23
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Dividen 2.1.1 Pengertian Dividen Dividen adalah pembagian penghasilan yang dibayarkan kepada pemegang saham berdasarkan pada banyaknya saham yang dimiliki (Siegel dan Shim, 2005:152). Horne (2007:271) menyebutkan bahwa kebijakan dividen adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam keputusan pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran dividen atau dividend payout ratio menentukan jumlah laba yang dapat ditahan dalam perusahaan sebagai sumber pendanaan. Menurut Sugiono (2009: 173) dividen merupakan pendapatan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham. Menurut Winarno (2003:161) dividen adalah (1) sejumlah uang yang berasal dari hasil keuntungan yang dibayarkan kepada pemegang saham perseroan; (2) laba atau pendapatan perusahaan yang besarnya ditetapkan oleh dewan direksi serta disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham untuk dibagikan kepada para pemegang saham. 11

BAB II

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Dividen

2.1.1 Pengertian Dividen

Dividen adalah pembagian penghasilan yang dibayarkan kepada pemegang saham

berdasarkan pada banyaknya saham yang dimiliki (Siegel dan Shim, 2005:152). Horne

(2007:271) menyebutkan bahwa kebijakan dividen adalah bagian yang tidak terpisahkan

dalam keputusan pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran dividen atau dividend payout

ratio menentukan jumlah laba yang dapat ditahan dalam perusahaan sebagai sumber

pendanaan. Menurut Sugiono (2009: 173) dividen merupakan pendapatan perusahaan yang

dibagikan kepada pemegang saham.

Menurut Winarno (2003:161) dividen adalah (1) sejumlah uang yang berasal dari

hasil keuntungan yang dibayarkan kepada pemegang saham perseroan; (2) laba atau

pendapatan perusahaan yang besarnya ditetapkan oleh dewan direksi serta disahkan oleh

Rapat Umum Pemegang Saham untuk dibagikan kepada para pemegang saham.

2.1.2 Jenis-Jenis Dividen

Menurut Kieso, dkk (2002:358), ada lima jenis dividen suatu perusahaan yaitu:

1. Dividen tunai

2. Dividen properti

3. Dividen skrip

4. Dividen likuidasi

5. Dividen saham

11

Page 2: BAB II

12

Dividen tunai merupakan dividen yang dibagikan dalam bentuk kas yang diperoleh

dari laba ditahan tahun berjalan, untuk membayar dividen tunai diperlukan likuiditas dari

perusahaan. Dividen tunai tidak diumumkan dan dibayarkan atas saham treasuri. Jenis

kedua dari dividen adalah dividen properti yaitu dividen yang dibagikan dalam bentuk

aktiva perusahaan selain kas, dividen properti dapat berupa barang dagang, real estate,

atau investasi, atau bentuk lainnya yang disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham

melalui perwakilan dewan komisaris. Jenis dividen lainnya yaitu dividen skrip yang berarti

dividen yang dibayarkan dengan sertifikat atau surat promes yang dikeluarkan oleh

perusahaan, didalamnya terdapat pernyataan bahwa suatu waktu sertifikat itu dapat

ditukarkan dalam bentuk uang. Skrip yang diterbitkan kepada pemegang saham sebagai

dividen hanya merupakan bentuk khusus dari wesel bayar.

Dividen likuidasi merupakan dividen yang dibagikan tidak berdasarkan pada laba

ditahan, yang menyiratkan bahwa dividen ini merupakan pengembalian dari investasi

pemegang saham dan bukan dari laba. Dengan kata lain, setiap dividen yang tidak

didasarkan pada laba merupakan pengurangan modal disetor perusahaan dan sejauh itu

merupakan dividen likuidasi. Jenis dividen yang terakhir adalah dividen saham, yaitu

pembagian dividen yang tidak menyebabkan pembagian aktiva dan setiap pemegang

saham memiliki bagian kepemilikan yang sama atas perusahaan dan total nilai buku yang

sama setelah dividen saham diterbitkan, sama sebelum dividen itu diumumkan. Tentu saja,

nilai buku per saham akan menjadi lebih rendah karena jumlah saham bertambah.

