mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan
peserta didik.
b) Hubungan interpersonal dengan peserta didik
Kemampuan dalam berinteraksi dengan para peserta didik
dan tenaga kesehatan lain juga merupakan perilaku dari pengajar
12
yang efektif. Disamping itu adalah kemampuan untuk
menyatukan kelompok-kelompok dari peserta didik ke dalam
kesatuan dan membangun respek serta mengadakan hubungan
yang baik antara pengajar dengan peserta didik.
c) Kemampuan membimbing
Kemampuan dalam membimbing termasuk diantaranya
kemampuan kebutuhan proses bimbingan bagi peserta didik,
merencanakan bahan pembimbingan (plan instruction) dalam
tiap-tiap bagian atau pokok bahasan dan tujuan yang harus
dicapai, mensupervisi peserta didik dan mengevaluasi proses
bimbingan. Seorang pengajar yang efektif juga memberikan
informasi yang terstruktur, memberikan penjelasan yang lengkap
dan langsung kepada peserta didik, menjawab pertanyaan secara
jelas, mendemonstrasikan prosedur dan beberapa proses
perawatan lainnya dengan efektif. Pembimbing klinik juga harus
mampu mengkomunikasikan atau mentransfer pengetahuan ke
peserta didik.
d) Karakteristik pribadi
Karakteristik pribadi dapat mengasosiasikan antara
dinamisasi dari program studi dengan semangat untuk pengajaran
di area klinik. Pengamatan yang tajam atau kepandaian dalam
memutuskan dan semangat tersebut bisa didapat jika merasa
nyaman bekerja dengan para peserta didik dan memiliki
13
kepercayaan diri terhadap kemampuan mengajarnya dan
ketrampilan kliniknya. Penelitian lain menyatakan karakteristik
lainnya yaitu bersahabat, dapat memahami, mendukung, dan
bersemangat tinggi . Kejujuran, kemampuan untuk mengakui
kesalahan dan keterbatasan serta kekurangan dalam pengetahuan.
b. Teknik / Strategi Pembelajaran Praktik
1) Mahasiswa memperoleh informasi tentang target kegiatan yang
harus dicapai.
2) Mahasiswa memperoleh pembekalan sebelum praktek.
3) Pelaksanaan praktek klinik KDPK
4) Proses belajar praktik
Menurut Ngalim, (2002) bahwa proses belajar dalam praktik
dibagi menjadi tiga yaitu:
a) Pre – Conference
b) Informasi tentang pelaksananan praktek
(1) Penjajagan tentang kesiapan praktek
(2) Perencanaan praktek mahasiswa
c) Ronde
(1) Penyeliaan pembimbing praktek dari pendidikan / lahan
praktek
(2) Problem solving masalah – masalah praktek dan kasus –
kasus yang ditemukan mahasiswa
(3) Pembinaan mahasiswa dalam praktek
14
d) Post – Conference
Evaluasi pelaksanaan praktek mahasiswa.
c. Metode bimbingan klinik
Menurut Nursalam dan Efendy, (2008) metode pembelajaran yang perlu
diterapkan dalam pembelajaran klinik antara lain:
1) Metode pengalaman dengan penugasan klinik, penugasan tertulis
2) Metode pemecahan masalah
3) Konferensi
4) Observasi
5) Medis
6) Metode pengarahan Individu
7) Metode bimbingan individu
Menurut Nursalam, (2002) ada empat metode bimbingan klinik yang
dianjurkan, yaitu :
1) Exsperensial
Yaitu suatu metode yang dipergunakan pembimbing akademik
dalam membatu peserta didik dalam menyelesaikan masalah dan
mengambil keputusan terhadap kasus yang terjadi dengan pasien
atau keluarga pasien. Metode eksperensial meliputi situasi
penyelesaian masalah (membantu peserta didik meningkatkan sikap
profesional, mampu menerapkan masalah konseptual keperawatan
dalam kurikulum berdasarkan masalah aktual, menggambarkan
secara tertulis kejadian atau peristiwa klinik) dan situasi
15
pengambilan keputusan (pengujian data yang ada, pengidentifikasian
alternatif tindakan, penentuan prioritas tindakan, pembuatan
keputusan) (Nursalam, 2002).
