22
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kulit merupakan organ terbesar sekaligus bagian terluar dari tubuh manusia. Fungsi utama dari kulit adalah sebagai organ pelindung terhadap lingkungan. Hilangnya integritas kulit dalam jumlah yang besar akan menimbulkan cedera atau nyeri yang mengakibatkan sakit atau bahkan kematian. Luka muncul jika terjadi kerusakan jaringan kulit. Luka dapat disebabkan oleh benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan (Syamsuhidayat and Wim de Joong, 2004). Luka insisi merupakan luka yang disebabkan oleh instrumen yang tajam, misalnya adalah luka yang terjadi akibat pembedahan. Kulit pisang ambon (Musa paradisiaca L.) merupakan salah satu tanaman yang berpotensi sebagai penyembuh luka. Kulit pisang ambon memiliki beberapa efek farmakologi, seperti sebagai obat diare, disentri, diabetes, uremia, hipertensi, dan luka bakar. Selain itu, tanaman pisang juga dapat digunakan untuk mengurangi reaksi inflamasi, nyeri, dan mengatasi gigitan ular (Imam and Akter, 2011). Berdasarkan penelitian Supriadi pada tahun 2012, ekstrak etanolik kulit pisang ambon dapat mempercepat penyembuhan luka dengan kadar optimum sebesar 10%. Kulit pisang mengandung flavonoid, tanin, saponin, dan steroid (Akpuaka and Ezem, 2011). Flavonoid dipercaya sebagai salah satu komponen penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71612/potongan/S1...dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka, dan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71612/potongan/S1...dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka, dan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kulit merupakan organ terbesar sekaligus bagian terluar dari tubuh

manusia. Fungsi utama dari kulit adalah sebagai organ pelindung terhadap

lingkungan. Hilangnya integritas kulit dalam jumlah yang besar akan

menimbulkan cedera atau nyeri yang mengakibatkan sakit atau bahkan kematian.

Luka muncul jika terjadi kerusakan jaringan kulit. Luka dapat disebabkan

oleh benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan

listrik, atau gigitan hewan (Syamsuhidayat and Wim de Joong, 2004). Luka insisi

merupakan luka yang disebabkan oleh instrumen yang tajam, misalnya adalah

luka yang terjadi akibat pembedahan.

Kulit pisang ambon (Musa paradisiaca L.) merupakan salah satu tanaman

yang berpotensi sebagai penyembuh luka. Kulit pisang ambon memiliki beberapa

efek farmakologi, seperti sebagai obat diare, disentri, diabetes, uremia, hipertensi,

dan luka bakar. Selain itu, tanaman pisang juga dapat digunakan untuk

mengurangi reaksi inflamasi, nyeri, dan mengatasi gigitan ular (Imam and Akter,

2011). Berdasarkan penelitian Supriadi pada tahun 2012, ekstrak etanolik kulit

pisang ambon dapat mempercepat penyembuhan luka dengan kadar optimum

sebesar 10%.

Kulit pisang mengandung flavonoid, tanin, saponin, dan steroid (Akpuaka

and Ezem, 2011). Flavonoid dipercaya sebagai salah satu komponen penting

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71612/potongan/S1...dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka, dan

2

dalam proses penyembuhan luka. Flavonoid menginhibisi pertumbuhan fibroblast

sehingga memberikan keuntungan pada perawatan luka (Khan, 2012). Tanin

memiliki kemampuan sebagai antimikroba serta dapat meningkatkan epitelialisasi.

Flavonoid dan tanin juga bertanggung jawab dalam proses remodelling (James

and Friday, 2010). Steroid bersifat sebagai antiinflamasi (Akpuaka and Ezem,

2011). Saponin dapat mempercepat proses penyembuhan luka akibat adanya

aktivitas antimikroba dan bersifat sebagai antioksidan. Saponin juga dapat

meningkatkan kandungan kolagen serta mempercepat proses epitelialisasi (Khan,

2012).

Penggunaan kulit pisang sebagai penyembuh luka di masyarakat dengan

cara ditempelkan langsung di kulit sangat tidak praktis dan tidak nyaman. Oleh

karena itu, perlu dibuat suatu bentuk sediaan penyembuh luka yang nyaman,

aman, dan efektif. Berbagai bentuk sediaan yang ditujukan untuk luka dapat

digunakan, salah satunya adalah sediaan gel.

