12
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini bangsa Indonesia harus menghadapi perubahan internal dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi dengan berbagai masalah yang belum tuntas terpecahkan seperti kemiskinan, pengangguran, rendahnya mutu pelayanan publik dan kesenjangan antardaerah. Karakteristik dari pelaksanaan otonomi daerah adalah (1) pembagian kewenangan dan sumber daya yang jelas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, (2) partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan menjadi semakin besar, (3) keputusan yang diambil didasarkan pada kesepakatan (konformitas), dan (4) keanekaragaman daerah akan semakin menonjol (local-specific) (Rusdiyanto, dkk. 2007). Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas untuk menentukan kebijakan dan program pembangunan yang terbaik bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah masing-masing. Namun, adanya latar belakang demografi, geografi, infrastruktur dan ekonomi yang tidak sama, serta kapasitas sumber daya yang berbeda, maka salah satu konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah adalah keberagaman daerah dalam hal kinerja pelaksanaan dan pencapaian tujuan pembangunan. Perbedaan kinerja selanjutnya akan menyebabkan kesenjangan antardaerah, timbulnya konflik dan kemungkinan disintegrasi bangsa. Propinsi Banten adalah sebuah propinsi yang terbentuk mulai dari tahun 2000 berdasarkan UU No 23 tahun 2003, yang terbagi atas Banten Utara yang meliputi Kabupaten Serang Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Cilegon dan Banten Selatan yang meliputi, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Pandeglang. Dalam usia yang relatif masih sangat muda untuk sebuah propinsi, tentulah masih sangat banyak masalah yang menyertainya. Di antaranya adalah masalah ketimpangan wilayah, persebaran penduduk, persebaran lapangan pekerjaan dan angkatan kerja, tingkat pertumbuhan pembangunan manusia (IPM), pengangguran dan kemiskinan. Dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan, hampir tidak satu program pun yang tidak memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49808/2011ars_BAB I...masalah ketimpangan wilayah, persebaran penduduk, ... persentase penduduk

  • Upload
    vothuy

  • View
    224

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49808/2011ars_BAB I...masalah ketimpangan wilayah, persebaran penduduk, ... persentase penduduk

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada saat ini bangsa Indonesia harus menghadapi perubahan internal dalam

pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi dengan berbagai masalah yang

belum tuntas terpecahkan seperti kemiskinan, pengangguran, rendahnya mutu

pelayanan publik dan kesenjangan antardaerah. Karakteristik dari pelaksanaan

otonomi daerah adalah (1) pembagian kewenangan dan sumber daya yang jelas

antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, (2) partisipasi masyarakat dalam

pengambilan keputusan menjadi semakin besar, (3) keputusan yang diambil

didasarkan pada kesepakatan (konformitas), dan (4) keanekaragaman daerah akan

semakin menonjol (local-specific) (Rusdiyanto, dkk. 2007).

Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah mempunyai

kewenangan yang lebih luas untuk menentukan kebijakan dan program

pembangunan yang terbaik bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan

kemajuan daerah masing-masing. Namun, adanya latar belakang demografi,

geografi, infrastruktur dan ekonomi yang tidak sama, serta kapasitas sumber daya

yang berbeda, maka salah satu konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah

adalah keberagaman daerah dalam hal kinerja pelaksanaan dan pencapaian tujuan

pembangunan. Perbedaan kinerja selanjutnya akan menyebabkan kesenjangan

antardaerah, timbulnya konflik dan kemungkinan disintegrasi bangsa.

Propinsi Banten adalah sebuah propinsi yang terbentuk mulai dari tahun

2000 berdasarkan UU No 23 tahun 2003, yang terbagi atas Banten Utara yang

meliputi Kabupaten Serang Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota

Cilegon dan Banten Selatan yang meliputi, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten

Pandeglang. Dalam usia yang relatif masih sangat muda untuk sebuah propinsi,

tentulah masih sangat banyak masalah yang menyertainya. Di antaranya adalah

masalah ketimpangan wilayah, persebaran penduduk, persebaran lapangan

pekerjaan dan angkatan kerja, tingkat pertumbuhan pembangunan manusia (IPM),

pengangguran dan kemiskinan. Dalam kaitannya dengan pembangunan

berkelanjutan, hampir tidak satu program pun yang tidak memperhatikan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49808/2011ars_BAB I...masalah ketimpangan wilayah, persebaran penduduk, ... persentase penduduk

2

penduduk. Semua jenis program pembangunan tentunya diintegrasikan dan akan

dibawa ke dalam suatu tujuan pembangunan, yaitu untuk meningkatkan

kesejahteraan dan kualitas hidup penduduk. Oleh karena itu informasi

kependudukan, dengan berbagai karakteristik, kecenderungan dan diferensiasinya

menjadi semakin penting. Menurut BPS (2007) bahwa penduduk miskin di Banten

Selatan relatif tinggi dibandingkan dengan Banten Utara sehingga

mengindikasikan bahwa pendapatan yang rendah di Banten Selatan dan berakibat

daya beli masyarakat yang cukup rendah. Dalam Gambar 1.1. disajikan data

persentase penduduk miskin antar kabupaten dan kota di Provinsi Banten.

Gambar 1.1. Jumlah Penduduk Miskin Per Kabupaten/Kota Tahun 2002-2008 (%)

Sumber : Susenas, Tahun 2008

Jika dilihat dari Gambar 1.1. akan terlihat bahwa mulai dari tahun 2002

sampai tahun 2008 Kabupaten Lebak masih berada di golongan tinggi dalam hal

jumlah penduduk miskin. Penurunan jumlah penduduk miskin paling signifikan

terjadi antara tahun 2002 ke tahun 2004. Kemudian pada tahun 2005 sampai tahun

2007 terjadi kenaikan dalam hal jumlah penduduk miskin dengan loncatan yang

sangat sifnifikan. Pada tahun 2008, tingkat kemiskinan penduduk miskin di

Kabupaten Lebak berada pada posisi kedua di bawah Kabupaten Tangerang.

Kemiskinan merupakan masalah pembangunan yang ditandai oleh

pengangguran, keterbelakangan dan ketidakberdayaan. Kemiskinan merupakan

masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus

menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan (Todaro, 2006). Hal

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49808/2011ars_BAB I...masalah ketimpangan wilayah, persebaran penduduk, ... persentase penduduk

3

tersebut sesuai dengan kepedulian pemerintah untuk mengatasi masalah

pengangguran dan kemiskinan. Menurut RPJMN Banten 2004-2009, sasaran yang

ingin dicapai pada tahun 2009 adalah menekan pertumbuhan penduduk dan jumlah

pengangguran terbuka. Kondisi ini dirasakan sangat kontradiktif mengingat

banyaknya perusahaan yang ada di kawasan Cilegon-Serang-Tangerang. Arah

Kebijakan dalam RPJMD adalah a) menekan angka kemiskinan, (b) menciptakan

kesempatan kerja, (c) meningkatkan pertumbuhan ekonomi, (d) meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan (e) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

serta (f) meningkatkan stabilitas keamanan daerah (RPJMN Banten 2004-2009).

Dalam RPJM Provinsi Banten tahun 2007-2012 salah satu program prioritas

yaitu penanggulangan kemiskinan, untuk wilayah yang ada di Banten Selatan

(Lebak dan Pandeglang) lebih besar persentase kemiskinan dari total persentase

kemiskinan Provinsi Banten. Kabupaten Lebak semenjak awal krisis ekonomi

sampai dengan tahun 2001 yang merupakan awal terbentuknya provinsi Banten

memiliki persentase kemiskinan yang tinggi di antara kabupaten dan kota di

Provinsi Banten. Begitu juga dengan Kabupaten Pandeglang semenjak krisis

sampai otonomi daerah tingkat kemiskinan cenderung perubahan tiap tahun tidak

terlalu banyak berubah, sehingga dapat dikatakan berlakunya otonomi daerah

belum menunjukkan arah yang semakin membaik bagi Banten Selatan dalam

rangka pengentasan kemiskinan. Banten Utara (Kabupaten Tangerang, Kabupaten

Serang, Kota Tangerang dan Kota Cilegon) persentase kemiskinan berada di bawah

rata-rata persentase penduduk miskin di Provinsi Banten kecuali Kabupaten Serang

masih berada di atas rata-rata provinsi Banten, sedangkan yang perkembangannya

relatif lebih maju, persentase penduduk miskin relatif lebih rendah terutama bagi

Kota Cilegon.

Berdasarkan UU No 19 Tahun 1999 dimekarkan dari Kabupaten Serang

melihat perkembangan kedua wilayah tersebut ternyata Kota Cilegon menunjukkan

arah yang semakin membaik dalam penanggulangan kemiskinan yang dapat dilihat

pada tahun 2006 mencapai 4,99 persen. Hal ini menunjukkan isu kesenjangan antar

wilayah terutama Banten Utara dan Banten Selatan sampai sekarang memang

masih menjadi perdebatan. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Lebak

Tahun 2004-2008 berada pada kondisi yang fluktuatif akibat dampak negatif yang

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49808/2011ars_BAB I...masalah ketimpangan wilayah, persebaran penduduk, ... persentase penduduk

4

ditimbulkan oleh krisis global pada pertengahan tahun 2008. Akan tetapi,

Pemerintah Kabupaten Lebak masih mampu mempertahankan perekonomian di

Kabupaten Lebak secara positif. Dalam Gambar 1.2. disajikan data mengenai LPE

di Kabupaten Lebak:

Gambar 1.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Lebak (2001-2008)

Sumber : Lebak dalam Angka, Tahun 2008

Dari Gambar 1.1 terlihat bahwa laju pertumbuhan ekonomi Lebak

mengalami fase yang fluktuatif dari tahun 2001 sampai 2008. Penurunan tingkat

LPE terparah terjadi pada tahun 2001-2002. Hal ini mungkin dikarenakan masih

terjadi proses transisi dari pembentukan Propinsi Banten. Kemudian kenaikan yang

cukup signifikan terjadi pada periode 2006-2007, dengan sektor pertanian masih

menjadi penyumbang terbesar. Data penduduk sebagaimana data lainnya, sangat

diperlukan dalam berbagai perencanaan dan evaluasi pembangunan, terutama

setelah adanya pergeseran paradigma pembangunan yang tidak hanya bertumpu

pada peningkatan pertumbuhan ekonomi semata tetapi upaya meningkatkan

kualitas SDM telah menjadi tumpuan dan tujuan pembangunan itu sendiri.

Berkenaan dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten, maka tantangan terbesar bagi

Kabupaten Lebak adalah upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia

yang selama ini menjadi salah satu hambatan dalam proses pembangunan dan

pengentasan kemiskinan di Kabupaten Lebak. Potensi sumber daya alam tidak akan

mempunyai nilai jika tidak dikelola secara berkelanjutan dan memberi manfaat

yang besar bagi masyarakat.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49808/2011ars_BAB I...masalah ketimpangan wilayah, persebaran penduduk, ... persentase penduduk

5

Khusus untuk Kabupaten Lebak, permasalahan demografi yang dihadapi

yaitu berkaitan dengan jumlah penduduk miskin yang masih menunjukkan angka

tinggi. Pada tahun 2005 tercatat proporsi penduduk miskin dari total keluarga di

Kabupaten Lebak sebesar 25% dengan jumlah keluarga miskin tahun 2005

sebanyak 146.490 KK, dengan kecenderungan meningkat pada tahun 2006.

Permasalahan yang lain adalah kepadatan penduduk yang tidak merata akibat dari

persebaran penduduk yang tidak merata di semua wilayah. Kepadatan penduduk

tinggi terdapat di Kota Tangerang, Kabupaten Serang dan Kota Cilegon serta di

Kawasan Pariwisata Pantai Carita. Sementara di wilayah lain, kepadatan penduduk

relatif rendah. Jumlah penduduk Propinsi Banten pada tahun 2001 berdasarkan

hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2001 adalah 8.258.055 jiwa.