2) Proses Insiden
a) Membantu peserta didik mengembangkan keterampilan
reflektif berdasarkan kejadian klinik/insiden.
b) Insiden berasal dari pengalaman praktik aktual atau
dikembangkan secara hipotetikan.
c) Bisa dalam bentuk insiden terkait klien, staf atau tatanan praktik.
(Nursalam, 2002)
3) Konferensi
a) Dirancang melalui diskusi kelompok
b) Meningkatkan pembelajaran penyelesaian masalah dalam
kelompok, melalui analisis kritikal, pemilihan alternatif
pemecahan masalah, dan pendekatan kreaktif.
c) Memberikan kesempatan mengemukakan pendapat dalam
menyelesaikan masalah.
d) Menerima umpan balik dari kelompok atau pengajar.
e) Memberi kesempatan terjadi peer review, diskusi
kepedulian, issue, dan penyelesaian masalah oleh disiplin lain.
f) Berinteraksi dan menggunakan orang lain sebagai narasumber.
g) Meningkatkan kemampuaan memformulasikan idea.
h) Adanya kemampuan konstribusi peserta didik.
16
i) Meningkatkan percaya diri dalam berinteraksi dengan kelompok.]
j) Kemampuan menggali perasaan, sikap dan nilai-nilai yang
mempengaruhi praktik.
k) Mengembangkan keterampilan beragumentasi.
l) Mengembangkan keterampilan kepemimpinan.
m)Jenis konferensi adalah pre dan post konferensi, peer review,
issue dan multidisiplin. (Nursalam, 2002)
n) Konferen hari pertama
Konferen pra praktik klinik dimana Pembimbing
menjelaskan tentang karakteristik ruang rawat, staf dan tim
pelayanan kesahatan lain dimana para peserta didik akan
ditempatkan. Pembimbing mengkaji kembali persiapan peserta
didik untuk menghadapi dan memberikan asuhan keperawatan
dengan klien secara baik. mengingatkan peserta didik untuk
membawa perlengkapan dasar. Sedangakan konferensi paska
praktik klinik dimana Pembimbing melakukan diskusi dengan
peserta didik untuk membahas tentang klien, pembimbing
memberikan kesempatan untuk peserta didik dalam mengutarakan
pendapat, diskusi dilakukan ditempat khusus atau terpisah.
o) Konferen hari ke dua dan selanjutnya
Konferen pra praktik klinik dimana pembimbing membahas
tentang perkembangan klien dan rencana tinakan dihari kedua dan
selanjutnya, menyiapkan kasus lain apabila kondisi klien tidak
17
mungkin untuk diintervensi. Sedangkan konfenren pasca praktik
klinik dilakukan segera setelah praktik, konferen ini berguna
untuk memperoleh kejelasan tentang asuhan yang telah diberikan,
membagi pengalaman antar peseta didik, dan mengenali kualitas
keterlibatan peserta didik.
4) Observasi (Ronde Keperawatan)
a) Pengertian
Ronde keperawatan merupakan suatu metode pembelajaran klinik
yang memungkinkan peserta didik menstranfer dan
mengaplikasikan pengetahuan teoritis kedalam praktik
keperawatan langsung (Nursalam, 2002).
b) Karakteristik
(1) Klien dilibatkan langsung
(2) Klien merupakan fokus kegiatan peserta didik
(3) Pesrta didik dan pembimbing melakukan diskusi
(4) Pembimbing memfasilitasi kreaktifitas pesrta didik adanya
ide-ide baru.
(5) Pembimbing klinik membantu mengembangkan kemampuan
peserta didik untuk meningkatkan kemampuan dalam
mengatasi masalah.
c) Kelemahan
Klien dan keluarga merasa kurang nyaman
dan privacy terganggu.
18
d) Tujuan Ronde Keperawatan
(1) Menumbuhkan cara berpikir kritis
(2) Menumbuhkan pemikiran bahwa tindakan keperawatan
berasal dari masalah klien.
(3) Meningkatkan pola pikir sistematis
(4) Meningkatkan validitas data klien
(5) Menilai kemampuan menentukan diagnosa keperawatan.
(6) Menilai kemampuan membuat justifikasi
(7) Menilai kemampuan menilai hasil kerja
(8) Menilai kemampuan memodifikasi rencana keperawatan.
e) Masalah
(1) Berorientasi pada prosedur keperawatan.
(2) Persiapan sebelum praktik kurang memadai
(3) Belum ada keseragaman tentang hasil ronde keperawatan.
