12
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya menyejahterakan masyarakat, Pemerintah Indonesia telah membuat banyak program yang dipromosikan melalui kampanye sosial. Hal serupa dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung. Pemerintah Kota Bandung mencanangkan berbagai program, salah satunya adalah program yang berkaitan dengan kesehatan dan kebersihan lingkungan. Program ini merupakan salah satu tugas pokok dan fungsi dari Dinas Kesehatan Kota Bandung untuk melakukan sosialisasi kesehatan kepada masyarakat, contohnya melalui Program Upaya Kesehatan Masyarakat, Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Program Pengembangan Lingkungan Sehat, dan lain-lain (www.bandung.go.id, diakses pada tanggal 17 November 2014, pukul 21.00 WIB). Selain itu, ada gagasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Kesehatan yaitu untuk menyatukan dua program yakni Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) dan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Caranya dengan mengimplementasikan PPSP melalui pilar-pilar STBM. Dua kota telah dipilih sebagai lokasi proyek percontohan tersebut yakni di Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh (Kelurahan Pusong dan Kelurahan Tumpok Teungoh) dan Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat (Kelurahan Cipageran & Kelurahan Citeureup) (http://www.sanitasi.or.id/ ,diakses pada 16 Desember 2014, pukul 00.53 WIB). Oleh karena itu, pada penjelasan selanjutnya, peneliti turut menggunakan Buku Putih Sanitasi 1 Kota Cimahi sebagai salah satu referensi. 1 Buku Putih Sanitasi adalah buku yang berisi hasil pemetaan mengenai kondisi sanitasi suatu kabupaten / kota pada waktu tertentu. Pemetaan kondisi sanitasi tersebut diperoleh berdasarkan hasil dari serangkaian studi yang dilakukan oleh Pokja AMPL Kabupaten / Kota yang bersangkutan dan menjadi Baseline bagi perumusan strategi pembangunan sanitasi skala kabupaten / kota untuk lima tahun kedepan..

BAB I PENDAHULUAN...antara pihak yang berkepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah, dan kurangnya minat dunia usaha untuk berinvestasi di sektor sanitasi. Dalam Buku Putih Sanitasi

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN...antara pihak yang berkepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah, dan kurangnya minat dunia usaha untuk berinvestasi di sektor sanitasi. Dalam Buku Putih Sanitasi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam upaya menyejahterakan masyarakat, Pemerintah Indonesia telah

membuat banyak program yang dipromosikan melalui kampanye sosial. Hal

serupa dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung. Pemerintah Kota Bandung

mencanangkan berbagai program, salah satunya adalah program yang

berkaitan dengan kesehatan dan kebersihan lingkungan. Program ini

merupakan salah satu tugas pokok dan fungsi dari Dinas Kesehatan Kota

Bandung untuk melakukan sosialisasi kesehatan kepada masyarakat,

contohnya melalui Program Upaya Kesehatan Masyarakat, Program Promosi

Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Program Pengembangan

Lingkungan Sehat, dan lain-lain (www.bandung.go.id, diakses pada tanggal

17 November 2014, pukul 21.00 WIB).

Selain itu, ada gagasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat melalui

Kementerian Kesehatan yaitu untuk menyatukan dua program yakni

Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) dan Sanitasi Total

Berbasis Masyarakat (STBM). Caranya dengan mengimplementasikan PPSP

melalui pilar-pilar STBM. Dua kota telah dipilih sebagai lokasi proyek

percontohan tersebut yakni di Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh (Kelurahan

Pusong dan Kelurahan Tumpok Teungoh) dan Kota Cimahi, Provinsi Jawa

Barat (Kelurahan Cipageran & Kelurahan Citeureup)

(http://www.sanitasi.or.id/ ,diakses pada 16 Desember 2014, pukul 00.53

WIB). Oleh karena itu, pada penjelasan selanjutnya, peneliti turut

menggunakan Buku Putih Sanitasi1 Kota Cimahi sebagai salah satu referensi.

