131
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Hubungan agama dan negara telah menjadi faktor kunci dalam sejarah peradaban /kebiadaban umat manusia. Hubungan antara keduanya telah melahirkan kemajuan besar dan menimbulkan malapetaka besar. Tidak ada bedanya, baik ketika negara bertahta di atas agama pra abad pertengahan, ketika negara di bawah agama di abad pertengahan atau ketika negara terpisah dari agama setelah abad pertengahan, atau di abad modern sekarang ini. Ketika negara diatas agama pra abad pertengahan dan ketika negara di dibawah agama sudah lewat. Bahwa masih ada sisa sisa masa lalu, dalam urusan apa pun termasuk hubungan negara agama, bisa terjadi. Akan tetapi, sekurang kurangnya secara teori, kini kita telah merasa cocok ketika negara terpisah dari agama pasca abad pertengahan, atau di abad modern sekarang ini. Dalam ronde ini bisebut dengan ronde sekular, di mana agama dan negara harus terpisah, dengan wilayah jurisdiksinya masing masing. Agama untuk urusan pribadi, negara untuk urusan publik. Sejauh ini kita beranggapan hubungan sekularistik untuk agama negara merupakan opsi yang terbaik. Dalam pola hubungan ini, agama tidak lagi bisa memperalat negara untuk melakukan kedzaliman atas nama Tuhan; demikian pula negara tidak lagi bisa memperalat agama untuk kepentingan penguasa. Akan tetapi persoalan hubungan agama-negara sesederhana itu? Bahwa pola hubungan sekularistik pada mulanya merupakan “wisdom” yang didapat oleh masyarakat Barat dari sejarah panjang hubungan raja dan gereja, kiranya jelas. Bagi umat Islam sendiri, Barat atau Timur sesungguhnya bukan merupakan kategori benar salah atau baik buruk. Barat bisa benar, Timur bisa salah; tapi juga bisa sebaliknya. 1. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian negara dari berbagai sudut pandang?

BAB I.docx

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN1. Latar BelakangHubungan agama dan negara telah menjadi faktor kunci dalam sejarah peradaban /kebiadaban umat manusia. Hubungan antara keduanya telah melahirkan kemajuan besar dan menimbulkan malapetaka besar. Tidak ada bedanya, baik ketika negara bertahta di atas agama pra abad pertengahan, ketika negara di bawah agama di abad pertengahan atau ketika negara terpisah dari agama setelah abad pertengahan, atau di abad modern sekarang ini.Ketika negara diatas agama pra abad pertengahan dan ketika negara di dibawah agama sudah lewat. Bahwa masih ada sisa sisa masa lalu, dalam urusan apa pun termasuk hubungan negara agama, bisa terjadi. Akan tetapi, sekurang kurangnya secara teori, kini kita telah merasa cocok ketika negara terpisah dari agama pasca abad pertengahan, atau di abad modern sekarang ini. Dalam ronde ini bisebut dengan ronde sekular, di mana agama dan negara harus terpisah, dengan wilayah jurisdiksinya masing masing. Agama untuk urusan pribadi, negara untuk urusan publik.Sejauh ini kita beranggapan hubungan sekularistik untuk agama negara merupakan opsi yang terbaik. Dalam pola hubungan ini, agama tidak lagi bisa memperalat negara untuk melakukan kedzaliman atas nama Tuhan; demikian pula negara tidak lagi bisa memperalat agama untuk kepentingan penguasa.Akan tetapi persoalan hubungan agama-negara sesederhana itu? Bahwa pola hubungan sekularistik pada mulanya merupakan wisdom yang didapat oleh masyarakat Barat dari sejarah panjang hubungan raja dan gereja, kiranya jelas. Bagi umat Islam sendiri, Barat atau Timur sesungguhnya bukan merupakan kategori benar salah atau baik buruk. Barat bisa benar, Timur bisa salah; tapi juga bisa sebaliknya.1. Rumusan Masalah1. Apa pengertian negara dari berbagai sudut pandang?2. Bagaimana hubungan antara negara dengan agama?3. Bagaimana Konsep Negara dengan agama ?1. TujuanSetelah kita mengkaji negara dan agama dari berbagai aspek, maka kita akan dapat mengetahui bagaimana hubungan antara negara dan agama, dimanakah letah titik temu antara negara dan agama.Dalam hal ini perlu diperhatikan tentang pengertian negara dan agama terlebih dahulu. Agar kita dapat menyimpulkan hubungan antara keduanya.BAB IIPEMBAHASANA. Pengertian NegaraIstilah Negara merupakan terjemahan dari kata asing, yakni state(bahasa Inggris), staat (bahasa Belanda dan Jerman), dan etat (bahasa Prancis). Kata state,staat, etat diambil dari kata bahasa latin status atau statum, yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.Secara terminology, Negara adalah organisasi tertinggi diantara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup dalam daerah tertentu dan mempunyai pemerintah yang berdaulat. Dengan demikian unsur dalam sebuah Negara terdiri dari masyarakat(rakyat), adanya wilayah(daerah), dan adanya pemerintah yang berdaulat.Menurut Roger H. Soltao, Negara adalah alat (agency) atau wewenang yang mengatur persoalan bersama atas nama masyarakat.Sedangkan menurut islam, dalam Al-Quran dan Al- Sunnah pengertian Negara tidak dijelaskan secara eksplinsit, hanya trdapat prinsip-prinsp dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan mengembangkan paradigma tentang teori khifalah dan imamah.Tujuan Negara ada bermacam-macam diantaranyalah adalah :a) Memperluas kekuasaan.b) Menyelenggarakan ketertiban hukum.c) Mencapai kesejahteraan hukum.Unsur-unsur negara Terdiri dari : rakyat, wilayah dan pemerintah.Teori tentang terbentuknya negaraa) Teori Kontrak Sosial(Social Contract), dibentuk berdasarkan perjanjian perjanjian masyarakat.b) Teori Ketuhanan, dibentuk oleh Tuhan dan pemimpin-pemimpin negara ditunjuk oleh Tuhanc) Teori Kekuatan. dibentuk dengan penaklukan dan pendudukan.d) Teori OrganisNegara disamakan dengan makhluk hidup, manusia atau binatang individu yang merupakan komponen-komponen negara dianggap sebagai sel-sel dari makhluk hidup itu.e) Teori HistorisLembaga-lembaga social tidak dibuat, tetapi tumbuh secara revolusioner sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan manusia.Bentuk-bentuk Negaraa) Negara KesatuanNegara kesatuan merupakan bentuk suatu Negara yang merdeka dan berdaulat.Dengan satu pemerintah yang mengatur seluruh daerah.b) Negara serikatKekuasaan asli dalam negara federasi merupakan tugas Negara bagian, karena ia berhubungan dengan rakyatntya, sementara Negara federasi bertugas untuk menjalankan hubungan luar Negeri. Pertahanan Negara. Keuangan dan urusan pos. selain kedua bentuk Negara tersebut. Bentuk Negara kedalam tiga kelompok yaitu: monarki, olgarki, dan demokrasi.B. Negara dan AgamaNegara dan agama merupakan persoalan yang banyak menimbulkan perdebatan (discoverese) yang terus berkelanjutan di kalangan para ahli.1. Hubungan agama dan Negara menurut paham teokrasiNegara menyatu dengan agama. Karena pemerintahan menurut paham ini di jalankan berdasarkan firman-firman tuhan segala kata kehidupan dalam masyarakat bangsa, Negara di lakukan atas titah Tuhan.2. Hubungan Agama dan Negara menurut paham sukulerNorma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan. Meskipun mungkin norma-norma tersebut bertentangan dengan norma-norma agama.3. Hubungan Agama dengan Kehidupan ManusiaKehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat Negara. Sedangkan Agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk manusia, agama merupakan keluhan makhluk tertindas.C. Konsep Relasi Negara dan AgamaKetegangan perdebatan tentang hubungan agama dan Negara ini di ilhami olehhubungan yang agak canggung antara islam. Sebagai agama(din) dan Negara (dawlah), agama dan Negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan dua lembaga politik dan sekaligus lembaga agama.1) Paradigma integralistikAgama dan Negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu dan dinyatakan bahwa negara merupakan suatu lembaga.2) Paradigma SimbiotikAntara agama dan Negara merupakan dua identitas yang berbeda. Tetapi saling membutuhkan oleh karenanya, konstitusi yang berlaku dalam paradigma ini tidak saja berasal dari adanya social contract, tetapi bisa saja diwarnai oleh hukum agama (syariat)3) Paradigma SekularistikAgama dan Negara merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain memiliki dan satu sama lain memiliki garapannya bidangnya masing-masing. Sehingga keberadaannya harus di pisahkan dan tidak boleh satu sama lain melakukan intervensi berdasar pada pemahaman yang dikotomis ini. Maka hokum positif yang berlaku adalah hokum yang betul-betul berasal dari kesepakatan manusia.Berbicara mengenai hubungan agama dan negara di Indonesia merupakan persoalan yang menarik untuk dibahas, penyebabnya bukan karena penduduk Indonesia mayoritas islam tetapi karena persoalan yang muncul sehingga menjadi perdebatan di kalangan beberapa ahli. Untuk mengkaji lebih dalam mengenai hal tersebut maka hubungan agam dan negara dapat digolongkan menjadi 2 :Hubungan Agama dan Negara yang Bersifat Antagonistik .Maksud hubungan antagonistik adalah sifat hubungan yang mencirikan adanya ketegangan antar negara dengan islam sebagai sebuah agama. Sebagai contohnya adalahPada masa kemedekaan dan sampai pada masa revolusi politik islam pernah dianggap sebagai pesaing kekuasaan yang dapat mengusik basis kebangsaan negara. Sehingga pesepsi tersebut membawa implikasi keinginan negara untuk berusaha menghalangi dan melakukan domestika terhadap idiologi politik islam. Hail itu disebabkan pada tahun 1945 dan dekade 1950-an ada 2 kubu ideologi yang memperebutka Negara Indonesia, yaitu gerakan islam dan nasionalis.Gerakan nasionalis dimulai dengan pembentukan sejumlah kelompok belajar yang bersekolah di Belanda. Mahasiswa hasil didikan belanda ini sangat berbakat dan merasa terkesan dengan kemajuan teknis di Barat. Pada waktu itu pengetahuan agama sangat dangkal sehingga mahasiswa cenderung menganggap bahwa agama tidak mampu menyelesaikan berbagai persoalan. Sehingga untuk menuju kemerdekaan, nasionalis mengambil jalan tengah dengan mengikuti tren sekuler barat dan membatasi peran agama dalam wilayah kepercayaan dan agama individu.Akibatnya, aktivispolitik Islam gagal untuk menjadikan Islam sebagai ideologi atau agama negara pada 1945 serta pada dekade 1950-an, mereka juga sering disebut sebagai kelompok yang secara politik minoritas atau outsider.Di Indonesia, akar antagonisme hubungan politik antara Islam dan negara tak dapat dilepaskan dari konteks kecenderungan pemahaman keagamaan yang berbeda. Awal hubungan yang antagonistik ini dapat ditelusuri dari masa pergerakan kebangsaan ketika elit politik nasional terlibat dalam perdebatan tentang kedudukan Islam di alam Indonesia merdeka. Upaya untuk menciptakan sebuah sintesis yangmemungkinkan antara Islam dan negara terus bergulir hingga periode kemerdekaan dan pasca-revolusi. Kendatipun ada upaya-upaya untuk mencarikan jalan keluar dari ketegangan ini pada awal tahun 1970-an, kecenderungan legalistik, formalistik dan simbolistik itu masih berkembang pada sebagian aktivis Islam pada dua dasawarsa pertama pemerintahan Orde Baru ( kurang lebih pada 1967-1987).Hubungan agama dan negara pada masa ini dikenal dengan antagonistik, di mana negara betul-betul mencurigai Islam sebagai kekuatan potensial dalam menandingi eksistensi negara. Di sisi lain, umat Islam sendiri pada masa itu memiliki ghirah atau semangat yang tinggi untuk mewujudkan Islam sebagai sumber ideologi dalam menjalankan pemerintahanHubungan Agama dan Negara yang bersifat AkomodatifMaksud hubungan akomodatif adalah sifat hubungan dimana negara dan agama satu sama lain saling mengisi bahkan ada kecenderungan memiliki kesamaan untuk mengurangi konflik( M. imam Aziz et.al.,1993: 105). Pemerintah menyadari bahwa umat islam merupakan kekuatan politik yang potensial, sehingga Negara mengakomodasi islam.Jika islam ditempatkan sebagai out-side Negara maka konflik akan sulit dihindari yang akhirnya akan mempengaruhi NKRI. Sejak pertengahan tahun 1980-an, ada indikasi bahwa hubungan antara Islam dan negara mulai mencair, menjadi lebih akomodatif dan integratif.Hal ini ditandai dengan semakin dilonggarkannya wacana politik Islam serta dirumuskannya sejumlah kebijakan yang dianggap positif oleh sebagian (besar) masyarakat Islam. Kebijakan-kebijakan itu berspektrum luas, ada yang bersifat:1. Struktural , yaitu dengan semakin terbukanya kesempatan bagi para aktivis Islam untuk terintegrasikan ke dalam Negara.2. Legislatif , misalnya disahkannya sejumlah undang-undang yang dinilai akomodatif terhadap kepentingan Islam.3. Infrastructural, yaitu dengan semakin tersedianya infrastruktur-infrastruktur yang diperlukan umat Islam dalam menjalankan tugas-tugas keagamaan.4. Kultural, misalnya menyangkut akomodasi Negara terhadap islam yaitu menggunakan idiom-idiom perbendaharaan bahasa pranata ideologis maupun politik negara.Melihat sejarah di masa orde baru, hubungan Soeharto dengan Islam politik mengalami dinamika dan pasang surut dari waktu ke waktu. Namun, harus diakui Pak Harto dan kebijakannya sangat berpengaruh dalam menentukan corak hubungan negara dan Islam politik di Indonesia.Alasan Negara berakomodasi dengan islam pertama, karena Islam merupakan kekuatan yang tidak dapat diabaikan jikaa hal ini dilakukan akan menumbulkan masalah politik yang cukup rumit.Kedua, di kalangan pemerintahan sendiri terdapat sejumlah figur yang tidak terlalu fobia terhadap Islam, bahkan mempunyai dasar keislaman yang sangat kuat sebagai akibat dari latar belakangnya.Ketiga, adanya perubahan persepsi, sikap, dan orientasi politik di kalangan Islam itu sendiri. Sedangkan alas an yang dikemukakan menurut Bachtiar, adalah selama dua puluh lima tahun terakhir, umat Islam mengalami proses mobilisasi-sosial-ekonomi-politik yang berarti dan ditambah adanya transformasi pemikiran dan tingkah politik generasi baru Islam.Hubungan islam dan negara berawal dari hubungan antagonistik yang lambat laun menjadi akomodatif. Adanya sikap akomodatif ini muncul ketika umat Islam Indonesia ketika itu dinilai telah semakin memahami kebijakan negara, terutama dalam masalah ideologi Pancasila.Sesungguhnya sintesa yang memungkinkan antara Islam dan negara dapat diciptakan. Artikulasi pemikiran dan praktik politik Islam yang legalistik dan formalistik telah menyebabkan ketegangan antara Islam dan negara. Sementara itu, wacana intelektualisme dan aktivisme politik Islam yang substansialistik, sebagaimana dikembangkan oleh generasi baru Islam, merupakan modal dasar untuk membangun sebuah sintesa antara Islam dan negara.BAB IIIPENUTUPKesimpulanJadi dapat disimpulkan bahwa hubungan islam dan negara berawal dari hubungan antagonistik yang lambat laun menjadi akomodatif dan sikap akomodatif muncul ketika umat Islam Indonesia dinilai telah semakin memahami kebijakan negara, terutama dalam masalah ideologi pancasila.Oleh karena itu sintesa dimungkinkan dapat terjadi. Artikulasi pemikiran dan praktik politik Islam yang legalistik dan formalistik sebagai penyebab ketegangan antara Islam dan negara. Sedangkan wacana intelektualisme dan aktivisme politik Islam yang substansialistik merupakan modal dasar.DAFTAR PUSTAKA Azra, Azyumardi.2003.Demokrasi, Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani. Jakaarta : ICCE UIN http://petuahmoenir.blogspot.com/2008/10/gamal-al-banna-relasi-agama-dan-negara.html http://hubungan islam dan Negara di Indonesia.

1. PENDAHULUANAgama di negeri ini diposisikan pada tempat yang sangat strategis. Sekalipun disebutkan bahwa Indonesia bukan sebagai negara yang berdasarkan agama, tetapi pemerintah memberikan perhatian yang sedemikian luas dan besar terhadap kehidupan beragama. Sejak lahir, pemerintah negeri ini menunjuk satu departemen tersendiri yang bertugas melakukan pembinaan dan pelayanan terhadap semua agama yang ada, yaitu Departemen Agama. Lebih dari itu, pelaksanaan ritual agama pun mendapatkan perhatian dan pelayanan dari pemerintah. Seperti misalnya penyelenggaraan ibadah haji, puasa di bulan ramadhan, pemerintah ambil bagian dalam penentuan awal dan akhir bulan ramadhan. Demikian pula pada peringatan hari besar keagamaan, semua agama, dijadikan sebagai hari libur nasional. Lebih dari itu, simbol keagamaan misalnya mulai dari yang paling sederhana, bahwa hampir setiap pejabat pemerintah tatkala memulai pidato memberikan nuansa agama, misalnya mengucapkan salam dan memuji Tuhan, dengan menggunakan cara Islam bagi pejabat muslim, dan begitu pula bagi agama lainnya Ayat-ayat suci al Quran banyak disitir atau dijadikan referensi dalam berbagai pidato oleh para pejabat pemerintah.

Memang dalam beberapa hal, ada sementara pihak menuntut lebih dari itu. misalnya, agar hukum Islam dijadikan sebagai dasar hukum positif. Usulan ini selain didasarkan atas pertimbangan bahwa kaum muslimin merupakan mayoritas penduduk negeri ini, juga dijamin bahwa jika usulan itu disetujui maka pemeluk agama lain tetap akan terlindungi. Hal itu sangat dimungkinkan, kerena hukum Islam sesungguhnya akan melindungi siapapun, termasuk bagi mereka yang memeluk agama lain. Begitu pula, muncul isu di wilayah yang mayoritas masyarakatnya beragama nasrani, mengajukan tuntutan serupa. Aspirasi tersebut sampai saat ini belum mendapatkan respon. Keinginan itu agaknya sulit dipenuhi atas dasar pandangan bahwa negeri ini bukan berdasar agama, melainkan Pancasila dan UUD 1945. Agama tidak dijadikan sebagai dasar mengatur negara, tetapi agama diposisikan sebagai pedoman berperilaku dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Namun nilai-nilai universal agama, seperti keadilan, kejujuran, saling menghormati sesama, kasih sayang, kebersamaan, bermusyawarah, dan lain-lain dijadikan sebagai sumber atau ruh dalam menyusun berbagai aturan, pedoman, dan bahkan undang-undang negara. 2. HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARANegara dan agama merupakan persoalan yang banyak menimbulkan perdebatan (discourse) yang terus berkelanjutan dikalangan para ahli. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pandangan dalam menerjemahkan agama sebagai bagian dari Negara atau Negara bagian dari dogma agama. Pada hakekatnya, Negara sendiri diartikan secara umum sebagai suatu persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrati manusia sebagai makhlu individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu, sifat dasar kodrat manusia tersebut merupakan sifat dasar Negara sebagai manifestasi kodrat manusia secara horizontal dalam hubungan manusia dengan manusia lain untuk mencapai tujuan bersamaan. Dengan demikian, Negara memiliki sebab akibat langsung dengan manusia karena manusia adalah pendiri Negara itu sendiri.Dalam memahami hubungan agama dan Negara ini, akan dijelaskan beberapa konsep hubungan agama dan Negara menurut beberapa aliran, antara lain paham teokrasi, paham sekuler dan paham komunis. 1. Hubungan Agama dan Negara menurut Paham TeokrasiDalam paham teokrasi, hubungan agama dan Negara digambarkan sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengna agama, karena pemerintah menurut paham ini dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan, segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa, dan Negara dilakukan atas titah Tuhan. Dengan demikian, urusan kenegaraan atau politik, dalam paham teokrasi juga diyakini sebagai manifestasi firman Tuhan.Dalam perkembangannya, paham teokrasi terbagi ke dalam dua bagian, yakni paham teokrasi langsung dan paham teorasi tidak langsung. Menurut paham teokrasi langsung, pemerintahan diyakini sebagai otoritas Tuhan secara langsung pula. Adanya Negara di dunia ini adalalah atas kehendak Tuhan, dan oleh karena itu yang memerintah adalah Tuhan pula. Sementara menurut pemerintahan teokrasi tidak langsung yang memerintah bukanlah Tuhan sendiri, melainkan yang memerintah adalah raja atau kepala Negara atau raja yang diyakini memerintah atas kehendak Tuhan.Kerajaan Belanda dapat dijadikan contoh untuk model ini. Dalam sejarah, raja di Negara Belanda diyakini sebagai pengemban tugas suci yaitu kekuasaan yang merupakan amanat suci (mission sacre) dari Tuhan untuk memakmurkan rakyatnya. Politik inilah yang diterapkan oleh pemerintahan Belanda ketika menjajah Indonesia. Mereka meyakini bahwa raja mendapat amanat suci dari Tuhan untuk bertindak sebagai wali dari wilayah jajahnnya itu. Dalam sejarah, politik Belanda seperti ini disebut politik etis (etische polities).Dalam pemerintah teokrasi tidak langsung, system dan norma-norma dalam Negara dirumuskan berdasarkan firman-firman Tuhan. Dengan demikian, Negara menyatu dengan agama. Agama dan Negara tidak dapat dipisahkan.2. Hubungan Agama dan Negara Menurut Paham SekulerSelain paham teokrasi, terdapat pula paham sekuler dalam praktik pemerintahan dalam kaitan hubungan agama dan Negara. Paham sekuler memisahkan dan membedakan antara agama dan Negara . dalam Negara sekuler, tidak ada hubungan antara system kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini, Negara adalah urusan hubungan manusia dengan manusia lain, atau urusan dunia. Sedangkan agama adalah hubungan manusia dengan Tuhan. Dua hal ini menurut paham sekuler tidak dapat disatukan.Dalam Negara sekuler, system dan norma hukum positif dipisahkan dengan nilai dan norma agama. Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama dan firman-firman Tuhan, meskipun norma-norma tersebut bertentangn dengan norma-norma agama. Sekalipun paham ini memisahkan antara agama dan Negara, akan tetapi pada lazimnya Negara sekuler membebaskan warga negaranya untuk memeluk agama apa saja yang mereka yakini dan Negara tidak intervensif dalam urusan agama.3. Hubungan Agama dan Negara Menurut Paham KomunismePaham komunisme memandang hakikat hubungan Negara dan agama berdasarkan pada filosofi materialisme-dialektis dan materialisme-historis. Paham ini menimbulakan paham atheis. Paham yang dipelopori oleh Karl Marx ini, memandang agama sebagai candu masyarakat. Menurutnya manusia ditentukan oleh dirinya sendiri. Sementara agama, dalam paham ini, dianggap sebagai suatu kesadaran diri bagi manusia sebelum menemukan dirinya sendiri.Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat Negara. Sedangkan agama dipandang sebagai realitas fantastis makhluk manusia, dan agama merupakan keluhan makhluk tertindas. Oleh karena itu, agama harus ditekan, bahkan dilarang. Nilai yang tertinggi dalam Negara adalah materi, karena manusia sendiri pada hakekatnya adalah materi.3. HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA DALAM ISLAMDalam Islam, hubungan agama dan Negara menjadi perdebatan yang cukup panjang diantara pakar Islam hingga kini. Bahkan menurut Azyumardi Azra perdebatan itu telah berlangsung sejak hampir satu abad, dan belangsung hingga dewasa ini. Lebih lanjut Azra mengatakan bahwa ketegangan perdebatan tentang hubungan agama dan Negara ini diilhami oleh hubungan yang agak canggung antara islam sebagai agama (din) dan Negara (dawlah), berbagai eksperimen dilakuakn dalam menyelaraskan antara din dengan konsep dan kultur politik masyarakat muslim, dan eksperimen tersebut dalam banyak hal sangat beragam.Dalam lintasan historis Islam, hubungan agama dan Negara dan system politik menunjukan fakta yang sangat beragam. Banyak para ulama tradisional beragumen bahawa Islam merupakan system kepercayaan dimana agama memiliki hubungan erat dengan politik. Islam memberikan pandangan dunia dan makna hidup bagi manusia termasuk bidang politik. Dari sudut pandang ini maka pada dasarnya dalam Islam tidak ada pemisahan antara agama (din) dan politik (dawlah). Argumentsi ini sering dikaitkan dengan posisi nabi Muhammad ketika berada di madinah yang membangun system pemerintahan dalam sebuah Negara kota (city-state). Di Madinah Rasulullah berperan sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala agama.Menyikapi realitas empitik tersebut, Ibnu Taimiyah mengatkan bahwa posisi nabi saat itu adalah segai Rasul yang bertugas menyampaikan ajaran (al kitab) bukan sebagai penguasa. Kalaupun ada pemerintahan, itu hanyalah sebuah alat untuk menyampaikan agama dan kekuasaan hanyalah sebagai alat bagi agama bukan suatu ekstensi dari agama. Pendapat Ibnu Taimiyah ini dipertegas dengan ayat al-Quran yang artinya : sesungguhnya kami telah mengutus Rasul-rasul kami yang disertai keterangan-keterangan, dan kami turunkan bersama mereka kitab dan timbangan, agar manusia berlaku adil, dan kami turunkan besi, padanya ada kekuatan yang hebat dan manfaat-manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong-Nya dan (menolong, Rasul-nya yang ghaib (daripadanya) (Q.S 57 : 25). Dari ayat ini, ibnu Taimiyah mengatakan bahwa agama yang benar wajib memiliki buku petunjuk dan pedang penolong. Hal ini dimaksudkan bahwa kekuasaan politik yang disimbolkan dengan pedang menjadi sesuatu yang mutlak bagi agama, tetapi kekuasaan itu bukanlah agama itu sendiri.SyafiI Maarif menegaskan bahwa istilah dawlah yang berarti Negara tidak dijumapi dalam al-Quran. Istilah dawlah memang ada dalam al-Quran, surat QS. 59 (al Hasyr) ayar 7, tetapi bukan bermakna Negara. Istilah tersebut dipakai secara figuratif untuk melukiskan peredaran atau pergantian tangan dari kekayaan.Sama halnya denagn pendapat yang dikemukakan oleh Muhammad Husein haikal. Menurutnya prinsip-prinsip dasar kehidupan kemasyarakatan yang diberikan masyarakat yang diberikan oleh al-Quran dan al-sunnah tidak ada yang langsung berkaitan dengan ketatanegaraan. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa dalam Islam tidak terdapat suatu system pemerintahan yang baku. Umat Islam bebas menganut system pemerintahan yang bagaimanapun asalkan system tersebut menjamin persamaan antara para warganegaranya, baik hak dan kewajiban dan juga dimuka hukum serta pengelolaan urusan Negara diselenggarakan atas syara atau musyawarah dengan berpegang kepada tata nilai moral dan etika yang diajarkan islam.Dalam lintas sejarah dan opini para teoritis politik islam ditemukan beberapa pendapat yang berkenaan dengan konsep hubungan agama dan Negara, antara lain dapat dirangkum ke dalam (tiga) 3 paradigma, yakni integralistik, simbiotik dan sekuleristik.1.Paradigma IntegralistikParadigma integralistik merupakan paham dan konsep hubungan agama dan Negara yang menganggap bahwa agama dan Negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kedaunya merupakan dua lembaga yang menyatu (interated). Ini juga memberikan pengertian bahwa Negara merupakan suatu lembaga politik dan sekaligus lembaga agama. Konsep ini menegaskan kembali bahwa islam tidak mengenal pemisahan antara agama dan politi atau Negara. Konsep seperti ini sama dengan konsep teokrasi.Paradigma ini kemudian melahirkan konsep tentang agama-negara. Yang berarti bahwa kehidupan kenegaraan diatur dengan menggunakan hukum dan prinsip keagamaan. Dari sinilah kemudian paradigma integralistik dikenal juga dengan paham Islam : din wa dawlah. Yang sumber positifnya adalah hukum agama. Paradigma integralistik ini anatara lain dianut oleh kelompok Islam Syiah. Hanya saja Syiah tidak menggunakan term dawlah tetapi dengan term imamah.2.Paradigma Simbiotik-MutualistikMenurut konsep ini, hubungan agama dan Negara dipahami saling membutuhkan dan bersifat timbal balik. Dalam kontek ini, agama membutuhkan Negara sebagai instrument dalam melestarikan dan mengembangkan agama. Begitu juga sebaliknya, Negara juga memerlukan agama, karena agama juga membantu Negara dalam pembinaan moral, etika, dan spiritualitas.Dalam paradigma simbiotik ini, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa adanya kekuasaan yang mengatur kehidupan manusia merupakan kewajiban agama yang paling besar, karena tanpa kekuasaan Negara, maka agama tidak bisa berdiri tegak (Taimiyah, al Siyasah al Syariyyah: 162). Pedapat Ibnu Taimiyah tersebut meligitimasi bahwa antara agama dan Negara merupakan dua entitas yang berbeda, tetapi saling membutuhkan. Oleh karenanya, konstitusi yang berlaku dalam paradigma ini tidak saja berasal dari adanya sosial contract, tetapi bisa saja diwarnai oleh hukum agama (syariat).3.Paradigma SekularistikParadigma sekularistik beranggapan bahwa ada pemisahan (disparitas) antara agama dan Negara. Agama dan Negara merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain memiliki garapan bidangnya masing-masing, sehingga keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh satu sama lain melakukan intervensi. Berada pada pemahaman yang dikotomis ini, maka hukum yang berlaku adalah hukum yang betul-betul berasal dari kesepakatan manusia melalui social contract dan tidak ada kaitannya dengan hukum agama (syariah).Konsep sekularistik ini bisa dilihat dari pendapat Ali Abdul Raziq yang menyatakan bahwa dalam sejarah kenabian Rasulullah saw. Pun tidak ditemukan keinginan Nabi Muhammad SAW. Untuk mendirikan Negara. Rasulullah saw. Hanya penyampaian risalah kepada manusia dan mendakwahkan ajaran agama kepada manusia.4. KESIMPULANPerlu disadari bahwa manusia sebagai warga Negara, adalah juga makhluk sosial dan makhluk Tuhan. Sebagai makhluk social, manusia mempunyai kebebasan untuk memenuhi dan memanifestasikan kodrat kemanusiaanya. Namun, sebagai makhluk Tuhan, manusia juga mempunyai kewajiban untuk mengabdi kepada-Nya dalam bentuk penyembahan atau ibadah yang diajarkan oleh agama atau keyakinan yang dianutnya. Hal-hal yang berkaitan dengan Negara adalah manifestasi dari kesepakatan manusia. Sedangkan hubungan dengan tuhan dalam ajaran agama dalah wahyu dari Tuhan. Oleh Karen itu ada benang emas yang menghubungkan antara agama dan Negara.DAFTAR PUSTAKADaulay, Hamdan, Dkk, Pancasila dan Kewarganegaraan, (Yogyakarta: UIN SUKA, 2005)Kaelani, Pendidikan Pacasila, Yuridis Kenegaraan, (Yogyakarta: Paradigma, 1999)http://tienkrahman.blogspot.com/2010/05/agama-dan-negara.htmlhttp://www.uin-malang.ac.id/hubungan-agama-dan -negara.html

MAKALAH HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangSeperti diketahui, dinamika hubungan agama dan negara telah menjadi faktor kunci dalam sejarah peradaban umat manusia. Di samping dapat melahirkan kemajuan besar, hubungan antara keduanya juga telah menimbulkan malapetaka besar. Tidak ada bedanya, baik ketika negara bertahta di atas agama (pra abad pertengahan), ketika negara di bawah agama (di abad pertengahan) atau ketika negara terpisah dari agama (pasca abad pertengahan, atau di abad modern sekarang ini). Diskusi mengenai agama dan negara masih terus berlanjut di kalangan para ahli. Pada dasarnya yang diperdebatkan adalah perlu tidaknya campur tangan agama dalam urusan kenegaraan. Oleh karenanya, kajian terhadap urgensi beragama dan bernegara menjadi sangat penting. Dari sana kita akan dapat menyimpulkan sebarapa besar peranan agama terhadap negara. Juga perlu dimengerti pandangan berbagai ideologi menyangkut masalah ini.Maka pada makalah ini akan diuraikan tentang pentingnya bernegara dan beragama. Dilanjutkan dengan hubungan antara agama dan negara ditinjau dari paham teokrasi, sekuleris dan komunis. Sehingga nantinya kita dapat menyimpulkan seberapa penting keterlibatan agama dalam negara.Orientasi ke depan adalah kita dapat menjelaskan relasi agama dan negara dalam berbagai ideologi, mampu menganalisa konsep hubungan agama dan negara dalam Islam serta dapat mengkritisi hubungan agama dan negara di Indonesia.B. Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :1. Apakah pengertian agama?2. Bagaimana fungsi agama di masyarakat?3. Apakah pengertian negara?4. Apa yang melatar belakangi timbulnya Negara?5. Apakah hubungan agama dan Negara?

C. Tujuan PenulisanAdapun Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :1. Untuk mengetahui tentang pengertian agama2. Untuk mengetahui fungsi agama di masyarakat3. Untuk mngetahui pengertian negara4. Untuk mengetahui latar belakang timbulnya Negara5. Untuk mengetahui hubungan agama dan Negara

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengetian AgamaKata Agama berasal dari bahasa Sansekerta dari kata a berarti tidak dan gama berarti kacau. Kedua kata itu jika dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau. Jadi fungsi agama dalam pengertian ini memelihara integritas dari seorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan Tuhan, sesamanya, dan alam sekitarnya tidak kacau. Karena itu menurut Hinduisme, agama sebagai kata benda berfungsi memelihara integritas dari seseorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan realitas tertinggi, sesama manusia dan alam sekitarnya. Ketidak kacauan itu disebabkan oleh penerapan peraturan agama tentang moralitas,nilai-nilai kehidupan yang perlu dipegang, dimaknai dan diberlakukan. Pengertian itu jugalah yang terdapat dalam kata religion (bahasa Inggris) yang berasal dari kata religio (bahasa Latin), yang berakar pada kata religare yang berarti mengikat. Dalam pengertian religio termuat peraturan tentang kebaktian bagaimana manusia mengutuhkan hubungannya dengan realitas tertinggi (vertikal) dalam penyembahan dan hubungannya secara horizontal (Sumardi, 1985:71). Agama itu timbul sebagai jawaban manusia atas penampakan realitas tertinggi secara misterius yang menakutkan tapi sekaligus mempesonakan Dalam pertemuan itu manusia tidak berdiam diri, ia harus atau terdesak secara batiniah untuk merespons.Dalam kaitan ini ada juga yang mengartikan religare dalam arti melihat kembali kebelakang kepada hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan tuhan yang harus diresponnya untuk menjadi pedoman dalam hidupnya.Islam juga mengadopsi kata agama, sebagai terjemahan dari kata Al-Din seperti yang dimaksudkan dalam Al-Quran surat 3 : 19 ( Zainul Arifin Abbas, 1984 : 4). Agama Islam disebut Din dan Al-Din, sebagai lembaga Ilahi untuk memimpin manusia untuk mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. Secara fenomenologis, agama Islam dapat dipandang sebagai Corpus syariat yang diwajibkan oleh Tuhan yang harus dipatuhinya, karena melalui syariat itu hubungan manusia dengan Allah menjadi utuh. Cara pandang ini membuat agama berkonotasi kata benda sebab agama dipandang sebagai himpunan doktrin. Komaruddin Hidayat seperti yang dikutip oleh muhammad Wahyuni Nifis (Andito ed, 1998:47) lebih memandang agama sebagai kata kerja, yaitu sebagai sikap keberagamaan atau kesolehan hidup berdasarkan nilai-nilai ke Tuhanan. Walaupun kedua pandangan itu berbeda sebab ada yang memandang agama sebagai kata benda dan sebagai kata kerja, tapi keduanya sama-sama memandang sebagai suatu sistem keyakinan untuk mendapatkan keselamatan disini dan diseberang sana. Dengan agama orang mencapai realitas yang tertinggi. Brahman dalam Hinduisme, Bodhisatwa dalam Buddhisme Mahayana, sebagai Yahweh yang diterjemahkan Tuhan Allah (Ulangan 6:3) dalam agama Kristen, Allah subhana wataala dalam Islam telah dirumuskan agama sebagai berikut: Agama adalah keprihatinan maha luhur dari manusia yang terungkap selaku jawabannya terhadap panggilan dari yang Maha Kuasa dan Maha Kekal. Keprihatinan yang maha luhur itu diungkapkan dalam hidup manusia, pribadi atau kelompok terhadap Tuhan, terhadap manusia dan terhadap alam semesta raya serta isinya ( Sumardi, 1985:75). Uraian Sijabat ini menekankan agama sebagai hasil refleksi manusia terhadap panggilan yang Maha Kuasa dan Maha Kekal. Hasilnya diungkap dalam hidup manusia yang terwujud dalam hubungannya dengan realitas tertinggi, alam semesta raya dengan segala isinya. Pandangan itu mengatakan bahwa agama adalah suatu gerakan dari atas atau wahyu yang ditanggapi oleh manusia yang berada dibawah.

B. Fungsi Agama di MasyarakatPengertian fungsi disini adalah sejauh mana sumbangan yang diberikan agama terhadap masyarakat sebagai usaha yang aktif dan berjalan secara terus menerus. Dalam hal ini ada dua fungsi agama bagi masyarakat diantaranya:a. Agama telah membantu, mendorong terciptanya persetujuan mengenai sifat dan isi kewajiban kewajiban sosial dengan memberikan nilai nilai yang berfungsi menyalurkan sikap sikap para anggota masyarakat dan menciptakan kewajiban kewajiban sosial mereka. Dalam hal ini agama telah menciptakan sistem nilai sosial yang terpadu dan utuh.b. Agama telah memberikan kekuatan penting dalam memaksa dan mempererat adat istiadat yang dipandang bagus yang berlaku di masyarakat.Secara lebih jauh bahwa fungsi agama di masyarakat dapat dilihat dari fungsinya terutama sebagai suatu yang mempersatukan. Dalam pengertian harfiyahnya agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik antara anggota masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Karena nilai-nilai yang mendasari sistem sosial dukungan bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan, maka agama menjamin adanya persetujuan dalam masyarakat. Agama juga cenderung melestarikan nilai-nilai sosial, maka yang menunjukan bahwa nilai-nilai keagamaan tesebut tidak mudah diubah, karena adanya perubahan dalam konsepsi-kosepsi kegunaan dan kesenangan duniawi.

C. Pengertian NegaraNegara adalah organisasi yang didalamnya ada rakyat, wilayah yang permanen, dan pemerintah yang berdaulat. Dalam arti luas, negara merupakan kesatuan sosial (masyarakat) yang diatur secara konstitusional untuk mewujudkan kepentingan bersama. Jadi, negara adalah suatu wilayah yang didiami oleh penduduk secara tetap dan punya sistem pemerintahan.Secara etimologi istilah Negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni state (bahasa Inggris), state (Bahasa Belanda dan Jerman) dan etat (Bahasa Prancis), kata staat, state, etat itu diambil dari kata bahasa Latin status atau statum, yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.Secara terminologi Negara diartikan dengan organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Secara khusus, pengertian negara dapat diketahui dari beberapa ahli kenegaraan, antara lain :1. Menurut Aristoteles, negara adalah persekutuan dari keluarga dan desa guna memperoleh hidup yang sebaik - baiknya.2. Menurut Karl Mark, negara adalah alat yang berkuasa ( kaum borjuis/kapitalis ) untuk menindas atau mengeksploitasi kelas yang lain ( proletariat / buruh ).3. Menurut Logemann, negara adalah organisasi kemasyarakatan ( ikatan kerja ) yang mempunyai tujuan untuk mengatur dan memelihara masyarakat tertentu dengan kekuasaannya.4. Menurut Harold J. Laski, negara adalah suatu masyarakat yang terintegrasi karena punya wewenang yang bersifat memaksa dan secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat.5. Menurut Kranenburg, negara adalah suatu sistem dari tugas - tugas umum dan organisasi yang diatur dalam usaha mencapai tujuan yang juga menjadi tujuan rakyat yang diliputinya, sehingga perlu adanya pemerintahan yang berdaulat.6. Menurut Mr. Soenarko, negara adalah suatu organisasi masyarakat yang mengandung tiga kriteria yaitu ada daerah, warga negara, dan kekuasaan tertentu.7. Menurut Meriam Budiarjo, negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat yang berhasil menuntut warganya untuk taat pada peraturan perundang - undangan melalui penguasaan monopolistis dari kekuasaan yang sah.D. Latar Belakang Timbulnya NegaraAsal mula terjadinya Negara berdasarkan fakta sejarah.a. Penduduk (occupatie)Hal ini terjadi ketika suatu wilayah yang tidak bertuan dan belum dikuasai, kemudian diduduki dan dikuasai. Misalnya Liberia yang diduduki budak budak Negara yang dimerdekakan tahun 1847.b. Peleburan (fusi)Hal ini terjadi ketika Negara Negara kecil yang mendiami suatu wilayah mengadakan perjanjian untuk saling melebur atau bersatu menjadi Negara yang baru. Misalnya terbentuknya federasi Jerman tahun 1871.c. Penyerahan (Cessie)Hal ini terjadi ketika suatu wilayah diserahkan kepada Negara lain berdasarkan sutau perjanjian tertentu.d. Penaikan (Acessie)Hal ini terjadi ketika suatu wilayah terbentuk akibat penaikan lumpur sungai atau dari dasar laut (delta). Kemudian di wilayah tersebut dihuni oleh sekelompok orang sehingga terbentuklah Negara. Misalnya wilayah Negara Mesir yang berbentuk dari delta sungai Nil.Disamping itu terdapat beberapa teori pembentukan Negara, diantaranya adalah:a.Teori Kontrak Sosial Thomas Hobbes (1588-1679) mengemukakan bahwa Negara menimbulkan rasa takut kepada siapapun yang melanggar hukum negara. Jika warga Negara melanggar hukum Negara, tidak segan segan Negara menjatuhkan vonis hukuman mati, keadaan alamiah ditafsirkan suatu keadaan manusia yang hidup bebas dan sederajat menurut kehendak hatinya sendiri dan mengajarkan hidup rukun, tentram, tidak mengganggu hidup, kesehatan, kebebasan, dan milik dari sesamanya.b.Teori KetuhananTeori ketuhanan dekenal juga dengan doktrin teokratis dalam teori asal mula Negara. Teori ini bersifat universal dan ditemukan baik di dunia timur maupun di dunia barat, baik dalam teori maupun praktik. Diabad pertengahan, Bangsa Eropa menggunakan teori ini untuk membenarkan kekuasaan raja raja yang mutlak. Doktrin ini menggunakan hak hak raja yang berasal dari tuhan untuk memerintah dan bertahta sebagai raja (devine right of kings). Doktrin ini lahir sebagai resultante controversial dari kekuasaan politik abad pertengahan.c.Teori KekuatanTeori kekuatan secara sederhana dapat diartikan bahwa Negara yang pertama adalah dominasi dari kelompok yang terkuat terhadap kelompok yang terlemah. Negara dibentuk Negara penaklukan dan pendudukan. Dengan penaklukan dan pendudukan dari kelompok etnis yang lebih kuat atas kelompok etnis yang lebih lemah, dimulailah proses pembentukan Negara.d. Teori OrganisKonsep organis tentang hakikat dan asal mula tebentuknya Negara adalah suatu konsep biologis yang melukiskan Negara dengan istilah istilah ilmu alam. Negara dianggap atau disamakan dengan makhluk hidup, manusia, atau binatang.e. Teori HistoriesTeori histories atau teori evolusionistis (gradualistic theory) merupakan teori yang menyatakan bahwa lembaga lembaga sosial tidak dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan kebutuhan kebutuhan manusia.

E. Hubungan Agama dan NegaraNegara dan agama merupakan persoalan yang banyak menimbulkan perdebatan (discoverese) yang terus berkelanjutan di kalangan para ahli. Berikut penulis menguraikan hubungan agama dan negara menurut beberapa paham.1. Hubungan agama dan negara menurut paham teokrasi Negara menyatu dengan agama. Karena pemerintahan menurut paham ini di jalankan berdasarkan firman-firman tuhan segala kata kehidupan dalam masyarakat bangsa, Negara di lakukan atas titah Tuhan. 2. Hubungan agama dan negara menurut paham sukuler Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan. Meskipun mungkin norma-norma tersebut bertentangan dengan norma-norma agama.3. Hubungan agama dengan kehidupan manusia Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat Negara. Sedangkan Agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk manusia, agama merupakan keluhan makhluk tertindas. Berbicara mengenai hubngan agama dan negara di Indonesia merupakan persoalan yang menarik untuk dibahas, penyebabnya bukan karena penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam tetapi karena persoalan yang muncul sehingga menjadi perdebatan di kalangan beberapa ahli. Untuk mengkaji lebih dalam mengenai hal tersebut maka hubungan agama dan negara dapat digolongkan menjadi dua, diantaranya :

1. Hubungan Agama dan Negara yang Bersifat Antagonistik .Maksud hubungan antagonis tikadalah sifat hubungan yang mencirikan adanya ketegangan antar negara dengan Islam sebagai sebuah agama. Sebagai contohnya adalahpada masa kemerdekaan dan sampai pada masa revolusi politik islam pernah dianggap sebagai pesaing kekuasaan yang dapat mengusik basis kebangsaan negara. Sehingga presepsi tersebut membawa implikasi keinginan negara untuk berusaha menghalangi dan melakukan domestika terhadap idiologi politik Islam. Hal itu disebabkan pada tahun 1945 dan dekade 1950-an ada 2 kubu ideologi yang memperebutka Negara Indonesia, yaitu gerakan Islam dan Nasionalis.Gerakan Nasionalis dimulai dengan pembentukan sejumlah kelompok belajar yang bersekolah di Belanda. Mahasiswa hasil didikan belanda ini sangat berbakat dan merasa terkesan dengan kemajuan teknis di Barat. Pada waktu itu pengetahuan agama sangat dangkal sehingga mahasiswa cenderung menganggap bahwa agama tidak mampu menyelesaikan berbagai persoalan. Sehingga untuk menuju kemerdekaan, nasionalis mengambil jalan tengah dengan mengikuti tren sekuler barat dan membatasi peran agama dalam wilayah kepercayaan dan agama individu. Akibatnya, aktivis politik Islam gagal untuk menjadikan Islam sebagai ideologi atau agama negara pada 1945 serta pada dekade 1950-an, mereka juga sering disebut sebagai kelompok yang secara politik minoritas atau outsider. Di Indonesia, akar antagonisme hubungan politik antara Islam dan negara tak dapat dilepaskan dari konteks kecenderungan pemahaman keagamaan yang berbeda. Awal hubungan yang antagonistik ini dapat ditelusuri dari masa pergerakan kebangsaan ketika elit politik nasional terlibat dalam perdebatan tentang kedudukan Islam di alam Indonesia merdeka. Upaya untuk menciptakan sebuah sintesis yangmemungkinkan antara Islam dan negara terus bergulir hingga periode kemerdekaan dan pasca-revolusi. Kendatipun ada upaya-upaya untuk mencarikan jalan keluar dari ketegangan ini pada awal tahun 1970-an, kecenderungan legalistik, formalistik dan simbolistik itu masih berkembang pada sebagian aktivis Islam pada dua dasawarsa pertama pemerintahan Orde Baru ( kurang lebih pada 1967-1987). Hubungan agama dan negara pada masa ini dikenal dengan antagonistik, di mana negara betul-betul mencurigai Islam sebagai kekuatan potensial dalam menandingi eksistensi negara. Di sisi lain, umat Islam sendiri pada masa itu memiliki ghirah atau semangat yang tinggi untuk mewujudkan Islam sebagai sumber ideologi dalam menjalankan pemerintahan. 2. Hubungan Agama dan Negara yang bersifat Akomodatif Maksud hubungan akomodatif adalah sifat hubungan dimana negara dan agama satu sama lain saling mengisi bahkan ada kecenderungan memiliki kesamaan untuk mengurangi konflik( M. imam Aziz et.al.,1993: 105). Pemerintah menyadari bahwa umat islam merupakan kekuatan politik yang potensial, sehingga Negara mengakomodasi islam. Jika islam ditempatkan sebagai out-side Negara maka konflik akan sulit dihindari yang akhirnya akan mempengaruhi NKRI. Sejak pertengahan tahun 1980-an, ada indikasi bahwa hubungan antara Islam dan negara mulai mencair, menjadi lebih akomodatif dan integratif. Hal ini ditandai dengan semakin dilonggarkannya wacana politik Islam serta dirumuskannya sejumlah kebijakan yang dianggap positif oleh sebagian (besar) masyarakat Islam. Kebijakan-kebijakan itu berspektrum luas dan memiliki sifat yang berbeda diantaranya : Struktura, yaitu dengan semakin terbukanya kesempatan bagi para aktivis Islam untuk terintegrasikan ke dalam Negara. Legislatif , misalnya disahkannya sejumlah undang-undang yang dinilai akomodatif terhadap kepentingan Islam. Infrastructural, yaitu dengan semakin tersedianya infrastruktur-infrastruktur yang diperlukan umat Islam dalam menjalankan tugas-tugas keagamaan. Kultural, misalnya menyangkut akomodasi Negara terhadap islam yaitu menggunakan idiom-idiom perbendaharaan bahasa pranata ideologis maupun politik negara. Melihat sejarah di masa orde baru, hubungan Soeharto dengan Islam politik mengalami dinamika dan pasang surut dari waktu ke waktu. Namun, harus diakui Pak Harto dan kebijakannya sangat berpengaruh dalam menentukan corak hubungan negara dan Islam politik di Indonesia. Alasan Negara berakomodasi dengan Islam pertama, karena Islam merupakan kekuatan yang tidak dapat diabaikan jikaa hal ini dilakukan akan menumbulkan masalah politik yang cukup rumit. Kedua, di kalangan pemerintahan sendiri terdapat sejumlah figur yang tidak terlalu fobia terhadap Islam, bahkan mempunyai dasar keislaman yang sangat kuat sebagai akibat dari latar belakangnya. Ketiga, adanya perubahan persepsi, sikap, dan orientasi politik di kalangan Islam itu sendiri. Sedangkan alasan yang dikemukakan menurut Bachtiar, adalah selama dua puluh lima tahun terakhir, umat Islam mengalami proses mobilisasi-sosial-ekonomi-politik yang berarti dan ditambah adanya transformasi pemikiran dan tingkah politik generasi baru Islam. Hubungan Islam dan negara berawal dari hubungan antagonistik yang lambat laun menjadi akomodatif. Adanya sikap akomodatif ini muncul ketika umat Islam Indonesia ketika itu dinilai telah semakin memahami kebijakan negara, terutama dalam masalah ideologi Pancasila. Sesungguhnya sintesa yang memungkinkan antara Islam dan negara dapat diciptakan. Artikulasi pemikiran dan praktik politik Islam yang legalistik dan formalistik telah menyebabkan ketegangan antara Islam dan negara. Sementara itu, wacana intelektualisme dan aktivisme politik Islam yang substansialistik, sebagaimana dikembangkan oleh generasi baru Islam, merupakan modal dasar untuk membangun sebuah sintesa antara Islam dan negara.Dikalangan cendikiawan muslim, polemic tentang hubungan antara agama dan negara masih terjadi perbedaan pendapat, di Indonesia, misalnya muncul dua pendapat atau pandangan yaitu pendapat atau pandangan Nurcholis Madjid dan H.M. Rasjidi. Nurcholis Madjid mengemukakan gagasan pembaharuan dan mengecam dengan keras konsep negara Islam sebagai berikut:Dari tinjauan yang lebih prinsipil, konsep negara Islam adalah suatu distorsi hubungan proporsional antara agama dan negara. Negara adalah salah satu segi kehidupan duniawi yang dimensinya adalah rasional dan kolektif, sedangkan agama adalah aspek kehidupan yang dimensinya adalah spritual dan pribadi. Menurut Tahir Azhary pandangan Nurcholis ini jelas telah memisahkan antara kehidupan agama dan negara.Seorang intelektual muslim terkemuka yaitu M. Rasjidi yang pernah menjabat Menteri Agama dan Duta Besar di Mesir dan Pakistan, serta Guru Besar Hukum Islam dan Lembaga-Lembaga Islam di Universitas Indonesia dengan sangat segan telah menulis suatu buku dengan judul Koreksi Terhadap Nurcholis Madjid tentang Sekularisasi. Kritik H.M. Rasjidi terhadap pandangan Nurcholis dikutip oleh Muhammad Tahir Azhary yang berjudul Negara Hukum, Suatu Studi tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa.Dengan konklusi bahwa dalam batas tertentu, dalam Islam ada juga pemisahan antara negara dan agama, M.Thahir Azhary berpendapat baik Nurkholis Madjid maupun Mintaredja telah terjebak ke alam pikiran yang rancu, karena menurutnya, Islam dapat diartikan baik sebagai agama dalam arti sempit, maupun sebagai agama dalam arti yang luas. Dengan demikian menurut M, Tahir Azhary , konklusi Mintaredja sesungguhnya kontradiktif dengan jalan pikirannya sendiri. Kalau Islam dalam arti yang luas ia tafsirkan sebagai Way of Life now in the earth and in the heaven after death. Konsekuensi logis dari penafsiran itu seharusnya ialah Islam merupakan suatu totalitas yang komprehensif dan karena itu tidak mengenal pemisahan antara kehidupan agama dan negara.Berdasarkan fakta otentik, jelas bahwa dalam al-Quran maupun dalam Sunnah Rasul kehidupan agama (dalam hal ini Islam) dengan kehidupan negara tidak mungkin dipisahkan. Keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Salah satu doktrin Al-Quran yang memperkuat pendirian ini adalah adanya ayat yang menyebutkan adanya kesatuan antara hubungan manusia dengan manusia yang terdapat dalam surat Ali Imran, ayat 112. Ayat tersebut diperkuat lagi dengan firman Allah yang terdapat dalam surat An-Nisa ayat 58-59 yang artinya Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kalian) menetapkan hubungan diantara manusia supaya kalian menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri diantara kamu sekalian. (al-Nisa : 58-59).

BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanHubungan antara agama & Negara dalah tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan agama, karena pemerintah dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan. Segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa dan Negara dilakukan atas titah Tuhan.Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan, meskipun mungkin norma-norma tersebut bertentangan dengan norma-norma agama.Kehidupan manusia, dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat Negara. Sedangkan agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk manusia, dan agama merupakan keluhan makhluk tertindasAgama, secara sederhana, pengertian agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan (etimologi) dan sudut istilah (terminology) menurutnya dalam masyarakat indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata din dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa. Menurutnya, agama berasal dari kata Sanskrit. Pengertian agama yang dikutip sudah pasti tidak akan mendapatkan kesepakatan dan hal ini sudah dapat diduga sebelumnya karena sebagaimana dikatakan, bahwa kita sulit sekali atau mustahil menjumpai definisi yang dapat diterima semua pihak Negara, secara literal istilah Negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni kata staat, state, etat itu diambil dari kata bahasa latin status atau statum, yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap. Secara terminology, Negara diartikan dengan organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah tertentu dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.B. Saran Penulis berharap dengan makalah ini bisa menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang apa itu dan bagaimana hubungan antara agama dan Negara.DAFTAR PUSTAKA

http://ayurostika.blogspot.com/2012/09/makalah-negara-dan-agama.htmlhttp://stiawangreenblack.blogspot.com/2012/07/meredefinisi-hubungan-agama-dan-negara.htmlhttp://education.poztmo.com/2010/07/hubungan-agama-dan-negara.htmlhttp://socialpolitic-article.blogspot.com/2009/03/hubungan-agama-dan-negara.htmlhttp://artikelkomplit2011.blogspot.com/2012/07/hubungan-agama-dan-negara.html

MAKALAH NEGARA DAN AGAMA 3:06 AM Ayu Rostika

NEGARA DAN AGAMABAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangPada dasarnya peran dan fungsi agama sangat ditentukan oleh para penganutnya. Pemahaman terhadap agama sangat menentukan perjalanan dan dinamika agama dalam pergumulannya dengan perkembangan Negara di dunia. Dari sisi realitas budaya, agama mengandung simbol simbol sistem social cultural yang memberikan suatu konsepsi tentang realitas dan rancangan untuk mewujudkannya. Akan tetapi simbol- simbol yang menyangkut realitas ini tidak harus sama dengan realitas yang berwujud secara ril dalam kehidupan masyarakat.Agama dan Negara merupakan dua hal yang sering menjadi bahan perdebatan para ahli. Hubungan itu biasa dilihat dari unsur kelembagaan agama dan kelembagaan Negara (politik), juga dapat dilihat dari tipe tipe masyarakat beragama dalam hubungannya dengan Negara. Dari kedua hubungan itu kita bisa melihat situasi dan perkembangan serta hubungan agama dengan Negara, khususnya Indonesia.B. Rumusan Masalaha. Bagaimana menurut para ahli dalam mengartikan Negara?b. Apa yang melatar belakangi timbulnya Negara?c. Apa saja bentuk bentuk Negara?d. Bagaimana fungsi agama di masyarakat?e. Apa hubungan Negara dengan agama?

C. Tujuan TeoritisMakalah ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Civic Education . serta mempelajari, memahami, dan mengkaji lebih dalam lagi tentang agama dengan hubungannya terhadap Negara.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian NegaraPenjelasan yang sistematis mengenai Negara berawal dari para filosof yunani, diantaranya menurut Aristoteles manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial (zoon politicon), sudah waktunya untuk hidup dalam suatu kota (polis) dengan begitu ia dapat mencapai watak moralnya yang tinggi. Oleh karena itu Negara bertujuan untuk mencari kebaikan umum dan kesempurnaan moral, yang tidak hanya sekedar asosiasi politik, tetapi secara bersamaan berperan sebagai komunitas keagamaan dan agen sosialisasi yang umumnya berurusan dengan pengembangan pikiran dan jiwa individu.Secara terminologi, Negara diartikan sebagai organisasi tertinggi diantara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah tertentu, dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Beberapa definisi Negara oleh para ahli, diantaranya :1. Georg jellinekNegara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu.2. Georg Wilhelm Friedrich HegelNegara merupakan Negara kesusilaan yang muncul sebagai sintasis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal.3. Roelof KrannenburgNegara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri.4. Roger H.SoltauNegara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atau nama masyarakat.5. Prof R.DjokosoetonoNegara adalah suatu oraganisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada dibawah suatu pemerintahan yang sama.6. Prof. Mr. SoenarkoNegara adalah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu dimana kekuasaan Negara berlaku sepenuhnya sebagai suatu kedaulatan.Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat dikatakan bahwa Negara merupakan:a. Suatu organisasi kekuasaan yang teratur,b. Kekuasaan bersifat memaksa dan monopoli.c. Suatu organisasi yang bertugas mengurus kepentingan bersama dalam masyarakat; dand. Persekutuan yang memiliki wilayah tertentu dan dilengkapi alat perlengkapan Negara.Negara merupakan integrasi politik, organisasi pokok kekuatan politik, agensi (alat) masyarakat yang memegang kekuasaan mengatur hubungan antar manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala kekuasaan di dalamnya. Dengan demikian Negara mengintegrasikan dan membimbing berbagai kegiatan sosial penduduknya kearah tujuan bersama. Sementara itu, dalam islam Negara di dirikan atas prinsip prinsip tertentu yang ditetapkan al-Quran dan al-Sunnah. Prinsip prinsip itu antara lain:Pertama, seluruh kekuasaan di alam semesta ada pada Allah karena ia yang telah menciptakan. Oleh karena itu hanya Allahlah yang harus ditaati; seseorang hanya dapat ditaati bila Allah memerintahkannya. Kedua, hukum islam ditetapkan oleh Allah dalam al-Quran dan as-Sunnah Nabi Saw. Sunnah Nabi merupakan penjelasan otoritatif tentang al-Quran.Sedangkan dalam pandangan al-Maududi karakteristik Negara yang berdasarkan islam adalah:a. Tidak ada seorangpun, bahkan seluruh penduduk Negara secara keseluruhan dapat menggugat kedaulatan. Hanya Tuhan yang berdaulat, manusia hanyalah subjek.b. Tuhan merupakan pemberi hokum sejati dan wewenang mutlak legislasi ada pada-Nya. Kaum mukmin tidak dapat berlindung pada legislasi yang sepenuhnya mandiri, tidak juga dapat mengubah hukum yang telah diletakan Tuhan, sekalipun tuntutan untuk mewujudkan legislasi atau perubahan hukum ilahi ini diambil secara mufakat bulat.c. Suatu Negara islam dalam segala hal haruslah di dirikan berlandaskan hokum yang telah diturunkan Allah kepada manusia melalui Rasulullah Saw.pemerintah yang akan menyelenggarakan Negara semacam ini akan diberi hak untuk ditaati dalam kemampuannya sebagai suatu agen politik yang diciptakan untuk menegakan hokum hokum Tuhan, sepanjang dia bertindak sesuai dengan kemampuannya.

B. Latar Belakang Timbulnya Negara1. Asal mula terjadinya Negara berdasarkan fakta sejarah.a. Penduduk (occupatie)Hal ini terjadi ketika suatu wilayah yang tidak bertuan dan belum dikuasai, kemudian diduduki dan dikuasai. Misalnya Liberia yang diduduki budak budak Negara yang dimerdekakan tahun 1847.b. Peleburan (fusi)Hal ini terjadi ketika Negara Negara kecil yang mendiami suatu wilayah mengadakan perjanjian untuk saling melebur atau bersatu menjadi Negara yang baru. Misalnya terbentuknya federasi Jerman tahun 1871.c. Penyerahan (Cessie)Hal ini terjadi ketika suatu wilayah diserahkan kepada Negara lain berdasarkan sutau perjanjian tertentu.d. Penaikan (Acessie)Hal ini terjadi ketika suatu wilayah terbentuk akibat penaikan lumpur sungai atau dari dasar laut (delta). Kemudian di wilayah tersebut dihuni oleh sekelompok orang sehingga terbentuklah Negara. Misalnya wilayah Negara Mesir yang berbentuk dari delta sungai Nil.2. Keberadaan Negara Keberadaan Negara secara umum sebagai sebuah organisasi, adalah untuk memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita citanya. Keinginan bersama ini dirumuskan dalam suatu dokumen yang disebut sebagai konstitusi, temasuk di dalamnya nilai nilai yang dijunjung oleh rakyat sebagai anggota Negara. Sebagai dokumen yang mencantumkan cita cita bersama, maksud di dirikannya Negara konstitusi merupakan dokumen hukum tertinggi suatu Negara. Karenanya ia juga mengatur bagaimana Negara dikelola. Konstitusi di Indonesia disebut sebagai Undang Undang Dasar (UUD).Dalam bentuk modern Negara terkait erat dengan keinginan rakyat untuk mencapai kesejahteraan bersama dengan cara cara yang demokratis. Bentuk yang paling kongkrit pertemuan Negara dengan rakyat adalah pelayan publik, yakni pelayanan yang diberikan Negara pada rakyat. Terutama sesungguhnya adalah bagaimana Negara memberi pelayanan kepada rakyat secara keseluruhan, fungsi pelayanan paling dasar adalah pemberian rasa aman. Negara menjalankan fungsi pelayanan keamanan bagi seluruh rakyat bila semua rakyat merasa bahwa tidak ada ancaman dalam kehidupannya.Disamping itu terdapat beberapa teori pembentukan Negara, diantaranya adalah:a. Teori Kontrak Sosial Thomas Hobbes (1588-1679) mengemukakan bahwa Negara menimbulkan rasa takut kepada siapapun yang melanggar hukum negara. Jika warga Negara melanggar hukum Negara, tidak segan segan Negara menjatuhkan vonis hukuman mati, keadaan alamiah ditafsirkan suatu keadaan manusia yang hidup bebas dan sederajat menurut kehendak hatinya sendiri dan mengajarkan hidup rukun, tentram, tidak mengganggu hidup, kesehatan, kebebasan, dan milik dari sesamanya.b. Teori KetuhananTeori ketuhanan dekenal juga dengan doktrin teokratis dalam teori asal mula Negara. Teori ini bersifat universal dan ditemukan baik di dunia timur maupun di dunia barat, baik dalam teori maupun praktik. Diabad pertengahan, Bangsa Eropa menggunakan teori ini untuk membenarkan kekuasaan raja raja yang mutlak. Doktrin ini menggunakan hak hak raja yang berasal dari tuhan untuk memerintah dan bertahta sebagai raja (devine right of kings). Doktrin ini lahir sebagai resultante controversial dari kekuasaan politik abad pertengahan.c. Teori KekuatanTeori kekuatan secara sederhana dapat diartikan bahwa Negara yang pertama adalah dominasi dari kelompok yang terkuat terhadap kelompok yang terlemah. Negara dibentuk Negara penaklukan dan pendudukan. Dengan penaklukan dan pendudukan dari kelompok etnis yang lebih kuat atas kelompok etnis yang lebih lemah, dimulailah proses pembentukan Negara.d. Teori OrganisKonsep organis tentang hakikat dan asal mula tebentuknya Negara adalah suatu konsep biologis yang melukiskan Negara dengan istilah istilah ilmu alam. Negara dianggap atau disamakan dengan makhluk hidup, manusia, atau binatang.

e. Teori HistoriesTeori histories atau teori evolusionistis (gradualistic theory) merupakan teori yang menyatakan bahwa lembaga lembaga sosial tidak dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan kebutuhan kebutuhan manusia.

C. Bentuk bentuk NegaraBentuk bentuk Negara dalam konsep dan teori modern saat ini terbagi dua yaitu: Negara kesatuanNegara kesatuan merupakan bentuk suatu Negara yang merdeka dan berdaulat dengan satu pemerintahan pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Bentuk ini terbagi dalam dua macam, yaitu:a. Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi, yakni sistem pemerintahan yang seluruh personal yang berkaitan dengan Negara langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, sementara daerah daerah tinggal melaksanakannya.b. Negara kesatuan dengan sistem disentralisasi, yakni kepala daerah sebagai pemerintahan daerah, diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri atau dikenal dengan otonomi daerah atau swatantra. Negara SerikatNegara serikat (federasi) merupakan bentuk Negara gabungan dari beberapa Negara bagian dari Negara serikat. Negara Negara bagian ini pada awalnya merupakan Negara yang merdeka, berdaulat, dan berdiri sendiri. Penyerahan kekuasaan dari Negara bagian kepada Negara serikat tersebut oleh Negara bagian saja. (delegated Powers) yang menjadi kekusaan Negara serikat.D. Pengertian AgamaPada umumnya di Indonesia digunakan istilah agama yang sama artinya dengan istilah asing religi atau godsdienstr (Belanda), atau religion (Inggris). Istilah agama berasal dari bahasa sangsakerta yang pengertiannya menunjukan adanya kepercayaan manusia berdasarkan wahyu Tuhan. Dalam arti linguistik kata agama berasal dari suku kata A-G-A-M-A, kata A berarti tidak, kata GAM berarti pergi, dan kata A merupakan kata sifat yang menguatkan yang kekal. Jadi istilah kata agama berarti tidak pergi atau tidak berjalan (kekal, eksternal) sehingga agama mengandung artian pedoman hidup yang kekal (Hasan Shadily, Ensiki, 1980:105).Menurut kitab sunarigama istilah agama berasal dari kata A-G-A-M-A berarti awing-awang (kosong atau hampa). Kata A artinya benahi (balik, tempat), kata MA artinya matahari (terang, bersinar). Dalam hal ini agama berarti ajaran yang menguraikan tentang tatacara yang misteri, karena tuhan itu rahasia artinya tidak bias dirasionalisasikan oleh akal manusia.Pengertian agama secara umum adalam himpunan, doktrin, ajaran serta hukum hukum yang telah baku diyakini sebagai modifikasi perintah tuhan untuk manusia. Atau peraturan tentang cara hidup baik lahir maupun batin dan sistem kepercayaan dan praktek yang sesuai dengan kepercayaan tersebut.[footnoteRef:2][1] [2: ]

E. Fungsi Agama di MasyarakatPengertian fungsi disini adalah sejauh mana sumbangan yang diberikan agama terhadap masyarakat sebagai usaha yang aktif dan berjalan secara terus menerus. Dalam hal ini ada dua fungsi agama bagi masyarakat diantaranya:- Agama telah membantu, mendorong terciptanya persetujuan mengenai sifat dan isi kewajiban kewajiban sosial dengan memberikan nilai nilai yang berfungsi menyalurkan sikap sikap para anggota masyarakat dan menciptakan kewajiban kewajiban sosial mereka. Dalam hal ini agama telah menciptakan sistem nilai sosial yang terpadu dan utuh.- Agama telah memberikan kekuatan penting dalam memaksa dan mempererat adat istiadat yang dipandang bagus yang berlaku di masyarakat.Secara lebih jauh bahwa fungsi agama di masyarakat dapat dilihat dari fungsinya terutama sebagai suatu yang mempersatukan. Dalam pengertian harfiyahnya agama menciptakan suatu ikatan bersama, baik antara anggota masyarakat maupun dalam kewajiban kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Karena nilai nilai yang mendasari sistem sosial dukungan bersama oleh kelompok kelompok keagamaan, maka agama menjamin adanya persetujuan dalam masyarakat. Agama juga cenderung melestarikan nilai nilai sosial, maka yang menunjukan bahwa nilai nilai keagamaan tesebut tidak mudah diubah, karena adanya perubahan dalam konsepsi kosepsi kegunaan dan kesenangan duniawi.F. Hubungan Agama dengan NegaraBetty R. Scharf berpendapat bahwa istilah agama dan Negara hanya berguna bagi pembahasan tentang agama dalam masyarakat masyarakat kompleks bersekala besar dimana deferensiasi lembaga lembaga sosial telah melewati proses panjang. Namun demikian ia menggunakan istilah istilah ini dalam analisis awal terhadap hubungan antara lembaga agama dan lembaga politik di Negara Negara dan masyarakat masyarakat Kristen.Pada umumnya orang muslim berpendapat bahwa pembangunan politik tidaklah mungkin tanpa islam. Sementara bagi kebanyakan ilmuan barat, sebagaimana juga agama agama lain, islam merupakan penghalang pembangunan politik. Konplik pendapat ini dipicu oleh ketidak saling kenalan satu sama lain dan akibat adanya prasangka dari streotip cultural yang negative yang ada dikedua belah pihak.Islam tidak dikenal dengan adanya diktomi antara agama dengan politik (Negara), keduanya secara organis berhubungan, bahkan juga integral dengan struktur ekonomi suatu Negara islam. Baik al-Quran, al-Hadist maupun sejarah islam membuktikan hal itu. Agama dan politik saling keterkaitan dan saling membutuhkan. Pada saat pertama kalinya kehadiran islam, masalah pertama yang dihadapinya adalah politik. Sebab ternyata tanpa peranan politik, islam tak akan pernah mampu hidup. Oleh sebab itu, islam harus memiliki kekuasaan demi kelancaran pengembangan agama.Dengan demikian ada hubungan yang erat antara agama dengan Negara. Disinipun dapat dibuktikan bahwa perkembangannya suatu agama sangat bergantung pada kondisi politik tertentu. Apabila kondisi politik itu memungkinkan untuk melancarkan maneuver politik keagamaan, maka besar kemungkinan agama itu bisa berkembang dan begitupun sebaliknya. Hijrah Nabi Muhamad Saw. Dari mekah ke kota Madinah, misalnya adalah maneuver politik pertama yang dilakukannya dan merupakan kota yang memungkinkan dan potensial untuk pengembangan agama.Bagi kaum muslimin dewasa ini islam merupakan jalan hidup yang merupakan aspek aspek fisik, politik dan spiritual. Syariah islam itu meliputi perundang undangan hukum, politik, upacara agama, dan moral. Hokum islam atau fiqih tidak terbatas hanya pada masalah masalah sipil dan criminal, juga mengatur pelbagai urusan politik, ekonomi, sosial, nasional dan internasional. Oleh karena itu, tentu saja bisa berbeda dengan agama lainnya, islam tidak memisahkan agama dari politik (Negara).Dalam memahami hubungan agama dengan Negara ini, ada beberapa konsep atau teori, di antaranya:a. Teokrasi Dalam teori ini hubungan agama digambarkan sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan agama karena pemerintahan dijalankan berdasarkan firman firman Tuhan, segala tata kehidupan dalam masyarakat bangsa dan Negara dilakukan atas titah Tuhan. Kerajaan Belanda dapat dijadikan contoh model paham ini, yang dalam sejarahnya, raja yakin sebagai pengemban tugas dan amanat suci dari Tuhan untuk memakmurkan rakyatnya.b. SekulerDalam teori ini agama dan Negara terpisah, artinya tidak ada hubungannya antara sistem kenegaraan dengan agama. Negara adalah urusan manusia yang bersifat duniawi, dan agama adalah urusan manusia dengan Tuhan.c. KomunisSedangkan teori ini mengandung arti bahwa hubungan agama dengan Negara bedasarkan pada filosofi matrealisme-dealektis dan matrealisme-historis. Agama dipandang sebagai candu masyarakat, manusia ditentukan oleh dirinya sendiri. Sedangka agama dianggap sebagai suatu kesadaran diri bagi manusia sebelum menemukan dirinya sendiri. Kehidupan manusia adalah manusia itu sendiri kemudian menghasilkan masyarakat Negara. Nilai tertinggi dalam Negara adalah materi, karena manusia sendiri pada hakekatnya adalah materi.

BAB IPENDAHULUANSeperti diketahui, dinamika hubungan agama dan negara telah menjadi faktor kunci dalam sejarah peradaban umat manusia. Di samping dapat melahirkan kemajuan besar, hubungan antara keduanya juga telah menimbulkan malapetaka besar. Tidak ada bedanya, baik ketika negara bertahta di atas agama (pra abad pertengahan), ketika negara di bawah agama (di abad pertengahan) atau ketika negara terpisah dari agama (pasca abad pertengahan, atau di abad modern sekarang ini). Pola hubungan ronde pertama dan kedua sudah lewat. Bahwa masih ada sisa sisa masa lalu, dalam urusan apapun termasuk hubungan negara agama, bisa terjadi. Tapi, sekurang kurangnya secara teori, kini kita telah merasa cocok di ronde ketiga, ronde sekular, di mana agama dan negara harus terpisah, dengan wilayah jurisdiksinya masing masing. Agama untuk urusan pribadi, negara untuk urusan publik.Sejauh ini kita beranggapan hubungan sekularistik untuk agama negara merupakan opsi yang terbaik.Dalam pola hubungan ini,agama tidak lagi bisa memperalat negara untuk melakukan kedzaliman atas nama Tuhan; demikian pula negara tidak lagi bisa memperalat agama untuk kepentingan penguasa.Tapi apakah persoalan hubungan agama-negara sesederhana itu? Bahwa pola hubungan sekularistik pada mulanya merupakan "wisdom" yang didapat oleh masyarakat Barat dari sejarah panjang hubungan raja dan gereja, kiranya jelas. Bagi umat Islam sendiri, Barat atau Timur sesungguhnya bukan merupakan kategori benar salah atau baik buruk. Barat bisa benar, Timur bisa salah; tapi juga bisa sebaliknya. "Kebaikan bukan soal Barat atau di Timur, melainkan soal ketakwaan" (Q: Al Baqarah/176).Tapi memang, sejak gagasan sekularisme ini didakwahkan ke Timur, umat Islam menjadi terbelah antara yang menerima dan yang menolak. Yang menolak umumnya karena kecurigaan terhadap apa saja yang datang dari Barat. Tanpa mencoba mengerti kesulitan masyarakat Barat sendiri selama berabad-abad dalam menata hubungan agama negara, mereka mencurigai sekularisme sebagai gagasan untuk memarjinalkan Islam dari kehidupan nyata.Sementara itu, kelompok yang menerima berargumen bahwa seperti umumnya agama, Islam pun terbatas jangkaunnya pada urusan pribadi. Jika ia ditarik ke ruang publik (negara) akan membawa petaka seperti yang pernah terjadi di Barat. Sekularisme adalah pilihan terbaik jika kita ingin membiarkan negara dan agama dalam kewajarannya. Biarlah mereka mengurus tugasnya masing-masing; agama di wilayah privat, negara untuk wilayah publik. BAB IIPEMBAHASANNegara dan agama merupakan persoalan yang banyak menimbulkan perdebatan (discourse) yang terus berkelanjutan di kalangan para ahli. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pandangan dalam menerjemahkan agama sebagai bagian dari Negara atau Negara merupakan bagian dari dogma agama.Dalam memahami hubungan agama dan Negara ini, akan dijelaskan beberapa konsep hubungan agama dan Negara menurut beberapa aliran, antara lain paham teokrasi, paham sekuler dan paham komunis.Paham teokrasiPaham sekulerPaham komunis:::Negara menyatu dengan agama, karena pemerintah menurut paham ini dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan. Segala tata kehidupan dalam masyarakat-bangsa, dan Negara dilakukan atas titah Tuhan.Norma hukum ditentukan atas kesepatakan manusia dan tidak berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan, meskipun norma-norma tersebut bertentangan dengan norma-norma agama.Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat Negara. Sedangkan agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk manusia, dan agama merupakan keluhan makhluk tertindas.

1.Hubungan Agama dan Negara Menurut Paham TeokrasiDalam perkembangan, paham teokrasi terbagi kedalam dua bagian, yakni paham teokrasi langsung dan paham teokrasi tidak langsung. Menurut paham teokrasi langsung, pemerintah diyakini sebagai otoritas Tuhan secara langsung pula. Adanya Negara didunia ini adalah atas kehendak Tuhan, dan oleh karena itu yang memerintah adalah Tuhan pula.Sementara menurut sistem pemerintahan teokrasi tidak langsung yang memerintah bukanlah Tuhan sendiri, melainkan yang memerintah adalah raja atau kepala yang memiliki otoritas atas nama Tuhan, kepala Negara atau raja diyakini memerintah atas kehendak Tuhan.2.Hubungan Agama dan Negara Menurut Paham SekulerSelain paham teokrasi, terdapat pula paham sekuler dalam praktik pemerintahan dalam kaitan hubungan agama dan Negara. Paham sekuler memisahkan dan membedakan antara agama hubungan agama dan Negara. Dalam negera sekuler, tidak ada hubungan antar system kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini, Negara adalah urusan hubungan manusia dengan manusia lain, atau urusan dunia. Sedangkan agama adalah hubungan manusia dengan Tuhan. Dua hal ini menurut paham sekuler tidak dapat disatukan.Dalam Negara sekuler, sistem dan norma hukum positif dipisahkan dengan nilai dan norma agama. Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan, meskipun mungkin norma-norma tersebut bertentangan dengan norma-norma agama. Sekalipun paham ini memisahkan antara agama dan Negara, akan tetapi pada lazimnya Negara sekuler membebaskan warga negaranya untuk memeluk agama apa saja yang mereka yakini dan Negara intervensif dalam urusan agama.3.Hubungan Agama dan Negara Menurut Paham KomunismePaham komunisme memandang hakikat hubungan Negara dan agama berdasarkan pada filosofi materialisme dialektis dan materialisme historis. Paham ini menimbulkan paham atheis. Paham yang dipeolopori oleh Karl Marx ini, memandang agama sebagai candu masyarakat. Menurutnya, manusia ditentukan oleh dirinya sendiri. Sementara agama, dalam menemukan dirinya sendiri.Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat Negara. Sedangkan agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk manusia dan agama merupakan keluhan makhluk tertindas. Oleh karena itu, agama merupakan keluhan makhluk tertindas dalam Negara adalah materi, karena manusia sendiri pada hakekatnya adalah materi.A.Agama1.Pengertian agamaSecara sederhana, pengertian agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan (etimologi) dan sudut istilah (terminology).Pengertian agama dari segi bahasa dapat kita ikuti antara lain uraian yang diberikan harun nasutian. Menurutnya, dalam masyarakat Indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata din dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa. Menurutnya, agamaberasal dari kata Sanskrit. Menurut satu pendapat, demikian harun nasution mengatakan, kata itu tersusun dari dua kata, a = tidak dan gam = pergi, jadi agama artinya tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi secara turun-temurun dari satu generasi kegenerasi lainnya selanjutnya ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci, dan agama-agama memang mempunyai ktiab-kitab suci. Pengertian ini tampak menggambarkan salah satu fungsi agama sebagai turunan bagi kehidupan manusia.Selanjutnya di dalam bahasa Semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, dan kebiasaan. Pengertian ini juga sejalan dengan kandungan agama yang didalamnya terdapat peraturan-peraturan yang merupakan hukum yang harus dipatuhi penganut agama yang bersangkutan. Selanjutnya agama juga menjalankan ajaran-ajaran agama. Agama lebih lanjut membawa utang yang harus dibayar oleh para penganutnya. Paham kewajiban dan kepatuhan ini selanjutnya membaca kepada timbulnya paham balasan. Orang yang menjalankan kewajiban dan patuh kepada perintah agama akan mendapat yang baik dari Tuhan. Sedangkan orang yang tidak menjalankan kewajiban dan ingkar terhadap perintah Tuhan akan mendapat penjelasan yang menyedihkan.Adapun kata religi berasal dari bahasa Latin. Menurut satu pendapat, demikian Harun Nasution mengatakan, bahwa asal kata Negara yang mengandung arti mengumpulkan dan membaca. Pengertian kepada Tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Tetapi menurut pendapat lain, kata itu berasal dari kata religare yang berarti mengikat. Ajaran-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dalam agama selanjutnya terdapat pula ikatan roh manusia dengan Tuhan, dan agama lebih lanjut lagi memang mengikat manusia dengan Tuhan.Dari beberapa definisi tersebut, akhirnya Harun Nasution menyimpulkan bahwa intisari yang terkandung dalam istilah-istilah di atas ialah ikatan. Agama memang mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia.Adapun pengertian agama dari segi istilah dapat dikemukakan sebagai berikut. Elizabet K. Nittingham dalam bukunya Agama dan masyarakat berpendapat bahwa agama adalah gejala yang begitu sering terdapat dimana-mana sehingga sedikit membantu usaha-usaha kita untuk membuat abstraksi ilmiah. Lebih lanjut Nottingham mengatakan bahwa agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta. Agama telah menimbulkan khayalnya yang paling luas dan juga digunakan untuk membinasakan kekejaman orang yang luar biasa terhadap orang lain.Pengertian agama yang dikutip diatas sudah pasti tidak akan mendapatkan kesepatakan dan hal ini sudah dapat diduga sebelumnya karena sebagaimana dikatakan di atas, bahwa kita sulit sekali bahkan mustahil dapat dijumpai definisi agama yang dapat diterima semua pihak.B.Negara1.Pengertian NegaraSecara literal istilah Negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni state (bahasa Inggris), state (Bahasa Belanda dan Jerman) dan etat (Bahasa Prancis), kata staat, state, etat itu diambil dari kata bahasa Latin status atau statum, yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.Secara terminologi Negara diartikan dengan organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang mempunyai pemerintahan yang berdaulat.2.Tujuan Negaraa.Memperluas kekuasaanb.Menyelenggarakan ketertiban hukumc.Mencapai kesejahteraan umumMenurut plato, memajukan kesusilaan manusia, sebagai perseorangan (individu) dan sebagai makhluk sosial.Menurut Koger H. Soltau, Memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin.3.Unsur-unsur Negara-Rakyat (masyarakat/warga Negara)Sangat penting dalam sebuah Negara, karena secara kongkret rakyatlah yang memiliki kepentingan agar Negara itu dapat berjalan dengan baik.-WilayahWilayah dalam sebuah Negara merupakan unsur yang harus ada, karena tidak mungkin ada Negara tanpa ada batas: teritorial yang jelas.-PemerintahPemerintah adalah alat kelengkapan Negara yang bertugas memimpin organisasi Negara untuk mencapai tujuan Negara.4.Bentuk-bentuk Negara-Negara kesatuanBentuk suatu Negara yang merdeka dan berdaulat, dengan satu pemerintah pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Dalam pelaksanaannya, Negara kesatuan ini terbagi dalam 2 (dua) macam, yaitu:a.Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi, yakni sistem pemerintahan yang seluruh persoalan yang berkaitan dengan Negara langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, sementara daerah-daerah tinggal melaksanakannya.b.Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, yakni kepala daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri atau dikenal dari otonomi daerah atau swatantra.-Negara serikat (Federasi)Kekuasaan asli dalam Negara federasi merupakan tugas Negara bagian karena ia berhubungan langsung dengan rakyatnya. Sementara Negara Federasi bertugas untuk menjalankan hubungan luar negeri, pertahanan Negara, keuangan, dan urusan pos.

PENUTUPA.KesimpulanHubungan antara agama & Negara dalah tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan agama, karena pemerintah dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan. Segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa dan Negara dilakukan atas titah Tuhan.Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan, meskipun mungkin norma-norma tersebut bertentangan dengan norma-norma agama.Kehidupan manusia, dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat Negara. Sedangkan agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk manusia, dan agama merupakan keluhan makhluk tertindasAgama, secara sederhana, pengertian agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan (etimologi) dan sudut istilah (terminology) menurutnya dalam masyarakat indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata din dari bahasa Arab dan kata religi dalam bahasa Eropa. Menurutnya, agama berasal dari kata Sanskrit. Pengertian agama yang dikutip sudah pasti tidak akan mendapatkan kesepakatan dan hal ini sudah dapat diduga sebelumnya karena sebagaimana dikatakan, bahwa kita sulit sekali atau mustahil menjumpai definisi yang dapat diterima semua pihakNegara, secara literal istilah Negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni kata staat, state, etat itu diambil dari kata bahasa latin status atau statum, yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap. Secara terminology, Negara diartikan dengan organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah tertentu dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.

DAFTAR PUSTAKAAzra, Azyumardi Prof Dr, 2003,Demokrasi Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,ICCE UIN Syarif Hidayatullah; Jakarta.Nata, H Abuddin Prof Dr, 1998,Metodologi Stusi Islam,PT. Raja Grafindo Persada; Jakarta.Soelaeman, M Munandar IR, 1987, Ilmu Sosial Dasar, PT. Eresco; Bandung.http://makalah85.blogspot.com/2008/11/hubungan-antara-negara-dan-agama.html 3 Desember 2012.

Pusat Informasi dan Kajian Islam (PIKI) UIN Bandung bekerjasama dengan Pascasarjana dan Fakultas Syariah dan Hukum, menggelar bedah buku Syarah Konstitusi UUD 45 dalam Perspektif Islam karya Masdar F. Masudi bersama Masdar F. Masudi dan Dedi Ismatullah dengan dipandu oleh M Anton Athoillah di ruang Sidang Rektorat UIN SGD Bandung, Kamis (30/6)Menurut Nanat Fatah Natsir menjelaskan bedah buku ini sebagai upaya mendialogkan hubungan antara agama dengan negara. Indonesia ini bukan negara agama atau sekuler, tetapi negara yang berdasarkan pancasilaMemang dalam hubungan antara agama dan negara ini terdapat tiga tipologi; Pertama, Kelompok Hasan Al-Bana yang mempunyai keyakinan bahwa segala urusan telah terangkum semuanya dalam al-Quran.Golongan ini biasnya sering disebut dengan kelompok formalis. Kedua, Ar-Razi yang berkeyakian semua urusan duni tergantung pada kalian. Ketiga, Cak Nur, Gus Dur dan Maarif yang memiliki pendapat tidak harus label islam ditonjolkan. Aliran ini sering disebut subtansial. Mereka berkeyakinan asalkan ada nilai-nilai keadilan, musyawarah untuk mengembagkan masyarakat yang berdasarkan Al-Quran, paparnya.Ia memiliki legalitas untuk menjelaskan UUD 45 dalam persfektif Al-Quran karena ia selain sebagai ketua PBNU, juga sebagai penulis buku dan cendekiawan,tutup Rektor dalam sambutannya.Bagi Masdar, menuturkan NU telah menjadikan pancasila sebagai dasar negara dan final, Ini sangat jelas dan bisa dilihat dari hasil Mukhtamar NU,tegasnya.Soal agama yang terkesan tidak bisa menyelesakan persoalan kekinian. Ia menguraikan Agama sebagai seumber moral transendensi harus berbicara tentang konstitusi dan kesadaran kolektif untuk memperjuangakn pancasila sebagai dasar Negara, tegasnyaMenurut pandangannya terdapat beberapa pola hubungan antara agama dan Negara, pertama pola hubungan antara Negara dan agama yang selamana ini sangat disubordinasikan negara itu, Dalam Islam tidak boleh disimplifikasikan terhadap pikiran-pikiran tertentu. Akan tetapi harus dibedakan antara para ulama dengan umaro jelasnya.Kedua, agama berkuasa di atas Negara seperti terjadi di Roma. Saat Paus membuat keputusan maka Negara di bawah koodinatnya,terang Masdar.Dan ketiga, agama dan Negara membuat kapling masing-masing. Disitulah terjadinya sekularisasi. Nah, seharusnya agama sebagai ruh atau jiwa. Oleh karena itu tidak boleh muncul dalam bentuk formalitas tetapi yang muncul adalah jiwanya,paparnya.Untuk itu, saya, kita semua menyakini pola hubungan ini bagaikan ruh dengan jiwa. Kedua-duanya tidak bisa dipisahkan antara jiwa dengan ruh tambahnya.Ia mengatakan bahwa jika dilacak di Al-Quran tidak ada satu itilah atau term tentang Daulah Islamiyyah dan sejenisnya. Negara walau sangat sederhana, tidak memunculkan Negara Islam. Menurut Masdar, Negara Islam muncul dalam wacara fiqh.Jadi sebetulnya istilah tersebut muncul belakangan bukan dalam teks kitab suci Al-Quran. Munculnya tersebut dilatarbelakangi oleh perseteruan antara kerajaan Islam dan Kristen di Eropa,jelasnya.Adapun Darul Islam secara modern yang ideologis dan formalistik, term Negara Islam harus disebut namanya dalam konstitusi dimatangkan dan dibakukan oleh Sayyid Qutb. Jadi sebetulnya Negara Islam tersebut dapat disebut sebagai Bidah karena tidak ada contoh dalam Islam,ujarnya sambil terkekeh dan diikuti oleh gelakan hadirin.Berkaitan dengan konstitusi Negara, ditinjau dari konsep Negara Indonesia sudah sangat Islami, Cuma bahasanya bukan bahasa Arab, tidak formalistic. Indonesia dengan Ideologi Pancasila lebih substantive tidak formalistic. Yang ada dalam Islam adalah Negara berkeadilan, bukan Negara Islam yang formalistic,paparnya.Menutup paparannya yang sangat jelas, ia mengajak kepada semua masyarakat bahwa konsep Pancasila harus didukung sepenuhnya oleh umat Islam, tidak boleh setengah hati. Jika umat Islam setengah hati, maka umat lain juga akan setengah hati dan menurut Masdar, inilah yang menjadi penyakit dan musibah karena kita bekerja setengah hati.Prof. Dr. Dedi Ismatullah, M.H berpendapat tentang syarah konstitusi yang dikarang oleh Masdar F. Masudi adalah hal yang luar biasa yang ditulis oleh seorang Kyai, karena jarang sekali seorang ulama menulis tentang konstitusi Negara. Apalagi lahirnya buku tersebut di sebuah pesantren wanita. Menurutnya buku tersebut menggunakan pendekatan tafsir sosiologi serta linguistic religious.Ia menambahkan konsep hubungan Negara dalam Islam yang merupakan dampak dari konsep Al-Quran yang menekankan 4 perkara, membebaskan manusia dari perbudakan, harus menciptakan kesejahteraan (sembako) bagi masyarakat, menjelaskan orang yang tidak faham tentang agama dan Harus senantiasa memperhatikan orang miskin. *** [Ibn Ghifarie, Dudi]

Salah satu masalah besar dalam dunia politik Islam adalah apakah mungkin memberlakukan syariat Islam tanpa Negara Islam? Bukankah penerapan syariat Islam dengan sendirinya merupakan pembuka jalan masuk (akses) menuju Negara Islam? Persoalan ini telah menyulut perdebatan di kalangan pemikir politik Muslim sepanjang masa, meski di kalangan politik Muslim modern hampir tidak dijumpai kesepakatan bulat tentang apa sesungguhnya yang terkandung dalam konsep Negara Islam.Jawaban atas pertanyaan ini telah menimbulkan dua paham antara pendukung konsep Negara Islam dengan penolak tidak ada konsep tentang Negara Islam. Sejarah politik Islam bergulat dalam tarik-menarik dua paham ini. Berkaitan dengan ada atau tidak adanya konsep negara Islam, Gamal al-Banna menggambarkan jejak-jejak sejarah lahirnya apa yang masyhur dengan istilah negara. Sejarah yang bukan hanya diwarnai dengan hubungan yang haromis antara kekuasaan dan ideologi, tetapi juga diliputi oleh banyak konflik dan prasangka antara ideologi (agama) dan kekuasaan (negara).

Dalam kenyataan, sangat mudah terlihat dengan begitu beragamnya sistem negara dan pemerintahan di dunia ini yang mengklaim dirinya sebagai Negara Islam. Namun begitu, secara teoritis, dewasa ini sudah ada berbagai upaya untuk mencoba merumuskan sebuah konsep formal mengenai apa yang dimaksud Negara Islam. Paling tidak telah ada kesepakatan minimal bahwa suatu negara disebut sebagai Negara Islam jika memberlakukan hukum Islam. Dengan kata lain, pelaksanaan hukum Islam merupakan prasyarat formal dan utama bagi eksistensinya Negara Islam.

Sejarah telah mencatat bahwa abad ke-15 hingga 20 merupakan fase ketika Eropa berdiaspora dan menyebar ke dunia Timur dalam rangka imperialisasi dan kolonialisasi. Secara tidak langsung, ekspansi Eropa ini telah memberikan andil terhadap kebangkitan Islam, yaitu membidani lahirnya sederetan tokoh-tokoh pembaharu Islam seperti Rasyid Ridha, al-Maududi, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Ayatullah Khomeini. Fokus pergerakan mereka tidak hanya menumpaskan penjajahan, tetapi juga mendirikan kerangka atau konsep dasar tentang negara yang dilandasi oleh agama.

Rasyid Ridha, seorang ulama terkemuka di awal abad ke-20, yang dianggap paling bertanggung jawab dalam merumuskan konsep Negara Islam modern, menyatakan bahwa premis pokok dari konsep Negara Islam adalah bahwa syariat merupakan sumber hukum tertinggi. Dalam pandangannya, syariat mesti membutuhkan bantuan kekuasaan untuk tujuan implementasinya, dan adalah mustahil untuk menerapkan hukum Islam tanpa kehadira