122
1 BAB I PENDAHULUAN Bahan Obat jarang diberikan sendiri-sendiri, tetapi lebih sering merupakan suatu formula yang dikombinasi dengan satu atau lebih zat bukan obat yang bermanfaat untuk kegunaan farmasi yang bermacam-macam dan khusus. Melalui penggunaan yang selektif dari zat obat ini sebagai bahan farmasi akan dihasilkan sediaan farmasi atau bentuk sediaan dengan tipe yang bermacam-macam. Sediaan yang bermacam-macam ini merupakan tantangan bagi para ahli farmasi di pabrik dalam membuat formula dan bagi dokter dalam memilih obat serta cara pemberiannya untuk ditulis dalam resep. Sediaan Farmasi terdiri dari berbagai komponen yang harus diproses melalui unit operasi dengan pasti. Setelah melalui proses yang sesuai, baik zat aktif maupun bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi. Proses tersebut berlaku pula bagi senyawa-senyawa kimia maupun bahan yang berasal dari tubuhan atau hewan. Proses ini merupakan dasar operasional penting dalam bidang teknologi farmasi. Pada hakekatnya proses-proses tersebut melibatkan semua kegiatan operasional sampai terjadinya sediaan obat. Seperti proses penghalusan, pendistribusian partikel, pengeringan, pencampuran, penggranulan dan seterusnya. Semua proses memerlukan peralatan yang merupakan unit-unit operasi yang harus diketahui dan dipahami agar memudahkan menggunakan dan akhirnya diperoleh produk yang dikehendaki. Perkembangan teknologi sedemikian pesatnya, hal tersebut memberikan keuntungan tersendiri bagi dunia farmasi, khususnya terhadap perkembangan bentuk sediaan farmasi. Perubahan atau pola pergeseran metode pembuatan sediaan dari skala konvensional menjadi skala modern dengan bantuan teknologi sangat membantu perkembangan industry farmasi ke arah yang lebih baik. Setelah mengikuti perkuliahan Teknologi Farmasi ini Mahasiswa diharapakan mengerti dan memahami sediaan farmasi bentuk solida, semisolida dan likuida memahami proses pembuatan sediaan farmasi dalam skala laboratorium, skala pilot, dan skala produksi dalam pabrikan, juga memahami aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam Cara Pembuatan Obat Yang Baik sehingga diperoleh obat yang memenuhi persyaratan.

BAB I PENDAHULUAN suatu formula yang dikombinasi · PDF filesediaan farmasi atau bentuk sediaan dengan ... jelly dan suppositoria Sediaan likuida adalah bentuk sediaan farmasi

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

Bahan Obat jarang diberikan sendiri-sendiri, tetapi lebih sering merupakan

suatu formula yang dikombinasi dengan satu atau lebih zat bukan obat yang

bermanfaat untuk kegunaan farmasi yang bermacam-macam dan khusus. Melalui

penggunaan yang selektif dari zat obat ini sebagai bahan farmasi akan dihasilkan

sediaan farmasi atau bentuk sediaan dengan tipe yang bermacam-macam. Sediaan

yang bermacam-macam ini merupakan tantangan bagi para ahli farmasi di pabrik

dalam membuat formula dan bagi dokter dalam memilih obat serta cara

pemberiannya untuk ditulis dalam resep.

Sediaan Farmasi terdiri dari berbagai komponen yang harus diproses melalui

unit operasi dengan pasti. Setelah melalui proses yang sesuai, baik zat aktif maupun

bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi. Proses

tersebut berlaku pula bagi senyawa-senyawa kimia maupun bahan yang berasal dari

tubuhan atau hewan. Proses ini merupakan dasar operasional penting dalam bidang

teknologi farmasi. Pada hakekatnya proses-proses tersebut melibatkan semua

kegiatan operasional sampai terjadinya sediaan obat. Seperti proses penghalusan,

pendistribusian partikel, pengeringan, pencampuran, penggranulan dan seterusnya.

Semua proses memerlukan peralatan yang merupakan unit-unit operasi yang harus

diketahui dan dipahami agar memudahkan menggunakan dan akhirnya diperoleh

produk yang dikehendaki.

Perkembangan teknologi sedemikian pesatnya, hal tersebut memberikan

keuntungan tersendiri bagi dunia farmasi, khususnya terhadap perkembangan

bentuk sediaan farmasi. Perubahan atau pola pergeseran metode pembuatan

sediaan dari skala konvensional menjadi skala modern dengan bantuan teknologi

sangat membantu perkembangan industry farmasi ke arah yang lebih baik.

Setelah mengikuti perkuliahan Teknologi Farmasi ini Mahasiswa diharapakan

mengerti dan memahami sediaan farmasi bentuk solida, semisolida dan likuida

memahami proses pembuatan sediaan farmasi dalam skala laboratorium, skala pilot,

dan skala produksi dalam pabrikan, juga memahami aspek-aspek yang harus

diperhatikan dalam Cara Pembuatan Obat Yang Baik sehingga diperoleh obat yang

memenuhi persyaratan.

2

BAB II

A. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan

memahami sediaan farmasi bentuk solida, semisolida dan likuida serta cara

pembuatannya dalam skala laboratorium maupun pabrikan.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu :

- Mengerti tentang ruang lingkup teknologi farmasi

- Menjelaskan teknologi dan penggunaannya di bidang farmasi

- Menjelaskan tentang kelompok bentuk sediaan farmasi ; solida,

semisolida dan likuida

C. Uraian Materi

1. Teknologi Farmasi berasal dari dua kata yaitu Teknologi dan Farmasi.

Teknologi adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang

yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.

Farmasi (bahasa Inggris : pharma bahasa Yunani Pharmacon yang berarti :

obat) merupakan salah satu bidang professional ilmu kesehatan yang

merupakan kombinasi ilmu kimia dan ilmu kesehatan yang memiliki tanggung

jawab memastikan efektivitas dan keamanan penggunaan obat, termasuk

didalamnya obat tradisional, mulai dari peracikan sampai dengan pembuatan

di pabrik-pabrik farmasi.

Teknologi Farmasi adalah ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang farmasi ,

mencakup berbagai aspek yang berhubungan dengan produk farmasi mulai

dari pencarian/penemuan, pengolahan dan pengembangan bahan baku

hingga menjadi sediaan farmasi yang siap digunakan. Pengembangan

pharmaceutical science & technology atau pendekatannya bersifat product

oriented untuk memenuhi kebutuhan riset pengembangan produksi dan

pemeriksaan produk farmasi dan alat kesehatan

Ruang Lingkup teknologi farmasi meliputi sediaan solida, semisolida dan

likuida. Serta proses pembuatan sediaan farmasi dalam skala laboratorium,

skala pilot, dan skala produksi dalam pabrikan,

3

2. Sediaan Solida adalah Bentuk sediaan farmasi yang bersifat padat, termasuk

didalamnya adalah tablet, kaplet, serbuk, pil dan kapsul

Sediaan semisolida adalah bentuk sediaan farmasi yang bersifat semipadat

termasuk didalamnya adalah salep, cream, jelly dan suppositoria

Sediaan likuida adalah bentuk sediaan farmasi yang bersifat cair termasuk

didalamnya adalah larutan, emulsi, dan suspensi.

D. Soal-soal

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan teknologi?

2. Sebutan kegunaan teknologi farmasi dalam pembuatan sediaan farmasi

(obat) ?

3. Jelaskan apa yang dimaksud bentuk sediaan solida, semisolida dan

likuida ?

4. Sebutkan contoh bentuk sediaan solida, semisolida dan likuida !

E. Pustaka

- Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas

Indonesia. Jakarta.

- Lachman, Lieberman D. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi 1,

2 dan 3. Universitas Indonesia. Jakarta.

4

BAB III

A. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan

memahami sediaan farmasi bentuk solida (padat).

B. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu :

- Memahami tentang penyusunan formula sediaan

- Memahami cara pembuatan sediaan dalam skala laboratorium

- Menjelaskan tentang evaluasi bentuk sediaan

C. Uraian Materi

1. Formula sediaan bisa merupakan suatu formula officinalis atau formula

magistralis.

Formula officinalis yaitu resep yang tercantum dalam buku farmakope atau

buku lainnya dan merupakan standart.

Formula magistralis yaitu resep yang ditulis oleh dokter, dokter gigi, dokter

hewan dan dokter spesialis

Formula sediaan tersusun dari bahan aktif dan bahan tambahan

2. Dalam penyusunan formula sediaan di dalam laboratorium harus selalu

diperhatikan tentang karakteristik masing-masing bahan. Pemilihan bahan

sebisa mungkin menghindari adanya bahan (obat) yang tidak tercampur

atau bahan yang bisa menimbulkan interaksi obat antara bahan satu

dengan bahan yang lain.

3. Evaluasi bentuk sediaan adalah salah satu bagian dari pengendalian mutu

sediaan. Evaluasi bisa dilakukan disaat proses produksi berlangsung

disebut dengan In Process Control (IPC), dan evaluasi disaat proses

produksi telah berakhir disebut sebagi End Process Control (EPC).

D. Pertanyaan

- Apa yang dimaksud dengan formulasi ?

- Sebutkan tujuan dilakukannya evaluasi mutu bentuk sediaan farmasi ?

5

E. Pustaka

- Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas

Indonesia. Jakarta.

- Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.

- Lachman, Lieberman D. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi 1,

2 dan 3. Universitas Indonesia. Jakarta.

6

BAB IV

A. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan

memahami sediaan farmasi bentuk solida (padat).

B. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu :

- Memahami tentang granul

- Menjelaskan skema metode pembuatan granul (granulasi)

- Memahami alat dan mesin yang digunakan untuk pembuatan granul

C. Uraian Materi

1. Granul atau granula adalah gumpalan-gumpalan dari partikel-partikel yang

lebih kecil. Umumnya berbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel

tunggal yang lebih besar. Ukurannya biasanya berkisar antara ayakan

mesh 4-12.

Gambar 1. Granul

7

Gambar 2. Granul

Syarat Granul yang baik, adalah:

1. Bentuk spheris

2. Ukuran mengikuti distribusi normal dengan % partikel kasar dan % partikel

halus (fines)

3. Ukuran sesuai dengan berat tablet

4. Homogen dan kompresibiltas baik

5. Mempunyai kelembaban tertentu

8

Tabel ukuran granul

(Rawlins,E.A, 1977)

Tablet weight

(mg)

Sieve number (meshesper inch) for

Punch diameter

(mm)

Wet screening Dry screening

50 16 20 5-6,5

100 16 20 7

150 12 16 8

200 12 16 8,5

300 10 12 10,5

500 10 10 12

1000 8 8 16

2. Skema metode pembuatan granul (granulasi) :

a. Granulasi Kering

Skema : Penimbangan

Pencampuran

Pengempaan (tekanan besar)

Slug / lempengan

Penghancuran

Pengayakan GRANUL

9

b. Granulasi Basah

Skema :

Penimbangan

Pencampuran

Penambahan cairan pengikat

Pencampuran (pembuatan massa granul)

Pegayakan granul basah (6-12 mesh)

Pengeringan granul 40-600 C

Pengayakan (14-20 mesh) GRANUL

3. Alat dan Mesin yang digunakan untuk pembuatan Granul

a. Alat Pencampur (= Mixer) bahan granul (raw material)

- Cylindrical mixer, double cone mixer, cube mixer untuk mencampur

komponen2 dengan : batch kecil, perbedaan densitas partikel kecil.

Gambar 3. Tumbling Mixer

10

- V-mixer, Y-mixer untuk mencampur komponen2 dengan : batch besar,

perbedaan densitas partikel besar

Gambar 4. Y-Mixer

b. Granulasi Kering

- Alat heavy duty tableting machine adalah alat yang digunakan untuk

mengubah massa tablet yang dikempa dengan tekanan menjadi slug.

- Alat roller compactor masa tablet dikempa dengan tekanan yang besar

menjadi lempengan – lempengan.

Gambar 5. Roller Compactor Machine

11

c. Granulasi Basah

- Shear Granulator adalah alat yang digunakan untuk mengubah massa

tablet menjadi granul basah

Gambar 6. Shear Granulator

- Fluized bed granulator adalah alat yang digunakan untuk mengubah

masa tablet menjadi granul basah

Gambar 7. Fluized bed granulator

d. Alat pengering Granul

- Oven adalah alat yang banyak digunakan untuk mengeringkan granul

basah menjadi granul kering dengan suhu yang sudah ditentukan

12

Gambar 8. Oven

- Fluized bed dryer adalah alat yang digunakan untuk mengubah masa

granul basah menjadi granul dan sekaligus menjadikannya granul kering

Gambar 9. Fluized Bed Dryer

13

Proses pengeringan granul :

- Suhunya tidak boleh terlalu panas

- Kekeringan granul (kadar air)

- Kelembaban granul

D. Pertanyaan

- Sebutkan definisi granul ?

- Sebutkan alat yang digunakan untuk mencampur bahan granul dengan hasil

yang paling bagus !

E. Pustaka

- Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas

Indonesia. Jakarta.

- Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.

- Lachman, Lieberman D. 1989.

- Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi 1, 2 dan 3. Universitas Indonesia.

Jakarta.

- Handbook Pharmaceutikal Exipient. Jakarta.

14

BAB V

A. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan

memahami sediaan farmasi bentuk solida (padat).

B. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu :

a. Menjelaskan metode pembuatan granul (granulasi)

b. Menjelaskan keuntungan metode granulasi basah dan kering

C. Uraian Materi

1. Granulasi Basah

Granulasi Basah untuk pembuatan tablet dari zat aktif yang sifat alir

dan kompresibilitasnya jelek dan tidak tahan terhadap tekanan yang

besar tetapi stabil dalam kondisi panas dan atau lembab.

Bahan Pengikat lebih efektif dalam bentuk cairan karena jumlahnya

relatif sedikit dibanding dalam keadaan kering yang kemudian

ditambahkan air secara terpisah.

Baik tidaknya granul yang dihasilkan selain tergantung dari formula

terutama bahan pengikatnya juga tergantung dari proses

pencampuran massa padat dengan cairan pengikatnya.

Contoh bahan obat yang sering dibuat granul dengan metode

granulasi basah adalah : Paracetamol

Skema :

Penimbangan

Pencampuran

Penambahan cairan pengikat

Pencampuran (pembuatan massa granul)

15

Pegayakan granul basah (6-12 mesh)

Pengeringan granul 40-600 C

Pengayakan (14-20 mesh)

GRANUL

Keuntungan granulasi basah :

a. Terbentuknya granul, sifat alir dan kompresibilitas massa tablet menjadi

lebih baik sehingga mudah di tablet

b. Untuk zat dosis tinggi dengan sifat alir dan kompresibilitas jelek, dengan

granulasi basah memrlukan relatif sedikit bahan pengikat dibanding

dengan kempa langsung.

c. Mencegah segregasi campuran massa tablet yang sudah homogen

d. Kelembaban granul bisa di atur

e. Kecepatan disolusi obat yang hidrofob dapat diperbaiki dengan memilih

bahan pengikat yang tepat.

Kerugian granulasi basah:

a. Banyak tahap dalam proses produksi yang harus divalidasi

b. Biaya cukup tinggi

c. Zat aktif yang sensitive terhadap lembab dan panas tidak dapat dikerjakan

dengan cara ini.

Untuk zat termolabil dilakukan dengan pelarut non air

2. Granulasi Kering

Digunakan untuk pembuatan tablet dari zat aktif yang sifat alir dan

kompresibilitasnya jelek dan sensitive terhadap panas atau

kelembaban.

16

Bahan Pengikat diberikan dalam bentuk kering karena menghindari

penggunaan larutan dan air sebagai pembasah.

Massa tablet dikempa menjadi slug atau lempengan untuk kemudian

dihancurkan lagi menjadi granul sesuai yang diinginkan dengan

mempersyaratkan ukurannya.

Contoh bahan obat yang sering dibuat granul dengan metode

granulasi kering adalah : Amoxicillin

Skema : Penimbangan

Pencampuran

Pengempaan (tekanan besar)

Slug / lempengan

Penghancuran

Pengayakan GRANUL

Keuntungan granulasi kering :

a. Peralatan lebih sedikit karena tidak mengguanakan larutan pengikat, mesin

pengaduk berat dan pengeringan yang memakan waktu lama.

b. Baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab.

c. Mempercepat waktu hancur karena tidak terikat oleh pengikat.

Kerugian granulasi kering:

a. Memerlukan mesin tablet khusus untuk membuat slug.

b. Tidak dapat mendistribusikan zat warna seragam.

c. Proses banyak menghasilkan debu sehingga memungkinkan terjadinya

kontaminasi silang.

17

D. Pertanyaan

- Sebutkan bahan obat yang sering dibuat granul dengan metode granulasi

basah!

- Jelaskan yang dimaksud dengan pengayak mesh 14-20 !

E. Pustaka

- Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas

Indonesia. Jakarta.

- Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.

- Lachman, Lieberman D. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi 1, 2

dan 3. Universitas Indonesia. Jakarta.

- 1995. Handbook Pharmaceutical Exipient. Jakarta.

18

BAB VI

A. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan

memahami sediaan farmasi bentuk solida (padat).

B. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu :

a. Menjelaskan tentang evaluasi mutu granul

b. Memahami cara dan perhitungan evaluasi mutu granul

C. Uraian Materi

Evaluasi Mutu Granul :

a. Uji Sifat Alir Granul

Granul dimasukkan kedalam corong uji waktu alir. Penutup corong

dibuka sehingga granul keluar dan ditampung pada bidang datar.

Waktu alir granul dicatat dengan stopwatch dari mulai dibukanya

tutup bagian bawah hingga semua massa granul mengalir keluar dari

alat dan timbunan granul digunakan untuk menghitung sudut istirahat

(sudut diam), sudut diamnya dihitung dengan mengukur diameter

rata-rata timbunan granul dan tinggi tumpukan (puncak) timbunan

granul yang keluar dari mulut corong diukur.

Untuk 100 g granul waktu alir dipersyaratkan tidak boleh lebih dari 10

detik. Sudut diam tidak lebih dari 30 derajat

(_) = Sudut istirahat

Arc Tangen = Tinggi puncak granul jari-jari lingkaran

h = tinggi puncak granul yang terbentuk

r = jari-jari kerucut granul yang terbentuk

Besar sudut istirahat Keterangan

<25 Sangat baik

25-30 Baik

30-40 Cukup

>40 Sangat sukar

(Aulton, 1988, Lieberman&Lachman, 1986)

19

b. Uji kompresibilitas

Timbang 100g granul masukkan ke dalam gelas ukur dan dicatat

volumenya, kemudian granul dimampatkan sebanyak 500 kali

ketukan dengan alat uji, catat volume uji sebelum dimampatkan (Vo)

dan volume setelah dimampatkan dengan pengetukan 500 kali (V).

Perhitungan :

I = ����

�� x 100%

Keterangan :

I = Indeks kompresibilitas (%)

Vo = Volume granul sebelum dimampatkan (mL)

V = Volume granul setelah dimampatkan (mL)

Syarat = Tidak lebih dari 20%

Kompresibilitas (%) Sifat aliran

5-12 Sangat baik

12-18 Baik

18-23 Cukup

23-33 Kurang

33-38 Sangat kurang

>38 Sangat buruk

c. Uji kerapuhan granul

Kerapuhan granul yaitu gambaran stabilitas fisis granul. Dapat

diamati lewat ketahanannya terhadap adanya getaran dengan

menempatkannya diatas ayakan bertingkat yang digetarkan.

Presentase kerapuhan granul = %

d. Uji Daya serap granul

Daya serap granul berpengaruh pada waktu hancur tablet. Faktor

yang mempengaruhi penetrasi adalah porositas tablet dimana

tergantung kompresi dan kemampuan penyerapan air dari material

yang dipakai. Bahan penghancur mulai berfungsi diantaranya melalui

20

proses pengembangan reaksi kimia maupun secara enzimatis setelah

air masuk ke dalam tablet.

Berat air yang diserap oleh granul adalah berat rata-rata dari 3 kali

replikasi yang dihitung setelah berat ampul yang ditimbang konstan.

e. Uji Waktu Alir

Waktu alir adalah waktu yang diperlukan untuk mengalir dari

sejumlah granul melalui lubang corong yang diukur adalah sejumlah

zat yang mengalir dalam suatu waktu tertentu.

Untuk 100 g granul waktu alirnya tidak boleh lebih dari 10 detik

Waktu alir berpengaruh terhadap keseragaman bobot tablet

Besar laju alir (g/s) Sifat aliran

>10 Sangat baik

4-10 Baik

1,6-4 Sukar

<1,6 Sangat sukar

f. Uji kompaktibilitas

Untuk mengetahui kemampuan granul untuk saling melekat menjadi

massa yang kompak, digunakan mesin tablet single punch dengan

berbagai tekanan.

Kompaktibilitas digambarkan oleh kekerasan tablet yang dihasilkan.

Hasil uji kompaktibilitas :

Skala Kekerasan tablet

0,5 4,005

1 Hancur sebelum diuji kekerasannya

1,5 14,37

2 27,75

3 12,45

21

D. Pertanyaan

- Berapa syarat yang diperbolehkan untuk sudut diam dari granul 100 gram

yang diuji sifat alirnya?