1 Buku Putih Sanitasi adalah buku yang berisi hasil pemetaan mengenai

kondisi sanitasi suatu kabupaten / kota pada waktu tertentu. Pemetaan kondisi

sanitasi tersebut diperoleh berdasarkan hasil dari serangkaian studi yang

dilakukan oleh Pokja AMPL Kabupaten / Kota yang bersangkutan dan

menjadi Baseline bagi perumusan strategi pembangunan sanitasi skala

kabupaten / kota untuk lima tahun kedepan..

Page 2: BAB I PENDAHULUAN...antara pihak yang berkepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah, dan kurangnya minat dunia usaha untuk berinvestasi di sektor sanitasi. Dalam Buku Putih Sanitasi

2

Undang-undang No. 36 tahun 2009 pasal 9 menjelaskan bahwa

setiap orang wajib mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (www.sanitasi.net,

diakses pada tanggal 4 November 2014, pukul 21.00 WIB). Namun,

sayangnya kesadaran masyarakat untuk turut menjaga dan bertanggung

jawab akan kebersihan dan kesehatan belum sepenuhnya terjadi, terutama

pada sektor sanitasi. Sanitasi merupakan hal yang sangat penting karena

berhubungan dengan hidup sehari-hari dan berkaitan dengan kepentingan

orang banyak. Di Indonesia sendiri, sanitasi belum menjadi prioritas

pembangunan. Hal ini terlihat dari rendahnya kualitas dan cakupan

pelayanan sanitasi bagi masyarakat. Tantangan terbesar pada isu sanitasi

adalah masih banyak masyarakat yang tidak menyadari jika kebiasaan

bersanitasinya itu salah. Hal ini terjadi karena rendahnya kesadaran dan

keterlibatan masyarakat dalam mengelola sanitasi, kurangnya koordinasi

antara pihak yang berkepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah, dan

kurangnya minat dunia usaha untuk berinvestasi di sektor sanitasi.

Dalam Buku Putih Sanitasi Kota Cimahi (2012), disebutkan bahwa

di ASEAN, Indonesia menduduki peringkat ke-6, yaitu tepat berada

dibawah Vietnam dan diatas Myanmar dalam urusan kondisi sanitasi.

Padahal, kondisi sanitasi suatu wilayah menjadi salah satu indikator kualitas

kesehatan masyarakat di wilayah tersebut. Buku Putih Sanitasi Kota Cimahi

(2012) juga menerangkan bahwa pada tingkat nasional akses masyarakat

terhadap sarana dan prasarana sanitasi masih rendah, dimana 70 juta

penduduk masih melakukan praktek buang air besar sembarangan (BABS),

92% Tempat Pengolahan Akhir (TPA) sampah masih bersifat open

dumping, 14.000 ton tinja dan 176.000 m3 urine terbuang setiap harinya ke

badan air, tanah, danau dan pantai. Situasi demikian menyebabkan

tingginya tingkat pencemaran dan meningkatkan dampak resiko kesehatan

bagi masyarakat.

Karena sanitasi merupakan hal yang sangat erat dengan kehidupan

sehari-hari, maka banyak sektor-sektor lainnya yang terkena imbas dari

Page 3: BAB I PENDAHULUAN...antara pihak yang berkepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah, dan kurangnya minat dunia usaha untuk berinvestasi di sektor sanitasi. Dalam Buku Putih Sanitasi

3

buruknya sanitasi. Sebagai contoh dampak langsung dari sanitasi yang

buruk adalah keadaan kesehatan masyarakat. Di Indonesia, diare merupakan

penyebab kedua terbesar kematian balita. Menurut Agung Laksana, Menteri

Koordinator Kesejahteraan Rakyat menyebutkan bahwa sebanyak 1,4 juta

anak menderita diare setiap tahunnya dengan kerugian yang terjadi pada

sektor kesehatan yaitu sebesar Rp 29 triliun (www.merdeka.com , diakses

pada 4 November 2014, pukul 21.34 WIB).