(4) Belum ada kesepakatan tentang rmodel ronde keperawartan
5) Observasi (Bed Side Teaching)
a) Pengertian
Bed Side Teaching merupakan metode mengajar pada peserta
didik, dilakukan disamping tempat tidur klien meliputi kegiatan
mempelajari kondisi klien dan asuhan keperawatan yang
dibutuhkan oleh klien (Nursalam, 2002).
19
b) Manfaat
Agar pembimbing klinik dapat mengajarkan dan mendidik peserta
didik untuk menguasai keterampilan prosedural, menumbuhkan
sikap profesional, mempelajari perkembangan biologis/fisik,
melakukan komunikasi melalui pengamatan langsung (Nursalam,
2002).
c) Prinsip
(1) Sikap fisik maupun psikologis dari pembimbing klinik
peserta didik dan klien.
(2) Jumlah peserta didik dibatasi (ideal 5-6 orang)
(3) Diskusi pada awal dan paska demonstrasi didepan klien
dilakukan seminimal mungkin.
(4) Lanjutkan dengan redemonstrasi
(5) Kaji pemahaman peserta didik sesegera mungkin terhadap
apa yang didapatnya saat itu.
(6) Kegiatan yang didemonstrasikan adalah sesuatu yang belum
pernah diperoleh peserta didik sebelumnya, atau apabila
peserta didik menghadapi kesulitan menerapkan (Nursalam,
2002).
d) Persiapan
(1) Mendapatkan kasus yang sesuai yang dapat memberikan
kesempatan pada peserta didik untuk menerapkan
keterampilan teknik prosedural dan interpersonal.
20
(2) Koordinasi dengan staff diklinik agar tidak mengganggu
jalannya rutinitas perawatan klien.
(3) Melengkapi peralatan atau fasilitas yang akan digunakan
(Nursalam, 2002)
Sedangkan menurut Ngalim (2002) ada empat metode bimbingan
klinik yang dianjurkan, yaitu :
a) Konferensi
Diskusi kelompok tentang beberapa aspek klinik yang bertujuan
untuk menyelesaikan masalah.
Konferensi yang dianjurkan :
(1) Konferensi awal (Pre-conference)
Diskusi tentang persiapan peserta didik, pengenalan masalah
klien, rencana tindakan keperawatan, cara dan strategi
pelaksanaan tindakan
(2) Konferensi akhir (Post-conference)
Diskusi tentang penyelesaian masalah klien, evaluasi
perkembangan klien, pengalaman praktik langsung
b) Bed-side teaching/demonstrasi
Metode bimbingan klinik untuk meningkatkan kemampuan
psikomotor peserta didik
Pelaksanaan bed-side teaching/demonstrasi :
(1) Sebelumnya diskusikan tindakan yang akan dilakukan oleh
peserta didik
21
(2) Awalnya pembimbing dapat memberikan contoh langsung
pada peserta didik
(3) Selanjutnya pembimbing mengobservasi kegiatan atau
tindakan keperawatan yang dilakukan oleh peserta didik
(4) Setelah selesai pembimbing bersama peserta didik
mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan dan memberikan
umpan balik
c) Penugasan klinik
Penempatan peserta didik pada lahan praktik
Tujuan : memberikan pengalaman praktik klinik yang nyata
sebagai tempat mengembangkan ketrampilan professional
Pelaksanaan penugasan klinik :
(1) Buat kontrak yang jelas dengan peserta didik :
(2) Lamanya waktu penugasan klinik
(3) Objektif dan kompetensi yang harus dicapai
(4) Metode bimbingan
(5) Metode evaluasi
(6) Bagi peserta didik dalam kelompok yang beranggotakan
maksimal
(7) Setiap hari setiap kelompok dibimbing oleh satu orang
pembimbing
22
d) Diskusi kelompok
Modifikasi dari metode pengajaran diskusi, diskusi kasus dan
brainstorming.
Tujuan : membahas masalah-masalah atau kebutuhan-kebutuhan
yang ditemukan dalam praktik klinik setiap hari.