Luasnya wilayah dan sangat beragamnya kondisi sosial ekonomi dan budaya

masyarakat menyebabkan permasalahan kemiskinan di Kabupaten Lebak menjadi

sangat beragam dengan sifat-sifat lokal yang kuat dan pengalaman kemiskinan

yang berbeda antara perempuan dan laki-laki. Masalah kemiskinan bersifat

multidimensi, bukan hanya menyangkut ukuran pendapatan tetapi kerentanan dan

kerawanan orang atau masyarakat untuk menjadi miskin.

Oleh karena itu, masalah kemiskinan menyangkut kegagalan dalam

pemenuhan hak dasar dan adanya perbedaan perlakuan seseorang atau kelompok

masyarakat dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Suatu daerah dengan

tingkat kemiskinan tinggi sangat rentan terhadap guncangan ekonomi yang sedang

terjadi. Kabupaten Lebak adalah daerah dengan tingkat kemiskinan tertinggi

dibandingkan dengan Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Banten. Sehubungan

dengan hal tersebut, maka tujuan penting yang akan dicapai untuk mengurangi

kemiskinan dan kesenjangan antar daerah adalah bukan untuk memeratakan

pembangunan fisik di setiap daerah, tetapi yang paling utama adalah pengurangan

kesenjangan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat serta kemiskinan antar

daerah.

Secara spasial, sebaran kemiskinan di Kabupaten Lebak melanda semua

wilayah. Menurut Dinas Keluarga Berencana dan Kependudukan Kabupaten Lebak

tahun 2003-2005, jumlah keluarga miskin mencapai 62.043 KK, berasal dari

jumlah KK yang masuk dalam Keluarga Prasejahtera, baik dengan alasan ekonomi

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49808/2011ars_BAB I...masalah ketimpangan wilayah, persebaran penduduk, ... persentase penduduk

6

maupun non ekonomi. Sebagai salah satu kabupaten tertinggal di Indonesia,

besaran keluarga miskin tersebut dirasa wajar jika dibandingkan dengan data akhir

tahun 2003 masih terdapat 190 desa tertinggal dari 300 desa/kelurahan yang ada di

Kabupaten Lebak, atau 63,33% dari desa/kelurahan di Kabupaten Lebak adalah

desa tertinggal. Sedangkan untuk sebaran kepadatan penduduk miskin wilayah di

Lebak Utara mendominasi persebarannya. Persebaran kemiskinan ini

mengelompok membentuk suatu kantong kemiskinan. Persebaran dari kantong

kemiskinan yang terjadi di desa-desa di Kabupaten Lebak disebabkan oleh banyak

faktor. Faktor yang bisa menjadi pemicu munculnya kantong kemiskinan adalah

ketersediaan aset dan ketersediaan sarana prasarana pendukung, serta kualitas SDM

yang buruk.

Terdapat beberapa hal yang cukup menarik dalam pembangunan sumber

daya manusia di tingkat Kabupaten Lebak. Pertama, secara geografis Kabupaten

Lebak ini berada dalam zona strategis, baik dalam sektor pertanian, perikanan,

peternakan, perdagangan hingga industri. Selain itu, Jarak kabupaten hanya 70 km

dengan pusat pemerintahan negara, Jakarta. Namun yang terjadi justru kualitas

sumber daya manusia Kabupaten Lebak tertinggal jauh jika dibandingkan dengan

angka IPM antar Kabupaten/Kota di Provinsi Banten. Rendahnya IPM tersebut

mencerminkan rendahnya kualitas sumber daya manusia Kabupaten Lebak. Secara

umum, terjadi disparitas kualitas sumber daya manusia antar kabupaten di Provinsi

Banten, hal tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.3.

Gambar 1.3. Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia Tiap Kabupaten/Kota di

Provinsi Banten tahun 2008

Sumber: Bappeda Kabupaten Lebak, Tahun 2009

Berdasarkan Gambar 1.3. pada tahun 2008 tingkat IPM di Kabupaten Lebak

berada pada posisi paling bawah jika dibandingkan dengan Kabupaten/Kota yang

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49808/2011ars_BAB I...masalah ketimpangan wilayah, persebaran penduduk, ... persentase penduduk

7

ada di Propinsi Banten. Tingkat IPM Kabupaten Lebak hanya sebesar 67,10. Masih

jauh jika dibandingkan dengan IPM Kabupaten Tangerang sebesar 70,73.

Walaupun Kabupaten Tangerang adalah kabupaten dengan jumlah penduduk

miskin terbesar yang ada di Propinsi Banten. Kabupaten yang mempunyai nilai

IPM mendekati nilai Kabupaten Lebak adalah Kabupaten Pandeglang disusul

Kabupaten Serang. Pada tahun 2008, Angka Harapan Hidup (AHH) penduduk

Kabupaten Lebak adalah 63,11 tahun. Angka tersebut masih di bawah rata-rata

Provinsi Banten yang telah mencapai 64,45 tahun (Dinkes Kab. Lebak, 2009).

Dengan kata lain, kualitas hidup sumber daya manusia di Kabupaten Lebak masih

di bawah kabupaten/kota lain di Provinsi Banten.

Berdasarkan hasil pendataan SUSENAS (2009), persentase penduduk usia

10 tahun ke atas yang mampu membaca dan menulis di Kabupaten Lebak adalah

94,20 persen, sedangkan rata-rata provinsi Banten sebesar 95,68 (Bappeda Kab.

Lebak, 2009). Pada indikator rata-rata lama sekolah, Kabupaten Lebak masih

tergolong rendah yakni hanya 6,3 tahun pada tahun 2008, atau setara dengan lulus

SD. Pada tingkat Provinsi Banten, rata-rata lama sekolah telah mencapai 8,2 tahun

atau hampir setara dengan kelas dua SLTP. Tingginya rata-rata lama sekolah di

tingkat provinsi ini disumbangkan oleh daerah lain yang jauh lebih maju,

khususnya daerah perkotaan seperti Kota Cilegon dan Kab/Kota Tangerang. Hal ini

dapat dilihat dari Tabel 1 yang menerangkan informasi perbandingan lama sekolah

antara Lebak dengan Banten.

Tabel.1.1. Perkembangan Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lamanya Sekolah

Kabupaten Lebak dan Rata-rata Provinsi Banten Tahun 1999-2008

Tahun Angka Melek Huruf (%) Rata-rata Lama Sekolah (tahun)

Kab. Lebak Prov. Banten Kab. Lebak Prov. Banten

1999 90.80 91.50 5.50 6.60

2000 91.03 92.14 5.94 6.80

2001 91.30 92.47 6.22 7.10

2002 90.19 93.84 5.30 7.90

2003 91.40 94.20 5.50 8.10

2004 93.90 94.70 6.10 8.50

2005 94.10 95.60 6.20 8.00

2006 94.10 95.60 6.20 8.10

2007

2008

94.10

94.20

95.60

95.68

6.20

6.30

8.10

8.20

Sumber: Bappeda Kabupaten Lebak, Tahun 2010

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49808/2011ars_BAB I...masalah ketimpangan wilayah, persebaran penduduk, ... persentase penduduk

8

Selain itu pada tahun 2007 jika melihat dari jumlah anak usia sekolah usia

10 tahun ke atas menurut pendidikan yang ditamatkan  di Kabupaten Lebak, jika

dibandingkan dengan Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Banten, maka dapat

diketahui bahwa Kabupaten Lebak masih berada pada posisi yang rendah.

Tabel 1.2. Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas menurut Pendidikan yang Ditamatkan

di Kabupaten/Kota di Banten

Kab/Kota Pendidikan yang Ditamatkan

< SD SD/Sederajat SLTP SLTA D I/II D III/Univ Total

Kab

Pandeglang 268. 891

(31,99%)

365. 212

(43,45%)

118. 806

(14,13%)

69. 146

(8,22 %)

5.485

(0,65 %)

13. 020

(1,55%)

840. 560

(100%)

Lebak 402. 986

(43,28%)

386. 138

(41,47%)

91.532

(9,83 %)

41. 067

(4,41%)

5. 003

(0,54 %)

4. 258

(0,46 %)

930. 966

(100%)

Tangerang 663. 337

(23,51%)

766.461

(27,16%)

545.884

(19,34%)

638. 976

(22,64 %)

18. 970

(0,67 %)

188. 324

(6,67%)

2.821.952

(100%)

Serang 456. 150

(31,50%)

538.493

(37,19%)

248. 910

(17,19%)

170. 274

(11,76 %)

9. 508

(0,66%)

24. 826

(1,71 %)

1.448.161

(100%)

Kota

Tangerang 178. 821

(14,44%)

242. 875

(19,62%)

277. 305

(22,40%)

423. 480

(34,20 %)

6. 625

(0,53%)

109. 061

(8,81 %)

1.238.167

(100%)

Cilegon 51. 253

(18,63%)

68. 799

(25,01%)

64. 109

(23,31 %)

77. 097

(28,03%)

1.518

(0,55 %)

12.284

(4,47 %)

275. 060

(100%)

Sumber: Banten dalam Angka, Tahun 2008

Berdasarkan data pada Tabel 1.2. diketetahui bahwa jika dibandingkan

dengan wilayah lain yang ada di Propinsi Banten, Kabupaten Lebak masih

dikategorikan sebagai daerah yang masih kurang dalam hal meluluskan pendidikan

masyarakatnya sampai ke jenjang perguruan tinggi. Kasus pendidikan yang

ditamatkan dengan komposisi paling besar hanya sebatas lulusan < SD yaitu

sebesar 43,28% dari total kelulusan dan SD Sederajat yaitu sebesar 41,47% dari

total kelulusan. Faktor inilah yang menjadi salah satu penyebab mengapa tingkat

IPM Kabupaten Lebak jika dibandingkan dengan wilayah lain di Propinsi Banten

masih rendah.

Masalah lainnya adalah terjadinya disparitas pembangunan modal manusia

antar wilayah di Kabupaten Lebak. Disparitas terlihat dari rendahnya implementasi

pelayanan publik dari infrastruktur. Pada tahun 2009, kondisi bangunan sekolah

dasar hanya 59.60 persen yang kondisinya baik, sedangkan 40.40 persen dalam

keadaan rusak. Wilayah Lebak di luar Kecamatan Rangkasbitung masih

kekurangan sekitar 2.000 tenaga pengajar dan 1.000 tenaga kesehatan (Bappeda

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49808/2011ars_BAB I...masalah ketimpangan wilayah, persebaran penduduk, ... persentase penduduk

9

Kab. Lebak, 2009). Sebagian besar infrastruktur yang rusak berada di daerah Lebak

bagian selatan dan tengah. Faktor lain yang menjadi penyebabnya kemiskinan di

Kabupaten Lebak adalah aksesibilitas jalan kabupaten yang sangat buruk sehingga

menyebabkan sulitnya akses ekonomi. Menurut penuturan Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Lebak (2009), dari keseluruhan jalan Kabupaten, hanya 20 persen saja

yang layak pakai selebihnya rusak ringan hingga berat.

Untuk bisa meraih wilayah Lebak bagian selatan, masyarakat harus

menempuh jarak sepanjang 150 km, karena harus melalui jalan putar jalur

Kabupaten Pandeglang. Padahal jarak tempuh terjauh apabila melalui jalan

Kabupaten Lebak adalah sepanjang 70 km. Besarnya ongkos perjalanan ekonomi

ini secara tidak langsung menjadi faktor penghambat laju pertumbuhan ekonomi.

Kurangnya pelayanan publik baik berupa infrastruktur serta tenaga pengajar

dan kesehatan tersebut menyebabkan proses pembangunan human capital pun

berjalan lambat. Terbukti bahwa sebagian besar penduduk usia sekolah di wilayah

Lebak bagian selatan dan tengah adalah lulusan sekolah dasar yakni berkisar 80

persen. Penduduk usia sekolah yang berhasil menamatkan sekolah menengah hanya

5 persen. Jumlah penduduk yang berpendidikan sarjana pun masih bisa dihitung

dengan jari. Selain itu juga ditambah dengan banyaknya kasus gizi buruk di

wilayah Lebak Selatan dan Tengah, di tahun 2008 ditemukan sekitar 5.000 kasus

gizi buruk. Fakta-fakta yang menunjukkan faktor pembentuk kantong kemiskinan

ini dilatarbelakangi oleh dua faktor yang sangat menentukan, yakni rendahnya

kualitas sumber daya manusia akibat buruknya pelayanan publik. Lingkaran setan

berupa buruknya pelayanan publik terhadap pembangunan sumber daya manusia

atau human capital menyebabkan rendahnya kualitas sumber daya manusia dan

akhirnya memunculkan atau meningkatkan kondisi kemiskinan di Kabupaten

Lebak .

1.2. Perumusan Masalah

Pertumbuhan ekonomi harus didorong untuk mencapai kesejahteraan

penduduk serta mengurangi kesenjangan yang terjadi antara Kabupaten Lebak

dengan wilayah sekitarnya terutama wilayah Jabotabek dan wilayah Banten bagian

utara. Kabupaten Lebak sampai saat ini merupakan salah satu wilayah yang

terbelakang di antara kabupaten dan kota di Propinsi Banten. Keterbelakangan

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49808/2011ars_BAB I...masalah ketimpangan wilayah, persebaran penduduk, ... persentase penduduk

10

yang terjadi bisa didasarkan pada ketersediaan sarana dan prasarana pendukung,

seperti akses jalan dan jembatan. Dimana jalan di Kabupaten Lebak dari tahun

2004-2008 kecenderungan yang terjadi adalah semakin panjang km yang

mengalami kerusakan. Selain sarana dan prasarana, kualitas sumber daya manusia

yang ditunjukkan lewat nilai IPM, Kabupaten Lebak juga menempati urutan paling

bawah. Sedangkan dari sisi kepemilikan aset, yaitu lahan pertanian belum bisa

dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. Menurut Bappeda Kabupaten

Lebak 2008, potensi potensi sawah tadah hujan baik yang bisa dikembangkan dan

yang tidak bias dikembangkan adalah seluas 14.132 Ha dengan rincian : a) sawah

yang bisa dikembangkan seluas 4.386 Ha, dan b) sawah yang tidak bisa

dikembangkan seluas 9.746 Ha. Akibatnya adalah hasil yang diperoleh petani tidak

maksimal.

Kawasan perdesaan sebagai basis utama dan bagian terbesar dalam wilayah

Kabupaten Lebak, sangat membutuhkan percepatan pembangunan secara bertahap,

proporsional dan berkelanjutan. Berbagai keterbatasan kapasitas dan ketertinggalan

kondisi wilayah yang terdapat di perdesaan, senantiasa dihadapkan pada isu

disparitas regional yang bersifat makro bahwa Kabupaten Lebak adalah salah satu

dari 199 Daerah Tertinggal di Indonesia, yang sekaligus merupakan daerah terluas

dalam wilayah Propinsi Banten. Hal ini tentu berimplikasi terhadap kebutuhan

mendasar atas ketersediaan suatu sistem perencanaan pembangunan daerah yang

dapat menjamin keseimbangan antar sektor dan regional, yang berorientasi kepada

pembangunan perdesaan.

Melihat potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Lebak, yang sampai saat ini

belum dimanfaatkan secara maksimal. Potensi tersebut bisa berasal dari bidang

agrobisnis, pertanian, kelautan dan perikanan, peternakan, pertambangan dan

energi, properti, dan pariwisata. Peran pemerintah daerah sebagai pihak pembuat

kebijakan harus jeli untuk mampu melihat potensi yang dimiliki oleh Kabupaten

Lebak. Kebijakan dan rencana baik jangka panjang atau pendek yang diambil harus

lebih berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Pembangunan yang tidak

dikaitkan dengan masalah kemiskinan akan menimbulkan permasalahan jangka

pendek dan panjang yang pada akhirnya akan membahayakan proses pembangunan

itu sendiri. Mengangkat permasalahan kemiskinan dan mencari alternatif upaya

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49808/2011ars_BAB I...masalah ketimpangan wilayah, persebaran penduduk, ... persentase penduduk

11

penanggulangannya menjadi suatu prioritas dalam pembangunan merupakan suatu

hal yang sangat tepat.

Masalah terbesar yang sekarang dihadapi oleh Kabupaten Lebak adalah

mengenai kemiskinan masyarakatnya. Banyak pendapat yang di keluarkan oleh paa

tokoh ekonomi alas an mengukur kemiskinan. Justifikasi yang paling kuat adalah

yang diberikan oleh Ravallion dalam Tono (2009) yang mengatakan bahwa “ a

credible measure of poverty can be a powefull instrument for focusing the attention

of policy makers on the living conditions of the poor (pengukuran kemiskinan yang

dapat dipercaya dapat menjadi instrumen yang tangguh bagi penitikberatan

perhatian pengambil kebijakan pada kondisi hidup orang miskin)”.

Dalam menelaah kebijakan pemerintah daerah dalam menanggulangi

kemiskinan, perlu terlebih dahulu diperhatikan faktor-faktor penyebab kemiskinan

atau dalam analisis kemiskinan disebut determinan kemiskinan. Kebijakan

pemerintah daerah yang berorientasi pada program pengentasan kemiskinan sudah

seharusnya didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi kemiskinan

tersebut. Faktor-faktor penyebab kemiskinan dapat berupa karakteristik makro,

sektor, komunitas, rumah tangga, dan individu (World Bank, 2002). Selain itu agar

kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah dapat tepat sasaran, diharapkan

pemerintah mampu melihat masalah kemiskinan secara kewilayahan. Sehingga

perlakuan dalam penanganan kemiskinan dapat didasarkan pada karakteristik

kemiskinan tiap wilayah. Persebaran kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Lebak

mempunyai sifat yang sangat unik. Wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk

miskin tertinggi dan membentuk suatu pemusatan kemiskinan terdapat di

Rangkasbitung. Kondisi pemusatan kemiskinan seperti ini merupakan ciri dari

urban slum atau kawasan kumuh perkotaan. Pola kantong kemiskinan lain yang

terjadi adalah rural area atau daerah perdesaan. Mayoritas penduduk yang masih

bekerja pada sektor pertanian adalah penyebab mengapa rural area (daerah

perdesaan) masih terbentuk dan menjadi penyumbang bagi kemiskinan di

Kabupaten Lebak. Kondisi kemiskinan yang terjadi pada desa di wilayah

Kabupaten Lebak sudah dalam kondisi sangat kompleks, dengan karakteristik yang

berbeda dengan wilayah lain. Fokus penanganan masalah kemiskinan harus

menjadi perhatian dari pemerintah. Karena sebab dan ciri kemiskinan di Kabupaten

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49808/2011ars_BAB I...masalah ketimpangan wilayah, persebaran penduduk, ... persentase penduduk

12

Lebak tidak sama antar satu daerah dengan daerah lainnya maka dalam usaha

penanggulangan kemiskinan perlu digali lebih dahulu untuk mengetahui apa

sebenarnya yang menjadi penyebab kemiskinan di daerah tersebut. Berkaitan

dengan upaya penanggulangan kemiskinan tersebut sejumlah program selama ini

telah dilakukan pemerintah terutama didasari oleh prospektif ekonomi masyarakat

setempat.

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini

adalah:

a. Bagaimana pola spasial sebaran kemiskinan di Kabupaten Lebak?

b. Faktor apa sajakah yang menjadi penyebab kemiskinan di Kabupaten

Lebak?

c. Apakah kebijakan pemerintah daerah untuk pengentasan kemiskinan sudah

melihat aspek kewilayahan dan faktor penyebab kemiskinan menjadi

prioritas kebijakan?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk :

a. Menganalisis pola spasial sebaran kemiskinan di Kabupaten Lebak.

b. Menganalisis faktor penyebab kemiskinan di Kabupaten Lebak.

c. Menganalisis kebijakan pemerintah daerah untuk pengentasan kemiskinan

sudah melihat aspek kewilayahan dan faktor penyebab kemiskinan menjadi

prioritas kebijakan.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dan informasi tambahan bagi pemerintah dalam perencanaan

kebijakan tentang masalah kemiskinan di Kabupaten Lebak.