Buku Putih Sanitasi Kota Bandung (2010) menerangkan bahwa

berdasarkan catatan medis di puskesmas dan rumah sakit, penyakit infeksi

saluran pernafasan akut (ISPA) selalu menempati peringkat tertinggi disusul

diare untuk tingkat kejadian (prevalensi) penyakit, terutama pada kelompok

umur balita. Keduanya merupakan jenis penyakit akibat saniasi buruk.

Angka penyakit pada kelompok umur balita mempunyai arti

penting karena balita belum mempunyai kekebalan tubuh yang sempurna

sehingga rawan terkena penyakit dan balita mempunyai ketergantungan

terhadap kelompok orang dewasa dalam upaya melakukan pencegahan dan

mendapatkan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu tingginya angka

penyakit ISPA dan diare pada kelompok umur 0-5 tahun menunjukkan

kondisi sanitasi yang buruk di lingkungan tempat tinggalnya.

Selain dari sisi kesehatan, sanitasi buruk juga berdampak pada

pariwisata suatu daerah. Hal ini dilaporkan oleh Studi Economic of

Sanitation Intervention atau ESI yang menyatakan bahwa presentase

terbesar (hampir 50%) sekaligus alasan utama wisatawan tidak ingin

kembali adalah karena fasilitas sanitasi yang tidak memadai2. Kerugian

yang ditimbulkan akibat buruknya sanitasi terhadap pariwisata mencapai Rp

1,4 triliun (World Bank : 2011). Sebagaimana dimaklumi, pariwisata

merupakan salah satu sektor perekonomian yang sangat menguntungkan

2 “Economic Assessment of Sanitation Interventions in Indonesia”, A six-

country study conducted in Cambodia, China, Indonesia, Lao PDR, the

Philippines and Vietnam under the Economics of Sanitation Initiative Phase 2

(ESI-2), The Water and Sanitation Program of the World Bank, November

2011.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN...antara pihak yang berkepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah, dan kurangnya minat dunia usaha untuk berinvestasi di sektor sanitasi. Dalam Buku Putih Sanitasi

4

bagi suatu daerah dan penduduknya. Oleh karena itu sangat disayangkan

apabila sanitasi di suatu tempat wisata merupakan alasan utama bagi para

wisatawan enggan kembali atau tidak merekomendasikannya kepada pihak

lain sebagai tujuan wisata.

Grafik 1. 1 Efek Sanitasi Terhadap Pariwisata dan Bisnis

Sumber : Studi ESI 2 – Water and Sanitation Program –World Bank

Dampak yang lebih besar lagi yaitu pada perekonomian negara.

Setiap tahunnya, Indonesia mengalami kerugian sebanyak Rp. 56 triliun

dengan biaya kesehatan per tahun mencapai Rp. 139.000 per orang akibat

sanitasi yang buruk (health.detik.com, diakses pada tanggal 4 November

2014, pukul 21.34 WIB).

Pemerintah Indonesia berusaha memperbaiki keadaan ini dengan

melaksanakan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman

(PPSP) yang telah dicanangkan oleh Pemerintah Pusat. Program ini

dimaksudkan untuk menjadikan pembangunan sanitasi sebagai salah satu

prioritas dalam pembangunan di daerah. Program ini dijalankan dengan

mengerahkan berbagai sumber daya, yaitu dari masyarakat, swasta,

pemerintah daerah, hingga pemerintah pusat agar pembangunan sanitasi

permukiman dilakukan lebih tepat sasaran.

Program PPSP diselenggarakan oleh Kelompok Kerja Air Minum

dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) Nasional yang merupakan

lembaga lintas sektor terdiri dari 8 kementerian, yaitu BAPPENAS,

0% 10% 20% 30% 40% 50%

Sanitasi

Tidak aman

Biaya

Tidak ada keperluan

Bisnis

Turis

Page 5: BAB I PENDAHULUAN...antara pihak yang berkepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah, dan kurangnya minat dunia usaha untuk berinvestasi di sektor sanitasi. Dalam Buku Putih Sanitasi

5

Kementerian PU, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan,

Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian

Perumahan Rakyat dan Kementerian Perindustrian. Demikian pula di

tingkat provinsi dan kota atau kabupaten dibentuk Pokja AMPL Provinsi

dan Pokja AMPL Kota atau Kabupaten.

Ada 6 tahapan PPSP yang harus dijalankan oleh Pokja AMPL.

Advokasi dan kampanye merupakan langkah pertama dari pelaksanaan

Program PPSP. Caranya adalah dengan melakukan berbagai pendekatan

kepada para pemangku kepentingan guna membangun kesadaran bahwa

“Sanitasi adalah urusan bersama seluruh pihak”.

Advokasi dan kampanye sanitasi dilakukan secara serempak baik

pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten / kota yang dilakukan oleh

Pokja AMPL. Demikian pula Pokja AMPL Kota Bandung sebagai

pelaksana Program PPSP di Kota Bandung menjalankan kegiatan serupa.

Advokasi dan kampanye yang dilakukan oleh Pokja AMPL dimaksudkan

untuk mensosialisasikan sanitasi yang baik dan benar dengan sasaran yaitu

meningkatnya kepedulian para pemangku kepentingan terhadap layanan

sanitasi pemukiman.

Dalam melakukan advokasi dan kampanye, diperlukan strategi

komunikasi yang tepat agar penyampaian pesan kepada pihak yang dituju

berjalan efektif dan mendapat umpan balik yang positif. Dalam

merumuskan strategi komunikasi, diperlukan perumusan tujuan yang jelas,

juga terutama memperhitungkan kondisi dan situasi khalayak (Arifin, 1984

: 59).

Tahapan proses PPSP kedua adalah Pengembangan Kelembagaan

dan Peraturan. Sedangkan yang ketiga adalah Penyusunan Strategi Sanitasi

Kota (SSK) yang didahului oleh penyusunan Buku Putih Sanitasi.

Guna menyusun Buku Putih Sanitasi dan SSK, Pokja AMPL

kabupaten/ kota melakukan berbagai studi yang terdiri dari studi untuk

mengumpulkan data primer, yaitu:

Page 6: BAB I PENDAHULUAN...antara pihak yang berkepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah, dan kurangnya minat dunia usaha untuk berinvestasi di sektor sanitasi. Dalam Buku Putih Sanitasi

6

1) Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health

Risk Assesment/ EHRA);

2) Studi komunikasi dan pemetaan media,

3) Studi penyedia layanan sanitasi (Sanitation Supply Assessment/ SSA);

dan

4) Studi pemberdayaan masyarakat, gender, dan kemiskinan.

Studi lainnya adalah melalui pengumpulan data sekunder yang berasal dari

laporan-laporan atau dokumen pendukung lainnya, yaitu studi kelembagaan

dan studi keuangan.

Setelah data didapatkan, maka Pokja AMPL melakukan analisa dan

pengkajian guna memetakan kondisi sanitasi Kota Bandung. Hasil

pemetaan tersebut disajikan dalam Buku Putih Sanitasi (Sanitation White

Book). Dinamakan Buku Putih Sanitasi adalah untuk memberikan makna

bahwa substansi di dalamnya merupakan fakta yang menunjukkan kondisi

sanitasi apa adanya. Buku putih sanitasi inilah yang menjadi bahan dasar

(baseline) dalam menyusun Strategi Sanitasi Kota (SSK). Buku Putih

Sanitasi merupakan dasar dan acuan dimulainya pekerjaan sanitasi yang

lebih terintegrasi karena menyediakan data dasar yang esensial dan

komprehensif mengenai struktur, situasi, dan kebutuhan sanitasi kota.

