Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam era globalisasi ini persoalan kepemimpinan selalu memberikan kesan
yang menarik. Suatu organisasi atau perusahaan akan berhasil atau bahkan gagal,
sebagian besar di tentukan oleh kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan suatu
topik bahasan yang klasik, namun tetap sangat menarik untuk diteliti karena
sangat menentukan berlangsungnya suatu organisasi. Kepemimpinan itu
esensinya adalah pertanggungjawaban. Masalah kepemimpinan masih sangat baik
untuk diteliti karena tiada habisnya untuk dibahas di sepanjang peradaban umat
manusia. Terlebih pada zaman sekarang ini yang semakin buruk saja moral dan
mentalnya. Ibaratnya, semakin sulit mencari pemimpin yang baik (good leader).
Pemimpin yang baik sebenarnya pemimpin yang mau berkorban dan peduli untuk
orang lain serta bersifat melayani. Tetapi, kenyataannya berbeda. Bila kita lihat
sekarang para pemimpin kita, dari lapisan bawah sampai lapisan tertinggi, dari
pusat hingga ke daerah-daerah. Banyak pemimpin yang hadir dengan tanpa
mencerminkan sosok pemimpin yang seharusnya, malah terlihat adanya
pemimpin-pemimpin yang jauh dari harapan rakyat, tidak peduli dengan nasib
rakyat bawah, dan hampir tidak pernah berpikir untuk melayani masyarakat.
Karena kepemimpinan mereka lebih dilandasi pada keinginan pribadi dan lebih
mengutamakan kepentingan kelompok.
Gaya kepemimpinan diaartikan sebagai perilaku atau cara yang dipilih dan
dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap, dan
perilaku organisasinya (Nawawi, 2003:113). Gaya kepemimpinan adalah cara
seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerjasama dan
bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi (Malayu, 2000:167).
Bentuk kepemimpinan yang diyakini dapat mengimbangi pola pikir dan
refleksi paradigma-paradigma baru dalam arus globalisasi dirumuskan sebagai
kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional.
Kepemimpinan transfromasional digambarkan sebagai kepemimpinan yang
membangkitkan atau memotivasi pegawai untuk dapat berkembang dan
membangkitkan atau memotivasi pegawai untuk dapat berkembang dan mencapai
2
kinerja atau tingkat yang lebih tinggi lagi sehingga mampu mencapai lebih dari
yang meraka perkirakan sebelumnya. Sedangakan kepemimpinan transaksional
digambarkan sebagai kepemimpinan yang memberikan penjelasan tentang apa
yang menjadi tanggung jawab atau tugas bawahan dan imbalan yang mereka
dapatkan jika mencapai standar tertentu.
Melihat betapa pentingnya peran dari sseorang pemimpin, maka seorang
pemimpin harus berkembang dalam hal gaya kepemimpinannya agar dapat
memimpin bawahannya dengan baik sehingga tujuan organisasi dapat dicapai
secara efektif dan efisien.
Berdasarkan uraian tersebut diatas dengan demikian peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian mengenai : “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap
kinerja Kerja Karyawan pada VP Reliability di PT Pertamina (Persero)”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana gaya kepemimpinan yang ada di VP Reliability pada PT.
Pertamina (Persero) ?
2. Bagaimana kinerja karyawan pada VP Reliability?
3. Apakah ada hubungannya antara Gaya Kepemimpinan dengan Kinerja
Karyawan?
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian ini, diperoleh batasan masalah sebagai berikut:
1. Objek penelitian dilakukan hanya pada karyawan di VP Reliability PT. Pertamina
(Persero).
2. Penelitian ini hanya menggunakan satu metode yaitu metode tinjauan dokumen
3. Pengumpulan dan pengambilan data dilakukan observasi secara langsung yaitu
dengan cara wawancara dan kuesioner.
4. Perhitungan pengambilan data menggunakan software SPSS
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada pertanyaan penelitian maka dapat disusun tujuan penelitian
sebagai berikut:
3
1. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan yang ada di VP Reliability pada PT.
Pertamina (Persero).
2. Untuk mengetahui kinerja karyawan di VP Reliability pada PT. Pertamina
(Persero).
3. Untuk mengukur sejauh mana pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja
karyawan di VP Reliability pada PT Pertamina (persero).
1.5 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian ini diatas maka hasil yang diperoleh dari kajian ini
akan dapat memberikan manfaat bagi seorang pemimpin dapat mengetahui
bagaimana bersikap sebagai seorang pemimpin yang baik serta mengetahui bahwa
gaya kepemimpinan dapat mempengaruhi kinerja karyawan untuk kebijakan
perusahaan di masa yang akan datang, mengetahui kepemimpinan dan tindakan apa
yang harus dilakukan bila menjadi pemimpin memberikan tambahan informasi
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan guna melakukan penelitian yang lebih
baik.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Administrasi
Kerjasama manusia yang didasarkan atas pertimbagan rasional guna
mencapai tujuan secara bersama sesuatu sekedar ada dalam pemikiran artinya apabila
kerja sama dilakukan tidak secra rasional proses administrasi tidak dapat tercapai
sepetti apa yang diharapkan. demikian pula implikasi lainya bahwa administrasi
dapat dipahami sebagai focus kajian dan kala itu dilakukan maka administrasi
dijadikan objek pengkajian, berbagai fenomena. administrasi dikaji dari berbagai sisi
dan dimensi atau aspek2 tertentu,sebagaimana aspek hukum yang melakukan
pengkajian terhadap administrasi yang melahirkan kajian hukun administrasi,
demikian pula dengan aspek-aspek lain seperti aspek pembangunan, aspek politik
sampai pada aspek teknik terhadap berbagai fenomena dari setiap instrumen
administrasi seperti instrument manusia, uang, peralatan, dan pasar sebagai sasaran
yang akan dicapai.
Sejak berkembangnya ilmu administrasi sebagai suatu ilmu pengetahuan,
maka administrasi terus dikembangkan melalui periode. Dengan hasil dari berbagai
penelitian, pengkajian, konsep rumus-rumus dan dalil-dalil administrasi atau
manajemen telah di sempurnakan sehingga menghasilkan berbagai teori seperti teori
birokrasi, teori motivasi, teori Herzberg yang menghasilkan dua jenis faktor dan teori
Mc C Cellend yang menjelaskan teori kebutuhan.
Sebagai ilmu pengetahuan maka jika diletakan dalam tertib keilmuan, ilmu
administrasi adalah tergolong sebagai ilmu yang mono disiplin, persyaratan yang
harus dipatuhinya yang menempatkan ilmu pengetahuan administrasi sebagai suatu
disiplin, suatu kebulatan mata ajaran yang dipelajari dan menjadikan seseorang yang
mempelajari menjadi seseorang memiliki keahlian spesifik, memiliki kompetensi
karena otoritas ilmu yang dimiliki, memiliki profesionalitas yang dapat diaplikasikan
di dalam kehidupan guna kemasyalahatan manusia baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Dengan demikian pengetian administrasi dikelompokkan dalam dua katagori
yaitu:
5
1. Pengertian Administrasi dalam Arti Sempit
Administrasi dalam arti sempit berasal dari bahasa Belanda yaitu
Administratie yang artinya pekerjaan menulis atau ketatausahaan.
Sedangkan menurut Tjeng Bing T ie yang dikutip oleh Fitriyanti (2007)
administrasi dalam arti sempit adalah sebagai pencatatan dan pemberian
bahan – bahan yang diperlukan untuk pelaksanaan pimpinan.
2. Pengertian Administrasi dalam Arti Luas
Administrasi dalam arti luas Ordway Tead (Fitriyanti, 2007) merupakan
kegiatan yang harus dilakukan oleh pejabat eksekutif dalam suatu
organisasi yang bertughas mengatur, memajukan, dan melengkapi usaha
kerjasama sekumpulan orang yang sengaja dihimpun untuuk mencapai
tujuan tertentu.
2.1.1 Pengertian Adminsitrasi Bisnis
Istilah administrasi bisnis adalah ilmu sosial yang mempelajari proses kerja
sama antara dua orang atau lebih dalam upaya mencapai suatu tujuan merupakan
ilmu yang berfokus pada perilaku manusia. Sebagai ilmu administrasi mempunyai
objek, subjek dan metode. Objek dari ilmu administrasi adalah orang – orang
dengan perilakunya, subjek yang dipelajari adalah bentuk atau bagian serta
mekanisme kerja sama, sedangkan metode merupakan cara atau pemikiran yang
dikembangkan untuk mencapai tujuan dari kerjasama tersebut.
Di Indonesia masih jarang ditemui para ahli atau pelaku administrasi yang
memberikan definisi dari sudut pandang yang secara komprehensif. Selama ini
masih sangat sedikit definisi tentang administrasi niaga.Admisnistrasi Niaga atau
yang sekarang menjadi popular dengan sebutan Administrasi Bisnis, adalah bagian
dari ilmu-ilmu sosial yang mempelajari proses kerja sama antara dua orang atau
lebih dalam upaya mencapai suatu tujuan, merupakan ilmu yang berfokus pada
perilaku manusia. Administrasi sebagai salah satu bagian dari ilmu pengetahuan
yang membahas masalah-masalah sosial berada pada sebuah sistem terbuka yang
mempelajari proses kerja sama. Sebagai ilmu, administrasi merupakan sebuah
6
sistem terbuka. Sebagai sebuah sistem terbuka Ilmu Administrasi berkembang
melalui tahap-tahap yang pada setiap tahapnya menciptakan pengetahuan baru yang
berangkat dari permasalahan yang dihadapi.
Berikut ini pengertian dan definisi Administrasi Bisnis menurut beberapa ahli
antara lain:
1. Prajudi (1982) menjelaskan bahwa “Ilmu Administrasi Niaga atau Ilmu
Administrasi Bisnis adalah cabang ilmu administrasi yang secara khas
mempelajari administrasi daripada dan terdapat di dalam organisasi-
organisasi bisnis, dengan pengertian bahwa yang dimaksud dengan bisnis
hanyalah bisnis yang mengejar laba (profit, winst), atau yang
mempergunakan laba sebagai indikator daripada efisiensi operasinya.
Sebagian besar atau terbesar daripada organisasi-organisasi niaga tersebut
merupakan perusahaan”.
2. Sondang (2010) mendefinisikan Administrasi Niaga sebagai keseluruhan
kegiatan mulai dari produksi barang dan / atau jasa sampai tibanya barang
atau jasa tersebut di tangan konsumen.
3. Poerwanto (2006) berpendapat bahwa, Administrasi Bisnis adalah
keseluruhan kerja sama dalam memproduksi barang atau kerja sama dalam
memproduksi barang atau jasa yang dibutuhkan dan diinginkan pelanggan
hingga pada penyampaian barang atau jasa tersebut kepada pelanggan
dengan memperoleh dan memberikan keuntungan secara seimbang,
bertanggung jawab dan berkelanjutan.
2.1.2 Ruang Lingkup Administrasi Bisnis
Ilmu Administrasi sebagai bagian dari ilmu-ilmu sosial merupakan ilmu
terapan, yaitu ilmu yang langsung mempunyai kaitan dan manfaat pada kegiatan
manusia. Sebagai bagian dari ilmu-ilmu sosial Ilmu Adminstrasi berkembang pesat
selaras dengan perkembangan dinamika kerjasama antar manusia yang makin
kompleks. Kuatnya arus perkembangan studi dalam administrasi menciptakan
7
berbagai bidang kajian yang pada perkembangan selanjutnya melahirkan
spesialisasi pada disiplin ilmu tertentu.
Disiplin-disiplin ilmu yang muncul sebagai akibat dari arus studi
administrasi, organisasi manajemen secara berkesinambungan menghasilkan
disiplin-disiplin ilmu yang menjadi bagian dari ilmu administrasi, diantaranya, Ilmu
Administrasi Negara, Ilmu Administrasi Niaga/Bisnis, dan Ilmu Administrasi
Internasional serta masih terus berkembang. Masing-masing disiplin mempunyai
cirri-ciri sendiri dan melahirkan ruang lingkup studi yang baru. Ruang lingkup studi
administrasi mencakup berbagai aspek yang didasarkan pada proses kerja sama.
Sondang (2010) mendepenelitiankan terdapat Sembilan kajian yang termasuk
dalam ruang lingkup studi administrasi yaitu: 1) Filsafat; 2) Administrasi; 3)
Manajemen; 4) Kepemimpinan; 5) Human Relations; 6) Organisasi; 7)
Administrasi Negara; 8) Administrasi Niaga; dan 9) Manusia.
Prajudi (1980) mengembangkan ruang lingkup studi administrasi yang
didasarkan pada konsep kerja yang terdiri dari: 1) Manajemen; 2) Organisasi; 3)
Komunikasi; 4) Kepegawaian; 5) Keuangan; 6) Perbekalan; 7) Hubungan
masyarakat; dan 8) Tata Usaha.
Ruang lingkup Administrasi Niaga, meliputi: manusia, masyarakat, dan
administrasi sebagai suatu interaksi sosial, pengertian sistem sebagai falsafah dasar
bagi administrasi, tata usaha dan informatika, organisasi sebagai corak hidup
manusia modern, manajemen dalam perspektif pertumbuhannya, pembuatan
keputusan manajerial, perencanaan manajemen, pengawasan manajerial serta
beberapa segi pelengkap administrasi dan bisnis. Administrasi pada intinya
melingkupi seluruh kegiatan dari pengaturan hingga pengurusan sekelompok orang
yang memiliki diferensiasi pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan bersama.
Administrasi dapat berjalan dengan dua atau banyak orang terlibat di dalamnya.
2.2 Organisasi
Organisasi adalah bentuk kegiatan kerjasama yang teratur guna mencapai
hasil yang bermutu sesuai keinginan manuasia yang bermutu sesuai keinginan
manusia yang terlibat dalam kerjasama itu. Oleh karena itu berorganisasi bukan saja
penting bagi kehidupan manusia akan tetapi justru menjadi kodrati manusia sejak
8
awal keberadaanya dalam kehidupan baik daam kedudukannya sebagai individu dan
apalagi dalam kapasitas sebagai anggota masyarakat.
Organisasi adalah bentuk formal dari sekelompok manusia dengan tujuan
individualnya masing-masing (gaji, kepuasan kerja, dll) yang bekerjasama dalam
suatu proses tertentu untuk mencapai tujuan bersama (tujuan organisasi). Agar tujuan
organisasi dan tujuan individu dapat tercapai secara selaras dan harmonis maka
diperlukan kerjasama dan usaha yang sungguh-sungguh dari kedua belah pihak
(pengurus organisasi dan anggota organisasi) untuk bersama-sama berusaha saling
memenuhi kewajiban masing-masing secara bertanggung jawab, sehingga pada saat
masing-masing mendapatkan haknya dapat memenuhi rasa keadilan baik bagi
anggota organisasi/pegawai maupun bagi pengurus organisasi/pejabat yang
berwenang.
