Upload
nor-ubudiah-seti
View
218
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
oooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo
Citation preview
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS
Nama : Tn. EA NR : 080088
Usia : 38 tahun Ruangan : P. Salawati
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jln. Sungai Rt 002/ 006 marunda – jakarta timur
Tanggal Masuk : 01 Desember 2012
Tanggal keluar : 31 Desember 2012
Masuk Pukul : 20.30
Pekerjaan : tentara
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
B. ANAMNESA
1. KeluhanUtama : pasien datang dengan anjuran operasi tangan kanan dari poli
bedah
2. KeluhanTambahan : nyeri saat menggerakan bahu kanan
3. Riwayat Penyakit Sekarang: pasien datang dengan anjuran operasi pada tangan kanan.
Pasien memiliki riwayat kecelakaan pada tanggal 20 oktober 2012. Dan sudah
dilakukan operasi pada tangan kanan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pada tanggal 20 oktober 2012 os dibawa dari RS. Koja dengan CKR + vulnus
laseratum akibat kecelakaan lalu lintas pada jam 02.15 WIB. Os berdua dengan
temannya mengendarai motor pada malam hari didaerah tanjung priuk lalu menabrak
truk container yang sedang terparkir dijalan. Os terlempar dan tidak sadarkan diri. Saat
itu terdapat luka robek di pelipis kanan, nyeri dibagian leher dan pinggang. Luka sudah
di jahit, hidung dan mulut mengeluarkan darah. Os tampak gelisah dengan GCS
E4V5M6. Diagnosa saat itu adalah CKR, Open Fraktur Galeazzi sinistra + open
Fraktur 1/3 distal os> Radius dekstra + closed fraktur metacarpal IV-V + cloced
fraktur mandibula + closed fraktur Os. Zygomaticum sinistra. Pada tanggal 30/11/ 12
foto rontgent antebrachii dextra dan sinitra terdapat kesan delayed union dextra
antebrachii dan telah dilakukan ORIF dan pemasangan gips dengan semi tubular plate
1
5 hole k_wire + 5 screw. Sudah dilakukan operasi pada fr. Symphysis Mandibula pada
tanggal 6 november 2012 dan fr. Zygomatikum pada tanggal 30 november 2012.
- Riwayat trauma sebelumnya disangkal
- Riwayat alergi obat di sangkal oleh pasien
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat Penyakit jantung disangkal
- Riwayat Hipertensi disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus disangkal
- Riwayat mengkonsumsi obat disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat alergi obat di sangkal oleh pasien
- Riwayat asma disangkal
- Riwayat Penyakit jantung disangkal
- Riwayat Hipertensi disangkal
- Riwayat Diabetes Melitus disangkal
.
C. PEMERIKSAAN UMUM
1. Primary Survey
A: Clear
B: Spontan, RR 22 x/menit
C: TD 140/100 mmHg, FN 88 x/menit
D: GCS 15 (E4V5M6), compos mentis
2. Status Generalis
a. Kepala : Normocephal
b. Mata :
Konjungtiva/Sklera : Conjungtiva Anemis -/-, Sklera Ikterik -/-,
Kornea : Jernih pada kedua mata kanan dan kiri
Pupil : Isokor +/+, refleks cahaya +/+
c. THT :
Telinga : Lubang telinga lapang , cairan (-), darah(-)
Bibir : Vulnus(-), hematom (-)
Hidung : Deformitas (-/-), sekret (-/-)
Tenggorokan : Hiperemis (-), Tonsil T0 – T0
2
d. Leher : trakea terletak di tengah, tidak ada deviasi, tidak ada luka
e. Thoraks :
Bentuk : Tidak ada kelainan, jejas (-)
Pergerakan : Pergerakan hemithorax kiri dan kanan simetris dalam
keadaan statis dan dinamis
f. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba, tidak kuat angkat
Perkusi :
- Batas kanan atas : ICS II LPS dextra
- Batas kiri atas : ICS II LPS sinistra
- Batas kanan bawah : ICS IV LPS dextra
- Batas kiri bawah : ICS VI LMC sinistra 2 cm lateral
Auskultasi : Bunyi jantung I – II murni reguler, murmur (-),
gallop (-)
g. Paru
Inspeksi : Pergerakan dada simetris, statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus vokal : kanan = kiri
Perkusi : Perkusi sonor pada seluruh lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : Suara nafas vesikular pada lapang paru kanan dan
kiri, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
h. Abdomen
Inspeksi : Perut datar, jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Defans muscular (-), nyeri tekan epigastrium (-)
Hepar : Tidak teraba pembesaran
Lien : Tidak teraba pembesaran
Perkusi : Tympani, Nyeri ketuk (-)
3. Status Lokalis (Regio Antebrachii Dekstra)
Look : Terpasang elastic verband kiri
Tampak jahitan hasil operasi pada tangan kanan.