Setelah menyusun Buku Putih Sanitasi dan SSK, Pokja AMPL Kota

Bandung kemudian menyusun Memorandum Program Sektor Sanitasi

(MPSS). Dijelaskan dalam dokumen MPSS, bahwa MPSS itu merupakan

penjabaran lebih lanjut dari program dan kegiatan yang telah ditetapkan

dalam Strategi Sanitasi Kota (SSK). Memorandum Program Sektor Sanitasi

(MPSS) juga merupakan terminal program dan kegiatan pembangunan

sektor sanitasi kota yang dilaksanakan untuk pemerintah kota, provinsi,

pusat, dan masyarakat setempat dalam kurun waktu lima tahun yang

pendanaannya berasal dari berbagai sumber yaitu APBN, APBD Provinsi,

APBD kota, PD Kebersihan, PDAM, hibah/hutang, swasta, dan masyarakat.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN...antara pihak yang berkepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah, dan kurangnya minat dunia usaha untuk berinvestasi di sektor sanitasi. Dalam Buku Putih Sanitasi

7

Pendanaan untuk program PPSP sendiri dibagi menjadi dua jenis,

yaitu untuk kegiatan non fisik dan kegiatan fisik. Pada kegiatan non fisik,

pemerintah bertanggung jawab dalam menyediakan informasi mengenai

kebersihan dan risiko kesehatan terkait sanitasi. Sedangkan kegiatan fisik,

yaitu pemerintah menyediakan sarana pembangunan sanitasi secara fisik

bagi publik.

Sebagai obyek penelitian dalam penulisan skripsi ini, penulis

memilih penyelenggraan program PPSP di Kota Bandung dengan alasan

sebagai berikut:

1) Kota Bandung merupakan salah satu dari empat kota pertama (Kota

Bandung, Kota Bekasi, Kota Bogor dan Kota Cirebon) yang menjadi

peserta PPSP di Indonesia sejak tahun 2010. Dengan demikian Pokja

AMPL Kota Bandung telah melewati fase yang lengkap selama 5

tahun periode pelaksanaan PPSP sebagaimana dituangkan dalam SSK

Kota Bandung. Advokasi dan kampanye pada program PPSP di Kota

Bandung periode pertama yang telah berjalan sejak tahun 2010

hingga 2014 memerlukan evaluasi secara sistematis dan menyeluruh.

Evaluasi ini diperlukan untuk melihat sejauh mana pencapaian hasil

yang telah diperoleh.

2) Pokja AMPL Kota Bandung saat ini sedang mempersiapkan

penyusunan Buku Putih Sanitasi dan SSK periode kedua (2015 –

2019). Salah satu input startegis yang diperlukan untuk bahan

perbaikan adalah hasil evaluasi pelaksanaan PPSP, khusunya strategi

komunikasi advokasi dan kampanye pada periode sebelumnya.

3) Kota Bandung saat ini dengan semboyan ”Bandung Juara” sedang

menggalakan berbagai program yang mendukung pelestarian

lingkungan seperti membangun taman tematik, Bandung bebas asap

rokok (www.merdeka.com, diakses pada 12 Januari 2015, pukul

21.07 WIB), membentuk detektif lingkungan

(www.regional.kompas.com, diakses pada 12 Januari 2015, pukul

21.08 WIB), membuat Gerakan Pungut Sampah yang dilaksanakan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN...antara pihak yang berkepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah, dan kurangnya minat dunia usaha untuk berinvestasi di sektor sanitasi. Dalam Buku Putih Sanitasi

8

pada hari Senin, Rabu, dan Jumat (www.regional.kompas.com,

diakses pada 12 Januari 2015, pukul 21.10 WIB), dan lain-lain. Setiap

program tersebut menuntut perhatian dan partisipasi para pemangku

kepentingan di Kota Bandung sehingga dipastikan

mengimplementasikan strategi komunikasi advokasi dan kampanye.

Hasil evaluasi strategi komunikasi advokasi dan kampanye pada

program PPSP Periode 1 dapat dimanfaatkan untuk merumuskan

strategi yang sama pada program-program tersebut.

4) Dalam hal pengelolaan air limbah domestik, Kota Bandung

merupakan satu dari sedikit kota di Indonesia yang memiliki sistem

pengolahan limbah domestik yang lengkap, yaitu sistem pengolahan

terpusat (off-site sewerage system) dan sistem pengolahan setempat

(on-site system) dengan tangki septik di setiap halaman rumah

penduduk. Tapi pada sisi lain ada fakta masih banyaknya masyarakat

yang secara tidak sadar melakukan praktek BABS (open defecation),

yaitu dengan menyalurkan pipa buangan toilet langsung ke sungai

Cikapundung dan sungai-sungai lainnya.

5) Kota Bandung juga sering kali dihadapkan dengan permasalahan

sampah yang menumpuk di tempat penampungan sementara (TPS).

Hal ini menujukkan belum efektifnya peran masyarakat dalam

mengurangi volume sampah yang dibuang melalui program 3R

(Reduce, Reuse & Recycle).

6) Rendahnya kesadaran dan peran masyarakat dalam mengelola sampah

juga berakibat pada seringnya kejadian banjir pada saat hujan lebat

akibat penyumbatan saluran drainase oleh sampah yang dibuang

sembarangan.

7) Penulis yang merupakan warga Kota Bandung bermaksud

memberikan kontribusi pemikiran bagi peningkatan efektivitas

program perbaikan lingkungan, khususnya dalam mengevaluasi

strategi komunikasi advokasi dan kampanye pada program PPSP

yang ditangani oleh Pokja AMPL Kota Bandung.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN...antara pihak yang berkepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah, dan kurangnya minat dunia usaha untuk berinvestasi di sektor sanitasi. Dalam Buku Putih Sanitasi

9

Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti memutuskan untuk

melakukan penelitian dengan judul “Strategi Komunikasi Dalam Advokasi

dan Kampanye Sanitasi (Studi Evaluatif Pada Program Percepatan

Pembangunan Sanitasi Permukiman Oleh Pokja AMPL Kota

Bandung)”.

1.2 Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti menetapkan fokus

penelitian, yaitu : “bagaimana efektivitas implementasi strategi komunikasi

advokasi dan kampanye pada Program PPSP yang dilakukan oleh Pokja

AMPL Kota Bandung”. Dalam penelitian ini, masalah yang ingin diangkat

oleh peneliti adalah :

1. Bagaimana implementasi strategi komunikasi advokasi dan kampanye

pada Program PPSP yang dilakukan oleh Pokja AMPL Kota Bandung

pada periode tahun 2010-2014?

2. Bagaimana hambatan yang dihadapi oleh Pokja AMPL Kota Bandung

dalam mengimplementasikan strategi komunikasi advokasi dan

kampanye pada Program PPSP periode tahun 2010-2014?

3. Bagaimana efektivitas strategi komunikasi advokasi dan kampanye

pada Program PPSP di Kota Bandung ditinjau dari alokasi anggaran

pendanaan dan kepedulian masyarakat dalam bentuk peningkatan

cakupan pelayanan sanitasi selama periode tahun 2010-2014?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini, yakni :

1. Untuk memahami strategi komunikasi advokasi dan kampanye

pada Program PPSP di Kota Bandung

2. Untuk mengatahui hambatan dari pelaksanaan strategi

komunikasi advokasi dan kampanye pada Program PPSP di

Kota Bandung

3. Untuk mengetahui efektivitas implementasi strategi komunikasi

advokasi dan kampanye pada Program PPSP di Kota Bandung

ditinjau dari alokasi anggaran pendanaan dan kepedulian

Page 10: BAB I PENDAHULUAN...antara pihak yang berkepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah, dan kurangnya minat dunia usaha untuk berinvestasi di sektor sanitasi. Dalam Buku Putih Sanitasi

10

masyarakat dalam bentuk peningkatan cakupan pelayanan

sanitasi

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Aspek Teoritis (Keilmuan)

Manfaat secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan

sumbangan pengetahuan dan wawasan serta menjadi referensi

dalam penelitian ilmu komunikasi selanjutnya. Terutama

mengenai pemahaman strategi komunikasi dan aplikasinya

pada pembangunan sektor sanitasi dan lingkungan

1.4.2 Aspek Praktis

Manfaat praktis bagi peneliti, penelitian ini berguna untuk

memperdalam ilmu komunikasi, menambah pengetahuan

baru mengenai strategi komunikasi pada kegiatan sosial, dan

menambah pengetahuan baru mengenai sanitasi. Sedangkan

bagi Pokja AMPL Kota Bandung, penelitian ini bermanfaat

sebagai kontribusi pikiran mengenai efektivitas strategi

komunikasi untuk merumuskan strategi yang sama pada

periode berikutnya. Hal ini diharapkan dapat memaksimalkan

efek kegiatan kampanye guna meningkatkan komitmen para

pemangku kepentingan bagi pembangunan sanitasi serta

menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya sanitasi.

Manfaat bagi pembangunan sanitasi secara umum, penelitian

ini meningkatkan efek advokasi dan kampanye di lingkungan

akademik bahwa sanitasi merupakan urusan kita bersama

1.5 Tahapan Penelitian

Penelitian ini akan meneliti bagaimana strategi komunikasi dalam

advokasi dan kampanye program PPSP yang dilakukan oleh Pokja AMPL

Kota Bandung pada periode pertama, sehingga akan didapatkan apa saja

kelebihan dan kekurangan dari strategi komunikasi tersebut, yang pada

akhirnya akan memberikan rekomendasi kepada Pokja AMPL dalam

Page 11: BAB I PENDAHULUAN...antara pihak yang berkepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah, dan kurangnya minat dunia usaha untuk berinvestasi di sektor sanitasi. Dalam Buku Putih Sanitasi

11

melakukan advokasi dan kampanye program PPSP pada periode selanjutnya.

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Persiapan penelitian

Persiapan penelitian dilakukan dengan menentukan topik yang akan

dibahas dan diteliti. Peneliti juga memperdalam pengetahuan

mengenai topik yang akan diteliti melalui berbagai sumber seperti

website resmi PPSP, berita pada media online, Dinas Kesehatan Kota

Bandung, fasilitator program PPSP, dan dokumen-dokumen yang

terkait dengan program PPSP.

2. Proses Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mengkaji

fenomena yang disajikan secara deskriptif, bukan berupa data statistik

sebagaimana yang didapat dari pendekatan kuantitatif. Pendekatan

kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-

dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya (Kriyantono,

2012 : 56). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan

studi evaluatif guna mengkaji keberhasilan suatu program. Penelitian

evaluatif ingin melihat hubungan dan juga efektivitas pencapaian

tujuan suatu program yang diteliti. Peneliti ingin mengevaluasi

strategi komunikasi advokasi dan kampanye pada program PPSP di

Kota Bandung (periode pertama) yang telah berjalan selama lima

tahun sejak tahun 2010.

Data yang terkumpul merupakan hasil dari proses penelitian melalui

metode wawancara semistruktur yang dilakukan kepada Pokja AMPL

Kota Bandung, observasi non-partisipan, dan dokumentasi yang

didapat selama melakukan proses penelitian untuk mendapatkan

informasi yang mendukung analisis data. Pada metode wawancara

semistruktur, pewawancara biasanya mempunyai daftar pertanyaan

tertulis tapi memungkinkan untuk menanyakan pertanyaan-

pertanyaan secara bebas, yang terkait dengan permasalahan

(Kriyantono, 2012 : 101).

Page 12: BAB I PENDAHULUAN...antara pihak yang berkepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah, dan kurangnya minat dunia usaha untuk berinvestasi di sektor sanitasi. Dalam Buku Putih Sanitasi

12

1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

1.6.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Bandung dengan mengevaluasi

strategi komunikasi advokasi dan kampanye sosial oleh Pokja AMPL

Kota Bandung serta melakukan penelitian di tiga kelurahan yang ada

Kota Bandung, yaitu Kelurahan Tamansari, Kelurahan Cipadung, dan

Kelurahan Kujangsari .

1.6.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari hingga

bulan Maret 2015. Selama periode tersebut, peneliti akan

mengumpulkan dan menganalisis data yang relevan hingga menjadi

sebuah laporan penelitian.