Pelaksanaan diskusi kelompok:
(1) Dilakukan dipertengahan proses klinik setiap hari
(2) Dilakukan dalam satu kelompok praktik
(3) Dipimpin oleh satu orang pembmbing yang berfungsi
sebagai fasilitator
(4) Mendiskusikan kesulitandan keberhasilan dalam melakukan
askep maupun isu-isu terkait
(5) Pembimbing menstimulus kelompok untuk mencari
penyelesaan masalahnya sendiri.
d. Mahasiswa
1) Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai peserta didik
Menurut Hidayat, (2000) ada beberapa hal yang perlu dilakukan
mengenai peserta didik, hal ini ditujukkan agar lebih optimal dalam
pembelajaran klinik :
23
a) Jumlah
b) Tingkatan
c) Kesiapan belajar
d) Motivasi belajar
e) Status kesehatan
2) Tugas Mahasiswa:
a) Mengikuti pre dan post conference
b) Membuat laporan praktik
c) Melaksanakan ujian praktik.
3) Evaluasi
Evaluasi dilaksanakaan dengan cara :
a) Aspek kognitif diperoleh dari responsi dan penyususnan laporan
b) Aspek psikomotor diperoleh dari observasi pada saat melakukan
keterampilan
c) Aspek afektif diperoleh dari sikap yang meliputi
kedisiplinan,kejujuran dan penampilan / kerapihan mahasiswa
selama praktik.
e. Sarana/ Lingkungan Praktik (Rumah Sakit)
Menurut Nursalam dan Efendy, (2008) tempat praktik (Rumah
Sakit) yang digunakan untuk melaksanakan pengalaman belajar klinik
pada program pendidikan profesi dalam bidang kesehatan harus
memenuhi beberapa criteria sebagai berikut:
24
1) Terdapat pelayanan/asuhan keperawatan professional dengan
berbagai kekhususan yang diperlukan dan dilaksanakan oleh
perawat professional.
2) Manajemen Rumah Sakit memungkinkan berbagai kegiatan
pengembangan pengalaman belajar klinik, penelitian, pengabdian
kepada masyarakat dilaksanakan
3) Teknologi keperawatan merupakan teknologi maju untuk
melaksanakan asuhan keperawatan yang diperlukan.
4) Klien dan lingkungan, terutama hubngan interpersonal dan
kepemimpinan, memungkinkan terlaksananya proses pendidikan,
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, termasuk
pelayanan /asuhan keperawatan.
5) Lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman sehingga tiga
fungsi utama pendidikan tinggi dapat dilaksanakan.
6) Tersedia cukup peralatan dan staf professional sehingga
pelaksanaan pelayanan keperawatan, serta kegiatan pendidikan dan
penelitian dapat berjalan dengan baik.
7) Terdapat model peran untuk penumbuhan dan pembinaan sikap,
tingkah laku, serta keterampilan professional keperawatan pada
peserta didik.
f. Pasien
Ketrampilan berpikir kritis tidak dapat dicapai dengan hamya
pembelajaran di kelas atau di klinik saja tetapi juga melalui pengalaman
25
yang bervariasi mulai dari pengalaman melakukan pengkajian hingga
menyelesaikan masalah pasien. Mahasiswa menghadapi peristiwa-
peristiwa yang di luar perkiraan saat berhadapan dengan kondisi nyata
respon pasien yang tidak diharapkan. Mahasiswa disini juga harus
berperan sebagai perawat yang memberikan perawatan langsung kepada
pasien (Syahreni&Waluyanti,2007).
3. Perencanaan pembelajaran Klinik
Menurut William H Newman dalam bukunya Administrative
Action Techniques of Organization and Management dalam Majid (2005)
menyatakan bahwa perencanaan adalah menentukan apa yang akan
dilakukan. Sedangkan menurut Nana Sujana dalam sumber yang sama
menyatakan bahwa perencanaan adalah proses yang sistematis dalam
pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu
yang akan datang. Dalam konteks pembelajaran, perencanaan juga dapat
dikatakan sebagai proses penyusunan materi, penggunaan media,
penggunaan pendekatan dan metode pengajaran. Sebelum membuat
rancangan, sebaiknya dilakukan pengkajian terlebih dahulu. Melalui
pengkajian akan didapatkan status kemampuan awal peserta didik
sehingga akan membantu menetapkan tujuan pembelajaran. Tidak semua
mahasiswa harus mendapatkan proses pembelajaran yang sama walaupun
tujuan akhir dari pembelajarannya sama. Sedangkan untuk makna
26
pembelajaran, banyak ahli pendidikan yang menyatakan bahwa pengajaran
merupakan terjemahan dari instruction atau teaching.
