31
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan negara industri manufaktur dengan beragam inovasi di segala bidang. Terdapat banyak sekali perusahaan Jepang di dunia yang bergerak di bidang industri manufaktur seperti otomotif. Dari sekian banyak industri yang saham kepemilikannya dimiliki oleh Jepang, bisnis otomotif merupakan bisnis terbesar Jepang yang dari tahun ke tahun menuai keuntungan dan turut serta meningkatkan pendapatan nasional Jepang melalui kegiatan ekspornya ke luar negeri. Sedangkan di negara-negara Asia Tenggara, Jepang juga memiliki afiliasi cabang perusahaan di berbagai wilayah dan dari semua itu perusahan otomotif Jepang umumnya bergerak secara berkelompok. Industri otomotif Jepang merupakan salah satu industri yang tengah berkembang di kawasan Asia Tenggara, khususnya di Indonesia. Di kawasan ini, terdapat beberapa negara sebagai perakit otomotif baik kendaraan roda dua maupun roda empat seperti Thailand, Indonesia, Malaysia, dan Vietnam. Pada tahun 2012 negara-negara tersebut mendapatkan penguasaan pasar tertinggi di kawasan Asia Tenggara dengan rincian, Thailand menguasai pasar sebesar 58%, Indonesia 25,1%, Malaysia 13,4 % serta Vietnam 1,7%. 1 1 Tita Florita Widayanti, Chapter I : Diplomasi Ekonomi Jepang Dalam Menghadapi Persaingan Industri Otomotif di Indonesia Tahun 2005-2013, Tesis, Yogyakarta: Jurusan HI, UGM, hal. 8.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/40586/2/BAB I.pdf · Beberapa judul karya tulis ilmiah tersebut di atas merupakan penelitian tentang sistem keiretsu dilihat

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jepang merupakan negara industri manufaktur dengan beragam inovasi di

segala bidang. Terdapat banyak sekali perusahaan Jepang di dunia yang bergerak

di bidang industri manufaktur seperti otomotif. Dari sekian banyak industri yang

saham kepemilikannya dimiliki oleh Jepang, bisnis otomotif merupakan bisnis

terbesar Jepang yang dari tahun ke tahun menuai keuntungan dan turut serta

meningkatkan pendapatan nasional Jepang melalui kegiatan ekspornya ke luar

negeri. Sedangkan di negara-negara Asia Tenggara, Jepang juga memiliki afiliasi

cabang perusahaan di berbagai wilayah dan dari semua itu perusahan otomotif

Jepang umumnya bergerak secara berkelompok.

Industri otomotif Jepang merupakan salah satu industri yang tengah

berkembang di kawasan Asia Tenggara, khususnya di Indonesia. Di kawasan ini,

terdapat beberapa negara sebagai perakit otomotif baik kendaraan roda dua maupun

roda empat seperti Thailand, Indonesia, Malaysia, dan Vietnam. Pada tahun 2012

negara-negara tersebut mendapatkan penguasaan pasar tertinggi di kawasan Asia

Tenggara dengan rincian, Thailand menguasai pasar sebesar 58%, Indonesia 25,1%,

Malaysia 13,4 % serta Vietnam 1,7%.1

1 Tita Florita Widayanti, Chapter I : Diplomasi Ekonomi Jepang Dalam Menghadapi Persaingan

Industri Otomotif di Indonesia Tahun 2005-2013, Tesis, Yogyakarta: Jurusan HI, UGM, hal. 8.

2

Sejarah industri mobil di Jepang sendiri berasal dari era Taisho (1912-1926).

Setelah Perang Dunia I, sejumlah perusahaan dipandu oleh pemerintah dan tentara

kekaisaran untuk mulai memproduksi truk militer. Kemudian, perusahaan otomotif

seperti Toyota dan Nissan memulai bisnis-industri mereka. Hal tersebut pada

dasarnya merupakan langkah awal dari bisnis industri otomotif Jepang yang

kemudian tersebar secara multinasional.2

Sementara itu, sistem keiretsu baru muncul kemudian pasca PD II dengan

Mitsubishi, Mitsui, Sumitomo, Fuyo, Sanwa, dan Dai-Ichi Kangyo Bank (DKB)

sebagai penggerak bank sentral utama yang dikenal sebagai The Big Six.3 Industri

otomotif Jepang kemudian memasuki pasar regional Asia Tenggara dengan tetap

berpegang teguh pada nilai filosofi sekaligus strategi bisnis ekonomi klasik Jepang

yaitu keiretsu. 4 Dalam konteks binsis internasional Jepang di bidang otomotif,

Toyota adalah pelopor utama yang memprakarsai ide perdagangan bebas dengan

bargaining position berupa inovasi teknologi otomotif yang telah sukses

mendominasi Asia Tenggara pada kegiatan perdagangan internasional otomotif

melalui jaringan keiretsu global.

Keiretsu network adalah jaringan perusahaan yang luas dengan kompetensi

terpisah namun kepemilikan (saham) saling terkait, bekerja erat untuk menjaga

hubungan strategis yang saling menguntungkan, dan afiliasi cabangnya hingga

2 Beginning of the Japanese Automobile Industry, diakses dari

http://www.crosscurrents.hawaii.edu/content.aspx?lang=eng&site=japan&theme=work&subtheme

=INDUS&unit=JWORK064, (11/03/2017, 10.21 WIB). 3 Kenichi Miyashita dan David Russell, 1994, Keiretsu: Inside The Hidden Japanese Conglomerates,

United States of America: MCGrawHill, hal. 36. 4 Japan market entry: why can business in Japan be difficult?, JapanStrategy, diakses dari

http://www.japanstrategy.com/business-in-japan/, (11/07/2017, 09.16 WIB).

3

sampai ke negara lain melalui sistem pasok, perakitan, hingga industri manufaktur

dalam skala besar.5 Perusahan Jepang berbasis keiretsu biasanya dimiliki oleh satu

dinasti keluarga yang sama dan diwariskan secara turun menurun dari generasi ke

generasi.6 Sebuah alasan masuk akal jika keterlibatan aktor TNC dalam sistem

ekonomi politik negara Jepang ini ditakuti oleh Amerika Serikat karena dianggap

sebagai sistem monopoli ekonomi politik dunia.