2.1.3 Prosedur Pembayaran Dividen

Menurut Horngren, dkk (1998:694-695), suatu perseroan terbatas yang

memutuskan untuk membagikan dividen wajib mengumumkannya terlebih dahulu sebelum

perseroan tersebut melakukan pembayaran atas dividen. Keputusan mengenai dividen ini

Page 3: BAB II

13

hanya berhak diputuskan dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) yang memiliki

otoritas untuk itu. Perseroan tidak memiliki kewajiban untuk membayar dividen sampai

RUPS mengumumkannya. Tetapi setelah dividen diumumkan, maka pembagian dividen

menjadi kewajiban hukum bagi perseroan. Selanjutnya Horngren, dkk (1998:694-695)

menyebutkan juga mengenai tiga tanggal yang relevan dengan pembagian dividen adalah:

1. Tanggal pengumuman. Pada tanggal pengumuman, RUPS mengumumkan keinginan perseroan untuk membayar dividen. Keputusan ini akan menciptakan hutang bagi perseroan. Pada saat pengumuman tersebut dilakukan pencacatan dengan mendebit akun laba ditahan dan mengkredit akun hutang dividen.

2. Tanggal pencatatan. Perseroan mengumumkan tanggal pencatatan beberapa minggu setelah tanggal pengumuman. Perseroan tidak membuat ayat jurnal apapun pada tanggal ini, karena tidak ada transaksi yang terjadi. Namun demikian, banyak pekerjaan yang tetap harus dilakukan, terutama dalam mengidentifikasikan daftar pemegang saham perseroan per tanggal tersebut. Hanya pemegang saham yang tercantum namanya dalam daftar pemegang saham per tanggal pencatatan yang berhak menerima dividen.

3. Tanggal pembayaran. Dua sampai empat minggu setelah tanggal pencatatan, biasanya akan dilakukan pembayaran dividen, pembayaran dilakukan dengan mendebit hutang dividen dan mengkredit kas.

2.2 Kebijakan Dividen

2.2.1 Pengertian Kebijakan Dividen

Kebijakan dividen menyangkut tentang masalah penggunaan laba yang menjadi

hak para pemegang saham. Pada dasarnya laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau

diinvestasikan kembali (Husnan, 2000:381). Berdasarkan Kamus Istilah Akuntansi (Siegel

dan Shim, 2005:153) dividend payout ratio (DPR) adalah rasio yang mengukur persentase

pendapatan bersih yang dibayarkan dalam bentuk dividen. Ini sama dengan dividen per

saham dibagi oleh keuntungan per saham. Mardiyanto (2008: 249) menyebutkan bahwa

kebijakan dividen sebagai seluruh kebijakan manajerial yang dilakukan untuk menetapkan

berapa besar laba bersih yang dibagikan kepada pemegang saham dan berapa besar laba

bersih yang tetap ditahan (retained earning) untuk cadangan investasi tahun depan.

Page 4: BAB II

14

Berdasarkan Kamus Besar Akuntansi (Ardiyos, 2000:338) Dividend Payout Ratio

(DPR) adalah persentase laba yang dibayarkan kepada pemegang saham dalam bentuk

dividen dengan jumlah laba per saham (earnings per share) yang tersedia bagi pemegang

saham. Sawir (2004: 137) mengatakan bahwa kebijakan dividen menyangkut keputusan

apakah laba akan dibayarkan sebagai dividen atau ditahan untuk reinvestasi dalam

perusahaan.

Menurut Sartono (2001:281) kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya mengurangi total sumber dana intern atau internal financing. Begitu juga sebaliknya, ketika perusahaan memilih untuk menahan laba tahun berjalan yang diperolehnya, akan berdampak pada kemampuan pembentukan dana internal akan semakin besar.

2.2.2 Teori Kebijakan Dividen

Ada beberapa bentuk teori yang berkaitan dengan kebijakan dividen (Sartono,

2001:282) yaitu:

1. Dividen adalah tidak relevan

Modigliani-Miller (MM) berpendapat bahwa dalam kondisi keputusan investasi

tertentu, pembayaran dividen tidak berpengaruh terhadap kemakmuran pemegang

saham. Lebih lanjut MM berpendapat bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning

power dari asset perusahaan. Dengan demikian nilai perusahaan ditentukan oleh

keputusan investasi. Sementara itu, keputusan apakah laba yang diperoleh akan

dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai

perusahaan.

2. Bird-in-the Hand Theory

Gordon-Lintner beranggapan bahwa investor memandang satu burung di tangan lebih

berharga daripada seribu burung di udara. Gordon-Lintner berpendapat bahwa

Page 5: BAB II

15

kemungkinan capital gain yang diharapkan adalah lebih besar risikonya dibanding

dengan dividend yield yang pasti.

3. Tax Differential Theory

Investor yang dikenai pajak pendapatan perseorangan, pendapatan yang relevan

baginya adalah pendapatan setelah pajak. Pada dasarnya, pajak atas dividen lebih

tinggi dibandingkan dengan pajak atas capital gain. Oleh karena itu, investor dengan

tingkat kepemilikan saham yang tinggi akan cenderung untuk mengaharapkan capital

gain daripada dividen walaupun dengan risiko yang lebih besar, hal ini bertujuan agar

investor dapat menunda pembayaran pajak karena pajak atas capital gain baru dibayar

setelah saham dijual sementara pajak atas dividen harus dibayar setiap tahun setelah

pembayaran dividen. Selain itu, periode investasi juga mempengaruhi pendapatan

investor. Jika investor hanya membeli saham untuk jangka waktu satu tahun, maka

tidak ada bedanya antara pajak atas capital gain dan pajak atas dividen. Dengan kata

lain investor menghendaki perusahaan untuk menahan laba setelah pajak dan

dipergunakan untuk pembiayaan investasi daripada pembayaran dividen dalam bentuk

kas.

2.2.3 Macam-Macam Kebijakan Dividen

Secara umum kebijakan dividen yang ditempuh perusahaan adalah salah satu dari

empat kebijakan berikut ini (Ahmad, 2004;193) yaitu:

1. Dividen Per Saham yang StabilMeskipun perusahaan mengalami kerugian, jumlah dividen yang dibayar per saham akan tetap dibayarkan kepada pemegang saham.

2. DPO (Dividen Pay-Out) yang StabilDividen yang dibayarkan berfluktuasi tergantung besarnya keuntungan bagi pemegang saham.

3. KombinasiDi samping jumlah rupiah yang tetap, perusahaan membayar dividen tambahan (ekstra) jika perusahaan memperoleh keuntungan atau mengalami situasi yang baik

4. Dividen Residual

Page 6: BAB II

16

Dividen dibayarkan jika kesempatan investasi perusahaan atau dana yang dibutuhkan telah terpenuhi.

2.3 Financial Leverage

Sartono (2001: 120) mengatakan bahwa proporsi atas penggunaan utang untuk

membiayai investasi ditunjukkan dalam financial leverage.

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur financial leverage yaitu rasio yang menunjukkan proporsi atas penggunaan utang untuk membiayai investasinya. Penggunaan hutang itu sendiri bagi perusahaan mengandung tiga dimensi (1) pemberi kredit akan menitikberatkan pada besarnya jaminan atas kredit yang diberikan (2) dengan menggunakan hutang maka apabila perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari beban tetapnya maka pemilik perusahaan keuntungannya akan meningkat dan (3) dengan menggunakan hutang maka pemilik memperoleh dana dan tidak kehilangan pengendalian perusahaan. Beberapa rasio yang sering digunakan untuk mengukur financial leverage yaitu debt ratio, debt to equity ratio, time interest earned ratio, fixed charge coverage, dan debt service coverage. (Sartono, 2001:120-122)

Horne (2007:182) menyebutkan bahwa leverage berarti penggunaan biaya tetap

dalam usaha untuk meningkatkan profitabilitas. Leverage dibagi dalam dua bentuk yaitu

leverage operasional dan leverage keuangan. Leverage operasional berkaitan dengan biaya

operasional tetap yang berhubungan dengan produksi barang atau jasa, sementara leverage

keuangan berhubungan dengan keberadaan biaya pendanaan tetap, khususnya bunga utang.

Hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh Mardiyanto (2008: 249) bahwa leverage berarti

biaya tetap (yang berasal dari aktivitas operasi dan keuangan) yang dapat menghasilkan

laba lebih besar. Leverage berhubungan dengan komposisi/proporsi utang dan ekuitas yang

ditetapkan perusahaan untuk mendanai investasinya.

Blair dan Joe (1999: 136) mengatakan bahwa debt (hutang) merupakan modal yang

dikendalikan secara nyata oleh pihak luar dalam hubungannya dengan istilah kontrak, yaitu

tingkat bunga dan batasan-batasan lainnya pada aktivitas perusahaan. Menurut Gitman

(2006:64) posisi hutang suatu perusahaan mengindikasikan jumlah uang orang lain yang

digunakan untuk menghasilkan laba. Semakin besar jumlah utang suatu perusahaan maka

Page 7: BAB II

17

semakin besar risiko yang ditanggung, hal ini diakibatkan karena manajemen dihadapkan

pada perjanjian untuk melunasi hutangnya sebelum mendistribusikan laba kepada

pemegang saham. Dalam hal ini klaim kreditor lebih diutamakan daripada kepentingan

pemegang saham, karena apabila perusahaan tidak mampu melunasi hutang-hutangnya

maka perusahaan akan dihadapkan pada kebangkrutan.

2.4 Insider Ownership

Insider ownership atau managerial ownership merupakan besarnya kepemilikan

saham yang dimiliki oleh pihak dalam perusahaan. Peningkatan tingkat kepemilikan saham

oleh pihak dalam (insider) dapat mengurangi pendanaan eksternal dan membuat manajer

perusahaan lebih bertanggung jawab atas biaya yang dikeluarkan akibat perilaku

memperkaya diri (Ghosh dan Ariff, 2004: 34).

Menurut Downes dan Goodman (1999:124) pengertian insider ownership adalah

para pemegang saham yang juga berarti dalam hal ini sebagai pemilik dalam perusahaan

dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan pada suatu

perusahaan yang bersangkutan. Domash (2009:363) mengatakan bahwa insider ownership

merupakan jumlah saham yang dimiliki atau dikendalikan oleh pihak manajerial

perusahaan. lebih lanjut Domash (2009:218) mengatakan bahwa Insider ownership

biasanya dinyatakan sebagai persentase saham perusahaan yang beredar yang dimiliki oleh

orang dalam perusahaan (manajer, komisaris dan direksi).

Hirschey (2009: 728) menggunakan inside equity sebagai sebutan bagi insider

ownership dan diartikan sebagai saham yang dipegang oleh manajemen dan karyawan

perusahaan. Ketika saham yang dimiliki oleh pihak insider besar, berarti keberlangsungan

operasi perusahaan secara terus-menerus dapat lebih diperkirakan. Hal ini disebabkan

karena apabila manajer dan karyawan memiliki kepemilikan yang signifikan dalam

Page 8: BAB II

18

perusahaan maka dorongan untuk menjalankan perusahaan lebih nyata dalam hal

memaksimalisasi nilai perusahaan.

Semakin besar kepemilikan insider maka semakin besar informasi yang dimiliki

oleh manajemen sekaligus sebagai pemilik perusahaan, sehingga hal tersebut

mengakibatkan biaya agen semakin kecil, karena pemilik sekaligus merangkap sebagai

manajemen sehingga biaya pengawasan berkurang. (Suwaldiman dan Azis, 2006). Biaya

agensi itu sendiri adalah biaya yang berhubungan dengan manajemen pengawasan untuk

memastikan bahwa pihak manajemen berperilaku dalam cara yang konsisten dengan

kesepakatan kontraktual perusahaan dengan para kreditor serta pemegang saham (Horne,

2007: 243).

2.5 Arus Kas Bebas

Menurut Brigham dan Houston (2001:93) arus kas bebas adalah arus kas operasi

perusahaan dikurangi investasi ekuitas yang diwajibkan. Arus kas bebas mencakup seluruh

aliran kas masuk dan keluar perusahaan, dan tidak berubah dengan adanya item akrual,

didalamnya termasuk perubahan dalam modal kerja dan modal investasi (Christy, 2006: 5).

Pada dasarnya arus kas bebas ini merupakan hak pemegang saham yang dibagikan dalam

bentuk dividen (Sartono, 2001:101), sehingga dapat dikatakan bahwa arus kas bebas

merupakan arus kas bersih (neto) yang tidak diinvestasikan kembali karena tidak tersedia

kesempatan investasi yang menguntungkan.

Menurut Brigham dan Ehrhart (2008: 100) arus kas bebas adalah kas yang tersedia

untuk didistribusikan kepada investor setelah perusahaan melakukan semua investasi

dalam fixed asset dan working capital yang seharusnya untuk tetap mempertahankan

operasional perusahaan secara terus menerus. Arus kas bebas adalah arus kas yang lebih

Page 9: BAB II

19

untuk mendanai semua project yang mempunyai nilai bersih sekarang yang positif ketika

didiskontokan pada biaya modal yang relevan (Jensen, 1986).

Needless, et al (2008: 692) mendefinisikan arus kas bebas sebagai jumlah kas yang

tersisa setelah perusahaan mendanai seluruh aktivitas operasinya pada tingkat yang telah

direncanakan. Menurut Gitman (2006:113) arus kas bebas suatu perusahaan menunjukkan

jumlah arus kas yang tersedia untuk investor, penyedia hutang (kreditor) dan pemilik

perusahaan setelah membayar seluruh kebutuhan operasi dan melakukan investasi pada

aktiva tetap bersih dan aktiva lancar bersih.

Jensen (1986) menyatakan bahwa masalah keagenan yang disebabkan oleh arus

kas bebas antara manajer dan pemilik dapat dikurangi dengan keberadaan hutang. Hal ini

terjadi karena dengan berhutang perusahaan akan lebih memprioritaskan untuk melakukan

pembayaran bunga dan pokok pinjaman, yang berarti bahwa manajer terikat oleh janji

untuk membayarkan arus kas dimasa yang akan datang kepada kreditor.

2.6 Kerangka Pemikiran

2.6.1 Hubungan Financial Leverage dengan Kebijakan Dividen.

Perusahaan yang memiliki leverage lebih besar seharusnya membagikan dividen

lebih kecil karena laba yang diperoleh akan lebih diuatamakan untuk melunasi

kewajibannya. Hasil penelitian Sutrisno (2001) menyimpulkan bahwa variabel rasio hutang

dan modal (DER) menunjukkan pengaruh yang negatif signifikan terhadap Dividend

Payout Ratio. Hal ini disebabkan karena pembayaran hutang lebih diprioritaskan daripada

pembagian dividen. Jika beban hutang tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk

membagi dividen akan semakin rendah. Selanjutnya, hasil penelitian Prihantoro (2003)

juga menunjukkan bahwa posisi kas dan debt to equity ratio (rasio hutang terhadap modal)

berpengaruh signifikan terhadap DPR baik secara parsial maupun secara simultan.

Page 10: BAB II

20

Penelitian lainnya yaitu yang dilakukan oleh Nuringsih (2005) yang menunjukkan

bahwa variabel debt to equity ratio membuktikan pengaruh negatif dengan kebijakan

dividen. Selain itu, Al-Malkawi (2007) juga meneliti tentang determinant of corporate

dividend policy in Jordan: an application of the Tobit model menyimpulkan bahwa debt to

equity ratio (DER) berpengaruh secara negatif signifikan terhadap pembayaran dividen.

Menurut Atmaja (2008:291) dampak yang terjadi ketika perusahaan mempunyai

leverage yang tinggi adalah akan mendorong dilakukannya pengurangan terhadap

pembayaran dividen karena dividen hanya dapat diberikan ketika kewajiban hutang telah

terpenuhi. Dalam hal ini kepentingan kreditor tetap diperhatikan karena keuntungan

disimpan untuk pelunasan hutang perusahaan.

Financial leverage diharapkan dapat mengurangi konflik keagenan. Perusahaan

akan cenderung untuk mengembalikan pinjaman dan membayar bunga secara periodik

daripada mendistribusikan sebagai dividen kepada pemegang saham, karena perusahaan

menghadapi biaya keagenan hutang dan risiko kebangkrutan (Jensen, 1986).

2.6.2 Hubungan Insider Ownership dengan Kebijakan Dividen

Esterbook (1984) menyatakan bahwa pembayaran dividen kepada pemegang saham

akan mengurangi sumber-sumber dana yang dikendalikan oleh manajer, sehingga

mengurangi kekuasaan manajer dan membuat pembayaran dividen mirip dengan

monitoring capital market yang terjadi bila perusahaan memperoleh modal baru. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa hubungan antara kebijakan dividen dengan insider

ownership adalah negatif. Selain itu penelitian Sunarto (2004) juga mendukung pernyataan

ini dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berhubungan

negatif dengan dividend payout ratio.

Page 11: BAB II

21

Menurut Brigham dan Houston (2001:35) besarnya kepemilikan saham oleh insider

akan mengurangi sikap manipulasi oleh pihak manejemen. Pemilik perusahaan mengetahui

informasi dan kondisi perusahaan secara menyeluruh karena di samping sebagai pemilik

perusahaan dia juga berposisi sebagai manajemen. Keadaan seperti ini disebut juga

symmetric irformation (kesamaan informasi) yaitu situasi dimana investor dan manajer

memiliki informasi yang sama mengenai prospek perusahaan.

Hasil penelitian Mahadwartha (2002) akan lebih menguatkan pernyataan ini yaitu

menyimpulkan bahwa antara managerial ownership dengan kebijakan dividen mempunyai

hubungan yang negatif. Hasil penelitian Al-Malkawi (2007) juga menyimpulkan bahwa

insider ownership berpengaruh secara negatif signifikan terhadap pembayaran dividen.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang mempunyai kepemilikan

insider yang tinggi akan lebih mudah untuk mengambil keputusan mengenai dividen,

karena investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai peluang

investasi perusahaan di masa mendatang, sehingga mereka akan mengambil keputusan

yang memaksimumkan kesejahteraannya.

2.6.3 Hubungan Arus Kas Bebas dengan Kebijakan Dividen

Brigham dan Houston (2001:84) menyebutkan bahwa keputusan perusahaan untuk

membagikan dividen kepada para pemegang saham lebih bergantung pada arus kas yang

mencerminkan kemampuan perusahaan untuk membayar dividen, dibanding pada laba

yang sangat dipengaruhi oleh praktik akuntansi serta hal-hal lain yang tidak mencerminkan

kemampuan untuk membayar dividen. Sehingga dapat dikatakan bahwa, meskipun

perusahaan dapat memperoleh laba yang tinggi namun apabila posisi kas terutama arus kas

bebas menunjukkan keadaan yang tidak begitu baik, perusahaan mungkin tidak dapat

membayar dividen.

Page 12: BAB II

22

Hasil penelitian Rosdini (2009) menyimpulkan bahwa free cash flow berpengaruh

positif terhadap dividend payout ratio. Hasil penelitian Pradessya (2006) juga

menunjukkan bahwa arus kas bebas berhubungan positif dengan dividend payout ratio.

Semakin besar arus kas bebas, semakin besar dividen yang dibagikan begitu juga

sebaliknya, semakin kecil arus kas bebas yang tersedia, semakin kecil dividen yang bisa

dibagikan.

Jansen (1986) menyatakan bahwa walaupun jumlah arus kas bebas yang tersedia

saat ini dalam jumlah yang besar, namun dalam hal menentukan kebijakan dividen,

manajemen juga harus memperhatikan arus kas masa depan, karena apabila manajemen

meningkatkan jumlah pembayaran dividen sedangkan arus kas masa depan yang belum

pasti, maka dapat menyebabkan dividend cut di masa depan dan berpengaruh terhadap

penurunan harga saham.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai hubungan antar variabel maka

skema kerangka pemikiran tentang pengaruh kebijakan hutang, insider ownership dan arus

kas bebas terhadap kebijakan dividen dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Financial Leverage

Insider Ownership

Kebijakan Dividen

Arus Kas Bebas

Page 13: BAB II

23

Gambar 2.1: Skema Kerangka Pemikiran

2.6.4 Penelitian Sebelumnya

Ringkasan mengenai penelitian sebelumnya dapat dilihat di Tabel 2.1

Tabel 2.1Penelitian Sebelumnya

No. Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian1. Sutrisno (2001) Analisis faktor-faktor

yang mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada perusahaan Publik di Indonesia

1. Variabel independen posisi kasi (cash position) dan debt to equity ratio (DER) berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR)

2. Variabel growth potential, firm size, profitability, dan holding tidak menunjukkan pengaruh yang cukup signifikan

2. Hatta (2002) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen: Investigasi Pengaruh Teori Stakeholder.

1. Variabel net organizational capital dan besarnya perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap DPR.

2. Kepemilikan insider, konsentrasi kepemilikan, free cash flow, dan pertumbuhan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap DPR.

3. Prihantoro (2003)

Estimasi pengaruh Dividend payout ratio pada perusahaan public di Indonesia

posisi kas dan rasio hutang terhadap modal berpengaruh signifikan terhadap DPR baik secara parsial maupun secara simultan

4. Nuringsih (2005)

Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Hutang, ROA, dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen: Studi 1995-1996.

1. Variabel managerial ownership tidak membuktikan pengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.

2. Debt to equity ratio dan ROA membuktikan pengaruh negatif dengan kebijakan dividen.

3. Variabel firm size membuktikan pengaruh positif dengan kebijakan dividen, tetapi tidak signifikan.

Page 14: BAB II

24

4. Berdasarkan pengelompokkan managerial ownership, tingkat kepemilikan rendah ataupun tinggi berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.

5. Suwaldiman dan Azis (2006)

Pengaruh Insider Ownership dan Risiko pasar terhadap Kebijakan Dividen

1. Kepemilikan insider tidak mempengaruhi kebijakan dividen secara negatif

2. Risiko Pasar juga tidak mempengaruhi kebijakan Dividen secara negatif.

6. Pradessya (2006)

Pengaruh Insider Ownership, Dispersion of Ownership, Free Cash Flow, Collaterizable Asset dan Tingkat Pertumbuhan Terhadap Kebijakan Dividen.

1. Insider ownership, dispersion of ownership, free cash flow secara parsial berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.

2. Collaterizable asset tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen.

3. Tingkat pertumbuhan berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.

7. Al-Malkawi (2007)

Determinant of corporate dividend policy in Jordan: an application of the Tobit model

1. Insider ownership dan debt to equity ratio (DER) berpengaruh secara negatif signifikan terhadap pembayaran dividen.

2. Tax rate tidak berpengaruh secara signifikan terhadap corporate dividend policy di Jordan.

8. Rosdini (2009) Pengaruh free cash flow terhadap dividen payout ratio.

Variabel free cash flow menunjukkan pengaruh positif terhadap DPR

2.7 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dibuat sebelumya, maka hipotesis

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

H1: Financial leverage, insider ownership dan arus kas bebas secara simultan berpengaruh

terhadap kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia.

H2: Financial leverage berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Page 15: BAB II

25

H3: Insider ownership berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

H4: Arus kas bebas berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.