19
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia membawa konsekuensi negara-negara anggota PBB untuk menyatakan bahwa mereka mengakui hak-hak setiap orang sebagai hak asasi yang harus dihormati, guna mencegah atau setidak- tidaknya mengurangi berbagai tindakan dan kebijakan negara yang sewenang- wenang terhadap individu-individu warganya. Berdasarkan deklarasi ini semua negara menyatakan kewajibannya untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect),dan memenuhi (to fulfil) hak-hak asasi setiap warganya. 1 Hak asasi mempunyai kedudukan atau derajat utama dan pertama dalam hidup bermasyarakat karena keberadaan hak asasi hakikatnya telah dimiliki, disandang dan melekat dalam pribadi manusia sejak saat kelahirannya. Seketika itu pula muncul kewajiban dari manusia lain untuk menghormatinya. Konsep HAM yang pada hakikatnya juga konsep tertib dunia akan menjadi cepat dicapai apabila diawali dari tertib politik dalam setiap negara. Artinya kemauan politik pemerintah, antara lain berisi tekad dan kemauan Pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia berbunyi, “Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul 1 Hendriati Trianita dalam Suryadi Radjab, Dasar-Dasar Hak Asasi Manusia, PBHI, Jakarta 2002..Hal. 7.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11632/1/T1_312012707_BAB I.pdf · Perlu dijelaskan dalam hal ini penyandang cacat atau disabilitas

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11632/1/T1_312012707_BAB I.pdf · Perlu dijelaskan dalam hal ini penyandang cacat atau disabilitas

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lahirnya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia membawa konsekuensi

negara-negara anggota PBB untuk menyatakan bahwa mereka mengakui hak-hak

setiap orang sebagai hak asasi yang harus dihormati, guna mencegah atau setidak-

tidaknya mengurangi berbagai tindakan dan kebijakan negara yang sewenang-

wenang terhadap individu-individu warganya. Berdasarkan deklarasi ini semua

negara menyatakan kewajibannya untuk menghormati (to respect), melindungi (to

protect),dan memenuhi (to fulfil) hak-hak asasi setiap warganya.1

Hak asasi mempunyai kedudukan atau derajat utama dan pertama dalam

hidup bermasyarakat karena keberadaan hak asasi hakikatnya telah dimiliki,

disandang dan melekat dalam pribadi manusia sejak saat kelahirannya. Seketika itu

pula muncul kewajiban dari manusia lain untuk menghormatinya. Konsep HAM

yang pada hakikatnya juga konsep tertib dunia akan menjadi cepat dicapai apabila

diawali dari tertib politik dalam setiap negara. Artinya kemauan politik pemerintah,

antara lain berisi tekad dan kemauan Pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia berbunyi, “Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan

hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul

1 Hendriati Trianita dalam Suryadi Radjab, Dasar-Dasar Hak Asasi Manusia, PBHI, Jakarta 2002..Hal. 7.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11632/1/T1_312012707_BAB I.pdf · Perlu dijelaskan dalam hal ini penyandang cacat atau disabilitas

satu sama lain dalam persaudaraan.”2untuk menegakkan hak asasi manusia dapat

menjadi awal masalah.3 Salah satunya adalah masalah pemenuhan hak-hak bagi

penyandang cacat.

Penyandang Cacat atau disabilitas terdapat di semua bagian dunia dan pada

semua tingkatan dalam setiap masyarakat. Jumlah penyandang cacat di dunia ini

besar dan senantiasa bertambah, baik penyebab maupun akibat kecacatan di dunia

ini bervariasi. Dunia internasional pada dasarnya telah sepakat bahwa permasalahan

penyandang cacat ataupun pemenuhan hak-hak penyandang cacat merupakan suatu

permasalahan yang sangat penting untuk dikaji, karena orang-orang penyandang

cacat juga merupakan aset bangsa yang harus dilindungi dan dipenuhi hak-haknya,

oleh karena itu pada tahun 2006 anggota-anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB) mengadakan suatu pertemuan dan merundingkan yang kemudian