4. Pelaksanaan Pembelajaran Klinik
Menurut Schweek and Gebbie (1996) praktek klinik merupakan
“the heart of the total curriculum plan ”. Hal ini berarti unsur yang paling
utama dalam pendidikan keperawatan adalah bagaimana proses
pembelajaran dikelola di lahan praktek. Untuk itu perlu disiapkan panduan
pembelajaran klinik bagi mahasiswa dan juga bagi pembimbing atau
instruktur klinik agar dapat melakukan asuhan keperawatan yang
menitikberatkan pada kualitas melalui terciptanya suatu lingkungan belajar
yang sarat dengan model peran (role model).
Pembelajaran di lahan praktik atau praktik klinik diharapkan tidak
hanya menjadi kesempatan untuk menerapkan teori yang dipelajari di
kelas ke dalam praktik profesional. Akan tetapi melalui praktik klinik
mahasiswa diharapkan lebih aktif dalam setiap tindakan sehingga akan
menjadi orang yang cekatan dalam menggunakan teori tindakan. Lebih
jauh lagi, praktik profesional di bidang pelayanan keperawatan mencakup
banyak hal diantaranya keputusan klinis yang berasal dari teori, hukum,
pengetahuan, prinsip dan pemakaian keterampilan khusus. Tidak kalah
pentingnya adalah bagaimana perawat menerima klien sebagai makhluk
hidup yang unik dan mandiri dengan hak-hak yang tidak dapat dipisahkan.
27
Pelaksanaan pembelajaran klinik terkait erat dengan peran pengajar
pada lingkungan klinis yang bertujuan untuk mendorong kemandirian dan
kepercayaan diri mahasiswa. Bukan mendukung berkembangnya
ketergantungan dan kepercayaan terhadap pengajar. Setelah melalui proses
pembelajaran diharapkan ma hasiswa benar-benar mandiri sebab mereka
akan kembali ke masyarakat sebagai pengguna (user ) jasa. Oleh karena itu
kemampuan mahasiswa selama pembelajaran di klinik sangat dipengaruhi
oleh kemampuan dan pengalaman instruktur klinik.
Pembelajaran klinik bagi mahasiswa keperawatan di rumah sakit
dilakukan secara kolaborasi antara perseptor atau instruktur klinik yang
berasal dari institusi pendidikan dan perseptor yang berasal dari lahan
praktik yang diperbantukan untuk mengajar mahasiswa selama
pembelajaran klinik. Beberapa tanggung jawab perseptor klinis antara lain
sebagai berikut:
a. Mengorientasikan mahasiswa yang praktik terkait dengan prosedur-
prosedur dan kebijakan di lahan praktik.
b. Berperan menjadi seorang praktisi klinis, guru sekaligus pementor.
c. Melaksanakan supervisi terhadap mahasiswa selama berada di lahan
praktik.
d. Memperbaiki kemampuan mahasiswa untuk mendukung perencanaan
dan tindakan keperawatan.
e. Memberi masukan dan membantu serta mendorong kemampuan
mahasiswa untuk tujuan klinis.
28
f. Berkordinasi dengan institusi pendidikan untuk membahas masalah-
masalah yang muncul selama pengajaran klinik.
g. Memberikan pendelegasian untuk menjaga hal-hal tidak diharapkan
saat perseptor tidak dapat mendampingi mahasiswa selama
pengajaran klinik.
h. Mendokumentasikan perkembangan mahasiswa selama pengajaran
sebagai bahan untuk evaluasi.
i. Memberikan laporan tertulis pada institusi sebagai bahan evaluasi
pada akhir pembelajaran klinis.
5. Evaluasi Pembelajaran Klinik
Menurut Nursalam dan Efendy, (2008) evaluasi dapat dibagi menjadi:
a. Observasi
Observasi sering digunakan dalam evaluasi klinik, mengingat
kemampuan utama yang harus dimiliki melalui pengalaman belajar
klinik adalah kemampuan melaksanakan tindakan. Observasi
digunakan untuk mengevaluasi penampilan psikomotor; sikap,
perilaku; interaksi, baik verbal maupun non verbal.
b. Tertulis
Digunakan untuk mengevaluasi kemampuan kognitif, yaitu pada
jenjang dan aplikasi pemecahan masalah (problem solving) melalui
proses analisis, ini dilakukan dengan cara memberikan penugasan
pada peserta didik untuk menuliskan hasil pengamatan atau hasil
29
rangkaian kegiatan dalam melakukan tindakan atau asuhan
keperawatan berupa laporan tertulis.
