Upload
trandan
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penanganan paling sederhana dalam mengatasi kerusakan saraf adalah
penyambungan dua ujung saraf terluka dengan lem fibrin (fibrin glue). Namun
demikian, dalam banyak kasus kerusakan saraf, terdapat celah (gap) pada bagian
saraf yang terputus sehingga ketika dilakukan penyambungan mengakibatkan
terciptanya tegangan pada saraf yang berdampak buruk pada hasil regenerasi
sistem saraf (Dodla, dkk., 2011). Untuk mengatasi permasalahan ini, terdapat dua
teknik yang dapat menjadi alternatif untuk meregenerasi celah pada keterlukaan
saraf tersebut, yakni pencangkokan saraf (nerve autographt) dan perancah
(scaffold).
Pada saat ini, nerve autograft merupakan “standar emas” dalam mengatasi
celah pada regenerasi sistem saraf tepi. Keuntungan teknik ini terletak pada
biokompatibilitas yang tinggi dan memiliki struktur yang baik untuk mendukung
pertumbuhan dan perbaikan sistem saraf (Evans, 2001). Namun demikian,
terdapat beberapa kekurangan dari teknik ini. Pengambilan cangkok saraf alami
dari bagian tubuh lain akan menyebabkan hilangnya atau berkurangnya fungsi
saraf dari bagian tubuh tersebut. Selain itu, pengambilan cangkok ini juga
berpotensi menimbulkan terbentuknya neuroma pada bagian tubuh yang
didonorkan, serta memerlukan beberapa operasi pembedahan, terutama untuk
pengambilan beberapa bagian cangkok kecil untuk dapat menjembatani celah
yang cukup lebar. Lebih dari itu, permasalahan lain yang akan muncul adalah
perbedaan ukuran cangkok donor dengan bagian saraf yang akan diregenerasi.
Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa dengan teknik nerve
autograft ini, jarang dihasilkan suatu regenerasi fungsional yang sempurna. Atas
pertimbangan kesulitan tersebut, penelitian saat ini lebih cenderung pada
pengembangan suatu perancah untuk regenerasi saraf tepi (Schmidt dkk., 2003).
Pengembangan sistem perancah untuk regenerasi saraf tepi berkaitan erat
dengan penelitian material yang sesuai untuk aplikasi regenerasi saraf tepi. Ada
beberapa sifat yang penting untuk dimiliki oleh material perancah yang akan
digunakan untuk regenerasi sarat tepi. Dua sifat utama yang harus dimiliki oleh
material perancah adalah biodegradabilitas dan biokompatibilitas. Perancah yang
ideal diharapkan dapat menggantikan lingkungan mikro jaringan yang hilang,
berperan menjadi matriks ekstraseluler sintetis, dan dapat mengalami degradasi
seiring kecepatan regenerasi jaringan. Dalam perannya sebagai pengganti
lingkungan mikro yang hilang dan matriks ekstraseluler sintetis, perancah harus
memiliki sifat-sifat fisis, kimiawi, dan mekanis yang sesuai dengan lingkungan
mikro dan atau matriks ekstraseluler yang hilang (Ikada, 2006), seperti porositas,
biodegradabilitas, dan electrical activity (Schmidt dkk.., 2003).
Gelatin telah banyak digunakan dalam bidang kesehatan karena memiliki
sifat biodegradabilitas dan biokompatibilitas yang baik. Terlebih lagi, aplikasi
gelatin sebagai material perancah dalam penghantaran obat diketahui mampu
membawa growth factor (GF) sebagai senyawa bioaktif yang berperan dalam
regenerasi sistem saraf tepi dengan keamanan yang baik (Patel dkk., 2008; Ozeki
dkk., 2004). Meskipun GF memiliki kemampuan yang baik dalam regenerasi saraf
tepi, akan menjadi tidak efektif apabila diberikan tanpa material pembawa karena
GF memiliki berat molekul rendah sehingga mudah terbawa aliran darah dan
terdegradasi sebelum mencapai jaringan target (Chen dkk., 2009; Guldberg dkk.,
2009). Pengembangan suatu perancah yang mampu membawa GF dengan baik
dan melepasnya dalam interval waktu tertentu menjadi aspek yang relevan untuk
dikaji dalam bidang kimia (Chen dkk., 2010).
Penelitian Ardhani dkk., 2011 menunjukkan bahwa gelatin yang
dikombinasikan dengan GF dapat mempercepat perbaikan saraf. Suatu kajian
awal memperlihatkan kombinasi gelatin dengan carbonated hydroxy apatite
(CHA) dapat menghasilkan komposit dengan sifat fisis yang baik (Sunarso dkk.,
2011). Adanya CHA ini akan meningkatkan penerimaan biologis atau
biokompatibilitas gelatin terhadap sel (Ana, 2013). Peningkatan biokompatibilitas
ini diharapkan akan meningkatkan pula kemampuan membawa platelet dan GF,
dalam sistem penghantaran obat. Lebih dari itu, dengan memasukkan platelet pada
perancah yang mengandung ion kalsium maka aktivasi platelet untuk melepaskan
GF diharapkan akan lebih optimal. Karena pelepasan GF dari platelet memiliki
waktu optimum sekitar satu jam dan setelah waktu optimum tersebut platelet tetap
akan melepaskan GF hingga sekitar 8 hari namun dengan nilai yang rendah
(Marx, 2001).
Selain sifat biodegradabilitas dan biokompatibilitas, suatu material
perancah yang dibuat untuk regenerasi saraf tepi harus memiliki bentuk membran
yang fleksibel, lentur dan kuat, serta dapat mempertahankan bentuknya selama
proses regenerasi tanpa mengalami pengkerutan (shrinkage). Material juga harus
memiliki permeabilitas, terutama untuk transport glukosa bebas, dan memiliki
struktur halus pada permukaan dinding bagian dalam (Gu dkk., 2011), serta
mencegah proliferasi sel-sel yang tidak diinginkan dalam sistem perancah
Freeze-thaw merupakan suatu metode yang dapat membentuk fase
kristalin pada polimer hidrogel yang membuat hidrogel menjadi lebih kuat dan
liat. Selain karena lebih banyaknya fase kristalin yang terbentuk, kekuatan
hidrogel dari metode ini didapatkan karena fase kristalin hasil freeze-thaw akan
menghasilkan ikatan silang (Puspitasari dkk., 2011; Millon dkk., 2007). Metode
freeze-thaw diharapkan akan mampu meningkatkan kekuatan fisik membran tanpa
mengubah komposisi bahan penyususnnya. Artinya, dengan menggunakan
komposisi penyusun membran yang telah teruji memiliki biokompatibilitas dan
biodegradabilitas yang baik, dapat diupayakan cara untuk meningkatkan kekuatan
fisik membran tersebut. Pada penelitian ini, penelitian difokuskan pada pengaruh
efek freeze-thaw pada struktur molekuler hingga struktur mikro membran gelatin-
CHA dengan komposisi perbandingan 7:3 dan 6:4, yang akan membentuk
kekuatan fisik membran, serta mengevaluasi parameter-parameter yang penting
sebagai material kandidat perancah untuk regenerasi saraf tepi dalam batas in
vitro. Pada penelitian pengaruh freeze-thaw pada membran polivinilalkohol
(PVA), mulai siklus 3x freeze-thaw, telah terbentuk fase kristalin yang cukup
signifikan terlihat dibandingkan sebelumnya. Namun demikian, hingga perlakuan
5x freeze-thaw, tidak terlihat penambahan fase kristalin yang berarti pada
membran (Puspitasari dkk., 2011). Sebagai kajian awal pengaruh perlakuan
freeze-thaw pada membran gelatin-CHA untuk keperluan material perancah
regenerasi saraf, pada penelitian ini dilakukan 2x dan 4x siklus freeze-thaw untuk
mengetahui dan mengevalui pengaruh freeze-thaw tersebut terhadap parameter-
parameter penting untuk kandidat material perancah regenerasi saraf.
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah :
1. Melakukan fabrikasi membran gelatin-CHA tanpa dan dengan perlakuan
freeze-thaw serta proses dehydrothermal treatment (DHT).
2. Mempelajari pengaruh perlakuan freeze-thaw pada struktur molekuler dan
struktur mikro membran gelatin-CHA terhadap sifat fisik dan kekuatan
membran.
3. Mengevaluasi pengaruh perlakuan freeze-thaw terhadap biodegradabilitas,
kemampuan memuat (loading) platelet, kemampuan melepas (release)
platelet, kemampuan penyerapan air (age swelling), serta kemampuan transfer
glukosa bebas (permebility) dari membran gelatin-CHA.
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan alternatif cara meningkatkan kekuatan fisik suatu membran
berbahan dasar polimer, tanpa mengubah komposisi yang terlah teruji
memiliki biokompatibilitas dan biodegradabilitas yang baik terhadap sel
tubuh.
2. Memberikan informasi komprehensif terkait metode freeze-thaw terhadap
suatu membran gelatin, dari kajian molekuler hingga evaluasi parameter-
parameter penting suatu material kandidat perancah untuk regenerasi saraf
tepi.