Masyarakat di Jepang sendiri diorganisir oleh pengelompokan keluarga

untuk memenuhi suatu bisnis, birokrasi pemerintahan, partai politik, bahkan

universitas (perguruan tinggi). Bangsa ini sebagian besar diatur oleh jaringan kartel

informal seperti keiretsu. Politik, masyarakat, dan bisnis dikuasai oleh negara

karena Jepang percaya bahwa pengaturan insuler (satu kelompok bangsa) ini dapat

menjaga keamanan negara, memberikan lapangan kerja penuh, dan mengurangi

beban risiko dalam segala hal.7

Keiretsu dalam bidang bisnis-industri otomotif dunia Barat hampir sama

halnya dengan sistem ‘assambly line’ yang dipelopori oleh Henry Ford di mana

dalam proses barang produksinya setiap bagian/komponen barang dibuat oleh

beberapa perusahaan cabang maupun sentral sehingga menghasilkan suatu produk

jadi yang lebih cepat dari metode manufakturing biasa. Satu perusahan membuat

komponen mesin, sedangkan perusahaan lain membuat body, roda, dan seterusnya.

Namun, sistem keiretsu tetap tidak bisa disamakan persis dengan sistem maupun

5 Caylon Neely, The Japanese Automotive Industry, diakses dari

https://www.japanindustrynews.com/2016/03/japanese-automotive-industry/, (11/07/2017, 09.29

WIB). 6 Robert L. Cutts, Capitalism in Japan: Cartels and Keiretsu, diakses dari

https://hbr.org/1992/07/capitalism-in-japan-cartels-and-keiretsu, (11/07/2017, 09.29 WIB). 7 Ibid.

4

strategi bisnis-industri manufaktur dunia manapun, karena sistem perkongsian ini

memiliki struktur atau susunan khusus yang bermuara dari dan kepada bank yang

sama.8

Maka dari itu, penulis mencoba mengkaji dan meneliti terkait keterlibatan,

permainan pasar, dan peranan jaringan keiretsu sebagai instrument of power negara

Jepang dalam dominasinya di Indonesia sebagai negara terbesar di kawasan Asia

Tenggara pada sektor bisnis-industri transportasi/otomotif dalam bingkai ekonomi

politik dan bisnis internasional Jepang dengan Toyota sebagai unit eksplanatif

utamanya.

Eksistensi bisnis-industri otomotif Jepang di kawasan Asia Tenggara

nantinya dapat berdampak pada peningkatan pendapatan nasional domestik Jepang,

Sedangkan dampak lainnya bukan hanya meningkatkan pendapatan nasional

Jepang, tapi juga dapat membantu perekonomian negara mitra afiliasi seperti

Indonesia melalui kegiatan industrialisasi, produksi, distribusi (ekspor-impor)

hingga penyerapan tenaga kerja baru.

Mengingat peran penting Jepang (dalam hal ini perusahaan otomotif selaku

aktor TNC) yang bertindak sebagai leading country dalam bisnis-industri otomotif

di Indonesia, menjadi penting untuk dikaji dan dianalisa lebih lanjut terkait tahapan,

alur, proses, beserta output yang dihasilkan ke arah mana dan bagaimana jaringan

keiretsu memainkan peran di dalamnya. Rekanan mitra dagang yang sudah terjalin

cukup lama antara Jepang dan negara-negara di kawasan Asia Tenggara seperti

8 Kenichi Miyashita dan David Russell, Loc. Cit. hal. 56.

5

Indonesia membuat keduanya saling membutuhkan dalam aspek kerjasama

ekonomi, sosial dan politik.

Hubungan internasional Jepang pasca Perang Dunia II dengan kebijakan

luar negerinya yang berfokus pada perbaikan dan pembangunan ekonomi oleh

rezim Perdana Menteri pertama Shigeru Yoshida (1946-1954) telah merubah

Jepang yang ekspansionis dan tertutup menjadi negara yang bersahabat dan

korporatif dalam segala aspek.9 Hal tersebut berlaku hingga sekarang, di mana era

globalisasi yang tidak mengenal batas wilayah suatu negara telah membuat

kerjasama antar berbagai pihak mulai dari aktor state hingga B2B (business to

business) perusahaan menjadi lebih cepat dilakukan. Perdagangan bebas otomotif

yang diprakarsai oleh aktor TNC seperti Toyota di Indonesia menjadi penting untuk

diketahui terkait hal-hal apa saja yang terjadi di dalamnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

Bagaimana peran Keiretsu Network terhadap bisnis-industri otomotif Jepang di

kawasan Asia Tenggara sebagai salah satu instrument of power negara Jepang

dalam upaya dominasinya pada kegiatan perdagangan bebas otomotif di Indonesia?

9 Bambang Cipto, 2010, Hubungan Internasional di Asia Tenggara, Jakarta: Pustaka Belajar, hal.

182.

6

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dalam penelitian ini

dapat dibagi sebagai berikut:

1. Mengetahui bagaimana peranan keiretsu network sebagai instrument of power

negara Jepang terhadap perkembangan industri otomotif Jepang di kawasan

Asia Tenggara khususnya di Indonesia.

2. Mengetahui bagaimana keiretsu network dapat menyumbang pendapatan

nasional negara Jepang melalui sektor bisnis-industri otomotif/transportasi.

3. Mengetahui bagaimana kontribusi Toyota keiretsu sebagai aktor TNC Jepang

terhadap perekonomian domestik Indonesia sebagai salah satu negara terbesar

di kawasan Asia Tenggara.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian sacara umum yang bisa diperoleh dari penelitian

ini antara lain:

1. Manambah wawasan peneliti tentang adanya instrument of power sebagai salah

satu strategi ekonomi politik Internasional dalam dunia bisnis internasinal

Jepang di bidang otomotif.

2. Menambah pemahaman peneliti tentang peranan keiretsu network terhadap

industri otomotif Jepang di kawasan Asia Tenggara beserta mekanisme

strukturnya.

3. Menambah wawasan peneliti dalam mengetahui sejauh mana kontribusi Toyota

keirestu sebagai aktor TNC Jepang dapat menyumbang pendapatan nasional

7

negara Jepang dan juga dapat membantu perekonomian negara Asia Tenggara

khususnya Indonesia dalam kegiatan bisnis-perdagangan internasional otomotif.

Sedangkan manfaat penelitian secara khusus dapat dibagi menjadi dua yaitu:

a. Manfaat akademis

Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi para

akademisi ilmu Hubungan Internasional dalam mengetahui bagaimana Jepang

dapat terus eksis dan dominan dalam konteks bisnis-perdagangan internasional

pada sektor otomotif di Indonesia dengan adanya jaringan keiretsu.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi para pelaku

bisnis internasional, pengamat ekonomi politik internasional, maupun stakeholders

terkait dalam mengetahui kiat-kiat yang dilakukan oleh perusahaan otomotif Jepang

seperti Toyota di kelas roda empat dan Honda di kelas roda dua (sebagai aktor TNC)

di kawasan Asia Tenggara pada kegiatan bisnis-perdagangan internasional otomotif

terutama di Indonesia.

1.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini berangkat dari inisiatif penulis dalam mencari tahu secara

pasti tentang peranan keiretsu network terhadap perkembangan bisnis otomotif

Jepang di kawasan Asia Tenggara. Dalam konteks bisnis internasional, sebuah

strategi bisnis-industri otomotif transnasional seperti yang dilakukan oleh Toyota

menarik untuk dipaparkan dalam penelitian ini.

Berawal dari beberapa penelitian yang pernah yang pernah diteliti penulis

lain melalui jurnal, skripsi, tesis, dan karya tulis ilmiah lainnya. Namun, sejauh ini

8

penulis belum menemukan keterkaitan antara sistem keiretsu dengan industri

otomotif/bisnis otomotif di kawasan Asia Tenggara terutama di Indonesia. Maka

dari itu, penulis mencoba meneliti bagaimana peran jaringan keiretsu di kawasan

Asia Tenggara mengingat dominasinya yang stabil hingga saat ini. Penelitian

dengan judul “Peranan Keiretsu Network Terhadap Bisnis Otomotif Jepang di

Kawasan Asia Tenggara (Analisis Kajian Toyota TNC di Indonesia)” ini

terinspirasi dari beberapa penelitian dan karya tulis ilmiah lain seputar keiretsu

dalam berbagai aspek dan persektif.

Beberapa judul penelitian dan karya tulis ilmiah yang pernah diangkat oleh

penulis sebelumnya antara lain:

1. Peranan Keiretsu Dalam Perekonomian Jepang 1953-1973.

2. Dampak dan Peranan Keiretsu Dalam Perekonomian Jepang Periode 1951-1973.

3. Keiretsu di Dalam Perkembangan Perekonomian Jepang.

4. Keiretsu dan Peranannya Dalam Perekonomian Jepang Analisis Budaya

Terhadap Sistem Keiretsu.

5. Kontribusi Keiretsu dalam Pembangunan Ekonomi Jepang Pasca PD II.

6. Perkembangan Peran dan Fungsi Zaibatsu (Kongsi Dagang) Dalam Bidang

Politik dan Pemerintahan Jepang Sebelum PD II Sampai Pasca PD II.

Beberapa judul karya tulis ilmiah tersebut di atas merupakan penelitian

tentang sistem keiretsu dilihat dari berbagai perspektif bidang studi akademis,

khususnya dalam perspektif politik, ekonomi dan sejarah. Dalam perspektif sejarah,

berkaitan dengan lahirnya sistem keiretsu di Jepang pasca Perang Dunia II sebagai

pengganti zaibatsu. Penelitian pertama berjudul “Keiretsu Dalam Perekonomian

9

Jepang 1953-1973.” Penelitian ini membahas tentang peranan keiretsu dalam

perekonomian Jepang dari tahun 1953-1973 dilihat dari pendekatan sejarah

(Historical Approach). Penelitian ini berguna bagi penulis lain dalam mendapatkan

informasi terkait dengan sejarah masa keemasan dunia industri dan bisnis

perekonomian Jepang dengan munculnya sistem keiretsu pada tahun 1953 disusul

kemudian dengan bubble economy.

Penelitian kedua berjudul “Dampak dan Peranan Keiretsu Dalam

Perekonomian Jepang Periode 1951-1973.” Penelitian ini membahas tentang

peranan keiretsu dalam pemulihan ekonomi Jepang pasca PD II. Keiretsu yang

dibahas di sini adalah keterlibatan Jepang dalam memberikan sokongan

persenjataan kepada Amerika Serikat yang mereka jual untuk melengkapi

persenjataan AS melalui produksi senjata dan transportasi perang oleh gabungan

perusahaan Jepang, dalam upayanya memperbesar kapasitas produksi dan

merekonstruksi perekonomian domestik pasca kekalahan perang.

Penelitian ketiga dengan judul “Keiretsu di Dalam Perkembangan

Perekonomian Jepang,” menjelaskan tentang pengaruh keiretsu terhadap

perkembangan ekonomi Jepang semenjak berakhirnya era zaibatsu. Penulis juga

membahas hubungan kerjasama antar perusahaan-perusahaan industri di Jepang

yang dapat meningkatkan kapasitas ekspor industri dan turut serta mendorong

perkembangan perekonomian dan meningkatkan GNP Jepang.

Penulis lebih berfokus pada pengaruh sistem keiretsu terhadap

perekonomian Jepang secara umum. Maka dari itu, penelitian dengan judul

“Peranan Keiretsu Network Terhadap Bisnis Otomotif Jepang di Kawasan Asia

10

Tenggara (Analisis Kajian Toyota TNC di Indonesia)” ini akan lebih berfokus

kepada peran keiretsu network terhadap dunia bisnis otomotif Jepang dalam

konteks bisnis internasional, dengan ‘Indonesia yang merupakan negara terbesar

se-Asia Tenggara ’ sebagai unit analisa (variabel dependent).

Penelitian keempat berjudul “Keiretsu dan Peranannya Dalam

Perekonomian Jepang Analisis Budaya Terhadap Sistem Keiretsu.” Penelitian ini

menjelaskan tentang dominasi perusahaan Jepang yang tergabung dalam sebuah

aliansi perusahaan. Penulis dengan judul ini melihat pentingnya nilai-nilai bisnis

Jepang yang tertanam dan menjadi sebuah budaya sebagai tolak ukur yang

mempengaruhi perilaku bisnis di Jepang. Penulis juga melihat bahwa keiretsu

merupakan kelompok bisnis yang bekerjasama berlandaskan kesamaan nilai

budaya.

Penelitian ini berguna bagi penulis lain untuk mencari tahu sebab apa

Jepang selaku negara ekspansionis di masa lalu menerapkan sistem perkongsian

atau aliansi perusahaan berlandaskan nilai-nilai budaya yang diterapkan sejak

pertengahan zaman edo di era- Keshogunan Tokugawa yang disebut zaibatsu dan

pasca Perang Dunia II disebut sebagai keiretsu.

Penelitian kelima berjudul “Kontribusi Keiretsu dalam Pembangunan

Ekonomi Jepang Pasca PD II.” Penelitian ini menggambarkan tentang apa saja

kontribusi Keireitsu dalam pembangunan ekonomi Jepang Pasca PD II. Kontribusi

Keireitsu meliputi dua hal, yang pertama, Keiretsu sebagai sistem nilai telah

menciptakan masyarakat Jepang yang modern yang memiliki prinsip rasionalitas

dan etos kerja tinggi tanpa harus meninggalkan tradisi, masyarakat Jepang mampu

11

membangun, menjalankan dan menciptakan perekonomian yang modern sehingga

perekonomian maju dan terciptanya keseimbangan diantara tradisionalitas dan

modernitas.