Penggunaan gel membantu mempercepat proses penyembuhan dengan

menciptakan lingkungan lembab yang akan mengurangi jaringan nekrosis melalui

pembentukan sel apoptosis yang diperlukan dalam penanganan luka (Okan et al.,

2007; Mallefet and Dweck, 2008). Menurut Mallefet and Dweck pada tahun

2008, keberhasilan penatalaksanaan luka diantaranya adalah meminimalkan

formasi bekas luka dan menurunkan jumlah jaringan nekrosis yang diproduksi

selama proses penyembuhan luka. Gel sangat ideal digunakan sebagai penutup

luka karena terasa dingin di permukaan luka, menurunkan rasa sakit, dan

meningkatkan penerimaan konsumen (Boateng et al., 2008). Gel mampu

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71612/potongan/S1...dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka, dan

3

memberikan efek topikal yang baik dan memiliki daya sebar yang baik sehingga

dapat bekerja langsung pada lokasi yang sakit dan tidak menimbulkan bau tengik.

Selain itu, gel mampu membuat lapisan film sehingga mudah dicuci dengan air

(Ansel, 1989).

Sediaan gel penyembuh luka dari kulit pisang ambon sudah pernah dibuat

sebelumnya, namun pada penelitian terdahulu kulit pisang tidak diekstraksi,

melainkan langsung dibuat dalam bentuk gel (Atzingen et al., 2011). Penggunaan

ekstrak etanolik diharapkan dapat melarutkan phenolic compounds seperti

flavonoid dan tanin (Chew et al., 2011).

Salah satu basis gel yang banyak digunakan adalah karbopol. Di bidang

farmasi, karbopol sering digunakan dalam formulasi sediaan cair semipadat,

seperti krim, gel, salep, dan sediaan topikal lain. Karbopol bersifat stabil dan

higroskopis. Karbopol merupakan bahan pengental yang baik dan memiliki

viskositas yang tinggi sehingga menghasilkan gel yang baik (Mulyono and

Suseno, 2010). Penelitian Kumar and Kumar pada tahun 2011 menunjukkan

bahwa sifat fisik sediaan gel yang menggunakan gelling agent karbopol lebih baik

hasilnya dibandingkan HPMC dan CMC-Na. Selain itu, sediaan topikal atau gel

yang menggunakan karbopol memiliki konsistensi dan pelepasan zat aktif yang

lebih baik dibandingkan gelling agent lainnya dalam penelitian Najmudin et al.

(2010).

Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mendayagunakan kulit

pisang ambon yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka dalam bentuk

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71612/potongan/S1...dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka, dan

4

sediaan gel dengan variasi kadar karbopol serta melihat pengaruh variasi karbopol

terhadap stabilitas sifat fisik gel ekstrak kulit pisang ambon.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah ekstrak etanolik kulit pisang ambon dapat dibuat menjadi gel?

2. Bagaimanakah pengaruh variasi karbopol terhadap sifat fisik gel ekstrak

etanolik kulit pisang ambon?

3. Bagaimanakah pengaruh variasi karbopol terhadap stabilitas fisik gel

ekstrak etanolik kulit pisang ambon?

C. Tujuan Penelitian

1. Memformulasikan ekstrak etanolik kulit pisang ambon menjadi gel.

2. Mengetahui pengaruh variasi karbopol terhadap sifat fisik gel ekstrak

etanolik kulit pisang ambon.

3. Mengetahui pengaruh variasi karbopol terhadap stabilitas fisik gel ekstrak

etanolik kulit pisang ambon.

D. Pentingnya Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu menambah ide dan motivasi mahasiswa

untuk terus mengeksplor kekayaan alam Indonesia sehingga dapat dimanfaatkan

bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam bidang

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71612/potongan/S1...dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka, dan

5

kesehatan. Penelitian ini dimaksudkan agar masyarakat dapat menggunakan kulit

pisang sebagai penyembuh luka dengan nyaman, aman, dan efektif.

E. Tinjauan Pustaka

1. Uraian tanaman pisang ambon

Gambar 1. Pisang Ambon

a. Klasifikasi pisang ambon

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Bangsa : Scitamineae

Suku : Musaceae

Marga : Musa

Jenis : Musa paradisiaca L.

(Tjitrosoepomo, 1997)

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71612/potongan/S1...dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka, dan

6

b. Deskripsi tanaman

Tanaman pisang tumbuh dengan tinggi sekitar 2 hingga 9 meter. Daun

pisang memiliki ukuran sekitar 150-400 cm x 70-100 cm (Espino et al., 1992).

Batang pada tanaman pisang disebut pseudostem. Pseudostem menghasilkan satu

tandan pisang sebelum mati dan digantikan oleh pseudostem yang baru. Buah

pisang merupakan buah yang tidak berbiji, berukuran 6-35 cm x 2,5-5 cm,

bentuknya melengkung, dan berwarna hijau, kuning atau kemerahan (Espino et

al., 1992).

c. Ekologi dan penyebaran

Tanaman pisang tumbuh pada daerah dengan iklim tropis basah, lembab,

dan panas. Umumnya tanaman pisang toleran terhadap ketinggian dan kekeringan.

Di Indonesia tanaman ini dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan

dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka,

dan tanduk tumbuh baik sampai ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut

(Warintek, 2011).

Di Indonesia, pisang tersebar luas terutama di daerah Jawa Barat

(Sukabumi, Cianjur, Bogor, Purwakarta, Serang), Jawa Tengah (Demak, Pati,

Banyumas, Sidorejo, Kesugihan, Kutosari, Pringsurat, Pemalang), Jawa Timur

(Banyuwangi, Malang), Sumatera Utara (Padangsidempuan, Natal, Samosir,

Tarutung), Sumatera Barat (Sungyang, Baso, Pasaman), Sumatera Selatan (Tebing

Tinggi, OKI, OKU, Baturaja), Lampung (Kayu Agung, Metro), Kalimantan,

Sulawesi, Maluku, Bali, dan Nusa Tenggara Barat (Astawan, 2009).

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71612/potongan/S1...dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka, dan

7

d. Kandungan kimia

Kulit pisang merupakan sumber yang kaya akan zat pati (3%), protein (6-

9%), lemak (3,8-11%), serat (43,2-47,9%), polyunsaturated fatty acids, asam

linoleat, asam α-linolenat, pektin, dan asam amino esensial seperti leucine, valine,

phenylalanine, dan threonine. Sejalan dengan kematangan pisang, maka terjadi

peningkatan kadar gula, penurunan kadar zat pati dan hemiselulosa, serta

peningkatan kadar protein dan lemak. Degradasi zat pati dan hemiselulosa oleh

endogenous enzyme dapat menjelaskan peningkatan kadar gula dalam kulit pisang

yang sudah matang. Karbohidrat yang terdapat pada kulit pisang antara lain

glukosa, galaktosa, arabinosa, rhamnosa, dan xylosa. Selain itu, kulit pisang

mengandung lignin, selulosa, dan galactouronic acid (Mohapatra et al., 2010).

Pisang kaya mineral antara lain kalium, magnesium, fosfor, kalsium, dan

besi. Bila dibandingkan dengan jenis makanan nabati lain, mineral pisang,

khususnya zat besi, hampir seluruhnya (100 persen) dapat diserap tubuh.

Berdasarkan bobot kering, kadar zat besi pisang yaitu 2 miligram per 100 gram

dan seng 0,8 mg. Dibandingkan dengan apel, yang hanya terdapat 0,2 mg besi dan

0,1 mg seng untuk berat 100 gram (Anonim, 2010). Besi dan seng ditemukan

dalam konsentrasi yang lebih tinggi pada kulit pisang dibandingkan dengan

konsentrasi yang terdapat pada buah pisang (Mohapatra et al., 2010).

Kulit pisang yang belum matang mengandung glikosida, flavonoid

(leucocyanidin), tanin, saponin, dan steroid. Akan tetapi, pada kulit pisang yang

sudah matang, kulit pisang tidak mengandung flavonoid dan tanin (Akpuaka and

Ezem, 2011).

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71612/potongan/S1...dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka, dan

8

2. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu peristiwa penarikan massa zat aktif kedalam

cairan penyari. Tujuannya agar massa zat aktif yang semula berada dalam sel

dapat ditarik oleh cairan penyari dan terlarut dalam cairan penyari. Zat aktif dapat

berupa bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut.

Semakin luas permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan penyari,

maka penyarian akan berlangsung baik. Pertimbangan pemilihan metode

penyarian yang baik adalah wujud dari bahan uji yang disari (Harborne, 1973).

Pemilihan pelarut perlu mempertimbangkan sifat kelarutan senyawa dalam pelarut

tersebut. Pelarut yang digunakan dapat berupa air, etanol, air etanol atau pelarut

lain.

Beberapa macam metode ekstraksi, antara lain:

a. Maserasi

Maserasi merupakan metode ekstraksi yang paling sederhana. Maserasi

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.

Mekanismenya adalah pelarut menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga

sel yang mengandung zat aktif. Adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat

aktif di dalam sel dengan di luar sel, memungkinkan zat aktif yang terlarut dalam

pelarut terdesak ke luar sel. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi

keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan di luar sel (Anonim,

1986).

Pengadukan dan penggantian cairan penyari perlu dilakukan selama proses

maserasi. Biasanya maserasi dilakukan selama tiga hari sampai bahan melarut dan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71612/potongan/S1...dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka, dan

9

dilakukan pada suhu kamar, temperatur 15-200C (Ansel, 1989). Endapan hasil

maserasi dipisahkan dan filtrat yang diperoleh diuapkan, sehingga didapat filtrat

pekat.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan

penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Perkolasi dilakukan dalam

wadah silindris atau kerucut (perkolator) yang memiliki jalan masuk dan keluar

yang sesuai. Penyari dimasukkan secara kontinyu dari atas kolom, mengalir

lambat melintasi simplisia berupa serbuk. Hasil ekstraksi berupa bahan aktif yang

tinggi, ekstraksi yang kaya ekstrak (Ansel, 1989; Voigt, 1984)

c. Infundasi

Infundasi merupakan proses penyarian yang paling umum dilakukan untuk

menyari kandungan zat aktif yang larut dalam air. Penyarian dengan cara ini

menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh bakteri dan kapang

karena bakteri dan kapang mudah tumbuh pada media berair.

Infundasi dilakukan dengan menyari simplisia dengan derajat halus yang

sesuai dalam panci dengan air secukupnya, dipanaskan di penangas air selama 15

menit terhitung mulai suhu air mencapai 900C sambil sesekali diaduk. Infus

diserkai melalui kain flamel selagi panas, kemudian ditambah air panas

secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki (jika

tidak dikatakan lain, dibuat infus 10%) (Anonim, 2000). \

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71612/potongan/S1...dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka, dan

10

d. Soxhletasi

Soxhletasi merupakan salah satu metode ekstraksi yang berkesinambungan

dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan

alat khusus sehingga terjadi ekstraksi yang kontinyu dengan jumlah pelarut relatif

konstan dengan adanya pendingin balik (Anonim, 2000). Kekurangan dari metode

ini adalah suhu yang digunakan cukup tinggi, sehingga tidak baik digunakan

untuk senyawa yang tidak stabil dalam panas (Anonim, 2008).

3. Penyembuhan luka

Definisi luka adalah rusaknya kontinuitas struktur tubuh yang normal.

Penyembuhan luka meliputi 3 fase yaitu: fase inflamasi (lag phase), formasi

jaringan (proliferative phase), dan remodelling jaringan (tissue remodelling

phase) pada waktu yang bersamaan (Shai and Maibach, 2005; Singer et al., 1999).

1) Fase inflamasi

Proses yang normal pada fase ini terjadi kurang lebih selama 4-6 hari.

Proses utama pada fase ini adalah (1) vasokonstriksi dan hemostasis, (2)

vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas, (3) kemotaksis faktor pertumbuhan

fagositosis.

Proses yang terjadi segera setelah timbulnya luka adalah vasokonstriksi

karena cederanya pembuluh darah dan pembuluh limfa. Pada awalnya darah akan

mengisi jaringan yang cedera dan paparan darah terhadap kolagen akan

mengakibatkan terjadinya degranulasi trombosit dan pengaktifan faktor koagulasi

(Ward and Bellanti, 1985). Proses tersebut akan memicu sistem biologis lain

seperti memperkuat sinyal dari daerah luka yang tidak saja mengaktifkan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71612/potongan/S1...dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka, dan

11

pembentukan bekuan yang menyatukan tepi luka, tetapi juga akumulasi dari

beberapa mitogen dan menarik zat kimia ke arah luka. Sejumlah zat kimia seperti

prostaglandin dikeluarkan oleh jaringan yang cedera dan histamin dikeluarkan

oleh sel mast. Pembentukan kinin, histamin, dan prostaglandin menyebabkan

vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah di daerah luka,

sehingga hal ini menyebabkan edema dan kemudian menimbulkan pembengkakan

dan nyeri pada awal terjadinya luka (Thomson, 1984). Vasodilatasi ini terjadi

selama kurang lebih satu jam (Chockbill, 2002; Shai and Maibach, 2005).

Beberapa jam setelah luka, neutrofil terlihat di daerah luka, jumlahnya

paling banyak pada 1 atau 2 hari setelahnya. Bersamaan dengan munculnya

neutrofil, makrofag diubah dari akumulasi monosit. Makrofag terbentuk karena

proses kemotaksis dan migrasi. Jumlah makrofag mencapai puncak setelah 4-5

hari dan menjadi sel yang paling berperan dalam proses fagositosis. Sel darah

putih dan makrofag bersama-sama melawan mikroorganisme patogen, jaringan

nekrosis, dan mengeluarkan berbagai faktor pertumbuhan (Shai and Maibach,

2005).

2) Fase formasi jaringan

Proses penting yang terjadi pada fase ini adalah (1) angiogenesis dan

formasi granulasi jaringan, (2) re-epitelisasi.

Angiogenesis adalah suatu proses dimana pembuluh darah baru tumbuh di

daerah luka setelah cedera. Granulasi jaringan merupakan kombinasi dari elemen

seluler termasuk fibroblast dan sel inflamasi, yang bersamaan dengan timbulnya

pembuluh darah di jaringan penghubung di area luka (Singer et al., 1999).

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71612/potongan/S1...dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka, dan

12

Dua atau tiga hari setelah terjadinya luka, fibroblast akan muncul di daerah

luka. Fibroblast berkembang biak dan setelah beberapa hari, pembentukan

kolagen aktif muncul. Pengendapan kolagen adalah proses awal pembentukan

struktur kulit baru (Shai and Maibach, 2005).

Secara bersamaan, pada permukaan luka terjadi re-epitelasi. Re-epitelisasi

dicapai dengan migrasi, proliferasi, dan diferensiasi epidemal keratinocytes. Sel

epitel tumbuh dari tepi luka, bermigrasi ke jaringan ikat yang masih hidup.

Epidermis segera mendekati tepi luka dan menebal dalam 24 jam setelah luka. Sel

basal marginal pada tepi luka menjadi longgar ikatannya dari dermis di dekatnya,

membesar dan bermigrasi ke permukaan luka yang sudah mulai terisi matriks

sebelumnya. Sel basal pada daerah dekat luka mengalami pembelahan yang cepat

dan bermigrasi dengan pergerakan menyilang satu dengan yang lain sampai efek

yang terjadi tertutup semua. Ketika sudah terbentuk jembatan, sel epitel yang

bermigrasi berubah bentuk menjadi lebih kolumner dan meningkat aktivitas

mitotiknya. Tujuan dari proses ini adalah seluruh permukaan luka ditutup oleh

lapisan epitelium (Shai and Maibach, 2005).

3) Fase remodelling jaringan

Fase ini merupakan fase terakhir dari proses penyembuhan luka,

memerlukan waktu sampai dua tahun pada kondisi normal. Serabut kolagen tertata

dengan barisan tertentu dan mengarah pembentukan bekas luka. Dua minggu

setelah cedera, kekuatan kulit luka adalah 5% dari kekuatan awal (sebelum luka),

setelah satu bulan meningkat menjadi 40%. Setelah proses penyembuhan

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71612/potongan/S1...dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka, dan

13

sempurna kulit tidak akan pernah mencapai 80% kekuatan semula (Shai and

Maibach, 2005).

4. Gel

Gel didefinisikan sebagai suatu sediaan semipadat yang terdiri dari suatu

dispersi yang tersusun dari partikel anorganik kecil maupun molekul organik

besar dan mengandung cairan. Umumnya, gel merupakan sediaan semipadat yang

jernih, tembus cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid yang

memiliki kekuatan oleh adanya jaringan yang saling berikatan pada fase

terdispersi (Ansel, 1989).

Gel dapat digunakan secara topikal atau dimasukkan ke dalam lubang

tubuh. Kelebihan sediaan gel diantaranya mudah digunakan dan menimbulkan

sensasi nyaman di kulit karena rasa dingin yang dihasilkan. Gel mampu

memberikan efek topikal yang baik dan memiliki daya sebar yang baik sehingga

dapat bekerja langsung pada lokasi yang sakit dan tidak menimbulkan bau tengik.

Selain itu, gel mampu membuat lapisan film sehingga mudah dicuci dengan air

(Ansel, 1989). Menurut komposisiya, gel digolongkan menjadi gel hidrofobik dan

gel hidrofilik. Gel hidrofobik tersusun dari partikel-partikel anorganik, bila

ditambahkan ke dalam fase pendispersi maka akan terjadi interaksi yang sedikit

antara basis gel dan fase pendispersi. Basis gel hidrofobik tidak secara spontan

menyebar (Ansel, 1989). Gel hidrofilik umumnya terdiri dari fase organik yang

besar. Basis gel ini dapat larut dengan molekul pada fase pendispersinya. Sistem

koloid hidrofilik lebih mudah dibuat dan memiliki kestabilitasan yang lebih besar

dibanding hidrofobik (Ansel, 1989).

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71612/potongan/S1...dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka, dan

14

Menurut Voigt (1984), keuntungan gel hidrofilik antara lain daya sebar

pada kulit baik, mudah dicuci dengan air, memungkinkan pemakaian pada bagian

tubuh yang berambut, pelepasan obatnya baik, tidak menyumbat pori-pori kulit,

tidak melapisi kulit secara kedap, dan menimbulkan efek dingin akibat lambatnya

penguapan air.

5. Monografi bahan

a. Karbopol 940

Karbopol dengan nama resmi carboxy polymethylene memiliki rumus

molekul C10-C30 alkyl acrylates cross polymer. Karbopol memiliki beberapa

nama yang biasa digunakan, seperti carbomer, acitamer, acrylic acid polymer,

carboxyvinyl polymer. Struktur dari karbopol adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Struktur Karbopol (Rowe et al., 2009)

Karbopol berbentuk serbuk hablur putih, sedikit berbau khas, dan

higroskopis sehingga perlu disimpan dalam wadah tertutup baik. Karbopol larut

dalam air hangat, etanol, dan gliserin (Rowe et al., 2009).

Karbopol merupakan polimer dengan berat molekul 104.400 gmol-1

dari

asam akrilik yang berikatan silang dengan eter dari pentaeritritol. Karbopol

merupakan basis gel yang kuat, sehingga penggunaannya hanya diperlukan dalam

jumlah yang sedikit, yakni sekitar 0,5 – 2,0%.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71612/potongan/S1...dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka, dan

15

Karbopol didispersikan ke dalam air membentuk larutan asam yang keruh

kemudian dinetralkan dengan basa kuat seperti sodium hidroksida, trietanolamin,

atau dengan basa inorganik lemah (contoh: ammonium hidroksida), sehingga akan

meningkatkan konsistensi dan mengurangi kekeruhan (Barry, 1983; Rowe et al.,

2009).

Karbopol aman digunakan secara topikal. Karbopol diketahui sebagai

bahan yang tidak menimbulkan hipersensitivitas pada manusia (Rowe et al.,

2009). Karbopol memiliki gugus karboksilat yang akan membentuk ikatan

hidrogen dengan jaringan biologis yang menyebabkannya dapat melekat dengan

baik (Jones et al., 2007).

b. Propilen glikol

Propilen glikol atau 1,2-dihidroksipropana, 2-hidroksipropanol, metil

etilenglikol, metil glikol dan propan-1,2-diol memiliki rumus molekul C3H8O2.

Struktur dari propilen glikol dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Struktur Propilen Glikol (Rowe et al., 2009)

Propilen glikol merupakan larutan jernih atau sedikit berwarna, kental,

dengan rasa agak manis. Propilen glikol yang memiliki berat molekul sebesar

76,09 larut dalam kloroform, etanol, gliserin, dan air. Penyimpanan propilen

glikol dalam wadah tertutup baik, suhu rendah (Rowe et al., 2009).

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71612/potongan/S1...dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka, dan

16

Propilen glikol berfungsi sebagai pengawet, antibakteri, disinfektan,

humektan, plasticizer, pelarut, stabilizer untuk vitamin dan water-miscible

cosolvent (Rowe et al., 2009). Propilen glikol dapat menahan lembab,

memungkinkan kelembutan dan daya sebar yang tinggi dari sediaan, dan

melindungi gel dari kemungkinan pengeringan (Voigt, 1984).

Propilen glikol stabil secara kimia bila dikombinasikan dengan etanol,

gliserin, atau air. Inkompatibilitas dengan bahan yang mengoksidasi, seperti

kalium permanganat. Propilen glikol bersifat higroskopis, stabil pada suhu dingin

dan wadah tertutup rapat. Pada suhu tinggi dan di tempat terbuka cenderung

mengoksidasi, menimbulkan produk seperti propionaldehida, asam laktat, asam

piruvat, dan asam asetat.

c. Trietanolamin

Trietanolamin dengan rumus molekul C6H15NO3 memiliki sinonim TEA,

tealan, trihidroksitrietilamin. Trietanolamin memiliki berat molekul sebesar

149,19 dengan struktur terlihat pada gambar 4.

Trietanolamin berupa cairan kental, tidak berwarna hingga kuning pucat,

dengan bau mirip amoniak, perlu disimpan dalam wadah tertutup baik.

Trietanolamin larut dalam air, etanol, dan kloroform (Rowe et al., 2009).

Gambar 4. Struktur Trietanolamin (Rowe et al., 2009)

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71612/potongan/S1...dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka, dan

17

Trietanolamin digunakan secara luas pada formulasi sediaan topikal.

Trietanolamin akan bereaksi dengan asam mineral menjadi bentuk garam kristal

dan ester dengan adanya asam lemak tinggi. Trietanolamin dapat berubah menjadi

warna coklat dengan paparan udara dan cahaya. Kegunaannya adalah sebagai

penstabil karbopol (Rowe et al., 2009).

d. Metil paraben

Metil paraben memiliki berat molekul sebesar 152,15 dengan rumus

molekul C8H8O3. Metil paraben atau metil ester asam 4-hidroksibenzoat, metil p-

hidroksibenzoat, Nipagin M, Uniphen P-23 memiliki struktur yang terlihat pada

gambar 5.

Metil paraben merupakan hablur atau serbuk tidak berwarna, atau kristal

putih, tidak berbau atau berbau khas lemah yang mudah larut dalam etanol dan

eter, praktis tidak larut dalam minyak, dan larut dalam 400 bagian air (Rowe et

al., 2009).

Gambar 5. Struktur Metil Paraben (Rowe et al., 2009)

Metil paraben digunakan secara luas sebagai bahan pengawet antimikroba

dalam kosmetik, produk makanan, dan sediaan farmasi. Golongan paraben efektif

pada rentang pH yang luas dan mempunyai aktivitas antimikroba pada spektrum

yang luas, meskipun paraben paling efektif melawan kapang dan jamur. Pada

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71612/potongan/S1...dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka, dan

18

sediaan topikal umumnya metil paraben digunakan dengan konsentrasi antara

0,02-0,3% (Rowe et al., 2009).

e. NaOH

Natrium hidroksida atau NaOH merupakan pellet berwarna putih, massa

melebur, dan higroskopis sehingga perlu disimpan dalam wadah tertutup rapat.

Berat molekul NaOH adalah 40,00. Natrium hidroksida larut dalam air dan etanol

(Anonim, 1995).

Natrium hidroksida mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih

dari 100,5% alkali jumlah, dihitung sebagai NaOH, mengandung Na2CO3 tidak

lebih dari 3,0%. Natrium hidroksida digunakan untuk menetralkan basis gel

karbopol agar mencapai pH 4,5-11 yang merupakan pH optimum (Barry, 1983).

f. Akuades

Akuades dengan nama resmi purified water (air murni) memiliki rumus

molekul H2O dan berat molekul 18,02. Akuades merupakan cairan jernih, tidak

berwarna, dan tidak berbau. Penyimpanan akuades adalah dalam wadah tertutup

rapat (Anonim, 1995).

Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi,

perlakuan menggunakan penukar ion, osmotik balik, atau proses lain yang sesuai.

Tidak mengandung zat tambahan lain (Anonim, 1995). Kegunaannya adalah

sebagai pelarut. Air dapat bereaksi dengan obat-obatan dan eksipien lain yang

rentan terhadap hidrolisis (dekomposisi dalam keberadaan air atau uap air) pada

suhu tinggi. Air dapat bereaksi dengan logam alkali dan oksidannya, seperti

kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga bereaksi dengan garam anhidrat

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71612/potongan/S1...dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka, dan

19

untuk membentuk hidrat dari berbagai komposisi, dan dengan bahan organik

tertentu dan kalsium karbida (Anonim, 1979).

6. Uji sifat fisik gel

a. Organoleptis

Pemeriksaan organoleptis biasa dilakukan secara makroskopis dengan

mendeskripsikan warna, kejernihan, transparansi, kekeruhan, dan bentuk sediaan

(Paye et al., 2001).

b. pH

Nilai pH menunjukkan derajat keasaman suatu bahan. Nilai pH

idealnya sama dengan pH kulit atau tempat pemakaian. Hal ini bertujuan

untuk menghindari iritasi. pH normal kulit manusia berkisar antara 4,5–6,5

(Draelos and Lauren, 2006).

c. Homogenitas

Pemeriksaan homogenitas dapat dilakukan secara visual (Paye et al.,

2001). Homogenitas gel diamati pada object glass di bawah cahaya, diamati

apakah terdapat bagian-bagian yang tidak tercampurkan dengan baik. Gel

yang stabil harus menunjukkan susunan yang homogen.

d. Viskositas

Viskositas merupakan gambaran suatu benda cair untuk mengalir.

Viskositas menentukan sifat sediaan dalam hal campuran dan sifat alirnya, pada

saat diproduksi, dimasukkan ke dalam kemasan, serta sifat-sifat penting pada saat

pemakaian, seperti konsistensi, daya sebar, dan kelembaban. Selain itu,

viskositas juga akan mempengaruhi stabilitas fisik dan ketersediaan hayatinya

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71612/potongan/S1...dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka, dan

20

(Paye et al., 2001). Semakin tinggi viskositas, waktu retensi pada tempat aksi

akan naik, sedangkan daya sebarnya akan menurun. Viskositas juga menentukan

lama lekatnya sediaan pada kulit, sehingga obat dapat dihantarkan dengan baik.

Viskositas sediaan dapat dinaikkan dengan menambahkan polimer (Donovan and

Flanagan, 1996).

e. Daya sebar

Daya sebar berkaitan dengan kenyamanan pada pemakaian. Sediaan yang

memiliki daya sebar yang baik sangat diharapkan pada sediaan topikal. Menurut

Garg et al. (2002), daya sebar sediaan semipadat berkisar pada diameter 3 cm-5

cm.

f. Daya lekat

Daya lekat berkaitan dengan kemampuan sediaan untuk menempel pada

lapisan epidermis. Semakin besar daya lekat gel, maka semakin baik penghantaran

obatnya. Tidak ada persyaratan khusus mengenai daya lekat sediaan semipadat.

Daya lekat dari sediaan semipadat sebaiknya adalah lebih dari 1 detik (Zats and

Gregory, 1996).

F. Landasan Teori

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh karena benda

tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau

gigitan hewan (Syamsuhidayat and Wim de Joong, 2004). Sedangkan luka insisi

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71612/potongan/S1...dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka, dan

21

merupakan luka yang disebabkan oleh instrumen yang tajam, misalnya adalah

luka yang terjadi akibat pembedahan.

Kulit pisang ambon memiliki beberapa efek farmakologi, antara lain untuk

penyembuhan luka bakar. Kulit pisang mengandung flavonoid, tanin, saponin dan

steroid (Akpuaka and Enzem, 2011) yang penting dalam proses penyembuhan

luka. Flavonoid menginhibisi pertumbuhan fibroblast sehingga memberikan

keuntungan pada perawatan luka (Khan, 2012). Tanin memiliki kemampuan

sebagai antimikroba serta dapat meningkatkan epitelialisasi. Saponin dapat

mempercepat proses penyembuhan luka dengan cara meningkatkan kandungan

kolagen serta mempercepat proses epitelialisasi (Khan, 2012).

Penggunaan kulit pisang sebagai penyembuh luka telah biasa digunakan di

beberapa daerah Indonesia, tetapi penggunaannya dengan cara ditempelkan

langsung di kulit sangat tidak praktis dan tidak efisien sehingga dibutuhkan

sediaan penyembuh luka yang aman, nyaman, dan praktis. Sediaan gel membantu

mempercepat proses penyembuhan dengan menciptakan lingkungan yang lembab

yang akan mengurangi jaringan nekrosis melalui pembentukan sel apoptosis

(Okan et al., 2007). Sediaan gel memiliki banyak kelebihan diantaranya mudah

digunakan dan menimbulkan sensasi nyaman di kulit karena rasa dingin yang

dihasilkan. Gel mampu memberikan efek topikal yang baik dan memiliki daya

sebar yang baik sehingga dapat bekerja langsung pada lokasi yang sakit dan tidak

menimbulkan bau tengik. Selain itu, gel mampu membuat lapisan film sehingga

mudah dicuci dengan air (Ansel, 1989).

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71612/potongan/S1...dengan ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Pisang ambon, nangka, dan

22

Karbopol sebagian besar digunakan dalam sediaan cair semipadat

berkenaan dengan farmasi, seperti formulasi krim, gel, dan salep, rektal, dan

sediaan topikal lain. Karbopol bersifat stabil dan higroskopis. Karbopol dapat

mengembang hingga 1000 kali ketika bercampur dengan air. Karbopol merupakan

polimer yang mengandung asam karboksilat. Keberadaan air yang cukup akan

mengakibatkan terjadinya reaksi hidrolisis. Hidrolisis dapat terjadi pada semua

kondisi baik netral, asam, ataupun basa, pH sediaan cenderung asam membuat

reaksi hidrolisis lebih cepat dibandingkan pada pH netral (Meyvis et al., 2000)

Hidrolisis karbopol akan mempengaruhi stabilitas gel. Semakin besar jumlah air

dan semakin asam pH sediaan gel maka stabilitasnya semakin menurun.

G. Hipotesis

1. Ekstrak etanolik kulit pisang ambon dapat dibuat menjadi gel.

2. Semakin tinggi kadar karbopol yang digunakan, viskositas dan daya lekat

meningkat, dan daya sebar serta pH menurun.

3. Variasi kadar karbopol berpengaruh terhadap stabilitas fisik gel ekstrak

etanolik kulit pisang ambon.