Pada awalnya, pengertian organisasi masih dalam persfektif struktural
dimana bangunan atau kerangka yang terbentuk didasarkan pada pemenuhan
keinginan, kebutuhan, insting manuasia yang memungkinkan manusia berinteraksi
antara sesamanya, sehingga bentuk dari organisasi sesuai kerangka dari kebutuhan,
keinginan, insting yang ingin dicapai oleh para anggotanya dalam satu kesatuan
organisasi. disinilah dimungkinkan besarnya kecilnya suatu organisasi terbentuk
sesuai luas dan sempitnya tujuan yang diinginkan.
Konsepsi organisasi yang terumus berdasarkan persfektif pra klasik serta atas
dasar realitas kehidupan yang terbentuk oleh ajaran keahlian, berjalan dan
berlangsung sesuai zamannya hingga muncul zaman renaissance pada abad
pertengahan, abad mulai munculnya industrialilasi pada negara-negara didaratan
Eropa Kontinenta; serta sejumlah negara-negara di kawasan Amerika seperti negara
Amerika Serikat dan teori organisasi yang berkembang sampai saat ini ada 3 yaitu:
1. Teori Organisasi Klasik
Teori ini biasa disebut dengan “teori tradisional” atau disebut juga “teori
mesin”. Berkembang mulai 1800-an (abad 19). Dalam teori ini organisasi
digambarkan sebuah lembaga yang tersentralisasi dan tugas-tugasnya
terspesialisasi serta memberikan petunjuk mekanistik structural yang kaku tidak
mengandung kreatifitas.
9
Dikatakan teori mesin karena organisasi ini menganggap manusia bagaikan
sebuah onderdil yang setiap saat bisa dipasang dan digonta-ganti sesuai kehendak
pemimpin.
Definisi organisasi menurut Teori Klasik:
Organisasi merupakan struktur hubungan, kekuasaan-kekuasaan, tujuan-
tujuan, peranan-peranan, kegiatan-kegiatan, komunikasi dan faktor-faktor lain
apabila orang bekerja sama.
Teori organisasi klasik sepenuhnya menguraikan anatomi organisasi formal.
Empat unsur pokok yang selalu muncul dalam organisasi formal:
a. Sistem kegiatan yang terkoordinasi
b. Kelompok orang
c. Kerjasama
d. Kekuasaan dan kepemimpinan
Sedangkan menurut penganut teori klasik suatu organisasi tergantung pada
empat kondisi pokok: kekuasaan, saling melayani, doktrin, disiplin, sedangkan
yang dijadikan tiang dasar penting dalam organisasi formal adalah:
a. Pembagian kerja (untuk koordinasi)
b. Proses skalar dan fungsional (proses pertumbuhan vertikal dan
horizontal)
c. Struktur (hubungan antar kegiatan)
d. Rentang kendali (berapa banyak atasan bisa mengendalikan bawahan)
2. Teori Organisasi Modern
Konsepsi modern pada hakikatnya telah diaplikasikan sejak awal penerapan
prinsip-prinsip manajemen universal yang dikembangkan oleh Taylor dan Fayol
walaupun dalam pemikiran struktural fungsional atau dalam pemikiran klasik
Perjalanan teori organisasi klasik dari awal hingga diperlakukannya
pendekatan perilaku yang pada puncaknya pada tahun 1960,untuk kemudian
bergeraknya penggunaan tenaga kerja oleh perusahaan dan industri yang
menyerap tenaga kerja yang banyak, melahirkan pendekatan baru terhadap
keberadaan setiap organisasi.
10
Pendekatan kontingensi yang dipandang sebagai pendekatan baru yang
memberikan bebagai kemunginan yang dapat membentuk organisasi, menjadikan
organisasi berdasarkan teori organisasi modern berada dalam jumlah yang banyak
sesuai kemungkinan yang menghendakinya. Namun, di dalam pendekatan
demikian itu, maka teori organisasi modern tetap menggunakan pendekatan
rasional mekanistik yang pada gilirannya, setiap organisasi secara teoritik akan
selalu berada dalam suatu sistem, suatu yang terdiri dari begitu banyak bagian-
bagian dalam suatu keseluruhan.
3. Teori Organisasi Postmodernisme
Postmodernisme adalah suatu pemikiran mutakhir, pemikiran yang
didasarkan pada petimbangan probabilitas atau yang biasa disebut dengan
pemikiran quantum. Postmodernisme adalah pemikiran yang muncul setelah
terjadi krisis ilmu dimana semua teori tidak dapat lagi digunakan untuk
memecahkan masalah.
Jika pada teori organisasi klask dan teoriorganisasi modern, terbentunya suaru
organisasi berangkat dari struktur sebagai pola dasar pengaturan,dan pelaksanaan
pengaturannya didasarkan pada tujuan yang diinginnya serta orientasi yng
menjadi sasaranya sehingga pada kedua teori sebelum postmodernism struktur
dibuat untuk antisipasi tujuan dan orientasi yang diinginkan,maka pada teori
organisasi postmodernism, struktur nya bersifat disipatif. Maksud sebagai suatu
struktur yang mampu menyusuaikan secara sendiri dari segala tuntutan
lingkungan yang berubah. jika struktur dikatakan sebagai pola, maka pada
postmodernisme, pola pengaturan akan mengkuti pola tuntutan lingkungan yang
berubah dan dinamis.
Dalam penelitian organiasi dari perspekif postmodern atau katakanlah
sebagai teori kritis, tekanan ditempatkan pada sistem kekuasaan, penggunaan
bahasa dialektik yang mendefinisikan hubungan, dan bermacam-macam peranan
dan kerugian akan bermanfaat terhadap kehidupan organisasional.
2.3 Manajemen
11
Secara konseptual, managemen dapat dirumuskan sebagai kegiatan
pencapaian tujuan dengan menggunkaan cara dan pemikiran orang lain, Dari
rumusan ini mengandung makna bahwa kegiatan yang berisikan kekuatan untuk
dapat menggerkaan orang lain tanpa paksa akan tetapi dengan menalarkan pemikiran
kedalamnya sehingga setiap manusia dibelakang kegiatanya akan bergerak sesuai
yang diinginkan oleh tujuan yang dikehendaki bersama tanpa paksaan akan tetapi
rasa tanggung jawab bersama, dan rasa kepemilikan bersama atas tujuan yang
dicapai.
Managemen mempunyai pengertian sebagai proses berarti serangkaian
tahapan kegiatan mulai dari menentukan sasaran sampai berakhirnya
sasaran/tercapainya tujuan, sedangkan arti fungsi managemen adalah tugas atau
kegiatan. Akan tetapi proses dan fungsi dalam hal tampaknya mempunyai pengertian
yang sama.
Fungsi-fungsi administrasi sama dengan fungsi-fungsi managemen,
perbedaanya adalah bahwa fungsi-fungsi administrasi diterapkan untuk mencapai
tujuan secara keseluruhan, sedangkan fungsi-fungsi managemen diterapkan untuk
mencapai tujuan sektoral. Managemen dalam melaksanakan fungsi-fungsi
merupakan alat utama pelaksaan administrasi.
Konsep dan teori manajemen secara konseptual, manajemen dapat diartikan
sebagai penatalaksanaan dan di lain sisi, dapat diartikan sebagai pengelolaan.
Pengertian penatalaksaan memberikan makna adanya upaya penyusunan kegiatan
agar tercipta keteraturan dan pengaturan sehingga tercapai efektifitas dan efesiensi
yang diharapakan, sedangkan pengelolaan mengandung makna penyelenggaraan
kegitaan yang secara sistematis guna mencapai tujuan secara efektif efisien.
Baik penatalaksaan maupun pengelolaan,konsep managemen lahir dari upaya
penyelidikan baik itu yang dilakukan oleh kaum praktis maupun lebih utama hasil
yang dilakukaan oleh para ilmuan,sehingga dalam perkembangannya mengalami
tingkat kemajuan yang sangat pesat hingga mendesak menjadi satu kajian disiplin
yang paling banyak diminati.
Hasil kajian para ahli terhadap managemen melahirkan banyak konsep teori
dan pemikiran, yang secara berturut-turut sebagai berikut :
1. Managemen sebagai suatu sistem (management as a system) yang berarti
manajeman adalah suaru kerangka kerja yang terdiri dari berbagai bagian
12
yang secara keseluruhan salin berkaitan yang diorganisasi sedemikian rupa
dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.
2. Managemen sebagai suatu proses (management as a process) yang berarti
bahwa manajemen adalah serangkaian tahapan kegiatan yang di arahkan
pada pencapaian suatu tujuan dengan memanfaatkan semksimal mungkin
sumber-sumber yang ada.
3. Managemen sebagai suatu fungsi (management as a function) yang berarti
bahwa managemen mempunyai kegiatan-kegiatan tertentu yang dapat
dilakukan sendiri-sendiri tanpa menunggu selesainya kegiatan yang
lain,sekalipun kegiatan-kegiatan yang lainya saling berkaitan dalam
rangka pencapaian tujuan organisasi.
4. Managemen sebagai suatu ilmu pengetahuan (management as a scicense)
yang berarti bahwa managemen adalah suatu ilmu yang bersifat inter
disipliner dengan menggunakan bantuan ilmu-ilmu sosial,filsafat dan
matematika.
5. Managemen sebagai suatu kumpulan orang (management as people) yang
berarti bahwa managemen dapat dipakai dalam arti kolektif untuk
menunjukan jabatan kepemiminan di dalam organisasi, misalnya
kelompok pimpinan atas,kelompok pimpinan tengah dan kelompok
pimpinan bawah.
6. Managemen sebagai kegiatan yang terpisah (mangement as a saparate
activity) yang berarti managemen mempunyai kegiatan tersendiri jelas
terpisah dari pada kegiatan teknis lainya.
7. Managemen sebagai suatu profesi (management as a profession) yang
berati bahwa mangemen mempunyai bidang pekerjaan atau bidang
keahlian yang tertentu.seperti bidang-bidang lainya.
2.4 Human Relation
13
Hubungan kemanusiaan dalam administrasi adalah hubungan manusia dalam
peran dan statusnya sebagai atasan terhadap atasan sesamanya, dan antara atasan
dengan bawahan dan antara bawahan dengan sesamanya bawahanya.
Dalam permulaan Revolusi Industri,dalam suatu organisasi perusahaan
dikenal 2 (dua) unsur yaitu : Pemilik (manager) dan Resources(sumber), Manusia
yang bekerja dianggap sebagainya bagian dari Resource,Jadi manusia disamakan
dengan mesin-mesin.termasuk pula bahan-bahan mentah,Maka lahirlah istilah mesin
menjalankan mesin.Ini menggambarkan kedudukan manusia yang di samakan
dengan mesin.Kemudian terjadi beberapa perubahan-perubahan atau gerakan-
gerakan yang merupakan permulaan dari timbulnya gerakan Human relations, antara
lain di pelopori oleh : Robert Owen(1800) Fredrick W Taylor (1900),Elton Mayo
(1935) Teori human relation dalam administrasi adalah teori yang mencakup
berbagai aspek atau unsur esensial dari administrasi, oleh karena setiap apa yang
menjadi unsur atau inti administrasi selalu nampak adanya hubungan administrasi
dalam kontektualisanya adalah kerjasama, dan dalam kerjasama dapat dipastikan
terjadi hubungan yang bisa saja bersifat integral,dimungkinkan pula hubungan dis
harmoni yang bisa memungkinkan terjadi dis integrasi hingga konflik yang
mengakibatkan bubarnya kerja sama dalam konteks administrasi. Oleh karena
dasarnya adalah hubungan dalam kerjasama makaa dalam inti-inti selanjutnya selalu
di warnai oleh hubungan manusia, apakah hubungan itu berlangsung formal atau
tidak.
2.5 Kepemimpinan
2.5.1 Pengertian Kepemimpinan
Seiring perkembangan zaman, Kepemimpinan secara ilmiah mulai
berkembang bersamaan dengan pertumbuhan manajemen ilmiah yang lebih dikenal
dengan ilmu tentang memimpin. Hal ini terlihat dari banyaknya literature yang
mengkaji tentang kepemimpinan dengan berbagai sudut pandang atau perspektifnya.
Kepemimpinan tidak hanya dilihat dari bak saja, akan tetapi dapat dilihat dari
penyiapan sesuatu secara berencana dan dapat melatih calon-calon pemimpin.
14
Kepemimpinan mengacu pada suatu proses untuk menggerakan sekumpulan
manusia menuju ke suatu tujuan yang telah ditetapkan dengan dorongan bawahan
bertindak dengan cara memaksa, untuk itu terlebih dahulu haru diketahui arti dari
kepemimpinan tersebut. Kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting
dalam manajemen. Oleh karena itu dikatakan bahwa kepemimpinan adalah inti dari
manajemen (leadhership is the key to management). Setiap orang dapat menjadi
seorang pemimpin atau manajer dalam bidang tertentu, karena hampir setiap orang
mempunyai pengaruh atas orang lain. Dengan latihan-latihan tertentu pengaruh
tersebut akan dapat bertambah, tetapi belum tentu seorang manajer dapat menjadi
seorang pemimpin yang baik dengan kemampuan leadership (kepemimpinan) yang
dimilikinya. Leadhership membutuhkan penggunaan kemampuan dan pengembangan
bakat seseorang secara aktif untuk dapat mempengaruhi orang lain dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang definisi kepemimpinan,
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. H. Malayu S.P Hasibuan, (2001:93) kepemimpinan adalah cara seseorang
pemimpian mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan
bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.
2. Terry, (2004:121) mengemukakan sebagai berikut : “Leadership is the
relationship in which one person, the leader, influence other to work
together willingly on related task to attain that which the leader desires”.
Yang artinya kepemimpinan adalah hubungan dimana satu orang yakni
pemimpin mempengaruhi pihak lain untuk bekerja sama secara sukarela
dalam usaha mengerjakan tugas-tugas yang berhubungan untuk mencapai
hal yang diinginkan oleh pemimpin tersebut.
3. Blanchard, (2002:80) memberikan pengertian kepemimpinan adalah “An
effective leader is able to adapt his style of leader behavior to the needs of
situation and the follower”. Yang artinya kepemimpinan yang efektif itu
adalah seorang pemimpin yang mampu menyesuaikan gaya
kepemimpinannya menurut situasi yang tepat dan dapat memenuhi
keinginan bawahannya.
4. Davis, (2001:13) berpendapat bahwa: “Leadership is the principle
dynamic force is organization that stimulates, motivates and coordinates
15
the organizational in the accomplishment of its objective”, yang artinya
kepemimpinan adalah kekuatan dasar yang dinamis dalam suatu organisasi
yang merangsang, mendorong dan mengkoordinasikan usaha-usaha suatu
organisasi untuk mencapai sasarannya.
Efektivitas kepemimpinan merupakan hasil bersama antara pemimpin dan
orang-orang-orang yang akan dipimpin. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
seorang pemimpin yang produktif dan efektif adalah pemimpin yang dapat
beradaptasi dengan situasi dan dapat menjalankan peran kepemimpinannya didalam
suatu lingkup internal maupun eksternal.
Bila kita perhatikan dari definisi-definisi yang telah dikemukakan diatas
dapat dilihat bahwa terdapat persamaan dalam definisi kepemimpinan dari para ahli,
yang pada dasarnya bahwa kepemimpinan merupakan suatu kemampuan yang
melekat pada diri seorang pemimpin, yang pada hakekatnya meliputi suatu hubungan
dengan manusia atau bawahannya agar mereka mau membentuk kerjasama kea rah
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan, jadi penekanan masalah kepemimpinan ini
adalah pengertian yang diberikan oleh davis, (2001:15) yang menggambarkan
leadership (kepemimpinan) sebagai kegiatan yang akan merangsang, mendorong dan
mengkoordinasikan usaha-usaha suatu organisasi dalam mengerjakan sasarannya,
maka faktor kecakapan pemimpin sebagai leader dalam melakukan fungsinya
tersebut akan berpengaruh terhadap keberhasilannya.
Seorang leader (pemimpin) harus mempunyai dasar kekuatan untuk
mempengaruhi bawahan atau kelompok bawahan dalam menjalankan fungsiny,
Menurut Winardi, (2001:68) ada 5 (lima) dasar kekuatan yang dapat mempengaruhi
bawahan. Untuk tujuan peningkatan mutu dari faktor leadership tersebut diperlukan
pengetahuan tentang syarat-syarat atau sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin. Mengenai sifat dan syarat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin
mengenai sifat dan syarat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, winardi,
(2001:90) menyatakan ada 10 (sepuluh) syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi
seorang leader yang baik, yaitu:
1. Energy, adalah bahwa seorang pemimpin itu harus memiliki kekuatan
yang penuh semangat karena ia menghadapi bidang aktivitas rohani dan
jasmani yang memakan waktu lebih lama dari jam kerja biasanya, ia
16
merupakan yang selalu giat bekerja karenanya diminta syarat energy yang
penuh.
2. Emotional Stability, syaratnya diminta agar seorang pemimpin itu tidak
mudah berprasangka negative terhadap langkah-langkah yang diambil
bawahannya. Seorang pemimpin tidak boleh lekas marah, tetapi
sebaliknya dia harus lebih memiliki kepercayaan kepada dirinya sendiri
yang cukup kuat.
3. Knowledge of Human Relation, syaratnya adalah bahwa seorang
pemimpin harus mempunyai pengetahuan yang sangat luas tentang
manusia dan antar manusia, karena pekerjaan pemimpin itu erat sekali
hubungannya dengan manusia atau bawahannya.
4. Empati, merupakan syarat kepemimpinan yang berupa tuntutan adanya
kesanggupan dari calon pemimpin untuk melihat suatu masalah secara
obyektif serta dapat memahami pendapat orang lain, baik yang berupa
haknya kepercayaan atau pendiriannya.
5. Objectivity, syaratnya menghendaki agar pemimpin tidak bertindak atas
dasar emosi tetapi selalu atas dasar fakta dan alas an yang rasional serta
dapat dimengerti oleh orang lain. Untuk itu diperlukan ketelitian dan
kesanggupan untuk memahami situasi serta dapat memilih langkah-
langkah yang tepat.
6. Personal Motivation, syarat ini dimaksudkan agar pimpinan mempunyai
keingiann yang kuat dari dalam dirinya sendiri untuk menjadi pimpinan
yang bersedia berkorban sepenuhnya dalam mengisi jabatan tersebut.
7. Communicative skill, syaratnya adalah kecakapan untuk berkomunikasi
maksudnya agar pimpinan sanggup dan dapat menyampaikan keinginan
dan perintahnya dengan cara-cara yang baik sehingga dapat dimengerti
oleh bawahannya.
8. Teaching Ability, yang dimaksud dengan syarat ini adalah kesanggupan
untuk mengajar, artinya agar pemimpin itu dapat memajukan pengetahuan
dan kecakapan dari para bawahannya supaya mereka benar-benar dapat
menjalankan tugasnya dengan cara yang selalu berkembang, juga
pemimpin harus dapat memberikan contoh-contoh yang pantas ditiru oleh
bawahannya.
17
9. Social Skill, syarat ini menghendakji agar pemimpin mempunyai
pengetahuab dan kecakapan dalam hubungan-hubungan social agar
terjalin kepercayaan dan kesetiaan dari bawahannya, peramah dan mampu
menghargai orang lain.
10. Technical Competence, syarat ini menuntut agar pemimpin memiliki
kecakapan teknis dibidang perencanaan, penyusunan organisasi,
pendelegasian wewenang, cara membuat keputusan yang baik dibidang
teknis pengawasan.
Kesepuluh syarat atau sifat-sifat yang telah di uraikan di atas merupakan 10
(sepuluh) bekal yang memungkinkan seseorang menjadi seorang leader yang berhasil
dan memiliki leadership yang kuat untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Dalam
setiap pelaksanaannya pemimpin selalu menghendaki sejumlah pengikut atau
bawahan, faktor bawahan ini merupakan salah satu faktor utama yang akan
menentukan berhasil atau tidaknya kesukesan leadership, untuk itu perlu di
perhatikan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bawahan yang baik.
Syarat-syarat ba gi bawahan yang baik ini digambarkan oleh Davis, (2001:18)
dan dalam bentuk keharusan adanya loyalitas dan pengabdian dari bawahannya yang
dapat dibedakan atas 3 (tiga) kewajiban.
1. Harus adanya loyalitas dari bawahannya akan organisasi yang mengikat
mereka pada organisasi perusahaan loyalitasnya adalah pada ketentuan
dan peraturan perusahaan tersebut.
2. Harus loyal pada jawaban-jawaban yang wewenangnya sudah disyahkan
artinya para bawahan harus taat pada perintah atasannya, siapapun orang
yang menjadi atasan tersebut, adanya realitas semacam ini diharapkan
organisasi akan stabil dan tidak terpengaruh oleh adanya pergantian
pimpinan.
3. Harus ada loyalitas dari bawahan yang disebabkan oleh adanya hal-hal
yang bersifat kepribadian dari bawahan itu sendiri, keloyalan ini kadang-
kadang lahir karena pertimbangan yang didasarkan pada kepribadian yang
menarik dari pimpinan. Usia lebih tua, pengalamannya, kewibawaannya
serta kecakapannya dalam memberikan informasi dan juga masih banyak
faktor lainnya.
18
Mengenai pentingnya kepemimpinan dalam organisasi berikut pendapat dari
beberapa ahli.
1. Davis, (2001:158) menyatakan bahwa: “manusia adalah bagian paling
berharga dalam peradaban. Tanpa kepemimpinan sebuah organisasi
hanyalah merupakan kemelut dari manusia dan mesin. Kepemimpianan
adalah kemampuan untuk membujuk orang lain agar mencapai tujuan yang
telah ditetapkan dengan gairah, adalah faktor manusia yang
mempersatukan dari kelompok dan motivasi ke arah tujuan.
Kepemimpinan merupakan kegiatan utama bagi berhasilnya semua
kesanggupan yang terdapat pada organisasi dan manusia. Demikian
pentingnya kepemimpinan sehingga manusia terlibat dengannya sejak
permulaan sejarah”.
2. Menurut Oftiner, (2001:92) “leadership is the art of coordinating and
motivating individualis and group to archive the desire end”, yang artinya
kepemimpinan adalah seni untuk mengkoordinasi dan memberikan
dorongan terhadap individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
3. Menurut Farland, (2001:253) “leadership as the process by with an
executive imaginatively direct, guides, influence the work of others, in
choosing and attaining particular end”. Yang artinya kepemimpinan
sebagai suatu proses dimana pimpinan digambarkan akar, memberikan
perintah atau perintah atau pengarahan, bimbingan atau mempengaruhi
pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Jadi dari pengertian tersebut diatas dapatlah diambil suatu kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pengaruh kepemimpinan ditujukan kepada orang-orang untuk tercapainya
kerjasama.
2. Tercapainya tujuan bersama sekaligus akan memberikan kepuasan kepada
orang lain atau masing-masing individu.
19
3. Kepemimpinan merupakan kekuatan utama dalam suatu organisasi dalam
mendorong, menggerakan dan mengkoordinasi untuk mencapai tujuan.
4. Kepemimpinan merupakan kemampuan dalam mempengaruhi orang-
orang untuk mencapai tujuan secara antusias.
Dari seluruh uraian diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
kepemimpinan merupakan suatu kekuatan dinamis yang paling penting didalam
suatu kehidupan organisasi karena leadership (kepemimpinan) merupakan faktor
pendorong, penggerak dan pemberi semangat dalam mengkoordinasi segala langkah
dan kegiatan yang dilakukan oleh organisasi yang bersangkutan dalam pencapaian
sasarannya. Pada kenyataannya dalam suatu organisasi kerja unsur manusia adalah
yang paling utama dan harus diutamakan. Oleh karena itu terhadap bawahan
pemimpin harus pandai mendidik dalam arti menjadikan seseorang mampu untuk
menyelesaikan suatu tugas. Pemimpin harus mampu memberikan dorongan,
pengaraham dan mengorganisir bawahan agar mampu dan suka bekerja secara
sukarela dalam menyelesaikan tugas tertentu yang dibebankan dan dapat
memberikan sumbangan atau hasil yang memuaskan sesuai dengan tujuan organisasi
yang telah ditetapkan dengan kata lain karyawan harus mempunyai motivasi yang
tinggi untuk bekerja guna mencapai tujuan organisasi tertentu.
Setiap bawahan akan secara sukarela, serta merasa tenang dan tentram bekas
apabila mempunyai pimpinan yang senantiasa memperhatikan kebutuhan bawahan
menurut sumarni, (2004:154) mengutip teori maslow sebagai berikut “kebutuhan
manusia terdiri dari lima jenjang kebutuhan individu.
1. Kebutuhan Fisik (Physiological Needs)
Kebutuhan fisik merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi dan
dipuaskan paling awal, karena kebutuhan ini timbul dari rasa yang pertama
kali timbul dalam fisik manusia untuk dapat hidup (survive). Kebutuhan
itu misalnya, kebutuhan akan makan, minum. Dalam hal ini paling tidak
harus terpenuhi kebutuhan fisik minimumnya.
2. Kebutuhan akan keamanan / keselamatan ( Safety / Security needs)
20
Kebutuhan jenjang berikut ini memberi rasa aman dan selamat bagi
individu, seperti adanya perlindungan dan kepastian dari pihak organisasi
yang menjamin kehidupannya. Kebutuhan ini dapat dibedakan
berdasarkan wujud, yaitu :
a. Material, misalnya pakaian, tempat tinggal / rumah yang menjamin
kesehatan serta melindungi dari cuaca dan alam sekitarnya.
b. Immaterial / semi material, misalnya keyakinan bahwa tidak akan
dipecat setiap saat, pension / jaminan hari tua, asuransi, rasa aman di
tempat kerja dan sebagainya. Semua itu menciptakan rasa aman dan
selamat bagi karyawan.
c. Kebutuhan untuk berkelompok (Affection needs / love needs / social
needs / belonging needs).
3. Apabila kita melihat secara mendasar, kebutuhan ini memang sudah
merupakan kodrat manusia, yaitu bahwa manusia itu adalah makhluk
social. Oleh karena itu setiap individu membutuhkan waktu untuk bias
berkumpul, bergaul, membina persahabatan, saling memperhatikan /
mencintai untuk berkembang bersama di dalam kelompok.
4. Kebutuhan harga diri / penghormatan (Esteem needs / egoistic needs)
kebutuhan ini lebih bersifat individual atau mendirikan pribadi, ingin
dirinya dihargai atau dihormati sesuai kedudukannya. Sebaliknya setiap
individu untuk diakui bahwa dirinya mempunyai kemampuan (khususnya
didalam bekerja) dan ia harus puas apabila keinginan untuk
mengembangkan diri terpenuhi sesuai dengan potensinya.
5. Kebutuhan akan pengakuan diri dan pengembangan diri (self actualization
needs / self realization needs / self fulfillment needs / self expression
needs) kebutuhan akan pengakuan diri dan pengembangan diri adalah
keinginan setiap individu untuk diakui bahwa dirinya mempunyai
kemampuan (khususnya didalam bekerja) dan ia harus puas apabila
keinginan untuk mengembangkan diri terpenuhi sesuai dengan potensinya.
21
2.5.2 Tipe Kepemimpinan
Menurut Siagian (2002:66), mengatakan bahwa pemimpin pada dasarna
dapat dikategorikan pada lima tipe yaitu :
1. Tipe Otokratik
Dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin yang otokratik akan
bertindak sendiri dan memberitahukan kepada para bawahannya bahwa ia
telah mengambil keputusan tertentu dan para bawahannya itu hanya
berperan sebagai pelaksana karena mereka tidak dilibatkan sama sekali
dalam proses pengambilannya. Dalam memeliharaan hubungan dengan
bawahannya, pemimpin yang otokratik biasanya menggunakan
pendekatan formal berdasarkan kedudukan dan statusnya dalam organisasi
dan kurang mempertimbangkan apakah kepemimpinanya diterima dan
diakui oleh para bawahan itu atau tidak. Seorang pemimpin yang otokratik
biasanya lebih mengutamakan orientasi penyelesaian tugas yang menjadi
tanggung jawab para bawahannya dan kurang memberikan perhatian pada
hubungan yang intim dengan para bawahannya. Dengan kata lain,
orientasinya adalah orientasi kekuasaan dan buka orientasi relasional.
2. Tipe Paternalistik
Seorang pemimpin yang paternalistik dalam hal pengambilan
keputusan, hubungan dengan para bawahan lebih bersifat bapak dan anak.
Hubungan yang terjadi adalah antara seorang yang sudah dewasa dengan
orang-orang lain yang dipandang dan diperlakukan sebagai belum dewasa,
baik dilihat dari tingkat pengetahuan maupun kematangan psikologis.
Sehingga pemimpin kurang memberikan kesempatan kepada para
bawahan tersebut untuk menggunakan daya inovasi dan kreativitasnya
semaksimal mungkin. Padahal telah terbukti secara ilmiah bahwa
hubungan antara atasan dan bawahan seharusnya didasarkan pada persepsi
bahwa tingkat kedewasaan kedua belah pihak adalah sama. Seorang
pimpinan yang menggunakan tipe paternalistik pada umumnya bertindak
dengan dasar pemikiran bahwa apabila kebutuhan fisik para bawahan
22
tersebut sudah terpenuhi, para bawahan itu akan mencurahkan perhatian
kepada pelaksanaan tuugas yang menjadi tanggung jawabnya. Padahal
pemuasan kebutuhan yang bersifat kebendaan bukanlah satu-satunya
alasan mengapa manusia menggabungkan diri dengan berbagai organisasi,
karena disamping kebutuhan yang bersifat primer dan berbentuk
kebendaan, masih banyak kebutuhan lain yang diharapkan terpenuhi pula.
Orientasi kepemimpinan dengan tipe yang paternalistik memang
ditujukan pada dua hal sekaligus, yaitu penyelesaian tugas dan
terpeliharanya hubungan baik dengan para bawahan, sebagaimana seorang
bapak akan selalu berusaha memelihara hubungan yang serasi dengan
anak-anaknya.
3. Tipe Kharismatik
Pemimpin yang kharismatik memiliki daya pikat yang tinggi
sehingga kepemimpinannya dapat diterima dan diakui oleh para
pengikutnya yang biasanya jumlahnya besar tanpa selalu mampu
menjelaskan mengapa mereka menerima dan mengakui kepemimpinan
orang yang bersangkutan. Dalam hal ini pengambilan keputusan, seorang
pemimpin yang kharismatik mungkin saja bertindak otokratik, dalam arti
ia mengambil keputusan sendiri tanpa melibatkan para bawahannya dan
menyampaikan keputusan itu kepada orang lain untuk dilaksanakan.
Pemimpin yang kharismatik dinilai memiliki banyak kelebihan
dibandingkan dengan bawahan dan bahkan dibanding dengan pemimpin
lain. Dengan demikian bawahan mudah mengikuti apa yang dikehendaki
oleh seorang pemimpin yang kharismatik.
4. Tipe Laissez Faire (bebas)
Karakteristik yang paling menonjol dari seorang pemimpin yang
laissez faire terlihat pada gayanya yang santai dalam memimpin
organisasi. Dalam pengambilan keputusan, pemimpin akan
mendelegasikan seluruh tugas-tugasnya itu kepada para bawahannya,
dengan pengarahan yang minimal atau tanpa pengarahan sama sekali, dan
tidak hanya menyangkut keputusan yang sifatnya rutin dalam usaha
23
memecahkan berbagai masalah teknis yang repetitive, akan tetapi juga
menyangkut hal-hal yang sifatnya fundamental.
Pemimpin yang laissez faire sering dianggap sebagai seorang yang
kurang memiliki rasa tanggung jawab yang wajar terhadap organisasi yang
dipimpinnya. Seorang pemimpin yang laissez faire adalah seseorang yang
memandang dan memperlakukan bawahannya sebagai orang-orang yang
sudah matang dan dewasa baik dalam arti teknis maupun mental.
Kehadirannya sebagai pimpinan dipandang terutama sebagai symbol
keberadaan organisasi ketimbang sebagai Pembina, pengarah dan
penggerak. Dalam menjalankan kepemimpinannya, seorang yang
menggunakan laissez faire lebih mengutamakan kepuasan para bawahan
yang sifatnya dan simbolis ketinbang yang bersifat kebendaan, karena ia
merasa bahwa pemuasan kebutuhan yang bentuknya kebendaan itu adalah
urusan pribadi masing-masing orang. Yang menjadi tanggung jawab
organisasi adalah memberikan imbalan yang pelaksanaannya bukan
urusan pimpinan yang bersangkutan sendiri, melainkan urusan pimpinan
yang lebih tinggu dalam organisasi. Mengenai persepsi pemimpin yang
laisses faire tentang pentingnya pemeliharaan kesimbangan antara
orientasi pelaksanaan tugas dan orientasi pemeliharaan hubungan, sering
terlihat bahwa aksentuati diberitakan pada hubungan ketimbang pada
penyelesaian tugas. Titik tolak pemikiran yang digunakan ialah bahwa jika
dalam organisasi terdapat hubungan yang intim antara seorang pimpinan
dengan para bawahannya, dengan sendirinya para bawahan itu akan
terdorong kuat untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan
kepadanya secara bertanggung jawab.
5. Tipe Demokratik
Tipe demokratik ini tipe yang selalu mendahulukan kepentingan
kelompok dibandingkan kepentingan individu.
Ciri Kepemimpinan yang demokratik adalah :
a. Dalam proses menggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari
pendapat manusia itu adalah makhluk yang termulia didunia.
24
b. Selalu berusaha menselaraskan kepentingan dan tujuan
probadi dengan kepentingan organisasi
c. Senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik
bawahannya
d. Mentolerir bawahan yang membuat kesalahan dan berikan
pendidikan kepada bawahan agar jangan berbuat kesalahan
dengan tidak mengurangi daya kreativitas, inisiatif, dan
prakarsa dari bawahan.
e. Lebih menitikberatkan kerjasama dalam mencapai tujuan.
f. Selalu berusaha untuk menjadikan bawahan lebih sukses
daripadanya.
g. Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai
pemimpin.
George R. Terry (Ibid:450) membagi tipe kepemimpinan sebagai berikut :
1. Tipe Pribadi
Kepemimpinan didasarkan pada kontak pribadi secara langsung dengan
bawahan-bawahannya. Tipe ini sifatnya umum dan sangat efektif dan
secara relative sederhana pelaksanaannya.
2. Tipe Nonpribadi
Pimpinan memberikan cermin kurang adanya kontak pribadi pemimpin
yang bersangkutan dengan bawahan-bawahannya. Ini berarti bahwa
hubungan pemimpin dengan bawahan-bawahannya hanya melalui sarana
atau media tertentu seperti : Rencana-rencana, instruksi-instruksi, sumpah-
sumpah, janji-janji dan sebagainya sehingga dengan demikian hubungan
tersebut bersifat tidak langsung atau bersifat nonpersonal (nonpribadi), dan
biasanya hubungan yang demikian itu tidak dinamis.
3. Tipe Otoriter
Pemimpin tipe otoriter ini menganggap kepemimpinannya merupakan hak
pribadinya dan berpendapat bahwa ia dapat menentukan apa saja dalam
organisasi, tanpa mengadakan konsultasi dengan bawahan-bawahannya
25
yang melaksanakan pengasannya sangat tegang pula, sehingga lebih tepat
apabila kepemimpinan atau pemimpin tipe ini dimanfaatkan untuk
keadaan darurat, dimana suatu konsultasi dengan bawahan sudah tidak
mungkin lagi.
4. Tipe Demokratis
Pemimpin tipe ini menitikberatkan pada partisipasi kelompok dengan
memanfaatkan pandangan-pandangan atau pendapat-pendapat kelompok.
Inisiatif dari kelompok sangat dianjurkan oleh pimpinan dari tipe ini.
Kegagalan kepemimpinan dari pemimpin tipe ini adalah apabila anggota
kelompok tidak cukup dan kurang tergerak untuk bekerja sama.
5. Tipe Paternalistik
Tipe ini cenderung terlalu kebpakan, sehingga sangat memikirkan
keinginan dan kesejahteraan anak buah, terlalu melindungi dan
membimbing. Karena itu bersifat “sentimentil”. Meskipun tujuannya baik,
sehingga kepercayaan diri dan kebebasan kelompok tidak berkembang.
Kelemahannya adalah tipe demikian biasanya tidak langsung dalam
melaksanakan kepemimpinannya.
6. Tipe Indigenous
Pemimpin tipe ini timbul dalam organisasi-organisasi kemassyarakatan
yang bersifat informal seperti perkumpulan sepakbola, sekolah dan
sebagainya, dimana interaksi antara orang seorang dalam organisasi
tersebut ditentukan oleh keaslian sifat dan pembawaan pimpinan
(indigenous berarti sifat pembawaan)
2.5.3 Gaya Kepemimpinan
Dalam menghadapi bawahannya, sebaiknya pemimpin menggunakan
gaya kepemimpinan yang tepat agar tugas dan tanggung jawab bawahan dapat
terlaksana dengan baik. Sehingga tujuan dari perusahaan dapat tercapai. Gaya
kepemimpinan seorang pemimpin adalah unik dan tidak diwariskan secara
26
otomatis. Setiap pemimpin memiliki karakteristik tertentu yang timbul pada
situasi yang berbeda.
Pengertian gaya kepemimpinan menurut Rivai (2000:60) adalah
sekumpulan organisasi yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan
agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya
kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategu yang disukai dan sering
diterapkan oleh pemimpin.
Menurut Rivai (2000:60) terdapat beberapa gaya kepemimpinan
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Gaya kepemimpinan otokrasi
Menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai
keputusan dan pengembangan struktur, sehingga kekuasaanlah yang
paling diuntungkan dalam organisasi.
b. Gaya kepemimpianan demokratis
Kepemimpinan demokratis ditandai oleh adanya suatu struktur yang
pengembangannya menggunakan pendekatan pengambikan
keputusan yang kooperatif. Dibawah kepemimpinan demokratis
bawahan cenderung bermoral tinggi, dapat bekerja sama,
mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri.
c. Gaya kepemimpinan Kendali Bebas
Kepemimpinan kendali bebas memberikan kekuasaan penuh pada
bawahan, struktur organisasi bersifat longgar, pemimpin bersifsat
pasif. Peran utama pimpinan adalah menyediakan materi pendukung
dan berpartisipasi jika diminta bawahan.
Menurut Hasibuan (2003:75), gaya kepemimpinan terbagi menjadi :
a. Gaya Kepemimpinan otoriter
Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang,
sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau
27
pimpinan itu menganut sistem sentralisasi wewenang. Pengambilan
keputusan dan kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh
pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran,
ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Falsafah
pemimpin adalah “bawahan adalah untuk pimpinan atau atasan”.
Bawahan hanya bertugas sebagai pelaksana keputusan yang telah
ditetapkan pimpinan, pemimpin menganggap dirinya orang yang
paling berkuasa, paling pintar, dan perintah, ancaman hukuman, serta
pengawasan dilakukan secara ketat. Orientasi kepemimpinannya
difokuskan hanya untuk peningkatan produktivitas kerja karyawan
dengan kurang memperhatikan perasaan dan kesejahteraan bawahan.
Pimpinan menganut sistem manajemen tertutup (closed management)
kurang menginformasikan keadaan perusahaan pada bawahannya.
b. Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Apabila dalam kepemimpinannya dilakukan dengan cara peersuasif,
menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas, dan
partisipasi para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar
merasa ikut memiliki perusahaan. Falsafah pemimpin ialah “pimpinan
adalah untuk bawahan”. Bawahan harus berpartisipasi memberikan
saran, ide, dan pertimbangan-pertimbangan dalam proses
pengambilan keputusan. Keputusan tetap dilakukan pimpinan dengan
pimpinan dengan mempertimbangkan saran atau ide yang diberikan
bawahannya. Pemimpin menganut sistem manajemen terbuka (open
management) dan desentralisasi wewenang. Pemimpin dengan gaya
partisipatif akan mendorong kemampuan bawahan mengambil
keputusan. Dengan demikian, pimpinan akan selalu membina
bawahan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar.
c. Gaya Kepemimpinan delegasi.
Apabila seorang pemimpin mendelegasikan wewenang kepada
bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat
mengambil keputusan dan kebijakan dengan bebas atau leluasa dalam
28
melaksanakan pekerjaannya. Pemimpin tidak peduli cara bawahan
mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuuhnya
diserahkan kepada bawahan. Orientasi kepemimpinannya difokuskan
hanya untuk peningkatan produktivitas kerja karyawan dengan kurang
memperhatikan perasaan dan kesejahteraan bawahan. Pimpinan
menganut sistem manajemen tertutup (close management) kurang
menginformasikan keadaan perusahaan pada bawahannya.
2.6 Pengertian Kinerja
Kinerja menurut Sulistiyani (2003 : 223) merupakan kombinasi dari
kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya.
Sedangkan menurut Bernandin dan Russel dalam Sulistiyani (2003 : 223)
menyatakan bahwa kinerja merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi
pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Dalam
rangka pencapaian sasaran dan tujuan perusahaan, organisasi disusun dalam unit-unit
yang lebih kecil, dengan pembagian kerja, sistem kerja dan mekanisme kerja yang
jelas. Sebagai ilustrasi, misi dan tugas pokok satu Departemen Pemerintahan dibagi
habis kedalam tugas pokok bebeapa Direktorat Jenderal. Tugas pokok bebrapa
Direktorat, kemudian beberapa seksi, dan tugas pokok setiap seksi dilakukan oleh
beberapa orang pegawai. Setiap orang dalam satu unit kerja mempunyai sasaran dan
uraian tugas tertentu, sebagai bagian dari sasaran unit kerja dimaksud.
2.6.1 Pengertian Kinerja Pegawai
Kinerja bias mempengaruhi berlangsungnya kegiatan suatu organisasi
perusahaan, semakin baik kinerja yang ditunjukan oleh pegawai atau karyawan
akan sangat membantu dalam perkembangasna organisasi atau perusahaan. Kinerja
pegawai atau karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka
memberi kontribusi kepada organisasi. Beberapa definisi kinerja menurut beberapa
ahli.
29
Rivai (2011:554) “kinerja merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan
setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai dengan
perannya dalam perusahaan”.
Robbins (2009:629) mengemukakan “way of thinking about employee
performance is a function of the interaction of ability, motivation, and opurtunity”.
Maksud dari definisi tersebut kinerja karyawan merupakan sebuah fungsi interaksi
kemampuan, motivasi, dan peluang untuk berkinerja.
Wirawan (2009:5) mengemukakan “keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-
fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu
tertentu”.
Mangkunegara (2009:9) menyatakan “hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas menunjukan bahwa kinerja
merupakan hasil kerja yang dihasilkan baik dari segi kualitas maupun kuantitas
pekerjaannya dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan perannya didalam
organisasi atau perusahaan, dan disertai dengan kemampuan, kecakapan, dan
keterampilan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
2.6.2 Dimensi dan Indikator Kinerja Pegawai
Kinerja merupakan suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Hal ini membutuhkan artikulasi yang
jelas mengenai misi atau organisasi khusus tujuan sasaran yang dapat diukur.
Menurut Amstrong yang dikutip Surya Dharma (2005:20) perkembangan
kinerja dipercepat oleh faktor-faktor berikut ini:
1. Munculnya manajemen sumber daya manusia sebagai pendekatan yang
strategis dan terpadu terhadap pengelolaan dan perkembangan SDM
yang bertanggung jawab atas manajemen ini.
2. Perlunya menemukan suatu pendekatan yang strategis namun fleksibel
dalam mengelola suatu organisasi perusahaan.
30
3. Kesadaran atas kenyataan bahwa kinerja hanya dapat diukur dan dinilai
atas dasar suatu model input-proses-output-outcome, dan terlalu
konsentrasi terhadap salah satu dari aspek kinerja tersebut mengurangi
efek dari keseluruhan sistemnya.
4. Perhatian yang diberikan kepada konsep perbaikan dan pengembangan
yang berkelanjutan, dan organisasi pembelajaran learning organization.
5. Kesadaran bahwa proses mengelola kinerja adalah suatu yang harus
dilaksanakan oleh para manajer ini sepanjang tahun, bukannya suatu
peristiwa tahunan yang diatur oleh departemen personalia.
6. Meningkatnya kesadaran tentang pentingnya budaya organisasi
(corporate culture) kebutuhan untuk memberikan daya dongkrak yang
membantu mengubah budaya dan proses di bawah suatu nilai-nilai dasar
(core-values).
7. Meningkatnya penekanan terhadap komitmen dengan mengintegrasikan
tujuan organisasi dan individu.
8. Pengebangan konsep kompetensi dan teknik untuk menganalisis
kompetensi, serta menggunakan analisis tersebut sebagai dasar
penentuan dan pengukuran standar kinerja dalam perilaku.
9. Kesadaran bahwa mengelola kinerja adalah urusan dari setiap orang
didalam organisasi, bukan para manajer.
10. Ketidakpuasan terhadap hasil yang diperoleh dari cara pembayaran
gaji/upah berdasarkan kinerja dan berkembangnya keyakinan bahwa akar
permasalahannya seringkali disebabkan oleh tidak adanya proses yang
memadai untuk mengukur kinerja.
Prawirosentono (2009:54) kinerja seorang pegawai akan baik, jika pegawai
mempunyai keahlian yang tinggi, kesediaan untuk bekerja, adanya imbalan/upah
yang layak dan mempunyai harapan masa depan. Secara teoritis ada tiga kelompok
variable yang mempengaruhi kinerja individu yaitu : variable individu, variable
31
organisasi, dan variable psikologis. Kelompok variable individu terdiri dari variable
kemampuan dan keterampilan, latar belakang pribadi dan demografis.
Mangkunegara (2009:67) kinerja karyawan dapat dinilai dari :
1. Kualitas kerja
Menunjukan kerapihan, ketelitian, keterkaitan hasil kerja dengan
tidak mengabaikan volume pekerjaan. Adanya kualitas kerja yang baik
dapat menghindari tingkat kesalahan, dalam penyelesaian suatu
pekerjaan yang dapat bermanfaat bagi kemajuan perusahaan.
2. Kuantitas kerja
Menunjukan banyaknya jumlah jenis pekerjaan yang dilakukan
dalam suatu waktu sehingga efisiensi dan efektivitas dapat terlaksana
sesuai dengan tujuan perusahaan.
3. Tanggung jawab
Menunjukan seberapa besar karyawan dalam menerima dan
melaksanakan pekerjaannya, mempertanggung jawabkan hasil kerja
serta sarana dan prasarana yang digunakan dan perilaku kerjanya setiap
hari.
4. Kerjasama
Kesediaan karyawan untuk berpartisipasi dengan karyawan yang
lain secara vertical dan horizontal baik di dalam maupun diluar pekerjaan
sehingga pekerjaan akan semakin baik.
5. Inisiatif
Adanya inisiatif dari dalam diri anggota organisasi untuk melakukan
pekerjaan serta mengatasi masalah dalam pekerjaan tanpa menunggu
perintah.
Wirawan (2009:80) menjelaskan pengembangan dimensi dan indikator
instrument evaluasi kinerja yaitu :
1. Dimensi hasil kerja yang terdiri dari tiga indikator yaitu
32
a. Kuantitas hasil kerja
b. Kualitas hasil kerja
c. Efisiensi dalam melaksanakan tugas
2. Perilaku kerja yang terdiri dari tiga indikator yaitu :
a. Disiplin kerja
b. Inisiatif
c. Ketelitian
3. Sifat pribadi yang terdiri dari tiga indikator yaitu :
a. Kepemimpinan
b. Kejujuran
c. Kreativitas
Mengukur kinerja pegawai dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
dimensi dan indikator kinerja pegawai menurut Wirawan. Peneliti mengukur
kinerja pegawai menggunakan dimensi hasil kerja yang terdiri dari tiga indikator
yaitu kuantitas hasil kerja, kualitas hasil kerja dan efisiensi dalam melakukan tugas.
Dimensi perilaku kerja yang terdiri dari tiga indikator yaitu disiplin kerja, inisiatif
dan ketelitian. Dimensi sifat pribadi yang terdiri dari kepemimpinan, kejujuran dan
kreativitas. Alat ukur tersebut sesuai dengan permasalahan yang ditemukan oleh
peneliti di objek peneliti.
2.6.3 Pengukuran Kinerja Karyawan
Selanjutnya peneliti akan mengemukakan ukuran-ukuran dari kinerja
karyawan yang dikemukakan oleh junaedi (2002: 380-381) “Pengukuran kinerja
merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam
arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa,
ataupun proses”. Artinya, setiap kegiatan perusahaan harus dapat diukur dan
dinyatakan dalam misi dan visi perusahaan. Dari definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa sistem pengukuran kinerja adalah suatu sistem yang bertujuan untuk
membantu manajer perusahaan menilai pemcapaian suatu strategi melalui alat ukur
keuangan dan non keuangan. Hasil pengukuran tersebut kemudia digunakan
sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan
33
suatu rencana dan titik dimana perusahan memerlukan penyesuaian – penyesuaian
atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.
Adapun aspek-aspek standar kinerja menurut Mangkunegara (2007:19)
terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif.
1. Aspek kuantitatif meliputi :
a. Proses kerja dan kondisi pekerjaan.
b. Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan.
c. Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan
d. Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja.
2. Aspek Kualitatif
a. Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan.
b. Tingkat kemampuan dalam bekerja.
c. Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan
menggunakan mesin/peralatan
d. Kemampuan mengevakuasi
2.6.4 Penilaian Kinerja Karyawan
Menurut Sedarmayanti (2009:260) didefinisikan dengan kata “to appraise”
(menilai) adalah “menetapkan harga untuk” atau “menilai suatu benda”. Jika
menggunakan istilah “penilaian kinerja”, berarti terlibat dalam proses
menentukan nilai karyawan bagi perusahaan, dengan maksud meningkatnya
kinerja karyawan.
Kinerja dapat pula dipandang sebagai panduan dari :
a. Hasil kerja (apa yang harus dicapai oleh seseorang)
b. Kompetensi (bagaimana seorang mencapainya)
Kemudian Andrew E. Sikula yang dikutif Anwar (2008:69) mengemukakan
bahwa “ Penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan
pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses
penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa objek orang
ataupun sesuatu (barang)”.
34
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi
kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil
pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi.
2.6.5 Tujuan Penilaian Kinerja
Sedangkan tujuan penilaian kinerja karyawan menurut Veithzal (2009 : 312)
pada dasarnya meliputi :
1. Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama ini.
2. Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk pemberian kenaikan gaji
berkala, gaji pokok, kenaikan gaji istimewa, insentif uang.
3. Mendorong pertanggung jawaban dari karyawan.
4. Untuk pembeda antar karyawan yang satu dengan yang lainnya.
5. Pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan lagi kedalam :
a. Pengawasan kembali, seperti diadakannya mutasi atau transfer,
rotasi pekerjaan.
b. Promosi, kenaikan jabatan.
c. Training atau latihan.
6. Meningkatkan motivasi kerja.
7. Meningkatkan etos kerja.
8. Memperkuat hubungan antar karyawan dengan supervisor melalui
diskusi tentang kemajuan kerja mereka.
9. Sebagai alat untuk memperoleh umpan balik dari karyawan untuk
memperbaiki desain pekerjaan, lingkungan kerja, dan rencana karir
selanjutnya.
10. Riset seleksi sebagai kriteria keberhasilan atau efektifitas.
11. Sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan SDM, karir dan
keputusan perencanaan menyeluruh.
12. Membantu menempatkan karyawan dengan pekerjaan yang sesuai untuk
hasil yang baik secara menyeluruh.
13. Sebagai sumber informasi untuk mengambil keputusan yang berkaitan
dengan gaji upah-insentif-kompensasi dan berbagai imbalan lainnya.
35
14. Sebagai penyalur keluhan yang berkaitan dengan masalah pribadi
maupun pekerjaan.
15. Sebagai alat untuk menjaga tingkat kinerja.
16. Sebagai alat untuk membantu dan mendorong karyawan untuk
mengambil inisiatif dalam rangka memperbaiki kinerja.
17. Untuk mengetahui efektivitas kebijakan SDM, seperti seleksi, rekrutmen,
pelatihan dan analisis pekerjaan sebagai komponen yang saling
ketergantungan diantara fungsi-fungsi SDM.
18. Mengidentifikasi dan menghilangkan hamabatan-hambatan agar kinerja
menjadi baik.
19. Mengembangkan dan menetapkan kompensasi pekerjaan.
20. Pemutusan hubungan kerja, pemberian sangsi atau hadiah.
2.6.6 Aspek-aspek Standar Pekerjaan dan Kinerja
Menurut Malayu yang dikutip oleh Anwar (2008:17), aspek-aspek yang
mencakup sebagai berikut :
1. Kesetiaan
Kesetiaan karyawan terhadap pekerjaannya, jabatannya, dan
organisasi. Kesetiaan ini dicerminkan oleh kesediaan karywan menjaga
dan membela organisasi didalam maupun diluar pekerjaan dari orang-
orang yang tidak bertanggung jawab.
2. Hasil Kerja
Hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan
karyawan tersebut dari uraian pekerjaannya.
3. Kejujuran
Kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya memenuhi
perjanjian baik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain seperti
kepada para bawahannya.
4. Kedisiplinan
Disiplin karyawan dalam memenuhi peraturan-peraturan yang ada
dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan intruksi yang diberikan
kepadanya.
36
5. Kreativitas
Kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitasnya
untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga bekerja lebih berdaya guna
dan berhasil guna.
6. Kerjasama
Kesediaan karyawan berpartisipasi dan bekerja sama dengan
karyawan lainnya secara vertikal dan horizontal didalam maupun diluar
pekerjaan sehingga hasil pekerjaan akan semakin baik.
7. Kepemimpinan
Kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai probadi
yang kuat, dihormati, berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain atau
bawahannya untuk bekerja secara efektif.
8. Kepribadian
Karyawan dari sikap perilaku, kesopanan, periang, disukai,
memberi kesan menyenangkan sikap yang baik, serta berpenampilan
simpatik dan wajar.
9. Prakarsa
Kemampuan berpikir yang orisinal dan berdasarkan inisiatif
sendiri untuk menganalisis, menilai, menciptakan, memberikan alasan,
mendapat kesimpulan, dan membuat penyelesaian masalah yang
dihadapinya.
10. Kecakapan
Kecakapan karyawan dalam menyatukan dan menyelaraskan
bermacam-macam elemen yang semuanya terlibat didalam penyusunan
kebijaksanaan dan didalam situasi manajemen.
11. Tanggung Jawab
Kesediaan karyawan dalam mempertanggung jawabkan kebijakan,
pekerjaan, dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang
dipergunakannya, serta perilaku kerjanya.
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel
3.1.1 Populasi
1. Menurut sugiyono, (2002:57)
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas, obyek/subyek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
2. Menurut Sanusi, (2011:87)
Populasi adalah seluruh kumpulan elemen yang menunjukan ciri-ciri tertentu
yang dapat digunakan untuk memuat kesimpulan. Jadi kumpulan elemen itu
menentukan jumlah, sedangkan ciri-ciri tertentu menunjukan karakteristik
dari kumpulan itu.
Dengan demikian, populasi dalam penelitian ini meliputi karyawan pada VP
Reliability dari PT. Pertamina (persero).
3.1.2 Sampel
1. Menurut Sugiyono, (2002:57)
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut.
2. Menurut Sabusi, (2011:87)
38
Sampel adalah bagian daari elemen-elemen populasi yang terpilih. Elemen
adalah subjek dimana pengukuran itu dilakukan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti, tidak dilakukan penelitian
terhadap keseluruhan kumpulan elemen (populasi). Namun hanya menggunakan sampel.
Sampel yang digunakan peneliti dalam penelitian proposal penelitian ini adalah
convenience sampling yaitu cara memilih anggota dari populasi untuk dijadikan sampel
dimana sesukana peneliti (convenience). Peneliti akan memilih sampel yang tersedia saja
atau yang mudah diperoleh.
3.2 Operasional Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2009:58). Variabel yang digunakan dalam penelitian
dapat diklasifikasi menjadi:
1. Variabel Independen (x)
Variabel independen (x) ini sering disebut variabel bebas. Variabel bebas
adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya
atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel X disini adalah “Gaya
Kepemimpinan” .
2. Variabel Dependen (y)
39
Variabel dependen (y) ini sering disebut variabel terikat. Variabel terikat
adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya
variabel bebas. Variabel Y disini adalah “Kinerja Karyawan” .
Variabel Indikator
Variabel (X)
Gaya Kepemimpinan
1. Pengambilan Keputusan
2. Pendekatan Formal
3. Hubungan baik
4. Kesempatan
5. Menciptakan perubahan
6. Jiwa Kharismatik
7. Tanggung jawab
8. Kepuasan
9. Saran
10. Kritik
Variabel Terikat (Y)
Kinerja Karyawan
1. Kualitas
2. Kuantitas
3. Ketepatan waktu
4. Efektifitas
5. Efisiensi
6. Kemandirian
7. Tanggung jawab
8. Kerjasama
9. Inisiatif
10. Disiplin
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel
3.3 Metode Pengumpulan Data
Cara atau metode pengumpulan data yang digunakan untuk penelitian ini adalah:
40
1. Metode Dokumentasi.
Menurut Arikunto (2002:135). Dokumentasi yaitu metode mencari data
tentang hal-hal atau variabel berupa catatatan, transaksi, buku-buku,surat
kabar, notulen rapat, dan lain-lain. Dalam penelitian ini metode dokumentasi
digunakan untuk mengetahui jumlah karyawan dan jenis kompensasi yang
diberikan karyawan pada PT. Pertamina (Persero).
2. Metode Observasi.
Metode Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian
untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan oleh pegawai pada kantor
PT. Pertamina (persero).
3. Metode Angket.
Angket menurut Arikunto (2002:128) yaitu sejumlah pertanyaan tertulis
digunakan untuk memperoleh informasi dari responden, dalam arti laporan
tentang peribadinya untuk hal-hal yang ia ketahui. Dalam penelitian ini
metode angket digunakan untuk memperoleh informasi dari karyawan
tentang pertanyaan yang mengungkapkan pengaruh kepemimpinan dan
kompensasi pengaruhnya edngan semangat yang berakibat pada kinerja
karyawan PT. Pertamina (persero), dengan metode angket tertutup dimana
responden tidak diberi kesempatan menjawab dengan kata-kata sendiri.
3.4 Jenis dan Sumber Data
Jenis dari penelitian ini adalah penelitian Kuantitatif yang mencari hubungan antar
variabel, menguji suatu teori, dan mencari generalisasi yang bernilai prediktif. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
41
1. Data Primer
Sumber data primer yaitu jawaban atas pernyataan yang diajukan kepada
responden (pimpinan dan karyawan) dalam bentuk kuesioner dan wawancara,
baik yang berkaitan dengan variabel bebas kepemimpinan dan sistem
kompensasi (X1, X2) maupun variabel terikat kinerja guru (Y).
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu data yang yang dihasilkan dari sumber lain
seperti data administrasi kantor yan ada dikantor Pusat PT. Pertamina
(Persero), internet, jurnal, literatur.
3.5 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian
(Sugiyono, 1999), Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah diduga ada pengaruh
penggunaan jejaring sosial Facebook terhadap pencitraan PT Mediatama Binakreasi.
Model penelitian yang peneliti pakai adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2 Model Penelitian
3.6 Metode Analisis Data
Menurut Sugiyono (2009) teknik analisis data adalah kegiatan setelah data dari seluruh
responden atau sumber data lain terkumpul. Teknik analisis data dalam penelitian
Pengaruh Gaya
Kepemimpianan (X) Kinerja Karyawan (Y)
42
kuantitatif menggunakan alat bantu perangkat lunak SPSS versi 20 untuk mengolah
statistik. Adapun teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
3.6.1 Analisis Validitas dan Reliabilitas
Seluruh instrument yang terdapat pada data kuesioner terlebih dahulu dilakukan uji
validitas dan uji reliabilitas dengan menggunakan Program software SPSS 20. Pengujian
dengan alat ukur yang memenuhi syarat validasi (valid) dan kehandalan (reliable) tingkat
keakurasiannya yang bertujuan untuk memudahkan dalam perhitungan data dan memiliki
tingkat keakurasian yang sangat tinggi serta untuk menghasilkan kesimpulan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
1. Analisis reliabilitas
Kriteria penilaian skor instrument dalam melakukan uji reliabilitas koefisien
kehandalan atau Alpha Cronbach sebesar 0,60 atau lebih, maka indikator
dalam instrument tersebut dinyatakan handal (reliabel).
2. Analisis validitas
Suatu skala pengukuran (skor instrument) dianggap valid bila melakukan apa
yang seharusnya dilakukan dan mengukur apa yang seharusnya diukur
(Mudrajad Kuncoro, 2009).
3.6.2 Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif mengacu pada bagaimana menata atau mengorganisasi data,
menyajikan, dan menganalisis data dapat dilakukan misalnya dengan menentukan nilai
43
rata-rata hitung dan persen/proposisi. Cara lain untuk menggambarkan data adalah
dengan membuat tabel, distribusi frekuensi, dan diagram atau grafik.
Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data
dengan cara mendepenelitiankan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum
atau generelasi, dan tanpa uji signifikansi (Sugiyono, 2010). Sehingga dapat dikatakan
bahwa analisi deskriptif adalah fasilitas yang menyediakan pengumpulan, penyusunan,
penyajian data suatu penelitan.
3.6.3 Analisis Statistik Inferensial
Statistik inferensial merupakan bagian dari statistika yang
mempelajari mengenai penafsiran dan penarikan kesimpulan yang berlaku
secara umum dari sampel yang tersedia. Analisis inferensial berhubungan
dengan pendugaan populasi dan pengujian hipotesis dari suatu data atau
keadaaan atau fenomena. Statistika inferensial berfungsi meramalkan dan
mengontrol keadaan atau kejadian.
1. Analisis Korelasi (R)
Yang dimaksud Analisis Korelasi menurut Andi Supangat
(2007:339) adealah: “Tingkat hubungan antara dua variabel atau
lebih”. Koefisien ini menunjukan seberapa besar hubungan yang
terjadi antara variabel independen (x) terhadap variabel dependen (y).
Nilai R berkisar 0 sampai 1, nilai semakin mendekati 1 berarti
hubungan yang terjadi semakin kuat, sebaliknya nilai semakin
mendekati 0 maka hubungan yang terjadi semakin lemah.
Interval Koefiseien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199 Sangat Rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
44
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
Tabel 3.3. Interprestasi Koefisien Korelasi
Sumber: Sugiono (2010:250
2. Analisis Koefisien Determinasi
Analisis Koefisiensi Determinasi (Kd) digunakan untuk
melihat seberapa besar variabel independen (X) memiliki dampak
terhadap variabel dependen (Y) yang dinyatakan persentase. Besarnya
koefisien determinasi dhitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Sumber:Sugiyono, 2010:260
Keterangan:
Kd: Koefisien Determinasi
r2 : Koefisien Korelasi
3. Analisis Probabilitas/Signifikansi Hasil Regresi
Tingkat signifikan yang digunakan adalah 0,05 atau 5% karena
dinilai cukup untuk mewakili hubungan variabel – variabel yang
diteliti dan merupakan tingkat signifikan yang umum digunakan dalam
status penelitian.
Rumus untuk mengetahui tingkat signifikan:
Keterangan:
r = Korelasi Korelasi
n = Jumlah sampel
Kriteria hasil pengujian hipotesis:
a. Jika Thit <ttabel, maka Ho diterima dan Hα ditolak, artinya tidak ada
pengaruh antara gaya kepemimpianan terhadap Kinerja karyawan
Kd = r2 x 100%
Thit = 𝑟 √𝑛−2
1− 𝑟2
45
b. Jika Thit <ttabel, maka Ho ditolak dan Hα diterima, artinya ada
pengaruh antara gaya kepemimpinana terhadap kinerja karyawan.
4. Analisis Persamaan Linear
Analisis ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat hubugan
antara variabel X dan variabel y, yang menggunakan:
Keterangan:
Y = Nilai yang diprediksikan
a = Konstanta atau bila harga X = 0
b = Koefisien Regresi
X= Nilai Variabel Independen
5. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah data yang
telah dikumpulkan memilki distribusi normal atau tidak (Sarwono,
2012:96). Model regresi yang baik adala berdistribusi normal atau
mendekati normal yang dapat didektesi dengan menggambarkan
penyebaran data melalui grafik.
6. Pengujian Hipotesis
Menurut Sarwono (2012: 95) adalah jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara jawaban
yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan dan belum
jawaban yang pasti karena masih bersifat sementara. Dalam penelitian
ini:
a. Ho ; µ = 0
Artinya tidak adanya hubungan antara variabel X (Gaya
Kepemimpinan) terhadap variabel Y (Kinerja Karyawan)
b. Hα ; µ ≠ 0
Artinya terdapat hubungan antara variabel X (Gaya
Kepemimpinan) terhadap variabel Y (Kinerja karyawan).
Y = a + bx
46
3.7. Tempat dan Waktu Penelitian
3.7.1. Tempat Penelitian
Tempat pelaksanaan penelitian ini bertempat di kantor PT
Pertamina (persero) . Dengan sampel dari sebagian Karyawan di Fungsi
VP Reliability PT. Pertamina (persero)
3.7.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini secara keseluruhan dilaksanakan selama 4 bulan, dari
bulan November – Febuari 2016 dengan jadwal penelitian sebagai berikut:
Tabel 3.4. Jadwal Penelitian
No. Kegiatan
Waktu Penelitian
November Desember Januari Febuari
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan
Peneiltian
2 Pegumpulan
Data
3 Pengolahan
Data
4 Penyelesaia
n Bab I
5 Penyelesaia
n Bab II
6 Penyelesaia
n Bab III
7 Penyelesaia
n Bab IV
8 Penyelesaia
n Bab V
47
9 Kelengkapa
n Penelitian
10 Daftar
Pusptaka
Lampiran
48
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISA
4.1 Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero)
Sejarah dan Perkembangan Pertamina
Tonggak-tonggak sejarah berdirinya PT Pertamina (Persero) sebagai
Perusahaan BUMN sejak tahun 1957 hingga berubah status hukum menjadi
Perusahaan Perseroan Terbatas (Persero)
Masa Kemerdekaan
Pada 1950-an, ketika penyelenggaraan negara mulai berjalan normal
seusai perang mempertahankan kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia
mulai menginventarisasi sumber-sumber pendapatan negara, di antaranya dari
minyak dan gas. Namun saat itu, pengelolaan ladang-ladang minyak
peninggalan Belanda terlihat tidak terkendali dan penuh dengan sengketa.
Di Sumatera Utara misalnya, banyak perusahaan-perusahaan kecil
saling berebut untuk menguasai ladang-ladang tersebut.
Integrasi Pengelolaan Migas Indonesia
Pada tahun 1960, PT PERMINA direstrukturisasi menjadi PN
PERMINA sebagai tindak lanjut dari kebijakan Pemerintah, bahwa pihak yang
berhak melakukan eksplorasi minyak dan gas di Indonesia adalah negara.
49
Melalui satu Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan Presiden pada 20
Agustus 1968, PN PERMINA yang bergerak di bidang produksi digabung
dengan PN PERTAMIN yang bergerak di bidang pemasaran guna menyatukan
tenaga, modal dan sumber daya yang kala itu sangat terbatas. Perusahaan
gabungan tersebut dinamakan PN Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
Nasional (Pertamina).
Tonggak Migas Indonesia
Untuk memperkokoh perusahaan yang masih muda ini, Pemerintah
menerbitkan Undang-Undang No. 8 tahun 1971, dimana di dalamnya mengatur
peran Pertamina sebagai satu-satunya perusahaan milik negara yang ditugaskan
melaksanakan pengusahaan migas mulai dari mengelola dan menghasilkan
migas dari ladang-ladang minyak di seluruh wilayah Indonesia, mengolahnya
menjadi berbagai produk dan menyediakan serta melayani kebutuhan bahan
bakar minyak & gas di seluruh Indonesia.
Dinamika Migas Indonesia
Seiring dengan waktu, menghadapi dinamika perubahan di industri
minyak dan gas nasional maupun global, Pemerintah menerapkan Undang-
Undang No. 22/2001. Paska penerapan tersebut, Pertamina memiliki kedudukan
yang sama dengan perusahaan minyak lainnya. Penyelenggaraan kegiatan bisnis
50
PSO tersebut akan diserahkan kepada mekanisme persaingan usaha yang wajar,
sehat, dan transparan dengan penetapan harga sesuai yang berlaku di pasar.
Pada 17 September 2003 Pertamina berubah bentuk menjadi PT
Pertamina (Persero) berdasarkan PP No. 31/2003. Undang-Undang tersebut
antara lain juga mengharuskan pemisahan antara kegiatan usaha migas di sisi
hilir dan hulu.
Masa Transformasi
Pada 10 Desember 2005, sebagai bagian dari upaya menghadapi
persaingan bisnis, PT Pertamina mengubah logo dari lambang kuda laut menjadi
anak panah dengan tiga warna dasar hijau-biru-merah. Logo tersebut
menunjukkan unsur kedinamisan serta mengisyaratkan wawasan lingkungan
yang diterapkan dalam aktivitas usaha Perseroan.
Selanjutnya pada 20 Juli 2006, PT Pertamina mencanangkan program
transformasi perusahaan dengan 2 tema besar yakni fundamental dan
bisnis. Untuk lebih memantapkan program transformasi itu, pada 10
Desember 2007 PT Pertamina mengubah visi perusahaan yaitu, “Menjadi
Perusahaan Minyak Nasional Kelas Dunia”. Menyikapi perkembangan
global yang berlaku, Pertamina mengupayakan perluasan bidang usaha
dari minyak dan gas menuju ke arah pengembangan energi baru dan
terbarukan, berlandaskan hal tersebut di tahun 2011 Pertamina
menetapkan visi baru perusahaannya yaitu, “Menjadi Perusahaan Energi
Nasional Kelas Dunia”.
4.1.1 Visi
Menjadikan Perusahaan Energi kelas dunia
51
4.1.2 Misi
Menjalankan usaha inti minyak, gas, serta energy terbarukan secara
integritasi, berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat.
4.2 Analisis Deskriptif
4.2.1 Identitas Responden
Kuesioner digunakan untuk memperoleh data – data yang akan diolah untuk
mengetahui keterkaitan antara kedua variabel yang diolah menggunakan software
SPSS 20, kuesioner ini diisi oleh para karyawan VP Reliability di PT Pertamina
(persero). Mengenai variabel identitas responden yaitu jenis kelamin, umur,
Pendidikan, dan lama bekerja dengan hasil sebagai berikut:
1. Jenis Kelamin
Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden
Distribusi data berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Berdasarkan olah data di atas pada Tabel 4.1 diperoleh data dari 40 responden(N) dimana
responden dengan jenis kelamin pria terdapat 23 (57,5%) dan responden dengan jenis
kelamin wanita sebanyak 17 (42,5%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
mayoritas responden dari fungsi VP Reliability PT Pertamina (persero) mayoritas adalah
Pria.
2. Usia
Usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
21 - 29 tahun 14 35.0 35.0 35.0
30 - 39 tahun 14 35.0 35.0 70.0
40 - 50 tahun 7 17.5 17.5 87.5
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Pria 23 57.5 57.5 57.5
Wanita 17 42.5 42.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
52
> 50 tahun 5 12.5 12.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
Tabel 4.2 Umur Responden
Dari hasil kuesioner Tabel 4.2 diperoleh data dari 40 responden (N) karyawan
pada VP Reliability di PT. Pertamina (persero) ada 14 (35%) responden yang memiliki
umur antara 21 – 29 tahun, ada 14 (35%) responden memiliki umur antara 30 – 39 tahun,
ada 7 (17,5%) responden memiliki umur antara 40 – 50 tahun, ada 5 (12,5%) responden
yang memiliki umur diatas 50 tahun. Berdasarkan data umur diatas dapat disimpulkan
mayoritas karyawan pada VP reliability pada PT Pertamina rata-rata berumur 21- 39
tahun.
3. Pendidikan
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
SMA 4 10.0 10.0 10.0
D3 6 15.0 15.0 25.0
S1 28 70.0 70.0 95.0
S2 2 5.0 5.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
Tabel 4.3 Pendidikan
Dari hasil kuesioner Tabel 4.3 diperoleh data dari 40 responden (N) karyawan
pada VP Reliability di PT. Pertamina (persero) ada 4 (10%) responden yang meraih
pendidikan SMA, ada 6 (15%) responden yang meraih pendidikan D3, ada 28 (70%)
responden yang meraih pendidikan S1, ada 2 (5.0%) responden yang meraih pendidikan
S2. Berdasarkan data pendidikan diatas dapat disimpulkan mayoritas karyawan pada VP
reliability pada PT Pertamina rata-rata berpendidikan S1.
53
4. Lama Bekerja
Lama bekerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
<5 15 37.5 37.5 37.5
6-10 15 37.5 37.5 75.0
>10 10 25.0 25.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
Tabel 4.4 Lama Bekerja
Dari hasil kuesioner Tabel 4.4 diperoleh data dari 40 responden (N) karyawan
pada VP Reliability di PT. Pertamina (persero) ada 15 (37, 5%) responden yang memiliki
jangka waktu kerja kurang dari 5 tahun, ada 15 (37,5%) responden yang memiliki jangka
waktu kerja 6 – 10 tahun, ada 10 (25%) responden yang memiliki jangka waktu kerja
lebih dari 10 tahun. Berdasarkan data lama bekerja diatas dapat disimpulkan jumlah data
lama bekerja karyawan kurang dari 5 tahun dan 6-10 tahun memiliki jumlah yang sama.
4.2.2 Statistik Deskriptif Variabel Gaya Kepemimpinan
Pada bagian ini peneliti akan memaparkan hasil olah data menggunakan
software SPSS 20 mengenai statistik deskriptif variabel Pengaruh gaya
kepemimpinan pada VP Reliability. Dimana dalam penelitian ini peneliti telah
membagikan kuesioner terlebih dahulu kepada 40 responden (N) dengan bobot
jawaban menyesuaikan pada pertanyaan dalam kuesioner, seperti yang terlihat
pada Tabel 4.5.
Rata – rata (Mean) Depenelitian
0,00 – 0,199 Sangat Tidak Baik
0,20 – 0,399 Tidak Baik
0,40 – 0.599 Ragu – ragu
0,60 – 0,799 Baik
54
0,80 – 1,00 Sangat Baik
Tabel 4.5 Depenelitian Rata-rata Variabel Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Dengan demikian, berdasarkan Tabel 4.6 dapat dijelaskan statistif deskriptif
yang ada pada variabel kualitas gaya kepemimpinan , bahwa setiap indikator (px1
sampai dengan px10) dengan jumlah responden (N) 40 orang, dapat dilihat pada
kolom minimum bahwa yang mempunyai nilai minimum 2 adalah px3, px4 dan px7
sedangkan yang tersisa mempunyai nilai minimum 3. Pada kolom maximum ,
masing – masing indikator dari px1 sampai px10 mempunyai nilai maximum yang
sama yaitu 5. Sedangkan pada kolom mean dari indikator px1 hingga px10 memiliki
variasi nilai pada kisaran 3,82 sampai dengan 4.03.
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
px1 40 3 5 3.87
px2 40 3 5 3.82
px3 40 2 5 3.40
px4 40 2 5 3.97
px5 40 3 5 4.03
px6 40 3 5 3.88
px7 40 2 5 3.97
px8 40 3 5 3.93
px9 40 3 5 3.92
px10 40 3 5 3.95
total variabel x 40 32 49 38.75
Valid N (listwise) 40
Tabel 4.6 Descriptive Statistics Variabel Pengaruh Gaya Kepemimpinan
pada VP Reliability di PT. Pertamina (persero)
Dengan demikian, jika mengacu pada tabel 4.6 maka dapat disimpulkan nilai
rata – rata tiap indikator adalah sangat baik. Demikian pula, total nilai mean
keseluruhan (38,75/50 = 0,775) yaitu memiliki nilai rata – rata baik.
4.2.3 Statistik Deskriptif Kinerja Karyawan
55
Melalui metode yang serupa dapat diberikan penjelasan statistik deskriptif
yang ada pada variabel pengaruh gaya kepemimpinan dari 40 responden (N)
terhadap kinerja karyawan, sehingga dapat ditarik kesimpulan pada setiap
indikator pertanyaan yang ada. Berdasarkan data pada Tabel 4.7 dapat dinyatakan
bahwa pada semua indikator variabel Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap
kinerja karyawan (py1 sampai py10) memiliki nilai minimum berada pada kisaran
antara 2 dan 3, untuk yang memiliki nilai minimum 2 terdapat pada py1, py2, dan
py10 dan sisanya memiliki nilai minimum 3 (py3, py4, py5, py6, py7, py8 dan
py9). Sementara itu nilai maximum memiliki nilai 5 pada setiap indikatornya.
Pada kolom mean dari py1 hingga py10 terdapat variasi nilai yang berkisar dari
3,83 sampai dengan 4,20 yang apabila mengacu pada Tabel 4.7 dapat dinyatakan
dengan baik hingga sangat baik. Demikian pula, total nilai rata - rata keseluruhan
(40.10/50= 0,802) yaitu memiliki nilai rata – rata “Sangat Baik”
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
py1 40 2 5 4.03
py2 40 2 5 3.93
py3 40 3 5 3.83
py4 40 3 5 4.03
py5 40 3 5 3.97
py6 40 3 5 4.20
py7 40 3 5 4.05
py8 40 3 5 4.00
py9 40 3 5 4.07
py10 40 2 5 4.00
total variabel y 40 33 48 40.10
Valid N (listwise) 40
Tabel 4.7 Descriptive Statistics Kinerja Karyawan
4.3 Analisis Statistik Infrensial
Pada Bab 3 metodologi penelitian telah dijelaskan mengenai statistika
deskriptif, dan statistika infrensial. Dimana stratistik inferensial mencakup semua
metode yang berhubungan dengan analisis sebagian data (contoh) atau juga sering
56
disebut dengan sampel untuk kemudian sampai pada peramalan atau penarikan
kesimpulan megenai keseluruhan data induknya (populasi).
4.3.1 Uji Reliabilitas
Suatu instrument pengukuran (misalnya kuesioner) dikatakan reliabel bila
memberikan hasil skor yang konsisten pada pengukuran, tetapi suatu pengukuran
tidak bisa dikatakan valid bila tidak reliabel. Hal ini berarti reliabilitas merupakan
prasyarat mutlak tapi tidak cukup untuk validitas (Stanislaus S. Uyanto, 2009).
1. Uji Reliabilitas Variabel Gaya Kepemimpinan
Menurut Nunnaly seperti yang dikutip oleh Imam Ghozali (2009) bahwa
untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistik Cronbach’s Alpha (α) dimana
suatu konstruk atau konsep variabel dikatakan reliabel jika memberikan
minimal nilai Cronbach’s Alpha > 0,60. Melalui Output SPSS mengenai
Reliability Statistics pada Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa nilai dari
Cronbach’s Alpha = 0,765 yang berarti lebih dari 0,60 yang dipersyaratkan
atau layak (Reliability). Sedangkan bila mengacu pada Tabel 4.8 Item Total
Statistics pada kolom Cronbrach’s Alpha if Item Deleted terlihat semua
indikator (px1 sampai px10) mempunyai nilai lebih dari 0,60 dari yang
dipersyaratkan, sehingga indikator layak atau reliability.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
0.765 10
57
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
px1 34.88 12.061 .540 .732
px2 34.93 11.712 .649 .719
px3 35.35 12.797 .234 .776
px4 34.78 11.358 .502 .735
px5 34.73 11.589 .554 .728
px6 34.88 12.728 .371 .753
px7 34.78 11.974 .503 .736
px8 34.83 12.558 .405 .749
px9 34.83 12.866 .331 .758
px10 34.80 12.574 .295 .766
Tabel 4.8 Reliability Statistics Variabel Gaya Kepemimpinan
1. Uji Reliabilitas Kinerja Karyawan
Berdasarkan uji Reliabilitas Kinerja karyawan dari output SPSS 20 pada
Tabel 4.9 yaitu mengenai Reliability Statistics dapat diperoleh nilai
Cronbach’s Alpha sebesar 0,732. Cronbach’s Alpha sebesar 0,732 tentu
lebih besar dari yang dipersyaratkan yaitu 0,60 sehingga instrumen
penilaian pada instrument tingkat kinerja karyawan adalah handal atau
reliabel. Sedangkan bila mengacu pada Tabel 4.9 Item Total Statistics pada
kolom Cronbrach’s Alpha if Item Deleted terlihat semua indikator (py1
sampai py10) mempunyai nilai lebih dari 0,60 dari yang dipersyaratkan,
sehingga indikator layak atau reliability.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
0.732 10
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's Alpha
if Item Deleted
py1 36.08 11.558 .259 .732
py2 36.18 10.558 .460 .699
py3 36.28 10.256 .550 .684
py4 36.08 10.789 .472 .698
py5 36.13 11.548 .287 .726
58
Tabel 4.9 Reliability Statistics Kinerja Karyawan
4.3.2 Uji Validitas
Valid atau validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh
mana ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya
(Sofian Yamin & Herry Kurniawan (2009).
1. Uji Validitas Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan SPSS 20 seperti yang terlihat
pada Tabel 4.10 mengenai validitas Gaya Kepemimpinan terlihat bahwa nilai
total korelasi antara masing – masing indikator terhadap skor konstruk atau
konsep, dengan melihat pearson correlation menunjukkan hasil yang
signifikan untuk seluruh indikator (px1 sampai dengan px10), menunjukkan
hasil signifikan pada tarraf kepercayaan 99% atau significant at the 0.01 level
(2-tailed).
2. Uji Validitas Kinerja karyawan
Berdasarkan tampilan output SPSS 20 terlihat pada Tabel 4.11 validitas
kinerja karyawan bahwa nilai total korelasi antara masing – masing indikator
(py1 sampai dengan py10) terhadap skor konstruk atau konsep menunjukkan
hasil yang signifikan pada taraf kepercayaan py1 – py9 adalah 99% atau
significant at the 0.01 level (2-tailed). Sedangkan py10 adalah 95% atau
significant at the 0.05 level (2-tailed).
py6 35.90 11.374 .415 .709
py7 36.05 10.613 .498 .694
py8 36.10 11.015 .434 .705
py9 36.03 11.153 .423 .707
py10 36.10 11.836 .169 .748
59
Correlations
px1 px2 px3 px4 px5 px6 px7 px8 px9 px10 total variabel
x
px1
Pearson
Correlation 1 .435** .271 .416** .250 .374* .312* .249 .249 .211 .647**
Sig. (2-tailed) .005 .090 .008 .120 .017 .050 .122 .122 .190 .000
N 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
px2
Pearson
Correlation .435** 1 .211 .260 .568** .222 .446** .314* .524** .325* .734**
Sig. (2-tailed) .005 .192 .105 .000 .168 .004 .049 .001 .041 .000
N 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
px3
Pearson
Correlation .271 .211 1 .264 .359* .163 .270 -.096 -.096 -.097 .421**
Sig. (2-tailed) .090 .192 .100 .023 .315 .092 .554 .554 .552 .007
N 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
px4
Pearson
Correlation .416** .260 .264 1 .415** .363* .339* .360* .048 .126 .650**
Sig. (2-tailed) .008 .105 .100 .008 .021 .032 .022 .768 .438 .000
N 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
px5
Pearson
Correlation .250 .568** .359* .415** 1 .492** .336* .184 .184 .052 .673**
Sig. (2-tailed) .120 .000 .023 .008 .001 .034 .257 .257 .752 .000
60
N 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
px6
Pearson
Correlation .374* .222 .163 .363* .492** 1 -.008 .180 .043 .099 .504**
Sig. (2-tailed) .017 .168 .315 .021 .001 .961 .266 .793 .545 .001
N 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
Correlations
px1 px2 px3 px4 px5 px6 px7 px8 px9 px10 total variabel x
px7 Pearson
Correlation .312* .446** .270 .339* .336* -.008 1 .374* .185 .309 .626**
Sig. (2-tailed) .050 .004 .092 .032 .034 .961 .017 .254 .053 .000
N 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
px8
Pearson
Correlation .249 .314* -.096 .360* .184 .180 .374* 1 .323* .270 .535**
Sig. (2-tailed) .122 .049 .554 .022 .257 .266 .017 .042 .092 .000
N 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
px9
Pearson
Correlation .249 .524** -.096 .048 .184 .043 .185 .323* 1 .381* .470**
Sig. (2-tailed) .122 .001 .554 .768 .257 .793 .254 .042 .015 .002
N 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
61
px10
Pearson
Correlation .211 .325* -.097 .126 .052 .099 .309 .270 .381* 1 .468**
Sig. (2-tailed) .190 .041 .552 .438 .752 .545 .053 .092 .015 .002
N 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
total
variabel x
Pearson
Correlation .647** .734** .421** .650** .673** .504** .626** .535** .470** .468** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000 .007 .000 .000 .001 .000 .000 .002 .002
N 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Tabel 4.10 Uji Validitas Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Correlations
px1 px2 px3 px4 px5 px6 px7 px8 px9 px10 total variabel x
py1
Pearson
Correlation 1 .256 .370* .054 .001 .117 .431** .115 .234 -.245 .433**
Sig. (2-tailed) .111 .019 .739 .993 .471 .005 .481 .145 .128 .005
N 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
py2 Pearson
Correlation .256 1 .467** .323* .103 .349* .267 .165 .241 .094 .610**
62
Sig. (2-tailed) .111 .002 .042 .529 .027 .096 .310 .134 .566 .000
N 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
py3
Pearson
Correlation .370* .467** 1 .555** .100 .281 .338* .225 .206 .096 .679**
Sig. (2-tailed) .019 .002 .000 .541 .079 .033 .163 .202 .556 .000
N 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
py4
Pearson
Correlation .054 .323* .555** 1 .355* .262 .227 .061 .248 .207 .607**
Sig. (2-tailed) .739 .042 .000 .025 .103 .160 .710 .123 .200 .000
N 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
py5
Pearson
Correlation .001 .103 .100 .355* 1 .083 .232 .121 .320* .155 .449**
Sig. (2-tailed) .993 .529 .541 .025 .612 .149 .456 .044 .339 .004
N 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
py6
Pearson
Correlation .117 .349* .281 .262 .083 1 .309 .355* .177 .121 .539**
Sig. (2-tailed) .471 .027 .079 .103 .612 .053 .025 .274 .457 .000
N 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
Correlations
px1 px2 px3 px4 px5 px6 px7 px8 px9 px10 total variabel x
63
py7
Pearson
Correlation .431** .267 .338* .227 .232 .309 1 .473** .175 0.000 .632**
Sig. (2-tailed) .005 .096 .033 .160 .149 .053 .002 .279 1.000 .000
N 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
py8
Pearson
Correlation .115 .165 .225 .061 .121 .355* .473** 1 .325* .320* .571**
Sig. (2-tailed) .481 .310 .163 .710 .456 .025 .002 .041 .044 .000
N 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
py9
Pearson
Correlation .234 .241 .206 .248 .320* .177 .175 .325* 1 .166 .557**
Sig. (2-tailed) .145 .134 .202 .123 .044 .274 .279 .041 .305 .000
N 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
py10
Pearson
Correlation -.245 .094 .096 .207 .155 .121 0.000 .320* .166 1 .365*
Sig. (2-tailed) .128 .566 .556 .200 .339 .457 1.000 .044 .305 .020
N 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
total
variabel y
Pearson
Correlation .433** .610** .679** .607** .449** .539** .632** .571** .557** .365* 1
Sig. (2-tailed) .005 .000 .000 .000 .004 .000 .000 .000 .000 .020
N 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
64
Tabel 4.11 Uji Validitas Kinerja Karyawan
i
4.3.3 Analisis Regresi Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh hubungan dan
pengaruh yang ada diantara dua variabel yakni variabel pengaruh gaya
kepemimpinan dan variabel kinerja karyawan. Dengan menggunakan analisis ini
dapat digambarkan hubungan dua variabel yang diinginkan dalam bentuk
persamaan garis lurus (linier) dan dapat diketahui keereatan hubungan serta
ramalan (predictions) dari dua variabel tersebut dalam bentuk pengaruh.
1. Statistik Deskriptif
Tabel 4.12 di bawah merupakan output olah data menggunakan SPSS 20
mengenai Descriptive Statistics atas variabel pengaruh gaya
kepemimpinan, dapat dilihat bahwa dengan total masing – masing sampel
40 (N), variabel PX mempunyai nilai mean 38.75 dengan standard
deviation 3.835 sedangkan variabel PY mempunyai mean 40.10 dengan
standard deviation 3.643.
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
total variabel y 40.10 3.643 40
total variabel x 38.75 3.835 40
Tabel 4.12 Descriptive Statistics
2. Koefisien Korelasi (R)
Koefisien korelasi sering disebut dilambangkan dengan huruf R. Koefisien
korelasi dinyatakan dengan bilangan, bergerak antara 0 sampai +1 atau –
sampai -1. Notasi positif (+) atau negative (-) menujukkan arah hubungan
antara kedua variabel tersebut. Notasi positif (+) berarti hubungan antara
kedua variabel searah (positive correlation). Jika variabel satu naik maka
variabel yang lain juga naik. Notasi negative (-) berarti kedua variabel
ii
berhubungan terbalik (negative correlation), artinya kenaikkan satu
variabel akan diikuti dengan penurunan variabel lainnya.
Correlations
total variabel y total variabel x
Pearson Correlation total variabel y 1.000 .644
total variabel x .644 1.000
Sig. (1-tailed) total variabel y . .000
total variabel x .000 .
N total variabel y 40 40
total variabel x 40 40
Tabel 4.13 Correlationb
1) Jika nilai r > 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier positif
(positive correlation), yaitu makin besar nilai variabel X maka makin
besar pula nilai variabel Y, atau makin kecil nilai variabel X maka
makin kecil pula nilai variabel Y.
2) Jika nilai r < 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier negatif
(negative correlation), yaitu makin besar nilai variabel X maka makin
kecil nilai variabel Y, atau makin kecil nilai variabel X maka makin
besar pula nilai variabel Y.
3) Jika nilai r = 0, artinya tidak ada hubungan sama sekali antara variabel
X dan variabel Y.
4) Jika nilai r = 1 atau r = -1, maka dapat dikatakan telah terjadi hubungan
linier sempurna, berupa garis lurus, sedangkan untuk r yang makin
mengarah ke arah angka 0 (nol) maka garis makin tidak lurus.
Jadi kesimpulan yang dapat diambil untuk Pengaruh Gaya Kepemimpinan
di fungsi VP Reliability pada PT Pertamina (persero) menggunakan rumus
iii
Pearson Correlation dengan uji satu sisi (Sig. (tailed)) diperoleh angka
0,644 seperti yang terlihat di Tabel 4.13, hal ini berarti:
1) Arah korrelasi positif
2) Besarnya koefisien korelasi yang diperoleh yaitu 0,644 yang menurut
Sugiyono (2007) seperti yang dijelaskan pada Bab 3 bahwa pada
interval korelasi 0,60 – 0,799 adalah memiliki hubungan yang positif
dan kuat.
3) Angka Determinasi (R2)
Jika nilai R2 sama dengan 0, maka tidak ada sedikit pun prosentase
sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap
variabel dependen. Sebaliknya nilai R2 sama dengan 1, maka
prosentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen
terhadap variabel dependen adalah sempurna.
Tabel 4.14 Model Summaryb
Pada Tabel 4.14 Model Summaryb dapat diperoleh nilai R2 (pada kolom
R Square) adalah 0,415. Koefesien determinasi dapat dihitung secara
matematis dengan:
Kd = R2 x 100%
Model Summaryb
Model R R
Square
Adjusted
R
Square
Std.
Error of
the
Estimate
Change Statistics
R
Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 .644a .415 .400 2.823 .415 26.961 1 38 .000
a. Predictors: (Constant), total variabel x
b. Dependent Variable: total variabel y
iv
Maka dapat diketahui
Kd = 0,415 x 100% = 41.5%
Sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel pengaruh gaya
kepemimpinan memiliki pengaruh terhadap variabel kinerja karyawan
sebesar 0,415 atau sumbangan prosentase 41.5%. Dengan kata lain masih
ada variabel sebesar 0,585 atau 58.5% yang turut berpengaruh terhadap
variabel pengaruh gaya kepemimpinan.
4) Signifikan Hasil Regresi
Hipotesis pada penelitian ini adalah
Ho : Tidak ada hubungan antara pengaruh gaya kepemimpinan
terhadap
Kinerja karyawan.
Ha : Ada hubungan antara Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap
kinerja karyawan.
Dasar pengambilan keputusan didasarkan ada probabilitas dengan uji
statistik menggunakan software SPSS 20 yang dilakukan dua sisi maka:
Jika probabilitas (Sig. F Change) > 0,05 maka Ha diterima
Jika probabilitas (Sig. F Change) < 0,05 maka H0 ditolak
Hasil luaran (output) pengolahan data menggunakan program aplikasi
SPSS 20 seperti diperlihatkan pada Tabel 4.14 Model Summaryb pada
kolom Sig. F Change = 0,000 dan hal yang sama juga terlihat pada Tabel
4.17 Coefficientsa pada kolom Sig. dan pada baris Total nilai px bernilai
= 0,000. Oleh karena nilai Sig. (0,000) lebih kecil dari nilai α (0,05) maka
H0 ditolak yang artinya ada pengaruh yang signifikan antara pengaruh
gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan.
5) Persamaan Linear
Untuk selanjutnya akan digunakan SPSS 20 untuk menghitung
persamaan linear. Pada Tabel 4.17 Coefficients dapat dibuatkan
persamaan linear sebagai berikut:
v
𝑦 = 𝑎 + 𝑏𝑥
Dimana:
y = Kinerja karyawan
x = Pengaruh gaya kepemimpinan
Jadi persamaan linearnya adalah sebagi berikut:
𝑦 = 16.384 + 0,612𝑥
Keterangan persamaan Linear tersebut adalah sebagai berikut:
Nilai Konstanta sebesar 16.384 menyatakan bahwa bilamana tidak ada
pengaruh gaya kepemimpinan maka nilai tingkat kehandalan terhadap
kinerja karyawan oleh pelayan sebesar 16.384.
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 16.384 4.589
3.570 .001
total variabel x .612 .118 .644 5.192 .000
a. Dependent Variable: total variabel y
Tabel 4.15 Coefficiensts
Nilai Koefisien Regresi sebesar 0,612 menyatakan bahwa setiap
penambahan 1 (satu) point gaya kepemimpinan maka akan menambah
tingkat kehandalan terhadap kinerja karyawan sebesar 16.996 { y =
16.384 + 0,612 * (1) = 16,996} demikian pula sebaliknya, pengurangan 1
(satu) poin gaya kepemimpinan maka akan mengurangi kinerja karyawan
yang dilakukan oleh pelayan 15.772 { y = 16.384 + 0,612 * (-1) =
15.772}.
6) Uji Normalitas
vi
Uji Normalitas Data merupakan prasayarat kebanyakan prosedur
statistika inferensial (Stanislaus S. Uyanto, 2009). Dari Normal
Probability Plot of Refression Standardized Residuals pada Grafik 4.1
menunjukkan bahwa butir – butir atau titik – titik nilai data terletak
kurang lebih pada suatu garis lurus, sehingga dapat disimpulkan bahwa
nilai skor antara pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja
karyawan adalah berasal dari populasi yang terdistribusi normal.
Grafik 4.1 Normal P-P Plot Regression Standardized Residual
vii
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pengolahan statistif deskriptif, dan statistik
inferensial atau induktif yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dari total 40 responden (N) yang merupakan karyawan di VP Reliability
pada PT Pertamina (persero), jika dilihat dari segi gender maka mayoritas
responden adalah pria. Berdasarkan data di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa mayoritas umur responden berada pada rentang umur 21 – 39 tahun
yaitu 14 (35%) responden. Bila ditinjau dari segi pendidikan maka
mayoritas pendidikan karyawan S1, selanjutnya bila dilihat dari lama
bekerja karyawan yang bekerja di fungsi VP Reliability pada PT. Pertamina
(persero) kurang dari lima tahun sampai dengan sepuluh tahun.
2. Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan pada VP
Reliability di PT. Pertamina (persero) yang secara statistik deskriptif
diperoleh nilai rata-rata (mean) sebanyak 0,775 yang berarti para
responden yang merupakan karyawan fungsi VP reliability di PT.
Pertamina (persero) menilai bahwa Pengaruh gaya kepemimpinan di fungsi
Reliability pada PT. Pertamina (persero) sudah baik. Untuk uji reliabilitas
secara keseluruhan indikator bernilai lebih besar dari Alpha Cronbach yang
disyaratkan (α = 0,60) yaitu 0,765 yang berarti reliabel. Sedangkan bila
mengacu pada tabel Item-Total Statistics pada kolom Cronbach’s Alpha
secara keseluruhan indikator dalam variabel pengaruh gaya kepemimpinan
telah mencapai nilai yang dipersyaratkan yang berarti reliabel atau layak
secara keseluruhan. Sedangkan uji validitas menunjukkan hasil bahwa nilai
total korelasi untuk indikator px1 sampai dengan px10 terhadap skor
viii
konstruk atau konsep menunjukkan hasil yang signifikan untuk semua
indikator dua sisi (2-tailed) dengan α = 0,01.
3. Tingkat kinerja karyawan di fungsi VP Reliability di PT. Pertamina
(persero) yang memiliki 10 indikator pertanyaan secara statistik deskriptif
diperoleh nilai rata-rata (mean) sebanyak 0,802 yang berarti mempunyai
pengaruh baik. Untuk uji reliabilitas, keseluruhan indikator bernilai jauh
lebih besar dari Alpha Cronbach yang disyaratkan (α = 0,60) yaitu 0,732
yang berarti seluruh indikator atau pertanyaan layak (reliabel). Demikian
pula bila mengacu pada tabel Item-Total Statistics pada kolom Cronbach’s
Alpha secara keseluruhan indikator dalam variabel tingkat kinerja
karyawan memiliki nilai yang lebih besar dari yang dipersyaratkan
sehingga dapat dinyatakan bahwa keseluruhan indikator pada variabel ini
adalah reliabel atau layak. Sedangkan uji reliabilitas menunjukkan hasil
bahwa nilai total korelasi antara masing-masing indikator py1 sampai
dengan py10 terhadap skor konstruk atau konsep menunjukkan hasil yang
signifikan untuk semua indikator dua sisi (2-tailed) dengan α = 0,01 dan α
= 0,05 yang berarti valid.
4. Pada kesimpulan terakhir mengenai Pengaruh gaya kepemimpinan terhdap
kinerja karyawan pada fungsi VP Reliability di PT. Pertamina (persero),
diperoleh hasil analisis regresi linear sederhana dengan koefisien korelasi
(R) sebesar 0,644 yang berarti arah korelasi positif dengan hubungan yang
kuat. Dengan nilai R2 = 0,415 (415%) hal ini berarti faktor luar masih
sedikit pengaruhnya yakni 0,585 (58,5%). Sedangkan untuk penilaian hasil
hipotesis diperoleh H0 ditolak dan Ha diterima sehingga dinyatakan bahwa
ada pengaruh yang signifikan antara Pengaruh gaya kepemimpinan
terhadap kinerja karyawan di fungsi VP Reliability pada PT. Pertamina
(persero).
ix
5.2 Saran-saran
Sebagai bahan masukkan untuk pengambilan kebijakan (decision making)
pada Fungsi VP Reliability pada PT. Pertamina (persero), dari hasil kesimpulan
di atas,maka peneliti memberikan beberapa saran antara lain:
1. Pada varibael pengaruh gaya kepemimpinan pada fungsi VP Reliability di
PT. Pertamina (persero) diperoleh hasil rata-rata baik, yang berarti harus
di tingkatkan ke sangat baik terhadap indikator pertanyaan yang rendah
nilainya. dengan lebih memperhatikan apa saja yang diharapkan dan
dibutuhkan oleh karyawan di fungsi VP Reliabilty di PT. Pertamina
(persero). Demikian pula pada variabel kinerja karyawan yang dilakukan
karyawan pada fungsi VP Reliability di PT. Pertamina (persero) diperoleh
hasil rata-rata sangat baik yang berarti masih harus dipertahankan.
2. Penelitian ilmiah ini dilakukan melalui survey di mana yang menjadi
subyek penelitian adalah karyawan di fungsi VP Reliability pada PT.
Pertamina (persero), oleh karena itu dengan segala keterbatasan yang ada,
seperti keterbatasan waktu, pengalaman peneliti dalam meneliti, dan lain
sebagainya maka disarankan untuk dapat dilakukan penelitian lanjutan
yang bersifat lebih meluas dan mendalam.
x
DAFTAR PUSTAKA
Ambar Teguh Sulistiyani. 2003. Manajemen dan Sumber Daya Manusia : Konsep
Teori dan Pengembangan Dalam Konteks Organisasi Publik. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Junaidi, Kontribusi Penerapan Balanced Scorecard terhadap Peningkatan Kinerja
Perusahaan Studi Kasus di Perusahaan Jasa Perantara Asuransi. Jakarta:
Tesis Magister
Karjadi, M. Kepemimpinan (Leadership). Bandung: PT. Karya Nusantara, 2001
Mangkunegara,AA. Anwar Prabu (Dr, Drs,Msi,Psi). Manajemen Sumber Daya
Manusia Perubahan. Bandung: Rosda, 2001
Rivai, Veithzal (Prof, Dr, MBA). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003
Sugiyono (Prof, Dr). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta, 2003
Siagian, Sondang P. Kiat Meningkatkan Produktivitas. Jakarta: PT. Asdi Maha
Satya, 2002
Sashkin, Marshall dan Saskhin, Molly, G, 2001, Prinsip-Prinsip Kepemimpinan. Jakarta: Erlangga.
Terry, Geroge R. Principle of Management (Diterjemahkan oleh Dr.Winardi).
Bandung: Alfabeta, 2003
Uno, B, Hamzah, dan Lamatenggo,Nina, 2012, Teori Kinerja dan Pengukuran. Jakarta: PT Bumi Aksara
Arikunto, S. Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek. Jakarta: Penerbit
Rineka Cipta, 2002