Sedangkan pada kontribusi yang kedua, Keiretsu sebagai struktur mampu

menarik investasi asing dalam menanamkan investasinya diperusahaan Jepang dan

akhirnya menciptakan lapangan kerja yang melimpah sehingga GNP Jepang

semakin meningkat setiap tahunnya.10 Namun pada ruang lingkup penelitian kelima

ini, keiretsu yang dipaparkan masih dalam konteks domestik Jepang dan tidak

menggambarkan bagaimana keiretsu telah menjelma menjadi instrument of power

sebagaimana keterlibatan Toyota keiretsu sebagai aktor TNC yang kian agresif

menjalankan bisnis-industri otomotifnya.

Penelitian keenam ialah “Perkembangan Peran dan Fungsi Zaibatsu

(Kongsi Dagang) Dalam Bidang Politik dan Pemerintahan Jepang Sebelum PD II

Sampai Pasca PD II.” Penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitan-penelitan

sebelumnya di atas, yang juga membahas tentang peran dan fungsi keiretsu sebelum

perang Dunia II atau dikenal sebagai zaibatsu. Namun, penulis dengan judul ini

melihat bagaimana perkembanngan peran dan fungsi dari kongsi dagang (zaibatsu)

dalam bidang politik dan pemerintahan sebelum PD II sampai setelah PD II.

Pada masa sesudah perang, Jepang menggunakan prinsip baru sebagaimana

yang tertuang dalam artikel 9 konstitusi 1947 mengenai janji Jepang untuk tidak

terlibat lagi dalam bentuk perang apapun, sehingga fokus utamanya ialah perbaikan

10 Safitri Sari Rama Dina, Abstract: Kontribusi Keiretsu dalam Pembangunan Ekonomi Jepang

Pasca Perang Dunia II (1945-1970), diakses dari http://repository.unair.ac.id/17404/, (21/04/2017,

11.36 WIB).

12

ekonomi domestik.11Dari zaibatsu hingga bertransformasi menjadi keiretsu, fokus

utama Jepang hanya memperbaiki perkonomian nasional melalui kegiatan produksi

dan eksportasi barang pasca PD II. Sehingga, perkongsian atau aliansi dagang

keiretsu menjadi sebuah instrumen dari rangkaian kebijakan politik. Dengan

demikian, proses politik meningkatkan posisi tawar (bargaining position) dari

pemasok keiretsu.12

Keenam penelitian terdahulu di atas secara garis besar banyak membahas

tentang peran, pengaruh dan dampak dari sistem keiretsu terhadap perekonomian

Jepang (secara umum) dalam upayanya merekonstruksi perekonomian nasional

pasca berakhirnya Perang Dunia II. Dalam perjalanannya, sistem keiretsu

berkembang tidak hanya berlaku terhadap aliansi perusahaan di bidang industri

elektronik maupun barang rumahan tertentu, tapi juga dalam bidang industri

otomotif berskala internasional. Dengan sistem rantai pasok (Supply Chain

Management), keiretsu dengan kepemilikan saham yang saling terkait satu sama

lain memungkinkan perusahaan di dalamnya saling terhubung. Misalnya, antara

supplier dengan perusahaan yang memproduksi barang hingga dalam hal jaringan

distribusi.

Mengingat bisnis-industri otomotif Jepang seperti Toyota di Indonesia kian

dominan dan semakin berkembang pesat seiring dengan perkembangan arus

globalisasi, penulis melihat adanya sinergi yang baik antara aktor state Jepang dan

TNC dalam dunia bisnis internasional Jepang melalui peran dari jaringan keiretsu

11 Bambang Cipto, Loc. Cit. 12 Seiichi Katayama dan Heinrich W. Ursprung, International Economic Policies in a Globalized

World (ed), Springer Science+Business Media, Berlin: Springer-Verlag, hal. 80.

13

pada bidang industri otomotif di kawasan Asia Tenggara sebagai salah satu

instrumen ekonomi politik.

Secara ringkas penelitian-penelitian terdahulu dapat digambarkan pada

tabel berikut.

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu

No. Judul & Nama Peneliti Kerangka Pemikiran Intisari

1. Peranan Keiretsu Dalam

Perekonomian Jepang 1953-1973

Nama : Revinerita Gandini

Pendekatan Sejarah/

Historical Approach

Membahas tentang

peranan keiretsu dalam

perekonomian Jepang

dari tahun 1953 – 1973

dilihat dari perspektif

sejarah. Penulis berusaha

menjelaskan sejarah

lahirnya keiretsu dan

pengaruhnya terhadap

perekonomian Jepang

tahun 1953-1973.

2.

Dampak dan Peranan Keiretsu

Dalam Perekonomian Jepang

Periode 1951-1973

Nama : Satria Negara

Pendekatan Intermestik Membahas tentang

peranan keiretsu dalam

pemulihan ekonomi

Jepang pasca PD II.

Keiretsu yang dibahas di

sini adalah keterlibatan

Jepang dalam

memberikan sokongan

persenjataan kepada

Amerika Serikat yang

mereka jual untuk

melengkapi persenjataan

14

AS melalui produksi

senjata dan transportasi

perang oleh gabungan

perusahaan Jepang,

dalam upayanya

memperbesar kapasitas

produksi dan

merekonstruksi

perekonomian domestik

pasca- kekalahan perang.

3. Keiretsu di Dalam Perkembangan

Perekonomian Jepang

Nama : Dien Soufiany

Pendekatan Intermestik Menjelaskan tentang

pengaruh keiretsu

terhadap perkembangan

ekonomi nasional Jepang

semenjak berakhirnya era

zaibatsu. Penulis juga

membahas hubungan

kerjasama antar

perusahaan-perusahaan

industri di Jepang yang

dapat meningkatkan

kapasitas ekspor industri

dan turut mendorong

perkembangan

perekonomian Jepang

dan meningkatkan GNP

Jepang.

15

4.

Keiretsu dan Peranannya Dalam

Perekonomian Jepang Analisis

Budaya Terhadap Sistem

Keiretsu

Nama : Sudung M. Manurung

Konsep soft power Menjelaskan tentang

dominasi perusahaan

Jepang yang tergabung

dalam sebuah aliansi

perusahaan. Penulis

melihat pentingnya nilai-

nilai bisnis Jepang yang

tertanam dan menjadi

sebuah budaya sebagai

tolak ukur yang

mempengaruhi perilaku

bisnis di Jepang. Penulis

melihat bahwa keiretsu

merupakan kelompok

bisnis yang bekerjasama

berlandaskan kesamaan

nilai budaya.