Feel : Nyeri tekan (+), CRT<2”, akral hangat, NVD:
Neuro :
3
- Motorik : N. radialis baik (dibuktikan dengan ekstensi jari I, II, III, IV
dan V, abduksi jari I), N. medianus baik(dibuktikan dengan
fleksi jari I, II, III, IV dan V, ekstensi jari IV dan V , abduksi jari I, oposisi
jari I), N. ulnaris baik (dibuktikan dengan fleksi, ekstensi dan abduksi jari II, III,
IV dan V, adduksi jari I, II, III, IV dan V)
- Sensorik :Nyeri (+), dibuktikan dengan menggunakan jarum. Taktil (+),
dibuktikan dengan sentuhan halus menggunakan kapas. Membedakan dua titik
(+), dibuktikan dengan menggunakan clip yang dibentuk seperti huruf “V”
dengan jarak 0,5 cm.
Vaskular :a. radialis dan a. ulnaris teraba (irama teratur, isi adekuat)
Move : Range of movement terbatas pada wrist joint
- Pronasi : Nyeri dan terbatas
- Supinasi : Nyeri dan terbatas
- Fleksi : Nyeri dan terbatas
- Ekstensi : Nyeri dan terbatas
- Aktif : Nyeri dan terbatas
- Pasif : Nyeri dan terbatas
Pemeriksaan Penunjang pada tanggal 30/11/2012
1. Hasil rontgen thorax didapatkan tidak ada kelainan
2. Hasil pemeriksaan laboratorium darah 30/11/12
Pemeriksaan Nilai normal Hasil GDSBleeding timeClothing timeSGOTSGPTDarah rutin :LeukositEritrositHemoglobin (Hb)Hematokrit (Ht)TrombositLEDDiff.count:BasofilEusinofilBatangSegmenLimfositMonosit
< 200 mg%1-6 menit10- 16 menitP : < 35P : < 41
5000P : 4,5- 5,5 P : 14 – 18P : 43 – 51150.000 – 400.000P < 10
0-1%2-4%2-6%50-70%20-40%2-8%
122 mg%2’ menit12’ menit532555
69004,5311,937294.00048
-1-64355
4
Pemeriksaan tgl 2/12/12 Nilai normal Hasil Bilirubin total Bilirubin directBilirubin indirectSGOTSGPT
1-1, 2 mg/dl< 0,2 mg/dl< 0,9 mg/dlP < 35 u/lP < 41 u/l
1,17 mg/dl0,71 mg/dl0,46 mg/dl408 u/l560 u/l
Tanggal 3/12/12HbSAg Anti HcV
Negatifnegatif
NegatifNegatif
Tanggal 5/12/12SGOTSGPT
P < 35 u/lP < 41 u/l
255429
Tanggal 6/12/12Anti HAV:IgM Anti HAV Negatif Negatif
Resume
Nyeri pada tangan kiri pasca kecelakaan lalu lintas 2 bulan yang lalu. Riwayat operasi pada
tangan kanan sebelumnya. Keadaan umum tampak sakit sedang dengan kesadaran compos
mentis. Tekanan darah 140/100 , nadi 90x/mnt, pernapasan 20 x/mnt, suhu 36,2o, status
lokalis tampak elastis verban pada tangan kiri, tampak bekas luka operasi pada tangan kanan.
Tangan kiri agak kaku sudah digerakan.
D. DIAGNOSIS
CKR, Open fraktur Galeazzi sinistra + Closed fraktur 1/3 distal oa. Radius dextra
+closed fraktur Metacarpal IV-V + closed fracture mandibula + closed fraktur
zygomaticum
Hipertensi grade II
Kelainan fungsi hepar
E. PENATALAKSANAAN
1. Telah dilakukan Open Reduction Internal fixation (ORIF) sinistra pada tanggal
30/11/12 .
2. Pada tgl 30/11/12 dilakukan reposisi + gips antebrachii dextra.
foto antebrachii sinistra + gips tanggal 3/11/12
5
3. Tanggal 18 desember 2012 Telah dilakukan Open Reduction Internal fixation (ORIF)
dextra dan pemasangan K-wire pada metacarpal V proximal.
Hasil follow up pada tanggal 20/11/12 Post ORIF Fraktur Galeazzi sudah dilakukan
pelepasan gips dan diberikan osteocal, meloxicam
Pada tanggal 30/11/12 dilakukan rontgent AP dan lateral antebrachiin dextra dan sinistra
6
foto manus AP dextra tanggal 31/10/12
7
foto manus lateral dextra tanggal 31/10/12Didapatkan Delayed union dextra antebrachii dan rencana dilakukan ORIF tanggal
3/11/12 jam 8.00 WIB.
Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Tgl 7/12/12
10/12/12 12/12/12 13/12/12 17/12/12 20/12/12
SGOTSGPT
199328
108216
89157
69139
4479
5255
Tetapi dikarenakan SGOT dan SGPT pasien tinggi maka dilakukan pada tanggal 18
desember 2012.
LAPORAN OPERASI Pada tanggal 18 Desember 2012
Ahli Bedah : Dr. Nurrobi Sp.OT
Ahli Anestesi : Dr. Lila Sp. An
Cara Pembiusan : General Anestesi
Diagnosis : Fraktur galeazzi + Fraktur metacarpal V
Macam Operasi : ORIF
Laporan Kasus :
Pasien terlentang dengan General anestesi
8
Inssi pada antebrachii
Didapatkan fraktur radius obliq
Dilakukan ORIF dengan small DCP 7
Cek stabilitas distal radial ulna joint
Piano key sign negatif
Jahit lapis demi lapis
Kulit subkutis
Dilanjukan insisi dorsum manus
Didapatkan fraktur metacarpal V proximal intraarticular
Dilakukan ORIF dengan K wire (cross pinniy)
Jahit lapis demi lapis
Kulit subkutis
Operasi selesai
Instruksi Pasca operasi
RL 20 tetes/menit
Inj. Ceftriaxon 3 x 1gr selama 2 hari
Inj. Ketorolac 3 x 1gr selama 2 hari
Bila os sudah sadar dapat diberikan minum sedikit demi sedikit
Foto rongten antebrachii dan manus
GV setiap 2 hari
Follow up tanggal 19/12/12
S : nyeri pada daerah operasi +, bagian tangan kanan bengkak. pusing+,mual +, muntah-,
flatus +, bab -
O : KU : TSS ; Kesadaran compos mentis
Tekanan darah : 140/100 ; nadi : 90x/ menit; RR : 20x ; S : 36
regio antebrachii dextra : tampak daerah operasi tertutup perban elastic, rembesan darah -,
udem +, nyeri tekan +, ROM sendi tangan keterbatasan gerak karena nyeri.
A : Post ORIF et causa closed fracture galeazzi & fracture metacarpal V sinistra
P : cefadrocxil 3x1
paracetamol 3 x 500 mg
kalltrol 2x1
livercare 2 x1
9
methivon 2x1
F. KOMPLIKASI
Tidak ditemukan adanya komplikasi.
G. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungtional : dubia ad bonam
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. FRAKTUR
1. Definisi
Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang
rawan sendi.
2. Klasifikasi
Secara klinis, fraktur dibagi menurut ada-tidaknya hubungan patahan tulang
dengan dunia luar, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur terbuka
memungkinkan masuknya kuman dari luar ke dalam luka. Patah tulang terbuka
dibagi menjadi tiga derajat (Gustilo-Anderson classification), yang ditentukan oleh
berat ringannya luka dan fraktur yang terjadi.
Derajat luka terbuka:
Tipe I
- Luka kurang dari 1 cm dengan cedera jaringan lunak minimal
- Dasar luka bersih
- Fraktur biasanya melintang sederhana, fraktur oblik pendek dengan kominusi
minimal
Tipe II
- Luka lebih besar dari 1 cm dengan cedera jaringan lunak moderat
- Fraktur biasanya melintang sederhana, fraktur oblik pendek dengan kominusi
minimal
Tipe III
Fraktur yang melibatkan kerusakan parah pada jaringan lunak, termasuk struktur
otot, kulit dan neurovaskular. Beberapa pola yang diklasifikasikan sebagai tipe III:
- Fraktur terbuka segmental (terlepas dari ukuran luka)
- Luka tembak kecepatan tinggi dan luka tembak jarak dekat
- Fraktur terbuka dengan cedera neurovaskular
- Cedera pada orang yang bekerja di pertanian dengan kontaminasi tanah pada
luka (terlepas dari ukuran luka)
- Trauma amputasi
- Fraktur terbuka lebih dari 8 jam
11
- Korban bencana alam atau korban perang
Subtipe IIIA, jaringan lunak masih adekuat tanpa memandang luas luka. Termasuk
didalamnya fraktur segmental atau fraktur kominutif.
Subtipe IIIB, hilangnya jaringan lunak disertai pengikisan jaringan periosteal dan
tulang tampak dari luar.
Subtipe IIIC, fraktur dengan cedera arteri utama yang membutuhkan perbaikan
segera untuk mempertahankan bagian distal dari fraktur.
Gambar 2.1. Klasifikasi fraktur terbuka Gustilo dan Anderson
Diunduh dari: http://www.netterimages.com/images/vpv/000/000/008/8211-0550x0475.jpg
Menurut garis frakturnya, patah tulang dibagi menjadi fraktur komplit atau inkomplit
(termasuk fisura dan greenstick fracture), transversa, oblik, spiral, kompresi, simple,
kominutif, segmental, kupu-kupu dan impaksi (termasuk impresi dan inklavasi).
12
Gambar 2.2. Fraktur komplit (kiri) dan inkomplit (kanan)
Diunduh dari: http://www.drtummy.com/images/stories/fractures/complete_fracture.jpg (kiri)
http://cal.vet.upenn.edu/projects/saortho/chapter_11/11F2.jpg (kanan)
Gambar 2.3.
Klasifikasi
fraktur
berdasarkan
garis fraktur
A. Fisura
tulang
disebabkan
oleh cedera
tunggal
hebat atau
oleh cedera
terus-
menerus
yang cukup
lama
13
B. Patah tulang oblik
C. Patah tulang transversa
D. Patah tulang kominutif
E. Patah tulang segmental
F. Patah tulang kupu-kupu
G. Green stick fracture, periosteum tetap utuh
H. Patah tulang kompresi
I. Patah tulang impaksi
J. Patah tulang impresi
K. Patah tulang patologis akibat tumor tulang atau proses destruktif lain
Sumber: De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. EGC: Jakarta. 2011. Hal: 1041
Berdasarkan ada tidaknya pergeseran dari fragmen fraktur dibagi menjadi: displaced
dan undisplaced.
- Fraktur undisplaced (tidak bergeser). Garis patah komplit tetapi kedua fragmen
tidak bergeser.
- Fraktur displaced. Terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut
dislokasi fragmen.
1. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
2. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
3. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauhi).
14
Gambar 2.4. Pembagian berdasarkan pergeseran fraktur
Sumber: Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara: Tangerang. 2008. Hal:
459
3. Diagnosa Fraktur
Dalam menegakkan diagnose fraktur harus disebutkan jenis tulang atau bagian tulang
yang mempunyai nama sendiri, kiri atau kanan, bagian mana dari tulang (proksimal,
tengah atau distal), komplit atau tidak, bentuk garis patah, bergeser atau tidak bergeser,
terbuka atau tertutup dan komplikasi bila ada. Sebagai contoh:
- Fraktur femur dekstra 1/3 proksimal garis patah oblik dislocatio ad latus terbuka
derajat satu neurovascular distal baik.
- Fraktur humerus sinistra 1/3 distal garis patah oblik dislocatio ad axim tertutup
dengan paralisis nervus radialis.
Anamnesa
Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci kapan
terjadinya, jenisnya, berat-ringannya trauma, arah trauma dan posisi pasien atau
ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan lupa untuk meneliti
kembali trauma di tempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada dan
perut.
Pemeriksaan Umum
Dicari kemungkinan komplikasi umum, misalnya: syok pada fraktur multiple, fraktur
pelvis atau fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka terinfeksi.
Pemeriksaan Status Lokalis
Tanda-tanda klinis pada fraktur tulang panjang:
a. Look, cari apakah terdapat:
15
- Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal (misalnya pada fraktur
kondilus lateralis humerus), angulasi, rotasi dan shortening.
- Functio laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur tibia tidak dapat
berjalan.
- Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan.
b. Feel, apakah terdapat nyeri tekan.
c. Move, untuk mencari:
- Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak
dilakukan karena menambah trauma.
- Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif atau pasif.
- Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu
dilakukan, range of joint movement(derajat dari ruang lingkup gerakan sendi)
dan kekuatan.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menentukan jenis dan kedudukan fragmen
fraktur. Foto Roentgen harus memenuhi beberapa syarat (rule of two):
Dua pandangan
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X tunggal dan
sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut pandang (AP & Lateral/Oblique).
Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur atau angulasi.
Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga patah,
atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di bawah fraktur
keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.
Dua tungkai
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto pada
tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.
Dua cedera
Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari 1 tingkat. Karena
itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto sinar-X pada
pelvis dan tulang belakang.
Dua kesempatan
16
Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat, kalau ragu-ragu, sebagai
akibat resorbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian dapat
memudahkan diagnosis.
4. Tatalaksana Fraktur
Tujuan penanganan fraktur adalah supaya tulang sembuh dalam posisi yang
sedemikian rupa sehingga fungsi dan kosmetik tidak menjadi cacat serta dapat
kembali ke pekerjaan dan aktivitasnya seawal mungkin.
Untuk mencapai tujuan ini, maka harus dilakukan prinsip penanggulangan cedera
musculoskeletal yang terdiri dari:
1. Recognition (mengenali). Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa
saja yang terjadi, baik pada jaringan lunak maupun tulangnya. Mekanisme trauma
juga harus diketahui.
2. Reduction (mengembalikan). Berarti mengembalikan jaringan atau fragmen ke
posisi semula (reposisi). Dengan kembali ke bentuk semula, diharapkan bagian
yang sakit dapat berfungsi kembali dengan maksimal.
3. Retaining (mempertahankan). Adalah tindakan mempertahankan hasil reposisi
dengan fiksasi (immobilisasi). Hal ini akan menghilangkan spasme otot pada
ekstremitas yang sakit sehingga terasa lebih nyaman dan sembuh lebih cepat.
4. Rehabilitation. Berarti mengembalikan kemampuan anggota yang sakit agar dapat
berfungsi kembali.
Penanganan fraktur dapat dilakukan secara tertutup atau konservatif dan dapat juga
dengan cara terbuka atau operatif.
1. Terapi konservatif, terdiri dari:
a. Proteksi saja, misalnya mitela untuk fraktur collum humeri dengan kedudukan
baik.
b. Immobilisasi saja tanpa reposisi, misalnya pemasangan gips pada fraktur
inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik.
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips, misalnya pada fraktur
suprakondilus. Reposisi dapat dalam anestesi umum atau lokal.
d. Traksi, untuk reposisi secara perlahan. Pada anak-anak dipakai traksi kulit.
Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg. untuk traksi
dewasa/traksi definitive harus traksi skeletal berupa balanced traction.
2. Terapi operatif terdiri dari:
17
a. Reposisi terbuka, fiksasi interna.
b. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna.
Prinsip terapi pada fraktur tertutup adalah:
1. Membatasi kerusakan jaringan lunak dan mempertahankan penutup kulit
2. Mencegah atau sekurang-kurangnya mengetahui pembengkakan kompartemen
3. Memperoleh penjajaran (alignment) fraktur
4. Memulai pembebanan dini (pembebanan membantu penyembuhan)
5. Memulai gerakan sendi secepat mungkin
6. Komplikasi Fraktur
Komplikasi patah tulang dibagi menjadi komplikasi segera, komplikasi dini dan
komplikasi lambat. Komplikasi segera terjadi pada saat terjadinya patah tulang atau
segera setelahnya; komplikasi dini terjadi dalam beberapa hari setelah kejadian; dan
komplikasi lambat terjadi lama setelah patah tulang. Ketiganya dibagi lagi masing-
masing menjadi komplikasi lokal dan umum.
a. Komplikasi segera
Lokal:
- Kulit dan otot; berbagai vulnus, kontusio, avulsi
- Vaskular; terputus, kontusio, perdarahan
- Organ dalam; jantung, paru-paru, hepar, limpa (pada fraktur kosta), buli-
buli (pada fraktur pelvis)
- Neurologis; otak, medulla spinalis, kerusakan saraf perifer
Umum:
- Trauma multiple
- Syok
b. Komplikasi dini
Lokal:
- Nekrosis kulit-otot, sindroma kompartemen, thrombosis, infeksi sendi,
osteomyelitis
Umum:
- ARDS, tetanus
c. Komplikasi lama
Lokal:
18
- Tulang: malunion, nonunion, delayed union; osteomyelitis; gangguan
pertumbuhan; patah tulang rekuren
- Sendi: ankilosis, penyakit degeneratif sendi pasca trauma
- Miositis osifikan
- Distrofi reflex
Umum:
- Batu ginjal (akibat immobilisasi terlalu lama di tempat tidur)
- Neurosis pasca trauma
B. DISLOKASI
1. Definisi
Dislokasi atau disebut juga luksasio adalah tergesernya permukaan tulang yang
membentuk persendian terhadap tulang lainnya.
2. Diagnosis Dislokasi
Dislokasi dapat berupa lepas komplit (cerai sendi) atau parsial (dislokasi inkomplit),
atau subluksasi. Bila ligament atau kapsul sendi tidak sembuh dengan baik atau bila
trauma minimal, luksasio mudah terulang kembali dan disebut sebagai luksasio
habitualis.
Anamnesis
a. Ada trauma. Cedera pada sendi dapat mengenai bagian permukaan tulang yang
membuat persendian dan tulang rawannya, ligament atau kapsul sendi rusak.
Darah dapat mengumpul di dalam simpai sendi yang disebut hemartrosis.
b. Mekanisme trauma yang sesuai, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada
dislokasi anterior sendi bahu.
c. Ada rasa sendi keluar
Pemeriksaan Klinis
a. Deformitas
b. Nyeri
c. Functio laesa, misalnya bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu.
Pemeriksaan Radiologis
Untuk memastikan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur.
19
3. Tatalaksana Dislokasi
Dislokasi harus ditangani segera karena penundaan tindakan dapat menimbulkan
nekrosis avascular tulang persendian serta kekakuan sendi. Dalam fase syok lokal
(antara 5-20 menit setelah kejadian) terjadi relaksasi otot sekitar sendi dan rasa baal
(hipestesia). Karena itu, reposisi dapat dilakukan tanpa narcosis. Setelah fase syok
lokal terlewati, reposisi harus dilakukan dengan anestesi. Prinsip reposisi tertutup
adalah melakukan gerakan yang berlawanan dengan gaya trauma, kontraksi atau tonus
otot. Reposisi tidak boleh dilakukan dengan kekerasan. Sebaiknya diberikan anestesi
agar tidak terasa nyeri dan spasme otot sekitar menjadi kendur. Apabila reposisi
tertutup tidak berhasil, mungkin telah terjadi rupture simpai sendi dengan akibat
gangguan perdarahan bonggol sendi atau interposisi fragmen tulang. Sebaiknya
dilakukan pemeriksaan Roentgen atau pemeriksaan penunjang lain yang
memperlihatkan keadaan sendi secara jelas dan reposisi harus dilakukan secara bedah.
Mobilisasi segera dilakukan setelah waktu penyembuhan jaringan lunak selesai, yaitu
sekitar 2-3 minggu pasca cedera.
C. ANATOMI LENGAN BAWAH
1. Tulang
Antebrachii terdiri dari dua tulang, yaitu ulna dan radius. Dimana dalam posisi
anatomi tulang ulna adalah yang paling dekat dengan tubuh.
Gerakan utama dari lengan bawah adalah rotasi: kemampuan untuk mengubah telapak
tangan ke atas atau bawah. Ulna tidak bergerak sementara radiuslah yang berputar.
Patah tulang lengan bawah dapat mempengaruhi kemampuan untuk memutar lengan,
serta menekuk dan meluruskan pergelangan tangan.
20
Gambar 2.5. Anatomi
tulang radius dan ulna
Diunduh dari:
http://
www.netterimages.com/images/vpv/000/000/036/36672-0550x0475.jpg
2. Saraf
Nervus ulnaris
Saraf ulnar memanjang di belakang epikondilus medial. Saraf ini menginervasi m.
flexor carpi ulnaris, bagian medial m. flexor digitorum profundus dan otot-otot
intrinsic tangan.
21
Gambar 2.6. Nervus ulnarisDiunduh dari: http://www.netterimages.com/images/vpv/000/000/004/4611-0550x0475.jpg
Nervus Medianus
Nervus medianus masuk ke lengan bawah melalui celah antara caput ulna dan radius.
Berjalan turun ke m. flexor digitorum superficialis. Cabangnya nervus interosseus
anterior menginervasi index, dan juga m. flexor digitorum profundus, m. flexor pollicis
longus dan m. pronator quadratus.
22
Gambar 2.7. Nervus medianus
Diunduh dari: http://www.netterimages.com/images/vpv/000/000/051/51639-0550x0475.jpg
Nervus Radialis
Di dalam fossa cubiti nervus radialis bercabang menjadi dua superfisial (sensorik) dan
dalam (motorik). Nervus radialis superfisial menginervasi sensorik pada punggung
pergelangan tangan dan tangan. Cabang yang dalam menginervasi otot-otot ekstensor
pada lengan bawah. Berjalan ke dalam menginervasi m. supinator dan keluar sebagai
n. interosseus posterior.
23
Gambar 2.8. Nervus radialis
Diunduh dari: http://www.netterimages.com/images/vpv/000/000/004/4452-0550x0475.jpg
3. Pembuluh Darah
Tedapat dua arteri utama pada daerah lengan bawah yaitu a. radialis dan a. ulnaris.
24
Gambar 2.9. Pembuluh darah daerah antebrachii
Diunduh dari: http://radiographics.rsna.org/content/28/1/e28/F1.large.jpg
D. FRAKTUR GALEAZZI
1. Definisi
Fraktur Galeazzi adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius 1/3 distal atau 1/3
tengan dengan dislokasi radio ulnar joint. (2,3)
2. Epidemiologi
25
Fraktur Galeazzi mencapai 3-7% dari semua patah tulang lengan bawah. Terdapat
paling sering pada pria. Meskipun fraktur Galeazzi jarang dilaporkan, fraktur ini
diperkirakan mencapai 7% dari seluruh fraktur lengan bawah pada orang dewasa.
3. Etiologi
Penyebab dari fraktur Galeazzi biasanya akibat menahan beban tubuh saat terjatuh
sehingga menyebabkan hiperpronasi dari antebrachii.
Fraktur Galeazzi atau Piedmont fracture mengacu pada fraktur diaphysis radial di 1/3
tengah dan distal dengan distruption terkait dari sendi radioulnar distal. itu juga telah
disebut sebagai “fracture of necessity” karena memerlukan reduksi terbuka dan
internal fiksasi yang memberikan hasil terbaik. Hal ini terjadi sekitar tiga kali lebih
banyak dibandingkan fraktur Monteggia.
Empat deformasi besar yang berhubungan pada hilang penurunan reduksi jika tanpa
operatif :
a. Berat tangan : cenderung pada fraktur angulasi bagian dorsal dan menyebabkan
subluksasi dari radioulnar distal joint.
b. Insersi pronatur m. quadrates: cenderung pronasi bagian fragmen distal dengan
pergeseran proksimal dan volar
c. Brachioradialis : cenderung dikarenakan pergeseran dan pemendekan bagian proximal
d. Ekstensor dan abductor ibu jari : hasil pemendekan dan relaksasi dari ligament
collateral radial, akibat pergeseran fraktur walaupun sudah dilakukan imobilisasi
pergelangan tangan pada deviasi ulnar.
Sebuah fraktur Galeazzi menunjukkan fraktur ulna distal terkait dengan gangguan dari
sendi radioulnar distal.
4. Mekanisme trauma
Fraktur diapghyseal radial dapat disebabkan oleh trauma langsung atau tidak
langsung trauma, seperti jatuh ke tangan terulur
Bagian dua pertiga radial proksimal dilindungi oleh otot-otot ekstensor; dengan
demikian, cedera paling parah cukup untuk menghasilkan proksimal fraktur
poros rasial biasanya mengakibatkan patah tulang ulna. juga, posisi anatomi
26
jari-jari dalam kegiatan fuctional paling membuat kurang rentan terhadap
trauma langsung pada tulang ulna
Fraktur Galeazzi mungkin disebabkan traua langsung ke pergelangan tangan,
biasanya pada aspek dorsolateral, atau dari jatuh ke tangan terentang dengan
pronasi lengan
Sebaliknya Galeazzi fraktur mungkin akibat dari jatuh ke tangan terentang dengan
supinasi lengan
5. Manifestasi Klinis
Keluhan yang dirasakan pasien bervariasi tergantung dari tingkat keparahan
dan pregeseran fraktur tersebut. Nyeri, bengkak, dan nyeri tekan didaerah
fraktur tersebut.
Menilai Range of motion (ROM), termasuk supinasi dan pronasi. Jarang, rotasi
lengan yang terbatas mungkin terjadi dislokasi kepala radial di samping fraktur
diphyseal.
Fraktur Galeazzi biasanya hadir dengan nyeri pergelangan tangan atau nyeri lengan bawah garis tengah yang diperburuk dengan penekanan pada sendi radioulnar distal tambahan fraktur poros radial.
Jarang terjadi kerusakan pada system neurovascular.
6. Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis fraktur Galeazzi dikonfirmasi pada pemeriksaan radiografi.Standar
anteroposterior (AP) dan lateral, yang harus mencakup pergelangan tangan, lengan dan
siku. Radiografi dari ekstremitas kontralateral dapat diambil untuk perbandingan.
Gambar 2.6. Roentgen AP fraktur Galeazzi
Diunduh dari:
http://img.medscape.com/pi/emed/ckb/orthopedic_surgery/1230552-1239331-2184.jpg
27
7. Penatalaksanaan
Mirip dengan penatalaksaan pada fraktur monteggia, pada fraktur Galeazzi langkah
yang terpenting adalah mengembalikan panjang tulang ygang mengalami fraktur.
Closed reduction sering berhasil pada anak-anak, sedangkan pada orang dewasa
reduction yang terbaik adalah dengan operasi terbuka dan compression plating dari os
radius. Sinar x-ray dapat dilakukan untuk memastikan bahwa bagian distal dari radio-
ulnar joint telah berkurang. Ada tiga kemungkinan:
1. Bagian distal dari radioulnar joint telah berkurang
Tidak memerlukan tindakan lanjutan. Tangan pasien diistirahatkan beberapa hari,
sambil tetap mel;akukan sedikit gerakan. Radioulnar joint tetap harus dilakukan
pengecekan, baik secara klinis maupun radiologi, selama 6 bulan.
2. Radioulnar joint berkurang tetapi tidak stabil
Lengan bawah harus diimobilisasi dalam keadaan stabil (biasanya dalam posisi
supinasi), bila perlu ditambahkan dengan transverse K- wire. Pada lengan bawah
dipasang splint diatas siku selama 6 minggu
3. Radioulnar yang tereduksi
8. Komplikasi
a. Malunion
pengurangan nonanatomic dari patah tulang jari-jari dengan kegagalan
untuk mengembalikan keselarasan rotasi atau busur lateral yang dapat
mengakibatkan hilangnya supinasi dan pronasi dan jangkauan gerak yang
menyakitkan. ini mungkin memerlukan impaksi ulnocarpal osteotomy
atau distal. dalam kasus seperti itu, perawatan harus dilakukan untuk
melestarikan ulnar tersebut
b. Nonunion
ini jarang terjadi dengan fiksasi stabil tapi mungkin memerlukan cangkok
tulang
28
c. Sindrom kompartemen
kecurigaan klinis harus diikuti oleh pemantauan tekanan kompartemen
dengan fasciotomy muncul jika didiagnosa sindrom kompartemen
d. Radioulnar synostosis
ini jarang terjadi (insidensi 3% sampai 9,4%); meningkatnya risiko
dengan crush injury atau cedera kepala tertutup. itu mungkin memerlukan
eksisi Surical jika keterbatasan fungsional pada supinasi dan pronasi
e. Dislokasi yang berulang
mungkin timbul sebagai akibat dari malreduction radial dan menekankan
perlunya pemulihan anatomi fraktur radial untuk memastikan
penyembuhan yang memadai dan fungsi biomekanik dari sendi radioulnar
distal
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Ekstermitas Superior:
Lengan Bawah. EGC: Jakarta. 2006. Hal: 467.
2. Apley Graham and Louis Solomon. Buku Ajar Ortopedi and Fracture Sistem Apley. Edisi
Ketujuh. EGC: 2012
3. Koval J Kenneth. Handbook of Fracture. Second edition. Lippincott Williams and
Wilkins: 2002.
4. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fraktur dan Dislokasi. Binarupa Aksara:
Tangerang. 2008. Hal: 457.
5. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Galeazzi Fraktur Dislokasi. Binarupa
Aksara: Tangerang. 2008. Hal: 471.
6. Greene WB. Netter`s Orthopaedic. 1st Edition. Elbow and Forearm. Elsevier: Philadelphia.
2006.
7. Ertl JP. Galeazzi Fracture: Overview. 2010. Diakses pada tanggal 9 Februari 2012.
Tersedia di: http://emedicine.medscape.com/article/1239331-overview#showall
8. Ertl JP. Galeazzi Fracture: Workup. 2010.Diakses pada tanggal 9 Februari 2012. Tersedia
di: http://emedicine.medscape.com/article/1239331-workup
9. Ertl JP. Galeazzi Fracture: Surgical Therapy. 2010.Diakses pada tanggal 9 Februari 2012.
Tersedia di: http://emedicine.medscape.com/article/1239331-treatment
10. Fernandez JA, Valencia. Gustilo Open Fracture Classification. 2009.Diakses pada
tanggal 9 Februari 2012.Tersedia di:
http://www.orthopaedia.com/display/Main/Gustilo+Open+Fracture+Classification
11. Anonim. Adult Forearm Fracture. 2011. Diakses pada tanggal 9 Februari 2012.
Tersedia di: http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00584
30