menghasilkan suatu konvensi tentang hak-hak penyandang cacat yaitu Convention

on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) 2006 atau sering disebut juga

dengan Konvensi Hak Penyandang Cacat.4

Terdapat hak-hak penyandang cacat yang tercantum dalam konvensi

penyandang cacat tersebut, yaitu hak hidup, situasi beresiko dan darurat

kemanusiaan, pengaturan yang setara di hadapan hukum, akses atas peradilan,

2 A. Masyhur Effendi, Perkembangan Dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) & Proses Dinamika Penyusunan

Hukum Hak Asasi Manuisa (HAKHAM),Ghalia Utama, Bogor, 2005, Hal. 8.

3 Ibid, Hal. 127

4 Navanethem Pillay, “Monitoring the Conventionon the Rights of Personswith Disabilities”, Guidance for human

rights monitors, Hal 12, www.ohchr.org,di download tanggal 24 Oktober 2011.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11632/1/T1_312012707_BAB I.pdf · Perlu dijelaskan dalam hal ini penyandang cacat atau disabilitas

kebebasan dan penyiksaan atau perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak

manusiawi, atau merendahkan martabat, kebebasan dan keamanan seseorang,

kebebasan dari eksploitasi, kekerasan dan penganiayaan, perlindungan terhadap

integritas seseorang, habilitasi dan rehabilitasi, pekerjaan, standar kehidupan yang

layak dan jaminan sosial, partisipasi dalamkehidupan politik dan publik, partisipasi

dalam budaya, rekreasi, waktu luang dan olah raga. Namun demikian realisasi

terhadap pemenuhan, pemajuan dan perlindungan terhadap hak-hak penyandang

cacat sebagai hak asasi manusia masih banyak mendapat hambatan. Hambatan-

hambatan tersebut adalah kurangnya pengertian dan pemahaman hak-hak

penyandang cacat sebagai bagian dari hak asasi manusia baik dalam pengertian

subtansi maupun pengertian secara hukum. Selama ini, para penyandang cacat

masih menghadapi berbagai hambatan dalam beraktivitas dan masih mengalami

keterbatasan dalam berpartisipasi sebagai anggota yang setara dalam masyarakat,

serta masih mendapatkan perlakuan diskriminasi terhadap pemenuhan hak asasi

manusia (HAM) di segala aspek dalam lintas bidang kehidupan. Hambatan,

keterbatasan dan diskriminasi yang umumnya dihadapi para penyandang cacat

adalah dalam mengakses informasi, pendidikan, pekerjaan, transportasi serta sarana

dan layanan publik lainnya. Kondisi inilah yang membuat penyandang cacat

termasuk dalam kelompok miskin dan terpinggirkan.

Hak-hak penyandang cacat sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM)

memperoleh pengaturan secara internasional dalam instrumen internasional.

Umumnya suatu instrumen HAM internasional yang dituangkan dalam bentuk

perjanjian internasional pada hakikatnya akan mengikat negara, apabila negara

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11632/1/T1_312012707_BAB I.pdf · Perlu dijelaskan dalam hal ini penyandang cacat atau disabilitas

tersebut telah menyatakan diri untuk terikat pada suatu perjanjian internasional.

