70
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Semakin berkembangnya ilmu ortodontik dalam bidang kedokteran gigi semakin banyak pula orang yang ingin memperbaiki posisi gigi mereka yang tidak teratur. Perawatan ortodontik bertujuan untuk mengoreksi maloklusi sehingga diperoleh oklusi yang sehat secara funsgional maupun estetis. 1 Maloklusi adalah penyimpangan letak gigi atau malserasi lengkung gigi diluar rentang kewajaran yang dapat diterima. Maloklusi juga dapat diartikan variasi biologi sebagaimana variasi biologi yang terjadi pada bagian tubuh yang lain, tetapi karena variasi letak gigi mudah diamati dan mengganggu estetik sehingga menarik perhatian untuk melakukan perawatan. 2 Terdapat bukti bahwa prevalensi maloklusi meningkat, peningkatan ini dipercayai sebagai suatu proses evolusi yang diduga akibat meningkatnya variabilitas gen dalam 1

Bab I, II, III, IV

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ortho

Citation preview

Page 1: Bab I, II, III, IV

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Semakin berkembangnya ilmu ortodontik dalam bidang kedokteran gigi

semakin banyak pula orang yang ingin memperbaiki posisi gigi mereka yang tidak

teratur. Perawatan ortodontik bertujuan untuk mengoreksi maloklusi sehingga

diperoleh oklusi yang sehat secara funsgional maupun estetis.1 Maloklusi adalah

penyimpangan letak gigi atau malserasi lengkung gigi diluar rentang kewajaran yang

dapat diterima. Maloklusi juga dapat diartikan variasi biologi sebagaimana variasi

biologi yang terjadi pada bagian tubuh yang lain, tetapi karena variasi letak gigi

mudah diamati dan mengganggu estetik sehingga menarik perhatian untuk

melakukan perawatan.2

Terdapat bukti bahwa prevalensi maloklusi meningkat, peningkatan ini

dipercayai sebagai suatu proses evolusi yang diduga akibat meningkatnya variabilitas

gen dalam populasi yang bercampur di dalam kelompok ras. Meningkatnya letak gigi

yang berdesakan mungkin disebabkan tidak adanya atrisi proksimal dan oklusal yang

terjadi pada gigi. Pada masa lalu kelompok aborigin di Australia makan makanan

yang kasar sehingga menghasilkan pengurangan mesiodistal gigi karena adanya atrisi

pada gigi. Panjang lengkung gigi dapat berkurang sekitar sepuluh millimeter dan

keadaan ini mengurangi kecendrungan terjadinya gigi berdesakan. Dapat dikatakan

bahwa maloklusi disebabkan oleh kelainan gigi dan malserasi lengkung gigi.2

1

Page 2: Bab I, II, III, IV

Semakin meningkatnya prevalensi penderita maloklusi maka permintaan untuk

memperbaiki posisi gigi akan semakin meningkat pula. Dalam dunia kedokteran gigi

memperbaiki posisi gigi dikenal sebagai perawatan ortodontik.

Perawatan ortodontik dalam penatalaksanaannya sering dihadapkan kepada

permasalahan kebutuhan ruang agar gigi-gigi dapat diatur dalam lengkung pada

posisi yang stabil.3 Untuk mengetahui tentang kebutuhan ruang tersebut tentu

membutuhkan analisis ruang agar dapat menentukan jenis perawatan yang akan

digunakan.4 Metode arch length discrepancy (ALD) merupakan salah satu cara

penetapan kebutuhan ruang untuk pengaturan gigi dalam perawatan ortodontik,

metode ini merupakan penyederhanaan dari metode analisis set up model yang

dikemukakan oleh Kesling. Dengan menggunakan metode ALD perencanaan

perawatan akan lebih mudah dilakukan karena tidak perlu menggunakan model

khusus, jadi langsung bisa dilakukan pada model studi.5

Dalam menentukan ruang yang dibutuhkan pada analisis ALD diperlukan

ukuran lengkung gigi yang ideal dengan lengkung rahang. Lengkung gigi adalah

lengkung yang dibentuk oleh mahkota gigi geligi. Lengkung gigi merupakan refleksi

dari gabungan ukuran mahkota gigi, posisi dan inklinasi gigi, bibir, pipih dan lidah.6

Terjadinya disharmoni antara lebar mesiodistal gigi geligi dengan ukuran rahang

sering dikaitkan dengan maloklusi. Lundstrum menemukan bahwa keberjejalan gigi

sering ditemukan pada gigi geligi yang besar ukurannya. Pendapat ini didukung oleh

Doris dkk. Lavelle yang meneliti perbedaan lebar mesiodistal gigi berdasarkan

maloklusi menyatakan bahwa lebar mesiodistal gigi permanen paling besar pada

kelas I, terkecil pada kelas III, dan yang berada diantaranya adalah kelas II.1 Gerard

2

Page 3: Bab I, II, III, IV

dkk juga menyatakan bahwa perbedaan ukuran gigi terjadi pada kelas II divisi 1

maloklusi dengan kelas III maloklusi.3 Arya dkk menyatakan bahwa tidak ada

perbedaan lebar mesiodistal gigi dalam kategori maloklusi. Howe dkk juga

menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara lebar mesiodistal pada kelompok gigi

berjejal dan tidak berjejal.1

Analisis ALD menggambarkan adanya hubungan jumlah ukuran lebar

mesiodistal gigi-gigi (lengkung gigi) dengan lengkung rahang dalam menentukan

rencana perawatan. Hal ini juga telah banyak dilaporkan bahwa estetik yang baik

akan tercipta bila terjadi harmonisasi antara lengkung geligi dengan morfologi

ukuran gigi begitupun sebaliknya jika terjadi disharmoni antaranya maka akan

menyebabkan terjadinya maloklusi.

Berdasarkan uraian di atas, penulis termotivasi untuk melakukan penelitian dan

tertarik memilih judul : “Gambaran analisis Arch Length Discrepancy (ALD) pada

pasien di Klinik Ortodontik Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Hasanuddin

(RSGM-UNHAS).

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah penelitian ini, maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut : “Bagaimana gambaran analisis ALD pada

pasien di Klinik Ortodontik RSGM-UNHAS?”

3

Page 4: Bab I, II, III, IV

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui gambaran analisis ALD pada pasien di Klinik Ortodontik

RSGM-UNHAS.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui gambaran analisis ALD berdasarkan klasifikasi maloklusi.

2. Untuk mengetahui gambaran analisis ALD berdasarkan jenis kelamin pasien.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat penelitian ini ,adalah :

1. Untuk menambah kepustakaan fakultas kedokteran gigi dalam bidang karya

tulis.

2. Sebagai pegangan bagi adik-adik mahasiswa yang nantinya akan membuat

karya tulis ilmiah.

3. Menambah wawasan bagi peneliti di bidang ilmu ortodontik.

4. Dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian

selanjutnya.

4

Page 5: Bab I, II, III, IV

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI MALOKLUSI

Maloklusi merupakan ketidakaturan gigi geligi di luar ambang normal yang

dapat diterima. Maloklusi salah satu masalah dalam kesehatan gigi. Penderita

maloklusi cenderung menganggap bahwa dampak dari maloklusi adalah estetik yang

buruk.2 Menurut salzman, maloklusi adalah hubungan antara gigi rahang atas dan

bawah yang tidak sesuai dengan bentuk morfologi maxillodentofacial. 5 Maloklusi

adalah Keadaan gigi yang tidak harmonis secara estetik mempengaruhi

penampilan seseorang dan mengganggu keseimbangan fungsi baik fungsi

pengunyahan maupun bicara. Maloklusi umumnya bukan merupakan proses

patologis tetapi proses penyimpangan dari perkembangan normal.7

Maloklusi adalah merupakan suatu kondisi yang menyimpang dari relasi

normal gigi terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada

lengkung rahang lawannya. Maloklusi merupakan keadaan yang tidak

menguntungkan dan meliputi ketidakteraturan.

2.2 ETIOLOGI MALOKLUSI

Maloklusi merupakan kelainan perkembangan dimana kebanyakan disebabkan

oleh proses patologis, yang penyebab utamanya yaitu faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan. Meskipun sulit mengetahui penyebab maloklusi

5

Page 6: Bab I, II, III, IV

tetapi beberapa peneliti telah meneliti tentang faktor-faktor penyebab terjadinya

maloklusi. Peneliti telah membagi factor penyebab terjadinya maloklusi yaitu factor

yang spesifik, pengaruh genetika, dan pengaruh lingkungan.2,7

2.2.1 Faktor spesifik

Terjadinya gangguan pertumbuhan dan perkembangan embriologi banyak

mengakibatkan kecacatan maupun maupun kematian pada saat masih dalam

kandungan. Gangguan-gangguan yang terjadi pada masa pertumbuhan dan

perkembangan yaitu :

a Gangguan pertumbuhan tulang

Cedera pada lahir dibagi menjadi dua kategori yaitu (1) intrauterine molding

dan (2) trauma pada mandibula selama proses kelahiran berlangsung.hal ini

dapat terjadi karena adanya tekanan yang diberikan pada bayi saat proses

kelahiran berlangsung.

b Disfungsi otot

Otot-otot wajah dapat mempengaruhi pertumbuhan rahang dalam dua cara.

Pertama pembentukan tulang pada titik otot yang tergantung pada aktivitas

otot. Kedua otot merupakan bagian penting dari seluruh jaringan matriks lunak

yang pertumbuhannya biasanya mengakibatkan rahang bawah ke depan.

c Gangguan perkembangan gigi

Gangguan perkembangan gigi biasanya disertai dengan cacat bawaan. Misalnya

hilangnya gigi secara congenital yaitu gangguan yang terjadi pada tahap awal

pembentukan gigi (inisiasi dan proliferasi). Hal ini biasanya dikenal dengan

nama anadontia dan oligodontia. Contoh lain adalah cacat dan supernumery

6

Page 7: Bab I, II, III, IV

teeth yaitu kelainan pada ukuran gigi yang terjadi pada tahap

morphodifferensiasi dan histodifferensiasi (tahap pengembangan).

d Gigi sulung tanggal prematur

Gigi sulung yang tanggal prematur dapat berdampak pada susunan gigi

permanen. Semakin mudah umur pasien pada saat tanggal ,akibatnya akan

semakin besar terhadap susunan gigi permanen. Misalnya jika molar kedua

sulung tanggal secara prematur karena karies , kemidian gigi permanen akan

bergeser ketempat diastema sehingga tempat untuk premolar kedua permanen

berkurang dan premolar kedua akan tumbuh diluar dari tempatnya.

e persistensi gigi

Persistensi gigi sulung (over retained deciduous teeth) yaitu gigi sulung yang

sudah melewati waktunya tanggal tetapi tidak tanggal.

f Trauma

Jika terjadi trauma pada gigi sulung akan mengakibatkan benih gigi permanen

bergeser sehingga akan mengakibatkan kelainan pertumbuhan pada gigi

permanen contohnya akar gigi yang mengalami distorsi atau bengkok. Hal ini

dapat mempengaruhi gigi permanen yang berada didekatnya sehingga erupsi di

luar lengkung gigi.

g Pengaruh jaringan lunak

Tekanan dari jaringan lunak akan memeberi pengaruh yang besar terhadap

letak gigi. Meskipun tekanannya kecil tetapi berlangsung lebih lama akan tetap

menghasilkan dampak. Misalnya lidah yang makroglosia akan mengakibatkan

terjadinya maloklusi.

7

Page 8: Bab I, II, III, IV

h Kebiasaan buruk

kebiasaan buruk berfrekuensi cukup tinggi dengan intensitas yang cukup dapat

menyebabkan terjadinya maloklusi. Contohnya kebiasaan mengisap jari atau

benda-benda lain dalam waktu yang berkepanjangan dapat menyebabkan

maloklusi.

2.2.2 Pengaruh genetika

Pengaruh genetika sangat kuat pada pembentukan wajah yaitu pembentukan

hidung, rahang, dan tampilan senyum. Hal ini dapat dilihat dari beberapa keluarga

yang terjadi maloklusi.

a. Terjadinya disharmoni antar ukuran rahang dengan ukuran gigi yang

menghasilkan crowded atau diastema.

b. Terjadinya disharmoni antar ukuran rahang atas dengan ukuran rahang bawah

yang menyebabkan tidak adanya hubungan oklusi.

Hal ini terjadi karena adanya persilangan genetic dari individu satu dengan

yang lain sehingga menghasilkan individu baru yang mewarisi sebagian dari individu

induk.

2.2.3 Pengaruh lingkungan

Pengaruh lingkungan selama pertumbuhan dan perkembangan pada wajah,

rahang, dan gigi sebagian besar terdiri dari tekanan dan kekuatan terkait dengan

aktivitas fisiologis. Fungsi harus beradaptasi dengan lingkungan. Misalnya,

bagaimana Anda mengunyah dan menelan akan ditentukan oleh apa yang Anda harus

makan, tekanan terhadap rahang dan gigi akan mempengaruhi pertumbuhan rahang

dan erupsi gigi.

8

Page 9: Bab I, II, III, IV

2.3 KLASIFIKASI MALOKLUSI

Angel membuat klasifikasi maloklusi dilihat dari potongan sagital

Klasifikasinya adalah :2,7

a. Kelas I yaitu maloklusi dengan molar pertama permanen di bawah setengah

lebar tonjol lebih mesial terhadap molar pertama permanen atas dengan relasi

lengkung giginya disebut netroklusi. Kelainan yang biasa menyertai dapat

berupa gigi berdesakan, proklinasi, gigitan terbuka anterior dan lain-lain.

- Tipe 1 : Gigi anterior rahang atas crowded (ektostem)

- Tipe 2 : Gigi anterior rahang atas protrusi (labioversi)

- Tipe 3 : Gigi anterior rahang atas palatoversi terhadap gigi anterior

rahang bawah.

- Tipe 4 : Gigi posterior rahang atas crossbite

- Tipe 5 : Pergeseran gigi molar ke mesial

- Tipe 6 : Diastem, sentral diastem, multiple diastem

b. Kelas II yaitu lengkung bawah minimal setengah lebar tonjol lebih posterior

dari relasi yang normal terhadap lengkung gigi atas dilihat pada relasi molar.

Relasi seperti ini disebut distoklusi.

Maloklusi kelas II dibagi menjadi dua divisi menurut inklinasi insisivus atas

yaitu :

- Divisi 1 : insisivus atas proklinasi atau meskipun insisivus atas

inklinasinya normal tetapi terdapat jarak gigit dan tumpang gigit

yang bertambah.

9

Page 10: Bab I, II, III, IV

- Subdivisi : Gigi insisif dalam posisi labioversi.

- Divisi 2 : insisivus sentral atas retroklinasi. Kadang-kadang

insisivus lateral proklinasi, miring ke mesial atau rotasi mesiodistal.

Jarak gigit biasanya dalam batas normal tetapi kadang-kadang

sedikit bertambah.tumpang gigit bertambah. Dapat juga keempat

gigi insisivus retroklinasi dan kaninus terletak dibukal.

c. Kelas III yaitu lengkung bawah setidak-tidaknya satu lebar tonjol lebih ke

mesial daripada lengkung gigi atas bila dilihat dari relasi molar pertama

permanen. Relasi lengkung geligi semacam ini biasa disebut juga mesioklusi.

Relasi anterior menunjukkan adanya gigitan terbalik.

- Tipe 1 : Gigi Insisif memiliki hubungan edge to edge

- Tipe 2 : Gigi insisif rahang bawah crowded dan inklinasinya agak ke

- Tipe 3 : Lengkung Gigi rahang atas kurang berkembang, letak insisif

rahang bawah normal, insisif rahang atas crossbite.

Kelemahan klasifikasi angel yaitu hanya memendang dari potongan sagital

padahal maloklusi juga bisa terjadi dari jurusan transversal berupa gigitan silang

posterior, baik yang dental maupun skeletal. Kelainan dalam jurusan vertical.

Bisa berupa gigitan terbuka anterior ataupun posterior, dental maupun skeletal.

British standard institute mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan

hubungan gigi seri.

Kelas I : tepi insisivus rahang bawah menutupi cingulum (sepertiga tengah

dari permukaan palatal) dari gigi seri rahang atas.

10

Page 11: Bab I, II, III, IV

Kelas II : tepi insisivus rahang bawah posterior menutupi cingulum rahang

atas

o Divisi 1 : overjet dan gigi seri rahang atas terjadi proclined atau inklinasi

rata-rata.

o Divisi 2 : terjadi retroclined dengan overjet yang minimal.

Kelas III : gigi seri rahang bawah anterior menutupi cingulum gigi seri

rahang atas atau gigitan terbalik.8

2.4 PENEGAKKAN DIAGNOSIS

2.4.1 Identifikasi pasien9

Pencatatan identitas pasien meliputi :

1. Nama Pasien : Nama pasien dicatat dengan benar sesuai dengan yang

dimaksud pasien.

2. Umur : Pencatatan umur diperlukan untuk :

Mengetahui apakah pasien masih dalam masa pertumbuhan atau sudah

berhenti

Pertumbuhan gigi-geligi masih termasuk periode gigi susu/ decidui ,

campuran/ mixed atau tetap/ permanent.

Gigi yang sudah erupsi sudah sesuai dengan umur pasien (menurut

umur erupsi gigi).

Menetapkan jenis alat ortodontik yang tepat untuk digunakan (alat

cekat atau lepasan, alat aktif atau fungsional)

11

Page 12: Bab I, II, III, IV

Untuk memperkirakan waktu /lama pe rawatan yang diperlukan.

Apakah perawatan bisa segera dilaksanakan atau harus ditunda, berapa

lama dibutuhkan perawatan aktif dan berapa la ma diperlukan untuk

periode retensi

3. Jenis kelamin : Pencatatan jenis kelamin pasien diperlukan berkaitan segi

psikologi perawatan : Pasien wanita lebih sensitif dari pada pasien lelaki oleh

karena itu perawatan harus dilakukan dengan cara yang lebih lemah lembut

dari pasien lelaki.

Pasien wanita lebih memperhatikan secara detil keteraturan giginya dari

pada pasin laki-laki.

Pasien wanita biasanya lebih tertib le bih sabar dan lebih telaten dari

pada pasien lelaki dalam melaks anakan ketentuan perawatan.

4. Alamat : Pencatatan alamat (dan nomer telepon) diperlukan ag ar operator

dapat menghubungi pasien dengan cepat bila diperlukan . Sebaliknya pasien

juga diberi alamat (dan nomer telepon) ope rator untuk mempermudah

komunikasi.

5. Pendidikan : Dengan mengetahui pendidikan pasien, operator dapat

menyesuaikan cara memberi penerangan, cara memotivasi pasien).

6. Suku bangsa : Pencatatan suku bangsa diperlukan karena suatu kelompok

suku bangsa atau ras tertentu akan mempunyai ciri-ciri spesifik yang masih

termasuk normal untuk kelompok tersebut (misalnya suku bangsa Negroid

sedikit protrusif masih termasuk normal).

12

Page 13: Bab I, II, III, IV

7. Pekerjaan pasien/pekerjaan orangtua :pencatatan pekerjaan pasien diperlukan

untuk mengetahui keadaan ekonomi pasien.

2.4.2 Anamnesis/pemeriksaan subjektif9,10

Anamnesis adalah salah satu cara pengumpulan data status pasien yang didapat

dengan cara operator mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan

keadaan pasien :

Anamnesis meliputi :

1. Keluhan Utama (chief complain/main complain ) :

Keluhan utama adalah alasan/motivasi yang menyebabkan pasien datang untuk

dirawat. Dari keluhan yang telah dikemukakan itu akan dapat diketahui:

Apa sebenarnya yang pasien inginkan untuk mendapat perbaikan dari

operator/dokter gigi

Apakah keluhan itu memungkinkan untuk ditanggulangi dengan perawatan

ortodontik ?

Apakah keluhan itu menyangkut faktor estetik atau fungsional (bicara ,

mengunyah) ?

Keluhan utama bisanya diikuti oleh keluhan sekunder yaitu keluhan yang baru

disadari setelah mendapat penjelasan dari operator: Apakah ada keadaan lain

yang tidak disadari oleh pasien yang merupakan suatu kelainan yang

memungkinkan untuk dirawat secara ortodontik ? Jika ada ini perlu dijelaskan

dan dimintakan persetujuan untuk dirawat.

13

Page 14: Bab I, II, III, IV

2. Riwayat Kasus (Case History)

Disini dimaksudkan agar operator dapat menelusuri riwayat pertumbuhan dan

perkembangan pasien yang melibatkan komponen dentofasial sampai terjadinya

kasus maloklusi seperti yang diderita pasien saat ini. Rawayat kasus dapat ditelusuri

dari beberapa aspek :

a. Riwayat Gigi-geligi (Dental History):

Anamnesis riwayat gigi-geligi dimaksudkan untuk mengetahui proses

pertumbuhan dan perkembangan gigi-geligi pasien sampai keadaan sekarang

sehingga dapat diketahui mulai sejak kapan dan bagai mana proses

perkembangan terbentuknya maloklusi pasien.

Meliputi riwayat pada :

Periode gigi susu (Decidui Dentition ) : Untuk mengetahui adakah

poses pertumbuhan dan perkembangan maloklusi pasien dimulai pada

periode ini ?

- Adakah gigis ( rampant caries) pada waktu masa gigi susu ?

- Adakah karies pada sela-sela gigi-gigi (proximal caries) pada waktu

gigi susu ? Di daerah mana ?

- Apakah karies ini ditambalkan ke dokter gigi?

- Penahkah mendapat benturan (trauma) pada gigi-gigi susu? Di bagian

mana ?

Periode gigi campuran (Mixed Dentitition) : Adakah proses pergantian

dari gigi susu ke gigi permanen ini sebagai penyebab terjadinya

14

Page 15: Bab I, II, III, IV

maloklusi? Perlu diketahui kemungkinan adanya persistensi /prolonged

retensi bahkan prematur loss .

- Ketika gigi-gigi susu mulai goyah apakah dicabutkan kedokter gigi

secara teratur ?

- Adakah gigi-gigi yang sampai kesundulan / persistensi? Di daerah

mana ?

- Adakah gigi susu yang karies besar tidak dirawat. Adakah sisa-sisa

akar gigi susu yang tertinggal pada saat gigi permanen mulai erupsi ?

- Adakah gigi-gigi permanen yang terlam bat tumbuh (terlalu lama

ompong)

Periode gigi permanen ( Permanent Dentition) : Untuk mengetahui

apakah maloklusi pasien dimulai pada periode ini ?

- Adakah karies pada gigi permanen. Apakah sudah ditambal / apakah

mendapat perawatan syaraf (endodontik) ?

- Adakah gigi permanen yang telah dicabut ? Kapan ? Karena apa ?

Apakah ada gigi yang telah dicabut dibiarkan tidak diganti dalam

waktu yang lama ?

- Adakah gigi tidak bisa tumbuh / impaksi ? Apakah sudah dica but

atau agenese ?

- Adakah benturan / trauma pada gigi-gigi permanen , dibagian mana ?

b. Riwayat Penyakit (Desease History) :

Anamnesis Riwayat penyakit tujuannya untuk mengetahui :

15

Page 16: Bab I, II, III, IV

Adakah penyakit yang pernah / sedang diderita pasien dapat menggangu

proses pertumbuhan, perkembangan rahang dan erupsi normal gigi-geligi,

sehingga diduga sebagai penyebab maloklusi.

Adakah penyakit yang diderita pasien dapat mengganggu / menghambat

proses perawatan ortodontik yang akan dilakukan.

Adakah penyakit yang kemungkinan dapat menular kepada operator

Perlu diketahui pada umur berapa dan berapa lama penyakit itu diderita

pasien dan apakah sekarang masih dalam perawatan dokter, dokter siapa ?

Penyakit yang dimaksud antara lain :

- Penyakit kekurangan gizi pada masa kanak-kanak

- Tonsilitis atau Adenoiditis

- Hypertensi atau penyakit Jantung

- Hepatitis atau Lever

- Asthma

- Tubercolosis

- HIV atau AIDS

- Allergi terhadap obat tertentu

- Dll.

c. Riwayat keluarga (Family History) :

Tujuan dari anamnesis riwayat keluarga adalah untuk mengetahui apakah

maloklusi pasien merupakan faktor herediter (keturunan) yang diwariskan dari

orang tua. Untuk iru perlu ditanyakan keadaan gigi-geligi kedua orang tua dan

saudara kandung pasien.

16

Page 17: Bab I, II, III, IV

2.4.3 Pemeriksaan klinis/pemeriksaan objektif 9,10

1. Umum / General

Pemeriksaan klinis secara umum pada pasien dapat dilakukan dengan

mengukur dan mengamati :

Tinggi badan : …………………cm.

Berat badan : …………………kg.

Keadaan jasmani : baik / cukup / jelek

Keadaan mental : baik / cukup / jelek

Status gizi : baik / cukup / jelek

Maksud pemeriksaan klinis menyangkut tinggi badan, berat badan,

keadaan jasmani serta keadaan gizi pasien adalah untuk memperkirakan

pertumbuhan dan perkembangan pasien secara umum, sedangkan data

keadaan mental pasien diperlukan untuk menentukan apakah pasien nanti

dapat bekerj a sama (kooperatif) dengan baik bersama operator dalam proses

perawatan untuk mendapatkan hasil perawatan yang optimal.

2. Khusus / Lokal :

a. Luar mulut / Ekstra Oral :

Bentuk muka : simetris / asimetris

Tipe muka : Menurut Martin (Graber 1972) dikenal 3 tipe muka

yaitu :

- Brahisepali : lebar, persegi

- Mesosepali : lonjong / oval

- Oligisepali : panjang / sempit

17

Page 18: Bab I, II, III, IV

Otot-otot mastikasi dan otot-otot bibir Serabut otot bersifat elastis ,

mempunyai dua macam keteganga n (tonus), aktif dan pasif. Pada

waktu kontraksi terdapat ketegangan yang aktif dan apabila dalam

keadaan dilatasi terdapat ketegangan pasi f. Dengan demikian pada

waktu istirahat otot-otot mastikasi dan bibir mempunyai tonus yang

dalam keadaan normal terdapat keseimbangan yang harmonis, bila

tidak normal tonus otot sangat kuat ( hypertonus) atau sangat lemah

(hipotonus ) dapat menimbulkan anomali pada lengkung gigi akibat

adanya ketidakseimbangan atara tekanan otot di luar dan di dalam

mulut.

b. Dalam mulut /Intra oral :

Pemeriksaan intraoral dilakukan dengan mengamati :

Kebersihan mulut (oral hygiene / OH) : baik / cukup / jelek

Ini dapat ditetapkan dengan Indeks OHIS, pasien yang kebersihan

mulutnya jelek kemungkinan besar kebersihan mulutnya akan lebih

jelek lagi selama perawatan dilakukan , oleh karena itu motivasi

kebe rsihan mulut perlu diberikan sebelum perawatan ortodontik

dilakukan.

Keadaan lidah : normal / macroglossia / microglossia Pasien yang

mempunyai lidah besar ditandai oleh :

- Ukuran lidah tampak besar di bandingkan ukuran lengkung

giginya

18

Page 19: Bab I, II, III, IV

- Dalam keadaan relax membuka mulut, lidah tampak luber

menutupi permukaan oklusal gigi-gigi bawah.

- Pada tepi lidah tampak bercak-bercak akibat tekanan permukaan

lingual mahkota gigi ( tongue of identation)

- Gigi-gigi tampak renggang-re nggang (general diastema)

Palatum : normal / tinggi / rendah serta normal / lebar / sempit

Pasien dengan pertumbuhan rahang rahang atas kelateral kurang

(kontraksi) biasanya palatumnya ti nggi sempit, sedangkan yang

pertumbuhan berlebihan (distraksi) biasanya mempunyai palatum

rendah lebar. Jika ada kelainan lainnya se perti adanya peradangan,

tumor, torus, palatoschisis, dll.

Gingiva : Normal / hypertophy / hypotropy. Adanya peradangan

pada gingiva bisa ditetentukan dengan gingival indeks (GI)

Mucosa : normal / inflamasi / kelainan lainnya. Pasien dengan oral

hygiene yang jelek biasanya mempunyai gingiva dan mucosa yang

inflamasi dan hypertropy.

Frenulum labii superior : normal / tinggi / rendah , tebal / tipis

Frenulum labii inferior : norma l / tinggi / rendah , tebal / tipis

Frenulum lingualis : normal / tinggi / rendah , tebal / tipis

Tonsila palatina : normal / inflamasi / hypertrophy

Tonsila lingualis : normal / inflamasi / hypertrophy

Tonsila pharengea : normal / inflamasi / hypertrophy

19

Page 20: Bab I, II, III, IV

Bentuk lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah : Parabola /

Setengah elips / Trapeziod / U-form / V-form / Setengah lingkaran

Pemeriksaan gigi geligi.

2.4.4 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pada perawatan ortodontik adalah analisis

sefalometri dan analisis model studi.

a) Analisis sefalometri

Pada awalnya analisis sefalometri l ebih banyak digunakan untuk

mempelajari pertumbuhkembangan kompleks kraniofasial kemudian

berkembang sebagai sarana untuk mengevaluasi keadaan klinis misalnya

membantu menentukan diagnosis, merencanakan perawatan, menilai hasil

perawatan dalam bidang ortododntik. Analisis sefalometri meliputi analisis

dental, skeletal, dan jaringan lunak. Analisis ini berguna untuk mengetahui

pertumbuhan skeletal, diagnosis sefalometri, perencanaan perawatan dan

hasil perawatan.2

b) Analisis model studi

Analisis model studi merupakan salah satu sumber informasi penting

untuk menentukan diagnosis ortodonti. Diagnosis yang menyeluruh akan

menentukan kelengkapan rencana perawatan. Rencana perawatan yang

lengkap dan akurat akan menetukan keberhasilan perawatan.

Analisis model studi adalah penilaian tiga dimensi terhadap gigi

geligi pada rahang atas maupun rahang bawah, serta penilaian terhadap

hubungan oklusalnya. Kedudukan gigi pada rahang maupun hubungannya

20

Page 21: Bab I, II, III, IV

dengan geligi pada rahang lawan dinilai dalam arah sagital, transversal, dan

vertikal.12

Untuk keperluan diagnosis ortodonti, model studi harus dipersiapkan

dengan baik dan hasil cetakan harus akurat. Hasil cetakan tidak hanya meliputi

seluruh gigi dan jaringan lunak sekitarnya, daerah di vestibulum pun harus

tercetak sedalam mungkin yang dapat diperoleh dengan cara menambah

ketinggian tepi sendok cetak hingga dapat mendorong jaringan lunak di daerah

tersebut semaksimal mungkin, sehingga inklinasi mahkota dan akar

terlihat. Jika hasil cetakan tidak cukup tinggi, maka hasil analisis tidak

akurat. Model studi dengan basis segi tujuh, yang dibuat dengan bantuan

gigitan lilin dalam keadaan oklusi sentrik serta diproses hingga mengkilat,

akan memudahkan pada saat analisis dan menyenangkan untuk dilihat pada

saat menjelaskan kasus kepada pasien.12

Macam-macam analisis model studi :

1. Analisis geligi tetap

a) Analisis Howes

Howes memikirkan suatu rumusan untuk mengetahui apakah basis

apikal cukup untuk memuat gigi geligi pasien. Panjang lengkung gigi

(Tooth Material/ TM) adalah jumlah lebar mesiodistal gigi dari molar

pertama kiri sampai dengan molar pertama kanan. Lebar lengkung basal

premolar atau fosa kanina (Premolar Basal Arch Width/ PMBAW)

merupakan diameter basis apikal dari model gigi pada apeks gigi

premolar pertama, yang diukur menggunakan jangka sorong atau jangka

21

Page 22: Bab I, II, III, IV

berujung runcing. Rasio diperoleh dari membagi PMBAW dengan TM

dikalikan 100. Howes percaya bahwa dalam keadaan normal

perbandingan PMBAW dengan TM kira-kira sama dengan 44%,

perbandingan ini menunjukkan bahwa basis apikal cukup lebar untuk

menampung semua gigi. Bila perbandingan antara PMBAW dan TM

kurang dari 37% berarti terjadi kekurangan lengkung basal sehingga perlu

pencabutan gigi premolar. Bila lebar basal premolar lebih besar dari lebar

lengkung puncak premolar, maka dapat dilakukan ekspansi premolar.4

Analisis Howes berguna pada saat menentukan rencana perawatan

dimana terdapat masalah kekurangan basis apikal dan untuk memutuskan

apakah akan dilakukan: (1) pencabutan gigi, (2) memperluas lengkung

gigi atau (3) ekspansi palatal.4

b) Indeks Pont

Pont memikirkan sebuah metoda untuk menentukan lebar

lengkung ideal yang didasarkan pada lebar mesiodistal mahkota

keempat insisif rahang atas. Pont menyarankan bahwa rasio gabungan

insisif terhadap lebar lengkung gigi melintang yang diukur dari pusat

permukaan oklusal gigi, idealnya adalah 0,8 pada fosa sentral premolar

pertama dan 0,64 pada fosa sentral molar pertama. Pont juga

menyarankan bahwa lengkung rahang atas dapat diekspansi sebanyak 1-

2 mm lebih besar dari idealnya untuk mengantisipasi kemungkinan

terjadinya relaps.4

22

Page 23: Bab I, II, III, IV

c) Metode Kesling

Metode Kesling dalah suatu cara yang dipakai sebagai pedoman untuk

menentukan atau menyusun suatu lengkung gigi dari model aslinya dengan

membelah atau memisahkan gigi- giginya, kemudian disusun kembali pada

basal archnya baik mandibula atau maksila dalam bentuk lengkung yang

dikehendaki sesuai posisi aksisnya.

Cara ini berguna sebagai suatu pertolongan praktis yang dapat dipakai

untuk menentukan diagnosis, rencana perawatan maupun prognosis

perawatan suatu kasus secara individual.4,5

d) Indeks Bolton

Bolton mempelajari pengaruh perbedaan ukuran gigi rahang bawah

terhadap ukuran gigi rahang atas dengan keadaan oklusinya. Rasio

yang diperoleh membantu dalam mempertimbangkan hubungan overbite

dan overjet yang mungkin akan tercapai setelah perawatan selesai,

pengaruh pencabutan pada oklusi posterior dan hubungan insisif, serta

oklusi yang tidak tepat karena ukuran gigi yang tidak sesuai. Rasio

keseluruhan diperoleh dengan cara menghitung jumlah lebar 12 gigi

rahang bawah dibagi dengan jumlah 12 gigi rahang atas dan dikalikan

100. Rasio keseluruhan sebesar 91,3 berarti sesuai dengan analisis

Bolton, yang akan menghasilkan hubungan overbite dan overjet yang

ideal. Jika rasio keseluruhan lebih dari 91,3 maka kesalahan terdapat pada

gigi rahang bawah. Jika rasio kurang dari 91,3 berarti kesalahan ada

pada gigi rahang atas. Pengurangan antara ukuran gigi yang sebenarnya

23

Page 24: Bab I, II, III, IV

dan yang diharapkan menunjukkan kelebihan ukuran gigi. Rasio anterior

diperoleh dengan cara menghitung jumlah lebar 6 gigi rahang bawah

dibagi dengan jumlah 6 gigi rahang atas dan dikalikan 100. Rasio

anterior 77,2 akan menghasilkan hubungan overbite dan overjet yang ideal

jika kecondongan gigi insisif baik dan bila ketebalan labiolingual tepi

insisal tidak berlebih. Jika rasio anterior lebih dari 77,2 berarti terdapat

kelebihan ukuran gigi-gigi pada mandibula. Jika kurang dari 77,2 maka

terdapat kelebihan jumlah ukuran gigi rahang atas.7,12

e) Analisis Arch Length Discrepancy (ALD)

Analisis ALD merupakan salah satu cara penetapan kebutuhan ruang

untuk pengaturan gigi-gigi dalam perawatan ortodontik. Analisis ini juga

merupakan penyederhanaan dari metode analisis Set up model yang

dikemukakan oleh Kesling (1956). Tujuan analisis ini adalah untuk

mengetahui perbedaan panjang lengkung rahang dengan panjang lengkung

gigi sehingga diketahui berapa selisihnya agar dapat ditentukan indikasi

perawatannya.5

Metode ini mempunyai prinsip dasar yang sama dengan metode

Kesling, yaitu menetapkan diskrepansi antara lengkung gigi yang

direncanakan dengan besar gigi yang akan ditempatkan pada lengkung

tersebut pada saat melakukan koreksi maloklusi. Perbedaannya adalah, pada

metode Kesling dilakukan langsung pada model dengan memisahkan gigi -

gigi yang akan dikoreksi dengan cara menggergaji masing - masing

mahkota gigi dari bagian processus alveolarisnya setinggi 3 mm dari

24

Page 25: Bab I, II, III, IV

marginal gingiva, kemudian menyusun kembali pada posisi yang benar.

Diskrepansi ruang dapat diketahui dari sisa ruang untuk penempatan gigi

Premolar pertama dengan lebar mesiodistal gigi tersebut untuk masing -

masing sisi rahang.5

Pada metode determinasi lengkung dilakukan dengan cara tidak

langsung yaitu dengan mengukur panjang lengkung ideal yang

direncanakan pada plastik transparan di atas plat gelas, kemudian

membandingkan dengan jumlah lebar mesiodistal gigi yang akan

ditempatkan pada lengkung tersebut. Dengan metode ini perencanaan

perawatan akan lebih mudah dilakukan karena tidak perlu membuat model

khusus (Set up model), jadi langsung bisa dilakukan pada model studi.5

Langkah pertama dalam analisis ini adalah mengukur lebar mesial

distal terbesar gigi menggunakan jangka berujung runcing atau jangka

sorong. Analisis Nance mengukur mesial distal setiap gigi yang berada

di mesial gigi molar pertama permanen atau ukuran lebar mesiodistal

gigi geligi ditentukan dengan mengukur jarak maksimal dari titik kontak

mesial dan distal gigi pada permukaan interproksimalnya ataupun diukur

pada titik kontak gigi yang bersinggungan dengan titik kontak gigi

tetangganya. Jumlah lebar total menunjukkan ruangan yang dibutuhkan

untuk lengkung gigi yang ideal. Pengukuran dilakukan pada gigi molar

pertama kiri sampai molar kedua kanan pada setiap rahang.7,12,13

25

Page 26: Bab I, II, III, IV

Gambar 1. Cara pengukuran lebar mesiodistal gigi dengan menggunakan caliper menurut Nance. Sumber: Laviana, Avi. Analisis model studi, sumber informasi penting bagi diagnosis ortodontik. Bandung: FKG Universitas Padjadjaran. 2009.

Selanjutnya panjang lengkung rahang diukur menggunakan kawat

lunak seperti brass wire atau kawat kuningan. Kawat ini dibentuk

melalui setiap gigi, pada geligi posterior melalui permukaan

oklusalnya sedangkan pada geligi anterior melalui tepi insisalnya.

Jarak diukur mulai mesial kontak molar pertama permanen kiri hingga

kanan. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan ukuran panjang

lengkung gigi ideal dengan panjang lengkung rahang. Jika hasilnya

negatif berarti kekurangan ruangan, jika hasilnya positif berarti terdapat

kelebihan ruangan.4,5

26

Page 27: Bab I, II, III, IV

Gambar 2. Pengukuruan panjang lengkung menurut Nance menggunakan brass wire melibatkan gigi geligi di mesial molar pertama. A. Rahang atas, B. Rahang bawah. Sumber: Laviana, Avi. Analisis model studi, sumber informasi penting bagi diagnosis ortodontik. Bandung: FKG Universitas Padjadjaran. 2009.

Teknik lain untuk mengukur panjang lengkung rahang diperkenalkan

oleh Lundstrom, yaitu dengan cara membagi lengkung gigi menjadi

enam segmen berupa garis lurus untuk setiap dua gigi termasuk gigi

molar pertama permanen. Setelah dilakukan pengukuran dan

pencatatan pada keenam segmen selanjutnya dijumlahkan. Nilai ini

dibandingkan dengan ukuran mesial distal 12 gigi mulai molar

pertama permanen kiri hingga kanan. Selisih keduanya menunjukkan

keadaan ruangan yang tersisa. 4,5

27

Page 28: Bab I, II, III, IV

Gambar 3. Teknik pengukuran panjang lengkung rahang secara segmental menurut Lundstrom. Sumber: Laviana, Avi. Analisis model studi, sumber informasi penting bagi diagnosis ortodontik. Bandung: FKG Universitas Padjadjaran. 2009.

2. Analisis geligi campuran

a) Perkiraan ukuran gigi menggunakan gambaran radiografi

Metoda ini memerlukan gambaran radiografi yang jelas dan

tidak mengalami distorsi. Distorsi gambaran radiografi pada umumnya

lebih sedikit terjadi pada foto periapikal dibandingkan dengan foto

panoramik. Namun, meskipun menggunakan film tunggal, seringkali

sulit untuk menghindari distorsi terutama pada gigi yang panjang

seperti kaninus, sehingga pada akhirnya akan mengurangi tingkat akurasi.

Dengan penggunaan berbagai tipe gambaran radiografi yang

semakin umum, sangat penting untuk menghitung pembesaran yang

terjadi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengukur obyek yang

dapat dilihat baik secara radiografi maupun pada model. Pada

umumnya, gigi yang dijadikan tolak ukur adalah molar sulung.

Perbandingan sederhana untuk mengetahui ukuran gigi sebenarnya yang

28

Page 29: Bab I, II, III, IV

belum erupsi adalah sebagai berikut : perbandingan ukuran lebar molar

sulung sebenarnya dengan ukuran gigi tersebut pada gambaran radiografi

sama dengan perbandingan lebar premolar tetap yang belum erupsi

dengan ukuran lebar premolar pada gambaran radiografi. Ketepatan

pengukuran bergantung pada kualitas radiografi dan kedudukan gigi di

dalam lengkung. Teknik ini juga dapat digunakan untuk gigi lain baik

pada maksila maupun mandibula.

b) Perkiraan ukuran gigi menggunakan tabel probabilitas

Moyers memperkenalkan suatu analisis dengan dasar pemikiran

bahwa berdasarkan studi yang dilakukan beberapa ahli, terdapat

hubungan antara ukuran kelompok gigi pada satu bagian dengan

bagian lainnya. Seseorang dengan ukuran gigi yang besar pada salah satu

bagian dari mulut cenderung mempunyai gigi-gigi yang besar pula

pada tempat lain. Berdasarkan penelitian, ukuran gigi insisif

permanen rahang bawah memiliki hubungan dengan ukuran kaninus

dan premolar yang belum tumbuh baik pada rahang atas maupun

rahang bawah. Gigi insisif rahang bawah telah dipilih untuk pengukuran

pada analisis Moyers karena gigi ini muncul lebih dulu di dalam rongga

mulut pada masa geligi campuran, mudah diukur secara akurat, dan

secara langsung seringkali terlibat dalam masalah penanganan

ruangan.

Analisis Moyers banyak dianjurkan karena mempunyai kesalahan

sistematik yang minimal. Metoda ini juga dapat dilakukan dengan

29

Page 30: Bab I, II, III, IV

cepat, tidak memerlukan alat-alat khusus ataupun radiografi, dan dapat

dilaksanakan oleh pemula karena tidak memerlukan keahlian khusus.

Walaupun pengukuran dan penghitungan dilakukan pada model, tetapi

mempunyai tingkat ketepatan yang baik di dalam mulut. Metoda ini

juga dapat dilakukan untuk mengalisis keadaan pada kedua lengkung

rahang.

c) Tanaka-Johnston

Tanaka dan Johnston mengembangkan cara lain penggunaan

keempat insisif rahang bawah untuk memperkirakan ukuran kaninus

dan premolar yang belum erupsi. Menurut mereka, metoda yang

mereka temukan mempunyai keakuratan yang cukup baik dengan

tingkat kesalahan yang kecil. Metoda ini juga sangat sederhana dan

tidak memerlukan tabel atau gambaran radiografi apa pun.

Perkiraan ukuran lebar kaninus dan premolar pada satu kuadran

mandibula sama dengan setengah ukuran keempat insisif rahang bawah

ditambah 10,5 mm Sedangkan perkiraan lebar ukuran kaninus dan

premolar pada satu kuadran maksila sama dengan ukuran keempat insisif

rahang bawah ditambah 11,0 mm.

30

Page 31: Bab I, II, III, IV

BAB III

KERANGKA TEORI DAN KONSEP

Maloklusi merupakan ketidakaturan gigi geligi di luar ambang normal yang

dapat diterima. Maloklusi salah satu masalah dalam kesehatan gigi. Penderita

maloklusi cenderung menganggap bahwa dampak dari maloklusi adalah estetik yang

buruk.2 Angel membagi maloklusi menjadi tiga klasifikasi yaitu kelas I, kelas II dan

kelas III. Untuk dapat mengetahui seseorang menderita maloklusi kelas I ataupun

kelas II maupun kelas III perlu dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan ini biasanya

disebut tahap penegakkan diagnosis. Dalam menegakkan diagnosis ada tiga tahap

yaitu anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis

merupakan salah satu cara pengumpulan data status pasien yang didapat dengan cara

operator mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keadaan

pasien. Dalam anamnesis ada dua hal yang didapat yaitu keluhan utama pasien dan

riwayat kasus. Selanjutnya tahap kedua yaitu pemeriksaan klinis dimana

pemeriksaan ini dibagi menjadi dua pemeriksaan yaitu pemeriksaan intraoral dan

pemeriksaan ekstraoral. Tahap ketiga yaitu tahap pemeriksaan penunjang atau biasa

disebut tahap analisis karena di dalam tahap ini ada dua analisis yang dilakukan yaitu

analis sefalometri dan analisis model studi. Analisis model studi merupakan analisis

yang berkaitan langsung dengan judul karya tulis ini. Analisis ini terbagi dua yaitu

analisis geligi tetap dan analisis geligi campuran. ALD merupakan bagian dari

analisis gigi tetap seperti yang digambarkan pada diagram di bawah ini.

31

Page 32: Bab I, II, III, IV

KERANGKA TEORI DAN KONSEP

keterangan :

: variabel yang diteliti

Penegakkan diagnosis

Anamnesis Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan klinis

Riwayat kasus

Keluhan utama

Pemeriksaan ekstra oral

Analisis model studiPemeriksaan

intra oral

Analisis sefalometri

Analisis geligi tetap

Analisis geligi

campurann

Analisis dental

Analisis skeletal

Analisis jaringan lunak

Bentuk muka Tipe muka Otot-otot dll

OH Keadaan

lidah Palatum dll

Analisis Howes

Indeks Pont

MetodeKesling

Indeks Bolton

Analisis ALD

Analisis gambaranradiografi

Analisis tabel

moyers

Analisis tanaka-

jhonston

Riwayat gigi

geligi

Riwayat penyakit

: Variable yang tidak diteliti

Page 33: Bab I, II, III, IV

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah Observasional Deskriptif.

4.2 DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional study.

4.3 LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian dilakukan di Klinik Ortodontik RSGM-UNHAS kota

Makassar.

4.4 WAKTU PENELITIAN

Waktu dilakukannya penelitian pada Mei 2012 – Juni 2012

4.5 POPULASI PENELITIAN

Semua model awal gigi pasien di Klinik Ortodontik RSGM-UNHAS kota

Makassar pada tahun 2009-2011

33

Page 34: Bab I, II, III, IV

4.6 KRITERIA SAMPEL

Adapun kriteria sampel sebagai berikut:

a) Tidak ada mengalami anomali gigi baik dalam bentuk ukuran maupun

jumlah gigi.

b) Pertumbuhan gigi-geligi termasuk dalm periode gigi permanen.

c) Mempunyai gigi lengkap dari Molar pertama kiri sampai Molar

pertama kanan pada setiap rahang.

4.7 SAMPEL PENELITIAN

Semua model awal gigi pasien di Klinik Ortodontik RSGM-UNHAS kota

Makassar pada tahun 2009-2011.

4.8 ALAT DAN BAHAN YANG DIGUNAKAN

4.8.1 Alat :

Kaliper

Penggaris

Kertas putih

Polpen

Kawat kuningan

4.8.2 Bahan :

Model cetakan rahang atas dan rahang bawah

34

Page 35: Bab I, II, III, IV

4.9 PENENTUAN VARIABEL PENELITIAN

Adapun variabel yang di teliti sebagai berikut:

Analisis ALD

Klasifikasi maloklusi

4.10 DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

1. ALD adalah analisis yang digunakan untuk mengukur perbedaan panjang

lengkung rahang dengan panjang lengkung gigi.Pengukuran ALD

dilakukan dengan cara mencari selisih antara lengkung rahang dengan

lengkung gigi. Pengukuran lengkung rahang dan lengkung gigi

menggunakan satuan millimeter (mm).

ALD= Panjang lengkung rahang-panjang lengkung gigi

2. Panjang lengkung rahang merupakan suatu acuan untuk menentukan

perawatan. Untuk mengetahui panjang setiap lengkung rahang dilakukan

pengukuran dengan menggunakan kawat lunak, kawat ini dibentuk

melalui setiap gigi, pada geligi posterior melalui permukaan

oklusalnya sedangkan pada geligi anterior melalui tepi insisalnya.

Jarak yang diukur mulai mesial kontak molar pertama permanen kiri

hingga kanan.

3. Panjang lengkung gigi merupakan jumlah dari ukuran lebar mesiodistal

gigi dalam satu rahang pengukuran dilakukan mulai dari Molar pertama kiri

sampai Molar pertama kanan. Lebar mesiodistal gigi ditentukan dengan

35

Page 36: Bab I, II, III, IV

mengukur jarak maksimal dari titik konta mesial dan distal gigi pada

permukaan interproksimalnya ataupun diukur pada titik kontak gigi yang

bersinggungan dengan titik kontak tetangganya.

4. Maloklusi merupakan ketidakaturan gigi geligi di luar ambang normal

yang dapat diterima. Angel membagi maloklusi menjadi tiga klasifikasi

yaitu kelas I, kelas II dan kelas III.

5. Maloklusi Kelas I adalah maloklusi dengan molar pertama permanen di

bawah setengah lebar tonjol lebih mesial terhadap molar pertama permanen

atas dengan relasi lengkung giginya disebut netroklusi.

6. Maloklusi Kelas II adalah maloklusi dengan lengkung bawah minimal

setengah lebar tonjol lebih posterior dari relasi yang normal terhadap

lengkung gigi atas dilihat pada relasi molar.

7. Maloklusi Kelas III adalah maloklusi dengan lengkung bawah setidak-

tidaknya satu lebar tonjol lebih ke mesial daripada lengkung gigi atas bila

dilihat dari relasi molar pertama permanen

4.11 PROSEDUR PENELITIAN

1. Mengindentifikasi sampel dengan cara mencatat identitas pasien.

2. Mengukur panjang lengkung gigi RA dan RB dengan cara mengukur lebar

mesiodistal gigi pada setiap sampel kemudian menjumlahkan ukuran lebar

mesiodistal tersebut.

3. Mengukur panjang lengkung rahang RA dan RB dengan cara kontinyu

36

Page 37: Bab I, II, III, IV

4. Menentukan kebutuhan ruang dengan cara mencari selisih antara panjang

lengkung rahang dengan panjang lengkung gigi.

5. Memisahkan sampel berdasarkan klasifikasi maloklusi.

6. Memisahkan sampel berdasarkan jenis kelamin

7. Menganalisis data hasil penelitian.

4.12 ALUR PENELITIAN

37

Mengidentifikasi sampel dengan cara mencatat identitas pasien

Pengumpulan data

Analisis Data

Mengukur lebar mesio-distal gigi

Menentukan panjang lengkung gigi dengan cara menjumlahkan lebar mesio-distal gigi yang diukur

Mengukur lengkung rahang dengan cara kontinyu

Memisahkan sampel berdasarkan klasifikasi maloklusi

Hasil

Memisahkan sampel berdasarkan jenis kelamin

Page 38: Bab I, II, III, IV

4.13 DATA PENELITIAN

1. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

- Data primer di mana diperoleh langsung oleh peneliti melalui

pengukuran langsung pada model gigi.

- Data skunder di mana diperoleh oleh peneliti melalui buku

pembicaraan model.

2. Pengolahan data akan dilakukan dengan cara manual

3. Penyajian data akan disajikan dalam bentuk tabel.

38

Page 39: Bab I, II, III, IV

BAB V

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di bagian Ortodonsia RSGM-UNHAS

pada bulan Mei sampai dengan Juli 2012, ditemukan 203 kasus ortodontik yang

datang pada tahun 2009, 190 kasus ortodontik yang datang pada tahun 2010, dan

312 kasus ortodontik yang datang pada tahun 2011. Namun dari 705 kasus tersebut

hanya didapatkan 255 sampel yang memenuhi kriteria penelitian dan aturan analisis

ALD, dengan jumlah kasus yang memenuhi kriteria pada setiap tahunnya yaitu 127

sampel yang datang pada tahun 2009, 112 sampel yang datang pada tahun 2010, dan

16 sampel yang datang pada tahun 2011. Dari 255 sampel tersebut, maka diperoleh

data sebagai berikut :

TABEL 5.1 Gambaran analisis ALD berdasarkan klasifikasi maloklusi pasien pasien di Klinik Ortodontik RSGM-UNHAS.

Klasifikasi MaloklusiJumlah Sampel Analisis ALDn % RA RB

Kelas I 225 88.2 -10,47 -11,75

Kelas II 29 11.4 -24,41 -24,21

Kelas III 1 0.4 -6,5 -7

Total 255 100 - -Keterangan : RA = Rahang Atas ; RB = Rahang Bawah

39

Page 40: Bab I, II, III, IV

88.2%

11.4%

0.4%

Gambar 4: Persentase Responden Berdasarkan Klasifikasi Maloklusi

Kelas I

Kelas II

Kelas III

Berdasarkan tabel 5.1 di atas, jumlah sampel yang menderita maloklusi kelas

I adalah 225 pasien, 29 pasien yang menderita kelas II, dan 1 pasien yang menderita

kelas III. Pada tabel di atas juga menunjukkan persentase responden yang menderita

maloklusi kelas I sebesar 88,2%, 11,4% yang menderita kelas II, dan 0,4% yang

menderita kelas III hal ini juga tergambarkan pada pie diagram di atas (gambar 4).

Selain itu, dari tabel di atas juga dapat diketahui gambaran analisis ALD pada tiap

tingkatan maloklusi berbeda, dimana kelas I kekurangan ruang rata-rata 10,47 mm

pada rahang atas dan kekurangan ruang rata-rata 11,75 mm pada rahang bawah.

Kelas II kekurangan ruang rata-rata 24,41 mm pada rahang atas dan kekurangan

ruang rata-rata 24,21 mm pada rahang bawah. Kelas III kekurangan ruang rata-rata

6,5 mm pada rahang atas dan kekurangan ruang rata-rata 7 mm pada rahang bawah.

TABEL 5.2 Gambaran analisis ALD berdasarkan jenis kelamin pasien di Klinik Ortodontik RSGM-UNHAS.

Jenis KelaminJumlah Sampel Analisis ALDn % RA RB

Laki laki 71 27.8 -15,51 -15,08Perempuan 184 72.2 -10,7 -12,41

Total 255 100 - -Keterangan : RA = Rahang Atas ; RB = Rahang Bawah

40

Page 41: Bab I, II, III, IV

27.8%

72.2%

Gambar 5: Persentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Laki laki

Perempuan

Berdasarkan tabel 5.2 di atas dapat diketahui bahwa jumlah sampel yang

berjenis kelamin laki-laki adalah 71 orang dan yang berjenis kelamin perempuan

adalah 184 orang. Pada tabel di atas juga menunjukkan persentase responden yang

berjenis kelamin perempuan 72,2%, dan 27,8% responden laki-laki hal ini juga

digambarkan pada pie diagram di atas (gambar 5). Selain itu, dari tabel di atas dapat

dilihat adanya perbedaan gambaran analisis ALD antara laki-laki dan perempuan,

dimana laki-laki kekurangan ruang rata-rata 15,51 mm pada rahang atas dan

kekurangan ruang rata-rata 15,08 pada rahang bawah. Pada perempuan rata-rata

kekurangan ruang sebesar 10,70 mm pada rahang atas dan kekurangan ruang rata-

rata 12,41 mm pada rahang bawah.

41

Page 42: Bab I, II, III, IV

TABEL 5.3 Gambaran analisis ALD berdasarkan klasifikasi maloklusi dan jenis kelamin pasien di Klinik Ortodontik RSGM-UNHAS.

Klasifikasi Maloklusi Jenis KelaminJumlah Sampel Analisis ALD

n % RA RBKelas I Laki-laki 57 22.3 -12.93 -12.31 Perempuan 168 65.9 -9.62 -11.56Kelas II Laki-laki 10 3.9 -24.55 -23.65 Perempuan 19 7.5 -24.34 -24.50Kelasi III Laki-laki 1 0.4 -6.5 -7 Perempuan 0 0 0 0Total 255 100 - -

Keterangan : RA = Rahang Atas ; RB = Rahang Bawah

Berdasarkan tabel 5.3 di atas dapat diketahui bahwa jumlah sampel yang

menderita kelas I dengan jenis kelamin laki-laki adalah 57 orang atau 22,3% dan

yang berjenis kelamin perempuan adalah 168 orang atau 65.9%, yang menderita

kelas II dengan jenis kelamin laki-laki adalah 10 orang atau 3.9% dan yang berjenis

kelamin perempuan adalah 19 orang atau 7,5% , dan yang menderita kelas III dengan

jenis kelamin laki-laki adalah 1 orang atau 0.4% dan yang berjenis kelamin

perempuan tidak ada. Selain itu, dari tabel di atas dapat dilihat adanya perbedaan

gambaran analisis ALD antara kelas I yang berjenis kelamin laki-laki dengan kelas I

yang berjenis kelamin perempuan, dimana laki-laki kekurangan ruang rata-rata 12,93

mm pada rahang atas dan kekurangan ruang rata-rata 12,31 pada rahang bawah

sedangkan perempuan rata-rata kekurangan ruang sebesar 9,62 mm pada rahang atas

dan kekurangan ruang rata-rata 11,56 mm pada rahang bawah. Begitupun halnya

dengan kelas II, dimana laki-laki kekurangan ruang rata-rata 24,55 mm pada rahang

atas dan kekurangan ruang rata-rata 23,65 pada rahang bawah sedangkan perempuan

rata-rata kekurangan ruang sebesar 24,34 mm pada rahang atas dan kekurangan

ruang rata-rata 24,50 mm pada rahang bawah. Pada kelas III yang berjenis kelamin

laki-laki kekurangan ruang rata-rata 6,5 mm pada rahang atas dan kekurangan ruang

42

Page 43: Bab I, II, III, IV

rata-rata 7 pada rahang bawah sedangkan yang berjenis kelamin perempuan tidak

ada.

43

Page 44: Bab I, II, III, IV

BAB VI

PEMBAHASAN

Pada tabel 5.1, terlihat jumlah pasien yang menderita maloklusi kelas I lebih

banyak daripada kelas II maupun kelas III. Tabel ini juga memperlihatkan gambaran

analisis ALD berdasarkan klasifikasi maloklusi, dimana kelas II kekurangan ruang

lebih besar daripada kelas I maupun kelas III. Hal ini sesuai dengan penelitian

Gerard dkk yang menyatakan bahwa perbedaan ukuran gigi terjadi pada kelas II

divisi 1 maloklusi dengan kelas III maloklusi.3 Akan tetapi hal ini tidak sejalan

dengan penelitian oleh Doris dkk, Lavelle yang meneliti perbedaan lebar mesiodistal

gigi berdasarkan maloklusi menyatakan bahwa lebar mesiodistal gigi permanen

paling besar pada kelas I, terkecil pada kelas III, dan yang berada diantaranya adalah

kelas II1 artinya kelas I lebih kekurangan ruang atau lebih membutuhkan ruang

karena lebar mesiodistal gigi-giginya lebih lebar dibandingkan kelas II maupun kelas

III. Begitupun dengan Arya dkk menyatakan bahwa tidak ada perbedaan lebar

mesiodistal gigi dalam kategori maloklusi. Howe dkk juga menyatakan bahwa tidak

ada perbedaan antara lebar mesiodistal pada kelompok gigi berjejal dan tidak

berjejal.1

Pada tabel 5.2, terlihat bahwa adanya perbedaan gambaran analisis ALD antara

laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki cenderung lebih besar kekurangan ruang

untuk menampung gigi-gigi yang ada dibanding perempuan. Hal ini sejalan dengan

hasil penelitian dari Garn dkk, Arya, Lavelle, dan sony yang meneliti lebar

mesiodistal gigi permanen pada laki-laki dan perempuan, dimana lebar mesiodistal

gigi laki-laki lebih lebar dari perempuan. Terjadinya perbedaan kebutuhan ruang

44

Page 45: Bab I, II, III, IV

untuk menampung gigi-gigi pada laki-laki dan perempuan juga disebabkan oleh

faktor pertumbuhan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Salzman yang

menyatakan bahwa umumnya pertumbuhan pada laki-laki dan perempuan berbeda.1

Oleh karena itu semakin lebar mesiodistal gigi laki-laki maka akan berpengaruh

pada besar lengkung gigi, sehingga secara tidak langsung mempengaruhi gambaran

analisis ALD.

Pada tabel 5.3, terlihat bahwa adanya perbedaan gambaran analisis ALD antara

kelas I yang berjenis kelamin laki-laki dengan kelas I yang berjenis kelamin

perempuan, dimana laki-laki cenderung lebih besar kekurangan ruang untuk

menampung gigi-gigi yang ada dibanding perempuan. , hal ini juga ditunjukkan pada

gambaran ALD antara kelas III yang berjenis kelamin laki-laki dengan kelas III yang

berjenis kelamin perempuan, dimana laki-laki cenderung lebih besar kekurangan

ruang untuk menampung gigi-gigi yang ada dibanding perempuan. Berbeda dengan

kelas II, dimana perempuan cenderung lebih besar kekurangan ruang untuk

menampung gigi-gigi yang ada dibanding laki-laki pada rahang bawah

45

Page 46: Bab I, II, III, IV

BAB VII

PENUTUP

7.1 SIMPULAN

Analisis ALD merupakan salah satu cara penetapan kebutuhan ruang untuk

pengaturan gigi-gigi dalam perawatan ortodontik. Analisis ini juga merupakan

penyederhanaan dari metode analisis Set up model yang dikemukakan oleh Kesling

(1956). Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui perbedaan panjang lengkung

rahang dengan panjang lengkung gigi sehingga diketahui berapa selisihnya agar

dapat ditentukan indikasi perawatannya.

Berdasarkan penelitian gambaran analisis ALD pada pasien yang datang di

RSGM-UNHAS dapat disimpulkan bahwa:

1. Gambaran analisis ALD berdasarkan tingkat klasifikasi maloklusi menunjukkan

adanya perbedaan kebutuhan ruang, dimana kelas II kekurangan ruang lebih

besar daripada kelas I maupun kelas III.

2. Gambaran analisis ALD berdasarkan jenis kelamin menunjukkan adanya

perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki cenderung

kekurangan ruang lebih besar daripada perempuan.

7.2 SARAN

Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan dengan meneliti gambaran analisis

ALD setelah perawatan ortodontik agar bisa melihat perbedaan gambaran ALD

sebelum perawatan dan sesudah perawatan.

46

Page 47: Bab I, II, III, IV

47