53
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan bakteri Gram positif berbentuk coccus, bersifat fakultatif anaerob yang menimbulkan penyakit zoonosis pada manusia (Gottschalk and Segura, 2000). Secara serologis, sampai saat ini Streptococcus suis dibedakan menjadi 35 serotipe. Diantara 35 serotipe, hanya sebagian serotipe yang menyebabkan infeksi pada babi yaitu serotipe 1-9 dan serotipe 14. Streptococcus suis serotipe 2 merupakan yang paling banyak prevalensinya dalam menimbulkan penyakit pada babi dan manusia (Salasia dan Lammler, 1994; Wisselink et al, 2000). Serotipe 2 mempunyai patogenesitas tertinggi dalam menginfeksi babi dan manusia, dan merupakan satu-satunya serotipe yang umum ditemukan pada infeksi manusia (Gottschalk et al., 2007). Infeksi S. suis dapat menyebabkan septisemia, meningitis, artritis dan kematian terutama pada babi muda. Infeksi juga dapat terjadi pada saluran pernafasan sehingga dapat menyebabkan bronkopneumonia (Wisselink et al., 2000). Infeksi S. suis sebenarnya telah dikenal secara luas di Eropa, Amerika, Hong Kong dan akhir-akhir ini ternyata diketahui sudah menyebar di Asia Tenggara (Gottschalk et al,. 2007; Wertheim et al., 2009). Pada tahun 1998 hingga 2006 terjadi outbreak streptococcosis pada babi di China yang disebabkan oleh S. suis dengan penanda virulensi MRP+, EF+, dan Sly+ (Jiang et al., 2009). Outbreak tersebut juga menyerang manusia di wilayah propinsi Jiangsu China

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

  • Upload
    dokien

  • View
    224

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Streptococcus suis pada babi merupakan bakteri Gram positif berbentuk

coccus, bersifat fakultatif anaerob yang menimbulkan penyakit zoonosis pada

manusia (Gottschalk and Segura, 2000). Secara serologis, sampai saat ini

Streptococcus suis dibedakan menjadi 35 serotipe. Diantara 35 serotipe, hanya

sebagian serotipe yang menyebabkan infeksi pada babi yaitu serotipe 1-9 dan

serotipe 14. Streptococcus suis serotipe 2 merupakan yang paling banyak

prevalensinya dalam menimbulkan penyakit pada babi dan manusia (Salasia dan

Lammler, 1994; Wisselink et al, 2000). Serotipe 2 mempunyai patogenesitas

tertinggi dalam menginfeksi babi dan manusia, dan merupakan satu-satunya

serotipe yang umum ditemukan pada infeksi manusia (Gottschalk et al., 2007).

Infeksi S. suis dapat menyebabkan septisemia, meningitis, artritis dan kematian

terutama pada babi muda. Infeksi juga dapat terjadi pada saluran pernafasan

sehingga dapat menyebabkan bronkopneumonia (Wisselink et al., 2000).

Infeksi S. suis sebenarnya telah dikenal secara luas di Eropa, Amerika,

Hong Kong dan akhir-akhir ini ternyata diketahui sudah menyebar di Asia

Tenggara (Gottschalk et al,. 2007; Wertheim et al., 2009). Pada tahun 1998

hingga 2006 terjadi outbreak streptococcosis pada babi di China yang disebabkan

oleh S. suis dengan penanda virulensi MRP+, EF+, dan Sly+ (Jiang et al., 2009).

Outbreak tersebut juga menyerang manusia di wilayah propinsi Jiangsu China

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

2

pada tahun 1998 menyebabkan 14 orang meninggal dunia dari 25 kasus. Outbreak

di Sichuan pada tahun 2005 menyebabkan 38 orang meninggal dari total 215

kasus (Yu et al., 2007). Pada bulan April 2001-April 2002 dan Juli 2005-Juli 2007

di Thailand Utara terjadi 43 kasus pasien terinfeksi S. suis, 16 orang diantaranya

mengalami meningitis dan 8 orang yang sembuh dari meningitis mengalami

ketulian (Fongcom et al., 2009). Berdasarkan data yang dilaporkan pada tahun

2009 terdapat 700 kasus infeksi S. suis pada manusia, sebagian besar terjadi di

Asia Tenggara (Werthein et al., 2009). Selama ini tidak ada laporan adanya

infeksi dari manusia ke manusia (Yu et al., 2006).

Meskipun gejala klinis dan karakter epidemiologi tampak secara spesifik,

akan tetapi penyakit ini masih belum dikenal dan tidak terdiagnosis, bahkan di

kalangan human medicine kasus ini tidak tercatat (Mai et al., 2008). Melihat fakta

di lapangan, beberapa peneliti menyatakan bahwa S. suis meningitis pada manusia

kemungkinan tidak terdiagnosa (underdiagnosed) karena masyarakat dan dokter

kurang menyadari adanya resiko penyakit ini, dan diagnosis biasanya tidak

diarahkan pada kuman ini (Kerdsin et al., 2009).

Di Indonesia telah dilaporkan adanya infeksi S. suis yang diisolasi dari

cairan persendian babi pada tahun 2008 di Timika Papua (Salasia et al., 2011).

Temuan ini merupakan indikasi kuat keberadaan S. suis di Indonesia yang

kemungkinan keberadaannya underdiagnosed dan dikelirukan dengan bakterial

meningitis yang lain, sehingga diperlukan riset yang mendalam terhadap S. suis

meningitis. Di Indonesia belum berkembang perangkat diagnostik untuk deteksi S.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

3

suis meningitis. Banyaknya kasus meningitis maupun ketulian di Indonesia

kemungkinan karena adanya underdiagnosed S. suis meningitis.

Kontrol penyakit sulit dilakukan karena vaksin kurang efektif dan efisien,

serta kurangnya perangkat diagnostik yang sensitif. PCR assay dikembangkan

untuk mendeteksi serotipe 1, 2, 7 dan 9 (Wisselink et al., 2000). Deteksi cepat dan

akurat keberadaan S. suis sangat penting untuk penentuan diagnosis dan

pengobatan infeksi, membantu mengontrol terjadinya epidemik, dan

meningkatkan kesembuhan pasien. Metode kultur bakteri membutuhkan waktu

yang lama, sehingga menyebabkan kondisi pasien yang terinfeksi semakin

memburuk. Oleh karena itu diperlukan suatu perangkat diagnostik yang dapat

mendeteksi S. suis secara cepat dan akurat (Holden et al., 2009).

Untuk deteksi penyakit di lapangan diperlukan metode yang cepat dan

akurat untuk mencegah penyebaran infeksi S. suis. Muramidase released protein

(MRP) merupakan salah satu faktor virulensi potensial pada S. suis yang dapat

dikembangkan menjadi sarana deteksi infeksi S. suis di Indonesia. Pada tahun

2011 Supriyati telah melakukan kloning gen penyandi muramidase released

protein S. suis. Kloning gen mrp dari S. suis merupakan langkah awal untuk

pengembangan alat deteksi yang mudah dan praktis untuk mendeteksi infeksi S.

suis pada skala peternakan maupun industri (jangka pendek) dan untuk

pengembangan kandidat vaksin dari imunogen MRP yang berasal dari S. suis

(jangka panjang) (Supriyati, 2015).

Salah satu cara deteksi S. suis adalah secara serologis berdasarkan antigen

dan antibodi anti MRP 864 rekombinan menggunakan metode antigen capture

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

4

ELISA. Metode ini dipilih karena dapat digunakan untuk mendeteksi adanya

infeksi awal S. suis dengan kadar antigen yang rendah dengan tingkat sensitifitas

dan spesifisitas yang baik. Latex agglutination berbasis antibodi anti MRP 864

juga dapat digunakan untuk deteksi cepat infeksi S. suis di lapangan, karena

metode ini sangat praktis, murah, cepat dan akurat. Kedua metode ini dipilih agar

infeksi S.suis di lapangan dapat diketahui secara cepat, sehingga dapat

meminimalisir penyebaran infeksi S.suis yang bersifat zoonosis.

B. Permasalahan

1. Apakah antigen protein hasil ekspresi dari plasmid rekombinan yang

mengandung gen mrp 864 (protein MRP) dapat menginduksi terbentuknya

antibodi pada mencit?

2. Apakah antibodi anti MRP 864 dapat digunakan untuk mendeteksi

keberadaan S. suis pada babi yang terinfeksi dengan metode ELISA dan

latex agglutination?

C. Tujuan

1. Mengembangkan prototype diagnostik berbasis antibodi terhadap antigen

MRP 864 rekombinan Streptococcus suis.

2. Mendeteksi keberadaan S. suis secara serologis pada babi di lapangan

dengan menggunakan ELISA dan latex agglutination.

D. Manfaat

Menghasilkan perangkat diagnostik berbasis antibodi poliklonal anti

MRP 864 rekombinan S. suis yang dapat digunakan sebagai sarana deteksi

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

5

infeksi S. suis di lapangan berdasarkan reaksi antigen dan antibodi yang dapat

diaplikasikan secara cepat, akurat dan ekonomis.

E. Keaslian Penelitian

Ruch and Smith (1982) melakukan penelitian tentang aplikasi antibodi

monoklonal terhadap karbohidrat Streptococcus grup B pada latex

agglutination dan immunoprecipitin assay. Penelitian tentang pemisahan M-

like protein pada Streptococcus Group C (Streptococcus equi subsp.

zooepidemicus) dengan metode sodium dodecyl sulphate-poliacrylamide gel

electrophoresis (SDS-PAGE), produksi antibodi dan teknologi hibridoma

telah dilakukan oleh Purwantoro (2005). Artdita (2011) melakukan penelitian

tentang pengembangan deteksi serologis terhadap infeksi S. suis di Indonesia

berdasarkan marker virulen muramidase released protein. Pada tahun 2013

Salasia et al. melakukan penelitian tentang pengembangan deteksi cepat

Staphylococcus aureus pada sapi perah dengan latex agglutination berbasis

clumping factor. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan perangkat

diagnostik untuk infeksi S. suis di Indonesia berdasarkan marker muramidase

released protein hasil rekombinan yang diaplikasikan pada metode antigen

capture ELISA dan latex agglutination.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Streptococcus suis

1. Klasifikasi dan sifat

Killper-Bälz dan Schleifer (1987) mengklasifikasikan S. suis dalam

Kingdom Bacteria, Phylum Firmicutes, Class Bacili, Order

Lactobacillales, Family Streptococcaceae, Genus Streptococcus, Species

Streptococcus suis. Streptococcus suis merupakan bakteri Gram positif,

bersifat anaerob fakultatif dan berdasarkan klasifikasi Lancefield`s,

mempunyai struktur dinding sel yang masuk dalam klasifikasi

Streptococcus group D (Salasia et al., 1995; Gottschalk dan Segura, 2000).

Streptococcus suis berbentuk sferik, tunggal, berpasangan maupun

tersusun dalam bentuk rantai panjang, koloni tumbuh seperti titik-titik

embun pada permukaan media kultur, tumbuh baik pada kondisi

mikroaerofilik atau fakultatif anaerob dan bersifat α-, β-, ataupun γ-

hemolitik (Higgins dan Gottschalk, 1990 ; Salasia dan Lämmler, 1994b).