Konvensi Hak Penyandang Cacat menandai akhir dari sebuah perjuangan panjang

oleh orang-orang penyandang cacat dan organisasi-organisasi perwakilan mereka

untuk diakuinya secara penuh sebagai isu hak asasi manusia, yang dimulai kembali

pada tahun 1981, dengan Tahun Internasional Penyandang Cacat dan Program Aksi

Dunia Cacat, diadopsi sebagai hasil tahun itu. Pada tahun 1993, berkaitan dengan

Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat, laporan Pelapor Khusus

tentang Kecacatan dan Sub-Komisi tentang Pencegahan Diskriminasi dan

Perlindungan terhadap Kaum Minoritas, dan serangkaian resolusi oleh Komisi Hak

Asasi Manusia pada tahun 1998, 2000, dan 2002 memberikan kontribusi signifikan

untuk membuka jalan bagi pendekatan hak asasi manusia.5

Konvensi Hak-Hak Penyandang cacat atau Convention on the Rights of

Persons with Disabilities merupakan sebuah pengakuan masyarakat internasional

terhadap hak Penyandang cacat untuk hidup setara dengan warga masyarakat

lainya. Konvensi ini disahkan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

dalam sidang ke 61, 13 Desember 2006 lalu di Markas Besar PBB di New York.

Selanjutnya ditandangani oleh sekitar 82 negara termasuk Indonesia yang diwakili

oleh Menteri Sosial Bachtiar Chamzah pada 30 Maret 2007 yang lalu. Pada saat

upacara penandatanganan pada 30 Maret 2007, Indonesia merupakan negara urutan

ke -9 dari 82 negara pertama yang menandatangani Konvensi tersebut. Hingga saat

5 Agung Kuncahya B.,”Penyandang Cacat Harap Haknya Dipenuhi”,www.jurnas.com, didownload pada tanggal

24 Oktober 2011

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11632/1/T1_312012707_BAB I.pdf · Perlu dijelaskan dalam hal ini penyandang cacat atau disabilitas

ini sudah ada 152 negara yang sudah menandatangani dan 104 diantaranya telah

meratifikasinyatermasuk Indonesia .

Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas juga memperkenalkan suatu

paradigma baru yang sangat penting dalam pemajuan hak penyandang disabilitas.

Melalui Konvensi ini, penyandang disabilitas tidak lagi dilihat sebagai obyek tetapi

subyek penuh. Upaya pengembangan penyandang disabilitas tidak lagi secara

pemberian charity atau penyembuhan, sarana medis, sedekah dan lainnya. Namun,

penyandang disabilitas dilihat dan dinilai sebagai pribadi penuh yang bisa

mengklaim haknya dan mandiri (autonomous individual) yang bisa memutuskan

sendiri, serta dapat berpartisipasi penuh dalam kehidupan.

Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Penyandang Cacat pada tanggal

18 Oktober 2011. Proses persiapan ratifikasi Konvensi Hak Penyandang Cacat ini

telah berjalan selama 4 tahun di tingkat antar kementerian sejak 2007 hingga 2011,

yang juga melibatkan perwakilan dari organisasi kemasyarakatan penyandang

disabilitas. Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities

(Konvensi mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas) dengan UU Nomor 19

Tahun 2011, konvensi ini menggantiistilah “penyandang cacat” dengan

“penyandang disabilitas” yang dinilai lebih tepat dan manusiawi.

Setiap warga negara berhak terlibat aktif dalam kehidupan berpolitik. Hak

ini terkandung dalam berbagai ketentuan hukum baik yang bersifat internasional

maupun nasional. Begitu pula penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas

merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Mereka

mempunyai kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama dengan masyarakat

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11632/1/T1_312012707_BAB I.pdf · Perlu dijelaskan dalam hal ini penyandang cacat atau disabilitas

lainnya dari segala aspek kehidupan dan penghidupan, baik dari segi pendidikan,

ketenagakerjaan, komunikasi, dan lain-lainnya. Sebagai bagian dari warga negara

Indonesia, para penyandang disabilitas juga berhak terlibat aktif dalam kehidupan

berpolitik.

