13
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam sendi kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia. Posisi komoditas beras bagi sebagian besar penduduk Indonesia adalah sebagai makanan pokok karena hampir seluruh penduduk Indonesia membutuhkan beras sebagai bahan makanan utamanya disamping merupakan sumber nutrisi penting dalam struktur pangan, sehingga aspek penyediaan menjadi hal yang sangat penting mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar. Pengenalan komoditi beras kepada masyarakat bukan pengkonsumsi nasi telah mengakibatkan permintaan beras mengalami peningkatan sepanjang tahun. Masyarakat Papua yang sebelumnya adalah pengkonsumsi sagu sebagai makanan utama, saat ini telah terbiasa dengan konsumsi nasi dalam keseharian mereka, begitu juga dengan masyarakat Maluku, Sulawesi Utara, Madura dan sebagainya (Widakda, 2009). Dalam penelitian Van (2001) juga mengatakan bahwa beras telah menjadi sumber pangan dominan yang tercermin dari 50 persen total konsumsi nasional. Pada saat ini, 96 persen penduduk Indonesia makan beras ketimbang sumber pangan lainnya. Beras adalah makanan pokok berpati yang banyak dikonsumsi oleh penduduk Indonesia. Lebih dari 50 persen jumlah kalori dan hampir 50 persen jumlah konsumsi protein berasal dari beras. Dengan meningkatnya pendapatan dapat diperkirakan bahwa peranan beras sebagai sumber energi bagi tubuh Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan salah

  • Upload
    domien

  • View
    222

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam sendi kehidupan

sosial ekonomi masyarakat Indonesia. Posisi komoditas beras bagi sebagian besar

penduduk Indonesia adalah sebagai makanan pokok karena hampir seluruh

penduduk Indonesia membutuhkan beras sebagai bahan makanan utamanya

disamping merupakan sumber nutrisi penting dalam struktur pangan, sehingga

aspek penyediaan menjadi hal yang sangat penting mengingat jumlah penduduk

Indonesia yang sangat besar. Pengenalan komoditi beras kepada masyarakat

bukan pengkonsumsi nasi telah mengakibatkan permintaan beras mengalami

peningkatan sepanjang tahun. Masyarakat Papua yang sebelumnya adalah

pengkonsumsi sagu sebagai makanan utama, saat ini telah terbiasa dengan

konsumsi nasi dalam keseharian mereka, begitu juga dengan masyarakat Maluku,

Sulawesi Utara, Madura dan sebagainya (Widakda, 2009).

Dalam penelitian Van (2001) juga mengatakan bahwa beras telah menjadi

sumber pangan dominan yang tercermin dari 50 persen total konsumsi nasional.

Pada saat ini, 96 persen penduduk Indonesia makan beras ketimbang sumber

pangan lainnya.

Beras adalah makanan pokok berpati yang banyak dikonsumsi oleh

penduduk Indonesia. Lebih dari 50 persen jumlah kalori dan hampir 50 persen

jumlah konsumsi protein berasal dari beras. Dengan meningkatnya pendapatan

dapat diperkirakan bahwa peranan beras sebagai sumber energi bagi tubuh

Universitas Sumatera Utara

manusia dimasa mendatang akan semakin besar, oleh karena itu sejak REPELITA

III pemerintah memberikan prioritas pada kebijakan pangan yang mengutamakan

makanan pokok berpati lainnya untuk mengisi kekurangan beras. Mengingat

pentingnya beras untuk rata-rata orang Indonesia akan mengakibatkan

ketidakseimbangan penawaran dan permintaan, jika hal itu terjadi akan

menimbulkan pengaruh yang tidak stabil pada harga-harga serta dapat

menimbulkan reaksi politik dan sosial yang tidak dikehendaki yang cenderung

menghambat kegiatan pembanguan ekonomi secara keseluruhan (Widakda, 2009).