Streptococcus suis yang diklasifikasikan dalam strain serotipe 2

merupakan agen infeksi yang mempunyai virulensi tinggi dan sering

ditemukan pada hewan sakit (Higgins dan Gottschalk, 2000).

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

7

2. Infeksi Streptococcus suis pada Babi

Babi dewasa maupun babi muda dapat bertindak sebagai karier S.

suis pada hidung, tonsil dan nasofaring tanpa menunjukkan gejala sakit

(Arends et al., 1984; Mogollon et al., 1991; Prieto et al., 1994). Bakteri

S.suis berpredileksi pada saluran pernafasan bagian atas terutama bagian

cavum nasal dan tonsil, juga pada saluran pencernaan babi (Higgins dan

Gottschalk, 2006). Gejala klinis pada babi antara lain anoreksia, depresi,

kemerahan pada kulit, kepincangan, inkoordinasi dan demam, selanjutnya

diikuti gejala syaraf yang lebih nyata seperti paralisis, paddling movement,

opistotonus dan spasmus tetanik (Clifton dan Hadley, 1983).

Infeksi Streptococcus suis serotipe 2 pada manusia dapat

menyebabkan septisemia dan meningitis yang sering kali diperparah

dengan endophthalmitis, dan cochleitis (Arends dan Zanen, 1988). Infeksi

ini seringkali disebabkan oleh serotipe 2 dan sedikit oleh serotipe 4 dan 14

(Higgins and Gottschalk, 1990; Trottier et al., 1991). Streptococcus suis

kemungkinan masuk melalui luka kecil atau melalui pernafasan (Arends

dan Zanen, 1988). Streptococcus suis berperan sebagai agen zoonotik

berbagai penyakit berbahaya pada manusia, terutama pada manusia yang

pekerjaannya terekspos babi atau produk olahan babi (Lun et al., 2007;

Wertheim et al., 2009).

3. Faktor Virulensi

Streptococcus suis dilaporkan mempunyai berbagai macam

determinan virulensi, antara lain:

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

8

a. Capsular Polysaccharide (CPS)

Capsular Polysaccharide (CPS) dilaporkan berfungsi sebagai

antifagositik. CPS S. suis serotipe 2 mempunyai berat molekul (BM)

sekitar 100 kDa dan tersusun dari rhamnosa (N-acetylgalactosamine),

galaktosa, glukosa, N-acetylglucosamine, dan asam sialat. Asam sialat

adalah yang paling utama dan merupakan faktor virulensi penentu

patogenesitas suatu serotipe S. suis. (Smith et al., 1999; Gottschalk dan

Segura, 2000).

b. Adesin

Adesin merupakan senyawa kimia dengan BM 36 kDa. Adesin

memiliki struktur peptida yang mengikat dissacharidesgalactosyl (alpha1-

4)-galactose (Galα-4gal). Molekul Galα 1-4 adalah bagian dari

trihexosylceramide (GbO3) yang terdapat pada membran sel hospes.

Senyawa GbO3 merupakan glikolipid yang ada di eritrosit, sehingga adesin

bertanggung jawab atas kemampuan dalam mengaglutinasi eritrosit

(Gottschalk dan Segura, 2000).

c. Muramidase Released Protein (MRP) dan extracellular factor (EF)

Muramidase release protein (MRP) dan extracellular factor (EF)

merupakan 2 faktor virulensi yang penting pada S. suis. berat molekul

MRP 136 kDa dan EF 110 kDa (Jacobs et al., 1994 ; Salasia dan Lämmler,

1994b). Keberadaan protein EF selalu berkorelasi dengan MRP, namun

fungsi protein EF secara pasti belum diketahui dengan jelas (Timoney,

2004). Berdasarkan korelasi protein MRP dan EF, terdapat 3 macam

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

9

fenotipe dari S. suis yaitu MRP+EF+ sebagai faktor virulen yang biasanya

diisolasi dari babi sakit, fenotipe MRP-EF- yang biasanya diisolasi dari

babi sehat, serta fenotipe MRP+EF- yang dapat diisolasi dari dari manusia

sakit akibat infeksi S. suis (Vecht et al., 1992; Salasia et al., 1995; Galina

et al., 1996; Vecht et al., 1996).

d. Haemolysin/Suilysin (Sly)

Suilysin mempunyai berat molekul 54 kDa (Jacobs et al., 1994;

Timoney, 2004). Karakterisasi strain pathogen S. suis serotipe 2 selalu

berasosiasi dengan adanya suilysin (Smith et al., 1997). Keberadaan

suilysin juga berkorelasi dengan protein MRP dan EF. Kejadian babi sakit

terinfeksi S. suis dengan virulensi tinggi umumnya terekspresi MRP +, EF

+, Sly + (Staats et al., 1999; Gottschalk et al., 2007), sedangkan pada babi

sehat terekspresi MRP-, EF-, Sly- (Allgaire et al., 2001).

4. Patogenesis Streptococcus suis

Anak babi merupakan hospes penting dalam penyebaran agen

infeksi ke babi lain dalam suatu populasi peternakan. Mekanisme

penularan pada anak babi biasanya melalui transmisi vertikal. Beberapa

hewan terkadang menunjukkan kondisi sehat tetapi bersifat carrier yang

berbahaya bagi populasi babi lainnya. Babi yang bersifat carrier tidak

menunjukkan gejala klinis dan dalam waktu cepat atau lambat akan

berkembang menjadi bakteremia, terkadang septikemia dan meningitis

(Gottschalk dan Segura, 2000).

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

10

Mekanisme pathogenesis infeksi S. suis seperti teori Trojan-horse

style yang memperlihatkan kemampuan S. suis untuk bertahan dalam sel

mononuklear. Bakteri yang bertahan dalam sel mononuklear mampu

menyebar dan menyebabkan lesi meningitis yang patognomonik, ditandai

dengan tidak ditemukannya lesi pada sel endotel jaringan mikrovaskular

otak (Gottschalk dan Segura, 2000; Timoney, 2004).

Streptococcus suis menggunakan wilayah tonsil sebagai jalan

untuk masuk ke host, kemudian masuk ke leukosit mononuklear dan

menuju cairan cerebrospinal (CSF) melalui choroid plexus. Stimulasi

produksi sitokin oleh makrofag yang terinfeksi, diduga menyebabkan

peradangan yang menembus dari darah ke CSF. (Williams, 1990; Chanter

et al., 1993). Peningkatan sel pada CSF memblok area fluid efflux,

meningkatkan tekanan intrakranial dan dapat membahayakan sistem saraf

(Williams and Blakemore, 1990).

B. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Polymerase chain reaction (PCR) merupakan reaksi enzimatik untuk

melipatgandakan suatu sekuen nukleotida tertentu secara eksponensial dengan

cara in vitro. Kelebihan metode ini adalah pelipatgandaan fragmen

deoxyribonucleicacid (DNA) dapat dilakukan secara cepat dan dapat

menggunakan komponen dalam jumlah sangat sedikit (Sambrook et al., 1989;

Yuwono, 2006).

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

11

Empat komponen utama proses PCR yaitu DNA template (fragmen DNA

yang akan dilipatgandakan), primer (suatu sekuen oligonukleotida pendek yang

terdiri atas 15-25 basa nukleotida yang digunakan unuk mengawali sintesis rantai

DNA, deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP) yang terdiri dari deoxyadenosine

(dATP), deoxycytidine (dCTP), deoxyguanine (dGTP), dan deoxythymidine

(dTTP), enzim DNA polymerase, dan komponen tambahan yaitu buffer.

(Sambrook et al., 1989).

Dengan ditemukannya teknik PCR di samping juga teknik-teknik lain

seperti sekuensing DNA, telah merevolusi bidang sains dan teknologi khususnya

di bidang diagnosa penyakit genetik, kedokteran forensik dan evolusi molekular

(Handoyo dan Rudiretna, 2000). Keunggulan PCR dikatakan sangat tinggi. Hal ini

didasarkan atas spesifitas, efisiensi dan keakuratannya. Spesifitas PCR terletak

pada kemampuannya mengamplifikasi sehingga menghasilkan produk melalui

sejumlah siklus. Keakuratan yang tinggi karena DNA polymerase mampu

menghindari kesalahan pada amplifikasi produk. Masalah yang berkenaan dengan

PCR yaitu biaya PCR yang masih tergolong tinggi. Selain itu kelebihan lain

metode PCR dapat diperoleh pelipatgandaan suatu fragmen DNA (110 bp, 5x10-9

mol) sebesar 200.00 kali setelah dilakukan 20 siklus reaksi selama 220 menit.

Reaksi ini dilakukan dengan menggunakan komponen dalam jumlah sangat

sedikit, DNA cetakan yang diperlukan hanya sekitar 5 µg, oligonukleotida yang

diperlukan hanya sekitar 1 mM dari reaksi ini biasa dilakukan dalam volume 50-

100 µl. DNA template yang digunakan juga tidak perlu dimurnikan terlebih

dahulu sehingga metode PCR dapat digunakan untuk melipatgandakan suatu

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

12

sekuen DNA dalam genom bakteri hanya dengan mencampukan kultur bakteri di

dalam tabung PCR (Yusuf, 2010).

Elektroforesis gel agarosa umumnya digunakan untuk separasi DNA.

Pemisahan molekul-molekul ini didapat dari molekul asam nukleat (DNA) yang

bermuatan negatif (katoda) bergerak melalui gel agarosa ke muatan positif

(anoda) pada medan elektrik. Molekul yang ukurannya lebih kecil akan bermigrasi

lebih cepat dibanding molekul yang ukurannya lebih besar. Keuntungan

elektroforesis gel agarosa yaitu mudah diperoleh dan tidak mendenaturasi sampel

yang diuji, sedangkan kerugiannya adalah gel dapat meleleh dan buffer dapat

habis selama elektroforesis berlangsung, selain itu material genetik yang tidak

diharapkan bisa berada di tempat yang tidak diharapkan (Yuwono,2006).

C. Sodium Dodecyl Sulphate - Polyacrylamide Gel Electrophoresis

Dasar metode Sodium Dodecyl Suplhate - Polyacrylamide Gel

Electrophoresis (SDS PAGE) adalah elektroforesis. Elektroforesis adalah

perpindahan molekul dalam larutan sebagi respon kepada sebuah medan.

Kecepatan perpindahan ini tergantung kekuatan medan, muatan medan, besar dan

bentuk molekul dan juga kekuatan ion, viskositas serta suhu medium dimana

molekul tersebut berpindah (Rybicki dan Purves, 2007).

Polyacrylamide gel electrophoresis (PAGE) terbentuk dari polimerisasi

antara acrylamide sebagai monomer dengan N, N’-methylene-bis(acrylamide)

(sebagai cross-linker) disertai dengan penambahan katalis yaitu

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

13

tetramethylethylene-diamine (TEMED) serta inisiator (amonium persulfate)

(Richards dan Lecanidou, 1974).

Muatan ion atau kelompok ion akan berpindah jika berada pada suatu

medan listrik (Pommerannz dan Meloan, 1978). Protein merupakan komponen

amphoteric, muatannya tergantung pada pH medium dimana protein tersebut

tersuspensi. Pada larutan dengan pH dibawah titik iso elektrisnya, protein

memiliki muatan negatif dan berpindah menuju anoda pada medan listrik (Rybicki

dan Purves, 2007). Sodium Dodecyl Sulphate (juga dikenal dengan Lauryl Sulfat)

merupakan senyawa anion, artinya ketika dalam larutan, molekul—molekulnya

memiliki muatan negatif tanpa memperhatikan kisaran pH. Muatan negatif SDS

merusak kebanyakan struktur kompleks protein dan memperkuat tarikan menuju

anoda (kutub positif) pada medan listrik (Capprete, 1996).

Beta merkaptoetanol (tiol) digunakan untuk mereduksi semua ikatan

disulfida yang ada pada protein. SDS merupakan detergen lemah yang akan

mengikat protein dan memutuskan ikatan diantara subunit penyusun. Sistem gel

SDS merupakan alat kualitatif yang berguna. Preparat dapat segera dianalisa sifat

homogenitasnya. Protein homogen menghasilkan satu pita. Berat molekul protein

dapat ditetapkan dengan mempergunakan protein baku yang telah diketahui berat

molekulnya dan memperbandingkan nilai Rf (mobilitas relatif) yang diperoleh.

Pita berwarna atau “band

“ dapat diketahui dengan suatu reaksi pewarnaan seperti

pewarnaan dengan Coomasie blue. Elektrogram yang dihasilkan oleh metode

elektroforesis dapat segera dikuantitatifkan dengan alat densitometer (Suhartono,

1989).

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

14

Pada gel dengan densitas yang seragam, jarak perpindahan relatif pada

protein (Rf) adalah berbanding terbalik dengan log massanya. Jika protein yang

telah diketahui massanya bergerak secara simultan dengan protein yang belum

diketahui massanya, hubungan antara Rf dan massa dapat diplotkan, kemudian

massa dari protein yang belum diketahui dapat dihitung (Capprete, 1996).

D. Antibodi Spesifik

Antibodi dihasilkan oleh sel plasma yang merupakan fase akhir

perkembangan sel B. berbeda dengan sel T, sel B dapat mengenali antigen dalam

bentuk aslinya (native). Sel B mengenali antigen melalui antibodi yang terdapat

pada permukaan sel, menjadi aktif dan mengalami peralihan produksi

immunoglobulin (Ig) kelas IgM menjadi IgG (class switch), meningkatkan

spesifisitas dan afinitas immunoglobulin yang dihasilkan dan mengalami

diferensiasi menjadi sel plasma atau sel memori dan terus mengalami pembelahan

selama masih ada sitokin (Palladino et al., 1995).

Produksi antibodi poliklonal diperoleh secara langsung dari sampel serum

hewan yang diimunisasi menggunakan antigen tertentu. Produk ini berasal dari

banyak klon limfosit dari tubuh hospes yang diimunisasi serta mampu

memberikan respon (Burgess, 1995). Respon antibodi terhadap antigen umumnya

merupakan kombinasi sejumlah besar antibodi monoklonal. Untuk menjawab

berbagai permasalahan diagnostik, sudah cukup jika digunakan antibodi

poliklonal, karena antiserum ini memiliki berbagai antibodi yang dapat berikatan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

15

dengan berbagai epitop pada suatu antigen sehingga reaksi yang multiple ini tetap

dapat menimbulkan kompleks antigen-antibodi. Antibodi monoklonal dapat

digunakan untuk kepentingan deteksi atau diagnosis dan produksi skala besar

karena lebih spesifik dibandingkan antibodi poliklonal (Burgess, 1995; Hau dan

Hoosier, 2002; Mikkelsen dan Corton, 2004). Antibodi poliklonal lebih sensitif

daripada antibodi monoklonal tetapi tidak spesifik. Sisi sensitif ini dilihat

berdasarkan sifatnya yang heterogen sehingga antibodi poliklonal mempunyai

area selektivitas dan afinitas yang lebih luas (Burgess, 1995; Mikkelsen dan

Corton, 2004).

Prinsip produksi antibodi poliklonal dengan cara mengimunisasi hewan

dengan antigen yang memiliki banyak epitop, sehingga antibodi yang dihasilkan

banyak jenisnya tergantung bagian epitop yang dikenalinya (Janeway et al.,

2001). Waktu produksi antibodi poliklonal pada umumnya 4 hingga 8 minggu

(Burgess, 1995; Hau dan Hoosier, 2002).

E. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) merupakan metode yang

sering digunakan untuk mengetahui adanya reaksi antigen-antibodi, serta untuk

pemeriksaan respon imun humoral. Metode ELISA sangat sensitif dan mampu

mendeteksi konsentrasi antigen maupun antibodi dalam konsentrasi yang rendah

(dalam piko atau nano gram). Ciri utama metode ini adalah penggunaan indikator

enzim dalam reaksi imunologisnya (Janeway, et al., 2001).

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

16

Beberapa teknik ELISA diantaranya adalah langsung (direct), tidak

langsung (indirect), sandwich/antigen capture dan kompetitif. Teknik ELISA

langsung (direct) merupakan deteksi yang paling sederhana diantara metode

ELISA yang lain. Teknik ELISA tidak langsung (indirect) merupkan teknik

ELISA paling sederhana untuk pengukuran titer antibodi (Wang, 2006). Teknik

antigen capture (sandwich) ELISA atau penangkapan antigen menggunakan

antibodi yang terikat pada dasar microplate untuk menangkap antigen secara

spesifik. Teknik ini lebih sensitif namun kurang spesifik (Campbell dan Landry,

2006). Pada teknik ELISA kompetitif antibodi yang dikenal dengan yang tidak

dikenal akan bersaing mendapatkan tempat untuk berikatan dengan antigen.

Dibandingkan dengan metode langsung dan non-kompetitif, teknik ini lebih cepat

dan spesifik tapi kurang sensitif (Campbell dan Landry, 2006).

Antigen capture (sandwich) ELISA merupakan salah satu uji diagnostik

untuk mendeteksi adanya antigen dengan menggunakan antibodi poliklonal

maupun antibodi monoklonal (Estuningsih, 2006). Ikatan spesifik antara antigen

dan antibodi adalah faktor yang paling penting dalam keberhasilan antigen

capture ELISA. Spesifisitas uji dimodifikasi dengan menggunakan antibodi

monoklonal dari single strain atau multiple strain. Antibodi monoklonal akan

mengenali epitop tunggal sehingga dapat mendeteksi dan mengkuantifikasi

antigen yang spesifik. Akan tetapi, antibodi poliklonal biasanya dipilih untuk

meningkatkan sensitifitas. Kelebihan dari metode antigen capture ELISA adalah

sampel yang digunakan tidak harus dipurifikasi sebelum analisis dan uji ini sangat

sensitif, 2 hingga 5 kali lebih sensitif dibandingkan direct atau indirect ELISA

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

17

(Mei et al., 2012). Uji ini spesifik karena dua antibodi digunakan untuk

menangkap dan mendeteksi antigen. Selain itu uji ini memiliki fleksibilitas dan

sensitifitas yang tinggi.

F. Latex Agglutination

Latex agglutination merupakan metode untuk mendeteksi adanya ikatan

antigen-antigen melalui sensitisasi partikel latex (Gella et al., 1991). Dalam

stabilitas latex aglutinasi, partikel latex disensitisasi untuk mempertahankan

sensitivitas aglutinasi setelah penyimpanan pada suhu 4o C selama minimal 4

bulan (Xu Xiaojuan et al., 2005). Uji aglutinasi latex telah banyak dipakai di

laboratorium klinik untuk mendeteksi berbagai penyakit infeksius (Natalia, 2001;

Gella et al., 1991; Amrita Lab., 2014). Singer dan Plotz (1956) pertama kali

mempelajari uji aglutinasi latex (LATs) dengan menggunakan polystyrene

monodisperse (PS) dan partikel polyvinyltoluene polymere yang mendukung

adsorbsi biomolekuler. Tahun 1957 uji aglutinasi latex mulai dipakai untuk tes

kehamilan, dan setelah itu digunakan untuk mendeteksi lebih dari 1000 penyakit

infeksius (Bangs Lab., 2013). Sejak saat itu banyak perusahaan di seluruh dunia

mengembangkan dan memasarkan uji latex aglutinasi untuk mendeteksi antigen

atau antibodi baik bakteri, cendawan, parasit, virus, maupun rickettsia dan juga

digunakan untuk mendeteksi hormon, obat-obatan, penyakit autoimun dan protein

serum (Natalia, 2001; Gella et al., 1991).

Uji ini tidak memerlukan biaya yang tinggi, sederhana, dan cepat. Waktu

yang dibutuhkan tidak lebih dari tiga menit, sudah cukup untuk mencapai hasil

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

18

dengan sensitivitas dan spesifitas yang dapat dibandingkan dengan uji aglutinasi

lain. Keuntungan tambahan adalah bahwa uji ini tidak memerlukan pengenceran

serum, tidak memerlukan peralatan untuk pembacaan hasil, tidak membutuhkan

waktu inkubasi yang panjang dan tidak memerlukan peralatan khusus sehingga

dapat diaplikasikan dalam kondisi lapangan (Natalia, 2001; Ramos et al., 2014;

Bangs Lab., 2013).

Teknik ini didasarkan pada reaksi imunoaglutinasi antara antibodi atau

antigen yang diikatkan pada partikel latex (Natalia, 2001). Reaksi antara partikel

antigen dan antibodi dalam gumpalan yang terlihat disebut aglutinat. Antibodi

yang menghasilkan reaksi tersebut dikenal sebagai agglutinin. Prinsip reaksi

aglutinasi mirip dengan reaksi presipitasi, yang bergantung pada antigen polivalen

silang. Pada konsentrasi antigen-antibodi yang optimal, ikatan antigen-antibodi

kompleks akan membentuk aglutinasi (Amrita Lab., 2014).

Uji ini dapat digunakan untuk mendeteksi suatu antigen maupun antibodi.

Adanya ikatan antigen-antibodi spesifik akan terdeteksi melalui partikel latex

yang sudah dilapisi antigen maupun antibodi yang tersuspensi. Jika serum yang

mengandung antibodi spesifik ditambahkan ke dalam campuran, maka akan

terbentuk ikatan antigen-antibodi komplex, dan terjadi aglutinasi. Aglutinasi akan

mengubah suspensi latex yang semula halus menjadi gumpalan, karena partikel

latex yang saling berikatan. Namun jika tidak terdapat antibodi spesifik dalam

serum tersebut, maka campuran latex dan serum tetap tersebar merata. Uji ini

dilakukan dengan meneteskan antigen maupun antibodi yang akan dideteksi dan

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

19

suspensi latex dengan jumlah yang sama pada gelas objek, kemudian mencampur

keduanya hingga homogen (Hendrix and Sirois, 2002).

Menurut Bolivar dan Gonzales (2005) reaksi aglutinasi dapat digunakan

untuk mendeteksi antigen dan antibody dengan beberapa model yang berbeda, dan

memiliki keterbatasan masing-masing dalam aplikasinya. Beberapa reaksi

aglutinasi yang sering digunakan diantaraanya adalah :

a. Direct latex agglutination

Metode ini digunakan untuk mendeteksi adanya antigen atau hapten

pada sampel. Antibodi yang telah berikatan dengan partikel latex

dicampur dengan suspensi sampel. Antigen yang terdapat dalam

sampel akan bereaksi dengan antibody dan akan membentuk agregat.

Jika sampel tidak mengandung antigen, maka agregat tidak akan

terbentuk. Metode ini digunakan untuk mendeteksi antigen polivalen

misalnya protein dan mikroorganisme.

b. Indirect latex agglutination

Metode ini digunakan untuk mendeteksi adanya antibodi pada sampel.

Antigen yang telah berikatan dengan partikel latex dicampur dengan

suspensi sampel. Antibodi yang terdapat dalam sampel akan bereaksi

dengan antigen dan akan membentuk agregat. Jika sampel tidak

mengandung antibodi, maka agregat tidak akan terbentuk. Metode ini

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

20

digunakan untuk monovalent dan polivalen antigen seperti obat,

hormon steroid dan protein.

Latex aglutinasi merupakan metode yang sensitif dan spesifik untuk

mendeteksi berbagai macam antigen bakteri dari cairan tubuh pasien yang

mengalami infeksi sistemik, salah satunya meningitis. Dibandingkan dengan

immunoelektoforesis, latex aglutinasi tidak membutuhkan peralatan yang rumit

dan personil terlatih untuk aplikasinya. Metode ini lebih cepat dan lebih sensitif

jika dibandingkan dengan immunoelektoforesis untuk mendeteksi antigen

polisakarida yang terlarut dalam cairan tubuh (Webb and Baker, 1980).

Salah satu kelemahan dari metode latex aglutinasi adalah keterbatasan

ketersediaannya. Latex tes kit komersial telah dikembangkan untuk

pengelompokkan secara serologis Streptococcus grup A, B, C, D, F dan G dari

media padat dan cair (Webb and Baker, 1980).

G. Landasan Teori

Streptococcus suis merupakan agen zoonotik yang berbahaya pada babi

dan manusia. Patogenesis infeksi S. suis biasanya berhubungan dengan faktor

virulensi. Salah satu faktor virulensi yang penting pada S. suis adalah muramidase

released protein (MRP). Protein MRP dapat diisolasi dari babi dan manusia yang

terinfeksi S. suis dan dapat berperan sebagai antigen yang menginduksi

munculnya antibodi anti MRP 864 pada hewan coba yang diimunisasi. Adanya

interaksi antara antigen dan antibodi dapat dimanfaatkan sebagai sarana diagnosis

suatu penyakit. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) merupakan

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

21

metode yang sering digunakan untuk mengetahui adanya reaksi antigen-antibodi.

Metode ini sangat sensitif karena mampu mendeteksi antigen dan antibodi dalam

konsentrasi yang rendah. Prinsip kerja latex agglutination adalah terjadinya

aglutinasi yang disebabkan adanya ikatan antara partikel latex yang telah

disensitisasi serum yang mengandung antibodi dengan antigen tertentu. Metode

antigen capture ELISA dan latex agglutination dapat digunakan untuk mendeteksi

adanya infeksi penyakit secara serologis karena adanya ikatan antara antigen dan

antibodi.

H. Hipotesis

Antibodi anti MRP 864 rekombinan S. suis dapat diproduksi pada mencit

yang diimunisasi dengan antigen protein hasil ekspresi dari plasmid rekombinan

yang disisipi gen mrp 864 (protein MRP 864). Selanjutnya, antigen protein MRP

864 dan antibodi anti MRP 864 dapat digunakan sebagai detektor spesifik untuk

deteksi cepat adanya infeksi S. suis pada babi di lapangan dengan metode antigen

capture ELISA dan latex agglutination.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

22

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik, Fakultas

Kedokteran Hewan dan Laboratorium Biokimia, Program Studi Bioteknologi,

Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada.

B. Bahan Penelitian

Isolat E. coli BL-21(Invitrogen) yang ditransformasi dengan plasmid

rekombinan pET SUMO™ Protein Expression System (Invitrogen, USA) yang

disisipi gen mrp 864 dan isolat Streptococcus suis R 225 koleksi Prof. Dr. drh. Siti

Isrina Oktavia Salasia, Bagian Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Hewan,

Universitas Gadjah Mada digunakan dalam penelitian ini. Sejumlah 40 sampel

serum babi carrier dan sakit berdasarkan gejala klinis diperoleh dari Wamena,

Wouma, Napua, dan Sigim Papua. Mencit Balb/c 10 ekor dari Unit

Pengembangan Hewan Percobaan (UPHP) UGM.

Bahan yang diperlukan untuk media pertumbuhan transforman E. coli

yang mengandung gen mrp 864 S. suis adalah tryptone, yeast extract, yeast

extract agar, NaCl, NaOH, aquabidestilata, kanamycin. Untuk isolasi plasmid

rekombinan diperlukan reagen kit GeneJet™ Plasmid Miniprep Kit :

Resuspension solution, Lysis solution, Neutralization solution, Wash Solution,

RNase A, Elution Buffer (Fermentas, Canada). Untuk PCR diperlukan primer

forward dan reverse, PCR master mix, PCR water, dan sampel DNA plasmid.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

23

Untuk mengetahui ukuran DNA digunakan marker DNA dengan ukuran 1 Kb

(Bioline). Untuk Ekspresi protein diperlukan IPTG. Untuk Purifikasi protein

digunakan kit Protino® Ni-TED 2000 Packed Columns (Macherey Nagel). Untuk

SDS-PAGE diperlukan bahan acrylamide (Sigma, USA), bis-acrylamide (Sigma,

USA), TEMED / N,N,N,N-tetramethyletylene diamine (Biorad, USA), ammonium

persulphate / APS (Merck, Jerman), SDS / Sodium Dedocyl Sulphate (Merck,

Jerman), tris / hydroymethyl amino methane (Merck, Jerman) Methanol (Merck,

Jerman), Ethanol (Merck, Jerman), coomassive brilliant blue. Untuk mengetahui

ukuran protein digunakan protein ladder (1st Base). Untuk uji ELISA diperlukan

buffer pelapis/ coating buffer, buffer inkubasi, buffer pencuci, larutan untuk

blocking, buffer substrat, substrat NPP, serta Bovine Serum Albumine (BSA).

Untuk uji latex aglutinasi diperlukan partikel latex (Difco, Jerman), NaCl

fisiologis, glicyn saline buffer, sodium azide.

C. Alat

Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain

mastercycler PCR (Eppendorf, Jerman), ultra violet transiluminator (Hoefer,

USA), mikrosentrifus (Eppendorf, Jerman), shaker incubator (Athena, Taipei),

imunowasher (Biorad, USA), ELISA reader (Biorad, USA), inkubator (Memmert,

Jerman), unit elektroforesis (Eppendorf, Jerman), unit SDS PAGE (Eppendorf,

Jerman), waterbath (Memmert, Jerman), spektrofotometer (Beckman, USA),

laminar air flow (Esco, China), vortex (Heidolph, Jerman), power supply

(Uniquip, Jerman) freezer -20ºC (LG, Jepang), autoclave (All America, Amerika).

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

24

Peralatan penunjang yang digunakan berupa mikropipet 10 µl, 200 µl, dan

1000 µl (Nichipet, Jepang), tabung mikro 1,5 ml, tabung konikel 15 ml dan 50 ml

(LP, Itali), plat mikro flat bottom 96 sumuran, disposable syringe 1 ml dan 3 ml,

white/yellow/blue tips (LP, Itali), tabung reaksi (Pyrex, Jepang), cawan petri

(Pyrex, Jepang), tabung Erlenmeyer (Pyrex, Jepang), ose.

D. Cara Kerja

1. Isolasi DNA Plasmid Rekombinan

Sebanyak 100 μl transforman dikultur dalam Luria Bertani (LB) medium

yang dalam setiap 100 ml mengandung kanamycin 50 μg/ml, tryptone 1 gram,

yeast extract 0,5 gram, NaCl 1 gram, dan yeast extract agar 1,5 gram. Kemudian

diinkubasi pada suhu 37o C selama 48 jam. Koloni yang tumbuh diambil lalu

ditanam ke LB medium cair. Kemudian diinkubasi pada suhu 37o C selama 24

jam. Bakteri yang tumbuh pada LB cair kemudian diisolasi plasmidnya dengan

menggunakan GeneJET™ Plasmid Miniprep Kits (Fermentas). Media LB cair

disentrifus dengan kecepatan 5000 rpm dengan suhu 25ºC selama 10 menit.

Supernatan dibuang, pelet disuspensikan dengan menggunakan larutan resuspensi

sebanyak 250 µL. Larutan ditambahkan lysis solution sebanyak 250 µL kemudian

diresuspensi. Larutan ditambahkan neuralizaton solution 250 µL kemudian

diresuspensi sehingga larutan menjadi bening kembali. Larutan disentrifus dengan

kecepatan 5000 rpm dengan suhu 25ºC selama 10 menit. Supernatan dari hasil

sentrifus dipindahkan ke dalam GeneJET™ spin columns lalu disentrifus dengan

kecepatan 8000 rpm dengan suhu 25ºC selama 2 menit, ditambahkan 500 µL

washing solution yang sudah dicampur dengan ethanol, disentrifus kembali

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

25

dengan kecepatan 8000 rpm dengan suhu 25ºC selama 2 menit. Tabung

GeneJET™ spin columns bagian atas dipindahkan ke dalam tabung baru,

ditambahkan 30-50 µL elution buffer lalu disentrifus dengan kecepatan 8000 rpm

dengan suhu 25ºC selama 5 menit. Cairan dalam tabung diambil dan disimpan

pada suhu -20 ºC (Invitrogen, 2010).

2. Amplifikasi gen mrp 864

Hasil isolasi plasmid rekombinan diamplifikasi dengan metode PCR.

Komposisi larutan untuk proses amplifikasi gen mrp 864 bp dengan volume reaksi

25 µL terdiri dari Buffer PCR Mix Qiagen (12,5 µL), Primer Forward (2 µL ),

Primer Reverse (2 µL), DNA ( 2µL), dan dH2O (6,5 µL). Proses amplifikasi

dilakukan dengan kondisi sebagai berikut : denaturasi awal dengan suhu 94ºC

selama 2 menit, denaturasi dengan suhu 94ºC selama 1 menit, annealing dengan

suhu 58ºC selama 1 menit, extension dengan suhu 72ºC selama 1,5 menit, final

extension dengan suhu 72ºC selama 2 menit dan hold dengan suhu 4ºC.

Amplifikasi dilakukan sebanyak 30 siklus. Hasil amplifikasi dielektroforesis

menggunakan gel agarose 2% selama 30 menit dan hasilnya diamati dengan uv-

transilluminator.

Tabel 1. Urutan oligonukleotida primer untuk identifikasi molekuler S. suis

dengan PCR

Primer Target

gen

Primer sekuen 5’ -3’ Panjang

produk

mrp

864 F

mrp

864 R

MRP GTAACATCAGAATCACCACTTTTGGCTGGTC

CAAACTATTGCAGGACAGGTAGTTACTCCATCT

864 bp

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

26

3. Isolasi Protein MRP 864 Rekombinan

Sebanyak 500 µl kultur bakteri rekombinan diinokulasikan ke dalam 500

ml LB cair yang mengandung kanamycin 50 µg/ ml, kemudian tumbuhkan pada

suhu 37 ºC selama 24 jam dalam shaker incubator, disentrifus pada kecepatan

5000 rpm selama 5 menit, supernatan dibuang. Pelet ditambahkan 2-5 mL buffer

LEW, diresuspensi, dan ditambahkan 0,5 ml lysozyme 1 mg/ml, suspensi

dicampur, didiamkan dalam es selama 30 menit. Suspensi bakteri disonikasi

sebanyak 10 x 15 detik dengan jeda 15 detik. Suspensi bakteri disentrifus dengan

kecepatan 10.000 g pada suhu 4ºC selama 30 menit. Supernatan diambil dan

dimasukkan dalam tabung konikel bersih.

4. Purifikasi Protein MRP 864 Rekombinan

Supernatan hasil isolasi protein dimasukkan pada kolom Protino, dibiarkan

menetes dengan gravitasi. Apabila supernatan sudah menetes semua, kolom

Protino dicuci dengan buffer lysis equilibration washing (LEW) sebanyak dua

kali. Selanjutnya dielusi dengan buffer elution sebanyak 3 kali masing-masing 3

ml, kemudian hasil elusi ditampung dengan tabung konikel steril. Profil protein

dianalisis dengan SDS PAGE.

5. Perhitungan Konsentrasi Protein MRP 864 Rekombinan

Konsentrasi protein MRP ditentukan menggunakan uji Biorad. Protein

hasil elusi diambil masing-masing 2 µl kemudian ditambahkan 798 µl aquadest

dan 200 µl larutan Biorad Protein Assay. Larutan dibaca dengan spektrofotometer

dengan panjang gelombang 595 nm (Widayanti, 1999).

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

27

6. Induksi Antibodi pada Mencit

Sebanyak 10 ekor mencit strain Balb/c jantan yang sehat secara klinis,

berumur 6 minggu dengan berat sekitar 100 gram. Mencit tersebut diimunisasi

dengan antigen berupa protein MRP 864 dengan dosis 25 µg per mencit

(Baumgarten, 1992). Imunisasi pertama antigen diemulsikan dengan Complete

Freund’s adjuvant (CFA) dengan perbandingan 1:1 hingga homogen, kemudian

disuntikkan ke mencit secara intra-peritoneal. Imunisasi diulang dengan interval

10 hari selama 3 kali menggunakan Incomplete Freund’s adjuvant (IFA). Booster

akhir disuntikkan antigen MRP secara intravena selama 3 hari berturut-turut. Satu

ekor mencit digunakan sebagai kontrol (Vecht et al., 1991). Serum pada setiap

mencit dipantau produksi antibodi terhadap MRP menggunakan metode ELISA

(Salasia, 2000; Peter et al., 1985).

7. Pengukuran Titer Antibodi Mencit

Pengukuran titer serum mencit yang telah diimunisasi dilakukan dengan

metode indirect ELISA dengan membandingkan nilai absorbansi serum imunisasi

dengan serum non imunisasi (Burgess, 1995). Setiap sumuran plat mikro dilapisi

dengan 100 µl antigen (MRP) dalam buffer karbonat, diinkubasi semalam pada

suhu 37o

C, kemudian plat mikro dicuci dengan washing solution 200 µl tiap

sumuran sebanyak 3 kali. Sumuran di blocking dengan 1% BSA dalam buffer

inkubasi masing-masing 200 µl selama 1 jam pada suhu 37oC. Plat mikro dicuci

dengan washing solution 200 µl tiap sumuran sebanyak 3 kali. Sebanyak 100 µl

serum mencit (antibodi) ditambahkan ke tiap sumuran dengan pengenceran 1/25,

1/50, 1/100, 1/200, 1/400. 1/800, 1/1600, 1/3200, kemudian diinkubasi pada suhu

37oC selama 1 jam. Plat mikro dicuci dengan washing solution 200 µl tiap

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

28

sumuran sebanyak 3 kali. Tahap selanjutnya, konjugat (IgG antimouse alkaline

phosphatase) yang telah diencerkan dengan buffer inkubasi dengan perbandingan

1:3000 ditambahkan ke dalam sumuran dan diinkubasi 37oC selama 1 jam.

selanjutnya dilakukan pencucian sebanyak 3 kali dengan washing solution, 150 µl

substrat 4-nitrophenyl-phosphate (1 mg/ml dalam buffer substrat) ditambahkan ke

tiap sumuran dan diinkubasi 37oC. Setelah 30 menit inkubasi plat mikro dibaca

pada ELISA reader pada panjang gelombang 450 nm. Kontrol negatif diberi

buffer inkubasi sebagai pengganti antibodi. Mencit yang menunjukkan antibodi

cukup tinggi dilakukan pemanenan antibodi. Titer antibodi diperoleh dari hasil

perbandingan antara nilai absorbansi mencit perlakuan (imunisasi) dengan mencit

kontrol (non-imunisasi). Serum dengan titer > 1,000 dapat digunakan untuk

deteksi sampel serum lapangan (Burgess, 1995), tetapi dalam penelitian ini, serum

dengan titer tertinggi yang akan digunakan untuk deteksi serum lapangan.

8. Panen Antibodi Anti MRP 864 Rekombinan

Darah mencit diambil dengan menggunakan microhematocrit tanpa

koagulan melalui plexus retroorbitalis (cantus medial) sehingga didapatkan darah

mencit. Darah tersebut dimasukkan inkubator 37oC selama 30 menit, selanjutnya

dimasukkan lemari pendingin 4oC selama 10 menit, kemudian disentrifugasi 5

menit pada 10.000 rpm sehingga akan terlihat cairan bening terpisah dari

gumpalan darah. Cairan bening (serum) diambil, dimasukkan dalam tabung steril

dan disimpan pada suhu -20oC (Moore, 2000a; Moore, 2000b; Thomas, 2000).

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

29

9. Deteksi Serologis S. suis pada Babi

Sebanyak 40 sampel serum babi dari Wamena, Wouma, Napua dan Sigim

Papua dilakukan uji serologis dengan menggunakan antigen MRP 864 dan

antibodi anti MRP 864 yang telah diproduksi dengan metode antigen capture

ELISA. Antibodi anti MRP 864 yang digunakan adalah pengenceran 200x.

Setiap sumuran plat mikro dilapisi dengan 100 µl serum sampel,

diinkubasi semalam pada suhu 37oC. pada sumuran dilakukan washing sebanyak 3

kali, masing-masing 200 µl. sumuran di blocking dengan bovine serum albumin

(BSA) dalam buffer inkubasi, masing-masing 200 µl selama 1 jam pada suhu

37oC. Pada sumuran dilakukan washing sebanyak 3 kali, masing-masing 200 µl.

Inkubasi selanjutnya dengan 100 µl antigen (MRP) dalam buffer karbonat, selama

1 jam pada suhu 37oC, kemudian plat mikro dicuci dengan washing solution 200

µl tiap sumuran sebanyak 3 kali. Sebanyak 100 µl serum mencit (antibodi

poliklonal yang telah diproduksi di proses sebelumnya) ditambahkan ke tiap

sumuran dengan pengenceran 1/200, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama

1 jam. Plat mikro dicuci dengan washing solution 200 µl tiap sumuran sebanyak 3

kali. Tahap selanjutnya, konjugat (IgG antimouse alkaline phosphatase) yang

telah diencerkan dengan buffer inkubasi dengan perbandingan 1:3000

ditambahkan ke dalam sumuran dan diinkubasi 37oC selama 1 jam. Selanjutnya

dilakukan pencucian sebanyak 3 kali dengan washing solution, 150 µl substrat 4-

nitrophenyl-phosphate (1 mg/ml dalam buffer substrat) ditambahkan ke tiap

sumuran dan diinkubasi 37oC. Setelah 30 menit inkubasi nilai absorbansi dibaca

pada ELISA reader pada panjang gelombang 450 nm. Kontrol negatif diberi

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

30

buffer dan serum mencit yang tidak diimunisasi (mencit kontrol). Babi dikatakan

seropositif terinfeksi S. suis bila nilai absorbansi > 1,000.

10. Deteksi S. suis dengan Uji latex agglutination

a. Preparasi serum

Dalam penelitian ini digunakan serum mencit yang mengandung antibodi

anti MRP 864 rekombinan. Darah mencit diambil melalui plexus

retroorbitalis, selanjutnya darah yang diperoleh dimasukkan ke dalam

tabung yang sudah tersedia. Darah disentrifugasi dengan kecepatan 3000

rpm selama 10 menit. Setelah disentrifugasi, supernatan diambil dengan

mikropipet dan dipindahkan dalam tabung steril.

b. Preparasi Coating latex-serum

Partikel latex yang digunakan adalah suspensi latex (Difco, German) 0,8µ

dilarutkan dengan perbandingan 1:8 glycine-saline buffer (pH 8,0).

Suspensi latex yang sudah disediakan dicampur dengan serum yang

mengandung antibodi anti MRP 864 rekombinan dengan jumlah yang

sama, kemudian dilarutkan dengan glycine-saline buffer 1:1000,

selanjutnya diinkubasi semalaman pada suhu 4oC. Partikel yang telah di-

coating dicuci dengan NaCl fisiologis dan disuspensikan dengan

phosphat-buffer saline (PH 7,4) yang berisi 0,02% sodium azide dan

0,05% serum yang mengandung antibodi anti MRP 864 rekombinan

(Essers and Radebold, 1980).

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

31

c. Optimasi Konsentrasi S. suis

Bakteri S. suis R 225 ditumbuhkan pada media Todd Hewitt Broth (THB)

selama 24 jam pada suhu 37oC dalam keadaan anaerob. Suspensi bakteri

kemudian disentrifuge untuk mendapatkan pelet. Pelet diresuspensikan

kembali dengan PBS steril, kemudian diukur konsentrasi bakteri

berdasarkan standar Mc. Farland. Konsentrasi bakteri diencerkan sehingga

tersedia bakteri dengan konsentrasi 1010

, 109, 10

8, 10

7, 10

6, 10

5 CFU/ml.

Masing-masing konsentrasi bakteri tersebut diuji dengan latex

agglutination dengan menggunakan glass slide dan kertas oxoid. Masing-

masing posisi ditetesi reagen (coating latex-serum) dan masing-masing

konsentrasi bakteri dengan perbandingan 1:1. Reaksi positif ditunjukkan

dengan adanya aglutinasi.

E. Analisis Hasil

Hasil penelitian akan dianalisis secara deskriptif.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

32

ALUR PENELITIAN

Gambar 1. Alur Penelitian

Isolat transforman E. coli yang disisipi gen

mrp 864 dari S. suis ditanam di LB medium

Isolasi Protein MRP 864

Isolasi plasmid rekombinan

Purifikasi protein MRP 864

Panen antibodi anti MRP 864 Rekombinan

Imunisasi mencit dengan protein MRP 864 rekombinan

Pengukuran titer antibodi mencit

dengan indirect ELISA

Uji serum lapangan dengan antibodi anti

MRP 864 rekombinan dengan metode

Antigen Capture ELISA

PCR dan elektroforesis plasmid

Latex

agglutination

Optimasi

konsentrasi bakteri

(+) gen mrp 864 (-) gen mrp 864

Analisis hasil

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identifikasi Transforman

Bakteri E. coli BL-21 yang disimpan di gliserol ditumbuhkan kembali ke

media Luria Bertani (LB) padat yang mengandung kanamycin. Sebanyak 100µl

bakteri diambil dan ditanam dengan metode spreading. Media tersebut kemudian

diinkubasi dalam inkubator suhu 37oC selama 24 jam. Bakteri E. coli BL-21

merupakan vektor ekspresi yang sudah disisipi plasmid pET SUMO yang

mengandung gen mrp 864 Streptococcus suis. Setelah ditanam pada media LB

padat tampak tumbuh koloni berwarna putih (Gambar 2). Bakteri E. coli BL-21

mampu tumbuh pada media yang mengandung kanamycin sebab plasmid pET

SUMO mengandung gen yang resisten terhadap kanamycin.

Gambar 2. Pertumbuhan E. coli BL-21 yang disisipi plasmid pET SUMO

yang mengandung gen mrp 864 S. suis pada media LB padat

yang mengandung kanamycin.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

34

Berikut ini adalah peta plasmid pET SUMO yang digunakan untuk ligasi

produk PCR mrp 864. Gen mrp 864 diinsersi ke dalam multiple cloning site yang

terdapat di antara SUMO dan T7 terminator (Gambar 3). Plasmid pET SUMO

memiliki tipe sticky end sehingga gen yang akan diinsersi akan lebih mudah

diligasi.

Gambar 3. Peta pET SUMO 5643 bp (Invitrogen, 2010)

Bakteri E. coli BL-21 yang telah telah ditransformasi dengan plasmid pET

SUMO akan dapat tumbuh pada media LB yang mengandung kanamycin karena

pET SUMO memiliki gen resisten terhadap antibiotik kanamycin yang dijadikan

sebagai selectable marker.

B. Isolasi dan Amplifikasi Plasmid Rekombinan

Bakteri E. coli BL-21 yang tumbuh pada media LB padat kemudian

dipindahkan ke media LB cair diinkubasi 24 jam dalam shaker suhu 37oC. Pada

saat optical density (OD) mencapai 2,451 bakteri diambil untuk selanjutnya

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

35

dilakukan isolasi plasmid rekombinan. Isolasi plasmid rekombinan menggunakan

GeneJET™ Plasmid Miniprep Kits (Fermentas). Analisis untuk mengetahui

keberadaan gen mrp 864 dilakukan dengan cara PCR.

Plasmid MRP 864 rekombinan diskrining melalui amplifikasi sebanyak 30

siklus menggunakan sepasang primer. Primer mrp 864 Forward

(5’GTAACATCAGAATCACCACTTTTGGCTGGTC 3’) dan mrp 864 Reverse

(5’CAAACTATTGCAGGACAGGTAGTTACTCCATCT 3’). Primer sekuen

oligonukleotida yang digunakan berdasarkan penelitian yang dilakukan Silva et

al., (2006). Hasil PCR di elektroforesis pada gel agarose 2% selama 30 menit,

divisualisasi dengan menggunakan UV transilluminator menghasilkan pita

tunggal dengan ukuran ± 864 bp (Gambar 4).

Gambar 4. Elektroforegram hasil PCR gen mrp 864 S. suis pada gel agarose 2%

selama 30 menit. Isolat A, B, C2 dan D terdapat pita tunggal gen mrp

864, sedangkan pada isolat C1 tidak terdapat gen mrp 864.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

36

Elektroforesis hasil PCR tampak adanya pita tunggal berukuran 864 bp

pada isolat A, B, C2, dan D sedangkan isolat C1 tidak tampak adanya pita.

Metode PCR dilakukan untuk mengkonfirmasi ada atau tidaknya gen mrp 864 di

dalam bakteri E. coli BL-21 yang tumbuh. Pada isolat A, B, C2 dan D tampak

adanya pita tunggal berukuran 864 bp. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam

bakteri E.coli BL-21 terdapat gen mrp 864, sedangkan pada isolat C1 tidak

muncul adanya pita yang mengindikasikan bahwa di dalam bakteri tersebut tidak

terdapat gen mrp 864.

Sekuensing dilakukan untuk mengetahui urutan basa dan jumlah pasang

basa. Analisis sekuen basa nukleotida dilakukan dengan menggunakan primer

SUMO forward dan T7 terminator yang mengapit multiple cloning site (MCS)

dimana gen insert berada. Hasil pembacaan basa nukleotida dari arah primer

SUMO forward menghasilkan 961 bp dan pembacaan dari arah T7 terminator

menghasilkan 262 bp. Hasil sekuensing kemudian disejajarkan secara antiparalel.

Setelah disejajarkan didapatkan jumlah basa nukleotida yaitu 1118 bp (Supriyati,

2015). Hasil pengurutan sekuen gen dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

37

Tabel 2. Hasil pengurutan sekuen gen dengan primer SUMO forward dan T7

terminator (Supriyati, 2015).

Sampel Urutan Basa Nukleotida

1 agattcttgtacgacggtattagaattcaagctgatcagacccctgaagatttggacatggaggataacgat

attattgaggctcacagagaacagattggtggtgtaacatcagaatcaccacttttggctggtcttggtcaa

aaagagttggctaaaactgaagatgcaactcttgcaaaagctatagaggatgctcaaacaaaacttgcag

cagctaaggcaattttggctgactcagaagcaactgttgagcaagttgaagcgcaagtcgcagcggttaa

agtagccaacgaggcgctagggaatgaattgcaaaaatacactgtagatggtctcttgacagcggctctt

gatacagtagcacctgatacaactgcatcaacattgaaagttggtgatggcgaaggtacccttctagatag

cactacaacagcaacgccttcaatggctgagccaaatggtgcagcaattgctccacatacacttcgaactc

aagatggaattaaagcgacatcagagccaaattggtatacttttgaatcgtacgatttgtactcatataataa

aaatatggctagctcaacttataaaggagctgaagttgatgcctacattcgttactctttggataatgattcgt

caacaactgctgttttagcagagttggtaagtaggacaactggtgatgtgttagagaaatatacgattgaac

cgggcgagagtgttacgttttcacatccgacaaaagttaatgctaataatagcaatataactgtgacttatga

tacctcattagcttctgctaatactcctggagcattgaaattctctgctaatgatgatgtttattcaacaattattg

tacctgcttatcagattaatacaactcgttacgtcactgaaagtggcaaagttttggcaacctatggtcttcaa

actattgcaggacaggtagttactccatctagacaagcttaggtatttattcggcgcaaagtgcgtcgggtg

atgctgccaacttagtcgagcaccaccaccaccaccactgagatccggctgctaacaaagcccgaaag

gaagctgagttggctgctgccaccgctgagcaataacta

Hasil sekuensing kemudian dilakukan pemotongan untuk menghilangkan

sekuen vektor sehingga dapat diperoleh insert gen mrp 864 bp. Urutan nukleotida

hasil pemotongan dianalisis homologinya dengan database gen bank dengan

menggunakan program BLAST. Hasil program BLAST menunjukkan bahwa

sekuen gen rekombinan mrp 864 hanya dimiliki oleh bakteri Streptococcus suis.

C. Isolasi Protein MRP 864 Rekombinan

Bakteri E. coli BL-21 ditumbuhkan pada LB cair yang mengandung

kanamycin dan IPTG. Media LB cair di shaker selama 24 jam suhu 37o C. Untuk

mendapatkan protein, biakan bakteri tersebut kemudian disonikasi lalu

disentrifuge untuk memisahkan antara pelet dan supernatan. Supernatan yang

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

38

mengandung protein selanjutnya di SDS PAGE untuk melihat ekspresi dari

protein.

Bakteri E. coli BL-21 dikonstruksi khusus untuk mengekspresikan suatu

protein. Vektor ekspresi pET membawa T7 promoter yang bersifat kuat dalam

menginisiasi transkripsi mRNA. Bagian T7 promoter ini akan bekerja hanya

apabila RNA polymerase T7 menempel pada lacO dan tidak mengenali RNA

polymerase E. coli. Mekanisme ini dapat mengurangi resiko toksisitas protein

terhadap kelangsungan hidup E. coli BL-21. Bakteri E. coli BL-21 berfungsi

untuk memproduksi RNA polymerase T7 yang dibutuhkan oleh T7 promoter.

Kromosom E. coli BL-21 membawa gen rne131 yang menyandi RNase E untuk

meningkatkan stabilitas mRNA dalam memproduksi protein. Bakteri E. coli BL-

21 dan pET SUMO menggunakan sistem kerja operon laktosa. Operon laktosa

akan aktif setelah diinduksi IPTG, yang akan mengikat repressor (lacI) sehingga

transkripsi dapat berlangsung (Wu et al., 2009).

Gambar 5 adalah hasil SDS PAGE ekspresi whole protein E. coli BL-21

rekombinan yang ditumbuhkan pada media LB cair yang mengandung IPTG 1

mg/ml dan kanamycin 50 µg/ml. Pada penelitian ini digunakan stacking gel

dengan konsentrasi 2,5% dan resolving gel konsentrasi 12%, dirunning dengan

tegangan listrik 300 volt dan kekuatan arus listrik 100 ampere dalam waktu 2 jam.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

39

Gambar 5. Hasil SDS PAGE protein hasil ekspresi E. coli BL-21 rekombinan

Baris 1-2: ekspresi protein E.coli BL-21 dengan waktu inkubasi 6 jam

Baris 3-4: ekspresi protein E.coli BL-21 dengan waktu inkubasi 12 jam

Baris 5-6: ekspresi protein E.coli BL-21 dengan waktu inkubasi 18 jam

Baris 7-8: ekspresi protein E.coli BL-21 dengan waktu inkubasi 24 jam

Hasil SDS PAGE protein hasil ekspresi E. coli BL-21 rekombinan dengan

waktu inkubasi yang berbeda menunjukkan adanya peningkatan intensitas warna

pada pita-pita yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu

inkubasi maka konsentrasi protein yang dihasilkan akan semakin banyak. Nampak

juga adanya penebalan pita seiring dengan bertambahnya waktu inkubasi pada

pita ukuran 57 kDa yang merupakan ekspresi dari protein MRP 864 rekombinan.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

40

D. Purifikasi Protein MRP 864 Rekombinan

Purifikasi protein menggunakan kolom kromatografi (Protino® Ni-TED

2000 Packed Columns). Vektor plasmid pET SUMO didesain mengandung His-

Tag untuk mempermudah proses purifikasi karena protein yang diproduksi akan

berikatan dengan komponen Ni2+

sehingga dapat berikatan dengan ligan yang

sesuai. His-tag akan berikatan dengan ion Ni2+

yang terdapat pada kolom

komatografi afinitas (Protino® Ni-TED 2000 Packed Columns). Pada saat dielusi

dengan larutan yang mengandung afinitas lebih tinggi dari pada Ni2+

, maka

protein MRP 864 yang mengandung His-tag akan terlepas dari kolom dan larut ke

dalam cairan elusi. Hasil purifikasi protein dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Hasil purifikasi protein MRP 864 rekombinan S. suis dengan

menggunakan Protino® Ni-TED 2000 packed columns.

Nomor 1 dan 2 adalah ekspresi whole protein E. coli BL-21

rekombinan, nomor 3 adalah hasil purifikasi dari pelet, nomor

4 adalah hasil purifikasi dari supernatan.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

41

Pada Gambar 6 nomor 1 dan 2 merupakan whole protein dari E. coli BL-

21 rekombinan sebelum dilakukan purifikasi dengan Protino® Ni-TED 2000

Packed Columns. Nomor 3 merupakan hasil purifikasi protein dari pelet,

sedangkan nomor 4 merupakan hasil purifikasi protein dari supernatan. Pada

Gambar 6 terdapat 1 pita protein hasil purifikasi dari sampel supernatan dan tidak

terdapat pita protein pada purifikasi dari sampel pelet. Hal ini menunjukkan

bahwa protein MRP 864 rekombinan yang berikatan dengan Ni2+

bersifat soluble

protein. Terbentuknya pita tunggal berukuran sekitar 57 kDa pada hasil purifikasi

protein menunjukkan adanya ekspresi protein MRP 864 yang berhasil

dipurifikasi.

E. Perhitungan Konsentrasi Protein MRP 864 Rekombinan

Protein MRP 864 yang diperoleh selanjutnya diukur konsentrasinya

menggunakan kurva standar Biorad Protein Assay. Hasil pengukuran konsentrasi

protein MRP 864 yang dibaca dengan spektrofotometer dengan panjang

gelombang 595 nm ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Konsentrasi protein MRP 864 rekombinan S. suis diukur dengan Biorad

Protein Assay yang dibaca dengan spektrofotometer dengan panjang

gelombang 595 nm

Kode Transforman

E. coli BL-21

Konsentrasi protein

MRP 864

A 0,771 µg/ µL

B 0,782 µg/ µL

C2 0,567 µg/ µL

D 0,878 µg/ µL

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

42

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa konsentrasi protein yang

dihasilkan oleh masing-masing bakteri berbeda-beda. Hal ini dapat disebabkan

karena konsentrasi bakteri yang berbeda sehingga protein yang diekspresikan

jumlahnya juga berbeda. Setelah konsentrasi protein MRP 864 diketahui, maka

konsentrasi protein MRP 864 yang akan disuntikkan dapat dihitung sesuai dengan

dosis yang ditentukan. Protein MRP 864 rekombinan diencerkan dengan aquades,

kemudian diemulsikan dengan adjuvant sebelum disuntikkan ke mencit.

F. Induksi Antibodi anti MRP 864 Rekombinan

Protein MRP 864 hasil purifikasi digunakan untuk produksi antibodi

poliklonal. Produksi antibodi dilakukan dengan imunisasi protein MRP 864 pada

mencit Balb/c jantan berumur 6 minggu dengan dosis 25 µg/mencit secara

intraperitoneal dengan menggunakan adjuvant. Lokasi imunisasi optimal pada

mencit adalah pada cavum peritoneal karena penyuntikan intraperitoneal mudah

dilakukan dan antigen dapat mencapai pembuluh darah secara cepat. Imunisasi

secara intravena baik digunakan pada saat dilakukan booster untuk menstimulasi

organ limfoid (limpa) dalam proses produksi antibodi (Baumgarten, 1992).

Pada imunisasi pertama antigen diemulsikan dengan Complete Freund’s

Adjuvant/CFA, sedangkan pada imunisasi selanjutnya antigen diemulsikan dengan

Incomplte Freund’s Adjuvant/IFA. Tujuan penggunaan adjuvant adalah untuk

meningkatkan respon imun. Karena pemberian adjuvant mengakibatkan

perubahan struktur dan elektrostatik, sehingga antigen dibebaskan secara

bertahap. Stimulasi terhadap sistem imun berlangsung dalam waktu yang lebih

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

43

lama sehingga merangsang produksi antibodi. Hal ini menyebabkan imunogenitas

sistem kekebalan tubuh meningkat (Janeway et al., 2001).

Setiap 10 hari pasca imunisasi dilakukan pengambilan darah (serum) mencit,

kemudian dilakukan pengukuran titer antibodi mencit menggunakan metode

indirect ELISA secara duplo. Penentuan titer antibodi dilakukan dengan

membandingkan nilai absorbansi dari serum pasca imunisasi dengan serum

kontrol positif yang telah diketahui titernya secara pengenceran bertingkat.

Dengan cara ini didapatkan reprodusibilitas yang baik (Igarashi et al., 1981).

Dalam penelitian ini tidak ada serum kontrol positif yang telah diketahui titernya,

oleh karena itu perhitungan titer mengacu pada rasio P/N, yaitu rasio nilai

absorbansi antara serum imunisasi dibandingkan dengan serum non-imunisasi

(Burke and Nisalak, 1982). Hasil pengukuran titer antibodi mencit dapat dilihat

pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil pengukuran titer antibodi mencit pasca imunisasi dengan metode

indirect ELISA pengenceran serum 100x dibaca dengan ELISA reader

panjang gelombang 450 nm.

Kode

mencit

Titer Antibodi Pengenceran Serum

ke I

Serum

ke II

Serum

ke III

Serum

ke IV

A 1,065 1,232 1,258 1,215 100 x

B 1,348 2,064 2,437 2,685* 100 x

C2 1,143 1,476 1,737 2,072 100 x

D 1,527 1,807 1,743 2,152 100 x

Keterangan : * : Titer tertingggi

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa titer antibodi mengalami

peningkatan secara bertahap. Titer tertinggi dicapai pasca penyuntikan terakhir

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

44

setelah dilakukan booster dengan injeksi intravena. Penyuntikan antigen secara

intravena memacu peningkatan respon imun secara cepat. Titer tertinggi diperoleh

pada mencit B dengan nilai 2,685. Pada penelitian ini tidak memungkinkan

penggunaan kontrol positif dari babi sakit dikarenakan tidak tersedia laboratorium

hewan coba yang diperuntukkan untuk babi. Selain itu S. suis serotipe 2 bersifat

zoonosis sehingga dapat membahayakan peneliti dan lingkungan sekitar. Oleh

karena itu perhitungan didasarkan pada perbandingan nilai absorbansi dari mencit

imunisasi dengan mencit kontrol (non-imunisasi). Antibodi dari mencit B dengan

titer tertinggi digunakan sebagai bahan untuk deteksi infeksi S. suis di lapangan

dengan pengenceran 200x.

G. Hasil uji serologi infeksi S. suis pada babi dengan ELISA

Sebanyak 40 sampel serum babi asal Papua diuji secara serologis dengan

menggunakan ELISA. Pengujian ELISA merupakan pengujian kuantitatif

berdasarkan nilai absorbansi (Grol dan Schulze, 1992). Pada penelitian ini

digunakan metode antigen capture ELISA untuk mengetahui adanya antigen MRP

S.suis pada serum babi. Hasil uji serologis infeksi S. suis pada babi di Wamena

Papua dengan antigen dan antibodi anti MRP 864 rekombinan dapat dilihat pada

Gambar 7.

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

45

Gambar 7. Hasil uji serologi sampel serum babi asal Wamena Papua dengan

metode antigen capture ELISA. Baris 1-5 kolom A-D : hasil uji

serologi 20 sampel serum babi asal Wamena. Baris 1-3 kolom E :

kontrol positif dengan serum mencit yang diimunisasi.

Baris 1 sampai 5 kolom A-D adalah hasil uji serologis 20 sampel serum

babi asal Wamena dengan antibodi anti MRP 864 rekombinan S. suis. Baris 1

kolom E adalah hasil uji serologis serum dari mencit yang diinjeksi S. suis R 225.

Baris 2 dan 3 kolom E adalah kontrol positif dengan serum mencit yang

diimunisasi antigen MRP 864 rekombinan.

Dalam penelitian ini serum babi yang diduga terinfeksi S. suis direaksikan

dengan antigen MRP 864 rekombinan dan antibodi poliklonal hasil imunisasi

mencit. Teknik yang digunakan adalah metode antigen capture ELISA. Sebanyak

100 µl serum babi dimasukkan ke dalam sumuran, lalu diinkubasi semalaman

pada suhu 37oC. Bagian Fc dari immunoglobulin (IgG) yang terdapat dalam

serum babi akan menempel pada sumuran. Sedangkan bagian Fab akan berikatan

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

46

dengan antigen MRP 864 rekombinan. Bovine serum albumin (BSA) digunakan

untuk melapisi bagian sumuran yang tidak ditempeli immunoglobulin. Sebanyak

100 µl antigen MRP 864 rekombinan dalam buffer carbonat ditambahkan ke

dalam sumuran. Antigen ini akan diikat oleh bagian Fab dari IgG serum babi dan

IgG serum mencit. Setelah dicuci, 150 µl konjugat antimouse alkaline

phosphatase (ALP) dengan pengenceran 1:3000 ditambahkan pada sumuran.

Bagian Fc dari IgG serum mencit akan berikatan dengan Fab dari konjugat ALP.

Setelah dicuci ditambahkan 150 µl substrat NPP. Substrat ini akan menempel

pada bagian Fc dari konjugat ALP. Reaksi enzimatis ini akan memunculkan

warna kuning, hasil reaksi antara substrat NPP dengan konjugat ALP yang terikat

antigen dan antibodi. Semakin banyak IgG dari serum babi yang terikat pada

sumuran, semakin banyak antigen yang terikat dan bereaksi dengan IgG dari

serum mencit, sehingga warna kuning yang dihasilkan akan semakin pekat.

Sumuran dibaca pada ELISA reader pada panjang gelombang 450 nm untuk

mengetahui nilai absorbansi. Babi positif terinfeksi S. suis jika nilai absorbansi

lebih dari 1,000. Hasil seropositif apabila nilai absorbansi > 1,000 sedangkan hasil

seronegatif apabila nilai absorbansi < 1,000. Hasil pengukuran nilai absorbansi

dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil pengujian 40 sampel serum babi asal Papua

dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

47

Tabel 5. Hasil uji antigen capture ELISA pada serum babi terduga infeksi S. suis

di beberapa wilayah Papua

Wilayah

Jumlah Sampel

Hasil Uji

Seropositif

(> 1,000)

Seronegatif

(< 1,000)

Wamena 20 12 (60%) 8 (40%)

Wauma 7 6 (87,7%) 1 (12,3%)

Napua 6 5 (83,3%) 1 (16,7%)

Sigim 7 3 (42,8%) 4 (57,2%)

Total 40 26 (65%) 14 (35%)

Berdasarkan hasil uji serologis dengan metode antigen capture ELISA

diketahui bahwa serum babi asal Wamena seropositif terhadap MRP 864

rekombinan S. suis sebanyak 12 sampel (60%), sampel asal Wauma seropositif

terhadap MRP 864 rekombinan S. suis sebanyak 6 sampel (85,7%), sampel asal

Napua seropositif terhadap MRP 864 rekombinan S. suis sebanyak 5 sampel

(83,3%), sampel asal Sigim seropositif terhadap MRP 864 rekombinan S. suis

sebanyak 3 sampel (42,8%). Apabila ditotal secara keseluruhan dari 40 sampel S.

suis 26 sampel (65%) seropositif terhadap MRP 864 rekombinan S. suis,

sedangkan 14 sampel (35%) negatif.

Berdasarkan uji serologis terhadap 40 sampel babi asal Papua,

menunjukkan bahwa 65% babi positif terinfeksi S. suis. Hal ini ditunjukkan

dengan adanya perubahan warna kuning pada plat mikro dan ketika diukur dengan

ELISA reader menunjukkan nilai absorbansi lebih dari 1,000 yang berarti bahwa

di dalam serum babi terdapat antigen S. suis yang bereaksi positif terhadap

antibodi anti MRP 864 rekombinan. Hasil uji serologis ini memperkuat hasil

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

48

penelitian yang telah dilakukan oleh Salasia et al., (2011) yang menyebutkan

bahwa Papua kemungkinan merupakan daerah endemik S. suis dengan telah

berhasil diisolasi S. suis pada cairan persendian babi pada tahun 2008 di Timika,

Papua.

Metode ELISA cukup sensitif dan informatif untuk deteksi keberadaan

infeksi S. suis secara serologis berdasar penanda MRP rekombinan. Sensitifitas ini

dilihat berdasarkan ikatan antigen dan antibodi dibandingkan dengan kontrol

mencit non imunisasi dikarenakan tidak adanya kontrol positif dari babi yang

diinfeksi S. suis serotipe 2. Penggunaan antibodi poliklonal sebagai sarana deteksi

memiliki keuntungan dapat mengenali berbagai macam epitop antigen, sehingga

memiliki toleransi terhadap perubahan yang terjadi pada antigen. Namun

kekurangannya adalah dapat terjadi reaksi silang atau mengenali epitop yang

homolog dari spesies/strain yang berbeda (Lipman et al., 2005).

Penggunaan perangkat diagnostik yang berdasarkan antigen protein MRP

864 dan antibodi anti MRP 864 mempunyai beberapa kelebihan diantaranya

penggunaan antibodi poliklonal cukup sensitif karena adanya beberapa epitop,

sehingga afinitasnya lebih luas. Akan tetapi penggunaan antibodi poliklonal

memiliki kelemahan karena tidak spesifik bereaksi terhadap satu protein saja.

Deteksi infeksi S. suis serotipe 2 dengan perangkat ini sudah dapat diaplikasikan

di lapangan. Namun untuk peneguhan diagnosa diperlukan antibodi monoklonal

yang sifatnya lebih spesifik terhadap suatu infeksi.

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

49

H. Latex Agglutination

Prinsip uji latex agglutination adalah dengan cara melapisi partikel latex

dengan serum yang mengandung antibodi anti MRP 864 rekombinan kemudian

direaksikan dengan bakteri pada glass slide dan kertas oxoid. Reaksi positif

ditunjukkan dengan adanya agregasi/aglutinasi pada glass slide dan kertas oxoid.

Aglutinasi terjadi karena adanya reaksi antara partikel latex yang telah dilapisi

serum yang mengandung antibodi dengan komponen permukaan dari bakteri

tertentu.

Dalam penelitian ini digunakan metode direct latex agglutination karena

partikel latex akan dilapisi oleh antibodi anti MRP rekombinan dan akan

direaksikan dengan bakteri S. suis R 225 sebagai antigen. Partikel latex juga

direaksikan dengan bakteri Staphylococcus aureus (S. aureus) dan Eschericia coli

(E. coli) untuk melihat spesifisitas dari uji ini. Hasil uji latex aglutinasi dapat

dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Hasil uji latex aglutinasi pada kertas oxoid. Kolom A baris 1-3 : reaksi

antara partikel latex dengan S. suis (+), kolom B baris 1: kontrol

negatif (latex-aquades), kolom B baris 2: reaksi partikel latex dengan

E. coli (-), kolom B baris 3: reaksi partikel latex dengan S. aureus (-).

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

50

Baris 1 adalah hasil uji latex dengan bakteri S. suis konsentrasi 1010

CFU/ml (A) dibandingan dengan kontrol negatif berupa aquadest (B), baris 2

adalah hasil uji latex dengan bakteri S. suis konsentrasi 109

CFU/ml (A)

dibandingan dengan bakteri E. coli (B), baris 3 adalah hasil uji latex dengan

bakteri S. suis konsentrasi 108

CFU/ml (A) dibandingan dengan bakteri S.aureus

(B). Gambar 8 menunjukkan bahwa partikel latex yang telah disensitisasi dengan

antibodi anti MRP 864 rekombinan hanya bereaksi positif terhadap bakteri S. suis

dan tidak bereaksi terhadap bakteri lain. Hal ini membuktikan bahwa uji latex

aglutinasi dengan antibodi anti MRP 864 bersifat spesifik terhadap antigen S. suis.

Hal ini disebabkan karena hanya bakteri S. suis saja yang memiliki protein MRP,

sehingga dapat bereaksi dengan antibodi anti MRP 864 rekombinan.

Uji aglutinasi latex akan memvisualisasi adanya ikatan antigen-antibodi

spesifik, dimana ukuran partikel latex lebih besar dari partikel antigen maupun

antibodi, sehingga akan memperjelas aglutinasi yang terbentuk dan lebih mudah

teramati oleh mata (Hendrix and Sirois, 2002; Natalia, 2001; Ratnasari, 2010).

Pada uji ini permukaan partikel latex telah disensitisasi dengan serum mencit yang

mengandung antibodi anti MRP 864 rekombinan, sehingga ketika ditambahkan

antigen yang spesifik maka akan timbul reaksi aglutinasi.

Agar visualisasi lebih jelas, maka dilakukan pengamatan hasil uji latex

aglutinasi dengan menggunakan mikroskop perbesaran 100x. Hasil pengamatan

uji latex aglutinasi di bawah mikroskop dapat dilihat pada Gambar 9.

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

51

Gambar 9. Visualisasi uji latex aglutinasi pada mikroskop perbesaran 100 kali.

Kiri : Partikel latex sebelum direaksikan, Kanan : Reaksi aglutinasi

partikel latex-bakteri S. suis R 225 dengan konsentrasi 1010

CFU/ml

dengan pewarnaan safranin.

Pada uji latex aglutinasi yang dilakukan dalam penelitian ini, latex dilapisi

dengan antibodi anti MRP 864 rekombinan yang terdapat dalam serum darah.

Partikel latex bereaksi positif terhadap bakteri S. suis R 225 karena bakteri

tersebut memiliki muramidase released protein (MRP) yang dapat berikatan

dengan antibodi anti MRP 864 rekombinan sehingga menimbulkan aglutinasi.

Partikel latex tidak bereaksi dengan bakteri S.aureus dan E. coli karena bakteri

tersebut tidak memiliki muramidase released protein, sehingga tidak dapat

berikatan dengan latex yang dilapisi antibodi anti MRP 864 rekombinan. Hal ini

menandakan bahwa uji latex aglutinasi spesifik terhadap antigen tertentu dan tidak

terjadi reaksi silang dengan antigen dari bakteri lain.

Untuk mengetahui sensitifitas uji latex aglutinasi dilakukan optimasi

dengan mereaksikan partikel latex yang telah dilapisi dengan bakteri S. suis R 225

berbagai konsentrasi. Interpretasi hasil dinyatakan dalam +++, ++, + dan -,

berdasarkan banyaknya aglutinat yang terbentuk sampai tidak terbentuk aglutinat

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

52

atau yang dinyatakan dalam hasil negatif (-). Positif tiga (+++) ditandai dengan

aglutinat yang sangat besar, banyak aglutinat pada tepi suspensi, dan latar

suspensi tidak terlihat jernih. Positif dua (++) ditandai dengan terbentuknya

aglutinat yang besar yang hampir memenuhi latar suspensi yang diuji. Positif satu

(+) ditandai dengan terbentuknya aglutinat kecil, latar tidak tampak jernih. Hasil

negatif (-) ditandai dengan tidak terbentuknya aglutinat dan latar belakang bersih

(Anonim, 2002). Hasil optimasi uji latex aglutinasi dengan bakteri S. suis R 225

berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil optimasi uji latex agglutination dengan bakteri S. suis R 225

berbagai konsentrasi

Jumlah sel S. suis R 225 (CFU/ml)

Sampel 1010

109 10

8 10

7 10

6 10

5

S. suis ++ ++ + - - -

Keterangan : ++ : terbentuk aglutinat besar yang hampir memenuhi latar suspensi.

+ : terbentuk aglutinat kecil, latar tidak tampak jernih.

- : tidak terbentuk aglutinat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa latex aglutinasi bereaksi positif

dengan suspensi bakteri dengan konsentrasi tertinggi 1010

CFU/ml dan terendah

pada konsentrasi 108

CFU/ml. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa uji

latex dapat digunakan untuk mendeteksi S. suis dalam dengan konsentrasi

minimal 108 CFU/ml.

Keunggulan dari metode latex aglutinasi adalah metode ini praktis, tidak

memerlukan biaya yang tinggi, sederhana, dan cepat. Kelemahan dari metode ini

adalah stabilitas partikel latex yang tidak dapat bertahan dalam jangka waktu yang

lama. Berdasarkan hasil penelitian ini, uji latex aglutinasi dapat digunakan untuk

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/87638/potongan/S2-2015... · 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus suis pada babi merupakan

53

mendeteksi serum yang mengandung bakteri dengan konsentrasi minimal 108

CFU/ml. Apabila konsentrasi bakteri kurang dari 108 CFU/ml kemungkinan akan

terjadi negatif palsu, sehingga perlu dilakukan kultur bakteri ke media kultur

sampai konsentrasi bakteri mencapai batas minimal 108 CFU/ml agar hasil uji

latex aglutinasi yang didapatkan tidak terjadi bias.

Menurut Martin et al. (1987) suatu uji dikatakan sensitif apabila uji tersebut

mampu mendeteksi hasil yang positif bila penyakit tersebut benar-benar ada.

Dengan kata lain dapat juga dinyatakan bahwa makin sensitif suatu uji maka ia

mampu mendeteksi adanya suatu penyakit, sedangkan untuk dinyatakan spesifik

apabila uji tersebut mampu mendeteksi hasil yang negatif bila penyakit yang diuji

benar-benar tidak ada.