- Jelaskan tahap-tahap pengujian kompaktibilitas granul !

E. Pustaka

- Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas

Indonesia. Jakarta.

- Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.

- Lachman, Lieberman D. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi 1, 2

dan 3. Universitas Indonesia. Jakarta.

- 1995. Handbook Pharmaceutikal Exipient. Jakarta.

22

BAB VII

A. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan

memahami sediaan Tablet.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu :

a. Memahami tentang tablet

b. Memahami tentang bahan penyusun tablet : zat aktif, bahan pengisi,

bahan pengikat, bahan penghancur

c. Memahami alat dan mesin yang digunakan untuk pembuatan tablet

C. Uraian Materi

1. Definisi tablet

Tablet adalah sediaan obat berbentuk bulat gepeng,kompak merupakan

hasil kempaan zat aktif dengan atau tanpa bahan tambahan.

Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam

bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau

cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat

tambahan. Menurut FI edisi IV, tablet adalah sediaan padat mengandung

bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.

Tablet adalah sediaan bentuk padat yang mengandung substansi obat

dengan atau tanpa bahan pengisi (USP 26, hal 2406).

Tablet adalah sediaan padat yang mengandung satu dosis dari beberapa

bahan aktif dan biasanya dibuat dengan mengempa sejumlah partikel

yang seragam (BP 2002).

Tablet yang berbentuk kapsul umumnya disebut kaplet.

Bolus adalah tablet besar yang digunakan untuk obat hewan besar.

Bentuk tablet umumnya berbentuk cakram pipih/gepeng, bundar,

segitiga, lonjong dan sebagainya.

Bentuk khusus ini dimaksudkan untuk menghindari, mencegah atau

mempersulit pemalsuan dan agar mudah dikenali orang.

Warna tablet umumnya putih. Tablet yang berwarna mungkin karena zat

aktifnya memang berwarna, tetapi ada juga tablet yang sengaja diberi

23

warna agar tampak lebih menarik, mencegah pemalsuan, dan untuk

membedakan tablet yang satu dengan tablet yang lain.

Pemberian etiket pada tablet harus mencantumkan nama tablet atau zat

aktif yang dikandung, dan jumlah zat aktif (zat berkhasiat) tiap tablet.

Gambar 10. Tablet

Kriteria Tablet

Suatu tablet harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Harus mengandung zat aktif dan non aktif yang memenuhi persyaratan;

2. Harus mengandung zat aktif yang homogen dan stabil;

3. Keadaan fisik harus cukup kuat terhadap gangguan fisik/mekanik;

4. Keseragaman bobot dan penampilan harus memenuhi persyaratan;

5. Waktu hancur dan laju disolusi harus memenuhi persyaratan;

6. Harus stabil terhadap udara dan suhu lingkungan;

7. Bebas dari kerusakan fisik;

8. Stabilitas kimiawi dan fisik cukup lama selama penyimpanan;

9. Zat aktif harus dapat dilepaskan secara homogen dalam waktu tertentu;

10. Tablet memenuhi persayaratan Farmakope yang berlaku.

24

Keuntungan tablet

Dibandingkan dengan bentuk sediaan lain, sediaan tablet mempunyai keuntungan

antara lain :

1. Tablet merupakan bentuk sediaan utuh dan menawarkan kemampuan

terbaik dibanding semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta

variabilitas kandungan yang paling rendah.

2. Tablet merupakan sediaan yang biaya pembuatannya paling rendah.

3. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan sehingga mudah

dibawa.

4. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah dan murah untuk

dikemas dan dikirim.

5. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah,

tidak memerlukan pekerjaan tambahan bila menggunakan permukaan

pencetak yang bermonogram atau berhiasan timbul.

6. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di

tenggorokan, terutama tablet salut yang memungkinkan pecah/ hancurnya

tablet tidak segera terjadi.

7. Tablet bisa dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus, seperti

pelepasan di usus atau produk lepas lambat.

8. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah untuk diproduksi

secara besar-besaran.

9. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran

kimia, mekanik, dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik.

10. Bau, rasa, dan warna yang tidak menyenangkan dapat ditutupi dengan

penyalutan.

11. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh (mengandung dosis zat aktif

yang tepat/teliti) dan menawarkan kemampuan terbaik dari semua bentuk

sediaan oral untuk ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang

paling rendah.

12. Dapat mengandung zat aktif dalam jumlah besar dengan volume yang kecil.

13. Tablet merupakan sediaan yang kering sehingga zat aktif lebih stabil.

14. Tablet sangat cocok untuk zat aktif yang sulit larut dalam air.

15. Pemakaian oleh penderita lebih mudah.

25

Kerugian tablet

1. Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak, tergantung

pada keadaan amorfnya, flokulasinya, atau rendahnya berat jenis.

2. Obat yang sukar dibasakan, lambat melarut, dosisnya tinggi, absorpsi

optimumnya tinggi melalui saluran cerna atau setiap kombinasi dari sifat

diatas, akan sukar atau tidak mungkin diformulasi dan dipabrikasi dalam

bentuk tablet yang masih menghasilkan bioavailabilitas obat cukup.

3. Obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan,

atau obat yang peka terhadap oksigen atau kelembaban udara perlu

pengapsulan atau penyelubungan dulu sebelum dikempa (bila mungkin)

atau memerlukan penyalutan dulu. Pada keadaan ini kapsul dapat

merupakan jalan keluar yang terbaik dan lebih murah.

4. Kesulitan menelan pada anak-anak, orang sakit parah, dan pasien lanjut

usia.

Syarat sediaan tablet secara umum harus :

a. Aman (Safety)

Aman dari segi fisik meliputi bentuk, warna, rasa dan bau.

Aman dari benda asing yang menempel maupun yang ada didalam sediaan

tablet.

Aman dari kandungan bahan kimia yang berbahaya

b. Manjur (Efficacy)

Memberikan khasiat atau manfaat bagi penggunanya

c. Acceptable

Dapat diterima dalam kondisi yang baik oleh setiap penggunanya diberbagai

tempat

d. Berkualitas baik

Memenuhi kualitas mutu tablet yang ditetapkan dan disyaratkan

26

2. Bahan penyusun tablet : zat aktif, bahan pengisi, bahan pengikat, bahan

penghancur

a. Bahan Pengisi

Bahan pengisi berfungsi untuk membuat kecocokan berat tablet. Berat tablet

yang acceptable > 70 mg

Bahan pengisi digunakan untuk formula tablet dengan obat berdosis kecil

Bahan pengisi harus inert dan stabil

Berdasarkan kelarutannya bahan pengisi dibagi menjadi :

1. Pengisi yang larut

contoh ; Laktosa, Sukrosa, Mannitol, Sorbitol

2. Pengisi yang tidak larut

Contoh ; Ca-sulfat, Ca-carbonat, Ca-fosfat dibasa, amilum,

mikrokristalin sellulosa.

Gambar 11. Laktosa

Gambar 12. Calsium Sulfat

27

b. Bahan pengikat

Bahan pengikat berperan sebagai perekat untuk mengikat serbuk-serbuk

komponen tablet menjadi granul.

Bahan pengikat juga membantu mengikat granul2 menjadi tablet dalam

proses pengempaan

Jika bahan pengikat < maka granul rapuh

Jika bahan pengikat > maka granul yang terlalu keras.

Pada pembuatan tablet, bahan pengikat dapat ditambahkan melalui 2 cara

tergantung dari metode pembuatannya

a. Metode kempa langsung = Granulasi kering

Bahan pengikat dimasukkan sebagai serbuknya (dalam keadaan kering)

b. Metode Granulasi basah (digunakan cairan)

Bahan pengikat digunakan dalam bentuk larutan / mucilago.

Bahan pengikat akan lebih efektif dalam keadaan basah atau kering lalu

ditambah cairannya

Contoh Bahan pengikat :

- Gliserin

- PGA (Pulvis Gummi Arabici)

- Mucilago

c. Bahan Penghancur

Bahan penghancur berfungsi untuk menghancurkan tablet bila tablet

kontak dengan cairan.

Pecahnya tablet menjadi granul maka akan memperluas permukaan

sehingga dapat mempercepat lepasnya zat aktif dari tablet. Bahan

penghancur akan menghancurkan granul menjadi partikel-partikel.

Bahan penghancur :

1. Golongan yang dapat memperbesar gaya kapiler, sehingga tablet dapat

lebih cepat menarik cairan berair.

2. Golongan yang dapat mengembang bila kontak dengan air

3. Golongan yang dapat melepaskan gas

4. Golongan yang dapat merusak bahan pengikat secara enzimatik

28

Contoh bahan penghancur :

- CMC Na (Carboxy Methyl Cellulose)

- PVP (Poli Vinil Pirolidon)

- Na dodecyl sulfate

Gambar 13. CMC Na

Gambar 14. PVP

29

d. Bahan pelicin

Bahan pelicin berfungsi sebagai anti gesekan yang terjadi pada waktu

proses pentabletan. Oleh karena itu bahan pelicin ditambahkan ke

massa tablet begitu akan dikempa.

Gesekan yang terjadi pada waktu proses pentabletan :

1. Gesekan antara tablet dengan dinding “punch” dan antara tablet

dengan dinding “die”.

2. Gesekan antara dinding “die” dan dinding “punch”.

3. Gesekan antara partikel yang dikempa

Untuk mengantisipasi gesekan 1 dan 2 diperlukan bahan pelicin yang

lebih dikenal dengan istilah “lubricant”

Untuk mengantisipasi gesekan 3 diperlukan bahan pelicin yang lebih

dikenal dengan “glidant”.

“Lubricant” berfungsi :

1. Memudahkan tablet didorong ke atas,keluar dari “die”

2. Mencegah tablet melekat pada “punch”

3. Mencegah gesekan antara “die” dan “punch”

Contoh lubricant :

Mg stearat

Talkum

PEG (Poli Etilen Glikol ) 4000

PEG (Poli Etilen Glikol ) 6000

Amilum jagung

Na benzoat

30

Gambar 15. PEG

Faktor penting yang perlu diperhatikan pada penggunaan lubricant :

1. Ukuran partikel (semua lubricant 80-100 mesh)

2. Lama pencampuran

3. Kadar

Faktor tersebut di atas akan mempengaruhi kekerasan, kerapuhan, dan waktu

hancur tablet

Glidant berfungsi memperbaiki sifat alir serbuk atau granul yang akan dikempa

menjadi tablet, dengan demikian akan memperbaiki keseragaman bobot tablet.

Efek glidant tergantung dari ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel glidant

dan komponen lain serta kelembaban.

Contoh Glidant :

- Talkum

- Amilum

- Gol silika (Aerosil, Cab-o-sil)

31

Gambar 16. Aerosil

Contoh bahan sebagai lubricant, glidant maupun anti adherent :

- Mg stearat

- Talkum

- Asam stearat

- Tepung jagung

e. Bahan pewarna

Bahan Pewarna tidak memiliki efek terapi, tidak memperbaiki BA

(Bioavailability) dan BE (Bioekivalensi).

Bahan Pewarna berfungsi untuk memudahkan identifikasi dan

memperbaiki penampilan.

Bahan Pewarna dibagi menjadi :

a. Bahan pewarna yang larut (dyes) memberikan larutan jernih

b. Bahan pewarna yang tidak larut (pigment/lake)

Contoh : amilum, amilum termodifikasi

f. Bahan perasa dan aroma (Flavoring agents)

Fungsi : Memperbaiki rasa zat aktif yang akan dibuat tablet, terutama

bila tablet chewable

Contoh ; Manitol, Dextrosa, Saccharin, Sukrosa

32

3. Alat dan Mesin pada proses pentabletan

Untuk produksi tablet diperlukan mesin tablet. Mesin tablet sederhana

disebut mesin tablet single punch.

Bagian mesin tablet yang mengubah massa tablet yang semula berupa

campuran serbuk atau granul ke bentuk tablet adalah “punch” dan “die”.

Mesin tablet single punch : jika selama proses pengempaan hanya

menggunakan satu pasang “die” dan “punch”.

Mesin tablet rotary : jika selama proses pengempaan menggunakan lebih

dari satu pasang “die” dan “punch”.

Ukuran “die” dan “punch” berbeda-beda, sehingga ukuran tablet yang

dihasilkan akan berbeda pula tergantung “punch” dan “die” yang

digunakan

Gambar 17. Punc and Die

33

Gambar 18. Mesin pencetak tablet rotary

Sifat-sifat tablet tergantung dari formulasinya.

Formulasi tablet tergantung dari beberapa faktor :

1. Zat aktif

(sifat fisika-kimia, rute penggunaan obat)

2. Proses produksi

3. Cara tablet digunakan

(per oral, chewable, effervescent, trochisi, sub lingual)

D. Pertanyaan

o Sebutkan contoh bahan pengisi !

o Sebutkan mesin yang digunakan untuk mencampur bahan pembuat

tablet dengan hasil yang baik ?

o Apa nama bagian dari alat pencetak tablet yang mampu mengubah

bentuk sediaan dari serbuk (granul) menjadi tablet ?

34

E. Pustaka

- Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas

Indonesia. Jakarta.

- Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.

- Lachman, Lieberman D. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi

1, 2 dan 3. Universitas Indonesia. Jakarta.

- 1995. Handbook Pharmaceutikal Exipient. Jakarta.

35

BAB VIII

A. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan

memahami sediaan Tablet.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu :

- Menjelaskan metode pembuatan tablet

C. Uraian Materi

Metode pembuatan tablet :

1. Kempa langsung

Semua komponen tablet (zat aktif, pengisi, pengikat, dan penghancur)

harus memiliki kompresibilitas yang baik

Metode dengan mengempa langsung campuran zat aktif dan eksipien

kering, tanpa melalui perlakuan awal terlebih dahulu.Metode ini

merupakan metode yang paling mudah, praktis, dan cepat

pengerjaannya.Tetapi hanya dapat digunakan pada kondisi dimana zat

aktif maupun untuk eksipiennya memiliki aliran yang bagus, zat aktif

yang kecil dosisnya, serta zat aktif tersebut tidak tahan terhadap panas

dan lembab.

Cetak atau kempa langsung dilakukan jika:

a). Jumlah zat berkhasiat per tabletnya cukup untuk dicetak.

b). Zat khasiatnya mempunyai sifat alir yang baik (free-flowing).

c). Zat khasiat berbentuk kristal yang bersifat free-flowing.

d). Mempunyai kompresibilitas yang baik.

e). Mampu menciptakan adhesifitas dan kohesifitas dalam massa tablet.

Bahan pengisi untuk kempa langsung yang paling banyak digunakan

adalah selulosa mikrokristal, laktosa anhidrat, laktosa semprot-kering,

sukrosa yang dapat dikempa dan beberapa pati yang termodifikasi,

misalnya tablet Hexamin, tablet NaCl, tablet KMnO4.

Keuntungan kempa langsung:

- Prosesnya lebih singkat, metode ini lebih singkat prosesnya karena tenaga

dan mesin yang digunakan lebih sedikit.

36

- Dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan tidak tahan

lembab.

- Waktu hancur dan disolusinya lebih baik karena tidak melalui proses

granulasi terlebih dahulu tetapi langsung menjadi partikel.

- Tablet kempa langsung berisi partikel halus, sehingga tidak perlu melalui

proses dari granul ke partikel halus terlebih dahulu.

- Hemat waktu, peralatan, ruangan maupun energi yang digunakan.

Kerugian kempa langsung:

- Perbedaan ukuran partikel dan kerapatan bulk antara zat aktif dengan

pengisi menyebabkan kurang seragamnya kandungan zat aktif di dalam

tablet.

- Zat aktif dengan dosis yang besar tidak mudah untuk dikempa langsung,

karena itu biasanya digunakan 30% dari formula agar memudahkan proses

pengempaan sehingga pengisi yang dibutuhkan pun semakin banyak dan

mahal.

- Sulit dalam pemilihan eksipien karena eksipien ynag digunakan harus

bersifat mudah mengalir; kompresibilitas yang baik; kohesifitas dan

adhesifitas yang baik.

2. Granulasi kering

Digunakan untuk pembuatan tablet dari zat aktif yang sifat alir dan

kompresibilitasnya jelek dan sensitive terhadap panas atau kelembaban.

Granulasi kering/slugging/precompression, dilakukan dengan

mencampurkan zat khasiat, zat pengisi, dan zat penghancur, serta jika

perlu ditambahkan zat pengikat dan zat pelicin hingga menjadi massa

serbuk yang homogen, lalu dikempa cetak pada tekanan tinggi, sehingga

menjadi tablet besar (slug) yang tidak berbentuk baik, kemudian digiling

dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran partikel yang

diinginkan. Akhirnya dikempa cetak lagi sesuai ukuran tablet yang

diinginkan.

37

Keuntungan granulasi kering :

Peralatan lebih sedikit karena tidak menggunakan larutan pengikat, mesin

pengaduk berat dan pengeringan yang memakan waktu lama.

Baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan lembab.

Mempercepat waktu hancur karena tidak terikat oleh tidak terikat oleh

pengikat.

Kerugian granulasi kering:

Memerlukan mesin tablet khusus untuk membuat slug.

Tidak dapat mendistribusikan zat warna seragam.

Proses banyak menghasilkan debu sehingga memungkinkan terjadinya

kontaminasi silang.

3. Granulasi basah

Metode ini biasanya untuk pembuatan tablet dari zat aktif yang sifat alir

dan kompresibilitasnya jelek dan tidak tahan terhadap tekanan yang

besar tetapi stabil dalam kondisi panas dan atau lembab. Umumnya

untuk zat aktif yang sulit dicetak langsung karena sifat aliran dan

kompresibilitasnya tidak baik. Metode ini memproses campuran partikel

zat aktif dan eksipien menjadi partikel yang lebih besar dengan

menambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi

massa lembab yang dapat digranulasi.

Tahapannya adalah sebagai berikut:

Pengeringan bahan obat dan zat tambahan

Pencampuran serbuk gilingan

Persiapan larutan pengikat

Pencampuran larutan pengikat dan campuran serbuk hingga membentuk

massa yang basah.

Pengayak kasar dari massa yang basah menggunakan ayakan no 6-12.

Pengeringan granul basah dalam lemari pengering pada suhu 400-500 C

(tidak lebih dari 600 C)

Pengayakan granul kering dengan pelicin dan penghancur.

38

Pencampuran bahan ayakan.

Tablet dikempa.

Keuntungan granulasi basah:

Memeperoleh aliran yang baik

Meningkatkan kompresibilitas

Untuk mendapatkan berat jenis yang sesuai

Mengontrol pelepasan

Mencegah pemisahan komponen campuran selama proses

Distribusi keseragaman kandungan

Meningkatkan kecepatan disolusi

Kerugian granulasi basah:

Banyak tahap dalam proses produksi yang harus divalidasi

Biaya cukup tinggi

Zat aktif yang sensitive terhadap lembab dan panas tidak dapat dikerjakan

dengan cara ini. Untuk zat termolabil dilakukan dengan pelarut non air

Berdasarkan metode pembuatannya, dikenal dua jenis tablet, yaitu tablet cetak dan

tablet kempa.

1. Tablet cetak

Tablet cetak dibuat dari bahan obat dan bahan pengisi yang umumnya

mengandung laktosa dan serbuk sukrosa dalam berbagai perbandingan.Massa

serbuk dibasahi dengan etanol persentase tinggi.Kadar etanol tergantung pada

kelarutan zat aktif dan bahan pengisi dalam system pelarut, serta derajat

kekerasan tablet yang diinginkan. Massa serbuk yang lembap ditekandengan

tekanan rendah ke dalam lubang cetakan.Kemudian dikeluarkan dan dibiarkan

kering. Tablet cetak agak rapuh sehingga harus hati-hati dalam pengemasan dan

pendistribusian.

Kepadatan tablet bergantung pada ikatan Kristal yang terbentuk selama proses

pengeringan selanjutnya dan tidak bergantung pada kekuatan tekanan yang

diberikan.

39

2. Tablet kempa

Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul

menggunakan cetakan baja. Umumnya tablet kempa mengandung zat aktif, bahan

pengisi, bahan pengikat, desintegrant dan lubrikan, tetapi dapat juga mengandung

bahan pewarna dan lak (pewarna yang diabsorpsikan pada alumunium hidroksida

yang tidak larut) yang diizinkan, bahan pengaroma dan bahan pemanis.

D. Pertanyaan

- Sebutkan contoh tablet yang dicetak dengan menggunakan metode kempa

langsung!

- Jika zat aktif obat memiliki karakteristik aliran yang bagus,dosisnya kecil,

serta zat aktif tersebut tidak tahan terhadap panas dan lembab, maka

metode pembuatan tablet yang cocok adalah?

- Jelaskan alasan penggunaan suhu pengeringan 400-500 C (tidak lebih dari

600 C) untuk mengeringkan granul basah?

E. Pustaka

- Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas

Indonesia. Jakarta.

- Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.

- Lachman, Lieberman D. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi

1, 2 dan 3. Universitas Indonesia. Jakarta.

- 1995. Handbook Pharmaceutikal Exipient. Jakarta.

40

BAB IX

A. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan

memahami sediaan Tablet.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu :

- Menjelaskan tentang evaluasi mutu tablet

- Memahami tentang kerusakan dan permasalahan pada tablet

C. Uraian Materi

a. Evaluasi Mutu Tablet

Tablet dikatakan baik jika :

1. Kuat dan tahan terhadap gesekan-gesekan yang terjadi pada waktu

pentabletan, pengemasan, transportasi, dan penggunaannya.

Evaluasi :

a. Uji kekerasan tablet (FI III)

Kekuatan dan ketahanan tablet (kekerasan tablet) alatnya: Hardness tester

Pengukuran kekerasan tablet digunakan untuk mengetahui kekerasannya

agar tablet tidak terlalu rapuh atau terlalu keras.

Kekerasan tablet erat hubungannya dengan ketebalan tablet, bobot tablet

dan waktu hancur tablet.

Gambar 19. Hardness tester

41

Caranya :

Pengujian dilakukan terhadap 10 tablet dengan cara sebuah tablet

diletakkan diantara ruang penjepit kemudian dijepit dengan memutar alat

penekan, sehingga tablet kokoh ditempatnya dan petunjuk berada pada

skala 0, melalui putaran pada sebuah sekrup,tablet akan pecah dan dibaca

penunjukan skala pada alat tersebut.

b. Uji kerapuhan (keregasan) tablet alatnya : friabilator (friability tester)

Friability adalah persen bobot yang hilang setelah tablet diguncang.

Penentuan keregasan atau kerapuhan tablet dilakukan terutama pada waktu

tablet akan dilapis (coating).

Caranya :

a. Bersihkan 20 tablet dari debu, kemudian ditimbang (W1 gram).

b. Masukkan tablet ke dalam friability tester untuk diuji.

c. Putar alat tersebut selama 4 menit.

d. Keluarkan tablet, bersihkan dari debu dan ditimbang kembali (W2

gram).

e. Kerapuhan tablet yang didapat

f. Batas kerapuhan yang diperbolehkan maksimum 0,8%.

Gambar 20. friability tester

42

2. Kadar obat terpenuhi

Farmakope Indonesia mencantumkan cara penentuan kadar obat dalam

tablet. Persyaratan untuk kadar obat merupakan rentang nilai tertentu

tergantung dari obatnya.

Penetapan kadar obat bisa menggunakan metode Titrimetri (Titrasi) atau

menggunakan alat modern seperti Spektrofotometri, Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi (KCKT), Kromatografi Gas (KG), dan Potensiometri.

3. Memenuhi keseragaman ukuran

Caranya :

Diambil 10 tablet, lalu diukur diameter dan tebalnya satu per satu

menggunakan jangka sorong, kemudian dihitung rata-ratanya.

Kecuali dinyatakan lain garis tengah tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak

kurang dari11/3 kali tebal tablet.

4. Memenuhi keseragaman bobot maupun keseragaman kadar zat aktifnya

Farmakope Indonesia mencantumkan cara penentuan keseragaman bobot

tablet. Dilakukan dengan metode Gravimetri (penimbangan) terhadap 20

tablet masing-masing ditimbang bobotnya lalu dihitung rata-ratanya.

Keseragaman bobot ditetapkan sebagai berikut (FI III):

a. Timbang 20 tablet dan dihitung bobot rata-ratanya.

b. Jika ditimbang satu per satu, tidak boleh lebih dari dua tablet yang

menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan

pada kolom A dan tidak boleh ada satu tablet pun yang bobotnya

menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari harga dalam kolom B.

c. Jika perlu dapat diulang dengan 10 tablet dan tidak boleh ada satu tablet

pun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang

ditetapkan dalam kolom A maupun kolom B.

43

Bobot rata-rata

tablet

Penyimpangan bobot rata-rata dalam %

<25 mg

26-150 mg

151-300 mg

>300 mg

A B

15

10

7,5

5

30

20

15

10

Tablet harus memenuhi uji keragaman bobot jika zat aktif merupakan bagian

terbesar dari tablet dan jika uji keragaman bobot cukup mewakili

keseragaman kandungan.

Keragaman bobot bukan merupakan indikasi yang cukup dari keseragamn

kandungan jika zat aktif merupakan bagian kecil dari tablet atau jika tablet

bersalut gula. Oleh karena itu, umumnya farmakope mensyaratkan tablet

bersalut dan tablet yang mengandung zat aktif 50 mg atau kurang dan bobot

zat aktif lebih kecil dari 50% bobot sediaan, harus memenuhi syarat uji

keseragaman kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tiap tablet (FI

IV).

Keseragaman kadar zat aktif, dilakukan dengan cara dari 20 tablet

ditentukan kadar zat aktif dalam masing-masing tablet, lalu dihitung Cvnya.

Memenuhi syarat keseragaman kadar zat aktif bila CV lebih kecil atau sama

dengan 5%.

5. Memenuhi ketersediaan hayati

Ketersediaan hayati dalam darah adalah kadar obat dalam darah si

pengguna hasil dari proses absorbsi obat yang telah dilepaskan dari bentuk

sediaan obat dan telah larut dalam cairan tubuh.

Kecepatan dan banyaknya obat yang dapat dilepaskan dari tablet,

diantaranya ditentukan oleh waktu hancur tablet.

44

Evaluasi :

- Uji waktu hancur tablet, alatnya : disintegration tester

Gambar 20. disintegration tester

Alat:

Tabung gelas panjang 80mm sampai 100 mm, diameter dalam lebih kurang

28 mm, diameter luar 30 mm hingga 31 mm, ujung bawah dilengkapi kassa

kawat tahan karat, lubang sesuai dengan pengayak nomor 4, berbentuk

keranjang. Keranjang disisipkan searah ditengah-tengah tabung kaca,

diameter 45 mm, dicelupkan ke dalam airbersuhu antara 360-380 C

sebanyak lebih kurang 1000 ml, sedalam tidak kurang dari 15 cm sehingga

dapat dinaik-turunkan dengan teratur. Kedudukan pada posisi tertinggi tepat

di atas permukaan air dan kedudukan terendah, yaitu mulut keranjang tepat

di bawah permukaan air.

Cara kerja:

Masukkan 5 tablet ke dalam keranjang, turun-naikkan keranjang secara

teratur 30 kali tiap menit.

Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas

kassa, kecuali fragmen berasal dari zat penyalut.

Kecuali dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan

kelima tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak

lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut gula dan salut selaput.

Jika tablet tidak memenuhi syarat ini, ulangi pengujian menggunakan tablet

satu per satu, kemudian ulangi lagi menggunakan 5 tablet dengan cakram

penuntun. Dengan pengujian ini tablet harus memenuhi syarat di atas.

45

Waktu hancur tablet salut enterik:

Lakukan pengujian waktu hancur menggunakan alat dan menurut

cara tersebut di atas, namun air diganti dengan asam klorida (HCl) 0,006 N

lebih kurang 250 ml. pengerjaan dilakukan selama 3 jam, tablet tidak larut

kecuali zat penyalut. Angkat keranjang, cuci segera tablet dengan air. Ganti

larutan asam dengan larutan dapar pH 6,8, atur suhu antara 360 dan 380 C,

celupkan keranjang ke dalam larutan tersebut. Lanjutkan pengujian selama

60 menit.

Pada akhir pengujian tidak terdapat bagian tablet di atas kassa

kecuali fragmen zat penyalut. Jika tidak memenuhi syarat ini, ulangi

pengujian menggunakan 5 tablet dengan cakram penuntun. Dengan cara

pengujian ini, tablet harus memenuhi syarat di atas.

Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberikan per oral, kecuali

tablet yang harus dikunyah sebelum ditelan dan beberapa jenis tablet lepas-

lambat dan lepas-tunda.

Untuk obat yang kelarutannya dalam air terbatas, uji disolusi akan lebih

berarti daripada uji waktu hancur.

Cakram penuntun:

Terdiri atas cakram yang terbuat dari bahan yang cocok, diameter lebih

kurang 26 mm, tebal 2 mm, permukaan bawah rata, permukaan atas

berlubang 3 dengan jarak masing-masing lubang 10 mm dari titik pusat,

pada tiap lubang terdapat kassa kawat tahan karat dengan diameter 0,445

mm yang dipasang tegak lurus dengan cincin penuntun yang dibuat dari

kawat jenis sama dengan diameter 27 mm. Jarak cincin penuntun dengan

permukaan atas cakram adalah 15 mm. Bobot cakram penuntun tidak

kurang dari 1,9 g dan tidak lebih dari 2,1 g.

Kecuali dinyatakan lain, lakukan penetapan cara yang tertera pada waktu

hancur tablet, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan tablet bukal

tidak lebih dari 4 jam.

46

Ketersediaan hayati juga ditentukan oleh kelarutan obat yang sudah terlepas

dari tablet.

Farmakope Indonesia mencantumkan persyaratan waktu hancur tablet dan

dissolusi beserta cara evaluasinya.

Evaluasi :

Uji disolusi, alatnya : dissolution tester

Dissolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk

sediaan padat ke dalam media pelarut.

Caranya :

a. Siapkan alat dan bahan

b. Diisi bejana (vessel) dan alat disolusi dengan 900 ml air suling sebagai

media atau media lain sesuai yang dipersyaratkan di metode masing-

masing tablet

c. Diatur suhunya pada 370 C dan dimasukkan tablet lalu dijalankan motor

penggerak dengan kecepatan 100 rpm

d. Diambil sebanyak 20 mL air dalam vessel setiap selang waktu 5, 10, 15,

20, dan 30 menit setelah pengocokan. Setiap selesai pengambilan

segera diganti dengan 20 mL air

e. Ditentukan kadar zat aktif yang larut pada masing-masing sampel

dengan metode titrasi, potensiometri, Spektrofotometri, Kromatografi Cair

Kinerja Tinggi, Kromatografi gas dll lalu dilakukan percobaan yang sama

untuk suhu 400 C

Gambar 21. dissolution tester

47

5. Penampilan baik

Penampilan tablet akan menentukan acceptability , sehingga dalam massa

tablet kemungkinan diperlukan bahan pewarna, perasa dan aroma.

Evaluasi : Uji Organoleptis meliputi bentuk, warna, rasa dan bau

6. Dapat mempertahankan sifat-sifatnya

Selama penyimpanan sampai tablet digunakan, sifat tablet harus stabil

supaya tablet tidak berubah penampilannya, agar tetap acceptable, aman

dan manjur bila digunakan.

b. Kerusakan dan permasalahan pada tablet

1. Tablet ‘Binding’ di dalam die sehingga tablet sukar didorong ke atas, sehingga

permukaan tablet menjadi besar

Binding: kerusakan pada tablet akibat massa yang akan dicetak melekat

pada dinding ruang cetakan.

2. Tablet mengalami ‘picking’ (penempelan massa tablet pada permukaan

punch yang terlokalisir) dan ‘sticking’ (penempelan massa tablet pada

seluruh permukaan punch)

Sticking/picking: perlekatan yang terjadi pada punch atas dan bawah akibat

permukaan punch tidak licin, ada lemak pada pencetak, zat pelicin kurang,

atau massa basah.

Gambar 22. Sticking

3. Whiskering: terjadi karena pencetak tidak pas dengan ruang cetakan atau

terjadi pelelehan zat aktif saat pencetakan pada tekanan tinggi.

48

Akibatnya, pada penyimpanan dalam botol, sisi-sisiyang berlebih akan

terlepas dan menghasilkan bubuk

4. Tablet mengalami ‘capping’ (lapisan atas dan bawah tablet membuka) dan

laminating (tablet pecah berlapis-lapis)

Splitting/capping

Splitting. Lepasnya lapisan tipis dari permukaan tablet terutama pada bagian

tengah.

Capping: membelahnya tablet di bagian atas.

Gambar 23. Capping

Penyebabnya adalah:

a. Daya pengikat dalam massa tablet kurang.

b. Massa tablet terlalu banyak fines, terlalu banyak mengaandung udara

sehingga setelah dicetak udara akan keluar.

c. Tenaga yang diberikan pada pencetakan tablet terlalu besar sehingga

udara yang berada di atas massa yang akan dicetak sukar keluar dan

ikut tercetak.

d. Formualnya tidak sesuai.

e. Die dan punch tidak rata.

5. Permukaan tablet kasar

6. Tablet berbintik-bintik (Motling)

Mottling: terjadi karena zat warna tersebar tidak merata pada permukaan

tablet.

49

7. Variasi bobot tablet kasar

8. Tablet rapuh (Crumbling)

Crumbling:tablet menjadi retak dan rapuh. Penyebabnya adalah kurang

tekanan pada pencetakan tablet dan zat pengikatnya kurang.

D. Pertanyaan

- Jika tablet tidak memenuhi spesifikasi salah satu uji mutu tablet, apakah

tablet tersebut boleh di produksi secara masal?

- Berapa lama waktu yang diperlukan tablet untuk hancur?

- Jelaskan apa yang dimaksud dengan Bioavailability dan Bioekivalensi!

E. Pustaka

- Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas

Indonesia. Jakarta.

- Depkes R.I. 1976. Farmakope Indonesia Edisi III dan IV. Jakarta.

- Lachman, Lieberman D. 1989. Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi

1, 2 dan 3. Universitas Indonesia. Jakarta.

- 1995. Handbook Pharmaceutikal Exipient. Jakarta

50

BAB X

A. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan

memahami jenis-jenis Tablet.

B. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu

memahami:

- Klasifikasi Berdasarkan distribusi obat dalam tubuh

- Klasifikasi Berdasarkan jenis bahan penyalut

- Klasifikasi Berdasarkan cara pemakaian

- Klasifikasi Berdasarkan cara kerja

C. Uraian Materi

Jenis-Jenis tablet :

1. Tablet triturat

Tablet triturat merupakan tablet cetak atau kempa berbentuk kecil,

umumnya slindris, digunakan untuk memberikan jumlah terukur yang tepat

untuk peracikan obat.

2. Tablet hipodermik

Tablet hipodermik adalah tablet cetak yang dibuat dari bahan yang mudah

larut atau melarut sempurna dalam air, harus steril dan dilarutkan lebih

dahulu sebelum digunakan untuk injeksi hipodermik.

3. Tablet sublingual

Tablet sublingual digunakan dengan cara meletakkan tablet dibawah lidah

sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut, diberikan

secara oral atau jika diperlukan ketersediaan obat yang cepat seperti tablet

nitrogliserin.

4. Tablet bukal

Tablet bukal digunakan dengan cara meletakkan tablet diantara pipi dan

gusi, sehingga zat aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut.

5. Tablet efervesen

Tablet efervesen dibuat dengan cara dikempa. Selain zat aktif, tablet

mengandung campuran asam (asam sitrat, asam asam tartrat) dan natrium

bikarbonat, yang jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan karbon

51

dioksida. Tablet disimpan dalam wadah tertutup rapat atau dalam kemasan

tahan lembap dan pada etiket tertera informasi bahwa tablet ini tidak untuk

ditelan.

6. Tablet kunyah (chewable)

Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah, meninggalkan residu dengan

rasa enak dalam rongga mulut.

Diformulasikan untuk anak-anak, terutama formulasi multivitamin, antasida

dan antibiotic tertentu.

Dibuat dengan cara dikempa, pada umumnya menggunakan manitol,

sorbitol dan sukrosa sebagai bahan pengikat atau pengisi, serta

mengandung bahan pewarna dan bahan pengaroma untuk meningkatkan

penampilan dan rasa.

a. Klasifikasi Berdasarkan distribusi obat dalam tubuh

1. Bekerja lokal

Misalnya tablet isap untuk pengobatan pada rongga mulut; ovula

untuk pengobatan pada infeksi di vagina.

2. Bekerja sistemik

Tablet yang bekerja sistemik dapat dibedakan menjadi :

a. Yang bekerja short acting (jangka pendek);

dalam satu hari memerlukan beberapa kali menelan obat

b. Yang bekerja long-acting (jangka panjang);

dalam satu hari cukup menelan satu tablet.

Tablet jangka panjang ini dapat dibedakan lagi menjadi :

1). Delayed action tablet (DAT)

Dalam tablet ini terjadi penundaan zat berkhasiat karena

pembuatannya adalah sebagai berikut.

Sebelum dicetak, granul dibagi dalam beberapa kelompok. Kelompok

pertama tidak diapa-apakan, kelompok kedua disalut dengan bahan

penyalut yang akan pecah setelah beberapa saat, kelompok ketiga

disalut dengan bahan penyalut yang pecah lebih lama dari kelompok

52

kedua, demikian seterusnya, tergantung pada macam bahan penyalut

dan lama kerja obat yang dikehendaki.

Granul-granul dari semua kelompok dicampurkan dan baru dicetak.

2) Repeat action tablet (RAT)

Granul-granul dari kelompok yang paling lama pecahnya dicetak

dahulu menjadi tablet inti (core tablet). Kemudian granul-granul yang

kurang lama pecahnya dimampatkan di sekeliling kelompok pertama

sehingga terbentuk tablet baru.

b. Klasifikasi berdasarkan jenis bahan penyalut

Tujuan penyalutan tablet :

a. Melindungi zat aktif yang bersifat higroskopis atau tidak tahan terhadap

pengaruh udara, kelembapan atau cahaya.

b. Menutupi rasa dan bau yang tidak enak.

c. Membuat penampilan lebih baik dan menarik.

d. Mengatur tempat pelepasan obat dalam saluran cerna.

Misalnya: tablet enterik yang pecah di usus.

Macam-macam tablet salut:

1. Tablet salut biasa/ salut gula (dragee)

Disalut dengan gula dari suspensi dalam air yang mengandung serbuk yang

tidak larut seperti pati, kalsium karbonat, talk atau titanium dioksida yang

disuspensikan dengan gom akasia atau gelatin.

Kelemahan salut gula adalah waktu penyalutan yang lama dan perlu

penyalut tahan air. Hal ini memperlambat disolusi dan memperbesar bobot

tablet.

Tablet kompresi dengan lapisan gula berwarna dan mungkin juga tidak,

lapisan ini larut dalam air dan cepat terurai begitu ditelan.

Kegunaan :

- Melindungi obat dari udara dan kelembapan

- Memberi rasa

- Menutupi bau

53

- Meningkatkan penampilan

Kerugian :

- Pengolahan memerlukan waktu yang lama

- Menambah berat dan ukuran tablet

Tahapan pembuatan salut gula:

a. Penyalutan dasar (subcoating):

Jika tablet mengandung zat yang higroskopis, digunakan lebih dahulu salut

penutup (sealing coat) agar air dari sirup salut-dasar tidak masuk ke dalam

tablet.

Beberapa contoh bahan penyalut dasar:

- Sirup salut dasar (subcoating syrup)

R/ Akasia 2,25%

Gelatin 2,25%

Sakarosa 57,25%

Aquadest 38,25%

- Serbuk salut dasar (subcoating powder)

R/ Kalsium karbonat 35%

Kaolin 16%

Talk 25%

Sakarosa 20%

Akasia 4%

- Salut penutup (sealing coat)

R/ Shellac 40%

Alkohol 60%

b. Melicinkan (smoothing):

Yaitu proses pembasahan berganti-ganti dengan sirup pelicin (bolak-balik)

dan pengeringan dari salut dasar tablet menjadi bulat dan licin.

54

Sirup pelicin (smoothing syrup):

R/ Sakarosa 60%

Aquadest 40%

c. Pewarnaan (coloring)

Dilakukan dengan memberi zat warna yang dicampurkan pada sirup pelicin.

d. Penyelesaian (finishing)

Proses pengeringan salut sirup yang terakhir dengan cara perlahan-lahan

serta terkontrol. Panci penyalut diputar perlahan-lahan dengan tangan

hingga terbentuk hasil akhir yang licin.

e. Pengilapan (polishing)

Merupakan tahap akhir, di sini digunakan lapisan tipis malam yang licin.

Sebagai campuran lilin digunakan campuran pengilap (polishing mixture)

yang telah dilarutkan dalam petroleum bensin, yang isinya, adalah:

R/ Bees wax 90%

Canauba wax 10%

2. Tablet salut selaput (film coated tablet, fct)

Adalah Tablet kompresi disalut dengan selaput tipis dari polimer yang larut

atau tidak larut dalam air maupun membentuk lapisan yang meliputi tablet.

Disalut dengan hidroksipropilmetilselulosa, metilselulosa,

hidroksipropilselulosa, Na-CMC dan campuran selulosa asetat ftalat dengan

PEG yang tidak mengandung air atau mengandung air.

Keuntungan :

- Lebih tahan lama

- Bahan yang digunakan sedikit

- Selaput pecah di lambung-usus

3. Tablet salut kempa

Adalah tablet yang disalut secara kempa cetak dengan massa granulat yang

terdiri atas laktosa, kalsium fosfat, dan zat lain yang cocok.

Mula-mula dibuat tablet inti, kemudian dicetak kembali bersama granulat

kelompok lain yang sehingga terbentuk tablet berlapis (multi layer tablet).

Tablet ini sering dipergunakan untuk pengobatan secara berulang (repeat

action).

55

4. Tablet salut enteric (enteric-coated tablet), atau tablet lepas tunda

Yakni jika obat dapat rusak atau menjadi tidak aktif akibat cairan lambung

atau dapat mengiritasi mukosa lambung, maka diperlukan penyalut enteric

yang bertujuan untuk menunda pelepasan obat sampai tablet melewati

lambung.

Tablet yang disalut dengan lapisan yang tidak melarut atau hancur

dilambung tapi di usus.

Tablet pindah melewati lambung dan hancur serta diabsorpsi di usus

5. Tablet lepas-lambat (sustained-release tablet)

Tablet dengan efek diperpanjang, yang dibuat sedemikian rupa sehingga zat

aktif akan tetap tersedia selama jangka waktu tertentu setelah obat

diberikan.

c. Klasifikasi berdasarkan cara pemakaian

1. Tablet biasa/tablet telan.

Dibuat tanpa penyalut, digunakan per oral dengan cara ditelan, pecah di

lambung.

2. Tablet kunyah (chewable tablet)

Bentuknya seperti tablet biasa, cara pakainya dikunyah dulu dalam mulut

kemudian ditelan, umumnya tidak pahit. Contohnya tablet antasida.

3. Tablet isap (lozenges, trochisi, pastiles)

Adalah sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat,

umumnya dengan bahan dasar beraroma dan manis, yang membuat

tablet melarut atau hancur perlahan-lahan dalam mulut.

Tablet ini dibuat dengan cara tuang (dengan bahan dasar gelatin

dan/atau sukrosa yang dilelehkan atau sorbitol) yang disebut pastiles,

atau dengan cara kempa menggunakan bahan dasar gula yang disebut

trochisi.

Diisap di dalam rongga mulut, digunakan sebagai obat lokal pada infeksi

di rongga mulut atau tenggorokan. Umumnya mengandung antibiotic,

antiseptic, dan adstringensia.

56

4. Tablet larut (effervescent tablet).

Yaitu tablet berbuih yang dibuat dengan cara kompresi atau kempa

granul yang mengandung garam effervescent atau bahan lain yang

mampu melepaskan gas karbon dioksida ketika bercampur dengan air

Tablet disimpan dalam wadah tertutup rapat atau dalam kemasan tahan

lembab dan pada etiket tertera informasi bahwa tablet ini tidak untuk

ditelan.

Contohnya Ca-D-Redoxon, tablet efervesen Supradin.

5. Tablet implant (pelet).

Tablet kecil, bulat atau oval putih, steril dan berisi hormone steroid,

dimasukkan ke bawah kulit dengan cara merobek kulit sedikit, kemudian

tablet dimasukkan, kemudian kulit dijahit kembali.

Zat khasiat akan dilepas perlahan-lahan.

6. Tablet hipodermik (hypodermic tablet)

Tablet steril, umumnya berbobot 30 mg, larut dalam air, digunakan

dengan cara melarutkan ke dalam air untuk injeksi secara aseptic dan

disuntikkan di bawah kulit (subkutan).

7. Tablet bukal (buccal tablet)

Yaitu Tablet yang disisipkan di pipi, biasanya berbentuk datar, yang

diabsorbsi melalui mukosa oral

Kegunaan :

- Untuk obat yang sedikit di absorbsi di saluran pencernaan dan

dirusak oleh cairan lambung

- Melarut dengan perlahan

8. Tablet sublingual.

Yaitu Tablet kunyah lembut segera hancur ketika dikunyah atau

dibiarkan melarut dalam mulut, menghasilkan rasa enak dalam rongga

mulut seperti krim dari manitol yang berasa dan berwarna khusus dalam

mulut.

Diformulasikan untuk anak-anak, terutama formulasi multivitamin,

antasida dan antibiotic tertentu.

Dibuat dengan cara dikempa pada umunya menggunakan manitol,

sorbitol, dan sukrosa sebagai bahan pengikat atau pengisi, serta

57

mengandung bahan pewarna dan bahan pengaroma untuk

meningkatkan penampilan rasa

9. Tablet vagina (ovula).

Adalah tablet yang pemakaiannya melalui vagina, bentuk pipih, oval

dengan salah satu ujungnya kecil.

Contoh : Sulfasetamid, Nystatin

.

d. Klasifikasi tablet berdasarkan cara kerja

1. Tablet konvensional

Produk obat dirancang untuk melepaskan obatnya sesuai dengan on

shet of action, duration of action yang telah ditentukan dan memberikan

efek terapi yang konsentrasi dalam plasma darahnya masuk diatas

Minimum Efectivity Concentration (MEC) dan dibawah Maximum Toxicity

Concentration (MTC)

Contoh : Panadol (Glaxo Smithe Kline)

Gambar 24. Kurva Kadar Obat Dalam Plasma

2. Tablet Penglepasan terkendali

Produk obat dirancang untuk melepaskan obatnya secara perlahan-

lahan supaya penglepasannya lebih lama dan dan memperpanjang kerja

obat, biasanya 8 – 12 jam.

58

Obat tersebut dikenal dengan Tablet kerja controlled release, delayed

release, sustained action, prolonged action, sustained release, prolonge

release, timed release, slow release, extended action, extended release.

Istilah penglepasan terkendali menunjukkan bahwa penglepasan obat

dari bentuk sediaan terjadi sesuai dengan yang direncanakan (laju

terkendali), dapat diramalkan (direncanakan) dan lebih lambat daripada

biasanya.

Tujuan dari teknik penglepasan terkendali memiliki kelebihan :

a. Aktivitas obat diperpanjang di siang dan malam hari

b. Mampu untuk mengurangi terjadinya efek samping

c. Mengurangi frekuensi pemberian obat

d. Meningkatkan kepatuhan pasien

e. Mampu membuat lebih rendah biaya harian bagi pasien karena

lebih sedikit satuan dosis yang harus digunakan.

Bentuk sediaan yang menahan penglepasan obat frekuensi

penggunaannya lebih sedikit daripada bentuk obat dengan bentuk

sediaan biasa. Hal ini dipandang sebagai kelebhan yang membantu

pasien lebih patuh menggunakna obat. Pasien yang diharuskan makan

obat satu atau dua tablet sehari sukar lupa daripada harus makan obat 3

atau 4 kali sehari.

Contoh : Adalat OROS

3. Tablet kerja berulang

Beberapa tablet khusus dibuat sedemikian rupa supaya suatu dosis awal

dari obatnya dlepaskan dari kulit tablet, sedang dosis kedua dari inti

tablet yang antara keduanya dipisahkan oleh salut penyekat yang

perlahan-lahan tembus air. Umunya salut penghalang ini dapat ditembus

dan obat keluar masuk ke cairan tubuh setelah 4-6 jam tablet tersebut

ditelan.

Tablet semacam ini memungkinkan penglepasan dua dosis obat dari

sebuah tablet, sehingga mengurangi makan obat yang berulang kali.

Tablet bentuk kerja berulang ini paling tepat untuk obat yang memiliki

dosis rendah dan dipakai untuk keadaan kronik dan untuk obat yang

59

mempunyai pola absorbs biasa dengan laju absorpsi dan ekskresi yang

layak kecepatannya.

Contoh sediaan : Repetabs (Schering) dan Chronotabs (Schering/White)

4. Tablet kerja diperlambat

Penglepasan obat dari bentuk sediannya dapat dengan sengaja

diperlambat supaya obat dapat sampai pada usus mengingat beberapa

alasan. Diantara beberapa alasan mungkin kenyataannya bahwa obat

dirusak oleh cairan lambung atau dapat juga menimbulkan rangsangan

(iritasi) yang berlebihan pada lambung atau obat yang menimbulkan rasa

mual atau mungkin obat lebih baik diabsorbsi dalam usus daripada

dalam lambung.

Tablet disalut sehingga tetap utuh dalam lambung dan baru memberikan

obatnya pada usus, disebut salut enteric. Penyalutan ini mungkin terdIri

dari bahan yang tergantung pada pH dan hancur dalam usus dimana

suasananya kurang asam, atau mungkin juga salutan ini dikikis akibat

lembap dan berdasarkan waktu yang sama dengan waktu yang

dibutuhkan tablet untuk sampai di usus. Salutan lain yang mungkin rusak

akibat kerja hidrolisis katalis suatu enzim dalam usus. Diantara banyak

zat yang digunakan sebagai penyalut enteric tablet ialah lemak, asam

lemak, lilin, shellac, selulosa asetat ftalat.

Contoh : Tablet aspirin salut enteric Ecotrin (Smith, Kline dan French)

D. Pertanyaan

- Apa yang dimaksud dengan tablet salut enterik?

- Sebutkan contoh tablet obat yang penggunaannya secara sublingual?

- Sebutkan tahap penyalutan tablet dengan salut gula!

- Jelaskan apa yang dimaksud dengan tablet kerja berulang?

- Jelaskan apa yang dimaksud dengan MEC dan MTC?

- Sebutkan contoh obat yang memiliki efek kerja diperlambat (sustained

release)!

E. Pustaka

- Ansel, Howard C . 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas

Indonesia. Jakarta.

60

BAB XI

A. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan

memahami bentuk sediaan farmasi cair (likuida).

B. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu memahami

sediaan likuida :

- Larutan (Solutio)

- Suspensi

- Sirup Kering (Dry Syrup)

- Emulsi

C. Uraian Materi

Sediaan liquid merupakan sediaan dengan wujud cair, mengandung satu

atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium yang

homogen pada saat diaplikasikan.

Sediaan cair atau sediaan liquid lebih banyak diminati oleh kalangan anak-

anak dan usia lansia, sehingga satu keunggulan sediaan liquid dibandingkan

dengan sediaan-sediaan lain adalah dari segi rasa dan bentuk sediaan.

Sediaan cair juga mempunyai keunggulan terhadap bentuk sediaan solid

dalam hal kemudahan pemberian obat terkait sifat kemudahan mengalir dari

sediaan liquid ini.

Selain itu, dosis yang diberikan relatif lebih akurat dan pengaturan dosis

lebih mudah divariasi dengan penggunaan sendok takar.

1. Larutan (Solutio)

Larutan Oral

Definisi

Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia

yang terlarut (Anonim b. 1995. Halaman 15)

Larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, kecuali

dinyatakan lain untuk larutan (solution) steril yang digunakan sebagai obat

luar harus memenuhi syarat yang tertera injection (Anonim a. 1979.

Halaman 32)

61

Larutan adalah sediaan cair yang dibuat dengan melarutkan satu jenis obat

atau lebih di dalam pelarut, dimaksudkan ke dalam organ tubuh (

Formularium Nasional hal 322)

Solution atau larutan adalah sediaan yang mengandung satu atau lebih zat

kimia yang terlarut (FI IV hal. 17)

Sediaan cair yang mengandung bahna kimia terlarut keculi dinyatakan lain,

sebagai pelarut digunakan air suling (FI III hal. 32)

Kesimpulan : larutan adalah sediaan yang mengandung satu atau lebih obat

dalam pelarut ( dengan zat pelarut yang sesuai ) & digunakan sebagai obat

dalam ataupun obat luar.

Penggolongan Larutan

a. Berdasarkan cara penggunaannya

- Larutan oral

Adalah sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral,

mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan

pengaroma, pemanis atau pewarna yang larut dalam air atau

campuran kosolven air. (Anonim b. 1995. Halaman 15)

- Sirup

Adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain

dalam kadar tinggi (sirop simplex adalah sirop yang hamper jenuh

dengan sukrosa). Larutan oral yang tidak mengandung gula tetapi

bahan pemanis buatan seperti sorbitol atau aspartam, dan bahan

pengental, seperti gom selulosa, sering digunakan untuk penderita

diabetes.

- Eliksir

Adalah larutan oral yang mengandung etanol (95%) sebagai

kosolven (pelarut). Untuk mengurangi kadar etanol yang

dibutuhkan untuk pelarut, dapat ditambahkan kosolven lain seperti

gliserin dan propilen glikol.

62

- Larutan topikal

Adalah larutan yang biasanya mengandung air, tetapi sering kali

mengandung pelarut lain seperti etanol dan poliol untuk

penggunaan pada kulit, atau dalam larutan lidokain oral topical

- Lotio (larutan atau suspensi) yang digunakan secara topikal.

- Larutan otik

Adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain

dan bahan pendispersi. Penggunaan telinga luar, misalnya larutan

otik benzokain dan antipirin, larutan otik neomisin B sulfat, dan

larutan otik hidrokortison. (Syamsuni, A. 2006)

b. Berdasarkan sistem pelarut dan zat terlarut

o Spirit

Adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol dari zat

mudah menguap umumnya digunakan sebagai bahan

pengaroma.

o Tingtur

Adalah larutan yang mengandung etanol atau hidroalkohol yang

dibuat dari bahan tumbuhan atau senyawa kimia.

o Air aromatik

Adalah larutan jernih dan jenuh dalam air, dari minyak, mudah

menguap atau senyawa aromatik, atau bahan mudah menguap

lainnya.

Pelarut yang biasa digunakan:

Air untuk melarutkan garam – garam

Spiritus untuk melarutkan kamfer, iodin, mentol

Eter untuk melarutkan kamfer, fosfor sublimat

Gliserin untuk melarutkan tannin, zat samak, boraks, fenol

Minyak untuk melarutkan kamfer

Paraffin liquidum untuk melarutkan cera dan cetasium

Kloroform untuk melarutkan minyak – minyak, lemak

(Syamsuni, A. 2006)

63

a. Berdasarkan jumlah zat A yang dilarutkan dalam air atau pelarut lain

a) Larutan encer yaitu larutan yang mengandung sejumlah kecil zat

A yang terlarut.

b) Larutan yaitu larutan yang mengandung sejumlah besar zat A

yang terlarut.

c) Larutan jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah maksimum

zat A yang dapat larut dalam air pada tekanan dan temperatur

tertentu.

d) Larutan lewat jenuh yaitu larutan yang mengandung jumlah zat A

yang terlarut melebihi batas kelarutannya di dalam air pada

temperatur tertentu.

(Syamsuni, A. 2006)

Macam – Macam Sediaan Larutan Obat

1) Larutan untuk telinga (= Solutio Otic / Guttae Auriculares)

Larutan otik adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut

lain dan bahan pendispersi, untuk penggunaan telinga luar : misalnya

larutan otik benzokain dan antipirin, larutan otik neomisin B sulfat, dan

larutan otik hidrokortison.

Larutan yang dipakai ke dalam telinga ini biasanya mengandung antibiotic,

sulfonamida, anestetik local, peroksida (H2O2), fungisida, asam borat, NaCl,

gliserin dan propilen glikol. Gliserin dan propilen glikol sering dipakai

sebagai pelarut, karena dapat melekat dengan baik pada bagian dalam

telinga sehingga obat lebih lama kontak dengan jaringan telinga, sedangkan

alkohol dan minyak nabati hanya kadang–kadang dipakai.

pH optimum untuk cairan berair yang digunakan dalam obat tetes telinga

haruslah dalam suasana asam (pH 5 - 7,3) dan pH inilah yang sering

menentukan khasiatnya. Larutan basa umumnya tidak dikehendaki, karena

tidak fisiologis dan mempermudah timbulnya radang.

Jika pH larutan telinga berubah dari asaam menjadi basa, bakteri dan fungi

akan tumbuh dengan baik, hal ini tentunya tidak dikehendaki.

(Syamsuni, A. 2006)

64

2) Larutan untuk hidung

a. Collunarium (obat cuci hidung)

Collunarium adalah larutan yang digunakan untuk obat cuci hidung.

Biasanya berupa larutan dalam air yang ditujukan untuk

membersihkan rongga hidung. Oleh karena itu, hendaknya

diperhatikan pH dan isotonisitasnya karena dapat menimbulkan rasa

pedih pada mukosa hidung.

b. Guttae nasales/Nose drops (obat tetes hidung)

Guttae nasales/Nose drops (obat tetes hidung) adalah obat tetes

yang digunakan untuk hidung dengan cara meneteskan obat ke

dalam rongga hidung, dapat mengandung zat pensuspensi,

pendapar, dan pengawet.

Cairan pembawa umumnya menggunakan air. Cairan pembawa

sebaiknya mempunyai pH 5,5 – 7,5 kapasitas dapar sedang, isotonis

atau hampir isotonis. Minyak lemak atau minyak mineral tidak boleh

digunakan sebagai cairan pembawa karena dapat menimbulkan

pneumonia.

Zat pensuspensi yang umumnya digunakan adalah sorbitan,

polisorbat, atau surfaktan lain yang cocok, dengan kadar tidak boleh

lebih dari 0,01% b/v.

Zat pendapar yang dapat digunakan adalah pendapar yang cocok

dengan pH 6,5 dan dibuat isotonis menggunakan NaCl secukupnya.

Zat pengawet yang dapat digunakan adalah benzalkolidum klorida

0,01–0,1% b/v.

Penyimpanan : kecuali dinyatakan lain, disimpan dalam wadah

tertutup rapat.

c. Nebula/Inhalationes/Nose spray (obat semprot hidung)

Inhalations adalah sediaan yang dimaksudkan untuk disedot melalui

hidung atau mulut, atau disemprotkan (nose spray) dalam bentuk

kabut ke dalam saluran pernapasan. Tetesan atau butiran kabut

harus seragam dan sangat halus sehingga dapat mencapai bronkioli.

Inhalasi juga meliputi sediaan mengandung obat yang mudah

menguap atau serbuk sangat halus atau kabut yang digunakan

memakai alat mekanik.

65

Penandaan: jika mengandung bahan yang tidak larut, pada etiket

juga harus tertera “KOCOK DAHULU”.

(Syamsuni, A. 2006)

3) Larutan untuk mulut

a. Collutorium (obat cuci mulut)

Collutorium adalah larutaan pekat dalam air yang mengandung

deodorant, antiseptic, anestetik lokal, dan adstringensia yang

digunakan untuk obat cuci mulut. karena digunakan untuk obat cuci

mulut, sediaan ini harus dapat menghilangkan sisa–sisa makanan

dan lain–lain dari mulut (sela – sela gigi).

Sebaiknya dipakai larutan yang bereaksi basa karena mempunyai

kekuatan untuk melarutkan dan membuang mukus, lendir, atau dahak

dan saliva (air liur).

Larutan yang terlampau basa akan merusak selaput lendir pada

mulut dan kerongkongan, begitu juga jika terlalu asam akan

berpengaruh pada gigi.

Umumnya larutan yang dipakai pada atau lewat mulut mempunyi pH

7 – 9,5. Penyimpanan : disimpan dalam botol putih bermulut kecil.

Penandaan pada etiket obat cuci mulut harus tertera :

- Cara pengencerannya, jika collutorium harus diracik terlebih

dahulu sebelum digunakan.

- Tanda yang jelas yaitu “Untuk obat cuci mulut, tidak boleh ditelan”.

b. Gargarisma/gargle (obat kumur)

Adalah sediaan berupa larutan, umumnya dalam larutan pekat yang

harus diencerkan lebih dahulu sebelum digunakan, dimaksudkan

untuk digunakan sebagai pencegahan atau pengobatan infeksi

tenggorokan atau jalan nafas.

Tujuan utama obat kumur adalah agar obat yang terkandung di

dalamnya dapat langsung terkena selaput lendir sepanjang

tenggorokan, dan tidak dimaksudkan agar obat itu menjadi pelindung

selaput lendir. Karena itu, obat berupa minyak yang memerlukan zat

pensuspensi dan obat yang bersifat lendir tidak sesuai dijadikan obat

kumur.

66

Penyimpanan: Dalam wadah botol berwarna susu atau wadah lain

yang cocok.

Penandaan pada etiket harus tertera :

- Petunjuk pengencerannya, sebelum digunakan.

- Tanda yang jelas yaitu “Hanya untuk kumur, tidak ditelan”.

c. Litus oris (obat oles bibir)

Litus oris atau obat oles bibir adalah cairan agak kental yang

pemakaiannya disapukan pada mulut. contoh sediaan litus oris

adalah larutan 10% borax dalam gliserin.

d. Guttae oris (obat tetes mulut)

Guttae oris atau obat tetes mulut adalah obat tetes yang digunakan

untuk mulut dengan cara mengencerkan lebih dahulu dengan air

untuk dikumur–kumurkan, tidak untuk ditelan. (Syamsuni, A. 2006)

4) Larutan oral

a. Potiones (obat minum)

Potiones atau obat minum adalah larutan yang dimaksudkan untuk

pemakaian dalam (per oral).

Selain berbentuk larutan, potio dapat juga berbentuk emulsi atau

suspensi.

Misalnya : Potio Alba Contra Tussim (obat batuk putih/OBP) dan

Potio Nigra Contra Tussim (obat batuk hitam/OBH).

b. Eliksir

Eliksir adalah larutan oral yang mengandung etanol 90% yang

berfungsi sebagai kosolven (pelarut) dan untuk mempertinggi

kelarutan obat.

Kadar etanol berkisar antara 3% dan 4%, dan biasanya eliksir

mengandung etanol 5-10%. Untuk mengurangi kadar etanol yang

dibutuhkan untuk pelarut, dapat ditambahkan kosolven lain seperti

gliserin, sorbitol dan propilen glikol.

Bahan tambahan yang digunakan antara lain pemanis, pangawet,

pewarna, dan pewangi, sehingga memiliki bau dan rasa yang sedap.

Sebagai pengganti gula dapat digunakan sirup gula.

67

c. Sirup

Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain

yang berkadar tinggi (sirup simpleks adalah sirup yang hampir jenuh

dengan sukrosa).

Kadar sukrosa dalam sirup adalah 64-66%, kecuali dinyatakan lain.

Selain sukrosa dan gula lain, pada larutan oral ini dapat ditambahkan

senyawa poliol seperti sorbitol dan gliserin untuk menghambat

penghabluran dan mengubah kelarutan, rasa dan sifaat lain zat

pembawa.

Umumnya juga ditambahkan zat antimikroba untuk mencegah

pertumbuhan bakteri, jamur, dan ragi.

Ada 3 macam sirup :

1. Sirup simpleks

Mengandung 65% gula dalam larutan nipagin 0,25% b/v.

2. Sirup obat

Mengandung satu jenis obaat atau lebih dengan atau tanpa

zat tambahan dan digunakan untuk pengobatan.

3. Sirup pewangi

tidak mengandung obat tetapi mengandung zat pewangi atau

zat penyedap lain.

Tujuan pengembangan sirup ini adalah untuk menutupi rasa

tidak enak dan bau obat yang tidak enak.

Gambar. Sirup

d. Netralisasi

Netralisasi adalah obat minum yang dibuat dengan mencampurkan

bagian asam dan bagian basa sampai reaksi selesai dan larutan

bersifat netral.

Contoh : solution citratis magnesici, amygdalat ammonicus.

68

Pembuatan : seluruh bagian asam direaksikan dengan bagian

basanya, jika perlu reaksi dipercepat dengan pemanasan.

e. Saturatio

Saturatio adalah obat minum yang dibuat dengan mereaksikan asam

dengan basa tetapi gas yang terbentuk ditahan dalam wadah

sehingga larutan menjadi jenuh dengan gas.

Pembuatan :

1) Komponen basa dilarutkan dalam dua per tiga bagian air yang

tersedia.

Misalnya NaHCO3 digerus-tuang kemudian masuk botol.

2) Komponen asam dilarutkan dalam sepertiga bagian air yang

tersedia.

3) Dua pertiga bagian asam masuk ke dalam botol yang sudah berisi

bagian basanya, gas yang terjadi dibuang seluruhnya.

4) Sisa bagian asm dituangkan hati–hati lewat tepi botol, segera

tutup dengan sampagne knop (berdrat) sehingga gas yang terjadi

tertahan di dalam botol tersebut.

f. Potio Effervescent

Potio Effervescent adalah saturatio dengan gas CO2 yang lewat

jenuh.

Pembuatan :

1) Komponen basa dilarutkan dalam dua per tiga bagian air yang

tersedia.

Misalnya NaHCO3 digerus-tuang kemudian masuk botol.

2) Komponen asam dilarutkan dalam sepertiga bagian air yang

tersedia.

3) Seluruh bagian asam dimasukkan ke dalam botol yang sudah

berisi bagian basanya dengan hati–hati, segera tutup dengan

sampagne knop.

Gas CO2 umumnya digunakan untuk pengobatan, menjaga stabilitas

obat, dan kadang–kadang dimaksudkan untuk menyegarkan rasa

minuman (Corrigensia).

69

Hal–hal yang perlu diperhatikan untuk sediaan Saturatio dan Potio

Effervescent adalah :

1. Diberikan dalam botol yang tahan tekanan (kuat), berisi kira–

kira sembilan persepuluh bagian dan tertutup-kedap dengan

tutup gabus atau karet yang rapat. Kemudian diikat dengan

sampagne knop.

2. Tidak boleh mengandung bahan obat yang tidak larut, karena

tidak boleh dikocok. Pengocokan menyebabkan botol menjadi

pecah, karena berisi gas dalam jumlah besar yang

menimbulkan tekanan.

Penambahan bahan – bahan:

Zat – zat yang dilarutkan ke dalam bagian asam adalah:

o Zat netral dalam jumlah kecil. Jika jumlahnya banyak, sebagian

dilarutkan ke dalam bagian asam dan sebagian lagi dilarutkan ke

dalam bagian basa sesuai perbandingan jumlah airnya.

o Zat – zat mudah menguap.

o Ekstrak dalam jumlah kecil dan alkohol.

o Sirup.

Zat – zat yang dilarutkan ke dalam bagian basa:

1) Garam dari asam yang sukar larut, misalnya Na-salisilat.

2) Jika saturatio mengandung asam tartrat, garam–garam

kalium dan ammonium harus ditambahkan ke dalam bagian

basanya, jika tidak akan terbentuk endapan kalium atau

ammonium dari asam tartrat.

70

Untuk melihat berapa bagian asam atau basa yang diperlukan dapat melihat

table penjenuhan (saturatio dan netralisasi) dalam Farmakope Belanda V

berikut ini :

Untuk 10 bagian

Asam amigdalat

Asam asetat encer

Asam sitrat

Asam salisilat

Asam tartrat

Ammonia 8,9 58,8 4,1 8,1 4,41 Kalium karbonat

- 144,7 10,1 20,0 10,9

Natrium karbonat

- 69,9 4,9 9,7 5,2

Natrium bikarbonat

18,1 119,0 8,3 16,4 8,9

Untuk 10 bagian

Ammonia Kalium karbonat

Natrium karbonat

Natrium bikarbonat

Asam amigdalat

11,2 - - 5,5

Asam asetat encer

1,7 0,7 1,43 0,84

Asam sitrat

24,0 9,9 20,4 12,0

Asam salisilat

12,3 5,0 10,4 6,1

Asam tartrat

22,7 9,2 19,1 11,2

g. Guttae

Guttae atau obat tetes adalah sediaan cair berupa larutan, emulsi atau

suspensi yang jika tidak dinyatakan lain, dimaksudkan untuk obat dalam.

Digunakan dengan cara meneteskan larutan tersebut dengan menggunakan

penetes yang menghasilkan tetesan yang setara dengan tetesan yang

dihasilkaan penetes baku yang disebutkan dalam Farmakope Indonesia (47,5-

52,5mg air suling pada suhu 20oC). Biasanya obat diteteskan ke dalam

makanan atau minuman atau dapat langsung diteteskan ke dalam mulut.

dalam perdagangan dikenal sediaan pediatric drop yaitu obat tetes yang

digunakan untuk anak–anak atau bayi.

71

Obat tetes yang digunakan untuk obat luar, biasanya disebutkan tujuan

pemakaiannya, misalnya eye drop untuk mata, ear drop untuk telinga dan lain–

lain.

(Syamsuni, A. 2006)

5) Larutan topical

a. Ephitema (obat kompres)

Ephitema atau obat kompres adalah cairan yang dipakai untuk

mendatangkan rasa dingin pada tempat yang sakit dan panas karena

radang atau sifat perbedaan tekanan osmosis yang digunakan untuk

mengeringkan luka bernanah.

Contoh: Liquor Burowi, Solutio Rivanol, campuran Boorwater dan Rivanol.

b. Lotio

Lotio atau obat gosok adalah sediaan cair berupa suspensi atau disperse,

digunakan sebagai obat luar.

Dapat berbentuk suspensi bahan padat dalam bentuk halus dengan bahan

pensuspensi yang cocok atau tipe emulsi minyak dalam air (M/A) dengan

surfaktan yang cocok.

Pada penyimpanan mungkin terjadi pemisahan.

Dapat ditambahkan zat warna, zat pengawet, dan zat pewangi yang cocok.

Penandaan haarus tertera :

- “Obat luar”

- “KOCOK DAHULU”

(Syamsuni, A. 2006)

Beberapa Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Sediaan Larutan:

1. Kelarutan zat aktif

2. Kestabilan zat aktif dalam larutan

3. Penyimpanan

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan

1. Sifat polaritas zat terlarut dan pelarut

Memiliki pengertian bahwa molekul polar (zat terlarrut) larut dalam

pelarut polar, sebaliknya molekul non polar (zat terlarut) akan larut

dalam pelarut non polar.

72

2. Co-solvency

Adalah suatu peristiwa terjadinya kenaikan kelarutan dengan

penambahan pelarut lain, atau modifikasi pelarut. Misalnya luminal

tidak larut dalam air tetapi larut dalam campuran air + gliserin. (

Syamsuni, A. 2006)

Keuntungan Dan Kerugian Sediaan Larutan

a. Keuntungan

1. Merupakan campuran homogen

2. Dosis dapat diubah – ubah dalam pembuatan

3. Dapat diberikan dalam larutan encer, sedangkan kapsul dan tablet sulit

diencerkan

4. Kerja awal obat lebih cepat, karena obat cepat di absorbsi

5. Mudah diberi pemanis, pengaroma, pewarna

6. Untuk pemakaian luar mudah digunakan

b. Kerugian

1. Ada obat yang tidak stabil dalam larutan

2. Ada obat yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam larutan

(Syamsuni, A. 2006)

Syarat – Syarat Larutan :

1. Zat terlarut harus larut sempurna dalam pelarutnya

2. Zat harus stabil, baik pada suhu kamar dan pada penyimpanan

3. Jernih

4. Tidak ada endapan

(Anonim b. 1995)

Komposisi Larutan

1. Bahan aktif / solut/ zat terlarut. Contoh : kamfer, iodin, mentol.

2. Solven / zat pelarut

Contoh :

a. Air untuk melarutkan garam–garam

b. Spiritus untuk melarutkan kamfer, iodin, mentol

73

c. Eter untuk melarutkan kamfer, fosfor sublimat

d. Gliserin untuk melarutkan tannin, zat samak, boraks, fenol

e. Minyak untuk melarutkan kamfer

f. Paraffin liquidum untuk melarutkan cera dan cetasium

g. Kloroform untuk melarutkan minyak – minyak, lemak

3. Bahan tambahan

a. Corrigen odoris : digunakan untuk memperbaiki bau obat.

Contoh : oleum cinnamommi, oleum rosarum, oleum citri, oleum menthae

pip.

b. Corrigen saporis : digunakan untuk mempebaiki rasa obat.

Contoh : saccharosa/sirup simplex, sirup auratiorum, tingtur cinnamommi,

aqua menthae piperithae.

c. Corrigen coloris : digunakan untuk memperbaiki warna obat.

Contoh : karminum (merah), karamel (coklat), tinture croci (kuning).

d. Corrigen solubilis : digunakan untuk memperbaiki kelarutan dari obat

utama.

Contoh : iodium dapat mudah larut dalam larutan pekat.

e. Pengawet : digunakan untuk mengawetkan obat.

Contoh : asam benzoat, natrium benzoat, nipagin, nipasol.

(Syamsuni, A. 2006)

Cara Pembuatan Larutan Secara Umum :

1. Zat–zat yang mudah larut, dilarutkan dalam botol.

2. Zat–zat yang agak sukar larut, dilarutkan dengan pemanasan.

Masukkan zat padat yang akan dilarutkan dalam Erlenmeyer, setelah itu

masukkan zat pelarutnya, dipanasi diatas tangas air atau api bebas dengan

digoyang-goyangkan sampai larut.

Zat padat yang hendak dilarutkan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dulu,

mencegah jangan sampaai ada yang lengket pada Erlenmeyer.

74

Pemanasan dilakukan dengan api bebas sambil digoyang – goyang untuk

menjaga pemanasan kelewat setempat.

3. Untuk zat yang akan terbentuk hidrat , maka air dimasukkan dulu dalam

erlenmeyer agar tidak terbentuk senyawa hidrat yang lebih lambat larutnya.

4. Untuk zat yang meleleh dalam air panas dan merupakan tetes besar dalam

dasar erlenmeyer atau botol maka perlu dalam melarutkan digoyang–

goyangkan atau dikocok untuk mempercepat larutnya zat tersebut.

5. Zat–zat yang mudh terurai pada pemanasan tidak boleh dilarutkan dengan

pemanasan atau dilarutkan secara dingin.

6. Zat–zat yang mudah menguap dipanasi, dilarutkan dalam botol tertutup

dan dinaskan serendah–rendahnya sambil digoyang–goyangkan.

7. Obat–obat keras harus dilarutkan tersendiri, untuk meyakini apakah sudah

larut semua. Dapat dilakukan dalam tabung reaksi lalu dibilas.

8. Perlu diperhatikan bahwa pemanasan hanya diperlukan untuk

mempercepat larutnya suatu zat, tidak untuk menambah kelarutan sebab

bila keadaan dingin maka akan terjadi endapan. (Anief, Moh. 2004.

Halaman 99 – 101)

Istilah-Istilah Kelarutan

NO Istilah Kelarutan Jumlah bagian pelarut yang dibutuhkan untuk

melarutkan satu bagian zat 1 2 3 4 5 6 7

Sangat Mudah Larut Mudah Larut Larut Agak Sukar Larut Sukar Larut Sangat Sukar Larut Praktis Tidak Larut

< 1 1 – 10 10 – 30 30 – 100 100 – 1000 1000 – 10.000 > 10.000

(Anonim b. 1995)

Evaluasi Sediaan Larutan

1. Organoleptis :

Meliputi pewarnaan, bau, rasa dan dari seeiaan emulsi pada penyimpanan

pada suhu endah 5oC dan tinggi 35oC pada penyimpanan masing-masing

12 jam.

75

2. Volume Terpindahkan (FI IV, <1089>)

Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah,

dan selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut. Kocok

isi dari 10 wadah satu persatu.

Prosedur:

Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering

terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali

volume yang diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk

menghindarkan pembentukkan gelembung udaa pada waktu penuangan

dan diamkan selama tidak lebih dari 30 menit.

Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran:

volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100

%, dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari volume

yang dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100

% dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu wadahpun

volumenya kurang dari 95 % dari volume yang tertera pada etiket, atau B

tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari

90 % dari volume yang tertera pada etiket, lakukan pengujian terdadap 20

wadah tambahan. Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 30 wadah

tidak kurang dari 100 % dari volume yang tertera pada etiket, dan tidak lebih

dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90

% seperti yang tertera pada etiket. (Voigt, R. 1995. )

2. Suspensi

Definisi

1. Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk

halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa (Anief, Moh. 2004.

Halaman 149 )

2. Suspensiones (suspensi) adalah sediaan yang mengandung bahan obat

padat dalam bendtuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan

76

pembawa. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat

mengendap.

Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok

dan dituang. (Anonim a. 1979. Halaman 32 )

3. Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel tidak larut dalam

bentuk halus yang terdispersi ke dalam fase cair. (Syamsuni, A. 2006.

Halaman 135 )

Dari beberapa definisi yang tertera dapat disimpulkan bahwa suspensi adalah

sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak

larut yang terdispersi ke dalam fase cair serta kekentalan suspensi tidak

boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.

Macam-Macam Suspensi :

1. Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam

bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair dengan penambahan bahan

pengaroma.

2. Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam

bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair, di tunjukan untuk pemakian di

permukaan kulit.

3. Suspensi tetes telinga sediaan cair yang mengandung partikel dalam bentuk

halus yang terdispersi dalam fase cair yang di teteskan pada telinga.

4. Suspensi oftalmik sediaan cair yang mengandung partikel sangat halus yang

terdispersi dalam cair pembawa untuk pemakaian pada mata.

5. Suspensi ijeksi adalah sediaan padat dan kering dengan bahan pembawa

yang sesuai persyaratan suspensi steril.

(Syamsuni, A. 2006)

Syarat-syarat Suspensi

Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap

Jika dikocok harus segera terdispersi kembali

Dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspensi

Kekentalan suspensi tidak bolah terlalu tinggi agar mudah dikocok atau

sedia dituang

(Anonim b. 1995)

77

Bahan Tambahan

A. Suspending Agent

Macam-macam suspending agent Golongan GOM, meliputi :

a. Akasia ( Pulvis Gummi Arabic = PGA )

Larut dalam air, tidak larut dalam alkohol, bersifat asam. Viskositas

optimum mucilagonya dalam pH 5-9. Akasia digunakan dengan kadar

35% yang kira-kira memiliki kekentalan sama dengan gliserin. Akasia ini

mudah dirusak oleh bakteri. Oleh karena itu dalam penggunaannya perlu

ditambahkan pengawet.

Cara pembuatannya yaitu dimasukkan PGA dalam mortir, digerus dan

ditambahkan air 1,5 kalinya dan diaduk sampai homogen.

b. Chondrus (Karagen)

Larut dalam air, tidak larut dalam alkohol dan bersifat basa. Karagen

merupakan derivat dari sakarida. Chondrus ini mudah dirusak oleh

bakteri.

Oleh karena itu dalam penggunaannya perlu ditambahkan pengawet.

Cara pembuatannya yaitu chondrus dimasukkan dalam mortir,

ditambahkan air dan diaduk sampai homogen.

c. Tragacantha

Sangat lambat mengalami hidrasi sehingga untuk mempercepat hidrasi

biasanya dilakukan pemanasan. Mucilago tragacanth lebih kental

dibanding PGA. Musilago tragacanth hanya baik sebagai statbilisator

suspensi, tetapi bukan sebagai emulgator. Kadar yang digunakan

sebagai suspending agent yaitu 2%.

Cara pembuatannya yaitu Tragacanth 2% dimasukkan dimortir dan

digerus, ditambahkan air 20 kali lebih banyak sampai diperoleh suatu

masa yang homogen dan kemudian mengencerkannya dengan sisa air.

d. Solutio Gummi Arabic

Cara pembuatannya Gummi Arabicum 10% dibuat dengan jalan membuat

dahulu Mucilago Gummi Arabici dari gom yang tersedia dan kemudian

mengencerkannya.

78

e. Benthonit

Digunakan sebagai suspending agent yaitu 0,5-5%. Benthonit berbentuk

mineral, kristal, tidak berbau, pucat/krim keabu-abuan, bubuk halus dan

partikel 50-150 mm.

f. Mucilago Saleb

Dugunakan sebagai suspending agent yaitu 1%. Cara pembuatannya

yaitu dengan serbuk saleb 1% sebaiknya dengan serbuk yang telah

dihilangkan petinya dengan pengayakan. Mula-mula botol ditara, dicuci

dengan air mendidih masukkan air mendidih 20 kali sebanyak serbuk

saleb. Kemudian dikocok hingga massa menempel pada dinding botol, sir

20 kali hanya perlu dikira-kira. Tambahakn sisa air didih dan kocok

sampai diperoleh mucilago.

g. Solutio gummosa

Mengandung pulvis gummosus 2% dan dibuat dengan jalan menggerus

dahulu pulvis gummosa dengan air 7 kali banyaknya sampai diperoleh

suatu masa yang homogen dan mengencerkannya sedikit demi sedikit.

h. Solutio Gummosa Tenuis

Mengandung pulvis gummosus 1% dan dibuat dengan jalan menggerus

dahulu pulvis gummosa dengan air 7 kali banyaknya sampai diperoleh

suatu masa yang homogen dan mengencerkannya sedikit demi sedikit.

i. CMC-Na

Digunakan sebagai suspending agent yaitu 3-6%.

B. Bahan Pengawet

a. Natrium Benzoat

Granul putih atau kristal, agak higroskopik, agak berbau benzoin, rasa manis

dan asin yang kurang enak. Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam

etanol dan lebih mudah larut dalam etanol 90%.

Sebagai pengawet digunakan dalam dosis 0,02-0,5%.

(Anonim b. 1995. Halaman 584 )

b. Propylis parabenum /Propil paraben /Nipasol

Serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna. Sangat sukar larut dalam air,

mudah larut dalam etanol dan dalam eter, sukar larut dalam air mendidih.

Sebagai pengawet digunakan dalam dosis 0,05-0,25%.

(Anonim b. 1995. Halaman 713 )

79

c. Butyl paraben /Buthylis parabenum

Hablur halus tidak berwarna atau serbuk putih. Sangat sukar larut dalam air

dan dalam gliserin, mudah larut dalam aseton, dalam etanol, dalam eter dan

dalam propilen gilkol. Sebagai pengawet digunakan dalam dosis 0,1%.

(Anonim b. 1995. Halaman 158 )

d. Etil paraben/ Ethylis - paraben

Serbuk hablur putih kecil, tidak berwarna. Sukar larut dalam air dan dalam

gliserin, mudah larut dalam aseton, dalam methanol, dalam eter dan dalam

propilen gilkol.

C. Bahan Pewarna

a. Sunset yellow ( kuning )

b. Tartazin ( kuning )

c. Eritrosin ( merah )

d. Klorofil ( hijau )

e. Kurkumin ( kuning )

f. Antosianin ( orange/merah )

D. Bahan Pengaroma

a. Oleum Citri

Nama lainnya yaitu minyak jeruk. Merupakan cairan kuning pucat/kuning

kehijauan, bau khas, rasa pedas agak pahit. Larut dalam 12 volume

ethanol 90% P, larutan agak beropalesensi, dapat bercampur dengan

ethanol mutlak P. (Anonim a. 1979. Halaman 455 )

b. Oleum Annamomi

Nama lainnya yaitu minyak kayu manis. Merupakan suling segar berwarna

kuning, bau dan rasa khas. JIka disimpan tidak menjadi coklat kemerahan.

Dalam ethanol larutkan 1 ml dalam 8 ml ethanol 70% P, opalesensi yang

terjadi tidak lebih kuat dari opalesensi larutan yang dibuat dengan

menambahkan 0,5 ml perak nitrat 0,1 N ke dalam campuran 0,5 ml natrium

klorida 0,02 N dan 50 ml air. (Anonim a. 1979. Halaman 454 )

80

c. Oleum Menthae

Nama lainnya yaitu minyak permen. Cairan tidak berwarna atau kuning

pucat, bau khas kuat menusuk, rasa pedas diikuti rasa dingin jika udara

dihirup melalui mulut. (Anonim b. 1995. Halaman 629 )

E. Bahan Pembawa

Aqua Destilata

Cairan jernih, tidak berwarna, tidak punya rasa.

Contoh resep :

R/ Ichtyol 3

Sulf. Praccip 5

Pulv. Gumm. Arab 3

Camph 1

Aq. Calc

Aq. Dest. Aa ad 100

s. u. e

Aqua Calcis

Contoh resep :

R/ Ichtyol 3

Sulf. Praccip 5

Pulv. Gumm. Arab 3

Camph 1

Aq. Calcis

Aq. Dest. Aa ad 100

s. u. e

Aqua Foeniculi

Contoh resep :

R/ Magnesii Subcarbon 3

Sir. Rhei 45

Aq. Feeniculli ad 100

St. dd. cp. Pc

81

F. Pelarut Pembawa

a. Benzal Chloridum

Gel kental/potongan seperti gelatin, putih atau putih kekuningan, biasanya

berbau aromatik lemah, larutan dalam air berasa pahit, jika dikocok sangat

berbbusa dan biasanya sedikit alkali. Sangat mudah larut dalam air dan

dalam ethanol bentol anhidrat mudah larut dalam benzena dan agak sukar

larut dalam eter.

(Anonim b. 1995. Halaman 130 )

b. Polietilen Glikol (PEG)

Bentuk cair umumnya jernih berkabut, cairan kental, tidak berwarna/praktis

tidak berwarna, agak higroskopik, bau khas lemah. Dapat larut dengan air,

aseton, ethanol 95% kloroform, etilen glikol monoetil eter, etil asetat dan

toluena. Tidak larut dalam eter dan dalam heksana. (Anonim b. 1995.

Halaman 400 )

c. Glycerin

Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa manis, hanya boleh berbau

khas lemah (tajam atau tidak enak), higroskopik, netral terhadap lakmus.

Dapat bercampur dengan air dan etanol, tidak larut dalam kloroform, dalam

eter, dalam minyak lemah dan dalam menguap. (Anonim b. 1995. Halaman

43 )

d. Propilen Glikol

Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau,

menyerap air pada udara lembab. Tidak bercampur dengan reagen

pengoksidasi seperti kalium permanganate. Kadar 0%,15% dan 3%.

(Anonim b. 1995. Halaman 712 )

e. Docusate Sodium

Putih, seperti lilin, rasa pahit, higroskoipis, plastik padat dengan

karakteristik seperti bau alcohol. Kadar pengunaanya 0,01-1%. (Handbook

Pharmaceutical Exipient Halaman 106 )

f. Poloxamer

Putih, lilin, bebas granul. Konsnetrasi penggunaanya 0,01-5%.

82

Cara Pembuatan Suspensi

1. Metode Dispersi

Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan obat

kedalam musilago yang telah terbentuk, kemudian baru di encerkan.

2. Metode Prestipitasi,

Metode ini dilakukan dengan cara zat yang hendak didispersikan di larutkan

terlebih dulu kedalam pelarut organik yang hendak di campur dengan air.

(Syamsuni, A. 2006)

Sistem Pembentukan Suspensi

1. Sistem defukolasi,

Partikel defukolasi mengendap perlahan akhirnya membentuk sedimen,

akan terjadi agregasi, dan akhirnya terbentuk cake yang keras dan sukar

tersuspensi kembali.

2. Sistem flokulasi,

Partikel flokulasi terikat lemah, cepat mengendap dan pada penyimpanan

tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali.

(Syamsuni, A. 2006)

Evaluasi Suspensi :

1. Organoleptis

Digunakan untuk mengetahui karakteristik sediaan sus[ensi meliputi bau,

warna, rasa, bentuk.

Cara pengujian :

Bentuk Warna Rasa* Bau

Sediaan

NB: * Tidak untuk sediaan topikal

2. Homogenitas

Digunakan untuk mengetahui tingkat tercampurnya sediaan suspensi

topikal secara merata ( menjadi satu ).

Cara pengujian : ~ Dikocok sediaan suspensi topikal secara merata

83

3. Uji daya sebar

Digunakan untuk mengetahui kemampuan menyebarnya suspensi topikal

pada kulit.

Cara pengujian :

o Diambil sampel, letakkan sampel dipusat lempeng gelas.

o Di atas lempeng gelas diberi beban 50 gram, amati.

4. Evaluasi laju sedimentasi

Digunakan untuk mengetahui kecepatan pengendapan dari partikel-partikel

suspensi

Kecepatan sedimentasi berdasarkan hukum stokes dipengaruhi :

- Kerapatan fase terdispersi dan kerapatan fase pendispersi partikel

ringan. Kerapatan pembawa mengambang menjadi sulit didistribusikan.

- Diameter ukuran partikel semakin kecil ukuran maka kecepatan

jatuhnya lebih kecil.

- Viskositas medium pendispersi yaitu laju sedimentasi dapat berkurang

dengan cara menaikkan viskositas medium dispersi.

5. Evaluasi volume terpindaahkan (Anonim b. 1995. Halaman 1089)

Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah,

dan selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut.

Kocok isi dari 10 wadah satu persatu.

Prosedur:

Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering

terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali

volume yang diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk

menghindarkan pembentukkan gelembung udaa pada waktu penuangan

dan diamkan selama tidak lebih dari 30 menit.

Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran:

volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari

100 %, dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari

volume yang dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang

dari 100 % dari yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu

wadahpun volumenya kurang dari 95 % dari volume yang tertera pada

etiket, atau B tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95 %, tetapi

tidak kurang dari 90 % dari volume yang tertera pada etiket, lakukan

84

pengujian terdadap 20 wadah tambahan. Volume rata-rata larutan yang

diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100 % dari volume yang tertera

pada etiket, dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95

%, tetapi tidak kurang dari 90 % seperti yang tertera pada etiket.

6. Evaluasi volume sedimentasi

Digunakan untuk perbandingan dari volume endapan yang terjadi terhadap

volume awal ari suspensi sebelum mengendap setelah suspensi

didiamkan. (Anief,1993:31 )

Cara pengujian :

Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sedimen yang berkala

Volume yang diisikan merupakan volume awal.

Setelah didiamkan beberapa waktu diamati volume akhir

dengan terjadinya sedimentasi volume akhir terhadap volume

yang diukur.

Dihitung volume sedimentasi.

7. Evaluasi waktu redispersi

Digunakan untuk mencampurnya zat aktif dengan pelarut.

Cara pengujian :

Kocok sediaan

Suspensi didiamkan hingga mengendap

Dikocok sampai homogen

Dicatat waktunya. Waktu redispersi baik bila suspensi telah

terdispersi sempurna dengan pengocokan dalam waktu maksiamal

30 detik.

85

Gambar 26. Perbedaan larutan, Suspensi dan Emulsi

3. Sirup Kering (Dry Syrup)

Dry Syrup atau sirup kering, berupa campuran obat dengan sakarosa,

harus dilarutkan dalam jumlah air tertentu sebelum dipergunakan. sediaan

tersebut dibuat pada umumnya untuk bahan obat yang tidak stabil dan

tidak larut dalam pembawa air Keuntungan sirup kering dari pada sirup

cairan, biasanya sirup kering dapat tahan disimpan lebih lama.

Contohnya : Amoksisilin, Ampicillin trihydrate “dry syrup”, ekivalen dengan

25 mg/ml sirup cairan kalau sudah dilarutkan dalam jumlah air yang

ditentukan.

86

Agar campuran setelah ditambah air membenuk disperse yang homogen,

maka dalam formulanya digunakan bahan pensuspensi. Pembuatan

granulat supensi kering (metode granulasi)

Komposisi suspensi sirup kering :

- Bahan pensuspensi

- Pembasah

- Pemanis

- Pengawet

- Penambah rasa aroma buffer

- Pewarna

Evaluasi terhadap sirup kering :

- Penentuan ukuran partikel

- Laju alir

Evaluasi terhadap suspensi cair :

- Volume sedimentasi

- Penentuan pH

- Penentuan Volume sedimentasi

- Redispersi

- Pengukuran kadar zat aktif

- Viskositas (kekentalan)

Sifat Fisika Kimia Sirup

1. Viskositas

Viskositas atau kekentalan adalah suatu sifat cairan yang berhubungan

erat dengan hambatan untuk mengalir. Kekentalan didefinisikan

sebagai gaya yang diperlukan untuk menggerakkan secara

berkesinambungan suatu permukaan datar melewati permukaan datar

lainnya dalam kondisi mapan tertentu bila ruang diantara permukaan

tersebut diisi dengan cairan yang akan ditentukan kekentalannya.

87

Untuk menentukan kekentalan, suhu zat uji yang diukur harus

dikendalikan dengan tepat, karena perubahan suhu yang kecil dapat

menyebabkan perubahan kekentalan yang berarti untuk pengukuran

sediaan farmasi.

Suhu dipertahankan dalam batas tidak lebih dari 0,10C

2. Uji mudah tidaknya dituang

Uji mudah tidaknya dituang adalah salah satu parameter kualitas sirup.

Uji ini berkaitan erat dengan viskositas. Viskositas yang rendah

menjadikan cairan akan semakin mudah dituang dan sebaliknya. Sifat

fisik ini digunakan untuk melihat stabilitas sediaan cair selama

penyimpanan.Besar kecilnya kadar suspending agent berpengaruh

terhadap kemudahan sirup untuk dituang. Kadar zat penstabil yang

terlalu besar dapat menyebabkan sirup kental dan sukar dituang.

3. Uji Intensitas Warna

Uji intensitas warna dilakukan dengan melakukan pengamatan pada

warna sirup mulai minggu 0-4. Warna yang terjadi selama penyimpanan

dibandingkan dengan warna pada minggu 0. Uji ini bertujuan untuk

mengetahui perubahan warna sediaan cair yang disimpan Selama

waktu tertentu.

4. Emulsi

Definisi

1. Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersinya terdiri dari bulatan-

bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak

bercampur. (Ansel, Howard. 2005. Halaman 376 )

2. Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam

cairan lainnya dalam bentuk tetesan kecil. (Anonim b. 1995. Halaman 6 )

88

3. Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,

terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau

surfaktan yang cocok. (Anonim a. 1979. Halaman 9 )

4. Emulsi adalah sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak tercampur,

biasanya air dan minyak, cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil

dalam cairan yang lain ( sistem dispersi, formulasi suspensi dan emulsi

Halaman 56 )

Dari beberapa definisi yang tertera dapat disimpulkan bahwa emulsi adalah

sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan pembawa

yang membentuk butiran-butiran kecil dan distabilkan dengan zat

pengemulsi/surfaktan yang cocok.

Macam-macam emulsi :

1. Oral

Umumnya emulsi tipe o/w, karena rasa dan bau minyak yang tidak enak

dapat tertutupi, minyak bila dalam jumlah kecil dan terbagi dalam tetesan-

tetesan kecil lebih mudah dicerna.

2. Topikal

Umumnya emulsi tipe o/w atau w/o tergantung banyak faktor misalnya sifat

zatnya atau jenis efek terapi yang dikehendaki. Sediaan yang

penggunaannya di kulit dengan tujuan menghasilkan efek lokal.

3. Injeksi

Sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus

dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang

disuntikkan secara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau

selaput lendir.

Contoh : Vit. A diserap cepat melalui jaringan, bila diinjeksi dalam bentuk

emulsi.

(Syamsuni, A. 2006)

Tipe-tipe emulsi

a. Tipe emulsi o/w (Oil in Water) atau m/a (Minyak dalam Air) :

Emulsi yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau terdispersi ke

dalam air. Minyak sebagai fase internal, air sebagai fase eksternal.

89

b. Tipe emulsi w/o (Water in Oil ) atau a/m (Air dalam Minyak) :

Emulsi yang terdiri atas butiran air yang tersebar atau terdispersi ke dalam

minyak.

Air sebagai fase internal, minyak sebagai fase eksternal.

(Syamsuni, A. 2006)

Emulsi yang tidak memenuhi persyaratan

a. Creaming

Terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, yaitu bagian mengandung fase

dispersi lebih banyak dari pada lapisan yang lain.

Creaming bersifat reversibel artinya jika dikocok perlahan akan terdispersi

kembali.

b. Koalesensi dan cracking (breaking)

Pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel rusak dan butiran minyak

berkoalesensi/menyatu menjadi fase tunggal yang memisah.

Emulsi ini bersifat irreversible.

Hal ini terjadi karena :

a. Peristiwa kimia : penambahan alkohol, perubahan pH

b. Peristiwa fisika : pemanasan, pendinginan, penyaringan

c. Peristiwa biologi : fermentasi bakteri, jamur, ragi

c. Inversi fase

Peristiwa berubahnya tipe emulsi o/w menjadi w/o secara tiba-tiba atau

sebaliknya sifatnya irreversible.

Komponen emulsi

A. Komponen dasar

yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di dalam emulsi, terdiri

atas :

1. Fase dispersi :

zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair lainnya.

2. Fase pendispersi :

zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (bahan

pendukung ) emulsi tersebut.

90

3. Emulgator :

bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.

Contoh emulgator :

Gom Arab : Cara Pembuatan air 1,5 kali bobot GOM

Tragacanth : Cara Pembuatan air 20 kali bobot tragacanth

Agar-agar : Cara Pembuatan 1-2% agar-agar yang digunakan

Condrus : Cara Pembuatan 1-2% condrus yang digunakan

CMC-Na : Cara Pembuatan 1-2% cmc-na yang dihunakan

Emulgator alam

Kuning telur

Cara Pembuatan emulsi dengan kuning telur dalam mortir luas dan

digerus dnegan stemper kuat-kuat, setelah itu dimasukkan

minyaknya sedikit demi sedikit, lalu diencerkan dengan air dan

disaring dengan kasa.

Adeps lanae

Emulgator mineral

Magnesium Aluminuin Silikat ( Veegum ) :

Cara Pembuatan dipakai 1%

Bentonit

Cara Pembuatan 5% bentonit yang digunakan

Emulgator buatan/sintesis

1. Tween

Ester dari sorbitan dengan asam lemak disamping mengandung

ikatan eter dengan oksi etilen, berikut macam-macam jenis tween :

a. Tween 20 : Polioksi etilen sorbitan monolaurat, cairan seperti

minyak.

b. Tween 40 : Polioksi etilen sorbitan monopalmitat, cairan

seperti minyak.

c. Tween 60 : Polioksi etilen sorbitan monostearat, semi padat

seperti minyak.

d. Tween 80 : Polioksi etilen sorbitan monooleat, cairan seperti

minyak.

91

2. Span :

Ester dari sorbitan dengan asam lemak. Berikut jenis span :

a. Span 20 : Sorbitan monobiurat, cairan

b. Span 40 : Sorbitan monopulmitat, padat seperti malam

c. Span 60 : Sorbitan monooleat, cair seperti minyak

B. Komponen Tambahan

Yaitu bahan tambahan yang sering ditambahkan ke dalam emulsi untuk

memperoleh hasil yang lebih baik.

Misalnya : pewarna, pengaroma, perasa, dan pengawet.

Metode Pembuatan Emulsi

1. Metode GOM kering 4:2:1

~ GOM dicampur minyak sampai homogen

~ Setelah homogen ditambahkan 2 bagian air, campur sampai homogen

2. Metode GOM basah

~ GOM dicampur dengan air sebagian

~ Ditambahkan minyak secara perlahan, sisa air ditambahkan lagi

3. Metode botol

~ GOM dimasukkan ke dalam botol + air, dikocok

~ Sedikit demi sedikit minyak ditambahkan sambil terus dikocok.

(Ansel, Howard. 2005)

Stabilitas Emulsi

Jika didiamkan tidak membentuk agregat

Jika memisah antara minyak dan air jika dikocok akan membentuk emulsi

lagi

Jika terbentuka gregat, jika dikocok akan homogen kembali.

Evaluasi Sediaan Emulsi

1. Organoleptis

Meliputi pewarnaan, bau, rasa dan dari seeiaan emulsi pada penyimpanan

pada suhu endah 5oC dan tinggi 35oC pada penyimpanan masing-masing 12

jam.

92

2. Volume Terpindahkan (Anonim b. 1995. Halaman 1089)

Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, dan

selanjutnya ikuti prosedur berikut untuk bentuk sediaan tersebut. Kocok isi dari

10 wadah satu persatu.

Prosedur:

Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah

dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang

diukur dan telah dikalibrasi, secara hati-hati untuk menghindarkan

pembentukkan gelembung udaa pada waktu penuangan dan diamkan selama

tidak lebih dari 30 menit.

Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran:

volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100 %,

dan tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari volume yang

dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100 % dari

yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu wadahpun volumenya

kurang dari 95 % dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak lebih dari

satu wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90 % dari

volume yang tertera pada etiket, lakukan pengujian terdadap 20 wadah

tambahan. Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang

dari 100 % dari volume yang tertera pada etiket, dan tidak lebih dari satu dari

30 wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90 % seperti yang

tertera pada etiket.

3. Penentuan viskositas

Dilakukan terhadap emulsi, pengukuran viskositas dilakukan dengan

viskometer brookfield pada 50 putaran permenit (Rpm).

4. Daya hantar listrik

Emulsi yang sudah dibuat dimasukkan dalam gelas piala kemudian

dihubungkan dengan rangkaian arus listrik. Jika mampu menyala maka emulsi

tipe minyak dalam air. Jika sistem tidak menghantarkan listrik maka emulsi tipe

air dalam minyak.

5. Metode pengenceran

Emulsi yang sudah dibuat dimasukkan dalam gelas piala kemudian diencerkan

dengan air. JIka dapat diencerkan maka emulsi tipe minyak dalam air dan

sebaliknya.

93

6. Metode percobaan cincin

Jika satu tetes emulsi yang diuji diteteskan pada kertas saring maka emulsi

minyak dalam air dalam waktu singkat membentuk cincin air disekeliling

tetesan.

7. Metode warna

Beberapa tetes larutan bahan pewarna lain ( metilen ) dicampurkan ke dalam

contoh emulsi.

Jika seluruh emulsi berwarna seragam maka emulsi yang diuji berjenis minyak

dalam air, oleh karena air adalah fase luar. Sampel yang diuji bahan warna

larut Sudan III dalam minyak pewarna homogen pada sampel berarti sampel

tipe air dalam minyak karena pewarna pelarut lipoid mampu mewarnai fase

luar.

D. Pertanyaan

- Jelaskan cara membedakan tipe emulsi o/w atau w/o !

- Jelaskan perbedaan suspense dengan tipe flokulasi dan deflokulasi !

- Sebutkan perbedaan yang mendasar antara larutan, suspense, sirup

kering dan emulsi !

E. Daftar Pustaka

- Anonim a. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia:Jakarta

- Anonim b. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen

Kesehatan Republik Indonesia:Jakarta

- Handbook Of Pharmaceutical Exipient

- Syamsuni, A. 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran

EGC:Jakarta.

- Anief, Moh. (2004). Ilmu Meracik Obat, Gadjah Mada University Press:

Yogyakarta.

- Voigt, R. 1995. BukuPelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada

University Press: Yogyakarta.

- Ansel, Howard. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV.

Erlangga: Jakarta.

- Pharmakope Netherland V

94

BAB XII

A. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan

memahami bentuk sediaan farmasi semi-padat (semisolida).

B. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu memahami

sediaan semipadat :

- Salep

- Krim

- Gel

C. Uraian Materi

1. Salep

Definisi

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan

sebagai obat luar. Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam

darsar salep yang cocok (F.I.ed.III). Salep adalah sedian setengan padat

yang ditujukan untuk pemakaian topical kulit atau selaput lender salep tidak

boleh berbau tengik kecuali dinyatakan lain, kadar bahan obat dalam salep

mengandung obat keras narkotika adalah 10 % (FI IV).

Salep adalah gel dengan sifat deformasi plastis yang digunakan pada kulit

atau selaput lendir. Sediaan ini dapat mengandung bahan obat tersuspensi,

terlarut atau teremulasi. Menurut ansel Salep (unguents) adalah preparat

setengah padat untuk pemakaian luar yang dimaksudkan untuk pemakaian

pada mata dibuat khusus dan disebut salep mata. (R. VOIGT)

Salep dapat mengandung obat atau tidak mengandung obat, yang disebutkan

terakhir bisanya dikatakan sebagai “dasar salep” (basis ointment) dan

digunakan sebagai pembawa dalam penyimpan salep yang mengandung

obat.

Gambar 27. Salep

95

Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok :

Setiap salep obat menggunakan salah satu dasar salep tersebut.

a. Dasar salep hidrokarbon

Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak antar lain vaselin

putih dan salep putiih. Hanya sejumlah kecil komponen berair dapat

dicampurkan kedalamnya. Salep ini dimaksud untuk memperpanjang

kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup.

Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, dan sukar

dicuci , tidak mengering dan tidak tmpak berubah dalam waktu lama.

b. Dasar salep serap

Dasar salep serap ini dapat dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok pertama

terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk

emulsi air dalam minyak (parafi hidrofilik dan lanolin anhidrat), dan

kelompok ke 2 terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur

dengan sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Dasar salep serap juga

dapat bermanfaat sebagai emolien.

c. Dasar salep yang dapat dicuci dengan air

Dasar salep ini adalah emulsi minyak dalam air antara lain salep hidrofilik

dan lebih tepat disebut “krim” (lihat kremores). Dasar salep ini dinyatakan

juga sebagai “dapat dicuci dengan air” karena mudah dicuci dikulit atau

dilap basah, sehingga dapat diterima untuk dasar kosmetik.beberpa bahan

obat dapat menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini daripada

dasar salep hidrokarbon. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah

dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjdi pada

kelainan dermatologik.

d. Dasar salep larut dalam air

Kelompok ini disebut juga “dasar salep tak berlemak” dan terdiri dari

konstituen larut air. Dasar salep jenis ini memberikan banyak keuntungan

seperti dasar salep yang dapat dicuci dengan air dan tidak mengandung

bahan yang tak larut dalam air seperti parafin, lanolin anhidrat atau

malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut “gel”.

96

Macam – Macam Salep

Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan

sebagai obat luar. secara umum salep dapat dibedakan menjadi beberapa tipe yaitu:

1. Salep berlemak

Senyawa hidrokarbon dan malam juga diaggap termasuk lemak.

Daya menyerap air dari basis adalah sebagai berikut:

100 bagian adeps lanae dapat menyerap air 200 bagian.

100 bagian lanolinum dapat menyerap air 120 bagian.

100 bagian vaselinum dapat menyerap air 10 bagian.

100 bagian vaselinum dengan 5% cera dapat menyerap air 40 bagian

100 bagian vaselinum dengan 5% adeps lanae dapat menyerap air

100 bagian.

100 bagian cetylicum dengan 5% adeps lanae dapat menyerap air 30

bagian.

2. Pasta berlemak

Pasta berlemak adalah suatu salep yang mengandung lebih dari 50%

zat padat (serbuk).sebagai bahan dasar salep digunakan vaselin,

parafin cair. Bahan tidak berlemak seperti glycerinum, mucilago atau

sabun dan digunakan sebagai antiseptik atau pelindung kulit.

3. Salep pendingin

Suatu salep yang mengadung tetes air yang relatif besar. Pada

pemakaian pada kulit, tetes air akan menguap dan menyerap panas

badan yang mengakibatkan rasa sejuk.

4. Krim (cremor)

Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental

mengandung tidak kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk luar.

5. Mikstur gojog

Suatu bentuk suspensi dari zat padat dalam cairan, biasanya terdiri air,

glycerinum dan alkohol. Mikstur gojog biasanya mengandung 60%

cairan.wadah yang digunakan adalah botol mulut lebar, sebelum

dipakai digojog dulu.sebagai pensuspensi digunakan bentonit.

97

6. Pasta kering

Suatu pasta bebas lemak mengandung + 60% zat padat

(serbuk).Dalam pembuatan akan terjadi kesukaran bila dalam resep

tertulis Ichthamolum atau Tumenol ammonium. Adanya zat tersebut

akan menjadikan pasta menjadi encer.

7. Pasta pendingin

Merupakan campuran serbuk minyak lemak dan cairan berair, dikenal

dengan Salep Tiga Dara.

Penggolongan Salep

Menurut konsistensinya salep dapat dibagi:

1. Unguenta

salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega, tidak mencair pada

suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai tenaga

2. Cream (krim)

salep yang banyak mengandung air, mudah diserap kulit , suatu tipe yang

dapat dicuci dengan air.

3. Pasta

salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk), suatu salep tebal

karena merupakan penutup atau pelindung bagian kulit yang diolesi.

4. Cerata:

salep berlemak yang mengandung persentase lilin (wax) yang tinggi

sehingga konsistensinya lebih keras (ceratum labiale).

5. Gelones/ spumae/ jelly

salep yang lebih halus umumnya cair dan sedikit mengandung atau tanpa

mukosa, sebagai pelicin atau basis, biasanya terdiri atas campuran

sederhana dari minyakk dan lemak dengan titik lebur rendah.

Contohnya: starch jellieas (10% amilum dengan air mendidih).

Menurut sifat farmakologinya/terapeutik dan penetrasinya, salep dapat dibagi :

1. Salep epidermis (epidermic ointhment; salep penutup)

guna melindungi kuli dan menghasilkan efek lokal, tidak diabsorpsi, kadang-

kadang ditambahkan antisseptik, astringensia untuk meredahkan rangsanagan

98

atau anestesi lokal. Dasar salep yang baik adalah dasar salep Senyawa

hidrokarbon.

2. Salep endodermis

salep yang bahan obatnya menembus kedalam kulit, tetapi tidak melalui kulit,

terabsorbsi sebagian, digunakan untuk melunakan kulit atau selaput lendir. Dasar

salep yang baik adalah minyak lemak.

3. Salep diadermis

salep yang bahan obatnya menembus kedalam tubuh melalui kulit dan mencapai

efek yang diinginkan, misalnya salep yang mengandung senyawa merkuri iodida,

beladona.

Menurut dasar salep, salep dapat dibagi :

1. Salep hidrofobik

yaitu salep yang tidak suka air atau salep dengan dasar salep berlemak

(greasy bases) tidak dapat dicuci dengan air

misalnya: campuran lemak-lemak, minyak lemak, malam.

2. Salep hidrofilik

yaitu salep yang suka air;

biasanya dasar salep. Tipe M/A.

Menurut formularium nasional (fornas)

1. Dasar salep 1 (dasar salep senyawa hidrokarbon)

2. Dasar salep 2 (dasar salep serap)

3. Dasar salep 3 (dasar salep yang dapat dicuci dengan air / dasar

salep Emulsi M/A)

4. Dasar salep 4 (dasar salep yang dapat larut dalam air).

Syarat Dan Kualitas Bahan Dasar Salep

1) Stabil,

selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari

inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam

kamar.

99

2) Lunak,

Yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan

homogen. Sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi,inflamasi dan

ekskloriasi.

3) Mudah dipakai,

umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan

dihilangkan dari kulit.

Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika dan

kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh merusak

atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas obatnya pada

daerah yang diobati.

4) Terdistribusi merata,

obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat atau cair pada

pengobatan.

Peraturan dan Prosedur Pembuatan Salep

Aturan umum ialah:

a) Zat yang dapat larut dalam dasar salep, dilarutkan bila perluh dengan

pemanasan rendah.

b) Zat yang tidak cukup larut dalam dasar salep, lebi dahulu diserbuk dan diayak

dengan derajat ayakan no.100.

c) Zat yang mudah larut dalam air dan stabil, serta dasar salep mampu

mendukung atau menyerap air tersebut, dilarutkan dulu dalam air yang

tersedia, setelah itu ditambahkan sebagian dasar saelep yang lain.

d) Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran tersebut harus

diaduk sampai dingin.

Zat yang dapat dilarutkan dalam dasar salep

Umumnya kelarutan obat dalam minyak lemak lebih besar daripada dalam

vaselin. Camphora, mentholum, phenolum,thymolum,dan guayacolum lebih mudah

dilarutkan dengan cara digerus dalam mortir dengan minyak lemak.bila dasar saelp

mengandung vaselin, maka zat-zat tersebut digerus halus dan tambahkan

100

sebagian(+ sama banyak) vaselin sampai homogen, baru ditambahkan sisa vaselin

dan bagian dasar salep yaang lain.

Camphora dapat dihaluskan dengan tambahan spiritus fortior atau eter

secukupnya sampai larut setelah itu ditambahkan ditambah dasar salep sedikit demi

sedikit, diaduk sampai spiritus fortiornya menguap.(vanduin). Bila zat-zat tersebut

bersama dalam salep, lebih mudah dicampur dan digerus dulu biar meleleh baru

ditambahkan dasar salep sedikit demi sedikit.

a. Zat yang mudah larut dalam dasar salep

Bila masa salep mengandung air dan obatnya dapat dilarutkan dalm air

yang tersedia maka obatnya dilarutkan dulu dalam air dan dicampurka

dengan sebagian dasar salep yang dapat menyerap air, setelah seluruh

obat dalam air terserap,baru ditambahkan bagian-bagian lain dasar salep,

digerus dan diaduk hingga homogen.

Dasar salep yang tidak menyerap air antar lain ialah adeps lanae,

unguentum simplex, hidrophilic ointment, dan dasar salep yang sudah

mengandung air antara lain lanoline (25%), unguentum lanies(25%),

unguentum cetylicum hidrosum,(40%).

b. Zat yang kurang larut atau tidak larut dalam dasar salep

Zat-zat ini diserbukkan dulu dengan derajat halus serbuk pengayak

no.100.setelah itu serbuk dicampur baik-baik dengan sama massa berat

salep,atau dengan salah satu bahan dasar salep, bila perluh bahan dasar

salep tersebut dilelehkan dulu, setelah itu sisa bahan-bahan yang

ditambahkan sedikit demi sedikit sambi digerusdan diaduk hingga

homogen. Utuk mencegah pengkristalan pada waktu pendinginan,seperti

cera flava, cera alba, cetylalcoholum dan paraffinum solidum tidak tersisa

dari dasar salep yang cair atau yang lunak. Pembuatan salep dengan

asam borat tidak diizinkan dengan pemanasan.

Salep yang dibuat dengan peleburan

Pembuatan dasar salep ini dibuat dalam cawan porselin sebagai pengaduk

digunakan batang gelas atau stapel kayu. Masa yang melekat pada dinding

cawan dan stapel atau batang gelas selalu dilepas dengan kertas film. Bahan

101

salep yang mengandung air tidak ikut dilelehkan tetapi diambil bagian

lemaknya, sedang air ditambahkan setelah masa salep diaduk sampai dingin.

Peraturan pembuatan salep menurut F. Van Duin.

1. Peraturan salep pertama

Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak, dilarutkan kedalamnya, jika

perlu dengan pemanasan.

2. Peraturan salep kedua

Bahan-bahan yang larut dalam air, jika tidak ada peraturan lain, dilarutkan

lebih dahulu dalam air, asalkan jumlah air yang dipergunakan dapat diserap

seluruhnya oleh basis salep dan jumlah air yang dipakai, dikurangi dari basia

salepnya.

3. Peraturan salep ketiga

Bahan-bahan yang sukar atau sebagian dapat larut dalam lemak dan air

harus diserbukkan lebih dahulu, kemudiaan diayak dengan pengayak NO.

60.

4. Peraturan salep keempat

“Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus

digerus sampai dingin”bahan-bahan yang ikut dilebur, penimbangannya haris

dilebihkan 10-20% untuk mencegah kekurangan bobotnya.

Persyaratan

Salep dapat mengandung bahan konservansia yang cocok. salep harus memiliki

sifat yang homogen. pada saat dioleskan dengan tangan, tidak diperbolehkan terasa

adanya bagian padat. Salep tidak boleh berbau tengik. Jika tidak dinyatakan lain,

digunakan salep alkohol malam domba sebagai basis salap.

Evaluasi Sediaan Salep

1. Uji bahan aktif

Pengujian bahan aktif meliputi, uji bobot jenis, uji rotasi optic, uji indeks

bias, uji titik lebur, dan uji titik didih.

102

2. Homogenitas

Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang

cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.

3. Daya serap air

Daya serap air, diukur sebagai bilangan air, yang digunakan untuk

mengkarakterisasi basis absorpsi. Bilanagn air dirumuskan sebagai

jumlah air maksimal (g), yang mampu diikat oleh 100 g basis bebas air

pada suhu tertentu (umumnya 15-20°) secara terus menerus atau

dalam jangka waktu terbatas (umumnya 24 jam), dimana air tersebut

digabungkan secara manual. Evaluasi kuantitatif dari jumlah air yang

diserap dilakukan melalui perbedaan bobot penimbangan (system

mengandung air – sitem bebas air ) atau dengan penentuan

kandungan air yang akan diuraikan nanti. Daya serap air akan

berubah, jika larutan turut digabungkan didalamnya. Dapat

menurunkan bilangan airnya.

4. Kandungan air

Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk menentukan kandungan air

dari salep. Penentuan kehilangan akibat pengeringan. Kandungan air

digunakan ukuran kehilangan masa maksimal (%) yang dihitung pada

saat pengeringan disuhu tertentu (umumnya 100 - 110°C) cara

tersebut merupaka metode konvensional. Cara ini tidak dapat

digunakan, jika bahan obat atau bahan pembantu ada yang menguap

(minyak atsiri, fenol dan sebagainya).

5. Konsistensi

Konsistensi bukanlah istilah yang dirumuskan dengan pasti, melainkan

hanya sebuah cara, untuk mengkarakterisasikan sifat berulang, seperti

sifat lunak dari sediaan sejenis salep atau mentega, melalui sebuah

angka ukur. Untuk memperoleh konsistensi dapat digunakan metode

berikut, penetrometer.

6. Penyebaran

Penyebaran salep diartikan sebagai kemampuan penyebarannya pada

kulit. Penentuanya dilakukan dengan extensometer.

103

7. Ukuran partikel

Umumnya farmakope tidak mensyaratkan pengujian ukuran partikel

dalam salep suspensi, melainkan hanya membatasi penggunaan

serbuk halus atau serbuk yang sangat halus. Pada salep mata

suspense harus diperhitungkan adanya persyaratan yang lebih ketat,

meskipun berbagai farmakope melakukan pembatasan tapi syaratnya

berbeda-beda.

3. Gel

Definisi Gel

- Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel kadang-kadang disebut jeli,

merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel

anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh

suatu cairan.

- Menurut Formularium Nasional, gel adalah sediaan bermassa lembek,

berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau

makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan saling

terserap oleh cairan.

- Ansel, gel didefinisikan sebagai suatu system setengah padat yang terdiri

dari suatu disperse yang tersusun baik dari partikel anorganik yang

terkecil atau molekul organic yang besar dan saling diresapi cairan.

Penggolongan Gel

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penggolongan sediaan gel dibagi menjadi

dua yaitu:

1. Gel sistem dua fase

Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif

besar , massa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma misalnya

magma bentonit. Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik,

membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada

pengocokan.Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk

menjamin homogenitas.

104

2. Gel sistem fase tunggal

Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama

dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara

molekul makro yang terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari

makromolekul sintetik misalnya karbomer atau dari gom alam misanya

tragakan.

Keuntungan dan Kekurangan Gel

Keuntungan dan kerugian menurut Lachman, 1994 :

1. Keuntungan sediaan gel

Untuk hidrogel: efek pendinginan pada kulit saat digunakan, penampilan

sediaan yang jernih dan elegan, pada pemakaian di kulit setelah kering

meninggalkan film tembus pandang, elastis, mudah dicuci dengan air,

pelepasan obatnya baik, kemampuan penyebarannya pada kulit baik.

2. Kekurangan sediaan gel

Untuk hidrogel: harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga

diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap

jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah

dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat

menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.

Kegunaan Gel

Kegunaan sediaan gel secara garis besar di bagi menjadi empat seperti:

1. Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral, dalam

bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari gelatin dan

untuk bentuk sediaan obat long–acting yang diinjeksikan secara intramuskular.

2. Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi tablet,

bahan pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada sediaan cairan

oral, dan basis suppositoria.

3. Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik,

termasuk pada shampo, parfum, pasta gigi, kulit dan sediaan perawatan rambut.

4. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril) atau

dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril).

105

Sifat dan Karakteristik Gel

Menurut Lachman, dkk. 1994 sediaan gel memiliki sifat sebagai berikut:

1. Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah

inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain.

2. Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan

yang baik selama penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan

diberikan kekuatan atau daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam

botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topical.

3. Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang

diharapkan.

4. Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau

BM besar dapat menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau

digunakan.

5. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga

pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh

polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut hanya pada air yang dingin yang

akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan suhu larutan

tersebut akan membentuk gel.

6. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh

pemanasan disebut thermogelation.

Sediaan gel umumnya memiliki karakteristik tertentu, yakni (disperse system, vol 2

hal 497):

1. Swelling

Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat

mengabsorbsi larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan

berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan

gel. Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi ikatan silang antar

polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan kelarutan komponen

gel berkurang.

2. Sineresis

Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel. Cairan

yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu

106

pembentukan gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel

yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase

relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya

perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antar matriks

berubah, sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan.

Sineresis dapat terjadi pada hidrogel maupun organogel.

3. Efek suhu

Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui

penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah

pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer seperti MC, HPMC, terlarut hanya

pada air yang dingin membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan suhu

larutan tersebut membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau

pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.

4. Efek elektrolit

Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik

dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang

ada dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan

konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi

waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser. Gel Na-alginat

akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion kalsium

yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat sebagai

kalsium alginat yang tidak larut.

5. Elastisitas dan rigiditas

Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa,

selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas

dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk struktur gel resisten

terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran viskoelastik.

Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk

gel.

6. Rheologi

Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi

memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan

aliran non–newton yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan

peningkatan laju aliran.

107

Komponen Gel

Untuk kompenen gel di bagi menjadi dua gilling agents dan bahan tambahan.

Disetiap sedian gel harus memilik kedua komponen seperti yang ada di bawah ini:

1. Gelling Agent.

Sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur berbentuk jaringan

yang merupakan bagian penting dari sistem gel. Termasuk dalam kelompok ini

adalah gom alam, turunan selulosa, dan karbomer. Kebanyakan dari sistem

tersebut berfungsi dalam media air, selain itu ada yang membentuk gel dalam

cairan non-polar. Beberapa partikel padat koloidal dapat berperilaku sebagai

pembentuk gel karena terjadinya flokulasi partikel. Konsentrasi yang tinggi dari

beberapa surfaktan non-ionik dapat digunakan untuk menghasilkan gel yang

jernih di dalam sistem yang mengandung sampai 15% minyak mineral.

2. Bahan tambahan

a. Pengawet

Meskipun beberapa basis gel resisten terhadap serangan mikroba, tetapi

semua gel mengandung banyak air sehingga membutuhkan pengawet

sebagai antimikroba.

Dalam pemilihan pengawet harus memperhatikan inkompatibilitasnya dengan

gelling agent.

b. Penambahan bahan higroskopis

Bertujuan untuk mencegah kehilangan air. Contohnya gliserol, propilenglikol

dan sorbitol dengan konsentrasi 10-20 %.

c. Chelating agent

Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitive terhadap logam

berat. Contohnya : EDTA.

Evaluasi Sediaan Gel :

1. Organoleptis

Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna,

tekstur sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden

(dengan kriteria tertentu) dengan menetapkan kriterianya pengujianya

(macam dan item), menghitung prosentase masing-masing kriteria yang di

peroleh, pengambilan keputusan dengan analisa statistik.

108

2. Homogenitas

Homogenitas sediaan gel ditunjukkan dengan tercampurnya bahan-bahan

yang digunakan dalam formula gel, baik bahan aktif maupun bahan tambahan

secara merata. Cara pengujian homogenitas yaitu dengan meletakkan gel

pada objek glass kemudian meratakannya untuk melihat adanya partikel-

partikel kecil yang tidak terdispersi sempurna.

3. Evaluasi pH

Evaluasi pH menggunakan alat pH meter, dengan cara perbandingan 60 g :

200 ml air yang di gunakan untuk mengencerkan, kemudian aduk hingga

homogen, dan diamkan agar mengendap, dan airnya yang di ukur dengan pH

meter, catat hasil yang tertera pada alat pH meter.

4. Evaluasi daya sebar

Dengan cara sejumlah zat tertentu di letakkan di atas kaca yang berskala.

Kemudian

bagian atasnya di beri kaca yang sama, dan di tingkatkan bebannya, dan di

beri rentang waktu 1-2 menit. Kemudian diameter penyebaran diukur pada

setiap penambahan beban, saat sediaan berhenti menyebar (dengan waktu

tertentu secara teratur).

3. Krim

Definisi Krim

- Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi mengandung air tidak

kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. (FI III)

- Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih

bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. (FI IV

hal. 6)

- Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung

air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.

(Formularium Nasional)

- Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang

mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam

bahan dasar yang sesuai (mengandung air tidak kurang dari 60%). (Ilmu

Resep hal. 74)

109

Penggolongan Krim

Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal asam–asam

lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan

lebih ditujukan untuk pemakain kosmetika dan estetika. Krim dapat juga digunakan

untuk pemberian obat melalui vaginal. Ada 2 tipe krim yaitu krim tipe minyak dalam

air (M/A) dan krim tipe air dalam minyak (A/M). Pemilihan zat pengemulsi harus

disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk krim tipe A/M

digunakan sabun polivalen, span, adeps lanae, kolsterol dan cera. Sedangkan untuk

krim tipe M/A digunakan sabun monovalen, seperti trietanolamin, natrium stearat,

kalium stearat dan ammonium stearat. Selain itu juga dipakai tween, natrium lauryl

sulfat, kuning telur, gelatinum, caseinum, cmc dan emulygidum.

Kestabilan krim akan terganggu/ rusak jika sistem campurannya terganggu,

terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi yang

disebabkan perubahan salah satu fase secara berlebihan atau zat pengemulsinya

tidak tercampurkan satu sama lain.

Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencernya yang

cocok dan dilakukan dengan teknik aseptic. Krim yang sudah diencerkan harus

digunakan dalam jangka waktu 1 bulan. Sebagai pengawet pada krim umumnya

digunakan metil paraben (nipagin) dengan kadar 0,12% hingga 0,18% atau propil

paraben (nipasol) dengan kadar 0,02% hingga 0,05%. Penyimpanan krim dilakukan

dalam wadah tertutup baik atau tube ditempat sejuk, penandaan pada etiket harus

juga tertera “obat luar”.

Cara Pembuatan Krim

Bagian lemak dilebur diatas penangas air, kemudian ditambahkan bagian airnya

dengan zat pengemulsi, aduk sampai terjadi suatu campuran yang berbentuk krim.

Kelebihan dan Kekurangan Krim

Adapun kelebihan dari sediaan krim yaitu:

a. Mudah menyebar rata.

b. Praktis.

c. Lebih mudah dibersihkan atau dicuci dengan air terutama tipe M/A

(minyak dalam air).

d. Cara kerja langsung pada jaringan setempat.

110

e. Tidak lengket, terutama pada tipe M/A (minyak dalam air).

f. Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup

beracun, sehingga pengaruh absorpsi biasanya tidak diketahui pasien.

g. Aman digunakan dewasa maupun anak–anak.

h. Memberikan rasa dingin, terutama pada tipe A/M (air dalam minyak).

i. Bisa digunakan untuk mencegah lecet pada lipatan kulit terutama pada

bayi, pada fase A/M (air dalam minyak) karena kadar lemaknya cukup

tinggi.

j. Bisa digunakan untuk kosmetik, misalnya mascara, krim mata, krim

kuku, dan deodorant.

k. Bisa meningkatkan rasa lembut dan lentur pada kulit, tetapi tidak

menyebabkan kulit berminyak.

Adapun kekurangan dari sediaan krim yaitu:

a. Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe A/M (air dalam minyak)

karena terganggu system campuran terutama disebabkan karena

perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan

salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran 2 tipe krim jika zat

pengemulsinya tidak tersatukan.

b. Susah dalam pembuatannya, karena pembuatan krim harus dalam

keadaan panas.

c. Mudah lengket, terutama tipe A/M (air dalam minyak).

d. Mudah pecah, disebabkan dalam pembuatan formulanya tidak pas.

e. Pembuatannya harus secara aseptik.

Evaluasi Sediaan Krim

1. Evaluasi Fisik

Homogenitas diantara dua lapis film, secara makroskopis: alirkan diatas kaca.

Konsistensi tujuan: mudah dikeluarkan dari tube dan mudah di oleskan.

Pengukuran konsistensi dengan pnetrometer. Konsistensi atau rheologi

dipengaruhi suhu: sediaan non-newton dipengaruhi oleh waktu istirahat, oleh

karena itu harus dilakukan pada keadaan yang identik. Bau dan warna untuk

111

melihat terjadinya perubahan fase. pH berhubungan dengan stabilitas zat

aktif, efektivitas pengawet dan keadaan kulit.

2. Evaluasi Kimia

Kadar dan stabilitas zat aktif dan lain-lain.

3. Evaluasi Biologi

Kontaminasi Mikroba

Salep mata harus steril untuk salep luka bakar, luka terbuka dan

penyakit kulit yang parah juga harus steril.

Potensi Zat Aktif

Pengukuran potensi beberapa zat antibiotik yang dipakai secara

topikal.

D. Pertanyaan

- Apa perbedaan antara krim, gel dan salep !

- Sebutkan contoh salep !

- Pada sediaan gel sering menggunakan pengawet, apa kegunaan

pengawet dalam formula tersebut?

E. Daftar Pustaka

- Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI press

- Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI

- Anonim. 1995. Farmakope Indonesia ediai IV. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI

- Pharmacopee Ned edisi V

- Soetopo dkk. 2002. Ilmu Resep Teori. Jakarta: Departemen Kesehatan

- Voigt. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM Press

- Lachman dkk. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI Press

- Departemen Kesehatan RI. 1978. Formularium Nasional edisi II. Jakarta

- Van Duin. 1947. Ilmu Resep. Jakarta: Soeroengan

- Anonim. Farmakope Herbal

- Anief. 2006. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: UGM Pres

112

BAB XIII

A. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa akan dapat mengerti dan

memahami Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

B. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan mampu memahami

aspek-aspek CPOB

C. Uraian Materi

Definisi

CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good

Manufacturing Practices) 2006

Adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan

dalam CPOB yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten,

memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan

penggunaannya.

Intinya CPOB merupakan pedoman yang bertujuan memastikan agar mutu

obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dalam ketentuan CPOB atau

GMP. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.

CPOB adalah Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan

untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang

ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup

seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.

CPOB dijabarkan menjadi beberapa aspek/ruang lingkup dan ditambahkan

dengan beberapa Aneks sebagai tambahan/penjelasan lanjutan dari CPOB

itu sendiri.

Industri farmasi di Indonesia, baik Pemilik Modal Dalam Negeri (PMDN)

maupun Pemilik Modal Asing (PMA) harus menerapkan Cara Pembuatan

Obat yang Baik (CPOB) dalam setiap aktifitas pembuatan produknya. Hal ini

sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:

43/MENKES/SK/II/1998 tentang pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik

(CPOB). Dalam perkembanganya, pedoman CPOB mengalami beberapa kali

perubahan dari tahun 2001, 2006 dan yang terbaru adalah 2012. Pemerintah

113

juga mengeluarkan Petunjuk Operasional dan Suplemen CPOB untuk

memperkuat penerapannya dalam menghasilkan produk yang berkualitas.

Dibawah ini merupakan alasan kenapa industri farmasi harus menerapkan CPOB

dalam membuat produk yang dihasilkan, diantaranya adalah:

1. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial

untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.

Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang

digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara

kesehatan.

2. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian

pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk ke

dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan

pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan

yang dipakai dan personil yang terlibat.

3. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan

pengujian tertentu saja. Namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang

dikendalikan dan dipantau secara cermat.

Aspek dan Ruang Lingkup CPOB tahun 2006 :

1. Manajemen mutu

2. Personalia

3. Bangunan dan fasilitas

4. Peralatan

5. Sanitasi dan higiene

6. Produksi

7. Pengawasan mutu

8. Inspeksi diri dan audit mutu

9. Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk,

dan produk kembalian

10. Dokumentasi

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan kontrak

12. Kualifikasi dan validasi

114

Adapun Aspek dan ruang lingkup CPOB 2012 :

1. Manajemen mutu

2. Personalia

3. Bangunan dan fasilitas

4. Peralatan

5. Sanitasi dan higiene

6. Produksi

7. Pengawasan mutu

8. Inspeksi diri dan audit mutu & persetujuan pemasok

9. Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali

produk

10. Dokumentasi

11. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak

12. Kualifikasi dan Validasi

Aneks CPOB tahun 2006

Aneks 1 : Pembuatan produk steril

Aneks 2 : Produksi produk biologi

Aneks 3 : Pembuatan gas medisinal

Aneks 4 : Pembuatan inhalasi dosis terukur bertekanan (Aerosol)

Aneks 5 : Pembuatan produk darah

Aneks 6 : Pembuatan obat investigasi untuk uji klinis

Aneks 7 : Sistem komputerisasi

Aneks CPOB tahun 2012 :

Aneks 1 : Pembuatan produk steril

Aneks 2 : pembuatan obat produk biologi

Aneks 3 : pembuatan gas medisinal

Aneks 4 : pembuatan inhalasi dosis terukur bertekanan (aerosol)

Aneks 5 : pembuatan produk dari darah atau plasma manusia

Aneks 6 : pembuatan obat investigasi untuk uji klinis

Aneks 7 : sistem komputerisasi

Aneks 8 : cara pembuatan bahan baku aktif obat yang baik

Aneks 9 : pembuatan radiofarmaka

Aneks 10 : penggunaan radiasi pengion dalam pembuatan obat

115

Aneks 11 : sampel pembanding dan sampel pertinggal

Aneks 12 : cara penyimpanan dan pengiriman obat yang baik

Aneks 13 : pelulusan parametris

Aneks 14 : manajemen risiko mutu

CPOB :

1. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial

untuk menjamin konsumen menerima obat yang bermutu tinggi. pembuatan

secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan untuk

menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan.

2. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian

pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus dibentuk

kedalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan

pengemas, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat.

3. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan

pengujian tertentu saja ; namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang

terkendali dan di pantau secara cermat.

4. CPOB ini merupakan pedoman yang bertujuan memastikan agar mutu obat

yang dihasilkan sesuai persyaratan dan penggunanya; bila perlu dapat

dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat

yang telah ditentukan dan di capai.

5. Otoritas pengawasan Obat hendaklah menggunakan Pedoman ini sebagai

acuan dalam penilaian penerapan CPOB, dan semua peraturan lain yang

berkaitan dengan CPOB hendaklah dibuat minimal sejalan dengan pedoman

ini.

6. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk digunakan oleh industri farmasi

sebagaiu dasar pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan.

7. Selain aspek umum yang tercakup di dalam pedoman ini, dipadukan juga

serangkaian pedoman suplemen untuk aspek tertentu yang hanya berlaku

untuk industri farmasi yang aktifitasnya berkaitan.

116

8. Pedoman ini berlaku terhadap pembuatan obat dan produk sejenis yang

digunakan manusia.

9. Cara lain selain tercantum di dalam pedoman ini dapat diterima sepanjang

memenuhi prinsip pedoman ini.

Pedoman (CPOB) ini bukanlah bermaksud untuk membatasi pengembangnan

konsep baru atau teknologi baru yang telah di validasi dan memberikan tingkat

Pemastian Mutu sekurang kurangnya ekuivalen dengan cara yang tercantum

dalam Pedoman ini.

Konsep dasar Pemastian Mutu COPB dan Pengawasan mutu adalah aspek

manajemen Mutu yang saling terkait. Konsep tersebut diuraikan di sini untuk

menekankan hubungan dan betapa pentingnya unsur –unsur tersebut dalam

produksi dan pengendalian obat.

PEMASTIAN MUTU

Pemastian Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik secara

tersendiri maupun secara kolektif, yang akan mempengaruhi mutu obat yang

dihasilkan. Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan

tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai engan

tujuan pemakaiannya. Karena itu Pemastian Mutu mencakup CPOB ditambah

dengan faktor lain di luar pedoman ini, seperti desain dan pengembangan obat.

Sistem Pemastian Mutu yang benar tepat bagi industri farmasi hendaklah

memastikan bahwa :

Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang

memperhatikan persyaratan CPOB dan Cara Berlaboaturium yang Baik

Semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dan

CPOB di terapkan.

Tanggung jawab menejerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan

Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pasokan dan penggunaan bahan

awal, bahan pengemas yang benar. Semua pengawasan terhadap produk

antara dan pengawasan selama proses (in-process control) lain serta validasi

yang diperlukan

117

Pengkajian terhadap semua dokumen yang terkait dengan proses

pengemasaan dan pengujian bets dilakukan sebelum memberikan

pengesahaan pelulusan untuk distribusi penilaian hendaklah meliputi semua

faktor yang relevan termasuk kondisi faktor yang relevan termasuk kondisi

pembuatan, hasil pengujian dan atau pengawasan selamaproses, pengkajian

dokumen produksi termasuk pengemasan, pengkajian penyimpangan dari

prosedur yang telah ditetapkan, pemenuhan persyaratan dan spesifikasi

produk jadi dan pemeriksaan produk dalam kemasaan akhir

Obat tidak di jual atau tidak di pasok sebelum Kepala Bagian Manajemen

Mutu (Pemastian Mutu) menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan

dikendalikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan dalam izin edar dan

peraturan lain yang berkaitan dengan aspek produksi, pengawasan mutu dan

pelulusan produk .

Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa, sedapat

mungkin produk disimpan, didistribusikan dan selanjutnya ditangani

sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa edar/simpan obat

Tersedia prosedur inspeksi diri dan /atau audit mutu yang secara berkala

mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem Pemastian Mutu

Pemasok bahan awal dan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk

memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan

Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat

Tersedia sistem persetujuan terhadap perubahaan yang berdampak pada

mutu produk

Prosedur pengolahaan ulang, evaluasi dan di setujui dan

Evaluasi mutu produk berkala dilakukan verifikasi konsistensi proses dan

memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.

CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK (CBOP)

CPOB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang memastikan bahwa obat dibuat dan

dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan

tujuan pengguanaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk.

CPOB mencakup Produksi dan Pengawasan Mutu. Persyaratan dasar dari CPOB

adalah :

118

Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas dikaji secara

sistematis berdasarkan pengalam terbukti mampu secara konsisten

menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang

telah ditetapkan

Tahap proses yang kritis dalam pembuatan, pengawasan proses dan sarana

penunjang serta perubahannya yang signifikan di validasi

Tersedia semua sarana yang di perlukan dalam CPOB termasuk ;

o Personil yang terkualifikasi dan terlatih

o Bangunan dan sarana dengan luas yang memadahi

o Peralatan dan sarana penunjang yang sesuai

o Bahan, wadah label yang benar

o Prosedur dan instruksi yang disetujui

o Tempat penyimpanan dan transportasi yang memadai.

Prosedur dan instruksi ditulis dalam bentuk intruksi dengan bahasa yang

jelas , tidak bermakana ganda , dapat diterapkan secara spesifik pada sarana

yang tersedia

Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara benar

Pencatatan dilakukan secara manual dengan alat pencatat selama

pembuatan menunjukkan bahwa langkah yang dipersyaratkan dalam

prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan

jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.

Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan di investigasi.

Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan penelusuran

riwayat bets secara lengkap, disimpan secara komprehensif dan dalam

bentuk yang mudah di akses

Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil resiko terhadap

mutu obat

Tersedia sistem penarikan kmbali bets obat maupun dari peredaran

Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu di

investigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan pencegahan

penangulangan yang tepat dan pencegahan pengulangan kembali keluhan.

119

PENGAWASAN MUTU / QUALITY CONTROL

Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan

pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi,

dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang telah

diperlukan dan relevan dilakukan dan bahwa bahan yang belum dilakukan tidak

digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum

mutunya di nilai dan dinyatakan memenuhi syarat

Setiap industri farmasi hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu. Fungsi ini

hendaklah independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai hendaklah

tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi Pengawasan Mutu dapat

dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan

Persyaratan dasar dari Pengawasan Mutu adalah bahwa :

Sarana dan prasarana yang memadai, personil yang telah terlatih dan

prosedur yang disetujui tersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan

dan pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan

dan produk jadi, dan bila perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai dengan

tujuan CPOB

Pengambilan sempel bahan awal, bahan pengemasan, produk antara

produk ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan metode yang

di setujui oleh Pengawas Mutu

Metode pengujian disiapkan dan divalidasi (bila Perlu )

Produk jadi berisi zat aktif dengan komposisi secara kualitatif dan kuantitatif

sesuai dengan yang disetujui pada saat pendaftaran, dengan derajat

kemurnian yang dipersyaratkan serta dikemas dalam wadah yang sesuai dan

diberi label yang benar

Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga memunyai tugas lain, antara lain

menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan

mutu, mengevaluasi, mengawasi dan menyimpan baku pembandingan,

memastikan kebenaraan label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa

stabilitas dari zat aktif dan obat jadi dipantau, mengambil bagian investigasi

keluhan yang berkaitan dengan produk dan ikut mengambil bagian dalam

120

pemantauan lingkungan. Semua kegiatan tersebut hendaklah dilaksanakan

sesuai dengan prosedur tertulis dan jika perlu dicatat.

Personil Pengawasaan Mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi

untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila di perlakukan.

PENGKAJIAN MUTU PRODUK

Pengkajian mutu produk secara berkala hendaklah dilakukan terhadap semua obat

terdaftar,termasuk produk ekspor,dengan tujuan untuk membuktikan konsentrasi

proses,kesesuaian dari spesifikasi bahan awal , bahhan pengemas dan obat jadi ,

untuk melihat trend an mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan utuk produk dan

proses.

Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan

didokumentasikan dengan mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya dan

hendaklah meliputi paling sedikit :

Kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemasan yang dibutuhkan

digunakan untuk produk, terutama yang dipasok dari sumber baru

Kajian terhadap pengawasaan selama proses yang kritis dan hasil pengujian

obat jadi

Kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifikasi yang

ditetapkan dan investigasi yang dilakukan

Kajian terhadap semua penyimpangan atau ketidak sesuaian yang signifikan,

dan efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahaan

Kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses atau

metode Analisa

Kajian terhadap variasi yang diajukan disetujui, ditolak dari dokumen

registrasi yang telah disetujui termasuk dokumen registerasi untuk produk

ekspor

Kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren yang

tidak diinginkan

Kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat yang

terkait dengan mutu produk, termasuk investigasi yang telah dilakukan

Kajian kelayakan terhadap tindakan perbaikan proses produk atau peralatan

yang sebelumnya

121

Kajian terhadap komitmen pasca pemasaran dilakukan pada obat yang baru

mendapatkan persetujuan pendaftaran dan obat dengan persetujuan

pendaftaran variasi

Status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan missal sistem tata udara

(HVAC), air, gas bertekanan , dan lain lain dan

Kajian terhadap kesepakatan teknis untuk memastikan selalu up to date

Industri farmasi dan pemegang izin edar bila berbeda, hendaklah melakukan

evaluasi terhadap hasil kajian, dan melakukan suatu penilaian hendaklah dibuat

untuk menentukan apakah tindakan perbaikan atau pencegahan ataupun validasi

ulang harus dilakukan. Alasan tindakan perbaikan hendaklah didokumentasikan.

Tindakan pencegahan dan perbaikan yang telah disetujui hendaklah diselesaikan

secara efektif dan tepat waktu. Hendaklah tersedia prosedur menejemen yang

sedang berlangsung dan pengkajian aktivitas serta efektif prosedur tersebut yang

diverifikasi pada saat inspeksi diri. Bila Dapat dibenarkan secara ilmiah, pengkajian

mutu dapat dikelompokan menurut jenis produk, misal sediaan padat, sediaan cair,

produk steril, dan lain-lain.

Bila pemilik persetujuan pendaftar bukan industri farmasi, maka perlu ada suatu

kesepakatan teknis dari semua pihak terkait yang menjabarkan siapa yang

bertanggung jawab untuk melakukan kajian uutu. Kepala Bagian Manajemen Mutu

(Pemastian Mutu), yang bertanggung jawab untuk sertifikasi bets, bersama dengan

pemilik persetujuan pendaftaran hendaklah memastikan bahwa pengkajian mutu

dilakukan tepat waktu dan hemat.

Tujuan Penerapan CPOB di Industri Farmasi

1. CPOB bertujuan untuk menjamin bahwa obat dibuat secara

konsisten,memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan

penggunaannya.

2. Memberikan perlindungan kepada konsumen agar selalu memperoleh obat

yang terjamin mutunya.

122

10 prinsip pada pelaksanaan CPOB

1. Setiap kegiatan hanya dilakukan berdasarkan instruksi tertulis

(dokumentasi).

2. Bahan Awal harus disimpan dan ditangani secara tepat, dan hanya bahan

awal yang sudah disetujui saja yang boleh dipakai.

3. Semua mesin dan alat-alat dan fasilitas/ruangan, yang sudah ditentukan

untuk digunakan, harus terawat dengan baik dan dibersihkan dengan baik.

4. Pengawasan Mutu dilakukan pada setiap tahap penyimpanan, penanganan

dan proses pembuatan.

5. Karyawan,baik karyawan produksi maupun karyawan penunjang

lainnya,harus mengenakan pakaian dan perlengkapan yang

dipersyaratkan,terawasi dengan baik, terlatih dengan baik.

6. Semua pekerjaan harus dilaksanakan dengan tepat dan teliti.

7. Pencemaran bahan, harus dicegah.

8. Hanya bahan awal yang telah ditentukan saja yang bisa dicampur.

9. Pada setiap tahap produksi, semuanya harus diberi label.

10. Pada setiap tahap kegiatan harus dicatat(direkam), catatan harus disimpan

dengan baik.

D. Pertanyaan

- Apa tujuan semua industri farmasi diwajibkan menerapkan CPOB ?

- Sebutkan perbedaan CPOB 2006 dengan CPOB 2012 !

- Bagaimana jika suatu industry farmasi tidak menerapkan CPOB ?

E. Daftar Pustaka

- Badan POM RI, Pedoman Cara pembuatan Obat Yang Baik, Jakarta, 2006

- Badan POM RI, Pedoman Cara pembuatan Obat Yang Baik, Jakarta, 2012