Tulisan mahasiswa yang dapat dijadikan bahan evaluasi adalah
sebagai berikut:
1) Rencana keperawatan
2) Laporan studi kasus
3) Laporan proses keperawatan
4) Rencana pendidikan kesehatan
5) Catatan studi obat atau cairan
B. Problem Solving dalam Manajemen Bimbingan klinik
1. Definisi Problem Solving\
Problem solving adalah suatu cara yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi (Rangkuti, 2006).
Langkah-langkah pemecahan masalah dengan metode problem
solving cycle Pendekatan integral dan komprehensif dalam penyusunan
rencana dan program Membantu memberikan pemahaman situasi dan
masalah yang dihadapi terdiri atas berbagai teknik dan metode kerja,
Road-map pengembangan program
30
Problem solving cycle
31
32
Problem Solving Cycle
Analisis Situasi
Identifikasi Masalah
Prioritas Masalah
Tujuan
Alternatif Pemecahan Masalah
Rencana Operasional
Pelaksanaan & Penggerakkan
Pemantauan
Pengawasan & Pengendalian
Evaluasi
a. Definisikan masalah.
Ada dua hal untuk mendefinisikan masalah, antara lain :
b. Susun pernyataan masalah
Pernyataan masalah harus objektif dan ditulis dengan kalimat jelas dan
sederhana.
c. Identifikasi keadaan yang diinginkan / tujuan
Bila masalah telah teridentifikasi, maka akan memudahkan
mengidentifikasi masalah yang mereka inginkan sehingga bisa
memberikan fokus dan arahan. Tujuan yang terukur memungkinkan
untuk mengikuti perkembangan pada saaat masalah sedang dipecahkan.
Juga membuat evaluasi efektifitas solusi akan menjadi lebih mudah.
d. Prioritas masalah
Dari berbagai masalah yang ditemukan tidak mungkin seluruhnya dapat
ditanggulangi, untuk itu perlu adanya prioritas masalah, metode untuk
penentuan prioritas masalah dapat menggunakan :
1) Metode Delphi
Kelompok masalah yang akan diprioritaskan dengan cara diskusi,
masalah diambil dari stratifikasi. Metode ini diterapkan terutama
bila dihadapi masalah yang kompleks, sementara data kwantitatif
yang mendukung kejelasan masalah tersebut tidak dan tersedia.
33
Tiap orang anggota kelompok penilai diminta pendapatnya untuk
tiap masalah yang kemudian tiap penilai tadi menetapkan kategori
masalah tadi menjadi berat sekali (skor 5), berat (skor 4), sedang
(skor 3), ringan (skor 2), ringan sekali (skor 1). Kemudian hasil
penilaian untuk masalah tadi dikumpulkan untuk mendapatkan skor
total untuk setiap masalah. Skor total inilah yang dipakai untik
menetapkan prioritas masalah.
2) Metode Delberg
a) Menentukan faktor yang dapat menentukan tinggi rendahnya
nilai permasalahan sehingga masalah yang satu dengan yang
lain dapat dibedakan.
b) Mengkaji apakah kriteria tersebut dapat dipakai untuk dapat
menilai suatu permasalahan
c) Menentukan bobot dari masing-masing kriteria.
d) Menentukan skala nilai misalnya 1-10
e) Menentukan prioritas masalah
3) Metode Hanlon
Menurut Hanlon dalam winarni (2000) menyebutkan bahwa Hanlon
terdiri dari
a) Hanlon kwantitatif
Prinsip dasarnya adalah mengidentifikasi faktor-faktor dari luar
yang dapat diikut sertakan dalam proses penentuan masalah.
Untuk mengubah faktor dan nilai sesuai dengan kebutuhannya.
34
b) Hanlon kwalitatif
c) Prinsip dasarnya adalah membandingkan pentingnya masalah
satu dengan yang lainnya dengan cara matching untuk tiap-tiap
masalah.
4) Analisis sebab-sebab potensial.
Yaitu tahap pemecahan masalah ke tempat mana pernyataan perlu
diajukan dan informasi perlu dikumpulkan serta disaring. Analisis
sebab-sebab pemecahan masalah dapat dilakukan dengan langkah-
langkah :
a) Identifikasi sebab potensial.