5. Kontribusi Keiretsu dalam

Pembangunan Ekonomi Jepang

Pasca PD II

Nama : Safitri Sari Rama Dina

Teori Liberalisasi

Ekonomi dan Teori

Modernisasi

Menggambarkan dan

menganalisis apa saja

kontribusi Keiretsu

dalam pembangunan

ekonomi Jepang Pasca

PD II. Kemampuan

Keiretsu menarik

investasi terlihat dengan

banyaknya perusahaan

Jepang dibawah naungan

Keiretsu yang muncul

pada periode itu. Dengan

adanya investasi yang

luas akhirnya terbukanya

16

lapangan kerja yang

melimpah, terserapnya

tenaga kerja membuat

masyarakat Jepang

memiliki pekerjaan dan

membantu meningkatnya

pendapatan masyarakat

Jepang pada saat itu dan

GNP negara pun semakin

tahun semakin

meningkat.

6. Perkembangan Peran dan Fungsi

Zaibatsu (Kongsi Dagang) Dalam

Bidang Politik dan Pemerintahan

Jepang Sebelum PD II Sampai

Pasca PD II

Nama : Rindu Ayu, Yusy

Widarahesty

Konsep kelompok

kepentingan (Interest

Group)

Membahas tentang peran

dan fungsi keiretsu

sebelum perang Dunia II

yang awalnya dikenal

sebagai zaibatsu. Penulis

melihat bagaimana

perkembanngan peran

dan fungsi dari kongsi

dagang (zaibatsu) dalam

bidang politik dan

pemerintahan sebelum

PD II sampai setelah PD

II. Pada masa sesudah

perang, Jepang

menggunakan prinsip

baru sebagaimana yang

tertuang dalam artikel 9

konstitusi 1947 mengenai

janji Jepang untuk tidak

terlibat lagi dalam bentuk

17

perang apapun. Sehingga

fokus uatamanya ialah

perbaikan ekonomi

domestik. Dari zaibatsu

hingga bertransformasi

menjadi keiretsu, fokus

utama Jepang-hanya

memperbaiki

perkonomian nasional

melalui kegiatan

produksi dan eksportasi

barang pasca PD II.

Sehingga perkongsian

atau aliansi dagang

menjadi sebuah

instrumen dalam proses

pembuatan kebijakan

politik.

1.5 Kerangka Konsep/Teori

1.5.1 Strategi Aliansi

Strategi aliansi dalam konteks bisnis internasional adalah hubungan formal

antara dua kelompok perusahaan untuk mencapai satu tujuan yang disepakati

bersama guna memenuhi kebutuhan masing-masing anggota aliansi

(perusahaan/organisasi) secara independen (bebas). 13 Dalam strategi aliansi

memuat kemitraan antara dua organisasi atau lebih dalam pola B2B (Business to

Business) di mana kedua belah pihak dapat memperoleh nilai dari hubungan aliansi.

13 Definisi Strategi Aliansi, diakses dari e-journal.uajy.ac.id/1312/3/2EM16548.pdf, (01/04/2017,

18.02 WIB).

18

Hal tersebut terkait juga dengan alokasi sumber daya untuk mencapai misi

perusahaan dan dapat (pula) menjual langsung barang kepada anggota aliansi

melalui hubungan kolaboratif yang membawa kesuksesan bagi kedua belah pihak.14

Terdapat peraturan dalam strategi aliansi di mana dua perusahaan dalam

kelompok aliansi haruslah saling menguntungkan. Namun, pergerakan perusahaan

dapat bergerak secara bebas dan fleksibel. Anggota aliansi biasanya mengumpulkan

sumber daya untuk menciptakan entitas (wujud) bisnis yang terpisah.15

Kesepakatan dalam strategi aliansi dapat membantu perusahaan

mengembangkan proses yang lebih efektif, memperluas ke pasar baru (dalam dan

luar negeri) atau mengembangkan keunggulan kelompok aliansi dibandingkan

dengan para pesaingnya.16 Menyediakan sumber daya guna terciptanya suatu entitas

barang yang memadai untuk perusahaan lain dalam konsep strategi aliansi sangat

sesuai terkait mekanisme bisnis antara dua perusahaan (dalam hal ini perusahaan

otomotif Jepang dengan mitra kerjanya, perusahaan otomotif di kawasan Asia

Tenggara).

Bisnis internasional otomotif Jepang di kawasan Asia Tenggara melalui

struktur keiretsu merupakan contoh kasus yang dapat dikaji melalui strategi aliansi

dalam pendekatan bisnis internasional yang melibatkan lebih dari dua kelompok

perusahaan yang memiliki keunggulan masing-masing. Mengingat setiap

perusahaan yang tergabung dalam keiretsu memiliki tujuan sama dengan alokasi

14 What is a strategic alliance?, diakses dari https://www.petersimoons.com/2014/02/strategic-

alliance/, (02/04/2017, 15.02 WIB). 15 Strategic Alliance, diakses dari http://www.investopedia.com/terms/s/strategicalliance.asp,

(02/04/2017, 15.15 WIB). 16 Ibid.

19

tugas yang berbeda, maka konsep ini berguna untuk menganalisa bagaimana sebuah

strategi ekonomi politik internasional Jepang berjalan dalam upaya

mengembangkan bisnis-industri otomotifnya di Asia Tenggara seperti Indonesia

melalui jaringan keiretsu yang terdiri dari beberapa anak perusahaan dan tergabung

dalam sebuah kelompok aliansi bisnis yang sama.

1.5.2 Global Value Chain (GVC)

Jaringan Produksi Global atau Global Value Chain (GVC) merupakan

revolusi sistem produksi pada abad-21 ini di mana produksi dan distribusi suatu

barang diselenggarakan secara bersama-sama oleh beberapa negara. Dalam GVC,

satu tahapan produksi dari satu kesatuan proses produksi diselenggarakan di satu

negara sedangkan tahapan berikutnya dilakukan di negara lain.17

Hal serupa berlaku dalam kasus keiretsu otomotif yang berpusat di negara

Jepang. Meski dalam praktiknya keiretsu memliki pola unik tersendiri

dibandingkan dengan sistem pasok industri manufaktur dunia lainnya. Namun,

secara garis besar hal tersebut berkaitan sama dengan mekanisme struktur berantai

(Chains) dalam produksi dan penyebaran rezim teknologi-industrinya

(mencangkup kegiatan R&D, dan assembly).

Produksi, perdagangan dan investasi internasional semakin terorganisir

dalam rantai nilai global atau Global Value Chains (GVC) di mana berbagai tahap

proses produksi berada di berbagai negara.18 Globalisasi memotivasi perusahaan

untuk merestrukturisasi operasi mereka secara internasional melalui kegiatan

17 Indonesia dan Global Value Chain, diakses dari http://www.euind-tcf.com/id/indonesia-dan-

global-value-chain-gvc/, (01/04/2017, 14.02 WIB). 18 Global Value Chains, diakses dari http://www.oecd.org/sti/ind/global-value-chains.htm, (31/04/

2017, 12.11 WIB).

20

outsourcing (tenaga kerja yang didatangkan dari luar perusahaan) dan offshoring

(relokasi bisnis dari satu negara ke yang lain).

Perusahaan mencoba mengoptimalkan proses produksi mereka dengan

menemukan berbagai tahapan di berbagai lokasi. Beberapa dekade terakhir telah

menyaksikan kecenderungan yang kuat terhadap penyebaran aktivitas rantai nilai

internasional seperti desain, produksi, pemasaran, distribusi, dll.19

Sebagaimana peran Jepang sebagai the Leading Country penggerak utama

aktifitas produksi manufaktur otomotif di kawasan Asia Tenggara, GVC

memberikan kemudahan dalam menggambarkan permasalahan penelitian pada

kasus ini. Kontribusi Jepang di Asia Tenggara seperti yang dilakukan oleh Toyota

TNC umumnya berasal dari sistem ekonomi kapitalis seperti adanya sistem jaringan

keiretsu yang kompleks antar lintas generasi. Alasan mengapa hal ini termasuk

dalam kategori kompleks karena melibatkan berbagai aktor dari state (negara),

perusahaan TNC yang meliputi kegiatan produksi dan distribusi, hingga kepada

penyedia layanan permodalan kredit kepemilikan kendaraan bermotor (KKB).

Global Value Chain (GVC) juga akan mengidentifikasi bagaimana cara

masing-masing negara dapat mencapai daya saingnya sendiri dalam pentas

kompetisi perdagangan internasional. Kata kunci yang biasa disebut ialah siapa

mendapatkan apa dari nilai tukar suatu barang dalam sebuah jaringan pemasaran

internasional.

Pada awalnya yang pertama kali menggunakan sistem Global Value Chain

(GVC) di dunia adalah perusahaan otomotif asal Jepang yaitu Toyota dengan

19 Ibid., Global Value Chains.

21

inovasi mata rantai nilai pasok globalnya menggunakan Traction Control System

(TCS) yaitu fitur pengaman yang digunakan untuk hampir setiap kendaraan yang

tersedia di pasar mobil baru, untuk memastikan ban mobil tidak tergelincir saat

mengemudi20 dengan tujuan dapat memproduksi produk yang berkualitas tinggi

walaupun komponen-komponennya berasal dari berbagai negara, setelah itu

dengan sistem kontrol yang baik produk dapat didistribusikan hingga ke seluruh

dunia.21

1.5.3 Merkantilisme

Merkantilisme termasuk dalam teori ekonomi politik yang fungsinya untuk

melindungi perkembangan industri perdagangan dan melindungi kekayaan suatu

negara agar tidak jatuh dalam pengaruh negara lain dalam sektor ekonomi dan

perdagangan internasional. Merkantilisme adalah pandangan dunia tentang elit-elit

politik yang berada pada garis depan pembangunan negara modern.22 Dengan kata

lain ekonomi adalah alat politik, suatu dasar bagi kekusasaan politik, itulah bentuk

utama pemikiran merkantilisme. Merkantilisme melihat perekonomian

internasional sebagai arena konflik antara kepentingan nasional yang bertentangan,

dari pada sebagai wilayah kerja sama yang saling menguntungkan.23

20 Stephen Goldasz, What is traction control and how does it work?, diakses dari

https://www.carkeys.co.uk/guides/what-is-traction-control-and-how-does-it-work, pada tanggal

(04/04/2017, 12.11 WIB). 21 R. Rr. Megitta, Ringkasan Kuliah Umum Global Value Chain, UNPAR, diakses dari

https://www.slideshare.net/rrrmegeh/tugas-ringkasan-global-value-chain, (22/04/2017, 21.03

WIB). 22 Robert Jackson dan Georg Sorensen, 2009. Ekonomi Politik Internasional dalam Pengantar

Studi Hubungan Internasional (terj.), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 231. 23 Ibid.

22

Merkantilisme merupakan kebijakan sebuah ekonomi nasional dengan

tujuan untuk mengumpulkan cadangan moneter melalui sebuah keseimbangan

perdagangan yang positif, yang terutamanya pada sebuah barang jadi. 24

Merkantilisme mengajarkan bahwa yang terpenting dalam sebuah perdagangan

internasional ialah mendorong ekspor semaksimal mungkin serta membatasi impor

sebisa mungkin.25 Membatasi impor di sini dapat berarti melalui pemberlakuan tarif

masuk yang besar bagi industri otomotif non-Jepang yang tidak terlibat aliansi B2B

dan tidak memberikan keutungan signifikan.

Eksistensi industri perdagangan otomotif Jepang di kawasan Asia Tenggara

yang dapat bertahan dari para pesaingnya (non-Jepang) selama beberapa dekade

dapat dianalisa melalui teori merkantilisme terutama dalam hasil akhirnya berupa

produk barang jadi (kendaraan roda dua atau roda empat). Asia Tenggara sebagai

lahan subur bagi investasi dan roda bisnis perdagangan internasional otomotif

Jepang didukung dengan ODA (Official Development Assistance) yang telah

dialirkan Jepang mulai dari pasca PD II, mensinyalirkan bahwa Jepang ingin

mendapatkan dukungan para pemimpin negara mitra dagangnya di kawasan Asia

Tenggara.

Selain itu, merkantilisme di sini berkenaan dengan upaya Jepang maupun

Indonesia sebagai negara mitra afiliasi dalam membendung hagemoni (dominasi

24 Aris Kurniawan, Pengertian Merkantilisme Beserta Latar Belakang dan Tujuannya, diakses dari

https://www.gurupendidikan.com/pengertian-merkantilisme-beserta-latar-belakang-dan-

tujuannya/, (22/05/2017, 18.13 WIB). 25 M. Idham Sofyan, Teori Perdagangan Internasional (1), Binus University, diakses dari

http://bbs.binus.ac.id/ibm/2017/06/teori-perdagangan-internasional-i/, (22/05/2017, 18.22 WIB).

23

kelas) 26 ekonomi dalam bidang bisnis-industri dan perdagangan otomotif oleh

negara non-Jepang yang melakukan ekspansi bisnis perdagangan otomotif hingga

sampai ke kawasan Asia Tenggara, hingga pada titik tertentu Jepang masih

mendominasi industri pasar otomotif di Indonesia.

Proteksi pasar yang kuat inilah yang merupakan bagian dari merkantilisme

negara Jepang sebagai negara industri dan pemasok nomor satu di Asia Tenggara

dalam sektor otomotif melalui sistem berantai keiretsu. Dalam merkantilisme

terkait dengan kebijakan ekonomi proteksionis di mana kebijakan ini bertujuan

untuk melindungi industri-industri dalam negeri yang sedang tumbuh (infant

industry) dari para pesaingnya di pasar internasional.27 Menurut beberapa temuan

data disebutkan bahwa, melakukan kerjasama bilateral dalam aspek ekonomi dan

perdagangan internasional otomotif dengan Jepang jauh lebih menguntungkan bagi

Indonesia dari pada dengan negara maju lain seperti AS dan Eropa, terutama dari

segi investasi PMA.

Perkembangan bisnis-industri manufaktur otomotif asal India dan China

baru-baru ini telah menjadi kompetitor baru bagi pabrikan otomotif Jepang di

Indonesia. Oleh sebab itu kebijakan proteksionis memungkinkan pemerintah

Indonesia mencoba membendung impor otomotif terutama pada komoditi bahan

utama (seperti baja, semen dan suku cadang mobil dari India dan China).28

26 Ben Rosamond, Hegemony: Political Science, diakses dari

https://www.britannica.com/topic/hegemony, (13/06/2017, 08.13 WIB). 27 Kebijakan Perdagangan Internasional, diakses dari http://www.ekonomi-

holic.com/2012/05/kebijakan-perdagangan-internasional.html, (13/06/2017, 10.41 WIB). 28 Pankaj K. Jha, India and China in Southeast Asia: An Evolving Theatre of Competition?,

diakses dari http://www.e-ir.info/2015/12/07/india-and-china-in-southeast-asia-an-evolving-

theatre-of-competition/, (13/06/2017, 11.08 WIB).

24

Pada saat bersamaan kebijakan ekonomi-politik proteksionis dikuatkan

dengan memaksimalkan produk dalam negeri, memperluas lapangan kerja,

memelihara tradisi nasional, mengurangi ketergantungan pada beberapa komoditi

utama sehingga dapat menjaga stabilitas nasional (dengan sistem ekonomi industri

mandiri). Dengan membatasi impor dapat menguntungkan produsen lokal.29

Kebijakan proteksionis dapat diimplementasikan dalam beberapa cara

seperti tarif perpajakan (bea masuk), hambatan non-tarif/NTB meliputi kuota dan

standar produk terkait tuntutan barang impor berkualitas (aman, berlabel, standar),

dan subsidi pemerintah yaitu bantuan pemerintah terhadap bisnis industri domestik

agar dapat bersaing dengan produk impor.30

1.6 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan studi pustaka di mana sumber-

sumber berasal dari pengkajian berbagai literatur/buku dan media elektronik yang

relevan dan dapat membantu penulis dalam menganalisa permasalahan yang dikaji.

1.6.1 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini meliputi ‘Bisnis otomotif Jepang di kawasan

Asia Tenggara (Indonesia)’ sebagai Unit Analisa (variabel dependent), dan

‘Peranan keiretsu network (Toyota TNC)’ sebagai Unit Eksplanasi (variabel

independent).

29 Protectionism, diakses dari http://www.investopedia.com/terms/p/protectionism.asp,

(13/06/2017, 11.15 WIB). 30 Ibid.

25

1.6.2 Metode/Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan metode deskritif untuk menggambarkan

isu yang diteliti dengan menggunakan landasan kerangka konsep/teori yang relevan.

1.6.3 Teknik Analisis Data

Metode analisis data pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif

dengan mengumpulkan catatan-catatan dan data-data yang ada melalui beberapa

referensi dan sumber dalam analisanya.

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data (Heuristik)

Adapun dalam pengumpulan data pada penelitian kasus ini penulis

menggunakan dua metode sebagai berikut :

1. Studi kepustakaan (Library Research), bertujuan untuk memperoleh

pengetahuan dan data dari beberapa buku, jurnal dan literatur lainnya yang

berhubungan dengan kasus yang diteliti.

2. Internet, bertujuan untuk mencari bahan, data dan referensi yang relevan dari

beberapa penyedia layanan situs dan berita yang membahas tentang sistem

keiretsu/keiretsu network pada umumnya, dan bisnis otomotif Jepang di

kawasan Asia Tenggara khususnya.

1.6.5 Ruang Lingkup Penelitian

a. Batasan Waktu

Adapun batasan waktu dalam penelitian ini mulai dari tahun 2003 dengan

strategi inovasi dan ekspansi Toyota di kawasan Asia Tenggara (terutama di

Indonesia), hingga tahun 2016 di mana penulis berasumsi bahwa terdapat

perkembangan yang signifikan dan stabil pada rentang waktu tersebut, sebagaimana

26

beberapa sumber menjelaskan bahwa bisnis otomotif Jepang di kawasan Asia

Tenggara pada rentang waktu tersebut perkembangannya sangat signifikan dan

stabil di negara-negara Asia Tenggara seperti Thailand, Indonesia, Malaysia dan

Vietnam.

Penelitian ini tetap merunut dari tahun 1950-an, ketika keiretsu muncul

sebagai pengganti dari zaibatsu pasca Perang Dunia II, dengan terjalinya hubungan

antara Jepang dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Keiretsu

memunculkan ide-ide dan inovasi baru di segala bidang terutama teknologi industri

otomotif hingga abad ke-21 ini. Industri bisnis otomotif Jepang berkembang di

kawasan Asia Tenggara dengan membuka cabang atau afiliasi perusahaan baru

sebagai penyuplai/pemasok, perakit, hingga distributor.

b. Batasan Materi

Adapun batasan materi pada penelitian ini adalah menganalisa peran serta

keterlibatan jaringan keiretsu (Toyota TNC) terhadap perkembangan bisnis-industri

otomotif Jepang di kawasan Asia Tenggara (Indonesia) pada konteks ekonomi

politik dalam bisnis internasional Jepang. Dalam kasus penelitian ini penulis

membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut.

1. Penjelasan tentang definisi dari keiretsu network , mengenal jenis-jenis keiretsu

dan apa saja dinamika yang terjadi di dalamnya pada konteks ekonomi politik

dalam dunia bisnis internasional Jepang di sektor perdagangan otomotif.

2. Penjelasan tentang awal mula bisnis otomotif di Jepang berbais keiretsu yang

kemudian berkembang hingga ke kawasan Asia Tenggara (Indonesia).

27

3. Penjelasan tentang nama-nama atau daftar perusahaan otomotif Jepang berbasis

keiretsu yang memiliki anak perusahaan, aliansi dagang, maupun afiliasi

perusahaan di Jepang dan Asia Tenggara (Indonesia).

4. Penjelasan tentang sejauh mana kontribusi Toyota TNC terhadap pendapatan

nasional Jepang dan sejauh mana Toyota TNC dapat menyokong perekonomian

domestik negara afiliasi cabangnya di kawasan Asia Tenggara (Indonesia).

1.7 Argumen Dasar

Dalam mengembangkan dan mempertahankan eksistensi bisnis-industri

manufaktur otomotif Jepang di Kawasan Asia Tenggara, keiretsu network sebagai

salah satu instrument of power negara Jepang memainkan peran penting dalam

persaingan pasar bebas otomotif/transportasi di Indonesia. Hadirnya aktor TNC

seperti Toyota dengan power atau kemampuan berupa modal dan inovasi teknologi

yang dimiliki dapat mempengaruhi kebijakan aktor birokrat Jepang pada integrasi

B2B (Business to Business) dalam wadah kerjasama bilateral EPA (Economic

Partnership Agreement).

Bisnis-industri otomotif Jepang di kawasan Asia Tenggara tetap bertahan

hingga beberapa dekade bukan hanya karena kedekatan wilayah geografis

perdagangan, akan tetapi terdapat peranan dari jaringan keiretsu yang memiliki

struktur khusus dan kompleks, sehingga membuatnya tetap dominan dalam pentas

perdagangan bebas otomotif di Indonesia. Industri suku cadang otomotif adalah

salah satu inovasi strategi dalam bisnis internasional Jepang sebagai upaya ekspansi

dan proteksi bagi bisnis-industri manufaktur otomotifnya di Indonesia yang juga

dapat menyerap tenaga kerja baru.

28

1.8 Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan skripsi dengan judul “Peranan Keiretsu

Network Terhadap Bisnis Otomotif Jepang di Kawasan Asia Tenggara

(Analisis Kajian Toyota TNC di Indonesia ini),” penulis membaginya menjadi 5

(lima) bab utama yang meliputi pendahuluan, pembahasan, dan penutup.

Sistematika penulisan ini bertujuan untuk memuat pemetaan isi atau

kerangka dari keseluruhan karya tulis ilmiah (skripsi) yang sekalligus memuat

ikhtisar skripsi per tiap bab. Pada bab-1 memuat Latar Belakang Masalah, Rumusan

Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Ruang Lingkup Penelitian, Argumen

Dasar, dan Sistematika Penulisan.

Pada bab-2 memuat pembahasan tentang eksistensi keiretsu sebagai salah

satu instrumen negara Jepang dalam upaya ekspansi ekonomi global. Pada

pembahasan bab-2 ini, penulis pengelompokan beberapa sub-bab pokok dalam

pembahsannya, yang meliputi Industri Jepang dan Keiretsu Network, Otomotif

Jepang di Asia Tenggara, Keiretsu Network di Indonesia, Keiretsu Network dan

Birokrasi yang terbagi atas; Politik Luar Negeri Jepang Terhadap ASEAN, dan

Bingkai Ekonomi Politik dalam Bisnis Internasional Jepang. Pada akhir bab ini

memuat pembahasan tentang Ekspansi dan Kontribusi Toyota Keiretsu.

Memasuki pembahasan bab-3 memuat tentang Peranan Keiretsu Network

Terhadap Bisnis Otomotif di Indonesia, Strategi Kerjasama Permodalan Keiretsu

di Indonesia, Sokongan Japan International Cooperation Agency (JICA) dan

Offical Development Assistance (ODA), serta Hengkangnya Ford di Indonesia 2016

terkait pentingnya membangun industri suku cadang sebagai bentuk upaya investasi.

29

Selanjutnya, pada bab-4 akan membahas secara khusus terkait dengan

campuran kebijakan perdagangan bebas yang kompleks dengan kebijakan

proteksionis sebagaimana terlihat dalam kondisi era globalisasi abad-21. Dalam bab

ini akan membahas tentang Globalisme dan Proteksionisme Bisnis-Industri

Otomotif Indonesia, yang memuat beberapa sub bab; Pengaruh Globalisasi dan

Dominasi Otomotif Jepang di ASEAN, Mitra Komprehensif Jepang – Indonesia

yang terbagi atas Peran JI-EPA (Japan-Indonesia Economic Partnership

Agreement), Kartel Roda Dua Antara Honda dan Yamaha Motors, dan Kesepakatan

Bilateral Pembangunan Pelabuhan Patimbang, Subang. Sub bab terakhir akan

memuat Evaluasi Efektivitas Kemitraan Strategis Keiretsu Jepang - ASEAN 5.

Sedangkan pada bab-5 berisi penutup yang memuat kesimpulan dan saran

bagi penulis selanjutnya. Dalam bentuk tabel, maka sistematika penulisan karya

tulis ilmiah (skripsi) ini dikelompokan sebagai berikut.

30

Tabel 1.2

Sistematika Penulisan

BAB I Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat

Penelitian, Penelitian Terdahulu, Kerangka Konsep/Teori,

Metode Penelitian, Ruang Lingkup Penelitian, Argumen

Dasar, Sistematika Penulisan.

BAB II EKSISTENSI KEIRETSU, EKSPANSI EKONOMI

GLOBAL

2.1 Industri Jepang dan Keiretsu Network

2.2 Otomotif Jepang di Asia Tenggara

2.3 Keiretsu Network di Indonesia

2.4 Keiretsu Network dan Birokrasi

2.4.1 Politik Luar Negeri Jepang Terhadap ASEAN

2.4.2 Bingkai Ekonomi Politik dalam Bisnis

Internasional Jepang

2.5 Ekspansi dan Kontribusi Toyota Keiretsu

BAB III PERANAN KEIRETSU, KETERLIBATAN PEMERINTAH

JEPANG, DAN DAMPAK NASIONAL

3.1 Peran Keiretsu Network Terhadap Bisnis Otomotif di

Indonesia

3.2 Strategi Kerjasama Permodalan Keiretsu di Indonesia:

Perkreditan Adira Multi Finance

3.3 Sokongan Japan International Cooperation Agency

(JICA) dan Offical Development Assistance (ODA)

3.4 Hengkangnya Ford di Indonesia 2016: Pentingnya

Industri Suku Cadang

BAB IV GLOBALISME DAN PROTEKSIONISME BISNIS-

INDUSTRI OTOMOTIF INDONESIA

4.1 Pengaruh Globalisasi dan Dominasi Otomotif Jepang di

ASEAN

31

4.2 Mitra Komprehensif Jepang – Indonesia

4.2.1 Peran JI-EPA (Japan-Indonesia Economic

Partnership Agreement)

4.2.2 Kartel Roda Dua Antara Honda dan Yamaha Motors

4.2.3 Kesepakatan Bilateral Pembangunan Infrastruktur

dan Pengembangan Manufaktur Pelabuhan

Patimbang, Subang

4.3 Evaluasi Efektivitas Kemitraan Strategis Keiretsu Jepang

- ASEAN 5

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA