19
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi terutama di bidang komputer dan internet telah banyak memberikan dampak positif bagi kehidupan manusia. Namun dampak positif tersebut tidak berlangsung demikian, di sisi lain timbul pikiran pihak-pihak lain yang dengan itikad tidak baik mencari keuntungan dengan melawan hukum, yang berarti melakukan pelanggaran dan kejahatan. 1 Sebab komputer dan internet dapat dengan mudah dieksploitasi oleh orang yang ahli dibidangnya. Komputer dan internet pada awal mulanya hanya digunakan untuk kepentingan kekuasaan. Pada tahun 1970-an kalangan akademis mulai menggunakan internet sebagai jaringan komputer yang dapat menghubungkan lembaga-lembaga akademis dalam universitas. Namun dalam perjalanannya, internet saat ini sudah dapat dinikmati oleh semua kalangan, baik kalangan elite maupun biasa. 2 Dari sekian banyak sisi gelap yang ada dalam internet, yang paling banyak mendapat perhatian adalah perbuatan kejahatan yang sering dilakukan oleh seorang peretas khususnya cracking. Fenomena cracker dalam tahun-tahun terakhir ini memang mencemaskan karena mereka telah 1 Ninik Suparni, CYBERSPACE Problematika & Antisipasi Pengaturannya, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), 1. 2 Ibid

BAB I PENDAHULUAN - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/21216/2/Bab 1.pdf · digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Embed Size (px)

Citation preview

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi terutama di bidang komputer dan internet

telah banyak memberikan dampak positif bagi kehidupan manusia. Namun

dampak positif tersebut tidak berlangsung demikian, di sisi lain timbul

pikiran pihak-pihak lain yang dengan itikad tidak baik mencari keuntungan

dengan melawan hukum, yang berarti melakukan pelanggaran dan

kejahatan.1 Sebab komputer dan internet dapat dengan mudah dieksploitasi

oleh orang yang ahli dibidangnya.

Komputer dan internet pada awal mulanya hanya digunakan untuk

kepentingan kekuasaan. Pada tahun 1970-an kalangan akademis mulai

menggunakan internet sebagai jaringan komputer yang dapat

menghubungkan lembaga-lembaga akademis dalam universitas. Namun

dalam perjalanannya, internet saat ini sudah dapat dinikmati oleh semua

kalangan, baik kalangan elite maupun biasa.2

Dari sekian banyak sisi gelap yang ada dalam internet, yang paling

banyak mendapat perhatian adalah perbuatan kejahatan yang sering

dilakukan oleh seorang peretas khususnya cracking. Fenomena cracker

dalam tahun-tahun terakhir ini memang mencemaskan karena mereka telah

1Ninik Suparni, CYBERSPACE Problematika & Antisipasi Pengaturannya, (Jakarta : Sinar

Grafika, 2009), 1. 2Ibid

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

menggunakan keahliannya untuk melakukan kejahatan. Cracker dengan

aktivitas crackingnya mempunyai sejarah yang panjang, tetapi berdasarkan

catatan, cracking yang dilakukan oleh cracker pertama kali dilakukan pada

tanggal 12 Juni terhadap The Spot dan tanggal 12 Agustus 1995 terhadap

Cracker Movie Page.

Kejahatan cracking pada umumnya terdapat kesulitan untuk

pembuktiannya karena mengingat karakteristik dari cracking terjadi secara

non fisik dan lintas negara. Sebelum adaanya peraturan khusus yang

mengatur tentang hukuman bagi seorang cracker, aparat penegak hukum

menggunakan pasal – pasal KUHP seperti pasal pencurian dan pemalsuan

untuk menjerat para cracker.

Saat ini masalah cyber crime semakin memperihatinkan dan dampak

negatifnya semakin nyata. Pemerintah secara tegas telah mengambil

langkah nyata membendung arus cybercrime dan kejahatan sejenisnya,

dengan membentuk Undang-undang RI Nomor 19 Tahun 2016 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-undang tersebut yang telah

disahkan dan diundangkan pada tanggal 25 November 2016 diharapkan

dapat menjadi sebuah Undang-undang cyber guna menjerat pelaku-pelaku

cyber crime yang tidak bertanggung jawab dan menjadi sebuah payung

hukum bagi masyarakat pengguna teknologi informasi guna mencapai

sebuah kepastian hukum. khusus untuk kejahatan cracking dapat dijerat

menggunakan pasal tersebut karena termasuk dalam illegal acces.3

3UU ITE Pasal 31 ayat 1 dan 2

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

Perbuatan yang dilakukan oleh para cracker di dalam dunia maya

termasuk pencurian benda non fisik yang objeknya adalah website yang di

dalamnya terdapat software-software maupun informasi lainnya baik

berupa data penting dan lain sebagainya tergantung apa yang disimpan di

website tersebut. Adapun sistem operasionalnya secara umum seorang

cracker mencuri data di internet dengan cara:

1. Footprinting (Pencarian Data) : Kegiatan pencurian data berupa

menentukan ruang lingkup atau menyeleksi jaringan atau mengintai

jaringan.

2. Scanning (Pemilihan Sasaran) : Lebih bersifat aktif terhadap sistem

sasaran untuk mencari apakah ada kelemahannya.

3. Enumerasi (Pencarian Data Mengenai Sasaran) : Tahapan ini sudah

sangat bersifat intrusif (mengganggu) terhadap suatu sistem.

4. Gainning acces : Telah menetapkan akses ilegal terhadap suatu

sistem.4

5. Escalating privilege : Menaikkan atau mengamankan suatu posisi.

Pada tahap ini berusaha untuk naik kelas menjadi admin.

6. Pilfering : Proses pencurian suatu data.

7. Covering tracks : Menutup jejak.

8. Creating backdoors : Membuat jalan pintas agar mudah untuk masuk

kembali di lain waktu.

9. Denial of service : Yaitu proses melumpuhkan data.5

4 http://dephu.blogspot.co.id/2009/04/pertemuan-13-anatomi-suatu-serangan.html (Diakses pada

tanggal 19 April 2017 pukul 11.08)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

Membahas masalah aturan hukum cyber crime yang terjadi di

Indonesia, saat ini telah digunakan aturan perundang-undangan yang

mengatur khusus tentang cyber crime tersebut. Adapun perbuatan cracking

secara implisit diatur dalam pasal 30 ayat (3) jo pasal 46 ayat (#3). Salah

satu pasal Undang-undang tersebut tentang ketentuan pidana, pasal 46 ayat

(3) menyebutkan “setiap orang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud

dalam pasal 30nayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8

(delapan) tahun dan/atau denda paling banyak 800 juta rupiah”.

Cyber crime dalam bentuk cracking ini adalah identik dengan

perbuatan penipuan tradisional, hanya saja yang membedakan adalah

cracking menggunakan teknologi informasi dan telekomunikasi dalam

melaksanakan kejahatannya. Sedangkan dalam hukum pidana Islam tidak

ada nas} yang menjelaskan hukuman bagi kejahatan cracking tersebut.

Dalam hukum pidana Islam, pelaku tindak pidana (jari>mah) dihukum

sesuai dengan adanya aturan, karena dalam kaidah bahwa “tidak ada

jarimah (tindak kejahatan) dan tidak ada hukuman tanpa adanya nas}

(aturan)”. Hukuman dalam hukum pidana Islam bila ditinjau dari segi

terdapat atau tidak terdapat nas}nya dalam Al-Qur’an dan hadis, dapat

dibagi menjadi dua:6

5 Ibid

6 A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), (Jakarta: PT Raja

Grafindo, 1997), 28.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

1. Hukuman yang ada nas}nya, yaitu h}udu>d, qis}a>s} dan kafa>rat. Misalnya,

hukuman bagi pezina, pencuri, perampok, pembunuh, dan orang yang

mendhihar istrinya.

2. Hukuman yang tidak ada nas}nya, hukuman ini disebut dengan

hukuman ta’zi >r, seperti percobaan melakukan tindak pidana, tidak

melaksanakan amanah, sanksi palsu dan melanggar aturan lalu lintas.

Dalam hukum pidana Indonesia, hampir semua penetapan hukuman

menerapkan jari>mah ta’zi >r, karena sifatnya yang lebih umum dan elastis.

Demikian pula dalam kasus-kasus yang apabila dilakukan dapat merugikan

kepentingan umum, semua itu diatur dan ditegaskan dalam jari>mah ta’zi >r,

yaitu semua jari>mah yang jenisnya dan sanksinya diserahkan sepenuhnya

kepada penguasa demi tegaknya kemaslahatan umat dengan berdasarkan

keadaan nilai keadilan.7

Kejahatan pembobolan website dan software terjadi atas beberapa

faktor, faktor itu baik berasal dari diri si pelaku kejahatan seperti iseng dan

balas dendam maupun faktor diluar diri si pelaku seperti kurang amannya

jaringan sistem elektronik di Indonesia. Pelaku cracking memiliki modus

yang berbeda dengan pelaku kejahatan lainnya. Hal ini dikarenakan tempat

terjadinya kejahatan pembobolan website dan software dengan kejahatan

lain berbeda. Kejahatan pembobolan website terjadi di dunia maya,

sehingga menyebabkan modus pelaku kejahatan jenis ini mengandalkan

teknologi dalam aksinya. Kejahatan dalam bentuk apapun baik

7 Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, Cet. Ke-1,(Yogyakarta: Logung

Pustaka, 2004),7.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

konvensional maupun melalui media internet sering disebut dengan istilah

cyber crime, tidak akan lepas dari hukuman, karena mengganggu ketertiban

umum yang sangat dipelihara oleh Islam. Seiring dengan itu dalam hukum

positif dikenal dengan adagium “setiap kejahatan tidak boleh berlalu tanpa

hukuman” (aut punere aut de dere,nullum crimen sine poena).8

Dari berbagai pemaparan diatas penulis merasa tertarik untuk

mengkaji lebih lanjut mengenai cracking karena sebagaimana penulis

ketahui, belum ada peraturan baik dalam hukum positif maupun hukum

Islam yang secara spesifik membahas tentang kejahatan cracking. Dalam

skripsi ini penulisan mencoba mengkaji pasal – pasal dalam Undang –

Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE yang berkaitan dengan

cracking untuk diuraikan dan melihat bagaimana perspektif hukum Islam

terhadap cracking “Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Kejahatan

Cracking dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi

Dan Transaksi Elektronik”

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka teridentifikasi beberapa

masalah sebagai berikut:

1. Macam – macam bentuk kejahatan cracking

2. Unsur – unsur tindak pidana cracking

3. Cracking termasuk kejahatan cyber crime yang jenis tindak pidanya

sulit terdeteksi

8http://id.wiktionary.org/wiki/adagium. (Diakses pada tanggal 31 Maret 2017 pukul 14.08)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

4. Kurangnya pengetahuan aparat hukum mengenai perkembangan

teknologi, sehingga penegak hukum kesulitan dalam hal pembuktian

5. Aturan hukum untuk kejahatan cracking yaitu Undang-undang

Nomor 19 Tahun 2016

6. Dalam hukum pidana Islam, tidak ada n}as Al-Qur’an dan hadist yang

menjelaskan sanksi tentang kejahatan cracking

7. Tingkat keadilan dalam kasus tindak pidana cracking antara hukum

positif dan hukum Islam

C. Batasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi ruang

lingkup permasalahan yang hendak dikaji atau diteliti yaitu seputar :

1. Ketentuan hukum terhadap tindak kejahatan cracking menurut

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik

2. Analisis hukum pidana Islam terhadap kejahatan cracking menurut

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis

merumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas yaitu :

1. Bagaimana tindak kejahatan cracking menurut Undang-undang

Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik?

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

2. Bagaimana analisis hukum pidana Islam terhadap tindak kejahatan

cracking menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik?

E. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian

yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga

terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan

pengulangan atau duplikasi dari kajian/penelitian yang telah ada.9

Dalam hal ini penyusun menampilkan pembahasan skripsi tentang

cyber crime, karena sejauh ini belum banyak ditemukan beberapa tulisan

yang fokus terhadap pembahasan cracking maka penulis juga menyinggung

pembahasan mengenai cyber crime yang masih bersinambung terhadap

tindak kejahatan cracking, antara lain :

1. Skripsi yang berjudul “Cyber Crime dalam bentuk Phising dalam

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik Perspektif Hukum Pidana Islam.” Skripsi oleh

Zainal Arifin Al – Hakim, Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Siyasah

Jinayah Fakultas Syariah dan Hukum. Skripsi ini adalah hasil

penelitian kepustakaan untuk menjawab bagaimana cara melakukan

cyber crime dalam bentuk phising, bagaimana ketentuan hukum

terhadap kejahatan cyber crime dalam bentuk phising menurut

Undang-undang No.11 Tahun 2008 tentang ITE, dan bagaimana

9 Tim Penyusun, Fakultas Syariah dan Hukum, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, (Surabaya,

2016).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

tinjauan hukum pidana Islam terhadap kejahatan cyber crime dalam

bentuk phising menurut Undang-undang No.11 Tahun 2008 tentang

ITE. Penelitian ini menghasilkan tiga hal. Pertama, cara yang

digunakan dalam melakukan cyber crime dalam bentuk phising yaitu:

a) Man in the middle; b) URL Obfuscation; c) Gambar yang

menyesatkan; d) Malware Based Phising; dan e) Search Engine

Phising. Kedua, bahwasanya pelaku cyber crime dalam bentuk

phising menurut Undang-undang No.11 Tahun 2008 tentang ITE

dapat dikenakan pasal 28 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (2) dan pasal 35 jo

pasal 51 ayat (1). Ketiga, tinjauan hukum pidana Islam terhadap

cyber crime dalam bentuk phising menurut Undang-undang No.11

Tahun 2008 tentang ITE telah sesuai dengan hukum pidana Islam,

karena dalam hukum pidana Islam pihak yang berwenang

melaksanakan hukuman ta’zi >r adalah ulil amri, dan telah memenuhi

unsur – unsur yang ada pada dalam jarimah ta’zi >r.10

2. Skripsi yang berjudul “Studi Komparasi Hukum Pidana Islam dan

KUHP Pasal 362 Tentang Tindak Pidana Carding.” Skripsi oleh

Silviani, Jurusan Siyasah Jinayah Fakultas Syariah, IAIN Sunan

ampel Surabaya. Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan untuk

menjawab pertanyaan bagaimana modus dan karakteristik tindak

pidana carding serta bagaimana sanksi tindak pidana carding menurut

10

Zainal Arifin Al Hakim,”Cyber Dalam Bentuk Phising Dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Perspektif Hukum Pidana Islam”, (Skripsi---UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2016).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

hukum pidana Islam dan KUHP. Dari penelitian yang dilakukan,

dapat disimpulkan bahwa carding adalah sebuah aktivitas berbelanja

di dunia maya yang cara pembayarannya menggunakan kartu kredit

orang lain dengan cara mencuri nomor artu kredit dan tanggal exp-

datenya yang dapat diperoleh dari hasil hacking atau lainnya, seperti

bekerjasama dengan kasir-kasir supermarket, karyawan hotel dan

lain-lain. Dalam hukum Islam carding dapat disamakan dengan

sa>riqah, karena unsur-unsur yang ada pada sa>riqah berlaku pula pada

carding. Sehingga ketentuan hukum yang berlaku pada sa>riqah

berlaku pula pada carding, yakni hukum h}ad (potong tangan).11

3. Skripsi yang berjudul “Tinjauan Fikih Jinayah Terhadap Tindak

Pidana Pemerasan Melalui Informasi Elektronik Pada Pasal 27 (4)

UU ITE” Skripsi oleh Wisman Aji Harnantoko Jurusan Hukum

Publik Islam Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Ampel

Surabaya. Skripsi ini adalah hasil penelitian pustaka untuk menjawab

pertanyaan tentang tinjauan Fikih Jinayah terhadap pasal 27 (4) UU

ITE tentang tindak pidana pemerasan dengan ancaman melalui

informasi elektronik dan tindak pidana pemerasan dengan ancaman

melalui informasi elektronik menurut pasal 27 (4) UU ITE.

Perkembangan teknologi informasi memberikan kemudahan dalam

megakses segala jenis informasi seiring dengan perkembangan ilmu

pengetahuan. Hasil penelitian menunjukan bahwa cyber crime dalam

11

Sylviani,”Studi Komparasi Hukum Pidana Islam dan KUHP Pasal 362 Tentang Tindak Pidana Carding”, (Skripsi---IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2010).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

hal ini tindak pidana pemerasan melalui informasi elektronik dapat

dijerat pasal 27 (4) Jo pasal 45 (1) UU No. 11 Tahun 2008. Penerapan

hukuman ta’zi >r sudah tepat dalam kasus ini, baik penentuannya

maupun pelaksanannya. Dimana sanksi ta’zi >r hukumannya

diserahkan kepada Ulil Amri. Dengan tujuan memberikan

pembelajaran atau efek jera agar tindak pidana ini tidak terulang

lagi.12

4. Skripsi yang berjudul “Hacking (Perspektif Hukum Positif dan

Hukum Islam) Skripsi oleh Khairul Anam Jurusan Perbandingan

Madzhab Fakultas Syariah UIN Kalijaga. Dalam penelitian ini

mencari dan mengkaji apa itu hacking sebenarnya, bagaimana

perspektif hukum positif dan hukum Islam atau hacking. Dalam

penelitian ini penyusun mencoba menelaah berbagai sumber

selanjutnya mengkaji pasal – pasal dalam KUHP, KUHAP, beberapa

UU serta UU ITE yang terkait dengan hacking. Akhirnya penyusun

menyimpulkan hacking tidak bisa dikategorikan kegiatan terlarang,

meskipun memiliki sisi negatif. Dalam hal ini, UU ITE harus

merubah perspektif atau lebih tepatnya perlu merombak pasal – pasal

yang yang menentukan kegiatan hacking (termasuk penggunaan tool

hacking) harus melalui atau atas izin lembaga tertentu sedangkan

hukum Islam lebih fleksibel dalam melihat aktivitas hacking, yaitu

dengan tidak mengikat hacker dalam melakukan hacking pada

12

Wisman Aji Harnantoko,”Tinjauan Fikih Jinayah Terhadap Tindak Pemrasan Melalui Informasi Elektronik Pada Pasal 27 (4) UU ITE”, (Skripsi---UIN Sunan Ampel, Surabya, 2015).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

otoritas tertentu (lembaga pemerintah). Namun demikian tetap perlu

digalakkan kembali penelitian terhadap bidang yang sama agar

hukum Islam lebih menjawab permasalahan kontemporer secara lebih

komperhensif dan dapat dijadikan sebagai perbandingan bagi hukum

positif.13

5. Skripsi yang berjudul “Tindak Pidana Cyber crime dalam Perspektif

Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik” Skripsi oleh Ginanjar Sapto Hadi Jurusan Ilmu

Hukum Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jawa Timur. Dalam

pnelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanan Undang-undang

No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,

penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian

dapat disimpulkan apabila dalam proses pembuktian yang dilakukan

oleh tim kepolisian tidak menemukan bukti maka berkas kasus tidak

dapat lengkap atau P21 maka berkas tersebut tidak dapat

dilimpahkan ke pengadilan tetapi dalam proses pembuktian pada

perkara cyber crime ini tentu saja dapat dilakukan dengan

mengajukan bukti surat berupa dokumen elektronik yang dapat

dilaksanakan langsung dipersidangan dengan hasil berupa print out

atau dokumen elektronik.14

13

Khairul Anam,”Hacking (Perspektif Hukum Positi dan Hukum Islam)”, (Skripsi---UIN Sunan

Kalijaga, Yogyakarta, 2009). 14

Ginanjar Sapto Hadi,”Tindak Pidana Cybercrime Dalam Perspektif Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”, (Skripsi---UPN Veteran “Jawa

Timur”, Surabaya, 2012).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

Dari kajian pustaka diatas yang membedakan dengan penulisan

skripsi ini adalah membahas bagaimana pandangan Hukum Pidana Islam

terhadap sanksi hukum dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terhadap tindak kejahatan

Cracking. Dimana cracking ini termasuk pencurian lisensi/password yang

digunakan oleh para cracker untuk merusak tampilan website yang dituju

serta mengambil data-data dari website tersebut dan merubahnya.

F. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan rumusan

masalah di atas, sehingga dapat diketahui secara jelas dan terperinci tujuan

diadakan penelitian ini. Adapun tujuan tersebut sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui tindak kejahatan cracking menurut Undang-

undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik.

2. Untuk mengetahui analisis hukum pidana Islam terhadap kejahatan

cracking menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik.

G. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna, baik

dari secara teoretis maupun secara praktis.

1. Secara teoretis dapat dijadikan pedoman untuk menyusun hipotesis

penulisan berikutnya, bila ada kesamaan dengan penelitian masalah

ini, dan memperluas ilmu pengetahuan tentang tindak pidana yang

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

berkaitan dengan masalah tinjauan hukum pidana Islam terhadap

pelaku tindak kejahatan cracking

2. Secara praktis hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan dalam menganalisis dan argumentasi hukum yang

diperlukan agar diperoleh daya guna yang diharapkan bagi penegak

hukum bagi terciptanya suasana yang adil dan kondusif serta

menjamin kepastian hukum bagi hak-hak rakyat. Dengan demikian,

dapat ikut memberikan andil mengupayakan pemikiran ilmiah dalam

bidang hukum yang diharapkan bermanfaat untuk terciptanya

keadilan dan kemaslahatan bagi rakyat.

H. Definisi Operasional

Untuk memperjelas dan menghindari terjadinya kesalahpahaman

dalam menafsirkan kata-kata yang ada dalam pembahasan penulisan

skripsi, maka penulis memandang perlu untuk memberikan penjelasan

dalam memahami judul “Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap

Kejahatan Cracking dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang

Informasi Dan Transaksi Elektronik. Adapun yang dimaksud dengan:

1. Hukum pidana Islam : Hukum yang mengatur perbuatan yang

dilarang oleh syara’ dan dapat menimbulkan hukuman h}ad atau ta’zi>r,

pada lingkup pembahasan ini dikhususkan pada tindak pidana

cracking yang telah terjadi pada kasus peretasan website dan

software yang keamanannya telah dicuri oleh para cracker yang

diancam dengan hukuman ta’zi >r.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

2. Tindak kejahatan cracking : Kejahatan menerobos sistem jaringan

internet khususnya pada sistem keamanan website dan software

dengan menggunakan secara illegal acces atau menghilangkan

proteksi terhadap suatu perangkat lunak ataupun perangkat keras

dengan cara memaksa masuk kedalam suatu sistem dari perangkat

tersebut.

I. Metode Penelitian

Jenis Penelitian yang akan dipakai adalah kajian pustaka (library

research), yaitu studi kepustakaan dari beberapa referensi yang relevan

dengan pokok pembahasan mengenai tinjauan hukum pidana Islam

kejahatan cracking.

1. Data Yang Dikumpulkan

Berdasarkan masalah yang dirumuskan, maka data yang

dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi :

a. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE

b. Data mengenai peretasan website serta software yang telah

diretas

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan penulis dalam penelitian ini

terdiri dari:

a. Sumber primer

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

Sumber primer adalah sumber data yang diperoleh secara

langsung dari obyek penelitian.15

Dalam penelitian ini sumber

data primernya adalah bahan yang diambil dari hukum positif

Indonesia yang diambil UU No. 19 Tahun 2016 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik.

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh

dari buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah yang terkait dengan

objek penelitian.16

Adapun bahan sekunder adalah bahan yang

diambil dari buku-buku literatur yang berhubungan dengan

tema judul yang diangkat penulis, serta situs internet, jurnal,

makalah dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah yang

dikaji.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pembahasan skripsi ini merupakan penelitian melalui

internet, yakni pengumpulan data melalui bantuan teknologi

yang berupa alat/mesin pencarian di internet yang berhubungan

dengan masalah penelitian. Maka dari itu teknik yang

digunakan adalah dengan pengumpulan data mengenai website

dan software yang telah dibobol oleh seorang cracker. Bahan-

bahan pustaka yang digunakan di sini adalah buku-buku yang

15

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), 105. 16

Ibid.,106.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

ditulis oleh para pakar atau ahli hukum terutama dalam bidang

hukum pidana, dan hukum pidana Islam.

4. Teknik Pengolahan Data

Setelah semua data yang diperlukan terkumpulkan, maka

peneliti menggunakan teknik-teknik berikut ini:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang

diperoleh, terutama dari kelengkapan, kejelasan makna,

kesesuaian dan keselarasan antara yang satu dengan yang

lain. Dalam hal ini penulis akan memeriksa kembali isi

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik kejelasan makna tentang sanksi

pelaku kejahatan cracking, dan kesesuaian data-data dari

kepustakaan.17

b. Organizing, yaitu menyusun dan mensistematikan data

yang diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah

dirancanakan yang tersusun pada bab III tentang tindak

pidana cracking.

c. Analyzing, yaitu analisis dari data yang telah

dideskripsikan pada bab III dan menganalisa pada bab IV

dalam rangka untuk menunjang bahasa atas proses

menjawab permasalahan yang telah dipaparkan di dalam

rumusan masalah. Analisis tersebut meliputi sanksi

17

Bambang Sanggona, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2004), 125

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

hukuman pelaku kejahatan cracking dan analisa tinjauan

hukum pidana Islam terhadap kasus tersebut.18

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penyusunan

skripsi ini adalah dengan menggunakan analisis secara kualitatif

yang meliputi:

Metode Deskriptif Analisis yaitu dengan cara

menggambarkan teori dan kronologi kejahatan peretasan

terhadap website yang telah dibobol dan menganalisis hukuman

kejahatan peretasan terhadap pelaku tindak kejahatan cracking

sesuai dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang

ITE. Juga dengan pola pikir Deduktif yang berpangkal dari

prinsip-prinsip dasar kemudian menghadirkan objek yang

hendak diteliti.

J. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan ini bertujuan agar penyusunan skripsi

terarah sesuai dengan bidang kajian dan untuk mempermudah pembahasan,

dalam skripsi ini dibagi menjadi lima bab, dari lima bab terdiri dari

beberapa sub-sub, di mana antara satu dengan yang lainnya saling

berhubungan sebagai pembahasan yang utuh. Adapun sistematika

pembahasan sebagai berikut:

18

Ibid

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

Bab pertama merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang

masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian

pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,

metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua merupakan pembahasan tentang kerangka teoritis atau

kerangka konsepsional yang berisi tentang tinjauan umum terhadap jari>mah

ta’zi>r yang memuat tentang pengertian jari>mah ta’zi>r , macam-macam

jari>mah ta’zi>r, serta sanksi hukum jari>mah ta’zi>r.

Bab ketiga merupakan pembahasan tentang cracking. Dalam bab ini

akan menerangkan tentang definisi cracking, metode dan teknik serangan

kejahatan cracking, contoh kasus cracking di Indonesia, faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya cracking dan contoh kasus tindak kejahatan

cracking di Indonesia serta sanksi hukum Indonesia terhadap kejahatan

cracking.

Bab keempat adalah analisis terhadap cracking dalam Undang –

undang No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

perspektif hukum pidana Islam, memuat tentang analisis cara melakukan

kejahatan cracking, analisis Ketentuan Hukum Terhadap Kejahatan

cracking dalam Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik dan Transaksi Elektronik dan Analisis Hukum

Pidana Islam Terhadap Kejahatan cracking dalam Undang – Undang

Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Bab Kelima adalah penutup yang memuat kesimpulan dan saran.