Sebab potensial bisa di kategorikan dengan berbagai cara
misalnya materials (bahan), methods (metode), machines
(mesin), dan people (orang) yang biasa dikenal dengan 3M dan
1P yaitu materials (bahan), methods (metode), machine
( mesin) dan people ( orang) atau dengan sistem 4S yaitu
surroundings( lingkaran), suppliers(pemasok), systems
(sistem)dan skills (ketrampilan). Penggunaanya tegantung
stituasi.
Diagram Sebab Akibat
35
SebabSebab
SebabSebab
Akibat
Dari diagaram kita bisa melihat bahwa kotak diujung panah
mencantumkan akibat, atau masalah aktualnya.Seluruh kategori
dari sebab-sebab potensial menyusuri garis mendatar atau tulang
belakang dari diagram tulang ikan.
Diagram Sebab Akibat
36
SebabSebab
SebabSebab
Akibat
SebabSebab
SebabSebab
Sebab Sebab
Sebab Sebab
Diagram sebab akibat mungkin tidak membangkitkan jumlah
gagasan seperti sumbang saran tetapi pendekatannya lebih
terstruktur.Dalam menggunakan kategori akan membawa suatu
tim menjadi lebih dekat kepada klarifikasi sebab-sebab
potensial.
b) Menentukan sebab-sebab kemungkinan
Gunakan perangkat semacam bagan pareto atau kesepakatan tim
untuk mengidentifikasi sebab-sebab mana yang paling
memungkinkan, sebab-sebab yang memberi andil paling besar
pada masalah. Bagan Pareto membantu menghindari jebakan
yang memusatkan pada bidang-bidang yang mudah
dipersalahkan. Didalamnya juga menggunakan kaidah 80/20
(disebut juga Hukum Pareto) yang menyatakan bahwa 80 %
dari akibat biasanya dapat didistribusikan kepada 20%
penyebab. Untuk membantu mengorganisasi sebab-sebab yang
paling memungkinkan yang merupakan langkah selanjutnya
dalam proses menyelesaikan masalah.
c) Identifikasi akar penyebab.
Analisis kembali sebab-sebab yang paling memungkinkan untuk
mengidentifikasi akar penyebab dengan menanyakan
“mengapa?” beberapa kali. Teknik lain adalah membangun
37
suatu aliran proses kerja dibelakang sebab yang teridentifikasi.
Teknik ini membantu menentukan apa yang sedang terjadi.
d) Menetapkan tujuan
Setelah memikirkan tentang masalah dari sudut yang berbeda
dapat mengidentifikasi tujuan-tujuan. Tujuan adalah bagian
penting dari proses pemecahan masalah.
e) Alternatif pemecahan masalah
Ketika telah memutuskan tujuan, perlu mencari solusi yang
mungkin.Yang mungkin solusi yang lebih menemukan semakin
besar kemungkinan adalah bahwa akan dapat menemukan solusi
yang efektif. . Tujuan dari brainstorming adalah untuk
mengumpulkan bersama sebuah daftar panjang
kemungkinan. Tidak masalah apakah ide-ide yang berguna atau
praktis atau dikelola: hanya menuliskan ide-ide ketika mereka
datang ke kepala. Beberapa solusi terbaik timbul dari pemikiran
kreatif selama otak-storming. Tujuannya adalah untuk
mengumpulkan sebagai solusi alternatif sebanyak mungkin.
f) Pemilihan solusi
Dari daftar solusi yang memungkinkan dapat pilih yang paling
relevan dengan situasi dan yang realistis dan dikelola. Lakukan
dengan memprediksi hasil untuk solusi yang mungkin dan juga
memeriksa dengan orang lain apa yang mereka pikir hasil
mungkin.
38
g) Menerapkan solusi
Sekali memilih solusi yang mungkin kemudian siap untuk
memasukkannya ke dalam tindakan. Perlu memiliki energi dan
motivasi untuk melakukan ini karena menerapkan solusi
mungkin memerlukan beberapa waktu dan usaha kemudian
dapat mempersiapkan diri untuk mengimplementasikan solusi
dengan perencanaan kapan dan bagaimana akan melakukannya.
5) Analisis SWOT
a) Pengertian
Analisis adalah suatu kegiatan untuk memahami seluruh
informasi yang terdapat pada suatu kasus, mengetahui isu apa
yang sedang terjadi, dan memutuskan tindakan apa yang harus
segera dilakukan untuk memecahkan masalah (Rangkuti, 2006).