Perlu dijelaskan dalam hal ini penyandang cacat atau disabilitas adalah

seseorang yang mengalami kesulitan dalam kehidupan pribadi, keluarga,

masyarakat baik di bidang ekonomi, sosial, maupun psikologis yang disebabkan

oleh ketidaknormalan psikis, fisiologis, maupun tubuh dan ketidakmampuannya

dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Menurut data Pusdatin Kemensos RI

tahun 2010 menunjukkan, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia adalah

1.163.508 jiwa, dan data ini digunakan dalam Renstra Kemensos RI dan PRJMN

2010-2015. Klasifikasi penyandang disabilitas menurut Undang-undang No. 4

Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat, salah satunya adalah penyandang tuna

netra. Tuna netra yaitu seseorang yang terhambat mobilitas gerak yang disebabkan

oleh hilang atau berkurangnya fungsi penglihatan sebagai akibat dari kelahiran,

kecelakaan, maupun penyakit.6

Dalam Pasal 1 Undang-undang No. 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang

Cacat disebutkan bahwa :

1. Penyadang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau

mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan

baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari :

a. penyandang cacat fisik;

b. penyandang cacat mental;

c. penyandang cacat fisik dan mental.

2. Derajat kecacatan adalah tingkat berat ringannya keadaan cacat yang

disandang seseorang.

6 http : www.depkes.go.id/download.php?file didownloand pada 24 novemberr 2014 : 5:53

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11632/1/T1_312012707_BAB I.pdf · Perlu dijelaskan dalam hal ini penyandang cacat atau disabilitas

3. Kesamaan kesempatan adalah keadaan yang memberikan peluang kepada

penyandang cacat untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam segala

aspek kehidupan dan penghidupan.

4. Aksesbilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna

mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan

penghidupan.

5. Rehabilitasi adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk

memungkinkan penyandang cacat mampu melaksanakan fungsi sosialnya

secara wajar dalam kehidupan masyarakat.

6. Bantuan sosial adalah upaya pemberian bantuan kepada penyandang cacat

yang tidak mampu yang bersifat tidak tetap, agar mereka dapat meningkatkan

taraf kesejahteraan sosialnya.

7. Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial adalah upaya perlindungan dan

pelayanan yang bersifat terus menerus, agar penyandang cacat dapat

mewujudkan taraf hidup yang wajar.

Pada Pasal 5 Undang-Undang No.4 Tahun 1997 mengenai hak penyandang

difabel disebutkan bahwa :

Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam

segala aspek kehidupan dan penghidupan.

Pada pasal ini yang dimaksud dengan aspek kehidupan dan penghidupan

yaitu meliputi antara lain aspek agama, kesehatan, pendidikan, sosial,

ketenagakerjaan, ekonomi, pelayanan umum, hukum, budaya, politik, pertahanan,

olahraga, rekreasi, dan informasi. Sehingga penyandang difabel baik fisik ataupun

mental memiliki hak dan kesempatan sama dalam politik.

Terkait dengan penelitian penulis, hak politik yang dimiliki para

penyandang disabilitas dalam hal ini berhubungan dengan hak untuk memilih

wakil-wakil rakyat yang akan duduk di DPR, DPRD Propinsi/Kabupaten/Kota dan

anggota DPD serta memilih pemimpin yang mereka kehendaki baik ditingkat

daerah melalui Pemilukada maupun ditingkat pusat melalui Pemilu.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11632/1/T1_312012707_BAB I.pdf · Perlu dijelaskan dalam hal ini penyandang cacat atau disabilitas

Definisi pemilu menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No.8 Tahun 2012

menyatakan bahwa Pemilihan Umum, selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana

pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum,

bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

Penyelenggaraan pemilu merupakan sarana dalam menghasilkan pemimpin

negara atau wakil rakyat yang mempunyai wewenang mengatur jalannya

pemerintahan, termasuk juga penyandang difabel yang pada akhirnya akan menjadi

bagian penerima manfaat dari program dan kebijakan pemerintah. Bila penyandang

difabel ikut berpartisipasi dalam pemilu, berarti mereka juga ikut mengambil

pengaruh dalam memilih pemimpin/wakil rakyat.

Komisi Pemilihan Umum dalam Undang-undang No.8 Tahun 2012 disebut

sebagai penyelenggara pemilu / pilkada. Komisi Pemilihan Umum ini di dalam

tugasnya bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta

dalam hal penyelenggaraan seluruh tahapan pemilihan umum dan tugas lainnya.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu menjamin

hak setiap warga negara untuk dapat memilih wakil-wakil dan pemimpin yang

mereka kehendaki secara langsung. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, maka

seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu terbuka bagi semua pemilih termasuk bagi

penyandang disabilitas, dalam hal ini penyandang tuna netra.

KPU juga memprioritaskan hak politik penyandang disabilitas dalam

pelaksanaan pemilu. Hal tersebut sesuai dengan Deklarasi Universal Hak Asasi

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11632/1/T1_312012707_BAB I.pdf · Perlu dijelaskan dalam hal ini penyandang cacat atau disabilitas

Manusia, Konvensi Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik, Konvensi PBB

Tentang Hak Penyandang Disabilitas, dan UUD 1945.

KPU juga telah mengatur prioritas bagi penyandang disabilitas mulai dari

pendataan pemilih, sosialisasi pemilu, hingga kemudahan untuk memberikan hak

suara di TPS, selain itu KPU juga membuat modul, materi sosialisasi dan

pendidikan pemilih bagi pemilih disabilitas, serta kerjasama dengan PPUA Penca

dalam menampung aspirasi dan rekomendasi terkait pemenuhan hak politik

penyandang disabilitas dalam pemilu.

KPU sebagai Penyelenggara Pemilu/Pemilukada menjamin hak setiap warga

Negara untuk dapat memilih secara langsung wakil-wakil dan pemimpin yang

mereka kehendaki. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka seluruh tahapan

penyelenggaraan pemilu sebaiknya aksesibel bagi semua pemilih termasuk

penyandang disabilitas. Tersedianya sarana dan prasarana aksesibel dalam pemilu

bertujuan untuk memastikan agar tidak terdapat masalah mobilitas gerak bagi

penyandang disabilitas dalam menggunakan hak politiknya.

Terkait jaminan kehidupan berpolitik kaum disabilitas, dalam konvensi ini

diatur mengenai hak-hak penyandang disabilitas, antara lain hak mendapatkan

aksesibilitas (pasal 9) dan hak partisipasi dalam kehidupan politik dan publik (pasal

29) dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang pengesahan Convention

on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Hak-Hak Penyandang

Disabilitas). Pada pasal 29 mengenai hak Partisipasi dalam kehidupan politik dan

publik disebutkan pada point (a) bahwa: Negara-Negara Pihak harus menjamin

kepada penyandang disabilitas hak-hak politik dan kesempatan untuk menikmati

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11632/1/T1_312012707_BAB I.pdf · Perlu dijelaskan dalam hal ini penyandang cacat atau disabilitas

hak-hak tersebut atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya dan akan mengambil

langkah-langkah untuk :

a) Menjamin agar penyandang disabilitas dapat berpartisipasi secara efektif dan

penuh dalam kehidupan politik dan publik atas dasar kesetaraan dengan yang

lainnya, secara langsung atau melalui perwakilan yang dipilih secara bebas,

termasuk hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk memilih dan

dipilih, antara lain dengan:

i. Memastikan bahwa prosedur, fasilitas, dan bahan-bahan pemilihan bersifat

layak, dapat diakses serta mudah dipahami dan digunakan;

ii. Melindungi hak penyandang disabilitas untuk memilih secara rahasia dalam

pemilihan umum dan referendum publik tanpa intimidasi dan untuk mencalonkan

diri dalam pemilihan, untuk memegang jabatan serta melaksanakan seluruh fungsi

publik dalam semua tingkat pemerintahan, dengan memanfaatkan penggunaan

teknologi baru yang dapat membantu pelaksanaan tugas;

iii. Menjamin kebebasan berekspresi dan keinginan penyandang disabilitas

sebagai pemilih dan untuk tujuan ini, bilamana diperlukan atas permintaan

mereka, mengizinkan bantuan dalam pemilihan oleh seseorang yang ditentukan

mereka sendiri.

Hak untuk mendapatkan kemudahan dalam pemilihan umum di Indonesia

sebagai pemilih bagi kaum disabilitas, selain telah tercantum pada Convention on

the Right Persons with Disabilities (CRPD), juga telah diwujudkan dalam payung

hukum nasional, salah satunya yaitu dalam Pasal 157 ayat (1) Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah yang berbunyi:

Pemilih tunanetra, tunadaksa, dan yang mempunyai halangan fisik lain

pada saat memberikan suaranya di TPS dapat dibantu oleh orang lain atas

permintaan Pemilih.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11632/1/T1_312012707_BAB I.pdf · Perlu dijelaskan dalam hal ini penyandang cacat atau disabilitas

Selain itu pada Pasal 142 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 8 Tahun 2012 berbunyi :

Selain perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), untuk menjaga keamanan, kerahasiaan, dan kelancaran pelaksanaan

pemungutan suara dan penghitungan suara, diperlukan dukungan

perlengkapan lainnya

Pasal 142 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun

2012 berbunyi :

Bentuk, ukuran, spesifikasi teknis, dan perlengkapan pemungutan suara

lainnya diatur dengan peraturan KPU

Pasal 5 huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 16 Tahun 2013

berbunyi :

Dukungan Perlengkapan Lainnya sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2 ayat (2) huruf b terdiri atas: alat bantu tuna netra

Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berkaitan dengan

masalah hak politik warga negara dalam hal ini penyandang cacat, Komisi

Pemilihan Umum (KPU) Kota Salatiga sebagai pelaksana penyelenggaraan

Pemilihan Umum harus memfasilitasi hak politik penyandang cacat yakni

penyandang cacat tuna netra dalam keikutsertaaanya pada Pemilihan Umum di

Kota Salatiga. Fasilitas yang harus disiapkan KPUD Salatiga adalah berwujud

template braile. Dengan demikian para penyandang disabilitas tuna netra dapat

melakukan Pemilihan Umum. Namun berdasarkan wawancara dari penyadang

caat tuna netra menjelaskna bahwa mereka tidak mendapatkan fasilitas yang

seharunya disediakan oleh KPUD Salatiga.7

7 Hasil Wawancara Dengan Reponden : 15 November 2015

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11632/1/T1_312012707_BAB I.pdf · Perlu dijelaskan dalam hal ini penyandang cacat atau disabilitas

Data dari Dinas Sosial Kota Salatiga terdapat penyandang cacat tuna netra

ada sekitar 9 orang yang dapat dirinci antara lain 1 orang di Kecamatan

Sidomukti, 7 orang Kecamatan Sidorejo, 1 orang Kecamatan Tingkir 8dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa ada 9 orang kaum disabilitas tuna netra yang

memiliki hak politik dalam keikutsertaanya didalam Pemilu 2014.

Dengan demikian berangkat dari masalah ini maka Penulis mencoba

mengangkat tulisan dalam bentuk skripsi berkaitan dengan tugas dan

tanggungjawab KPUD Kota Salatiga sebagai pelaksana Pemilu 2014 berkaitan

dengan peran sertanya dalam memfasilitasi hak pilih penyandang cacat dalam

Pemilu dengan judul : “Implementasi Hak Pilih Bagi Penyandang Disabilitas

Tuna Netra Pada Pemilu Legislatif 2014” di Kota Salatiga”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah adalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana Implimentasi hak pilih penyandang disabilitas tuna netra di Kota

Salatiga pada Pemilu 2014?

2. Apakah kendala-kendala dalam implimetasi hak pilih penyandang disabilitas tuna

netra di Kota Salatiga?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan penelitian ini

adalah :

8 Laporan Pendataan Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah Kota Salatiga 2014

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11632/1/T1_312012707_BAB I.pdf · Perlu dijelaskan dalam hal ini penyandang cacat atau disabilitas

1. Untuk mengetahui implimentasi hak pilih penyandang cacat tuna netra dalam

Pemilu 2014.

2. Untuk mengetahui kendala-kendala dalam implementasi hak pilih penyandang

disabilitas tuna netra.

3. Untuk memberikan solusi guna memperbaiki kinerja penyelenggara Pemilu

dimasa mendatang.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum khususnya hukum

ketatanegraan, lebih khusus terkait penerapan teori-teori hukum dalam pelaksanaan

penyelenggaraan Pemilihan Umum yang berhubungan dengan hak pilih dari kaum

disabilitas tuna netra di Kota Salatiga.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam

rangka pengambil kebijakan yakni KPUD Kota Salatiga berdasarkan amanat

Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 akan lebih baik dimasa yang akan dating

dalam hal memfasilitasi hak pilih setiap warga negara dalam hal ini penyandang

cacat yakni penyandang cacat tuna netra dalam Pemilu 2014. Dengan demikian

pembaca atau calon peneliti lain akan semakin mengetahui tentang apa yang

menjadi peran dan tanggung jawab KPUD Kota Salatiga dalam memfasilitasi

penyandang cacat dalam hal ini penyandang cacat tuna netra dalam

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11632/1/T1_312012707_BAB I.pdf · Perlu dijelaskan dalam hal ini penyandang cacat atau disabilitas

keikutsertaannya pada Pemilu 2014 berdasar peraturan perudang-undangan yang

berlaku, ini dapat dijadikan pedoman bagi para pihak atau peneliti lain yang ingin

mengkaji secara mendalam berkaitan dengan masalah yang penulis utarakan diatas.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Peneltian

Jenis penenilitan yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu

penelitian yang bertujuan untuk meneliti dan menemukan informasi sebanyak-

banyaknya dari suatu fenomena. Dalam kaitanya dengan peneltian ini fenomena

yanghendak digambarkan secara lengkap adalah implimenetasi hak pilih bagi

penyadang disabilitas tuna netra pada Pemilihan Umum Legislatif 2014 Kota

Salatiga oleh Penyelenggara Pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum Kota

Salatiga.

2. Pendekatan Yang Digunakan

Penelitian ini menggunakan pendekatan metode yuridis sosiologis.

Penelitian Yuridis Sosiologis (Socio Legal), yaitu studi hukum yang dipelajari

sebagai variable akibat yang timbul sebagai hasil akhir dari berbagai kekuatan

dalam proses social. Langka-langkah dan desain teknis penelitian hukum

mengikuti pola ilmu social dan berakhir dengan penarikan kesimpulan.9 Dengan

menggunakan penelitian hukum penulis mencoba untuk mendapatkan dasar

hukum tentang adanya persoalan hukum dalam dalam peran dan tanggungawab

9 Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta. 1984. Hal 13

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11632/1/T1_312012707_BAB I.pdf · Perlu dijelaskan dalam hal ini penyandang cacat atau disabilitas

KPUD Kota Salatiga dalam memfasilitasi hak pilih bagi penyandang disabilitas

dalam Pemilu 2014

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam peneltian skripsi ini Penulis

menggunakan metode peneltian Yuridis Sosiologis, dimana Penulis mencoba

mendapatkan berbagai data berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu 2014 apakah

memfasilitasi para kaum disabilitas tun netra di Salatiga atau tidak

3. Tehnik Pengumpulan Data

Sumber dan teknik pengumpulan data penelitian ini terfokus di Kota

Salatiga tepatnya pada KPUD Kota Salatiga Sedangkan sumber informasi yang

digunakan sebagai berikut :

a. Data Primer

Data Primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat

dengan cara melakukan wawancara dari para pihak yaitu :

1) Wawancara dengan pejabat dilingkungan KPUD Kota Salatiga

2) Wawancara dengan mantan KPPS

3) Wawancara dengan para penyandang disabilitas tuna netra yang memiliki

hak dalam Pemilu 2014 di Kota Salatiga

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang siap digunakan dalam penelitian. Data

sekunder meliputi :

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11632/1/T1_312012707_BAB I.pdf · Perlu dijelaskan dalam hal ini penyandang cacat atau disabilitas

1) Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mengikat bagi pihak-

pihak yang terlibat dan mendukung pengendalian pencemaran

lingkungan yang meliputi :

Convention on the Rights of Persons with Disabilities 2011

Undang-undang No. 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang

Cacat

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang pengesahan

Convention on the Rights of Persons with Disabilities

(Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas)

Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara

Pemilihan Umum

Undang-Undang No.8 Tahun 2012 tentang Pemilu DPR,

DPD, dan DPRD

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku literatur tentang

penegakan hukum, hak asasi manusia, artikel-artikel baik dari media

cetak, dan media internet.

3) Bahan Hukum Tertier

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11632/1/T1_312012707_BAB I.pdf · Perlu dijelaskan dalam hal ini penyandang cacat atau disabilitas

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan

pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum

yang dipergunakan oleh penulis adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia

dan Kamus Hukum. Dalam penulisan skripsi untuk membantu penulis

mengerti istilah-istilah hukum ataupun istilah asing yang mendukung

teori ataupun penulisan skripsi ini.

4. Populasi dan Sampel

Populasi responden dalam hal ini adalah para penyandang disabilitas tuna netra

yang berhak dalam Pemilu 2014 di Kota Salatiga. Populasi responden berjumlah

9 orang yang tersebar di 4 kecamatan di Kota Salatiga. Dari 9 orang yang

bersedia diwawancara adalah 5 orang. Jadi sampel yang di ambil untuk

penelitian skripsi ini adalah 5 responden

5. Unit Amatan dan Analisis

a. Unit Amatan

Unit amatan adalah pada peraturan-peraturan baik internasional maupun

nasional yang berkaitan dengan hak-hak kaum disabilitas tuna netra dalam

keikut sertaanyadalam Pemilihan Umum yakni :

Convention on the Rights of Persons with Disabilities 2011

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11632/1/T1_312012707_BAB I.pdf · Perlu dijelaskan dalam hal ini penyandang cacat atau disabilitas

Undang-undang No. 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang

Cacat

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang pengesahan

Convention on the Rights of Persons with Disabilities

(Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas)

Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara

Pemilihan Umum

Undang-Undang No.8 Tahun 2012 tentang Pemilu DPR,

DPD, dan DPRD

b. Unit Analisis

Unit analisis adalah pada Penyelenggara Pemilu yakni Komisi Pemilihan

Umum Kota Salatiga yang terkait dalam pelaksanaan Pemilu 2014 berkaitan

bagaimana KPUD Salatiga memberikan fasilitas hak pilih penyandang cacat

dalam Pemilu 2014 berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku.

F. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disusun secara sistematis dan secara berurutan

sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas dan terarah. Adapun sistematika

penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. BAB I PENDAHULUAN

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11632/1/T1_312012707_BAB I.pdf · Perlu dijelaskan dalam hal ini penyandang cacat atau disabilitas

Bab ini meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan yang

berkaitan dengan peran KPUD Kota Salatiga dalam memfasilitasi hak

pilih penyandang cacat dalam Pemilu 2014

2. BAB II HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tinajuan pustaka, dan data penelitian, sekaligus analisa

peneliti terhadap data-data atau bahan-bahan hukum sesuai dengan

permasalahan yang dikaji pada penelitian ini.

3. BAB III PENUTUP

Bab ini berisi pernyataan tentang kesimpulan (jawaban atas permasalahan)

dan saran.