59
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) merupakan lanjutan dari episode initial otitis media akut (OMA) dengan gejala adanya sekret persisten dari telinga tengah melalui perforasi membran timpani. Ini menjadi masalah penting untuk mengatasi ketulian yang kini menimpa negara berkembang (WHO, 2004). Gangguan pendengaran (tuli) yang terjadi pada pasien OMSK dapat bervariasi. Pada umumnya gangguan pendengaran yang terjadi berupa tuli konduktif namun dapat pula bersifat tuli saraf atau tuli campuran apabila sudah terjadi gangguan pada telinga dalam, misalnya akibat proses infeksi yang berkepanjangan atau infeksi yang berulang. Beratnya ketulian bergantung kepada besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem penghantaran suara di telinga tengah (Djaafar, 2004).

BAB I - VI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Skizofrenia pustaka

Citation preview

27

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar Belakang Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) merupakan lanjutan dari episode initial otitis media akut (OMA) dengan gejala adanya sekret persisten dari telinga tengah melalui perforasi membran timpani. Ini menjadi masalah penting untuk mengatasi ketulian yang kini menimpa negara berkembang (WHO, 2004). Gangguan pendengaran (tuli) yang terjadi pada pasien OMSK dapat bervariasi. Pada umumnya gangguan pendengaran yang terjadi berupa tuli konduktif namun dapat pula bersifat tuli saraf atau tuli campuran apabila sudah terjadi gangguan pada telinga dalam, misalnya akibat proses infeksi yang berkepanjangan atau infeksi yang berulang. Beratnya ketulian bergantung kepada besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem penghantaran suara di telinga tengah (Djaafar, 2004). Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) biasanya dimulai dengan otitis media yang berulang pada anak, sangat jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba eustachius. Fungsi tuba eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down Sindrome. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat (Nursiah, 2003). Survei prevalensi di seluruh dunia walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65-330 juta orang dengan telinga berair, 60% diantaranya (39-200 juta) mengalami gangguan pendengaran yang signifikan. Diperkirakan 28000 mengalami kematian dan < 2 juta mengalami kecacatan; 94% terdapat di negara berkembang (WHO, 2004). Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain disebabkan, kondisi sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, higiene dan nutrisi yang buruk. Otitis media kronis merupakan penyakit THT yang paling banyak di negara sedang berkembang. Di negara maju seperti Inggris sekitar 0, 9% dan di Israel hanya 0, 0039% (WHO, 2004). Menurut survei yang dilakukan pada tujuh propinsi di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan angka kejadian Otitis Media Supuratif Kronis sebesar 3% dari penduduk Indonesia. Dengan kata lain dari 220 juta penduduk Indonesia diperkirakan terdapat 6,6 juta penderita OMSK. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran, prevalensi OMSK adalah 3,1% - 5,20 % populasi. Usia terbanyak penderita infeksi telinga tengah adalah usia 7-18 tahun, dan penyakit telinga tengah terbanyak adalah OMSK. Jumlah penderita ini kecil kemungkinan untuk berkurang bahkan mungkin akan bertambah setiap tahunnya mengingat kondisi ekonomi yang masih buruk, kesadaran masyarakat akan kesehatan yang masih rendah, dan sering tidak tuntasnya pengobatan yang dilakukan pasien. Sampai saat ini belum ada data mengenai prevalensi otitis media supuratif kronis di RSUP Sanglah. Oleh karena itu penulis tertarik dalam melakukan penelitian untuk mengetahui prevalensi penderita otitis media supuratif kronis di RSUP Sanglah pada tahun 2013.1.2. Rumusuan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka diperlukan suatu penelitian tentang Bagaimanakah karakteristik penderita otitis media supuratif kronis di RSUP Sanglah pada periode bulan Januari Juni tahun 2013. 1.3. Tujuan Penelitian1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui karakteristik pasien otitis media supuratif kronis (OMSK) di Poliklinik THT RSUP Sanglah selama periode bulan Januari - Juni tahun 2013.1.3.2. Tujuan Khusus Yang menjadi tujuan khusus pada penelitian ini adalah: 1. Mengetahui jumlah pasien OMSK (otitis media supuratif kronis) yang berobat di Poliklinik THT RSUP Sanglah selama periode bulan Januari - Juni tahun 2013.2. Untuk mengetahui peringkat usia terbanyak pada penderita otitis media supuratif kronis di Poliklinik THT RSUP Sanglah selama periode bulan Januari - Juni tahun 2013.3. Mengetahui jenis kelamin tersering pada penderita otitis media supuratif kronis di Poliklinik THT RSUP Sanglah selama periode bulan Januari - Juni tahun 2013.4. Mengetahui gejala klinis yang sering muncul pada penderita otitis media supuratif kronis di Poliklinik THT RSUP Sanglah selama periode bulan Januari - Juni tahun 2013.5. Mengetahui tipe OMSK yang paling sering dijumpai pada penderita OMSK di Poliklinik THT RSUP selama periode bulan Januari - Juni tahun 2013.

1.4. Manfaat Penelitian1.4.1. Manfaat Praktis Dapat memberikan informasi karakteristik penyakit otitis media supuratif kronis (OMSK) kepada RSUP Sanglah.1.4.2. Manfaat Teoritis1. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti mengenai prevalensi otitis media supuratif kronis di Poliklinik THT RSUP Sanglah tahun 2013.2. Dapat dipakai sebagai sumber informasi untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian yang telah dilakukan penulis.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Otitis Media Supuratif Kronis2.1.1. Definisi Otitis Media Supuratif Kronis Otitis Media Supuratif Kronis merupakan stadium dari penyakit telinga bagian tengah dimana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah, mastoid dan membran timpani yang tidak mengalami perforasi dan ditemukan sekret (otorea) juga terdapat purulen yang hilang timbul. Apabila penyakit ini hilang timbul atau menetap selama 2 bulan atau lebih maka dapat disebut dengan istilah kronis. (Djaafar, 1997). Sedangkan menurut (Soepardi, 2007), Otitis media supuratif kronis adalah suatu peradangan kronis pada telinga bagian tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (ottorhea) selama lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. Dan (WHO, 2004) mendefinisikan Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) sebagai lanjutan dari episode inisial otitis media akut dengan karakteristik adanya sekret persisten dari telinga tengah melalui perforasi membran timpani. Ini menjadi masalah penting untuk mengatasi ketulian yang kini menimpa negara berkembang.2.1.2. Epidemiologi Otitis Media Supuratif Kronis Survei prevalensi di seluruh dunia yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65-330 juta orang dengan telinga berair, 60% diantaranya (39-200 juta) mengalami gangguan pendengaran yang signifikan. Diperkirakan 28.000 mengalami kematian dan < 2 juta mengalami kecacatan; 94% terdapat di negara berkembang (WHO, 2004). Beberapa faktor yang mempengaruhi Otitis Media Supuratif Kronis di beberapa negara antara lain: kondisi sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, hygiene (kebersihan) dan nutrisi yang buruk. Kebanyakkan studi mengukur nilai prevalensi bukannya menilai angka insidensi seperti table 1. Prevalensi OMSK setiap negara dikategorikan oleh WHO regional classification pada tahun 2004. WHO mengkategorikan prevalensi OMSK yaitu Negara dengan nilai prevalensi 1-2% dianggap rendah dan nilai 3-6% dianggap tinggi (WHO, 2004).Tabel 2.1Prevalensi OMSK setiap Negara oleh WHO Regional ClassificationKategoriPopulasi

Paling tinggi ( >4% )Tanzania, India, Solomon Islands, Guam, Australian Aborigines, Greenland

Tinggi ( 2-4%)Nigeria, Angola, Mozambique, Republic of Korea, Thailand, Philippines, Malaysia, Vietnam, Micronesia, China, Eskimos

Rendah (1-2% )Brazil, Kenya

Paling rendah ( 504730229840.225.718.97.86.9

Jumlah117100

Pada table 4 diatas dapat diketahui bahwa dari 117 penderita otitis media supuratif kronis, proporsi yang terbesar terjadi pada kelompok umur antara 11 20 tahun dengan persentase 40.2%, diikuti oleh kelompok umur 21 30 tahun dan 31 40 tahun dengan persentase sebesar 25.7% dan 18.9%. Lalu pada kelompok umur 41 50 tahun sebesar 7.8% dan kelompok umur >50 tahun memiliki persentase yaitu 6.9%. Sementara proporsi terkecil ditemukan pada kelompok umur 0 10 tahun dengan persentase 0.5%.Tabel 5.3Distribusi Sampel berdasarkan Gejala KlinisGejala Klinisn %

Otorhea10791.5

OtalgiaGangguan Pendengaran 225818.849.6

Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa gejala klinis yang paling banyak diderita oleh pasien otitis media supuratif kronis adalah otorhea (telinga berair) dengan persentase 91.5%. Lalu diikuti oleh gangguan pendengaran sebesar 49.6%. Pasien OMSK yang mengalami otalgia (nyeri telinga) yaitu sebesar 18.8%.Tabel 5.4 Distribusi Sampel berdasarkan Tipe PenyakitTipe OMSKn %

Benigna11295.7

Maligna54.3

Jumlah117100

Berdasarkan tipe OMSK, yang paling banyak diderita oleh pasien OMSK adalah tipe benigna yaitu sebanyak 112 pasien dengan persentase 95.7%. Sedangkan tipe maligna jauh lebih sedikit yaitu 5 pasien dengan persentase 4.3%.5.3. Grafik Data

Gambar 5.1

Gambar 5.2

Gambar 5.3

Gambar 5.4

5.4. PembahasanBerdasarkan data yang didapat dari rekam medis pasien di Poliklinik THT RSUP Sanglah terdapat 117 sampel penelitian selama periode bulan Januari Juni 2013. Dari hasil penelitian, terlihat bahwa kejadian otitis media supuratif kronis berdasarkan jenis kelamin lebih sering terjadi pada laki-laki yaitu 54.7% dibandingkan dengan perempuan sebesar 45.3%. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan tahun 2009 dengan 65 pasien OMSK didapatkan proporsi kejadian otitis media supuratif kronis pada laki-laki lebih besar yaitu 55.4% sedangkan pada perempuan sebesar 44.6 % (Premraj P, 2010). Selain itu, hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RS Sardjito Yogyakarta selama 2 tahun, jenis kelamin yang paling banyak menderita OMSK adalah laki-laki sebesar 62.1% (Nirmala H, 2002). Hal ini membuktikan bahwa laki-laki memiliki resiko yang lebih tinggi menderita otitis media supuratif kronis dibandingkan perempuan.Gambaran distribusi sampel berdasarkan usia di Poliklinik THT RSUP Sanglah selama periode bulan Januari Juni 2013 menunjukan bahwa proporsi penderita otitis media supuratif kronis terbesar pada kelompok umur antara 11 20 tahun yaitu sebanyak 40.2%. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RS St. Elisabeth Semarang pada tahun 1998, dari 135 penderita OMSK, 62.4% adalah kelompok umur 11 20 tahun (Roland NJ, 1999). Selain itu, hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RS St. Carolus Jakarta selama 2 tahun dimana dari 208 penderita OMSK, 66.4% merupakan kelompok umur 11 20 tahun (Soeharso N,1996). Hal ini sudah terbukti dalam banyak penelitian dimana kelompok umur 11 20 tahun menduduki proporsi terbesar.Dari hasil penelitian, dapat dilihat bahwa keluhan yang paling banyak diderita oleh pasien otitis media supuratif kronis adalah otorhea (telinga berair) yaitu sebanyak 107 pasien dengan persentase 91.5%. Menurut penelitian yang dilakukan di RS Sardjito Yogyakarta selama 2 tahun menyatakan bahwa keluhan terbanyak yang diderita oleh pasien otitis media supuratif kronis adalah keluhan telinga berair (otorhea) sebanyak 99.8% (Nirmala H, 2002). Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RS H Adam Malik Medan pada tahun 2009 dengan 65 pasien OMSK didapatkan semua pasien mengalami keluhan telinga berair (otorhea). Dengan kata lain, persentase keluhan telinga berair sebesar 100% (Premraj P,2010).Menurut hasil gambaran distribusi sampel berdasarkan tipe OMSK di Poliklinik THT RSUP Sanglah, tipe benigna yang merupakan tipe jinak mendominasi diagnosis yaitu sebesar 95.7%. Sedangkan tipe maligna sebesar 4.3%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RS Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta selama 2 tahun, tipe OMSK yang lebih banyak diderita oleh pasien OMSK adalah tipe benigna sebanyak 57.9% (Manuaba LM, 1999). Namun hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan di RS Sardjito Yogyakarta pada tahun 1997 hingga tahun 1999, dimana proporsi kejadian OMSK terbesar ialah OMSK tipe maligna yaitu sebanyak 72.2% (Silvia H, 2000).

BAB VISIMPULAN DAN SARAN6.1. KesimpulanOtitis Media Supuratif Kronis (OMSK) merupakan lanjutan dari episode initial otitis media akut (OMA) dengan gejala adanya sekret persisten dari telinga tengah melalui perforasi membran timpani. Ini menjadi masalah penting untuk mengatasi ketulian yang kini menimpa negara berkembang dimana Indonesia sampai saat ini merupakan negara berkembang.Dari penelitian ini, peneliti dapat menyimpulkan jumlah total penderita otitis media supuratif kronis di poliklinik THT RSUP Sanglah selama periode bulan Januari Juni 2013 yaitu sebesar 117 orang. Selama periode tersebut pasien OMSK terbanyak berjenis kelamin laki-laki dengan persentase sebesar 54.7% dan perempuan sebesar 45.3%. Kelompok umur terbanyak menderita OMSK adalah kelompok umur antara 11 20 tahun yaitu sebanyak 40.2%.Keluhan terbanyak yang dialami oleh penderita otitis media supuratif kronis di Poliklinik THT RSUP Sanglah adalah telinga berair (otorhea) dengan persentase sebesar 91.5% kemudian diikuti oleh gangguan pendengaran sebesar 49.6%. Sedangkan nyeri telinga (otalgia) sebesar 18.8%. Tipe OMSK dibagi menjadi 2 yaitu tipe benigna dan tipe maligna. Distribusi tipe OMSK selama periode bulan Januari Juni tahun 2013 di Poliklinik THT RSUP Sanglah didapatkan tipe benigna mendominasi diagnosis dengan persentase 95.7%. Sedangkan proporsi tipe maligna sebesar 4.3%.

6.2. Saran Perlunya pihak rumah sakit melakukan pengawasan, memberikan petunjuk serta mengajari pihak keluarga dan penderita sendiri cara merawat otitis media supuratif kronis untuk mencegah terjadinya kekambuhan penyakit ini pada penderita tersebut.

DAFTAR PUSTAKAAboet A, (2006). Terapi pada Otitis Media Supuratif Akut, Dalam: Majalah Kedokteran Nusantara; Departemen Telinga Hidung Tenggorokan dan Bedah Kepala Leher FKUSU, Medan; Vol. 39; No. III.Ballenger JJ, 1997. Penyakit Telinga Kronis. Dalam: Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid dua. Edisi 13. Binarupa Aksara. Jakarta. hal: 392-403. Djaafar, Z.A, (1997). Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, edisi 3, FKUI, Jakarta; h.54-57. Glasscock III M.E, Shambaugh GE, (1990). Pathology and Clinical Course of Inflammatory Disease of the Middle Ear. In: Surgery of the Ear, 4th ed, Philadelphia, WB. Saunders Company; h.184-187. Helmi S, (1990). Perjalanan Penyakit dan Gambaran Klinik Otitis Media Suppuratif Kronis. Dalam: Pengobatan Non Operatif Otitis Media Supuratif, Editor Helmi dkk, Balai Penerbit FK-UI, Jakarta; h.17-35.Kumar S, (1996). Chronic Suppurative Otitis Media. In: Fundamental of Ear, Nose and Throat Disease and Head Neck Surgery, Calcuta, 6th ed; h.100-107. Paparella MM, et all Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid, Editor Effendi H, Santosa K, Dalam : Boies Buku Ajar Penyakit THT, Alih Bahasa : Dr. Caroline Wijaya, Edisi 6, Jakarta, ECG, 1994 ; 88-113.Roland NJ, (1999). Chronic Suppurative Otitis Media, Key Topic in Otolaryngology and Head Neck Surgery, Bios scientific; h.51-53 Soepardi, EA , Nurbaiti, Jenny, Restuti, DR, 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala & Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi 6, Jakarta ; 69-74. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J, 2004. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga dalam Soepardi EA, Iskandar N (Ed) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi kelima. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. hal: 9-19. World Health Organization, Chronic Suppurative Otitis Media, Burden of Illness and Management Options, Child and Adolescent Health and Development, Prevention of Blindness and Deafness, Geneva, Switzerland, 2004.