Menurut Rangkuti, (2006) analisis SWOT itu adalah suatu
bentuk analisis situasi dengan mengidentifikasi berbagai faktor
secara sistematis terhadap kekuatan-kekuatan (Strengths) dan
kelemahan-kelemahan (Weaknesses) suatu organisasi dan
kesempatan-kesempatan (Opportunities) serta ancaman-
ancaman (Threats) dari lingkungan untuk merumuskan strategi
organisasi yang terdiri dari :
(1) Kekuatan (Strengths) adalah kegiatan-kegiatan organisasi
yang berjalan dengan baik atau sumber daya yang dapat
dikendalikan.
39
(2) Kelemahan (Weaknesses) adalah kegiatan-kegiatan
organisasi yang tidak berjalan dengan baik atau sumber
daya yang dibutuhkan oleh organisasi tetapi tidak dimiliki
oleh organisasi.
(3) Kesempatan (Opportunities) adalah faktor-faktor
lingkungan luar yang positif.
(4) Ancaman (Threatss) adalah faktor-faktor lingkungan luar
yang negatif.
(5) Matrik SWOT
(6) Matrik SWOT adalah alat untuk menyusun faktor-faktor
strategis organisasi yang dapat menggambarkan secara jelas
bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi
organisasi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan
kelemahan yang dimilikinya.
Alat yang digunakan dalam menyusun faktor-faktor strategis
perusahaan adalah matriks SWOT. Matriks ini menggambarkan secara
jelas bagaimana peluang dan ancaman internal yang dihadapi dapat
disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan internal yang dimiliki.
Matrik ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternatif
strategis, seperti pada Tabel 1. berikut :
Tabel 1. Contoh Matrik SWOT
40
E F I
E F E
STRENGTH (S)
(Tentukan 5-10 faktor
kekuatan internal)
WEAKNESSES (W)
(Tentukan 5-10 faktor
kelemahan internal)
OPPORTUNITIES
(O)
(Tentukan 5-10 faktor
peluang eksternal)
Strategi SO
Daftar kekuatan untuk
meraih keuntungan dari
peluang yang ada
Strategi WO
Daftar untuk memperkecil
kelemahan dengan
memanfaatkan keuntungan
dari peluang yang ada
THREATS (T)
(Tentukan 5-10 faktor
ancaman eksternal)
Strategi ST
Daftar kekuatan untuk
menghindari ancaman
Strategi WT
Daftar untuk memperkecil
kelemahan dan
menghindari ancaman
Sumber : Rangkuti, 2006
Berdasarkan Matriks SWOT diatas maka didapatkan 4 langkah
strategi yaitu sebagai berikut :
1) Strategi SO
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu
dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan
memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Strategi SO
menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan
peluang eksternal.
2) Strategi ST
41
Strategi ini menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan
untuk mengatasi ancaman. Strategi ST menggunakan kekuatan
internal perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak
ancaman eksternal.
3) Strategi WO
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang
ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. Strategi WO
bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan
memanfaatkan peluang eksternal.
4) Strategi WT
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan
berusaha meminimalkan kelemahan serta menghindari ancaman.
Strategi WT bertujuan untuk mengurangi kelemahan internal
dengan menghindari ancaman eksternal.
Matrik SWOT merupakan alat pencocokan yang penting untuk
membantu para manajer mengembangkan empat tipe strategi: Strategi
SO (Strengths-Opportunities), Strategi WO (Weaknesses-
Opportunities), Strategi ST (Strengths-Threats), dan Strategi WT
(Weaknesses-Threats).
Terdapat 8 langkah dalam menyusun matrik SWOT, yaitu:
1) Tuliskan kekuatan internal perusahaan yang menentukan.
2) Tuliskan kelemahan internal perusahaan yang menentukan.
3) Tuliskan peluang eksternal perusahaan yang menentukan.
42
4) Tuliskan ancaman eksternal perusahaan yang menentukan.
5) Mencocokan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan
mencatat resultan strategi SO dalam sel yang tepat.
6) Mencocokan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan
mencatat resultan strategi WO dalam sel yang tepat.
7) Mencocokan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan
mencatat resultan strategi ST dalam sel yang tepat.
8) Mencocokan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan
mencatat resultan strategi WT dalam sel yang tepat
43