Upload
anonymous-uqpvq3o
View
214
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAHHUKUM AGRARIA
SUBYEK HAK MILIK ATAS TANAH DI INDONESIA
Oleh :
Kata Pengantari
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai .
Tidak lupa juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke
depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalama, saya yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu saya
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi dapat membuat kesempurnaan pada makalah ini.
Manado, April
2016
Penyusun
i
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan 1
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Dari Penulisan
2
Bab II Pembahasan 3
A. Definisi Dan Penjelasan Umum 3
B. Subyek Hak Milik Atas Tanah
7
Bab III Penutup 14
A. Kesimpulan 14
B. Saran 15
Daftar Pustaka 16
ii
Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan
manusia, dengan adanya tanah kita bisa mendapatkan tempat tinggal
dengan mendirikan rumah ditanah yang kita miliki, membangun
tempat penghasilan untuk menghidupi keluarga atau diri kita masing-
masing.
Pertahanan diIndonesia di atur dalam Undang-Undang No.5 Tahun
1960 tentang landasan Hukum Pokok Agraria yang mempunyai
landasan hukum yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945
yang ada dalam bab XIV tentang Kesejahteraan Sosial Pasal 33 ayat
(3).
Pengertian bumi meliputi permukaan bumi (yang disebut dengan
tanah), tubuh bumi dibawahnya serta yang berada di bawah air (pasal
1 ayat 4). Dengan demikian tanah meliputi apa yang ada di daratan
dan apa yang ada di bawah laut.
Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 4
ayat (1) UUPA, yaitu Atas dasar hak mengusasai dari negara atas
tanah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya
macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang
dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik 1
sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-
badan hukum.
Dari penjelasan singkat di atas dapat di ambil beberapa masalah
dari penjelasan tersebut, tertulis di bawah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Siapa sajakah yang dapat mempunyai Hak Milik Atas Tanah di
Indonesia?
2. Apakah warga negara asing dapat memperoleh Hak Milik Atas
Tanah?
C. Tujuan Dari Penulisan
1. Untuk mengetahui siapa sajakah yang dapat memiliki Hak Milik
Atas Tanah di Indonesia.
2. Untuk mengetahui apakah seorang warga negara asing dapat
memperoleh Hak Milik Atas Tanah yang ada di Indonesia.
2
Bab II
PEMBAHASAN
A.Definisi Dan Penjelasan Umum
Sebelum kita berbicara lebih lanjut mengenai hak atas tanah, apa
itu hak atas tanah? Secara umum hak atas tanah bisa dikatakan
adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang
mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat
atas tanah tersebut. UUPA mengatakan pengertian hak atas tanah
ditulis dalam pada pasal 33 ayat (1) UUD 1945, dikatakan bahwa
“bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai
oleh Negara”.
Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Hak
menguasai dari Negara termaksud dalam UUPA (pasal 1 ayat 2)
memberi wewenang kepada negara untuk :
Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan dan memeliharaan bumi, air dan
ruang angkasa tersebut;
3
Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang
mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam
pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi,
yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dapat dipunyai
oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang
lain serta badan hukum (UUPA Pasal 4, Ayat 1). Pasal ini memberikan
wewewang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan
demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya,
sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan
dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-
undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ialah:
1. Hak Milik
Hak milik dia tur dalam Pasal 20 – 27 Undang-undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Pengertian
hak milik menurut ketentuan Pasal 20 ayat (1) UUPA adalah hak yang
turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas
tanah dengan mengingat ketentuan Pasal 6 UUPA. Hak yang terkuat
dan terpenuh yang dimaksud dalam pengertian tersebut bukan
4
berarti hak milik merupakan hak yang bersifat mutlak, tidak terbatas
dan tidak dapat diganggu gugat, sebagaimana dimaksud dalam hak
eigendom, melainkan untuk menunjukan bahwa di antara hak-hak
atas tanah, hak milik merupakan hak yang paling kuat dan penuh.
Hak milik dikatakan merupakan hak turun temurun karena hak
milik dapat diwariskan oleh pemegang hak kepada ahli warisnya. Hak
milik sebagai hak yang terkuat berarti hak tersebut tidak mudah
dihapus dan mudah dipertahankan terhadap gangguan dari pihak
lain. Terpenuh berarti hak milik memberikan wewenang yang paling
luas dibandingkan dengan hak-hak yang lain. Ini berarti hak milik
dapat menjadi induk dari hak-hak lainnya, misalnya pemegang hak
milik dapat menyewakannya kepada orang lain. Selama tidak dibatasi
oleh penguasa, maka wewenang dari seorang pemegang hak milik
tidak terbatas. Selain bersifat turun temurun, terkuat dan terpenuh,
hak milik juga dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
2. Hak Guna Usaha
Mengenai hak guna usaha diatur dalam Pasal 28 – 34 Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
(UUPA). Ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam UUPA kemudian
dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996
tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas
Tanah (selanjutnya disebut PP 40/1996). Menurut ketentuan Pasal 28
ayat (1) UUPA, hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan
5
tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu
tertentu untuk usaha pertanian, perikanan atau peternakan.
3. Hak Guna Bangunan
Hak guna bangunan diatur dalam Pasal 35 – 40 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(selanjutnya disebut UUPA). Pengaturan lebih lanjut mengenai hak
guna bangunan tersebut kemudian diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah (selanjutnya disebut PP
40/1996). Pasal 35 ayat (1) UUPA menerangkan pengertian hak guna
bangunan sebagai hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-
bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri selama jangka
waktu tertentu.
4. Hak Pakai
Hak pakai diatur dalam Pasal 41 – 43 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(selanjutnya disebut UUPA). Hal-hal yang ditentukan di dalam UUPA
tersebut kemudian dirinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40
Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak
Pakai atas Tanah (selanjutnya disebut PP 40/1996). Pasal 41 ayat (1)
UUPA menentukan sebagai berikut:
6
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil
dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang
lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam
keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang
memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya yang
bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah,
segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-
ketentuan Undang-undang ini.
5. Hak Sewa Untuk Bangunan
Pengertian hak sewa untuk bangunan. Menurut Pasal 44 ayat (1)
UUPA, seorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas
tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain
untuk keprluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya
sejumlah uang sebagai sewa.
Penjelasan-penjelasan yang sebelumnya merupakan penjelasan
umum mengenani permasalahan yang akan kita bahas di bagian
selanjutnya.
B.Subyek Hak Milik Atas Tanah
Pada dasarnya menurut Pasal 9 ayat (2) UUPA mengatakan “Tiap-
tiap warganegara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai
kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah
serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya baik bagi diri sendiri
7
maupun keluarganya”. Jadi itu bisa di katakan bahwa saetiap warga
negara bisa mempunyai hak atas tanah yang ada di Indonesia, serta
juga memanfaatkan hasil yang di dapati dari tanah tersebut. Dengan
dasar hukum Pasal 9 ayat (2) UUPA.
Dari penjelasan yang di atas kita telah mendapati bahwa salah
satu subyek dalam hak atas tanah adalah setiap warga negara
Indonesia. Ada juga badan hukum, badan hukum dapat memiliki hak
milik atas tanah jika badan hukum tersebut mempunyai syarat-syarat
yang telah di berikan oleh pemerintah. Dasar hukum hal tersebut
tertulis dalam Pasal 21 ayat (2) yang berbunyi “Oleh Pemerintah
ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan
syaratsyaratnya”.
Dalam pengertian konteks agraria, tanah berarti permukaan bumi
paling luar berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum
tanah di sini dalam hak penguasaan atas tanahdibagi menjadi dua
aspek, yaitu aspek yuridis dan aspek fisik. Penguasaan tanah secara
yuridis dilandasi oleh suatu hak yang dilindungi oleh hukum dan
umumnya memberikan kewenangan kepada pemegang hak untuk
menguasai tanah tersebut secara fisik. Meskipun demikian,
penguasaan fisik tidak selalu melekat pada pihak yang menguasai
secara yuridis. Disini tidak mengatur tanah dalam segala aspeknya,
melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya saja yaitu aspek
yuridisnya.
8
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memuat beberapa tingkatan atau jenjang
hak penguasaan atas tanah, yaitu:
Hak Bangsa Indonesia;
Hak Menguasai dari Negara;
Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat; danHak-hak
Perorangan/Individual.
Ada juga Hirarki hak-hak atas penguasaan atas tanah dalam
hukum tanah nasional adalah :
1. Hak bangsa Indonesia atas tanah;
2. Hak menguasai negara atas tanah;
3. Hak ulayat masyarakat hukum adat;
4. Hak-hak perseorangan.
Seperti yang telah tertulis di pasal-pasal yang di atas hanya warga
negara Indonesia dan beberapa badan hukum yang di ijinkan dengan
adanya syarat yang dapat memiliki hak atas tanah, tidak tertulis
bagaimana jika adanya keturunan dari negara asing yang memiliki
hak atas tanah. Walaupun pada Pasal 9 ayat (2) UUPA tersebut tidak
9
membedakan mana warga negara yang memiliki kewarganegaraan
tunggal (memiliki satu kewarganegaraan, yaitu Indonesia) dan
kewarganegaraan rangkap (memiliki dua kewarganegaraan yang
satunya Indonesia dan yang satunya lagi kewarganegaraan asing),
pada Pasal 21 ayat (4) UUPA.
Pasal 21 ayat (4) UUPA berbunyi “Selama seseorang di samping
kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing
maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya
berlaku ketentuan dalam ayat 3 pasal ini”.
Di dalam Pasal 21 ayat (3) UUPA mengatakan “Orang asing yang
sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena
pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan,
demikian pula warganegara Indonesia yang mempunyai hak milik dan
setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan
kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu
satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya
kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak
milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum
dan tanahnya jatuh pada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak
pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung”. Yang intinya
mengatakan jika ingin memperoleh hak atas tanah dari suatu warisan
orang tersebut harus merelakan kewarganegaraan asingnya atau
10
merelakan hak warisannya tersebut dan menjadi milik negara, dalam
waktu satu tahun dari saat orang tersebut memperolehnya.
Tidak adanya cara lain dari seorang berkewarganegaraan asing
untuk mempunyai hak milik atas tanah, karena telah tertulis dalam
Pasal 26 ayat (2) “Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan,
pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang
dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak
milik kepada orang asing, kepada seorang warganegara yang
disamping kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan
asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh
Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat 2, adalah batal karena
hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa
pihak-pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua
pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut
kembali”. Dengan bunyi dari pasal tersebut orang dengan
kewarganegaraan asing atau kewarganegaraan rangkap tidak di
perbolehkan untuk memiliki hak milik atas tanah.
Setelah pembahasan mengenai warga dengan kewarganegaraan
asing atau rangkap, perusahaan penanaman modal asing (PMA) juga
tidak bisa mempunyai hak milik atas tanah. Pada prinsipnya, hanya
warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik atas tanah
menurut Pasal 21 ayat (1) UUPA. Untuk PMA yang hendak
menggunakan nama perorangan berkewarganegaraan asing juga
11
tidak dapat memperoleh hak milik atas tanah. Orang asing (yang
berkedudukan di Indonesia) hanya dapat mempunyai hak pakai, hak
sewa dan hak sewa, hak guna bangunan, dan hak guna usaha
menurut UUPA. Dalam bagian Penjelasan Umum UUPA, disebutkan
Dasar-Dasar Dari Hukum Agraria Nasional (poin 5) yaitu:
“Sesuai dengan azas kebangsaan tersebut dalam pasal 1 maka
menurut pasal 9 yo pasal 21 ayat 1 hanya warganegara Indonesia
saja yang dapat mempunyai hak milik atas tanah, Hak milik tidak
dapat dipunyai oleh orang asing dan pemindahan hak milik kepada
orang asing dilarang (pasal 26 ayat 2). Orang-orang asing dapat
mempunyai tanah dengan hak pakai yang luasnya terbatas. Demikian
juga pada dasarnya badan-badan hukum tidak dapat mempunyai hak
milik (pasal 21 ayat 2). Adapun pertimbangan untuk (pada dasarnya)
melarang badan-badan hukum mempunyai hak milik atas tanah, ialah
karena badan-badan hukum tidak perlu mempunyai hak milik tetapi
cukup hak-hak lainnya, asal saja ada jaminan-jaminan yang cukup
bagi keperluan-keperluannya yang khusus(hak guna-usaha, hak guna-
bangunan, hak pakai menurut pasal 28, 35 dan 41)”.
Walaupun begitu pemerintah memberikan kemudahan pelayanan
dan/atau perizinan bagi PMA sebagai badan hukum yang didirikan
berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia untuk
dapat memperoleh hak atas tanah ( Pasal 21 Undang-Undang tentang
Penanaman Modal).
12
Lebih jauh, disebutkan dalam Pasal 22 ayat (1) UUPM bahwa
kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah tersebut
dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat
diperbarui kembali atas permohonan penanam modal, berupa:
a. Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan
puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang
di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat
diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun;
b. Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan
puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di
muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat
diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun; dan
c. Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun
dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus
selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbarui selama
25 (dua puluh lima) tahun. Simak juga artikel Klinik Hukum
sebelumnya mengenai Hak Pakai.
Hak atas tanah sebagaimana disebutkan di halaman sebelumnya
dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus untuk kegiatan
penanaman modal, dengan persyaratan antara lain (Pasal 22 ayat (2)
UUPM):
13
1. Penanaman modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan
terkait dengan perubahan struktur perekonomian Indonesia yang
lebih berdaya saing;
2. Penanaman modal dengan tingkat risiko penanaman modal yang
memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai
dengan jenis kegiatan penanaman modal yang dilakukan;
3. Penanaman modal yang tidak memerlukan area yang luas;
4. Penanaman modal dengan menggunakan hak atas tanah negara;
dan
5. Penanaman modal yang tidak mengganggu rasa keadilan
masyarakat dan tidak merugikan kepentingan umum.
Jadi, apabila pemegang saham dari PMA tersebut menginginkan
untuk memperoleh tanah dengan status hak milik atas nama orang
asing, hal itu tidak dimungkinkan oleh peraturan perundang-
undangan di Indonesia.
Bab III
14
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seperti yang terlah tertulis dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA),
ayat (1) yang berbunyi “Hanya warganegara Indonesia dapat
mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang
angkasa, dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2”. Dari ayat (1)
tersebut dapat kita ketahui bahwa hanya warganegara Indonesia
yang dapat memiliki hubungan sepenuhnya atas tanah yang ada di
Indonesia.
Dalam ayat (2) dapat diketahui juga bahwa tiap-tiap warga
Indonesia mempunyai hak memperoleh hak atas tanah untuk
menggunakan dan memanfaatkan hasil yang ada sebaik-baik
mungkin untuk menghidupi kelaurga kita ataupun diri kita masing-
masing.
Selanjutnya, bagi warganegara asing atau yang
berkewarganegaraan rangkap dapat di ketahui dari pembahasan di
atas meskipun ada suatu Pasal yang mengatakan bahwa
warganegara asing atau yang berkewarganegaraan rangkap tersebut
dapat mempunyai hak milik atas tanah di Indonesia, tetapi mereka
harus mengorbankan warganegara asing tersebut karena telah
tertulis di UUPA Pasal 21 Ayat (3). Walaupun begitu tetap juga
15
warganegara asing atau kewarganegaraan rangkap harus
mendapatkan suatu wasiat agar pasal tersebut dapat berlaku bagi
yang bersangkutan.
Kita juga telah mengetahui bagaimana badan hukum yang dapat
memiliki hak milik jika telah adanya syarat-syarat dari pemerintah,
dan bagi PMA tidak bisa mendapatkan hak milik tetapi diberi
keringanan dnegan adanya Pasal 21 dan Pasal 22 UUPM.
B. Saran
Dari pembahasan yang telah di lakukan, disarankan agar
pemerintah lebih menagaskan mana yang seharusnya dapat di miliki
oleh warganegara dan mana yang dapat dimiliki oleh pemerintah.
Begitu juga dengan mempertanggung jawab atas apa yang tertulis
agar hak atas tanah warganegara tidak bercampur dengan hak
pemerintah atau hak atas tanah orang lain.
16
Daftar Pustaka
Sholihul, A. Undang-Undang Agraria Dan Pendaftaran Tanah. Rona
Publishing
https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_atas_tanah
https://realmaczman.wordpress.com/2011/06/15/hak-atas-tanah-
menurut-uupa/
http://www.jurnalhukum.com/hak-milik/
http://www.jurnalhukum.com/hak-guna-usaha/
http://www.jurnalhukum.com/hak-guna-bangunan/
http://www.jurnalhukum.com/hak-pakai/
http://www.jurnalhukum.com/macam-macam-hak-penguasaan-atas-
tanah/
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6035/pemilikan-tanah-
untuk-kegiatan-pma
http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/uu-bi/Documents/
UU25Tahun2007PenanamanModal.pdf
17