Menurut Suryana dan Mardianto (2001) beras mempunyai peran yang

strategis dalam memantapkan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan

ketahanan atau stabilitas politik nasional. Beras memiliki karakteristik menarik

antara lain: (1) 90 persen produksi dan konsumsi beras dilakukan di Asia;

(2) Pasar beras dunia sangat rendah, yaitu hanya 4-5 persen dari total produksi,

berbeda dengan komoditi tanaman pangan lainnya seperti gandum, jagung dan

kedelai yang masing-masing mencapai 20 persen, 15 persen, dan 30 persen dari

total produksi; (3) Harga beras sangat tidak stabil dibanding dengan produk

lainnya; (4) 80 persen perdagangan beras dunia dikuasai oleh enam negara, yaitu

Thailand, Amerika Serikat, Vietnam, Pakistan, Cina dan Myanmar; (5) Struktur

pasar oligopolistik; (6) Indonesia merupakan Negara net importir sejak tahun

1998; dan (7) Sebagian besar negara di Asia, umumnya beras diperlakukan

sebagai wage goods dan political goods. Oleh karena itu, peran beras dalam

pemenuhan kebutuhan pangan sangat besar.

Universitas Sumatera Utara

Bagi para produsen beras, kenaikan pendapatan mereka berasal dari

kenaikan harga beras. Apabila harga barang-barang lain tidak naik, akan

memungkinkan mereka untuk membeli kebutuhan non beras dengan menjual

beras yang lebih sedikit daripada sebelumnya, sehingga lebih banyak beras yang

disisihkan untuk konsumsi keluarga mereka. Bagi golongan non produsen, jika

pendapatannya tidak mengalami kenaikan, penurunan pendapatan riil karena

kenaikan harga beras menyebabkan mereka mengurangi konsumsi berasnya untuk

membatasi pengurangan kebutuhan non beras (Mubyarto dalam Widakda, 2009).

Elastisitas harga terhadap permintaan beras menunjukkan persentase

perubahan banyaknya beras yang akan dibeli oleh para konsumen sebagai

responnya terhadap perubahan harga relatif beras terhadap barang-barang

subtitusinya. Elastisitas harga terhadap permintaan mencakup subtitusi dan

pendapatan yang sulit dibedakan. Pengaruh dari yang pertama, menerangkan

penurunan konsumsi apabila harga beras naik, akan terjadi pensubtitusian untuk

mempertahankan tingkat konsumsi kalori tertentu, misalnya ke beras yang

harganya lebih murah atau ke bahan makanan lain yang lebih murah. Pengaruh

dari yang kedua berbeda antara produsen beras dengan konsumennya.

Perkembangan Harga beras di Kota Medan cenderung mengalami fluktuasi

selama tahun 1997 - 2012. Lebih lanjut mengenai perkembangan harga beras di

Kota Medan dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut ini :

Universitas Sumatera Utara

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 Gambar 1.1 : Perkembangan Harga Beras di Kota Medan Tahun 1997-2012

Berdasarkan gambar 1.1 di atas diketahui bahwa pada tahun 1998

pertumbuhan harga beras meningkat 2 kali lipat dari tahun 1997, hal ini

disebabkan Indonesia mengalami krisis beras yang paling parah. Harga beras di

pasar semakin meningkat di satu pihak, sedangkan di pihak lain pendapatan riil

masyarakat semakin berkurang dan jumlah orang miskin terus bertambah karena

krisis moneter dan ekonomi yang berlangsung sejak pertengahan tahun 1997,

sehingga sebagian besar masyarakat sulit menjangkau beras yang tersedia di pasar

dan harganya tidak stabil.

Kenaikan harga beras sebenarnya sudah menjadi hal yang biasa terjadi.

Namun, kenaikan harga yang ekstrem dalam waktu relatif singkat menjadi tanda

tanya besar. Tidak hanya faktor alam, faktor perlakuan pasca panen juga turut

berpotensi mempengaruhi masalah ini. Setidaknya ada empat hal yang diduga

menjadi penyebab sulitnya mengontrol kenaikan harga beras saat ini .

