47
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persoalan kepemimpinan selalu memberikan kesan yang menarik, oleh sebab itu permasalahan kepemimpinan merupakan topik yang menarik dan dapat dimulai dari sudut mana saja bahkan dari waktu ke waktu menjadi perhatian manusia. Ada yang berpendapat masalah kepemimpinan itu sama halnya dengan sejarah manusia, kepemimpinan dibutuhkan manusia, karena adanya suatu keterbatasan dan kelebihan-kelebihan, tetapi pada manusia di satu pihak manusia terbatas kemampuannya untuk memimpin. Disinilah timbulnya kebutuhan akan pemimpin dan kepemimpinan. Kalau ditelusuri lebih lanjut, betapa pentingnya pemimpin dan kepemimpinan dalam suatu kelompok organisasi jika terjadi suatu konflik atau perselisihan antara orang-orang dalam kelompok tersebut, maka organisasi mencari alternative pemecahannya supaya terjamin keteraturan dan dapat ditaati bersama, dengan demikian terbentuklah aturan-aturan, norma-norma atau kebijakan untuk ditaati agar konflik tidak terulang lagi. Ketika itulah orang-orang mulai mengidentifikasikan dirinya pada kelompok, dalam hal ini peranan pimpinan sangat dibutuhkan. Melihat pentingnya sudut situasi dan waktu yang dipengaruhi oleh lingkungan kerja organisasi, maka dipandang perlu pemimpin yang melihat kondisi dan lingkungan berdasarkan gaya kepemimpinan yang diperannya. Para pemimpin yang melihat situasi dalam mengembangkan karyawannya, dimana keterkaitan ini menguntungkan bagi karyawan dengan adanya kesempatan mereka Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

  • Upload
    doanque

  • View
    217

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persoalan kepemimpinan selalu memberikan kesan yang menarik, oleh

sebab itu permasalahan kepemimpinan merupakan topik yang menarik dan dapat

dimulai dari sudut mana saja bahkan dari waktu ke waktu menjadi perhatian

manusia. Ada yang berpendapat masalah kepemimpinan itu sama halnya dengan

sejarah manusia, kepemimpinan dibutuhkan manusia, karena adanya suatu

keterbatasan dan kelebihan-kelebihan, tetapi pada manusia di satu pihak manusia

terbatas kemampuannya untuk memimpin. Disinilah timbulnya kebutuhan akan

pemimpin dan kepemimpinan.

Kalau ditelusuri lebih lanjut, betapa pentingnya pemimpin dan

kepemimpinan dalam suatu kelompok organisasi jika terjadi suatu konflik atau

perselisihan antara orang-orang dalam kelompok tersebut, maka organisasi

mencari alternative pemecahannya supaya terjamin keteraturan dan dapat ditaati

bersama, dengan demikian terbentuklah aturan-aturan, norma-norma atau

kebijakan untuk ditaati agar konflik tidak terulang lagi. Ketika itulah orang-orang

mulai mengidentifikasikan dirinya pada kelompok, dalam hal ini peranan

pimpinan sangat dibutuhkan.

Melihat pentingnya sudut situasi dan waktu yang dipengaruhi oleh

lingkungan kerja organisasi, maka dipandang perlu pemimpin yang melihat

kondisi dan lingkungan berdasarkan gaya kepemimpinan yang diperannya. Para

pemimpin yang melihat situasi dalam mengembangkan karyawannya, dimana

keterkaitan ini menguntungkan bagi karyawan dengan adanya kesempatan mereka

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

meningkatkan prestasi kerja (kinerja) dapat didukung secara informal oleh

pemimpin yang bersifat melihat situasi kecenderungan karakteristik sifat dan

tingkat prestasi karyawannya.

Studi kepemimpinan yang pada awal perkembangannya cenderung

bersifat induktif murni menempati posisi sentral dalam literatur menajemen dan

perilaku keorganisasian pada beberapa dekade terakhir. Secara umum, kajian

perkembangan riset dan teori kepemimpinan dapat dikategorikan menjadi tiga

tahap penting (Ogbonna dan Harris, 2000 : 25). Pertama, tahap awal studi tentang

kepemimpinan menhasilkan teori-teori sifat kepemimpinan (trait theories), yang

mengasumsikan bahwa seseorang dilahirkan untuk menjadi pemimpin dan bahwa

dia memiliki sifat atau atribusi personal yang membedakannya dari mereka yang

bukan pemimpin. Kedua, karena muncul kritik terhadap sulitnya

mengelompokkan dan memvalidasi sifat pemimpin, kemudian muncul teori-teori

perilaku kepemimpinan (behavioral theories). Pada teori ini, penekanan yang

semula diarahkan pada sifat pemimpin dialihkan kepada perilaku dan gaya yang

dianut oleh para pemimpin. Dengan demikian, berdasarkan teori ini, agar

organisasi dapat berjalan secara efektif, terhadap penekanan suatu gaya

kepemimpinan terbaik (one best way of leading). Ketiga, berdasarkan anggapan

bahwa baik teori-teori sifat kepemimpinan maupun teori-teori perilaku

kepemimpinan memiliki kelemahan yang sama, yaitu mengabaikan peranan

penting faktor-faktor situasional dalam menentukan efektifitas kepemimpinan,

kemudian muncul teori-teori kepemimpinan situasional (situasional theories).

Dari pengembangan kelompok teori yang terakhir ini, maka terjadi perubahan

orientasi dari one best way leading menjadi context-sensitive leadership. Jika

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

ditelusuri lebih lanjut, perkembangan ketiga teori kepemimpinan tersebut tidak

dapat dipisahkan dari paradigma riset kepemimpinan.

Perilaku kepemimpinan situasional yang diterapkan oleh seorang

pemimpin dalam membangun kemajuan perusahaan dengan melihat factor situasi

dan kondisi diperlukan adanya peningkatan mutu sumber daya manusia yang

menjadi landasan suatu organisasi untuk menunjukkan output dalam bekerja

menjadi maksimal. Peningkatan sumber daya manusia ini dapat dilihat oleh

pimpinan menjadi suatu bagian yang utuh yaitu, adanya kualitas pencapaian hasil

kerja karyawan dalam perusahaan, serta kuantitas dari segi efisiensi dan

efektivitas yang dilakukan karyawan. Menurut Pamungkas (2005 : 38) bahwa

yang dimaksud dengan kinerja adalah penampilan cara-cara untuk menghasilkan

sesuatu hasil yang diperoleh dengan aktifitas yang dicapai dengan suatu unjuk

kerja. Maka dengan demikian dibutuhkan kinerja dalam suatu perusahaan atau

organisasi yang dapat mengukur seberapa besar tingkat kemampuan pelaksanaan-

pelaksaan tugas organisasi dalam rangka pencapaian tujuan.

Peningkatan kinerja karyawan secara perorangan akan mendorong

peningkatan kinerja karyawan secara keseluruhan pada Bank Syariah Bukopin

Cabang Medan. Hal ini tidak terlepas dari peranan perilaku seorang pemiimpin

yang situasional yang menggunakan tehnik waktu, kondisi dan situasi dalam

meningkatkan mutu kualitas karyawannya. Dengan demikian, penilaian kinerja

sangat dibutuhkan sebagai faktor penting untuk memberikan feed back kepada

pimpinan untuk memberikan kapasitas lebih kepada karyawan dalam

meningkatkan kinerja mereka. Maka, seorang karyawan juga akan dibantu oleh

karyawan yang lain dalam megembangkan karirnya di perusahaan Bank Syariah

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

Bukopin Cabang Medan, dimana para Staff seperti Customer service, Teller,

Human Resourse Departement dan lain sebagainya, membantu dan saling bekerja

sama untuk dapat dinilai dalam meningkatkan kinerja karyawannya.

Bank Syariah Bukopin Cabang Medan yang sudah berdiri sejak tahun

2006 ini memeiliki kaedah system prosedur pelayanan yang baik. Mulai dari

pimpinan cabang yang menerapkan kepemimpinan yang efektik dengan melihat

situasi kondisi lingkup kerja karyawan Bank Syariah Bukopin Cabang Medan.

Pimpinan cabang yang berperan aktif dan cekatan yang selalu mementingkan

persahabatan yang ideal kepada bawahannya. Pimpinan cabang dan manager pada

Bank Syariah Bukopin Cabang Medan tidak heran memberikan kepemimpinan

yang efektif dalam membina karyawannya. Dari hasil pengamatan sementara yang

dilakukan oleh penulis dalam pra penelitian, belum terdapat permasalahan yang

krusial dalam penerapan kinerja karyawan oleh pimpinan, dalam permasalahan

kepemimpinan yang diterapkan oleh Pimpinan Cabang Bank Syariah Bukopin

Cabang Medan dalam membangun kinerja karyawannya tidak lain adanya gaji

karyawan di Bank Syariah Bukopin Cabang Medan kurang mencukupi.

Adanya masalah yang dihadapi Bank Syariah Bukopin Cabang Medan

merupakan hambatan bagi para karyawan dalam memacu kinerja mereka. Dengan

demikian peran kepemimpinan yang dituangkan Pimpinan Cabang Bank Syariah

Bukopin Cabang Medan sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kinerja mereka.

Apalagi Bagian Customer Service yang berhubungan langsung dengan

masyarakat, dimana masyarakat akan timbul kepercayaan yang negatif kepada

Bank Syariah Bukopin Cabang Medan dalam mengelola pelayanan kepada

nasabah.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

Kurang meningkatnya kualitas kinerja karyawan pada staff Bank Syariah

Bukopin Cabang Medan yang menjadi pandangan buruk oleh segelintir karyawan

yang bekerja baik sebagai pegawai tetap maupun honorer. Hal ini dipicu oleh

kepemimpinan situasional yang harus diterapkan oleh Manager Bank Syariah

Bukopin Cabang Medan dalam mengelola kinerja karyawannya yaitu seluruh

karyawan yang berada di Bank Syariah Bukopin Cabang Medan ini.

Hubungan antara kepemimpinan situasional dengan kinerja karyawan jelas

sangat terkait pada Bank Syariah Bukopin Cabang Medan, dimana seorang

pimpinan cabang menggunakan gaya kepemimpinan dengan melihat kondisi

waktu baik informal maupun formal dan dengan melihat kondisi situasi dari

seorang karyawan. Kepemimpinan situasional terjadi jika pimpinan melihat

berbagai kondisi dari seorang karyawan, dimana dengan menggunakan 4 perilaku

kepemimpinan situasional yaitu tindakan mengarahkan (telling) dengan peran

directive yang tinggi, perilaku pimpinan yang menjual (selling) dengan

mengajukan beberapa alternatif, perilaku pimpinan menggalang partisipasi

(participation) dengan memberi keyakinan kepada karyawan, dan kemudian

mendelegasikan (delegating) kemampuan pimpinan kepada karyawan untuk

bertanggung jawab. Beberapa perilaku kepemimpinan situasional inilah yang

membuat pimpinan cabang Bank Syariah Bukopin Cabang Medan selalu

mengutamakan karyawannya untuk meningkatkan kinerja mereka.

Kepemimpinan situasional yang dijalankan oleh Pimpinan Cabang Bank

Bukopin Syariah Cabang Medan mengharuskan bahwa seorang pemimpin dapat

dengan tegas mengatur dalam mendorong kinerja karyawannya. Hal ini,

menentukan seorang pemimpin dalam menjalankan fungsi kepemimpinan

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

situasional. Maka hal ini membuat penulis tertarik untuk mengadakan penelitian

mengenai “Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Situasional Terhadap Kinerja

Karyawan pada Bank Syariah Bukopin Cabang Medan.”

1.2 Perumusan Masalah

Suatu masalah dapat diartikan sebagai kesenjangan atau diskongruensi

antara kenyataan dengan harapan. Perumusan masalah dalam penelitian adalah

suatu pernyataan yang mengidentifikasikan fenomena yang diteliti berpatok pada

proses dan tindakan. (Anselm Strauss dan Juliet Corbin, 2003 : 27)

Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka penulis melihat

yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Seberapa Besar

Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Situasional Terhadap Kinerja Karyawan

pada Bank Syariah Bukopin Cabang Medan?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi fokus tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perilaku Pimpinan Cabang Bank Syariah Bukopin

Cabang Medan.

2. Untuk mengetahui kinerja karyawan Bank Syariah Bukopin Cabang

Medan

3. Untuk mengetahui pengaruh perilaku kepemimpinan situasional terhadap

kinerja karyawan pada Bank Syariah Bukopin Cabang Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

Adapun manfaat dari penelitian yang penulis teliti adalah:

1. Penelitian ini diharapkan mampu melatih dalam menerapkan teori-teori

yang telah di dapat dan meningkatkan kemampuan berfikir dalam

penulisan karya ilmiah tentang perilaku kepemimpinan situasional

terhadap kinerja karyawan.

2. Secara Teoritis/Akademis, hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat

yang baik secara langsung maupun tidak langsung bagi akademisi untuk

khasanah kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, serta memberikan informasi yang

bermanfaat bagi kalangan penulis lain yang ingin mengeksplor penelitian

ini dengan metode dan responden yang lebih baik lagi.

3. Secara Praktis, hasil penelitian ini sangat diharapkan dapat bermanfaat

untuk memberikan sumbangan pemikiran, saran dan sebagai bahan

pertimbangan bagi Pimpinan Cabang dan karyawan Bank Syariah

Bukopin Cabang Medan tentang perilaku kepemimpinan situasional

terhadap kinerja karyawan.

1.5 Kerangka Teori

Sebagai tolak ukur dalam memecahkan masalah, perlu digunakan

pedoman teoritik. Adanya landasan teoritik yang digunakan peneliti dalam

menjelaskan fenomena social yang menjadi objek penelitian. Menurut Sugiyono

(2006 : 55) teori adalah seperangkat konsep, asumsi, dan generalisasi yang logis

yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam

berbagai organisasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

1.5.1 Perilaku Kepemimpinan

1.5.1.1 Definisi Perilaku Kepemimpinan

Pendekatan perilaku kepemimpinan adalah suatu pendekatan yang

menekankan pada apa yang dilakukan secara nyata oleh seorang pemimpin di

dalam jabatannya. Pendekatan ini muncul setelah pendekatan berdasarkan cirri-

ciri keperibadian mengalami kegagalan. Pendekatan perilaku pemimpin

menggunakan factor bawaan dan faktor situasional yang berkombinasi menjadi

konsep perilaku pemimpin yang merupakan deskripsi dari perilaku pemimpin.

Mengingat beragamnya fungsi-fungsi kegiatan pemimpin, maka tujuan

utama penelitian perilaku kepemimpinan adalah untuk mengidentifikasi efektifitas

perilaku kepemimpinan dengan menggunakan konsep yang konsiderasi dan

struktur inisiasi dalam pemimpin.

Kemampuan manajerial seorang pemimpin yang tampak dalam

merencanakan, menggerakkan, mengkordinasikan, dan mengawasi serta

mengendalikan kegiatan di lingkungan organisasi/perusahaan sangat dipengaruhi

oleh perilaku (behaviour) pemimpin sebagai kegiatan nyata yang dilakukannya

dalam jabatannya. Konsep Yulk (dalam J. Kaloh 2009 : 9) tentang perilaku

kepemimpinan yaitu menyebarkan informasi (informing); merencanakan

(planning); mengorganisir (organizing); memecahkan masalah (problem solving);

merumuskan peranan dan tujuan (clarifying); memonitoring (controlling);

memotivasi (motivating); mencegah konflik dan mengembangkan kelompok

(managing conflict and team building); serta membuat jaringan (networking),

telah dijadikan acuan untuk mengetahui perilaku kepemimpinan manakah yang

sering digunakan dan perilaku mana yang jarang digunakan.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

Rensis Likert (dalam J. Kaloh 2009 : 9) pakar perilaku kepemimpinan,

membagi gaya atau perilaku kepemimpinan menjadi 4 (empat) sistem, yaitu

system exploitative authoritative (otokrasi pemerasan), system benevolent

authoritative (otokratis bijak), system consultative leadership (kepemimpinan

konsultatif) dan system participative group leadership (kepemimpinan partisipatif,

kelompok). Perilaku kepemimpinan merupakan suatu tindakan yang dilakukan

pemimpin secara terus menerus yang karena kemampuannya dapat menggerakkan

orang lain untuk melakukan sesuatu dalam rangka pencapaian tujuan. Perilaku

kepemimpinan yang efektif yaitu tindakan nyata yang dilakukan pemimpin di

dalam pekerjaannya, sehingga kegiatan organisasi berlangsung secara efektif.

1.5.1.2 Jenis-jenis Perilaku Kepemimpinan

Penjabaran menurut Yuk (dalam J. Kaloh 2009 : 150) adanya indikator

perilaku kepemimpinan dituangkan dalam alat ukur baku yang digunakan untuk

mengetahui profil perilaku pemimpin dan kategori perilaku kepemimpinan

sehingga dapat digunakan pemimpim untuk mengetahui aspek-aspek

kepemimpinan dituangkan dalam jenis-jenis kepemimpinan, yaitu:

1. Perilaku Menyebarkan Informasi (Informating)

Penyebaran informasi merupakan alat organisasi dalam rangka

pengembangan organisasi maupun untuk membina hubungan kerja antara

para anggota organisasi. Perilaku menyebarkan informasi, yaitu perilaku

atau tindakan pemimpin dalam menyebarkan informasi yang relevan

seperti keputusan dan rencana, memberikan informasi teknis yang

dibutuhkan bawahan dalam melakukan pekerjaannya, menginformasikan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

kepada bawahan tentang kemajuan yang dicapai organisasi secara

keseluruhan.

2. Perilaku Konsultasi dan Delegasi (Consulting and Delegating)

Perilaku konsultasi dan delegasi, yaitu perilaku atau tindakan pemimpin

untuk membahas bersama pihak lain sebelum membuat keputusan,

memberikan saran yang dapat mendorong kemajuan, memberikan

kesempatan atau keluesan kepada bawahannya untuk mengambil

keputusan secara mandiri, menampung ide dan saran dari bawahan

sebelum mengambil keputusan serta memberi kesempatan kepada

bawahan untuk melaksanakan tanggung jawab atas pelaksanaan tugas

pokok. Dengan perilaku ini, keputusan yang diambil pemimpin didukung

oleh semua pihak dan pada akhirnya bobot keberhasilannya akan lebih

besar.

3. Perilaku Perencanaan dan Pengorganisasian (Planning and Organizing)

Perilaku perencanaan dan pengorganisasian yaitu perilaku atau tindakan

pemimpin dalam wujud merumuskan tujuan dan strategi untuk dapat

menyesuaikan dengan perubahan lingkungan, merumuskan bagaimana

mengalokasikan dan memanfaatkan sumber daya manusia dalam rangka

pencapaian tujuan, merumuskan bagaimana mengembangkan efesiensi

dalam pelaksanaan kegiatan dan bagaimana melakukan koordinasi yang

baik dengan pihak lain.

4. Perilaku Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Perilaku pemecahan masalah yaitu perilaku atau tindakan pemimpin

dalam mengidentifikasikan masalah-masalah yang berhubungan dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

pekerjaan, menganalisis masalah secara sistematis dan terus-menerus guna

mengidentifikasi penyebab dan menemukann pemecahannya. Konsekuen

melaksanakan keputusan dan tugas dalam mengatasi atau krisis yang

dihadapi organisasi.

5. Perilaku Merumuskan Peranan dan Tujuan (Clarifying)

Perilaku merumuskan peranan dan tujuan, yaitu perilaku atau sikap dan

tindakan pemimpin dalam mewujudkan perumusan tugas-tugas,

menetapkan arah pekerjaan, memberi pengertian tentang tanggung jawab

yang diemban sehubungan dengan jabatan, merumuskan tujuan yang akan

dicapai, menentukan batas waktu penyelesaian tugas dan mengarahkan

bawahan dalam penyelenggaraan tugas-tugas organisasi. Perilaku

merumuskan peranan dan tujuan dari pemimpin akan membentuk persepsi

staf terhadap tugas organisasi serta meningkatkan kapabilitas pimpinan

terhadap pelaksanaan tugas organisasi.

6. Perilaku Pemantauan (Monitoring)

Perilaku pemantauan yaitu perilaku atau sikap dan tindakan pemimpin

guna memperoleh informasi tentang kegiatan kerja, melakukan

pengecekan tentang kemajuann dan kualitas pekerjaan, evaluasi kinerja

bawahan dan unit instansi di lingkungan organisasi dan melakukan

pengamatan untuk mengetahui berbagai peluang dan hambatan yang

dihadapi dalam pelaksanaan tugas-tugas dan program organisasi.

Pemantauan dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kegiatan

kerja, pengamatan dan evaluasi terhadap kemajuan dan kualitas pekerjaan

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

serta menjadi masukan bagi pemimpin dalam melanjutkan dan

mengembangkan apa yang telah dicapai.

7. Perilaku Motivasi

Perilaku motivasi yaitu perilaku atau sikap dan tindakan pemimpin untuk

mempengaruhi emosi bawahan dengan menggunakan nilai-nilai serta

logika guna mendorong antusiasme atau semangat kerja karyawan,

menumbuhkan komitmen terhadap tujuan dan tugas, bersedia melakukan

kerjasama, memberi bantuan dan dukungan. Pemberian motivasi

dimaksudkan untuk mempengaruhi emosi bawahan dan menumbuhkan

komitmen terhadap tugas dan tujuan serta mengembangkan hubungan

kerjasama, yang diharapkan dapat meningkatkan semangat dan kegairahan

bawahan dalam menjalankan tugasnya.

8. Perilaku Pengakuan dan Penghargaan

Perilaku pengakuan dan penghargaan, yaitu perilaku atau sikap dan

tindakan pemimpin untuk menyediakan hadiah, pengakuan dan

penghargaan kepada bawahan yang kecakapannya baik dan yang

memberikan kontribusi bagi keberhasilan pelaksanaan tugas-tugas

dilingkungan organisasi. Pemgakuan dan penghargaan erat kaitannya

dengan motivasi. Pengakuan dan penghargaan diberikan kepada karyawan

dengan harapan agar tindakan tersebut tercipta semangat kerja yang tinggi.

Dalam organisasi pemerintah pengakuan dan penghargaan terhadap

karyawan yang berprestasi biasanya dalam bentuk pujian yang kadang-

kadang disertai dengan pemberian piagam penghargaan dan hadiah

lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

9. Perilaku Dukungan (Supporting)

Perilaku dukungan yaitu perilaku atau sikap dan tindakan pemimpin yang

terungkap dalam bentuk sifat bersahabat, baik budi, suka membantu,

selalu menunjukkan dukungan dan simpati kepada bawahannya dan

melakukan sesuatu untuk mendorong bawahan agar skill-nya meningkat

dan kariernya berkembang.

10. Perilaku Mencegah Konflik dan Mengembangkan Kelompok (Managing

Conflict and Team Building)

Perilaku mencegah konflik dan mengembangkan kelompok kerja yaitu

perilaku atau sikap dan tindakan pemimpin untuk mendorong dan

menyediakan fasilitas yang konstruktif dalam pemecahan masalah dan

mendorong atau mengembangkan kerjasama kelompok yang cocok dalam

penyelenggaraan tugas-tugas atau program organisasi. Perran pemimpin

dalam pencegahan konflik adalah untuk mendorong dan menyediakan

fasilitas yang sifatnya konstruktif yang dapat membantu proses

pemecahan masalah. Demikian pula perilaku pemimpin dalam

mengembangkan kelompok hanya digunakan pada situasi dan kondisi

tertentu.

11. Perilaku Membuat Jaringan

Perilaku membuat jaringan yaitu perilaku atau sikap dan tindakan

pemimpin dalam wujud membaur secara informal, membangun hubungan

dengan orang yang memiliki sumber informasi dan dukungan,

memantapkan hubungan dengan semua pihak yang terkait secara periodic

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

melalui kunjungan, telepon, surat-menyurat dan kehadiran dalam rapat-

rapat serta kegiatan social.

1.5.2 Kepemimpinan

1.5.2.1 Definisi Kepemimpinan

Secara etimologi kepemimpinan bersal dari kata dasar “pimpin” yang

artinya bimbing atau tuntun. Dari kata pimpin lahirlah kata kerja “memimpin”

yang artinya membimbing atau menuntun dan kata benda “pemimpin” yaitu orang

yang berfungsi memimpin atau orang yang membimbing atau menuntun.

Kepemimpinan menurut John C. Maxwel (1997 : 7) yaitu:“inilah definisi menurut saya tentang kepemimpinan, yakni suatu deskripsi satu kata, singkat, dan sederhana, yang menempatkan kepemimpinan dalam jangkauan setiap orang. Semua dari kita dapat melatih sejumlah pengaruh pada seseorang, pada masalah yang sama dan ditempat yang sama. Kepemimpinan bukan jabatan, posisi atau bagan alir (flowchart). Kepemimpinan adalah suatu kehidupan yang mempengaruhi kehidupan orang lain”.

Penguasaan seni dan ilmu kepemimpinan menurut J. Kaloh (2009 : 9)

merupakan syarat utama bagi seorang pimpinan karena:

1. Kepemimpinan adalah sesuatu yang melekat pada diri seorang pemimpin

yang berupa sifat-sifat tertentu seperti keperibadian (personality),

kemampuan (ability), dan kesanggupan (capability)

2. Kepemimpinan adalah serangkaian kegiatan (activity) pemimpin yang

terkait dengan kedudukan (posisi) serta gaya atau perilaku pemimpin itu

sendiri.

3. Kepemimpinan adalah sebagai proses antar hubungan atau interaksi antar

pemimpin, bawahan dan situasi.

Kepemimpinan juga merupakan aspek penting dalam organisasi

khususnya lingkup administrasi pemerintahan daerah. Menurut Jyuji Misumi

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

(dalam J. Kaloh, 2009 : 12) bahwa kepemimpinan merupakan subjek penting di

dalam manajemen dan ilmu administrasi karena kepemimpinan terkait dengan

langsung saling berhubungan antara atasan dengan bawahan dalam sebuah

organisasi.

Menurut Slamet (2002 : 29) menyebutkan bahwa kepemimpinan

merupakan suatu kemampuan, proses atau fungsi pada umumnya untuk

mempengaruhi orang-orang agar berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan

tertentu. Selanjutnya dikemukakan oleh Slamet (2002 : 30) bahwa kepemimpinan

penting dalam kehidupan bersama dan kepemimpinan itu hanya melekat pada

orang dan kepemimpinan itu harus mengena kepada orang yang dipimpinnya. Hal

ini berarti harus diakui secara timbale balik, misalnya sasaran yang dipimpin

harus mengakui bahwa orang tersebut adalah pemimpinnya.

Selain itu, kepemimpinan menurut Stogdill (dalam J. Kaloh, 2009 : 10)

mengandung pengertian sebagai berikut:

1. Kepemimpinan sebagai titik pusat proses-proses kelompok

2. Kepemimpinan adalah suatu keperibadian yang mempunyai pengaruh

3. Kepemimpinan adalah seni untuk menciptakan kesesuaian paham atau

kesetiaan, kesepakatan

4. Kepemimpinan adalah pelaksaan pengaruh

5. Kepemimpinan adalah tindakan atau perilaku

6. Kepemimpinan adalah suatu bentuk persuasi

7. Kepemimpinan adalah suatu hubungan kekuatan/kekuasaan

8. Kepemimpinan adalah suatu hasil dari interaksi

9. Kepemimpinan adalah peranan yang dipilihkan

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

10. Kepemimpinan sebagai inisiasi (permulaan) dari struktur

Kepemimpinan menurut Sunarto (2005 : 34) adalah proses memberi

inspirasi kepada seluruh karyawan agar bisa bekerja sebaik-baiknya untuk

mencapai hasil yang diharapkan. Kepemimpinan adalah cara mengajak karyawan

agar bertindak secara benar, mencapai komitmen dan memotivasi untuk mencapai

tujuan bersama. Kepemimpinan memiliki dua peran penting, yaitu:

1. Menyelesaikan tugas, artinya tujuan utama dibentuknya kelompok

dibawah pemimpin. Para pemimpin harus memastikan bahwa tujuan

kelompok akan tercapai.

2. Menjaga hubungan yang efektif, yaitu hubungan pemimpin dengan

anggota kelompoknya maupun hubungan antar kelompok.

Selain itu pemimpin harus memiliki: pertama, intuisi yaitu keterlibatan

pemimpin dalam menatap situasi, mengantisipasi perubahan, mengambil resiko

dan membangun kejujuran. Kedua, pandangan yaitu keterlibatan pemimpin dalam

mengimajinasikan suatu kondisi untuk memperbaiki lingkungan organisasi.

Ketiga, nilai keselarasan yaitu kemampuan pemimpin untuk mengetahui dan

memahami nilai-nilai yang berkembang dalam organisasinya, nilai-nilai yang

dimiliki bawahannya, serta dapat memadukan kedua nilai tersebut menuju

organisasi yang efektif. Keempat, kepastian akan maksud dan arah tujuan.

Stone dan Sachs (dalam J. Kaloh, 2009 : 11) mengemukakan, empat hal

stategis bagi pemimpin dalam memimpin organisasi, yaitu: (1) memberdayakan

anggota organisasi; (2) menciptakan lingkungan pelatihan; (3) mengupayakan

agar visi misi dan nilai-nilai organisasi menjadi milik anggota organisasi; (4)

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

membuka diri terhadap perkembangan dan mudah menyesuaikan diri dengan

perkembangan.

1.5.2.2 Teori Kepemimpinan

Teori-teori kepemimpinan pada umumnya berusaha menerangkan factor-

faktor yang memungkinkan munculnya kepemimpinan dan sifat dari

kepemimpinan (Pramudji, 1992 : 145).

Study tentang kepemimpinan bisa dikelompokan menjadi 4 (empat)

pendekaten. Fiedler (dalam Nawawi, 2003 : 44), menyatakan keempat teori

kepemimpinan tersebut, yaitu:

1. Teori “Great Man” dan Teori “Big Bang”

Teori ini mengemukakan kepemimpinan merupakan bakat atau bawaan

sejak seseorang lahir dari kedua orang tuanya. Bennis dan Nannus (dalam

Nawawi, 2003 : ), menyatakan pemimpin dilahirkan bukan diciptakan.

Teori ini melihat kekuasaan berada pada sejumlah orang tertentu, yang

melalui peroses pewarisan memiliki kemampuan memimpin atau karena

keberuntungan memiliki bakat untuk menempati posisi sebagai pemimpin.

Teori Big-Bang mengintegrasikan antara situasi dan pengikut anggota

organisasi sebagai jalan yang dapat mengantarkan seseorang menjadi

pemimpin. Situasi yang dimaksud adalah peristiwa-peristiwa atau

kejadian-kejadian besar seperti revolusi, kekacauan/kerusuhan,

pemberontakan, reformasi dan lain-lain.

2. Teori Sifat atau Karakteristik Keperibadian

Teori ini mengemukakan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin

apabila memiliki sifat-sifat atau karakteristik kepribadian yang dibutuhkan

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

oleh seorang pemimpin, meskipun orang tuanya khususnya ayah bukan

seorang pemimpin. Teori ini bertolak dari pemikiran bahwa keberhasilan

seorang pemimipin ditentukan oleh sifat-sifat/karakteristik kepribadian

yang dimiliki.

3. Teori Perilaku

Teori ini bertolak dari pemikiran bahwa kepemimpinan untuk

mengefektifkan organisasi, tergantung pada perilaku atau gaya bersikap

atau gaya bertindak seorang pemimpin. Dengan demikian berarti teori ini

juga memusatkan perhatiannya pada fungsi-fungsi kepemimpinan. Dengan

kata lain, keberhasilan seorang pemimpin dalam mengefektifkan

organisasi, sangat tergantung dari perilakunya dalam melaksanakan

fungsi-fungsi kepemimpinan di dalam strategi kepemimpinannya.

4. Teori Kontingensi atau Teori Stuasional.

Teori situasional dapat disimpulkan bahwa seorang peminpin yang efektif

memperhatikan faktor-faktor situasional yang terdapat di dalam

organisasi. Karena faktor-faktor situasi tersebut tidak selalu tetap, maka

diperlukan kemampuan dari peminpin untuk mengadaptasi kepeminpinan

yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.

1.5.2.3 Fungsi – fungsi kepeminpinan

Fungsi kepeminpinan menurut Sondang P. Siagian (2003 : 48) sebagai

fungsi manajemen mencakup beberapa tugas kewajiban dan dalam rangaka

kepeminpinan menjalankan pemerintahan, yang diantaranya :

1. Peminpin Sebagai Penentu Arah

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

Peminpin mampu mengarahkan strategi dan taktik keputusan organisasi

yang hendak di tempuh menuju tujuan sehingga mengoptimalkan

pemanfaatan dari segala sarana dan prasarana yang tersedia. Pengambilan

keputusan yang diungkapkan S. Pramudji (1992 : 127) ialah kewajiban

sorang peminpin dalam organisasi ialah mengambil keputusan dalam

rangka menjalankan kekuasaan atau dalam rangka memecahkan masalah -

masalah dalam organisasinya. Dikemukakan oleh John. D millet (dalam

Pramudji, 1992 : 127) bahwa salah satu kemapuan peminpin ialah

kemampuan berani mengambil keputusan.

2. Pimpinan Sebagai Wakil Dan Juru Bicara Organisasi

Peminpin puncak organisasi yang menjadi wakil dan juru bicara resmi

akan mampu mncapai tujuannya tanpa memelihara hubungan yang baik

dengan berbagi pihak diluar organisasi yang bersangkutan sendiri. Sebagai

wakil dan juru bicara organisasi fungsi pimpinan tidak terbatas hanya

pemeliharaan hubungan baik saja tetapi harus membuahkan perolehan

dukungan yang diperlukan untuk pencapaian tujuan organisasi.

Pemeliharaan hubungan yang baik agar pihak yang berkepentingan

mempunyai persepsi yang baik terhadap organisasi.

3. Pimpinan Sebagai Komunikator yang Efektif

Adanya pemeliharaan hubungan yang baik dilakukan dengan proses

komunikasi. Keputusan yang telah diambil disampaikan kepada para

pelaksana melalui jalur komunikasi yang terdapat dalam organisasi.

Adanya interaksi pesan yang terjadi antara atasan dengan bawahan, antara

sesama pejabat pimpinan dan antara sesama petugas pelaksana kegiatan

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

operasional dengan serasi berkat terjadinya komunikasi yang efektif

sehingga dimungkinkan terjadi umpan balik yang bermanfaat bagi

organisasi.

4. Pimpinan Sebagai Mediator

Fungsi pimpinan sebagai mediator difokuskan pada penyelesaian situasi

konflik yang mungkin timbul dalam satu organisasi, tanpa mengurangi

pentingnya situasi konflik yang mungkin timbul dalam hubungan keluar

harus dihadapi dan diatasi oleh pimpinan.

5. Peranan Pimpinan Selaku Integrator

Pemimpin selaku integrator haruslah meletakkan sikap yang objektif dan

netral sebagai pimpinan. Dalam situasi berfikir dan bertindak para anggota

organisasi dapat bersikap negatif maupun positif. Untuk mencapai

keberhasilan satu kelompok organisasi secara utuh dan bukan terkotak-

kotak, peranan integrator diutamakan dimana menghasilkan menhasilkan

keberhasilan yang tidak merugikan kecenderungan bagi kelompok-

kelompok tertentu.

Fungsi kepemimpinan tidak luput dari ciri-ciri kepemimpinan yang

dimiliki oleh seorang pemimpin. Analisis kepemimpinan berdasarkan ciri

kepemimpinannya yang diungkapkan oleh Sondang P. Siagian (2003:75)

memberikan petunjuk bahwa ciri-ciri kepemimpinan ideal yaitu :

1. Pengetahuan yang luas

2. Kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang

3. Sifat inkuisitif

4. Kemampuan analitik

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

5. Daya ingat yang kuat

6. Kapasitas integrative

7. Keterampilan berkomunikasi secara efektif

8. Keterampilan mendidik

9. Rasionalisme dan objektivitas

10. Pragmmatisme

11. Kemampuan menentukan skala prioritas

12. Kemampuan membedakan yang urgen dan yang penting

13. Rasa tepat waktu

14. Rasa kohesi yang tinggi

15. Naluri relevasi

16. Keteladanan

17. Kesediaan menjadi pendengar yang baik

18. Adaptabilitas

19. Fleksibelitas

20. Ketegasan dan keberanian

21. Orientasi

22. Sikap yang antisipatif

1.5.2.4 Tipologi Kepemimpinan

Seseorang yang menduduki jabatan pimpinan mempunyai kapasitas untuk

”membaca” situasi yang dihadapinya secara tepat dan menyesuaikan gaya

kepemimpinannya agar sesuai dengan tuntutan situasi yang dihadapinya meskipun

penyesuaian itu mungkin hanya bersifat sementara.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

Karena penyesuaian-penyesuaian tersebut memang merupakan kehidupan

manajerial seseorang yang menduduki posisi jabatan pimpinan. Adanya

penyesuaian yang dilakukan seseorang manajerial terhadap tempat ia melakukan

pekerjaan, perlu kiranya seorang manajerial terhadap tempat ia melakukan

pekerjaan, perlu kiranya seorang pemimpin memiliki tipe-tipe kepemimpinan

yang perlu melakukan perubahan terhadap penyesuaian situasi yang berada di

lingkup kerjanya.

Tipologi kepemimpinan yang secara luas banyak diterapkan oleh

kepemimpinan dewasa ini, Prof. Dr. Sondang P. Siagian (2003: 27) memandang

sebelum meletakkan tipe-tipe dalam kepemimpinan dalam situasi pemimpin perlu

melihat kategori dari berbagai karakter yaitu :

1. Persepsi seorang pimpinan tentang peranannya selaku pimpinan

2. Nilai – nilai yang di anut

3. Sikap dalam mengemudikan jalannya organisasi

4. Perilaku dalam memimpin

5. Gaya kepemimpinan yang dominan

Dari kelima karakteristik tersebut haruslah dimiliki seorang pemimpin dari

berbagai tipe kepemimpinan yang memberdakan antara yang satu dengan yang

lainnya. Ada lima tipe kepemimpinan yang diakui keberadaannya diantaranya :

1. Tipe Ototkratik

Segi kepemimpinan yang otokratik memiliki serangkaian karakteristik

yang dapat dipandang sebagai karakteristik yang negatif. Dilihat dari segi

persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang yang

sangat egois besar akan mendorongnya memutarbalikkan kenyataan yang

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

sebenarnya. Sehingga peranannya sebagai sumber segala sesuatu dalam

kehidupan organisasional seperti kekuasaan, serta memiliki nilai

kepemimpinan organisasional yang membenarkan segala cara yang

ditempuh untuk mencapai tujuannya. Seorang pemimpin yang otoriter

akan menunjukkan sikapnya yang menonjol ”keakuan” dalam berbagai

bentuk seperti :

a) Cenderung memperlakukan para bawahan sama dengan alat – alat lain

dalam organisasi dan kurang menghargai harkat dan martabat mereka.

b) Pengutamaan oerientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas

tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas ini dengan kebutuhan dan

kepentingan para bawahan

c) Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan

keputusan dengan cara hanya menginformasikan kepada bawahannya

dan menuntut mereka untuk melakukan pekerjaan.

Sikap pemimpin demikian akan mewujudkan diri pada perilaku pemimpin

kepada bawahannya. Karena baginya tujuan organiisasi identik dengan

tujuan pribadinya, maka perilakunya akan sedemikian rupa sehingga orang

lain akan memperoleh kesan bahwa pemimpin tersebut memandang

organisasi sebagai milik pribadinya yang dapat diperlakukan sekehendak

hati. Dengan demikian ia tidak mau menerima saran dan kritik dai para

bawahannya. Pemimpin yang otokratik dalam prakteknya akan

menggunakan gaya kepemimpinan yang :

a) Menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya

b) Dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuan

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

c) Bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi

d) Menggunakan pendekatan punitif dalam hal terjadi penyimpangan

oleh bawahan.

2. Tipe Paternalistik

Tipe pemimpin yang paternalistik banyak terdapat di lingkungan

masyarakat yang masih bersifat tradisional, umumnya di masyarakat

agraris. Popularitas pemimpin yang paternalistik disebabkan oleh

beberapa faktor seperti:

a) Kuatnya ikatan primordial

b) Extended family system

c) Kehidupan masyarakat yang komunalistik

d) Peranan adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan

bermasyarakat

e) Masih dimungkinkannya hubungann pribadi yang intim antara

seseorang anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lain.

Persepsi seorang pemimpin paternalistik tentang peranannya dalam

kehidupan organisasional dapat dikatakan diwarnai oleh harapan pada

umumnya berwujud keinginan agar pemimpin mereka mampu beperan

sebagai bapak yang bersifat melindungi dan yang layak dijadikan sebagai

tempat bertanya dan memperoleh petunjuk. Legitimasi kepemimpinannya

dipandang sebagai hal yang wajar dan normal, dengan implikasi

organisasionalnya seperti kewenangan memerintah dan mengambil

keputusan tanpa harus berkonsultasi dengan para bawahannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

Ditinjau dari segi nilai-nilai organisasional yang dianut, biasanya seorang

pemimpin yang paternalistik mengutamakan kebersamaan. Artinya

pemimpin yang bersangkutan berusaha memperlakukan semua orang dan

semua satuan kerja yang terdapat didalam organisasi seadil dan serata

mungkin. Dimata seorang pemimpin yang paternalistik para bawahannya

belum dewasa dalam cara bertindak dan berfikir sehingga memerlukan

bimbingan dan tuntutan terus menerus. Konsekuensi dari perilaku seorang

pimpinan yang paternalistik demikian ialah para bawahannya tidakk

dimanfaatkan sebagai sumber informasi, ide dan saran.

3. Tipe Kharismatik

Kepemimpinan yang kharismatik memiliki karekteristik yang khas yaitu

daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh

pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Seorang pemimpin

yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut

meskipun para pengikutnya tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara

konkret mengapa orang tertentu dikagumi.

Mungkin pula seorang pemimpin yang kharismatik menggunakan gaya

yang paternalistik, tetap ia tidak kehilangan daya demokratik atau

partisipatif.pemimpin yang tergolong kharismatik ini jumlahnya tidak

besar dan mungkin jumlah yang sedikit ini pulalah yang menyebabkan

sehingga tidak cukup data empiris yang dapat digunakan untuk

menganalisis secara ilmiah karakter pemimpin yang kharismatik.

4. Tipe Laissez Faire

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

Persepsi seorang pemimpin yang laissez faire tentang peranannya sebagai

seorang pemimpin berkisar pandangannya bahwa pada umumnya

organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota

organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui

apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin

dicapai, tugas apa yang harus dijalankan oleh masing-masing anggota dan

seorang pimpinan tidak perlu sering melakukan intervensi dalam

kehidupan organisasional. Seorang pemimpin yang Laissez faire melihat

peranannya sebagai ”polisi lalu lintas”. Dengan anggapan bahwa para

anggota organisasisudah mengetahui dan cukup dewasa untk taat kepada

peraturan permainan yang berlaku, seorang pemimpin yang laissez faire

cenderung memilih peranan yang pasif dan membiarkan organisasi

berjalan sesuai dengan temponya sendiri tanpa harus banyak mencampuri

bagaimana organisasi harus dijalankan. Nilai-nilai yang dianut oleh

seorang pemimpin yang laisses faire dalam menjalankan fungsi-fungsi

kepemimpinannya sangat bertolak dari filsafat hidup manusia pada

dasarnya memiliki rasa solidaritas dalam kehidupan bersama, mempunyai

kesetiaan kepada sesama dan kepada organisasi, taat kepada norma-norma

dan peraturan yang telah disepakati bersama, mempunyai tanggungjawab

yang besar terhadap tugas yang harus diembannya. Karena demikian,

pemimpin yang memiliki tipe laissez faire memiliki nilai yang tepat dalam

hubungan atasan – bawahan adalah nilai yang saling mempercayai yang

besar. Melihat dari karakteristik dari pimpinan bertipe laissez faire ini

memiliki gaya kepemimpinan yang digunakan yakni :

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

a) Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif

b) Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan

yang lebih rendah dan kepada para petugas oerasional, kecuali dalam

hal-hal tertentu yang nyatanya menuntut keterlibatan secara langsung

c) Status quo organisasional tidak terganggu

d) Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berfikir dan bertindak

yang inovatif dan kreatif didasarkan kepada para anggota organisasi

yang bersangkutan sendiri.

e) Sepanjang dan selama paran anggota organisasi menunjukkan perilaku

dan prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam

perjalanan organisasi berada pada tingkatan yang minimum.

5. Tipe Demokratik

Bagi kebanyakan seseorang dalam menjalankan organisasinya cenderung

menerima perlakuan demokratik dari pimpinannya. Tipe kepemimpinan

yang demokratik adalah tipe ideal yang sangat diinginkan oleh para

bawahannya. Ditinjau dari persepsinya, seorang pemimpin yang

demokratik biasanya memandang peranannya selaku kordinator dan

integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi sehingga bergerak

sebagai suatu titik tolak. Pendekatan dalam menjalankan fungsi

kepemimpinannya adalah pendekatan holistik dan integralistik. Seorang

pimpinan yang demokratik dihormati dan disegani dan bukan ditakuti

karena perilakunya dalam kehidupan organisasional.

Dalam melaksanakan tugas kepemimpinan mempengaruhi orang atau

kelompok menuju tujuan tertentu, kita pemimpin, dipengaruhi oleh beberapa

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

faktor. Faktor-faktor itu berasal dari diri kita sendiri, pandangan kita terhadap

manusia, keadaan kelompok dan situasi waktu kepemimpinan kita laksanakan.

Orang yang memandang kepemimpinan sebagai status dan hak unntuk

mendapatkan fasilitas, uang, barang, jelas akan menunjukkan praktek

kepemimpinan yang tidak sama dengan orang yang mengartikan kepemimpinan

sebagai pelayanan kesejahteraan orang yang dipimpinnya.

1.5.3 Kepemimpinan Situasional

15.3.1 Defenisi Kepemimpinan Situasional

Menyangkut konsistensi gaya kepemimpinan seseorang bersifat ”fixed”

sehingga tidak berubah meskipun dihadapkan dengan kondisi yang berlainan

dengan gaya kepemimpinannya. Kepemimpinan seseorang tidaklah berubah

dalam menghadapi situasi yang bagaimanapun. Jika seseorang pada hakikatnya

memiliki ciri-ciri kepemimpinan otokratik, gaya kepemimpinannya pun akan

otokratik pula, terlepas dari situasi organisasional yang dihadapinya. Sebaliknya,

jika seseorang yang berpandangan demokratik akan secara konsisten memiliki

peran partisipatif meskipun situasi organisasonal yang dihadapinya sesungguhnya

menunut gaya kepemimpinannya yang lain.

Gaya kepemimpinan seseorang yang bersifat situasional, dalam

prakteknya pandangan ini berarti bahwa tidak ada seorang pemimpin yang sangat

konsisten menggunakan satu gaya kepemimpinan tertentu terlepas dari situasi

yang dihadapinya. Artinya efektifitas seseorang sangat tergantung pada

kemampuannya membaca situasi yang dihadapinya dan menyesuaikan gaya

kepemimpinannya dengan situasi tertentu, sehingga pemimpin yang efektif akan

menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

Menurut teori situasional, seorang pemimpin yang paling otokratik

sekalipun akan mengubah gaya kepemimpinannya yang otokratik itu dengan gaya

lain, misalnya gaya yang agak demokratik, apabila situasi tertentu menurutnya

untuk dipakai. Adanya sejarah yang memberikan banyak bukti mengenai

pimpinan di Indonesia yang bersifat otokratik dan pada akhirnya mengalah pada

tuntutan rakyat. Kepemimpinan situasional mengatakan seseorang yang biasanya

mennggunakan gaya kepemimpinan yang demokratik mungkin saja bertindak

otoriter apabila situasi menghendakinya, seperti pelanggaran kepada pegawai

terhadap disiplin organisasi, mengoreksi penyelewengan atau sangat didesak oleh

situasi krisis.

1.5.3.2 Teori Situasional

Belajar dari konsep Hersey and Blancard, perilaku dan gaya

kepemimpinan bersifat situasional. Pemimpinan atau manajer harus menyesuaikan

responnya menurut kondisi atau tingkat perkembangan kematangan, kemampuan

dan minat karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Dalam hal ini, respon

seorang manajer dalam perilaku kepemimpinannya memberikan sejumlah

pengarahan dan dukungan yang bersifat sosioemosional. Sementara itu manajer

harus menyesuaikan tingkat kematangan karyawan.

Tingkat kematangan karyawan (maturity), diartikan sebagai tingkat

kemampuan karyawan untuk bertanggung jawab dan mengarahkan perilaku dalam

bentuk kemauan. Berdasarkan tingkat kematangannya, menurut Hersey dan

Blancard (www.edymartin.wordpress.com) ada empat jenis karyawan, yaitu: (1)

karyawan yang tidak mampu dan tidak mau, (2) karyawan yang tidak mampu,

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

tetapi mau, (3) karyawan yang mampu, tetapi tidak mau, (4) karyawan yang

mampu dan mau.

Teori situasi dalam kepemimpinan pemerintahan menurut Inu Kencana

Syafe’I (2003 : 21) adalah teori dimana pemimpin memanfaatkan situasi dan

kondisi bawahannya dalam kepemimpinannya. Ada empat respon kepemimpinan

dalam mengelola kinerja berdasarkan tingkat kematangan karyawan, yaitu

mengarahkan, menjual, menggalang partisipasi dan mendelegasikan dengan

memperhatikan dukungan (supportif) dan pengarahan (directif), sebagai berikut :

1. Mengarahkan (telling)

Gaya kepemimpinan yang mengarahkan, merupakan respon

kepemimpinan yang perlu dilakukan oleh manajer pada kondisi karyawan

lemah dalam kemampauan, minat dan komitmennya. Sementara itu,

organisasi menghendaki penyelesaian tugas-tugas yang tinggi. Dalam

situasi seperti ini Hersey dan Blancard menyarankan agar manajer

memainkan peran directive yang tinggi, memeberi saran bagaimana

menyelesaikan tugas-tugas itu tanpa mengurangi intensitas hubungan

sosial dan komunikasi antara pimpinan dan bawahan.

2. Menjual (selling)

Pada kondisi karyawan menghadapi kesulitan menyelesaikan tugas-tugas,

takut untuk mencoba melakukannya, manajer juga memproporsikan

struktur tugas dengan tanggung jawab karyawan. Selain itu, manajer harus

menemukan hal-hal yang menyebabkan karyawan tidak termotivasi serta

masalah-masalah yang dihadapi karyawan. Pada kondisi ini, karyawan

sudah mulai mampu mengerjakan tugas-tugas dengan lebih baik, akan

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

memicu perasaan timbulnya over confident. Kondisi ini, memungkinkan

karyawan menhadapai permasalahan baru yang muncul. Oleh karena itu,

setelah memberikan pengarahan, manajer harus memerankan gaya

menjual dengan mengajukan beberapa alternatif pemecahan masalah.

3. Menggalang Partisipasi (participation)

Perilaku kepemimpinan partisipasi, adalah respon manajer yang harus

diperankan ketika tingkat kemampuan karyawan akan tetapi tidak

memiliki kemauan untuk melakukan tanggung jawab, karena

ketidakmauan atau ketidakyakinan mereka untuk melakukan

tugas/tanggung jawab seringkali disebabkan karena kurang keyakinan.

Dalam kasus seperti ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah

dan secara aktif mendengarkan mendukung usaha – usaha yang dilakukan

para bawahan.

4. Mendelegasikan (delegating)

Selanjutnya, untuk tingkat karyawan dengan kemampuan dan kemauan

yang tinggi, maka gaya kepemimpinan yang sesuai adalah gaya

”delegasi”. Dengan gaya delegasi ini pimpinan sedikit memberi

pengarahan maupun dukungan, karena dianggap sudah mampu dan mau

melaksanakan tugas/tanggungjawabnya. Mereka diperkenankan untuk

melaksanakan sendiri dan memutuskan tentang bagaimana, kapan dan

dimana pekerjaan mereka harus diselesaikan. Pada gaya delegasi ini tidak

terlalu diperlukan komunikasi dua arah.

1.5.3.3 Tipe Pemimpin Situasional

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

Seorang pemimpin sama halnya dengan seorang pembimbing. Seorang

pembimbing sebagai conseler pelatih yang selalu membimbing orang-orang ketika

ia memberikan instruksi. Sama halnya seperti seorang manajer atau pimpinan

yang selalu mengembangkan karyawannya dalam memberikan instruksi kepada

mereka. Perilaku seorang pemimpin haruslah diberikan bawahan/karyawan sesuai

dengan perilaku yang dimiliki karyawan. Hal ini dimaksudkan untuk dapat

meningkatkan kinerja karyawan, perilaku kepemimpinan situasional haruslah

melihat bagaimana karakteristik perilaku karyawannya. Jack Cullen dan Len

D’Innopcenzo (2005 : 25) seorang pembimbing harus mengetahui tipe-tipe yang

menggambarkan seorang karyawan bekerja. Ada dua tipe yang efektif yang

digunakan oleh pemimpin situasional untuk menyesuaikan pendekatan kepada

karyawan dalam meningkatan kinerja karyawan.

1. Tipe Dominan (High D)

Kebiasaan yang paling mudah dilihat seorang pemimpin adalah karyawan

yang memiliki tipe dominan. Tipe dominan tampak tegas dan suka

memaksa. Mereka biasanya berbicara, membuat keputusan, memulai

tidakan, dan membuahkan hasil dengan cepat dan memiliki pendapat yang

sudah jelas serta gemar membuat sesuatu yang nyata. Mereka berkembang

dan membentuk lingkungan sekitarnya dengan mengalahkan lawan

mereka dan berusaha mewujudkan hasil yang mereka capai. Beberapa dari

tipe dominan ini menyukai pekerjaan lapangan yang memberikan mereka

kesempatan untuk mendapatkan otoritas, prestasi, dan pengakuan. Mereka

mempunyai kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan mereka dan

mereka akan mengatasi segala rintangan.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

2. Tipe Pengaruh (High i)

Tipe kebiasaan kedua ini, seorang karyawan yang dibutuhkan bimbingan

seorang pemimpin dalam meningkatkan kinerjanya yaitu tipe pengaruh.

Karyawan yang memiliki karakter seperti ini membentuk lingkungannya

dengan mengajak orang lain menjadi sekutunya untuk mendapatkan hasil.

Karyawan bertipe ini menginginkan hasil, sama halnya dengan mereka

yang bertipe dominan. Namun, mereka juga menaruh pada orang-orang

disekitar mereka. Meraka mempengaruhi publik melihat dari sesuatu apa

yang mereka lihat dan menikmati pengakuan publik atas keberhasilan

mereka dalam menyelesaikan sesuatu. Tipe seperti ini menikmati

hubungan dengan orang lain, mengobrol dan menciptakan suasana

motivasional, dan melihat orang lain dan situasi dengan optimis.

1.5.4 Kinerja Karyawan

1.5.4.1 Definisi Kinerja

Seorang pemimpin yang memiliki visi dan misi dari situasi ke masa depan,

harus memahami mengenai kinerja dan bagaimana mengukur serta bagaimana

strategi atau perilaku pemimpin yang dapat meningkatkan kinerja pegawai dan

organisasinya. Kinerja (Mahsun, 2006 : 25) merupakan gambaran mengenai

tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam

mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam

strategi planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk

menyebutkan prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok

individu. Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok tersebut

Universitas Sumatera Utara

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini

berupa tujuan-tujuan atau target tertentu yang hendak dicapai.

Kinerja berasal dari akar kata ”to performance”, menurut Joko Widodo

(2005 : 78) kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya

sesuai dengan tanggungjawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Sedang

kinerja menurut Suryadi Prawirosentono (dalam Widodo, 2005 : 78) kinerja yaitu

hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu

organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam

rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar

hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

Kinerja individu perorangan (individual performance) dan organisasi

(organizational performance) memiliki keterkaitan yang sangat erat. Tercapainya

tujuan organisasi tidak bisa dilepaskan dari sumber daya yang dimiliki oleh

organisasi yang digerakkan atau dijalankan oleh sekelompok orang yang berperan

aktif sebagai pelaku dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

Kinerja sumber daya manusia merupakan istilah yang berasal dari kata

Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestai

sesungguhnya yang dicapai seseorang). Defenisi kinerja yang dikemukakan oleh

Bambang Kusriyanto (dalam Mangkunegara, 2006 : 9) adalah: ”perbandingan

hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu (per jam)”.

Menurut Faustino Cardosa Gomes (dalam Mangkunegara, 2006 : 9)

mengemukakan defenisi kinerja pegawai sebagai: ”ungkapan seperti output,

efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas”.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

Menurut John Whitmore (dalam situs wikipedia, 1997 : 104) ”kinerja

adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseornag, kinerja adalah

suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan.

Defenisi kinerja menurut Anwar Prabu Mengkunegara (2000 : 67) bahwa

”kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuatitas

yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai

dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah prestasi kerja atau

hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai sumber daya

manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai

dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

1.5.4.2 Evaluasi / Penilaian Kinerja

Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi pegawai dikemukakan oleh Leon

C. Mengginson (dalam Mangkunegara, 2000 : 69), ”penilaian prestasi kerja

(performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk

menentukan apakah karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan

tanggungjawabnya”. Andrew E. Sikula (dalam Mangkunegara, 2000 : 69)

mengemukakan ”penilaian karyawan merupakan evaluasi yang sistematis dari

pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses

penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa obyek orang

ataupun sesuatu (barang)”.

Dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja karyawan adalah penilaian

yang dilakukan secaa sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan pegawai dan

kinerja organisasi. Selain itu evaluasi kinerja untuk menentukan kebutuhan

Universitas Sumatera Utara

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

pelatihan kerja secara tepat. Memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada

karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa

mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi

jabatan atau penentuan imbalan. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa

prinsip dasar evaluasi kinerja karyawan adalah :

1. Fokusnya adalah membina kekuatan untuk menyelesaikan setiap persoalan

yang timbul dalam pelaksanaan evaluasi kinerja setiap saat.

2. Selalu didasarkan atas suatu pertemuan pendapat, misalnya dari hasil

diskusi anatara pegawai dengan penyelia langsung, suatu diskusi yang

konstruktif untuk mencari jalan yang terbaik dalam meningkatkan mutu.

3. Suatu proses manajemen yang alami, jangan merasa dan menimbulkan

kesan terpaksa, namun dimasukkan secara sadar ke dalam corporate

planning, dilakukan secara periodic, terarah dan terprogram.

1.5.4.3 Pengukuran Kinerja Karyawan

Menurut Bernandin dan Russel (dalam Gomes 1993 : 135) mengemukakan

ukuran-ukuran dari kinerja karyawan yaitu sebagai berikut:

1. Quantity of work yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan.

2. Quality of work yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.

3. Job Knowledge yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.

4. Creativeness yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

5. Cooperation yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain atau sesama anggota organisasi.

6. Dependability yaitu kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja.

7. Initiative yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

8. Personal qualities yaitu menyangkut keperibadian, kepemimpinan, keramahtamahan dan integritas pribadi.

Sedangkan Agus Dharma (2003 : 355) mengatakan hampir semua cara

pengukuran kinerja mempertimbangkan beberapa hal. Pertama kuantitas, yaitu

jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif melibatkan

perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Kedua kualitas, yaitu

mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Ketiga, ketepatan waktu yaitu sesuai

tidaknya dengan waktu yang direncanakan. Pengukuran ketepatan waktu

merupakan khusus dari pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu

penyelesaian pekerjaan.

Menurut Malayu S.P Hasibuan (2002 : 56) kinerja dapat dikatakan baik

atau dapat dinilai dari beberapa hal, antara lain:

1. Kesetiaan 2. Prestasi kerja 3. Kedisiplinan 4. Kreativitas 5. Kerjasama 6. Kecakapan 7. Tanggungjawab 8. Efektifitas dan efisiensi

Kesetiaan karyawan dapat dilihat dari tekad dan kesanggupan menaati,

melaksanakan, dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran

dan tanggungjawab. Sehingga menghasilkan prestasi kerja yang maksimal.

Prestasi kerja merupakan kinerj yang dicapai oleh seorang karyawan dalam

melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya.

Kinerja karyawan dinilai berdasarkan kedisiplinannya dalam menjalankan

tugasnya sebagai karyawan yaitu kesadaran dan kesediaan seorang karyawan

Universitas Sumatera Utara

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

untuk menghormati, menghargai, mematuhi dan menaati peraturan-peraturan yang

berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankanya.

Selain kreativitas karyawan juga perlu dibangun. Kreativitas ini berupa

kemampuan pengetahuan yang dimiliki klarywan dan juga kemampuan untuk

mengemukakan atau menciptakan suatu program kerja baru dalam menghadapi

tantangan kerja, baik secara individu maupun dalam tim. Sehingga karyawan juga

dituntut untuk mempunyai kemampuan bekerjasama dengan orang lain dalam

menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan, sehingga

mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya. Pekerjaan yang

dilakukan karyawan harus berjalan secara efektif dan efisien agar dapat

meningkatkan kinerjanya, dan yang terpenting dalam menyelesaikan tugas dan

pekerjaan yang dieserahkan kepadanya karyawan terseut mempunyai

kesanggupan untuk menyelesaikan dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu sert

berani memikul resiko atas keputusan yang telah diambilnya.

1.5.4.4 Tujuan Penilaian / Evaluasi Kinerja

Tujuan evaluasi kinerja karyawan adalah untuk memperbaiki atau

meningktkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari sumber daya

manusia organisasi. Selain itu, Agus Sunyoto (dalam Mangkunegara, 2006 : 10)

menjelaskan tujuan dari evaluasi kinerja adalah:

1. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan

kinerja.

2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka

termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya

berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.

Universitas Sumatera Utara

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan

dan aspirasinya dalam meningkatkan kepedulian terhadap karier atau

terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang.

4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga

karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.

5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan

kebutuhan pelatihan, khusu rencana diklat dan kemudian menyetuji

rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.

Adapun kegunaan dari penilaian prestasi kerja (kinerja) karyawan adalah:

1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunkan untuk

prestasi, pemberhentian dan besarnya balas jasa.

2. Untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan

pekerjaannya

3. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam

perusahaan

4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektivan jadwal

kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja

dan pengawasan.

5. Sebagai indicator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi

karyawan yang berada di dalam organisasi

6. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga

dicapai performance yang baik.

7. Sebagai alat untuk melihat kekurangan atau kelemahan dan meningkatkan

kemampuan karyawan selanjutnya

Universitas Sumatera Utara

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

8. Sebagai criteria menentukan, seleksi dan penempatan karyawan

9. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan

karyawan.

10. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (job

description).

1.5.4.5 Sasaran Penilaian/Evaluasi Kinerja

Evaluasi kinerja karyawan merupakan sarana/alat untuk memperbaiki

karyawan yang tidak melakukan tugasnya dengan baik di dalam organisasi.

Banyak organisasi berusaha mencapai sasaran suatu kedudukan yang terbaik dan

terpercaya dalam bidangnya. Oleh karena itu, sangat tergantung para

pelaksanaannya, yaitu para karyawan agar mereka mencapai sasaran yang telah

ditetapkan oleh organisasi dalam corporate planning-nya. Fokusnya adalah kepada

kegiatan bagaimana usaha untuk slalu meningkatkan kinerja dalam melaksakan

kegiatan sehari-hari.

Agus sunyoto (dalam Mangkunegara, 2006 : 11) mengembangkan adanya

sasaran-sasaran dalam evaluasi kinerja karyawan yaitu:

1. Membuat kinerja dari waktu yang lalu secara berkesinambungan dan

periodic, baik kinerja pegawai maupun kinerja organisasi.

2. Membuat evaluasi kebutuhan penelitian dari para pegawai melalui audit

keterampilan dan pengetahuan sehingga dapat mengembangkan

kemampuan dirinya.

3. Menentukan sasaran dari kinerja yang akan datang dan memberikan

tanggung jawab perorangan dan kelompok sehingga untuk analisis periode

Universitas Sumatera Utara

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

selanjutnya jelas apa yang harus diperbuat oleh pegawai, mutu dan sarana

yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja pegawai.

4. Menentukan potensi pegawai yang berhak memperoleh promosi dan

imbalan dari hasil evaluasi pimpinan dan pegawainya.

1.5.4.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja

Factor kinerja karyawan adalah kecenderungan apa yang membuat

pegawai dalam menghasilkan produktivitas kerja yang baik dari segi kualitas

maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan.

Menurut Keith Davis (dalam Mangkunegara, 2000 :67) ada beberapa

factor yang mempengaruhi pencapaian kinerja pegawai yaitu:

a. Faktor Kemampuan (Ability)

Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi

(IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya pimpinan dan

karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan

pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam

mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai

hasil kinerja maksimal.

b. Faktor Motivasi (Motivation)

Motivasi diartikan sebagai sikap (attitude) pimpinan yang terhadap situasi

keja di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif terhadap

situasinya akan mewujudkan motivasi yang tinggi sebaliknya jika mereka

mewujudkan sikap negative maka redahlah motivasinya. Situasi kerja

dimaksud adalah hubungan kerja, fasilitas kerja, kebijakan pimpinan, pola

kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.

Universitas Sumatera Utara

Page 42: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

Menurut A. Dale Timple (dalam Mangkunegara, 2006 : 15) fakor-faktor

kinerja terdiri dari factor internal dan factor eksternal. Factor internal

(disposisional) yaitu factor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang,

misalnya kinerja seseorang baik disebabkan kemampuan tinggi dan pekerja keras

atau sebaliknya. Factor eksternal yaitu factor-faktor seseorang berasal dari

lingkungan. Seperti perilaku,sikap,tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau

pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi.

Factor penentu prestasi kerja yang mempengaruhi karyawan menurut

Anwar Prabu Mangkunegara (2006 : 16) ada dua yaitu:

1. Factor Individu

Individu yang memiliki kinerja yang baik terlihat dari integritas yang

tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka individu tersebut memiliki

konsentrasi yang baik dalam dirinya. Konsentrasi yang baik dalam dirinya

merupakan modal utama untuk mengelola potensi diri secara optimal.

2. Faktor Lingkungan Organisasi

Factor lingkungan kerja organisasi yang mempengaruhi prestasi kerja

adalah jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang

menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja yang harmonis,

iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja yang

memadai.

1.6 Hipotesis

Adanya permasalahan yang akan diteliti masih perlu pembuktiannya

dengan pengujian. Hipotesis menurut Earl Babbie (2006 : 75) merupakan

Universitas Sumatera Utara

Page 43: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

kumpulan penelitian yang belum sempurna, sehingga perlu disempurnakan

dengan membuktikan kebenaran hipotesis itu melalui penelitian. Pembuktian itu

hanya dapat dilakukan dengan menguji hipotesis dimaksud dengan data di

lapangan.

Dari uraian di atas, makapenelitian membuat hipotesis untuk penelitian ini

adalah:

1. Hipotesis Alternatif (Ha), yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara

variable independent (X) dengan variable dependen (Y); maka adanya

pengaruh yang positif antara perilaku kepemimpinan situasional dengan

kinerja karyawan.

2. Hipotesis Nol (Ho), yaitu adanya hubungan yang mempengaruhi antara

variable independent (X) dengan variable dependen (Y); adanya pengaruh

negative antara perilaku kepemimpinan situasional dengan kinerja

karyawan.

1.7 Defenisi Konsep

Konsep menurut Singarimbun (1995 : 37) merupakan istilah dan definisi

yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan,

kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu social. Untuk

mendapatkan batasan yang jelas dari variable yang akan diteliti, maka penulis

mengungkapkan definisi konsep sebagai berikut:

1. Perilaku Kepemimpinan Situasional

Perilaku Kepemimpinan Situasional adalah dimana suatu tindakan atau

perilaku seorang pemimpin dalam menggerakkan para karyawannya

Universitas Sumatera Utara

Page 44: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

sesuai dengan posisi dan peran yang dimainkan pemimpin kepada

bawahannya serta meletakkannya sesuai dengan kondisi karyawan untuk

memotivasi mereka dalam pencapaian tujuan organisasi pemerintah.

2. Kinerja Karyawan

Kinerja karyawan merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas

yang dicapai seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai

tamggung jawab yang diberikan kepadanya.

1.8 Definisi Operasional

Operasionalisasi secara sederhana mengacu paada langkah-langkah,

prosedur-prosedur atau operasi-operasi yang akan melalui pengukuran dan

identifikasi variable-variable yang akan di observasi. Definisi operasional menurut

Singaribun (1995 : 46) ialah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana

caranya mengukur suatu variable. Dengan kata lain bahwa definisi operasional

adalah sebagai petunjuk pelaksanaannya. Hal ini dimaksudkan untuk

operasionalisasi kerangka teori yang dituangkan menjadi indicator-indikator agar

mempermudah operasionalisasi dari suatu penelitian.

Penelitian ini terdiri atas dua variable, yaitu:

1. Variable bebas atau Independent Variable (X), yaitu perilaku

kepemimpinan situasional dengan menggunakan indicator sebagai berikut:

1. Perilaku mengarahkan (telling)

a. Menjelaskan kepada bawahan tentang apa yang harus dikerjakan,

bagaimana, dimana dan kapan

b. Pemimpin memecahkan masalah

Universitas Sumatera Utara

Page 45: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

c. Membuat keputusan

d. Mengawasi dengan ketat pelaksanaan tugas

2. Perilaku Menjual (selling)

a. Menggunakan komunikasi dua arah

b. Meminta saran dari bawahan

c. Memberi dukungan yang besar kepada bawahan karena beberapa

gagasan yang disarankan bawahan adalah baik

d. Selalu mengukuhkan inisiatif dan pengambilan resiko

e. Mengajarkan bawahan menilai pekerjaannya sendiri

3. Perilaku Mendukung (participation)

a. Mendukung usaha-usaha bawahan

b. Mendengarkan saran dari bawahan

c. Memudahkan interaksi bawahan dengan orang lain

d. Mendorong dan memuji bawahan

e. Mengajukan pertanyaan yang memperluas pemikiran bawahan

f. Mendorong keberanian mengambil resiko

4. Perilaku Mendelegasikan (delegating)

a. Menyerahkan tanggung jawab sepenuhnya kepada bawahan

b. Menyerahkan pengambilan keputusan kepada bawahan

c. Menyerahkan pemecahan masalah sehari-hari kepada orang yang

melaksanakan tugas

2. Variabel Terikat atau dependent variable (Y), yaitu kinerja pegawai yang

indikatornya ialah:

Universitas Sumatera Utara

Page 46: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

1. Quantity of work yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu

periode yang ditentukan.

2. Quality of work yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-

syarat kesesuaian dan kesiapannya.

3. Job Knowledge yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan

keterampilannya.

4. Creativeness yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan

tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang

timbul.

5. Cooperation yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain

atau sesama anggota organisasi.

6. Dependability yaitu kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal

kehadiran dan penyelesaian kerja.

7. Initiative yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan

dalam memperbesar tanggungjawabnya.

8. Personal qualities yaitu menyangkut keperibadian, kepemimpinan,

keramahtamahan dan integritas pribadi.

9. Efektivitas dan efisiensi yaitu menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-

baiknya dan mempergunakan waktu yang efisien.

1.9 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, hipotesis,

definisi konsep, definisi operasional dan sistematika penulisan.

Universitas Sumatera Utara

Page 47: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18798/4/Chapter I.pdf · Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka

BAB II METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi

dan sample, teknik pengumpulan data, teknik penentuan skor dan

teknik analisa data

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan gambaran umum lokasi penelitian yang relevan

dengan topic penelitian

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini menguraikan hasil data dari kajian dan analisa data yang

diperoleh dari lapangan dan menyajikannya.

BAB V ANALISA DATA

Bab ini berisikan uraian data-data yang diperoleh setelah

penelitian dari lapangan

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari sebuah penelitian

yang dilakukan

Universitas Sumatera Utara