Upload
lykhue
View
223
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Usaha Kecil Menengah (UKM) memiliki peran yang cukup kuat dalam
pembangunan ekonomi Indonesia dan dianggap sebagai motor penggerak
perekonomian suatu daerah. Hal ini ditunjukkan ketika adanya krisis
perekonomian tahun 1998 dan usaha kecil merupakan kelompok yang paling
bertahan disaat tidak sedikit usaha-usaha besar mengalami gulung tikar. Menurut
Nagel (2012), salah satu keunggulan UKM adalah kemampuannya untuk
menciptakan kesempatan kerja yang cukup banyak atau penyerapan tenaga kerja
yang cukup tinggi, di mana sebagian besar pelaku ekonomi di daerah merupakan
pelaku UKM.
Berkembangnya UKM ini akan berdampak pada peningkatan
pertumbuhan ekonomi untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat,
sehingga usaha kecil yang ada di Indonesia harus mampu menciptakan inovasi
baru agar tidak kalah bersaing dengan produk-produk lain yang serupa. Namun,
kenyataannya masih banyak produk-produk Indonesia yang kalah bersaing dengan
produk luar dan membuat produk dalam negeri lebih jarang dipilih dibandingkan
produk lain, meskipun dari segi produk yang dijual serupa. Sehingga
menyebabkan banyak usaha kecil dan menengah, khususnya yang berkumpul
dalam suatu sentra mengalami penurunan jumlah unit usaha. Di dalam suatu
sentra industri, industri-industri yang ada di dalamnya akan mengalami dinamika
2
usaha yang merupakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam suatu periode
tertentu. Dijelaskan lebih lanjut oleh Dedi Haryadi, dkk (1998) bahwa dinamika
perkembangan usaha merujuk pada proses atau tahapan perkembangan suatu unit
usaha atau kelompok usaha kecil dari proses perintisan (pendirian) sampai
menjadi kondisi seperti yang terakhir diamati. Dinamika yang diamati dalam
penelitian ini dapat diukur dari beberapa variabel seperti jumlah unit usaha dan
jumlah tenaga kerja.
Sesuai dengan RTRW Nasional, RTRW Provinsi Sumatera Utara, RTRW
Mebidangro, dan RTRW Kota Medan, sektor industri merupakan salah satu sektor
yang paling berpotensi untuk berkembang di Kota Medan sebagai ibukota
Provinsi Sumatera Utara. Sektor industri pengolahan yang didalamnya mencakup
9 subsektor industri mampu menghasilkan nilai tambah sekitar 16,05 Triliyun
rupiah pada tahun 2013 dalam pembentukan PDRB Kota Medan dengan
kontribusi industri pengolahan rata-rata sekitar 13,68 persen (BPS, 2014). Sektor
ini memiliki prospek yang baik untuk kedepan dan membuka harapan baru bagi
masyarakat setelah banyaknya terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan
terbangun. UKM memberikan kontribusi yang cukup besar dalam menyerap
tenaga kerja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) banyaknya jumlah
pengusaha kecil, menengah dan koperasi yang mencapai 99,8% sedangkan
pengusaha besar hanya 0,2% (http://pemkomedan.go.id/).
Kenyataan lain yang dilihat ialah bahwa masih banyak kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM) yang relatif rendah sehingga kalah bersaing dalam mencari
pekerjaan. Kecamatan Medan Denai merupakan salah satu kawasan yang
3
dijadikan sebagai tempat aktivitas sentra indsutri kecil di Kota Medan. Berikut
ditunjukkan banyaknya perusahaan industri besar, sedang, kecil, dan kerajinan
tumah tangga menurut kelurahan di Kecamatan Medan Denai Tahun 2012.
Tabel 1.1. Jumlah perusahaan industri besar, sedang, kecil, dan kerajinan
rumahtangga menurut kelurahan di Kecamatan Medan Denai Tahun 2012
Sumber :Kecamatan Medan Denai dalam Angka, BPS, 2013
Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwa industri dominan yang terdapat
di Kecamatan Medan Denai ialah industri rumah tangga, kemudian industri kecil,
dan yang paling sedikit ialah industri besar dan sedang. Tabel tersebut
menunjukkan bahwa indsutri yang paling mungkin berkembang di Kecamatan
No Kelurahan Besar/
Sedang
Kecil Rumah Tangga
1 Binjai 0 12 125
2 Medan Tenggara 0 29 44
3 Denai 0 8 68
4 Tegal Sari Mandala III 0 24 236
5 Tegal Sari Mandala II 0 2 13
6 Tegal Sari Mandala I 1 2 11
Medan Denai 1 77 497
4
Medan Denai ialah industri kecil dan industri rumah tangga, sehingga
perkembangannya diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam menghadapi
permasalahan pengangguran di kecamatan ini.
Pemerintah Kota Medan menyediakan lahan seluas 14.496 m2 di
Kelurahan Medan Tenggara bagi kegiatan industri kecil yakni Pusat Industri Kecil
(PIK). Berbagai bidang usaha yang terdapat di kawasan ini seperti kerajinan
sepatu, konveksi, dan tas. Usaha yang cukup berkembang di sini ialah usaha
kerajinan sepatu, di mana produk yang dihasilkan tidak hanya memenuhi
permintaan pasar lokal tetapi juga hingga luar daerah. Dikatakan oleh Ketua
DPRD Kota Medan bahwa kawasan ini didorong untuk dijadikan sebagai salah
satu produk unggulan dalam menghadapi pasar bebas 2015 mendatang sehingga
produk lokal yang dihasilkan para pelaku usaha tidak kalah bersaing dengan
produk luar lainnya. (Medan Bisnis : Rabu, 19 Februari 2014)
Pembangunan lokasi PIK Menteng di Kecamatan Medan Denai
merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk mempertahankan keberadaan
industri kecil. Lokasi ini berada dalam satu lingkungan yang memang
diperuntukkan bagi para pengusaha UKM. PIK dibangun pada tahun 1997, yang
pada mulanya terdapat sekitar 99 unit tempat usaha di Kecamatan Medan Denai.
Berdasarkan hasil penelitian Siahaan (2013) kebanyakan pelaku usaha yang ada
di kecamatan ini dikelola oleh masyarakat dengan kualitas pendidikan yang relatif
rendah, kemampuan para pelaku usaha dalam menggunakan teknologi dalam
proses produksi juga masih sangat minim. Desain produk yang dihasilkan
terkesan “monoton” dan dinilai masih kurang menjual ataupun kurang menarik,
5
sehingga kalah bersaing dengan produk-produk lain yang serupa. Di samping itu,
masih banyak para pelaku usaha yang belum melek terhadap Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK). Hal ini menjadi salah satu faktor lemahnya promosi
produk ke konsumen dan membuat pelaku usaha kesulitan dalam melakukan
kerjasama baik terhadap perusahaan besar maupun antarusaha lain.
Peran serta perusahaan besar penting dalam membantu UKM, yaitu
dengan membina dan memfasilitasi ahli teknologi pada UKM yang saling
menguntungkan. Terlepas dari itu, peran serta pemerintah merupakan peran yang
paling penting dalam meningkatkan kualitas usaha kecil dan menengah. Hal ini
dapat berupa kebijakan, bantuan (modal), maupun pembekalan/pelatihan. Oleh
karena itu, para stakeholder baik pemerintah, perusahaan besar, maupun
masyarakat diharapkan mampu berperan aktif dalam mengembangkan dan
meningkatkan daya saing usaha.
Penelitian ini membahas tentang dinamika yang terjadi pada PIK (Pusat
Industri Kecil) Menteng yang dapat dilihat dari aspek jumlah unit usaha. Pada
tahun 1997 hingga kondisi saat ini jumlah unit usaha yang ada di PIK Menteng
mengalami penurunan. Penelitian terdahulu yaitu oleh Manalu (2008) meneliti
tentang pengaruh kebijakan produk dan promosi terhadap volume penjualan
sepatu pada pengrajin sepatu di PIK yang menunjukkan bahwa volume penjualan
sepatu di tahun 2003 hingga 2006 mengalami fluktuasi yang mana dari tahun
2003 hingga 2005 volume penjualan terus mengalami penurunan dan di tahun
2006 mengalami peningkatan volume penjualan meskipun peningkatan yang
terjadi tidak signifikan. Hal ini tidak jauh berbeda terhadap penelitian yang
6
dilakukan Siahaan (2013) yang meneliti tentang kendala-kendala dalam
pengembangan UKM di PIK Menteng yang menjelaskan terjadinya penurunan
jumlah unit usaha yang ada di PIK dari awal pendirian PIK Menteng yaitu tahun
1997 hingga kondisi terakhir diamati yaitu hingga tahun 2013.
1.2.Rumusan Masalah
UKM (Usaha Kecil Menengah) merupakan salah satu sektor paling
berpotensi di beberapa daerah di Indonesia. Pertumbuhan usaha skala ini
meningkatkan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sehingga
perlu dibina dan dikembangkan dalam mencapai kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat karena sebagian besar pelaku usaha di daerah merupakan pelaku
usaha kecil dan menengah. Pemerintah juga diharapkan mampu memberikan
perhatian yang lebih terhadap UKM seperti pada proses pelatihan dan
pembelajaran terkait dengan pemasaran seperti standar kualitas produk, harga,
promosi, dan distribusi. Sehingga fungsi pemerintah mendorong untuk lebih maju
dan yang terpenting ada modal dari pemerintah maupun pengusaha sehingga para
pelaku usaha dapat melakukan inovasi-inovasi baru agar tidak kalah bersaing
dengan produk lain yang serupa. Kenyataannya beberapa produk yang dihasilkan
di Pusat Industri Kecil (PIK) di Kecamatan Medan Denai dinilai masih memiliki
inovasi yang lemah dan banyak yang kalah bersaing dengan produk lain, baik dari
segi standar produk maupun desain sehingga usaha-usaha yang ada di PIK
Menteng tidak berkembang secara baik.
7
Beberapa pelaku UKM juga belum banyak yang melek terhadap
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), hal ini menjadi salah satu faktor
lemahnya promosi produk UKM ke konsumen dan membuat kemampuan
kolaborasi antarpelaku bisnis menjadi lemah. Di samping itu, peran pemerintah
dianggap masih lemah terhadap perekonomian, seharusnya pemerintah
mendorong terjadinya peningkatan daya saing bagi produk dan jasa baik dalam
proteksi produk dan ketenagakerjaan serta dalam bantuan modal. Pemahaman
tentang kemitraan khususnya dengan pengusaha-pengusaha besar yang dapat
membantu perkembangan UKM dan memfasilitasi terhadap UKM yang saling
menguntungkan. Beberapa hal yang mampu menyebabkan terjadinya penurunan
jumlah industri di beberapa sentra usaha menurut Kotler dan Armstrong (2001,
dalam Nugroho, 2013) adalah adanya perkembangan teknologi, peubahan selera
konsumen, dan adanya persaingan yang semakin ketat baik dari dalam maupun
luar negeri.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana pandangan pelaku usaha terhadap kemudahan yang dirasakan
selama bekerja di PIK?
2. Bagaimana karakteristik PIK?
3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya penurunan jumlah
unit usaha di PIK?
4. Apa permasalahan dan tantangan yang dihadapi pelaku usaha di PIK
1.4. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
8
1.4.1 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pandangan pelaku usaha terhadap kemudahan yang
dirasakan selama berusaha di PIK Menteng
2. Mengidentifikasi karakteristik PIK Menteng
3. Mendeskripsikan permasalahan dan tantangan yang dihadapi pelaku
usaha di PIK
1.4.2 Kegunaan penelitian
1. Sumbangan masukan bagi pelaku usaha dan instansi pemerintah dalam
mengembangkan dan meningkatkan daya saing produk.
2. Sebagai masukan untuk bahan kajian bagi para peneliti lain yang
berminat dengan bidang sama dengan penelitian ini.
3. Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa dan sumbangan bagi
pengembangan ilmu Geografi khususnya di bidang pengembangan
wilayah.
1.5. Penelitian Sebelumnya
Penelitian oleh Nugroho (2013) menjelaskan faktor-faktor yang
menyebabkan perkembangan industri tenun ikat di Bandar Kidul Kota Kediri
yang cenderung bersifat stagnan dan berkembang secara lambat. Berdasarkan
penelitian tersebut disebutkan bahwa beberapa faktor penyebabnya antara lain
adalah aspek daya saing, aspek modal, dan adanya implikasi negatif terhadap
aspek inovasi. Hal ini tidak jauh berbeda dengan penelitian oleh Hamid dan Susilo
9
(2011) yang menjelaskan beberapa permasalahan yang dihadapi UKM pada
umumnya dalam pengembangannya yaitu pemasaran, modal, pendanaan, inovasi,
pemanfaatan teknologi, pemakaian bahan baku, peralatan produksi, penyerapan
tenaga kerja, rencana pengembangan usaha, dan kesiapan menghadapi tantangan
lingkungan eksternal.
Berdasarkan hasil penelitian Fauzi (2014), beberapa permasalahan serupa
juga dijumpai di sentra alas kaki Cibaduyut di mana dukungan produksi (bahan
baku, tenaga kerja, pelaku usaha, modal, dan kelembagaan), pemasaran, dan
kemitraan belum seluruhnya mampu berlanjut sebagai basis pengembangan
ekonomi lokal yang baik, akan tetapi sentra alas kaki Cibaduyut mengalami
peningkatan dalam perkembangannya. Perkembangan tersebut ditandai dengan
tumbuhnya unit-unit baru, bertambahnya jumlah tenaga kerja, meningkatnya
investasi, dan memicu tumbuhnya fasilitas-fasilitas pendukung kegiatan industri.
Perkembangan yang terjadi didukung oleh beberapa faktor seperti bahan
baku, di mana semua pengusaha sudah memiliki supplier bahan baku sendiri.
Selain itu, pengusaha juga sudah mampu menjangkau harga bahan baku meskipun
mengalami kenaikan; adanya peran penting kelembagaan baik lembaga publik
maupun swasta dan organisasi masyarakat IKM; pelaku usaha di Cibaduyut sudah
mampu mengelola pemasarannya sendiri sehingga tidak menjadi masalah adanya
kenaikan harga bahan baku karena masih bisa diimbangi dengan kenaikan harga
jual produk; pelaku usaha di Cibaduyut juga mampu menyediakan dan
memelihara alat produksi dengan baik; pelaku usaha mampu berinovasi dengan
10
produk yang mereka buat; sebagian besar para pelaku usaha di Cibaduyut juga
memiliki akses yang baik terhadap modal.
Beberapa penelitian lainnya di atas juga menjelaskan bagaimana
pentingnya peran pemerintah dalam pengembangan usaha, seperti bantuan
pembinaan, pelatihan dan pemberian informasi melalui bimbingan dan
penyuluhan, serta peran fasilitatif yaitu berupa bantuan modal, teknologi atau
peralatan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang akan dilakukan, perbedaannya
ialah pada lokasi yang akan diteliti.
11
Tabel 1.2. Penelitian Sebelumnya
No
Judul Peneliti, Media Publikasi, dan Tahun
Jenis Penelitian
Tujuan Penelitian Metode Penelitian
Kesimpulan
1 Dinamika Pengembangan Usaha Industri Tenun Ikat Pada Sentra Kerajinan Tenun Ikat Bandar Kidul Kota Kediri
Hari Nugroho, Arif Hoetoro, 2013
Jurnal Mengetahui penyebab perkembangan industri tenun ikat Bandar Kidul Kota Kediri yang cenderung bersifat stagnan dan berkembang secara lambat
Mengetahui solusi untuk mengatasi permasalahan yang terjadi
Kualitatif deskriptif dengan pendekatan fenomenologi
Faktor penyebab : aspek daya saing, aspek modal, adanya implikasi negatif terhadap aspek inovasi
2 Keberlanjutan Sentra Industri Alas Kaki Cibaduyut sebagai Pusat Pengembangan Ekonomi Lokal
Raditya Ahmad Fauzi dan Dewi Sawitri Tjokropandojo, Ir,
Jurnal Mengidentifikasi keberlanjutan sentra industri alas kaki Cibaduyut sebagai pusat pengembangan ekonomi lokal dilihat berdasarkan dukungan produksi serta pemasarannya
Pendekatan kualitatif single case study
Sentra industri alas kaki Cibaduyut belum seluruhnya berlanjut dalam pengembangan ekonomi lokal. Selain itu, keberlanjutan produksi dan
12
No
Judul Peneliti, Media Publikasi, dan Tahun
Jenis Penelitian
Tujuan Penelitian Metode Penelitian
Kesimpulan
MT, Dr. 2014
keberlanjutan pemasaran belum dicapai seluruh IKM dalam mengadapi persaingan global. Namun, masih ada peluang selama ada upaya meningkatkan kapasitas produksi dan pemasaran
3 Strategi Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Edy Suandi Hamid dan Y. Sri Susilo 2011
Jurnal Menyusun strategi yang operasional dan tepat untuk mengembangkan Usaha Mikro Kecil Menengah (UKM) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Pendekatan deskriptif
Beberapa permasalahan yang dihadapi seperti pemasaran, modal dan pendanaan, inovasi da pemanfaatan teknologi informasi, pemakaian bahan baku, peralatan produksi, penyerapan tenaga kerja, rencana pengembangan usaha,
13
No
Judul Peneliti, Media Publikasi, dan Tahun
Jenis Penelitian
Tujuan Penelitian Metode Penelitian
Kesimpulan
dan kesiapan menghadapi tantangan lingkungan eskternal. Sehingga beberapa rekomendasi kebijakan dan strategi meliputi pelatihan, dukungan pemerintah, pengembangan produk berdaya saing tinggi, kebijakan kredit oleh perbankan dengan bunga lebih murah, peningkatan kualitas infrastruktur dan dukungan kebijakan
4 Pengaruh Jiwa Kewirausahaan dan Kreativitas terhadap Keberhasilan Usaha pada Sentra Industri Rajutan
Lestari Menganalisis pengaruh penerapan jiwa kewirausahaan pengrajin dan kreativitas terhadap keberhasilan usaha pada industri rajutan Binong Jati Bandung
Metode analisis deskriptif dan verifikatif dengan pendekatan
Jiwa kewirausahaan dan kreativitas secara bersama-sama memberikan kontribusi atau pengaruh terhadap
14
No
Judul Peneliti, Media Publikasi, dan Tahun
Jenis Penelitian
Tujuan Penelitian Metode Penelitian
Kesimpulan
Binong Bandung kuantitatif keberhasilan usaha sentra industri rajutan di Binongjati Bandung
5 Perkembangan Industtri Kerajinan Kulit dan Pengaruhnya terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi di Kelurahan Selosari Kecamatan Magetan Kabupaten Magetan
Tea Limostin
Rangkuman penelitian skripsi
Mengetahui perkembangan industri kerajinan kulit di Selosari
Mengetahui peran pemerintah daerah dalam perkembangan industri kerajinan kulit di Selosari
Mengetahui pengaruh dari perkembangan industri kerajinan kulit terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat
Analisis interaktif
Usaha industri kecil dan kerajinan kulit di Magetan telah ada sejak 1830 . Berdirinya sentra industri kerajinan kulit di Selosari merupakan implementasi dari adanya usaha penyamakan kulit.
Pemerintah Daerah berperan baik dalam pengembangan usaha kerajinan kulit dengan peran edukasional berupa bantuan pembinaan, pelatihan dan pemberian
15
No
Judul Peneliti, Media Publikasi, dan Tahun
Jenis Penelitian
Tujuan Penelitian Metode Penelitian
Kesimpulan
informasi melalui bimbingan dan penyuluhan dan peran fasilitatif yaitu berupa bantuan modal, teknologi atau peralatan
16
1.6. Landasan Teori
1.6.1. Usaha Kecil Menengah (UKM)
Menurut Undang-undang No.9 Tahun 1995 usaha kecil adalah usaha
produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling
banyak Rp. 200.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau
memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 per tahun serta
dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp. 50.000.000,00 sampai
dengan Rp. 500.000.000,00 sedangkan kriteria usaha menengah ialah untuk sektor
industri, memiliki total aset paling banyak Rp. 500.000.000,00 dan untuk sektor
non industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 300.000.000,00 tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; memiliki hasil penjualan tahunan
paling banyak Rp. 700.000.000,00.
Menurut Djatmiko Bris Witjaksono, dalam salah satu item pada Blueprint
MEA yang sudah ditandatangani oleh semua negara anggota ASEAN, sektor
UKM merupakan salah satu sektor yang dianggap dapat menjadi penggerak
perekonomian yang setara di kawasan tersebut. Perekonomian dianggap
mengalami pertumbuhan jika seluruh balas jasa riil terhadap penggunaan faktor
produksi pada tahun tertentu lebih besar dari pada tahun sebelumnya. UKM
adalah jenis usaha yang paling banyak jumlahnya di Indonesia, tetapi sampai saat
ini batasan mengenai usaha kecil di Indonesia masih beragam. Pengertian kecil
didalam usaha kecil bersifat relatif, sehingga perlu ada batasannya, yang dapat
menimbulkan definisi-definisi usaha kecil dari beberapa segi (M.Tohar, 1999).
17
Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha
Kecil Menengah (UKM) adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil
dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan
perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat,
sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pengertian usaha kecil menengah
berdasarkan kuantitas tenaga kerja adalah usaha kecil merupakan entitas usaha
yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah
merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99 orang.
Kementerian Koperasi dan UKM sebagai instansi yang terkait langsung
mencoba untuk memfokuskan pada upaya mengkoordinasikan kebijakan
pembangunan yang mampu mendorong tumbuh dan berkembangnya koperasi dan
UKM dengan daya saing yang tinggi. Program kerja yang telah disusun bertujuan
memberikan kesempatan berusaha yang sama bagi koperasi dan UKM dengan
pelaku usaha lainnya, meningkatkan mobilitas sumberdaya UKM, mengurangi
biaya transaksi bagi UKM, menghilangkan biaya ekonomi tinggi bagi UKM, serta
mencabut berbagai peraturan dan kebijakan yang menghambat pemberdayaan
UKM di Indonesia. Permasalahan yang dimiliki Usaha Kecil Menengah (UKM)
adalah kesulitan pemasaran, keterbatasan finansial, keterbatasan Sumber Daya
Manusia (SDM), masalah bahan baku, dan keterbatasan teknologi (Tambunan,
2002). Beberapa keunggulan UKM dibandingkan usaha besar menurut Nagel
(2012) antara lain :
a. Inovasi teknologi mudah dilakukan dalam upaya pengembangan produk.
b. Hubungan kemanusiaan yang akrab terjalin dalam usaha kecil.
18
c. Kemampuan menciptakan kesempatan kerja cukup banyak atau
penyerapan tenaga kerja cukup tinggi.
d. Memiliki fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi
pasar yang berubah dengan cepat.
e. Terdapat manajerial yang dinamis dan peran kewirausahaan.
1.6.2. Industri Kecil
Menurut Undang-undang No.9 Tahun 1995, usaha kecil memiliki
cakupan yang menyeluruh dan diarahkan pada tiga fokus utama yaitu sektor
indsutri, pertanian, dan jasa. Usaha kecil adalah usaha produktif yang
berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp.
200.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau
memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 per tahun serta
dapat menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp. 50.000.000,00 sampai
dengan Rp.500.000.000,00. Industri kecil merupakan kegiatan rakyat yang
berskala kecil yang meliputi industri kecil informal dan tradisional. Menurut
Rahardjo dan Ali (1993) berdasarkan jumlah pekerja maka skala perusahaan
didefinisikan sebagai berikut:
- Skala kecil dengan 1-10 pekerja
- Skala menengah 10-50
- Skala besar dengan 50 pekerja atau lebih
19
Menurut Siahaan (1996, dalam Sutanto, 2008) industri dibagi kedalam 4
kategori, yaitu:
a. Industri besar merupakan industri yang mempekerjakan lebih dari 50
orang dan menggunakan mesin sebagai alat produksi atau tidak
menggunakan mesin tetapi dengan jumlah pekerja lebih dari 100 orang.
b. Industri sedang merupakan industri yang mempergunakan sebagai alat
produksi dan mempekerjakan 10 sampai 49 orang atau tidak
mempergunakan mesin tetapi dengan pekerja 10 sampai 99 orang.
c. Industri kecil merupakan industri yang mempekerjakan 1 sampai 9 orang.
d. Industri kerajinan rumah tangga adalah industri yang mempunyai pekerja
tidak digaji.
Menurut Said (1991) secara sektoral industri kecil dapat digolongkan dalam:
a. Industri pengolahan pangan
b. Industri sandang dan kulit
c. Industri kimia dan serat
d. Industri logam, alat angkut dan jasa
e. Industri bahan bangunan dan umum
Menurut Djatmiko Bris Witjaksono, dalam salah satu item pada
Blueprint MEA yang sudah ditandatangani oleh semua negara anggota
ASEAN, sektor usaha kecil dan menengah merupakan salah satu sektor yang
dianggap dapat menjadi penggerak perekonomian yang setara di kawasan
tersebut. Perekonomian dianggap mengalami pertumbuhan jika seluruh balas
20
jasa riil terhadap penggunaan faktor produksi pada tahun tertentu lebih besar
dari pada tahun sebelumnya. Usaha kecil dan menengah adalah jenis usaha
yang paling banyak jumlahnya di Indonesia, tetapi sampai saat ini batasan
mengenai usaha kecil di Indonesia masih beragam.
Beberapa permasalahan yang dimiliki usaha kecil dan menengah adalah
kesulitan pemasaran, keterbatasan finansial, keterbatasan Sumber Daya
Manusia (SDM), masalah bahan baku, dan keterbatasan teknologi (Tambunan,
2002). Menurut Said (1991), pada dasarnya pembinaan pada industri kecil
menyangkut dua masalah pokok, yaitu pengusaha dan karyawan serta
perusahaan dan kegiatan usahanya. Dikemukakan lebih jauh bahwa perusahaan
kecil sering mendapat beberapa permasalahan seperti kurangnya kemampuan
dibidang administrasi usaha, kemampuan pemasaran yang rendah, modal yang
kurang serta akses terhadap sumber modal, dan kurangnya kemampuan untuk
mendapatkan informasi dan teknologi dalam pengembangan usaha.
Beberapa peranan perusahaan kecil menurut Swasono (1986, dalam
Anwar, 1991) ialah sebagai berikut:
a. Penciptaan dan pemerataan kesempatan kerja
b. Peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat
c. Mengurangi tingkat pengangguran karena dapat menampung sejumlah
tenaga kerja
d. Sarana pengembangan ekonomi, sosial budaya dan poitik suatu negara.
Ditinjau dari segi pola pembinaan, terdapat beberapa pola yang digunakan
dalam pelaksanaannya. Di antaranya ialah pola pembinaan langsung kepada
21
para pelaku usaha baik secara individu maupun berkelompok dan dengan pola
kawasan industri seperti pembangunan Lingkungan Industri Kecil (LIK),
Permukiman Industri Kecil (PIK) dan pembinaan melalui sentra industri di
mana bantuannya diberikan dalam bentuk penyediaan fasilitas Unit Pelayanan
Teknis (UPT) (Anwar, 1991).
Pertumbuhan pada sektor industri kecil akan mendorong pertumbuhan
ekonomi dan membantu pemerintah mengatasi permasalahan pengangguran,
hal ini dikarenakan banyaknya jumlah industri kecil yang ada di Indonesia dan
lokasinya yang menyebar luas di berbagai daerah, di samping itu karena
skalanya kecil dan tidak terlalu sulit untuk memulainya sehingga akan
mendukung untuk tercapainya pemerataan kesempatan kerja dan pemerataan
pendapatan di Indonesia (Syarif, 1991). Beberapa keunggulan perusahaan
kecil dibandingkan dengan perusahaan menengah dan besar ialah biaya
organisasi yang rendah, keuntungan lokasi, kebebasan bergerak, serta
rendahnya biaya investasi (Said, 1991).
Menurut Citraesmi, dkk (2011) kekuatan dan kelemahan Industri kecil ialah,
Kekuatan industri kecil, yaitu:
1. Hubungan antar aspek fisik dan engineering
2. Produk di mana tenaga kerja terampil dan ketelitian tinggi merupakan
faktor penting
3. Produksi dari komponen khusus
4. Produk yang hanya dibuat dalam jumlah yang kecil
22
5. Produk dengan keunggulan khusus dalam aspek desain ataupun produk
khusus dalam pembuatannya.
6. Hubungan antar manusia yang lebih erat
7. Pelayanan penjualan akan lebih baik
8. Industri kecil sanggup bertindak cepat untuk memanfaatkan
kesempatan berkembang
Sedangkan, kelemahan industri kecil, antara lain:
1. Kelemahan wawasan bisnis serta pengetahuan mengelola usaha dengan
baik.
2. Kesulitan mendapat akses ke pasar karena keterbatasan pengetahuan
mengenai jarring-jaring pemasaran yang ada.
3. Keterbatasan pengetahuan yang menyangkut manajemen produksi.
4. Keterbatasan modal.
1.6.3. Dinamika Usaha Kecil Menengah (UKM)
Dinamika merupakan munculnya suatu perubahan-perubahan yang terjadi
dalam suatu periode tertentu. Dijelaskan lebih lanjut oleh Haryadi, dkk (1998)
bahwa dinamika perkembangan usaha merujuk pada proses atau tahapan
perkembangan suatu unit usaha atau kelompok usaha kecil dari proses
perintisan (pendirian) sampai menjadi kondisi seperti yang terakhir diamati.
Menurut Kotler dan Armstrong (2001, dalam Nugroho, 2013), daur hidup
produk terdiri dari empat tahap, yaitu:
23
1. Tahap Perkenalan
Tahap perkenalan dimulai pada saat produk diluncurkan karena masih
bersifat sebagai pijakan awal dan diperlukannya waktu untuk meluncurkan
produk ke beberapa pasar yang dirasa potensial, maka yang dialami pada
periode ini adalah pertumbuhan dari penjualan produk UMK mungkin masih
lambat.
2. Tahap Pertumbuhan
Tahap pertumbuhan UMK ditandai dengan peningkatan pesat dalam
penjualan. Tahap pertumbuhan mulai bisa dirasakan ketika konsumen mulai
menyukai produk dan munculnya konsumen tambahan. Pada tahap
pertumbuhan, mereka memperkenalkan keistimewaan produk baru dan
memperluas jaringan distribusi. Harga tetap bertahan atau sedikit mengalami
penurunan, hal tersebut akan tergantung pada seberapa cepat akan terjadinya
suatu peningkatan permintaan.
3. Tahap Kedewasaan
Pada saat titik tertentu, pertumbuhan penjualan produk suatu UMK akan
cenderung melambat dan produk akan mengalami proses kedewasaan relatif.
Tahap ini berlangsung lebih lama daripada tahap-tahap sebelumnya dan
merupakan fase yang paling berat untuk dijalani oleh pelaku UMK dalam
mempertahankan pasar dan eksistensi yang telah mereka bangun.
24
4. Tahap Penurunan ( Decline)
Tahap penurunan bisa dikatakan sebagai tahap yang memprihatinkan bagi
pelaku usaha kecil. Penjualan sebagian besar bentuk dan merek produk yang
dihasilkan akhirnya menurun secara perlahan. Penurunan tersebut disebabkan
oleh banyak faktor seperti masalah perkembangan teknologi, pergeseran selera
konsumen, masalah modal dan bahan baku serta meningkatnya persaingan di
dalam dan diluar negeri.
1.6.4. Sentra Industri
Menurut UU No.9 Tahun 1995, lokasi sentra industri kecil merupakan
pengadaan lahan khusus bagi usaha kecil atau pengadaan sebagian lahan pada
kawasan industri yang dibangun oleh pemerintah atau oleh usaha menengah
dan/atau usaha besar. Sentra merupakan unit kecil kawasan yang memiliki ciri
tertentu di mana didalamnya terdapat kegiatan proses produksi dan merupakan
area yang lebih khusus untuk suatu komoditi kegiatan ekonomi yang telah
terbentuk secara alami yang ditunjang oleh sarana untuk berkembangnya
produk atau jasa yang terdiri dari sekumpulan pengusaha mikro, kecil dan
menengah. Di area sentra tersebut terdapat kesatuan fungsional secara fisik :
lahan, geografis, infrastruktur, kelembagaan dan sumberdaya manusia, yang
berpotensi untuk berkembangnya kegiatan ekonomi dibawah pengaruh pasar
dari suatu produk yang mempunyai nilai jual dan daya saing tinggi (Setiawan,
2004).
Menurut Wulandari (2012), kawasan industri kecil menengah merupakan
aglomerasi perusahaan industri di suatu lokasi, khususnya industri kecil dan
25
menengah yang didalamnya terdiri dari berbagai kegiatan usaha yang saling
terikat kerjasama strategis yang bersifat saling mengisi, dan saling
membutuhkan/mendukung atau komplementer dan sinergik, yang terikat dalam
semangat kebersamaan/ komitmen kolektif yang kuat. Dijelaskan lebih lanjut
bahwa pengembangan ekonomi lokal dapat diwujudkan dengan mendorong
berkembangnya kawasan-kawasan ekonomi produktif dengan mengoptimalkan
faktor-faktor kunci pengembangan kawasan yang berdaya saing dengan tetap
menekankan kepada inisiatif dan partisipasi masyarakat lokal yang kreatif dan
produktif, peningkatan kuaitas SDM lokal, pemanfaatan sumber daya ekonomi,
sosial, teknologi, dan kelembagaan lokal serta penciptaan lapangan pekerjaan
bagi penduduk dan masyarakat setempat.
Menurut Marshall (1920, dalam Marijan, 2005) sentra-sentra industri
tersebut, yang di dalamnya terdapat Industri Kecil dan Menengah (IKM)
memperoleh keuntungan karena berada di dalam suatu wilayah yang
berdekatan (geographical proximity). Di antaranya adalah tersedianya tenaga
kerja yang memiliki ketrampilan khusus dan sangat dibutuhkan oleh
perusahaan-perusahaan (labour pool) dan adanya pertukaran informasi dan
gagasan (knowledge spill-over).
1.6.5. Pengertian Daya Saing
Pengertian daya saing menurut Sumihardjo kata daya dalam kalimat daya
saing bermakna kekuatan, dan kata saing berarti mencapai lebih dari yang lain,
atau beda dengan yang lain dari segi mutu, atau memiliki keunggulan tertentu.
26
Artinya daya saing dapat bermakna kekuatan untuk berusaha menjadi lebih dari
yang lain atau unggul dalam hal tertentu baik yang dilakukan seseorang,
kelompok maupun institusi tertentu.
Peningkatan daya saing UKM dapat dilakukan melalui dua aspek yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi institusi riset dan
pengembangan, kapabilitas SDM, pengembangan SDM, dan teknologi,
sedangkan faktor eksternal mencakup dukungan kemitraan dalam modal,
dukungan pemerintah terhadap riset dan pengembangan HAKI, dan interaksi
dengan pihak luar. Di samping itu juga peranan kapabilitas inovasi dan
kemitraan menjadi faktor yang penting dalam peningkatan daya saing UKM
(Siyamtinah, 2010 dalam Sulistyo, 2011).
Menurut Wulandari (2012), ada beberapa faktor kunci yang seharusnya
dikembangkan dalam pengembangan kawasan yang berdaya saing yaitu:
a. Pengembangan sumber daya manusia, yang dibedakan ke dalam aspek
kualitas meliputi upaya fasilitasi dan penciptaan keahlian serta aspek
kuantitas yang meliputi pendidikan dan latihan serta lembaga/institusi
yang memfasilitasi.
b. Pengembangan penelitian dan pengembangangan
c. Pengembangan pasar
d. Akses terhadap sumber input atau faktor produksi
e. Keterkaitan, kerjasama, dan kemitraan
f. Iklim usaha
g. Sosial budaya
27
1.6.6. Kemitraan
Dalam Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Nomor. 44 Tahun 1997
terutama dalam Pasal 1 menyatakan bahwa :
“Kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah
dan atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha
menengah dan atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling
memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan”. Penelitian
Saptana, dkk yang berjudul analisis kelembangaan kemitraan usaha di sentra-
sentra produksi sayuran menunjukkan bagaimana perlunya kebijakan-kebijakan
untuk kelembagaan kemitraan usaha komoditas sayuran dalam rangka
meningkatkan daya saing produk sayuran di daerah sentra produksi.
Pembinaan dan pengembangan UKM, Koperasi dan Pertanian oleh
BUMN dapat berupa pinjaman modal, penjaminan dan investasi dan atau
pembinaan teknis dalam bentuk hibah khusus untuk membiayai pendidikan dan
latihan, pemagangan, promosi, pengkajian dan penelitian. Menurut Sapuan
(1996, dalam Purnama, 2011) membagi pola kemitraan menjadi 2 pola yaitu:
kemitraan pasif, di mana salah satu mitra dari mitra lain tanpa ada ada kaitan
usaha, dan kemitraan aktif, di mana terdapat jalinan kerja sama sehingga
terbentuk hubungan bisnis yang sehat. Tujuan utama kemitraan menurut Julius
Bobo (2003) ialah mengembangkan pembangunan yang mandiri dan
berkelanjutan degan landasan dan struktur perekonomian yang kukuh dan
berkeadilan dengan ekonomi rakyat sebagai tulang punggung utamanya.
28
Prinsip dasar kemitraan adalah sukarela dan saling memerlukan, kemitraan
pada dasarnya harus terjadi secara alami. Tidak dapat dianjurkan melalui moral
situasion atau dipaksakan oleh pihak eksternal. Kemitraan dengan latar
belakang moral situasion hanya akan melahirkan kemitraan seremonial yang
tujuan dan targetnya hanya indah didengar (Purnama, 2011).
Riane Eisler dan Alfonso Montuori (2001, dalam Herawati, 2011)
mengatakan bahwa strategi kemitraan organisasi merupakan bagian dari
pendekatan sistem, yang telah mempertimbangkan adanya pengaruh
lingkungan organisasi dalam pertumbuhan organisasi.Lingkungan menuntut
adanya kemitraan organisasi, untuk dapat mengeola konflik yang muncul
dalam organisasi. Menurut Phil Harkins (2002, dalam Herawati, 2011)
kemitraan dibangun berdasarkan hubungan kerjasama dan rasa saling percaya
antar-pihak, sehingga kemitraan yang gagal ialah karena rusaknya
kepercayaan.
1.6.7. Penggunaan Teknologi
Burgelman, dkk (2001, dalam Sulistyo, 2011) menyatakan bahwa
teknologi adalah sumber daya yang penting dalam organisasi yang perlu
dikelola dengan baik karena teknologi merupakan fungsi bisnis yang mendasar.
Teknologi akan dapat membantu perusahaan untuk mendapatkan kompetensi
pembeda yang memungkinkan perusahaan untuk menghasilkan produk yang
lebih baik dari pesaingnya (Tidd, dkk 1997, dalam Sulistyo, 2011) sedangkan
menurut Chowdhury (1990) teknologi yang modern akan membawa
29
peningkatan kualitas produk, pengembangan produk baru, produktivitas, dan
efisiensi. Menurut Baiquni (2007) penggunaan teknologi merupakan salah satu
kapabilitas masyarakat yang menyangkut kemampuan atau kecakapan dalam
mendayagunakan sumberdaya.
1.6.8. Kreativitas dan Inovasi
Kreativitas sendiri mengandung arti yaitu proses metal yang melibatkan
pemunculan gagasan atau konsep baru, atau hubungan baru antara gagasan dan
konsep yang sudah ada, dalam arti kata lain kreativitas ini memunculkan ide
ide yang baru untuk kemajuan usaha atau bisnis yang sedang berjalan
(Lestari, 2011).
Menurut Baldwin (1999, dalam Sulistyo, 2011), inovasi mengkin
merupakan kunci kesuksesan organisasi, akan tetapi tenaga kerja yang
mempunyai skill yang tinggi merupakan faktor yang penting untuk inovasi.
Inovasi produk merupakan salah satu dampak dari perubahan teknologi yang
cepat dan variasi produk yang tinggi akan menentukan kinerja organisasi
(Hurley & Hult, 1998, dalam Hartini, 2011). Lebih lanjut Hartini (2011)
menggunakan 2 jenis inovasi dalam penelitiannya yang berjudul peran inovasi
dalam pengembangan kualitas produk dan kinerja bisnis yaitu inovasi produk
dan inovasi proses. Menurut Damanpour (1991) inovasi produk merupakan
produk atau jasa baru yang diperkenalkan ke pasar untuk memenuhi kebutuhan
pasar sedangkan inovasi proses menurut Cooper (1998) menggambarkan
perubahan cara organisasi memproduksi produk dan jasa akhir dari suatu
30
perusahaan. Menurut Hartini (2011) inovasi proses adalah saran untuk
meningkatkan kualitas dan juga penghematan biaya.
1.6.9. Pemasaran
Pemasaran yang kokoh merupakan hal yang penting di dalam semua
organisasi. Pemasaran merupakan suatu proses mengelola hubungan pelanggan
yang menguntungkan, dengan dua sasaran yaitu menarik pelanggan baru
dengan menjanjikan keunggulan nilai serta menjaga dan menumbuhkan
pelanggan yang ada dengan memberi kepuasan. Sehingga suatu perusahaan
harus mampu membangun hubungan yang kuat bagi pelanggan (Kotler dan
Armstrong, 2008).
Beberapa permasalahan dalam pemasaran yang sering terjadi di industri
kecil adalah kurangnya informasi pasar yang dibutuhkan pengusaha kecil yang
disebabkan oleh beberapa hal yaitu jalur-jalur pemasaran yang telah dikuasai
oleh perusahaan yang sudah kuat; ketidakmampuan produk yang dihasilkan
dalam memenuhi selera konsumen karena masih berorientasi pada produksi
tanpa melihat potensi dan prospek pasar; kurangnya kemampuan dan kejelian
pengusaha kecil dalam membaca peluang usaha; dan kurangnya kemampuan
pengusaha kecil dalam memperhatikan desain dan mutu produk yang dapat
memenuhi keinginan konsumen (Suhendro, 1997 dalam Kurniawan, 2000).
31
1.7. Kerangka Pemikiran
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran
Program Pemerintah Kota Medan
Pusat Industri Kecil (PIK) di Kelurahan Tenggara,
Kecamatan Medan Denai
1. Modal 2. Kreativitas dan Inovatif 3. Penggunaan TIK 4. Pemasaran 5. Akses terhadap bahan baku
Peran aktif pemerintah
1. Kebijakan 2. Pelatihan dan
Pembelajaran 3. Bantuan Modal
Daya Saing Usaha
Strategi Peningkatan Daya saing Usaha
Dinamika perkembangan Pusat Industri Kecil (PIK)
Faktor Eksternal Faktor Internal
Pola interaksi kemitraan yang
terjadi
32
Kerangka pemikiran berangkat dari program pemerintah untuk
mempertahankan keberadaan industri kecil di Kota Medan yaitu dengan
membangun Pusat Industri Kecil (PIK) di Kecamatan Medan Denai. Sehingga
pembangunan tersebut mampu memberikan memberikan kemudahan-kemudahan
bagi para pelaku usaha dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya.
Perkembangan Pusat Industri Kecil (PIK) sendiri ditentukan oleh beberapa
faktor baik faktor eksternal maupun faktor internal. Faktor internal meliputi
ketersediaan modal, pengembangan SDM seperti kreativitas dan inovatif,
penggunaan teknologi, kemampuan pemasaran, kemampuan sistem dan
manajemen perusahaan dan ketersediaan bahan baku, sedangkan faktor eksternal
mencakup kemitraan dan dukungan pemerintah baik dari kebijakan, pelatihan dan
pembelajaran, serta bantuan modal. Kedua faktor inilah yang nantinya akan
menentukan bagaimana kekuatan daya saing usaha-usaha di PIK dan bagaimana
strategi peningkatan daya saing usaha tersebut sehingga pada akhirnya
perkembangan PIK dapat menuju kearah yang lebih baik.
33
1.8. Batasan Operasional
Dinamika merujuk pada proses atau tahapan perkembangan suatu unit usaha atau
kelompok usaha kecil dari proses perintisan (pendirian) sampai menjadi kondisi
seperti yang terakhir diamati yaitu tahun 1997 hingga 2015.
Perkembangan mengandung makna adanya pemunculan sifat-sifat yang baru,
yang berbeda dari sebelumnya ( Kasiram, 1983)
Menurut Undang-undang No.9 Tahun 1995, usaha kecil adalah usaha produktif
yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih paling banyak Rp.
200.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki
hasil penjualan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 per tahun serta dapat
menerima kredit dari bank maksimal di atas Rp. 50.000.000,00 sampai dengan
Rp. 500.000.000,00 . Industri kecil merupakan kegiatan rakyat yang berskala kecil
yang meliputi industri kecil informal dan tradisional
Menurut UU No.9 Tahun 1995, lokasi sentra industri kecil merupakan pengadaan
lahan khusus bagi Usaha Kecil atau pengadaan sebagian lahan pada kawasan
industri yang dibangun oleh pemerintah atau oleh usaha menengah dan/atau usaha
besar
Pengertian daya saing menurut Sumihardjo kata daya dalam kalimat daya saing
bermakna kekuatan, dan kata saing berarti mencapai lebih dari yang lain, atau
beda dengan yang lain dari segi mutu, atau memiliki keunggulan tertentu
34
Kemitraan sebagaimana dimaksud UU No.9 Tahun 1995, adalah kerjasama antara
usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai dengan
pembinaan dan pengembangan oleh usaha mengengah atau usaha besar dengan
prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan
Menurut Baiquni (2007) penggunaan teknologi merupakan salah satu kapabilitas
masyarakat yang menyangkut kemampuan atau kecakapan dalam
mendayagunakan sumberdaya.
Pemasaran merupakan suatu proses mengelola hubungan pelanggan yang
menguntungkan, dengan dua sasaran yaitu menarik pelanggan baru dengan
menjanjikan keunggulan nilai serta menjaga dan menumbuhkan pelanggan yang
ada dengan memberi kepuasan. Sehingga suatu perusahaan harus mampu
membangun hubungan yang kuat bagi pelanggan (Kotler dan Armstrong, 2008).
Menurut Zimmerer dalam buku Buchari Alma (2009) mengemukakan kreativitas
adalah kemampuan untuk mengembangkan ide baru dan menemukan cara baru
dalam melihat peluang ataupun problem yang dihadapi.