Pertama, musim hujan yang datang terlambat pada 2014, seharusnya

datang mulai Oktober, justru turun akhir November. Akibatnya, masa tanam padi

Universitas Sumatera Utara

di sejumlah tempat terpaksa mundur karena asupan air irigasi yang belum

tersedia. Pemicu mundurnya musim hujan diprediksi terkait fenomena El Nino.

Fenomena ini merupakan naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik

sekitar khatulistiwa bagian timur dan tengah. Dampaknya, musim kemarau di

Indonesia menjadi semakin kering dan panjang. El Nino lemah dengan kenaikan

suhu 0,5-1 derajat celsius terjadi sejak bulan Juli dan mengalami puncaknya pada

Agustus hingga November.

Kedua, banjir yang sempat menenggelamkan lahan pertanian di sejumlah

daerah yang mengakibatkan puluhan hektar lahan sawah mengalami gagal panen.

Ketiga, dugaan penimbunan beras yang terjadi di beberapa area pergudangan.

Temuan itu didapati ketika dilakukan inspeksi mendadak oleh sejumlah lembaga

pemerintahan. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, terdapat 10.400

gudang penyimpanan yang dikelola swasta di seluruh Indonesia. Tidak tertutup

kemungkinan kegiatan penimbunan juga terjadi oleh mereka.

Penyebab keempat, adanya mafia beras yang juga dilakukan oknum

internal Perum Bulog. Ditemukan kegiatan pengoplosan antara beras Perum

Bulog dan beras lain, dikemas ulang, dan dijual dengan harga lebih mahal. Selain

itu, terdapat penyalahgunaan delivery order

Berdasarkan Sistem Pemantauan Pasar kebutuhan Pokok, Kementrian

Perdagangan (kemendag), rata-rata harga beras secara nasional mengalami

(DO), yang merupakan dokumen,

sebagai surat perintah penyerahan beras. Delivery order operasi pasar dengan

kemasan 15 kg tercantum nama perusahaan penerima yang tidak sesuai (Kompas,

04 Maret 2015).

Universitas Sumatera Utara

kenaikan hingga Rp. 10.000,- per kg. Harga beras secara Nasional mencapai

Rp.9.895,- per kg atau naik 2,7 persen sejak 1 Februari 2015 (Medan Bisnis,

20 Februari 2015).

Kota Medan merupakan kota terbesar di Sumatera Utara dan juga

merupakan ibu kota Provinsi Sumatera Utara. Kota Medan juga termasuk kedalam

Kota Metropolitan, dimana memiliki pertumbuhan penduduk yang cukup pesat.

Jumlah penduduk merupakan salah satu faktor langsung yang mempengaruhi

permintaan terhadap beras. Seiring dengan itu maka besar pulalah kebutuhan

beras yang dikenal sebagai bahan makanan pokok. Kota Medan sebagai daerah

perkotaan juga masih memiliki lahan pertanian yang ditanami beberapa komoditas

pertanian. Seiring pengembangan kota, dengan banyaknya pembangunan

pemukiman berupa perumahan ataupun pertokoan di Kota Medan mengakibatkan

berkurangnya lahan pertanian yang ada, sehingga luas lahan, luas panen maupun

produksi yang dihasilkan cenderung menurun. Alih fungsi lahan pertanian yang

tidak diimbangi dengan program intensifikasi yang baik mengakibatkan luas lahan

pertanian di Kota Medan cenderung mengalami penurunan. Lahan yang paling

banyak mengalami konversi adalah jenis lahan sawah yang beralih fungsi menjadi

lahan kering, dan menjadi lahan nonpertanian, seperti digunakan untuk bangunan,

industri, perumahan (real estate), pusat bisnis dan sebagainya.

Sebuah penelitian menyebutkan bahwa penyebab utama fenomena

penglaju di Kota Medan dikarenakan adanya pandangan bahwa: (1) bekerja di

kota lebih bergengsi; (2) lebih mudah mencari pekerjaan di kota; (3) tidak ada lagi

yang dapat dikerjakan (diolah) di daerah asalnya; dan (4) upaya mencari nafkah

Universitas Sumatera Utara

yang lebih baik. Dengan demikian, besarnya dorongan untuk menjadi penglaju

tentunya berpengaruh terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan pelayanan umum

yang harus disediakan secara keseluruhan (Sipahutar, 2012).

Umumnya ketersediaan pangan Beras Kota Medan dipasok dari luar Kota

Medan. Karena diketahui Kota Medan bukanlah sebagai sentral produksi padi.

sehingga untuk memenuhi kebutuhan penduduk Kota Medan diperlukan stok yang

cukup banyak mengingat jumlah penduduk yang setiap tahun meningkat. Terlebih

pada saat HBKN permintaan akan pangan tentu semakin meningkat. Ketersediaan

beras yang tertinggi terdapat pada Hari Raya Idul Fitri yaitu sekitar 35.293 ton dan

pada puasa sebesar 31.015 ton. Lalu diikuti pada Natal dan Tahun Baru serta Idul

Adha yaitu sebesar 24.946 ton dan 27.004 ton. Dimana ketersediaan beras saat bulan

normal sebesar 26.737 ton (Fadillah, 2007).

Seiring dengan semakin maraknya alih fungsi lahan untuk pembangunan,

menyebabkan Kota Medan bukanlah merupakan daerah potensial untuk sentral

produksi pertanian. Kota Medan telah berkembang pesat sebagai pusat

perdagangan, jasa, dan industri di Sumatera Utara. Disisi lain, kemajuan tersebut

juga telah mendorong Kota Medan menjadi pasar yang strategis dan potensial

bagi daerah-daerah hinterlandnya dalam memasarkan berbagai komoditas bahan

pangan hasil produksi pertaniannya. Sehingga secara otomatis, Kota Medan dapat

memenuhi ketersediaan dan kebutuhan bahan pangan pokok dan strategis

masyarakatnya (Laurensius, 2010).

Perkembangan kebutuhan berbagai komoditas bahan pangan pokok dan

strategis di Kota Medan pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2009, produksi

beras di Kota Medan secara signifikan terus mengalami penurunan, sementara

Universitas Sumatera Utara

jumlah penduduk yang berkorelasi dengan kebutuhan terhadap beras terus

mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 jumlah penduduk Kota Medan

sebanyak 2.120.436 jiwa dan meningkat menjadi 2.121.053 jiwa pada tahun 2009

hasil produksi beras justru mengalami penurunan yaitu dari 11.452 ton pada tahun

2008 turun menjadi 10.144 ton pada tahun 2009. Sedangkan tingkat swasembada

hasil produksi beras di Kota Medan hanya mampu memenuhi 3,53 persen untuk

kebutuhan masyarakatnya. Dengan demikian, ketersediaan Beras untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat Kota Medan mengalami minus 274.460,54 ton (96,47

persen) pada tahun 2009. Kekurangan ketersediaan dan kebutuhan beras bagi

masyarakat Kota Medan sebesar 96,47 persen tersebut dapat terpenuhi dari

berbagai daerah hinterlandnya yang memiliki lahan pertanian dan sentra produksi

beras di Sumatera Utara seperti Kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai,

Langkat, dan daerah lainnya (Laurensius, 2010).

Meningkatnya kebutuhan beras di Kota Medan, menyebabkan permintaan

dan penawaran terhadap beras juga meningkat. Adapun harga beras yang

ditetapkan adalah sesuai dengan mutu beras tersebut. Pada umumnya, penduduk

yang mempunyai perekonomian yang baik menginginkan beras yang berkualitas

baik sedangkan penduduk yang mempunyai perekonomian standar mengkonsumsi

beras yang bermutu sedang atau standar dan penduduk yang mempunyai

perekonomian lemah hanya mampu mengkonsumsi beras yang bermutu di bawah

standar (rendah). Beragamnya jenis permintaan akan beras ini disebabkan

beragamnya tingkat perekonomian di Kota Medan, sehingga penawaran akan

beras juga beraneka ragam. Sejalan dengan itu pemerintah berupaya untuk

Universitas Sumatera Utara

mengusahakan bagaimana harga beras dapat terjangkau oleh seluruh lapisan

masyarakat dengan mutu yang baik.

Dalam Waspada online (2010), menyebutkan produksi beras Kota Medan

saat ini hanya dapat mencukupi sekitar 3 persen dari besar konsumsi beras Kota

Medan. Jumlah pemenuhan konsumsi beras ini mengalami penurunan seiring

terus berkurangnya potensi lahan pertanian Kota Medan yang selama ini tersebar

di beberapa kecamatan yakni Marelan, Labuhan, dan Medan Deli. Potensi lahan

pertanian Kota Medan seluas 3.900 hektare dengan angka produktivitas lahan

pertanian yang sebesar 4.569 kuintal/hektare, kemudian berkurang menjadi 2.100

hektare pada 2011. Ekstensifikasi pertanian sudah tidak mungkin di Kota Medan

melihat keterbatasan lahan yang ada. sehingga saat ini, Kota Medan dalam

pemenuhan konsumsi pangan beras masih bergantung kepada daerah lain yang

selama ini menjadi sentra penyuplai beras seperti Deli Serdang, Simalungun, dan

Serdang Bedagai.

Komoditas beras memiliki peran yang sangat strategis dalam

memantapkan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi, dan stabilitas politik di

Indonesia. Hal ini ditunjukan dari usaha pemerintah yang selalu berusaha menjaga

stok beras dalam negeri agar tetap mengalami surplus. Dengan terjaganya stok

beras maka harga dipasaran akan lebih stabil.

Terjadinya praktek penimbunan beras menyebabkan harga naik yang

tentunya akan sangat memberatkan masyarakat. Khususnya untuk kalangan

masyarakat ekonomi menengah kebawah. Kurang tegasnya kebijakan pemerintah

dalam menindak pelaku penimbunan beras menyebabkan mereka tidak jera untuk

Universitas Sumatera Utara

melakukannya lagi. Demikian permintaan beras yang terus meningkat akan

membuat harga semakin naik, namunpun demikian mau tidak mau masyarakat

akan tetap membeli untuk kebutuhan hidup. Hal ini merupakan salah satu alasan

pemerintah berupaya bagaimana menstabilkan harga agar tetap dapat di konsumsi

masyarakat.

Ketidakseimbangan antara kuantitas penawaran dan kuantitas permintaan

yang dibutuhkan konsumen merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

fluktuasi harga. Penawaran beras yang dilakukan oleh produsen tidak terjadi

sepanjang tahun karena berkaitan dengan musim tanam. Sedangkan permintaan

oleh konsumen akan berlangsung sepanjang tahun karena konsumsi beras

dilakukan sepanjang tahun mengingat beras merupakan kebutuhan pangan pokok

masyarakat. Ketidakstabilan harga beras juga dipengaruhi oleh trend dan

musiman. Harga beras mengikuti pola musiman dan pola trend yang terjadi.

Harga akan jatuh pada musim panen raya dan meningkat tajam pada musim

paceklik. Ketidakstabilan ini dapat merugikan petani pada saat musim panen dan

memberatkan konsumen pada musim paceklik.

Kebijakan tentang harga beras merupakan dilema bagi masyarakat baik

produsen maupun konsumen. Perubahan harga beras tiba-tiba melonjak tanpa bisa

dikendalikan. Situasi ini mendorong pemerintah melalui Perusahaan Umum

Badan Logistik (Perum Bulog) menggelar Operasi Pasar (OP) di seluruh

Indonesia. Pemerintah akan melakukan Operasi Pasar untuk menstabilkan harga

dan meredam inflasi. Salah satu komoditas yang akan dikendalikan adalah beras

karena kenaikan harga komoditas ini berdampak sangat besar. Operasi Pasar

Universitas Sumatera Utara

bertujuan untuk menurunkan harga beras umum. Dengan demikian peneliti akan

mengkaji mengenai operasi pasar yang dilakukan oleh pemerintah agar terjadi

kestabilan harga beras di pasaran.

Pendapatan perkapita sebagai salah satu indikator untuk melihat tingkat

kemakmuran masyarakat merupakan hasil pembagi antara PDRB dengan jumlah

penduduk. Pendapatan perkapita masyarakat Kota Medan atas dasar harga berlaku

pada tahun 2000 mencapai Rp.6.264.429,65 atau mengalami kenaikan yang cukup

besar bila dibandingkan dengan pendapatan perkapita pada tahun 1993 yaitu

sebesar Rp. 2.402.155,05. Bila didasarkan harga konstan tahun 1993, pendapatan

perkapita masyarakat Kota Medan mengalami peningkatan dari Rp.2.402.155,05

pada tahun 1993 menjadi Rp.2.775.285,56 pada tahun 2000. Angka-angka ini

menunjukkan bahwa dari waktu kewaktu secara umum kesejahteraan masyarakat

Kota Medan semakin meningkat.

Trovero dan Von (dalam Lazzorini 2012) menyebutkan perubahan cuaca

dapat menyebabkan suatu bentuk potensi yaitu seperti banjir, kekeringan yang

pada akhirnya merusak tanaman pangan dan menghambat bentuk pendistribusian

pangan tersebut sehingga pada akhirnya berdampak pada kenaikan harga beras.

Dampak cuaca juga berpengaruh kepada kebijakan perekonomian makro

dikarenakan cuaca merupakan faktor fundamental yang mempengaruhi

signifikansi positif dan negatif terhadap hasil sektor pertanian, serta dampak

perubahan iklim secara langsung berdampak negatif sangat besar terhadap

kenaikan harga dan pertumbuhan produksi pangan terutama beras. Kenaikan

harga beras dapat disebabkan oleh cuaca dikarenakan cuaca memberi pengaruh

Universitas Sumatera Utara

kepada bentuk hasil panen, serta adanya bentuk gagal panen, selain hal tersebut

cuaca juga menyebabkan terganggunya bentuk pola distribusi seperti terjadinya

banjir, tanah longsor yang menyebabkan terhalangnya bentuk distribusi, sehingga

terjadinya kelangkaan akan beras yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya

kecenderungan peningkatan harga beras (Bhanumurthy, et al 2012).

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan pernyataan dan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul yaitu: “Analisis Pengaruh Permintaan dan

Penawaran Beras di Kota Medan”.

Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka didapat rumusan

masalah penelitian dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah Harga Beras, PDRB Perkapita dan Jumlah Penduduk berpengaruh

terhadap Permintaan Beras di Kota Medan.

2. Apakah Harga Beras, Jumlah Penduduk dan Indeks Curah Hujan

berpengaruh terhadap Penawaran Beras di Kota Medan.

3. Apakah PDRB Perkapita dan Indek Curah Hujan berpengaruh terhadap

Harga Beras di Kota Medan.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan

penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh Harga Beras, PDRB Perkapita dan Jumlah

Penduduk terhadap Permintaan Beras di Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara

2. Untuk menganalisis pengaruh Harga beras, Jumlah Penduduk dan Indeks

Curah Hujan terhadap Penawaran Beras di Kota Medan.

3. Untuk menganalisis pengaruh PDRB Perkapita dan Indek Curah Hujan

terhadap Harga Beras di Kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan bagi pengambilan keputusan dalam permintaan

dan penawaran beras di Kota Medan

2. Sebagai bahan masukan bagi pihak yang membutuhkan, baik untuk

kepentingan akademis maupun kepentingan non akademis

3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti lainnya yang

berhubungan dengan permintaan dan penawaran beras di Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara