Upload
aldi-des-sagitarius
View
430
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Dividen
2.1.1 Pengertian Dividen
Dividen adalah pembagian penghasilan yang dibayarkan kepada pemegang saham
berdasarkan pada banyaknya saham yang dimiliki (Siegel dan Shim, 2005:152). Horne
(2007:271) menyebutkan bahwa kebijakan dividen adalah bagian yang tidak terpisahkan
dalam keputusan pendanaan perusahaan. Rasio pembayaran dividen atau dividend payout
ratio menentukan jumlah laba yang dapat ditahan dalam perusahaan sebagai sumber
pendanaan. Menurut Sugiono (2009: 173) dividen merupakan pendapatan perusahaan yang
dibagikan kepada pemegang saham.
Menurut Winarno (2003:161) dividen adalah (1) sejumlah uang yang berasal dari
hasil keuntungan yang dibayarkan kepada pemegang saham perseroan; (2) laba atau
pendapatan perusahaan yang besarnya ditetapkan oleh dewan direksi serta disahkan oleh
Rapat Umum Pemegang Saham untuk dibagikan kepada para pemegang saham.
2.1.2 Jenis-Jenis Dividen
Menurut Kieso, dkk (2002:358), ada lima jenis dividen suatu perusahaan yaitu:
1. Dividen tunai
2. Dividen properti
3. Dividen skrip
4. Dividen likuidasi
5. Dividen saham
11
12
Dividen tunai merupakan dividen yang dibagikan dalam bentuk kas yang diperoleh
dari laba ditahan tahun berjalan, untuk membayar dividen tunai diperlukan likuiditas dari
perusahaan. Dividen tunai tidak diumumkan dan dibayarkan atas saham treasuri. Jenis
kedua dari dividen adalah dividen properti yaitu dividen yang dibagikan dalam bentuk
aktiva perusahaan selain kas, dividen properti dapat berupa barang dagang, real estate,
atau investasi, atau bentuk lainnya yang disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham
melalui perwakilan dewan komisaris. Jenis dividen lainnya yaitu dividen skrip yang berarti
dividen yang dibayarkan dengan sertifikat atau surat promes yang dikeluarkan oleh
perusahaan, didalamnya terdapat pernyataan bahwa suatu waktu sertifikat itu dapat
ditukarkan dalam bentuk uang. Skrip yang diterbitkan kepada pemegang saham sebagai
dividen hanya merupakan bentuk khusus dari wesel bayar.
Dividen likuidasi merupakan dividen yang dibagikan tidak berdasarkan pada laba
ditahan, yang menyiratkan bahwa dividen ini merupakan pengembalian dari investasi
pemegang saham dan bukan dari laba. Dengan kata lain, setiap dividen yang tidak
didasarkan pada laba merupakan pengurangan modal disetor perusahaan dan sejauh itu
merupakan dividen likuidasi. Jenis dividen yang terakhir adalah dividen saham, yaitu
pembagian dividen yang tidak menyebabkan pembagian aktiva dan setiap pemegang
saham memiliki bagian kepemilikan yang sama atas perusahaan dan total nilai buku yang
sama setelah dividen saham diterbitkan, sama sebelum dividen itu diumumkan. Tentu saja,
nilai buku per saham akan menjadi lebih rendah karena jumlah saham bertambah.
2.1.3 Prosedur Pembayaran Dividen
Menurut Horngren, dkk (1998:694-695), suatu perseroan terbatas yang
memutuskan untuk membagikan dividen wajib mengumumkannya terlebih dahulu sebelum
perseroan tersebut melakukan pembayaran atas dividen. Keputusan mengenai dividen ini
13
hanya berhak diputuskan dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) yang memiliki
otoritas untuk itu. Perseroan tidak memiliki kewajiban untuk membayar dividen sampai
RUPS mengumumkannya. Tetapi setelah dividen diumumkan, maka pembagian dividen
menjadi kewajiban hukum bagi perseroan. Selanjutnya Horngren, dkk (1998:694-695)
menyebutkan juga mengenai tiga tanggal yang relevan dengan pembagian dividen adalah:
1. Tanggal pengumuman. Pada tanggal pengumuman, RUPS mengumumkan keinginan perseroan untuk membayar dividen. Keputusan ini akan menciptakan hutang bagi perseroan. Pada saat pengumuman tersebut dilakukan pencacatan dengan mendebit akun laba ditahan dan mengkredit akun hutang dividen.
2. Tanggal pencatatan. Perseroan mengumumkan tanggal pencatatan beberapa minggu setelah tanggal pengumuman. Perseroan tidak membuat ayat jurnal apapun pada tanggal ini, karena tidak ada transaksi yang terjadi. Namun demikian, banyak pekerjaan yang tetap harus dilakukan, terutama dalam mengidentifikasikan daftar pemegang saham perseroan per tanggal tersebut. Hanya pemegang saham yang tercantum namanya dalam daftar pemegang saham per tanggal pencatatan yang berhak menerima dividen.
3. Tanggal pembayaran. Dua sampai empat minggu setelah tanggal pencatatan, biasanya akan dilakukan pembayaran dividen, pembayaran dilakukan dengan mendebit hutang dividen dan mengkredit kas.
2.2 Kebijakan Dividen
2.2.1 Pengertian Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen menyangkut tentang masalah penggunaan laba yang menjadi
hak para pemegang saham. Pada dasarnya laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau
diinvestasikan kembali (Husnan, 2000:381). Berdasarkan Kamus Istilah Akuntansi (Siegel
dan Shim, 2005:153) dividend payout ratio (DPR) adalah rasio yang mengukur persentase
pendapatan bersih yang dibayarkan dalam bentuk dividen. Ini sama dengan dividen per
saham dibagi oleh keuntungan per saham. Mardiyanto (2008: 249) menyebutkan bahwa
kebijakan dividen sebagai seluruh kebijakan manajerial yang dilakukan untuk menetapkan
berapa besar laba bersih yang dibagikan kepada pemegang saham dan berapa besar laba
bersih yang tetap ditahan (retained earning) untuk cadangan investasi tahun depan.
14
Berdasarkan Kamus Besar Akuntansi (Ardiyos, 2000:338) Dividend Payout Ratio
(DPR) adalah persentase laba yang dibayarkan kepada pemegang saham dalam bentuk
dividen dengan jumlah laba per saham (earnings per share) yang tersedia bagi pemegang
saham. Sawir (2004: 137) mengatakan bahwa kebijakan dividen menyangkut keputusan
apakah laba akan dibayarkan sebagai dividen atau ditahan untuk reinvestasi dalam
perusahaan.
Menurut Sartono (2001:281) kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya mengurangi total sumber dana intern atau internal financing. Begitu juga sebaliknya, ketika perusahaan memilih untuk menahan laba tahun berjalan yang diperolehnya, akan berdampak pada kemampuan pembentukan dana internal akan semakin besar.
2.2.2 Teori Kebijakan Dividen
Ada beberapa bentuk teori yang berkaitan dengan kebijakan dividen (Sartono,
2001:282) yaitu:
1. Dividen adalah tidak relevan
Modigliani-Miller (MM) berpendapat bahwa dalam kondisi keputusan investasi
tertentu, pembayaran dividen tidak berpengaruh terhadap kemakmuran pemegang
saham. Lebih lanjut MM berpendapat bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning
power dari asset perusahaan. Dengan demikian nilai perusahaan ditentukan oleh
keputusan investasi. Sementara itu, keputusan apakah laba yang diperoleh akan
dibagikan dalam bentuk dividen atau akan ditahan tidak mempengaruhi nilai
perusahaan.
2. Bird-in-the Hand Theory
Gordon-Lintner beranggapan bahwa investor memandang satu burung di tangan lebih
berharga daripada seribu burung di udara. Gordon-Lintner berpendapat bahwa
15
kemungkinan capital gain yang diharapkan adalah lebih besar risikonya dibanding
dengan dividend yield yang pasti.
3. Tax Differential Theory
Investor yang dikenai pajak pendapatan perseorangan, pendapatan yang relevan
baginya adalah pendapatan setelah pajak. Pada dasarnya, pajak atas dividen lebih
tinggi dibandingkan dengan pajak atas capital gain. Oleh karena itu, investor dengan
tingkat kepemilikan saham yang tinggi akan cenderung untuk mengaharapkan capital
gain daripada dividen walaupun dengan risiko yang lebih besar, hal ini bertujuan agar
investor dapat menunda pembayaran pajak karena pajak atas capital gain baru dibayar
setelah saham dijual sementara pajak atas dividen harus dibayar setiap tahun setelah
pembayaran dividen. Selain itu, periode investasi juga mempengaruhi pendapatan
investor. Jika investor hanya membeli saham untuk jangka waktu satu tahun, maka
tidak ada bedanya antara pajak atas capital gain dan pajak atas dividen. Dengan kata
lain investor menghendaki perusahaan untuk menahan laba setelah pajak dan
dipergunakan untuk pembiayaan investasi daripada pembayaran dividen dalam bentuk
kas.
2.2.3 Macam-Macam Kebijakan Dividen
Secara umum kebijakan dividen yang ditempuh perusahaan adalah salah satu dari
empat kebijakan berikut ini (Ahmad, 2004;193) yaitu:
1. Dividen Per Saham yang StabilMeskipun perusahaan mengalami kerugian, jumlah dividen yang dibayar per saham akan tetap dibayarkan kepada pemegang saham.
2. DPO (Dividen Pay-Out) yang StabilDividen yang dibayarkan berfluktuasi tergantung besarnya keuntungan bagi pemegang saham.
3. KombinasiDi samping jumlah rupiah yang tetap, perusahaan membayar dividen tambahan (ekstra) jika perusahaan memperoleh keuntungan atau mengalami situasi yang baik
4. Dividen Residual
16
Dividen dibayarkan jika kesempatan investasi perusahaan atau dana yang dibutuhkan telah terpenuhi.
2.3 Financial Leverage
Sartono (2001: 120) mengatakan bahwa proporsi atas penggunaan utang untuk
membiayai investasi ditunjukkan dalam financial leverage.
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur financial leverage yaitu rasio yang menunjukkan proporsi atas penggunaan utang untuk membiayai investasinya. Penggunaan hutang itu sendiri bagi perusahaan mengandung tiga dimensi (1) pemberi kredit akan menitikberatkan pada besarnya jaminan atas kredit yang diberikan (2) dengan menggunakan hutang maka apabila perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari beban tetapnya maka pemilik perusahaan keuntungannya akan meningkat dan (3) dengan menggunakan hutang maka pemilik memperoleh dana dan tidak kehilangan pengendalian perusahaan. Beberapa rasio yang sering digunakan untuk mengukur financial leverage yaitu debt ratio, debt to equity ratio, time interest earned ratio, fixed charge coverage, dan debt service coverage. (Sartono, 2001:120-122)
Horne (2007:182) menyebutkan bahwa leverage berarti penggunaan biaya tetap
dalam usaha untuk meningkatkan profitabilitas. Leverage dibagi dalam dua bentuk yaitu
leverage operasional dan leverage keuangan. Leverage operasional berkaitan dengan biaya
operasional tetap yang berhubungan dengan produksi barang atau jasa, sementara leverage
keuangan berhubungan dengan keberadaan biaya pendanaan tetap, khususnya bunga utang.
Hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh Mardiyanto (2008: 249) bahwa leverage berarti
biaya tetap (yang berasal dari aktivitas operasi dan keuangan) yang dapat menghasilkan
laba lebih besar. Leverage berhubungan dengan komposisi/proporsi utang dan ekuitas yang
ditetapkan perusahaan untuk mendanai investasinya.
Blair dan Joe (1999: 136) mengatakan bahwa debt (hutang) merupakan modal yang
dikendalikan secara nyata oleh pihak luar dalam hubungannya dengan istilah kontrak, yaitu
tingkat bunga dan batasan-batasan lainnya pada aktivitas perusahaan. Menurut Gitman
(2006:64) posisi hutang suatu perusahaan mengindikasikan jumlah uang orang lain yang
digunakan untuk menghasilkan laba. Semakin besar jumlah utang suatu perusahaan maka
17
semakin besar risiko yang ditanggung, hal ini diakibatkan karena manajemen dihadapkan
pada perjanjian untuk melunasi hutangnya sebelum mendistribusikan laba kepada
pemegang saham. Dalam hal ini klaim kreditor lebih diutamakan daripada kepentingan
pemegang saham, karena apabila perusahaan tidak mampu melunasi hutang-hutangnya
maka perusahaan akan dihadapkan pada kebangkrutan.
2.4 Insider Ownership
Insider ownership atau managerial ownership merupakan besarnya kepemilikan
saham yang dimiliki oleh pihak dalam perusahaan. Peningkatan tingkat kepemilikan saham
oleh pihak dalam (insider) dapat mengurangi pendanaan eksternal dan membuat manajer
perusahaan lebih bertanggung jawab atas biaya yang dikeluarkan akibat perilaku
memperkaya diri (Ghosh dan Ariff, 2004: 34).
Menurut Downes dan Goodman (1999:124) pengertian insider ownership adalah
para pemegang saham yang juga berarti dalam hal ini sebagai pemilik dalam perusahaan
dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan pada suatu
perusahaan yang bersangkutan. Domash (2009:363) mengatakan bahwa insider ownership
merupakan jumlah saham yang dimiliki atau dikendalikan oleh pihak manajerial
perusahaan. lebih lanjut Domash (2009:218) mengatakan bahwa Insider ownership
biasanya dinyatakan sebagai persentase saham perusahaan yang beredar yang dimiliki oleh
orang dalam perusahaan (manajer, komisaris dan direksi).
Hirschey (2009: 728) menggunakan inside equity sebagai sebutan bagi insider
ownership dan diartikan sebagai saham yang dipegang oleh manajemen dan karyawan
perusahaan. Ketika saham yang dimiliki oleh pihak insider besar, berarti keberlangsungan
operasi perusahaan secara terus-menerus dapat lebih diperkirakan. Hal ini disebabkan
karena apabila manajer dan karyawan memiliki kepemilikan yang signifikan dalam
18
perusahaan maka dorongan untuk menjalankan perusahaan lebih nyata dalam hal
memaksimalisasi nilai perusahaan.
Semakin besar kepemilikan insider maka semakin besar informasi yang dimiliki
oleh manajemen sekaligus sebagai pemilik perusahaan, sehingga hal tersebut
mengakibatkan biaya agen semakin kecil, karena pemilik sekaligus merangkap sebagai
manajemen sehingga biaya pengawasan berkurang. (Suwaldiman dan Azis, 2006). Biaya
agensi itu sendiri adalah biaya yang berhubungan dengan manajemen pengawasan untuk
memastikan bahwa pihak manajemen berperilaku dalam cara yang konsisten dengan
kesepakatan kontraktual perusahaan dengan para kreditor serta pemegang saham (Horne,
2007: 243).
2.5 Arus Kas Bebas
Menurut Brigham dan Houston (2001:93) arus kas bebas adalah arus kas operasi
perusahaan dikurangi investasi ekuitas yang diwajibkan. Arus kas bebas mencakup seluruh
aliran kas masuk dan keluar perusahaan, dan tidak berubah dengan adanya item akrual,
didalamnya termasuk perubahan dalam modal kerja dan modal investasi (Christy, 2006: 5).
Pada dasarnya arus kas bebas ini merupakan hak pemegang saham yang dibagikan dalam
bentuk dividen (Sartono, 2001:101), sehingga dapat dikatakan bahwa arus kas bebas
merupakan arus kas bersih (neto) yang tidak diinvestasikan kembali karena tidak tersedia
kesempatan investasi yang menguntungkan.
Menurut Brigham dan Ehrhart (2008: 100) arus kas bebas adalah kas yang tersedia
untuk didistribusikan kepada investor setelah perusahaan melakukan semua investasi
dalam fixed asset dan working capital yang seharusnya untuk tetap mempertahankan
operasional perusahaan secara terus menerus. Arus kas bebas adalah arus kas yang lebih
19
untuk mendanai semua project yang mempunyai nilai bersih sekarang yang positif ketika
didiskontokan pada biaya modal yang relevan (Jensen, 1986).
Needless, et al (2008: 692) mendefinisikan arus kas bebas sebagai jumlah kas yang
tersisa setelah perusahaan mendanai seluruh aktivitas operasinya pada tingkat yang telah
direncanakan. Menurut Gitman (2006:113) arus kas bebas suatu perusahaan menunjukkan
jumlah arus kas yang tersedia untuk investor, penyedia hutang (kreditor) dan pemilik
perusahaan setelah membayar seluruh kebutuhan operasi dan melakukan investasi pada
aktiva tetap bersih dan aktiva lancar bersih.
Jensen (1986) menyatakan bahwa masalah keagenan yang disebabkan oleh arus
kas bebas antara manajer dan pemilik dapat dikurangi dengan keberadaan hutang. Hal ini
terjadi karena dengan berhutang perusahaan akan lebih memprioritaskan untuk melakukan
pembayaran bunga dan pokok pinjaman, yang berarti bahwa manajer terikat oleh janji
untuk membayarkan arus kas dimasa yang akan datang kepada kreditor.
2.6 Kerangka Pemikiran
2.6.1 Hubungan Financial Leverage dengan Kebijakan Dividen.
Perusahaan yang memiliki leverage lebih besar seharusnya membagikan dividen
lebih kecil karena laba yang diperoleh akan lebih diuatamakan untuk melunasi
kewajibannya. Hasil penelitian Sutrisno (2001) menyimpulkan bahwa variabel rasio hutang
dan modal (DER) menunjukkan pengaruh yang negatif signifikan terhadap Dividend
Payout Ratio. Hal ini disebabkan karena pembayaran hutang lebih diprioritaskan daripada
pembagian dividen. Jika beban hutang tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk
membagi dividen akan semakin rendah. Selanjutnya, hasil penelitian Prihantoro (2003)
juga menunjukkan bahwa posisi kas dan debt to equity ratio (rasio hutang terhadap modal)
berpengaruh signifikan terhadap DPR baik secara parsial maupun secara simultan.
20
Penelitian lainnya yaitu yang dilakukan oleh Nuringsih (2005) yang menunjukkan
bahwa variabel debt to equity ratio membuktikan pengaruh negatif dengan kebijakan
dividen. Selain itu, Al-Malkawi (2007) juga meneliti tentang determinant of corporate
dividend policy in Jordan: an application of the Tobit model menyimpulkan bahwa debt to
equity ratio (DER) berpengaruh secara negatif signifikan terhadap pembayaran dividen.
Menurut Atmaja (2008:291) dampak yang terjadi ketika perusahaan mempunyai
leverage yang tinggi adalah akan mendorong dilakukannya pengurangan terhadap
pembayaran dividen karena dividen hanya dapat diberikan ketika kewajiban hutang telah
terpenuhi. Dalam hal ini kepentingan kreditor tetap diperhatikan karena keuntungan
disimpan untuk pelunasan hutang perusahaan.
Financial leverage diharapkan dapat mengurangi konflik keagenan. Perusahaan
akan cenderung untuk mengembalikan pinjaman dan membayar bunga secara periodik
daripada mendistribusikan sebagai dividen kepada pemegang saham, karena perusahaan
menghadapi biaya keagenan hutang dan risiko kebangkrutan (Jensen, 1986).
2.6.2 Hubungan Insider Ownership dengan Kebijakan Dividen
Esterbook (1984) menyatakan bahwa pembayaran dividen kepada pemegang saham
akan mengurangi sumber-sumber dana yang dikendalikan oleh manajer, sehingga
mengurangi kekuasaan manajer dan membuat pembayaran dividen mirip dengan
monitoring capital market yang terjadi bila perusahaan memperoleh modal baru. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa hubungan antara kebijakan dividen dengan insider
ownership adalah negatif. Selain itu penelitian Sunarto (2004) juga mendukung pernyataan
ini dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berhubungan
negatif dengan dividend payout ratio.
21
Menurut Brigham dan Houston (2001:35) besarnya kepemilikan saham oleh insider
akan mengurangi sikap manipulasi oleh pihak manejemen. Pemilik perusahaan mengetahui
informasi dan kondisi perusahaan secara menyeluruh karena di samping sebagai pemilik
perusahaan dia juga berposisi sebagai manajemen. Keadaan seperti ini disebut juga
symmetric irformation (kesamaan informasi) yaitu situasi dimana investor dan manajer
memiliki informasi yang sama mengenai prospek perusahaan.
Hasil penelitian Mahadwartha (2002) akan lebih menguatkan pernyataan ini yaitu
menyimpulkan bahwa antara managerial ownership dengan kebijakan dividen mempunyai
hubungan yang negatif. Hasil penelitian Al-Malkawi (2007) juga menyimpulkan bahwa
insider ownership berpengaruh secara negatif signifikan terhadap pembayaran dividen.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang mempunyai kepemilikan
insider yang tinggi akan lebih mudah untuk mengambil keputusan mengenai dividen,
karena investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai peluang
investasi perusahaan di masa mendatang, sehingga mereka akan mengambil keputusan
yang memaksimumkan kesejahteraannya.
2.6.3 Hubungan Arus Kas Bebas dengan Kebijakan Dividen
Brigham dan Houston (2001:84) menyebutkan bahwa keputusan perusahaan untuk
membagikan dividen kepada para pemegang saham lebih bergantung pada arus kas yang
mencerminkan kemampuan perusahaan untuk membayar dividen, dibanding pada laba
yang sangat dipengaruhi oleh praktik akuntansi serta hal-hal lain yang tidak mencerminkan
kemampuan untuk membayar dividen. Sehingga dapat dikatakan bahwa, meskipun
perusahaan dapat memperoleh laba yang tinggi namun apabila posisi kas terutama arus kas
bebas menunjukkan keadaan yang tidak begitu baik, perusahaan mungkin tidak dapat
membayar dividen.
22
Hasil penelitian Rosdini (2009) menyimpulkan bahwa free cash flow berpengaruh
positif terhadap dividend payout ratio. Hasil penelitian Pradessya (2006) juga
menunjukkan bahwa arus kas bebas berhubungan positif dengan dividend payout ratio.
Semakin besar arus kas bebas, semakin besar dividen yang dibagikan begitu juga
sebaliknya, semakin kecil arus kas bebas yang tersedia, semakin kecil dividen yang bisa
dibagikan.
Jansen (1986) menyatakan bahwa walaupun jumlah arus kas bebas yang tersedia
saat ini dalam jumlah yang besar, namun dalam hal menentukan kebijakan dividen,
manajemen juga harus memperhatikan arus kas masa depan, karena apabila manajemen
meningkatkan jumlah pembayaran dividen sedangkan arus kas masa depan yang belum
pasti, maka dapat menyebabkan dividend cut di masa depan dan berpengaruh terhadap
penurunan harga saham.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai hubungan antar variabel maka
skema kerangka pemikiran tentang pengaruh kebijakan hutang, insider ownership dan arus
kas bebas terhadap kebijakan dividen dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Financial Leverage
Insider Ownership
Kebijakan Dividen
Arus Kas Bebas
23
Gambar 2.1: Skema Kerangka Pemikiran
2.6.4 Penelitian Sebelumnya
Ringkasan mengenai penelitian sebelumnya dapat dilihat di Tabel 2.1
Tabel 2.1Penelitian Sebelumnya
No. Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian1. Sutrisno (2001) Analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada perusahaan Publik di Indonesia
1. Variabel independen posisi kasi (cash position) dan debt to equity ratio (DER) berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio (DPR)
2. Variabel growth potential, firm size, profitability, dan holding tidak menunjukkan pengaruh yang cukup signifikan
2. Hatta (2002) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen: Investigasi Pengaruh Teori Stakeholder.
1. Variabel net organizational capital dan besarnya perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap DPR.
2. Kepemilikan insider, konsentrasi kepemilikan, free cash flow, dan pertumbuhan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap DPR.
3. Prihantoro (2003)
Estimasi pengaruh Dividend payout ratio pada perusahaan public di Indonesia
posisi kas dan rasio hutang terhadap modal berpengaruh signifikan terhadap DPR baik secara parsial maupun secara simultan
4. Nuringsih (2005)
Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Hutang, ROA, dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen: Studi 1995-1996.
1. Variabel managerial ownership tidak membuktikan pengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.
2. Debt to equity ratio dan ROA membuktikan pengaruh negatif dengan kebijakan dividen.
3. Variabel firm size membuktikan pengaruh positif dengan kebijakan dividen, tetapi tidak signifikan.
24
4. Berdasarkan pengelompokkan managerial ownership, tingkat kepemilikan rendah ataupun tinggi berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.
5. Suwaldiman dan Azis (2006)
Pengaruh Insider Ownership dan Risiko pasar terhadap Kebijakan Dividen
1. Kepemilikan insider tidak mempengaruhi kebijakan dividen secara negatif
2. Risiko Pasar juga tidak mempengaruhi kebijakan Dividen secara negatif.
6. Pradessya (2006)
Pengaruh Insider Ownership, Dispersion of Ownership, Free Cash Flow, Collaterizable Asset dan Tingkat Pertumbuhan Terhadap Kebijakan Dividen.
1. Insider ownership, dispersion of ownership, free cash flow secara parsial berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen.
2. Collaterizable asset tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen.
3. Tingkat pertumbuhan berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.
7. Al-Malkawi (2007)
Determinant of corporate dividend policy in Jordan: an application of the Tobit model
1. Insider ownership dan debt to equity ratio (DER) berpengaruh secara negatif signifikan terhadap pembayaran dividen.
2. Tax rate tidak berpengaruh secara signifikan terhadap corporate dividend policy di Jordan.
8. Rosdini (2009) Pengaruh free cash flow terhadap dividen payout ratio.
Variabel free cash flow menunjukkan pengaruh positif terhadap DPR
2.7 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dibuat sebelumya, maka hipotesis
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
H1: Financial leverage, insider ownership dan arus kas bebas secara simultan berpengaruh
terhadap kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
H2: Financial leverage berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
25
H3: Insider ownership berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
H4: Arus kas bebas berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.