Bab i Diare Akut

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IDIARE AKUT1.1 PendahuluanDi negara berkembang, diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak1,2. Pada sebagian besar kasus penyebab adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit, namun demikian berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare akut seperti sindroma malabsorpsi1. Diare yang disebabkan oleh virus bersifat self-limiting, sehingga aspek terpenting adalah mencegah terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan menjamin asupan nutrisi untuk mencegah gangguan pertumbuhan akibat diare2. Diare memiliki keterkaitan yang cukup erat dengan kejadian kurang gizi. Setiap episode diare dapat menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anoreksia dan berkurangnya kemampuan menyerap sari makanan, sehingga apabila episodenya berlangsung cukup lama akan berdampak terhadap pertumbuhan dan kesehatan anak.21.2 DefinisiDiare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu1,2. Pada bayi yang sedang mengkonsumsi ASI, tidak jarang buang air besarnya lebih dari 3 - 4 kali per hari. Keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intolerensi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya tidak seperti biasanya1.1.3 EpidemiologiDiare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun2. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang1. Sebagai gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di Indonesia, hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk dolongan 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25.2% dibandingkan pneumonia 15.5%2.1.4 Cara Penularan dan Faktor RisikoCara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal - oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan dengan penderita atau barang - barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat2. Penularan ini dapat dibagi atas empat cara/4F (finger, flies, fluid, field) 1. Faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain: tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 - 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik2. Selain hal - hal tersebut beberapa faktor penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik. 1. Faktor umur. Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 - 11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI1. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa.

2. Infeksi asimtomatik. Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan, dan berpindah - pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.3. Faktor musim. Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Didaerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.4. Epidemi dan pandemi. Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan pandemi yang mengakibatkan tingginya angka morbiditas dan mortalitas pada semua golongan usia1. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V.Cholera 0.1 biotipe Eltor telah menyebar ke negara - negara di Afrika, Amerika Latin, Asia, Timur Tengah dan di beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun waktu yang sama Shigella dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar di Amerika Tengah dan terakhir di Afrika Tengah dan Asia Selatan. Pada akhir tahun 1992, di kenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan epidemi di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.1.5 Etiologi

Pada saat ini, telah dapat diidentifikasikan tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri, dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non imflammatory dan inflammatory1.

Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan oleh dan /atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin. Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah sebagai berikut1:

Penyebab diare akut infeksi

Golongan BakteriAeromonas Bacillus cereus Campylobacter jejuni

Clostridium perfringens Clostridium difficile Escherichia coli

Plesiomonas shigeloides Salmonella Shigella

Staphylococcus aureus Vibrio cholera Vibrio parahemolyticus

Yersinia enterocolitica

Golongan VirusAstrovirus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) Enteric adenovirus

Coronavirus Rotavirus Norwalk virus

Cytomegalovirus* Herpes simplex virus*

Golongan ParasitBalantidium coli Blastocystis homonis Cryptosporidium parvum

Entamoeba histolytica Giardia lamblia Isospora belli

Trichuris trichiura Strongyloides stercoralis

* umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita immunocompromised

Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-anak yaitu: Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni dan Cryptosopridium1.

Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus pada usus halus. Biopsi usus halus menunjukkan berbagai tingkat penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar pada lamina propria. Perubahan-perubahan patologis yang diamati tidak berkolerasi dengan gejala - gejala klinis dan biasanya sembuh sebelum penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak terkena walaupun biasanya digunakan istilah gastroenteritis, walaupun pengosongan lambung tertunda telah didokumentasi selama infeksi virus Norwalk.

Virus menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang villus di usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel - sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya belum baik. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi hipereristaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna1.

Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel - sel yang terdiferensiasi, yang mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida dan fungsi penyerapan seperti transport air dan elektrolit melalui pengangkut bersama (kotransporter) glukosa dan asam amino. Enterosit kripta merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak mempunyai enzim hidrofilik tepi bersilia dan merupakan pensekresi (sekretor) air dan elektrolit. Dengan demikian infeksi virus selektif sel - sel ujung villus usus menyebabkan (1) ketidakseimbangan rasio penyerapan cairan usus terhadap sekresi, dan (2) malabsorbsi karbohidrat kompleks, terutama laktosa.

Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel - sel usus cAMP, cGMP, dan Ca-dependen. Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh virus tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik. Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.

Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada anak antara lain1:

Penyebab diare non infeksi

1. Kesulitan makan

2. Defek anatomisMalrotasi, Penyakit Hirchsprung, Short Bowel Syndrome, Atofi mikrovilli

3. MalabsorpsiDefisiensi disakaridase, Malabsorpsi glukosa-galaktosa, Cholestosis, Celiac

4. EndokrinopatiThyrotoksikosis, Penyakit Addison, Sindroma Adrenogenital

5. Keracunan makananLogam berat, Mushrooms

6. NeoplasmaNeuroblastoma, Phaeochromocytoma, Sindroma Zollinger-Ellison

7. Lain - lainAlergi susu sapi, Chrons disease, Infeksi non-GIT, Defisiensi imun, Colitis ulserosa, Gangguan motilitas usus, Pellagra

1.6 Mekanisme Diare

Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare: 1. Pembagian diare menurut etiologi

2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan :

a. Absorbsi

b. Gangguan sekresi3. Pembagian diare menurut lamanya diare:

a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari.

b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non - infeksi.

c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.

Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang saling tumpang tindih. Menurut mekanisme diare maka dikenal:

1. Gangguan absorbsi atau diare osmotik.

Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti celiac sprue, atau karena: a. mengkonsumsi magnesium hidroksida

b. defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisiensi pada anak yang lebih besar

c. adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas1. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejenum yang bersifat permeable, air akan mengalir kearah lumen jejenum, sehingga air akan banyak terkumpul dalam lumen usus. Natrium akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Natrium yang normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Magnesium, glukose, sukrose, laktose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon, sehingga terjadi diare. Bahan - bahan seperti karbohidrat dari jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan, akan memberikan dampak yang sama.2. Malabsorbsi umum.

Keadaan seperti short bowel syndrome, celiac, protein, peptida, tepung, asam amino, dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotik pada lumen usus. Kerusakan sel (yang secara normal akan menyerap Natrium dan air) dapat disebabkan virus atau kuman, seperti Salmonella, Shigella, atau Campylobacter1. Sel tersebut juga dapat rusak karena inflammatory bowel disease idiopatik, akibat toksin, atau obat - obat tertentu. Gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan malabsorpsi usus halus adalah atrofi villi. Lebih lanjut, mikroorganisme tertentu (bakteri tumbuh lampau, giardiasis, dan enteroadheren E. coli) menyebabkan malabsorbsi nutrien dengan merubah faal membran brush border tanpa merusak susunan anatomi mukosa. Maldigesti protein lengkap, karbohidrat, dan trigliserid diakibatkan insufisiensi eksokrin pankreas menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan mengakibatkan diare osmotik.

Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan pemecahan kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya menyebabkan maldigesti, malabsorbsi, dan akhirnya menyebabkan diare osmotik1. Steatorrhe berbeda dengan malabsorbsi protein dan karbohidrat dengan asam lemak rantai panjang intraluminal, tidak hanya menyebabkan diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi ion klorida sehingga diare tersebut dapat disebabkan malabsorpsi karbohidrat oleh karena kerusakan difus mukosa usus, defisiensi sukrosa, isomaltosa, dan defisiensi kongenital laktase, pemberian obat pencahar; laktulose, pemberian magnesium hydroxide (misalnya susu Mg), malabsorpsi karbohidrat yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon iritabel. Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan kekambuhan diare. Pemberian makan/minum yang tinggi karbohidrat, setelah mengalami diare, menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus yang menyebabkan kerusakan mukosa sehingga menyebabkan gangguan sekresi enzim laktase, menyebabkan gangguan absorpsi nutrisi laktose.

3. Gangguan sekresi atau diare sekretorik.a. Hiperplasia kriptaTeoritis adanya hiperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat menyebabkan sekresi intestinal dan diare. Pada umumnya penyakit ini menyebabkan atrofi villi1.b. Luminal secretagogues

Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihydroxy, serta asam lemak rantai panjang.

Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau Ca2+ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase1. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan ion klorida di kripta keluar. Di sisi lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk kedalam lumen usus bersama ion klorida.

Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase. Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler, meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa obat menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit malabsorpsi seperti reseksi ileum dan penyakit Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti menyebabkan peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak.c. Blood-borne secretagoguesDiare sekretorik pada anak - anak di negara berkembang, umumnya disebabkan enterotoksin E. coli atau Cholera. Berbeda dengan negara berkembang, di negara maju,diare sekretorik jarang ditemukan, apabila ada kemungkinan disebabkan obat atau tumor seperti ganglioneuroma atau neuroblastoma yang menghasilkan hormone seperti VIP. Pada orang dewasa, diare sekretorik berat disebabkan neoplasma pankreas, sel non - beta yang menghasilkan VIP, Polipeptida pankreas, hormon sekretorik lainnya (sindroma watery diarrhea hypokalemia achlorhydria (WDHA) 1. Diare yang disebabkan tumor ini termasuk jarang. Semua kelainan mukosa usus, berakibat sekresi air dan mineral berlebihan pada vilus dan kripta serta semua enterosit terlibat dan dapat terjadi mukosa usus dalam keadaan normal.4. Diare akibat gangguan peristaltik.Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat - obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi. Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjungasi garam empedu, dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon iritable pada bayi1. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan berbagai penyakit lain.5. Diare inflamasiProses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limphatic menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein, dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk di lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik.

Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction, menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi. Efek infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis dan fungsi absorpsi yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Berkes J dkk. 2003 menunjukkan bahwa peranan bakteri enteral patogen pada diare terletak pada perubahan barrier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada cellular cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh itu bisa pada kedua komponen tersebut atau salah satu komponen saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi klorida yang akan diikuti natrium dan air. Sebagai contoh C.difficile akan menginduksi kerusakan cytoskeleton maupun protein, Bacteroides fragilis menyebabkan degradasi proteolitik protein tight junction, V cholera mempengaruhi distribusi protein tight junction, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton. 6. Diare terkait imunologiDiare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III dan IV1. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen makanan. Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada Coeliac disease dan protein loss enteropaties. Pada reaksi tipe I, alergen yang masuk tubuh menimbulkan respon imun dengan dibentuknya IgE yang selanjutnya akan diikat oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil. Bila terjadi aktivasi akibat pajanan berulang dengan antigen yang spesifik, sel mast akan melepaskan mediator seperti histamin, ECF-A, PAF, SRA-A dan prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi reaksi komplek antigen-antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah yang mengaktifkan komplemen. Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan Macrophage Chemotactic Factor yang akan merangsang sel mast dan basofil melepas berbagai mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon imun seluler, disini tidak terdapat peran antibodi. Antigen dari luar dipresentasikan sel APC (Antigen Presenting Cell) ke sel Th 1 yang MHC-II dependen1. Terjadi pelepasan berbagai sitokin seperti MIF, MAF, dan IFN- oleh Th1. Sitokin tersebut akan mengaktifasi makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan.

Berbagai mediator diatas kan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air.1.7 Manifestasi Klinis

Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah1. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolis dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskular, dan kematian bila tidak diobati dengan tepat1. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, atau dehidrasi berat.

Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik patogen antara lain: vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomielitis, meningitis, pneumonia, hepatitis, peritonitis, dan septik trombophlebitis. Gejela neurologik dari infeksi usus bisa berupa paresthesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamat) hipotoni dan kelemahan otot (C.botulinum) 1.

Manifestasi immune mediated ekstraintestinal biasanya terjadi setelah diarenya sembuh, contoh1: Manifestasi immune mediated ekstraintestinal dan enteropatogen terkait

ManifestasiEnteropatogen terkait

Reactive arthritisSalmonella, Shigella, Yersinia, Camphylobacter, Clostridium difficile

Guillain Barre SyndromeCamphylobacter

GlomerulonephritisShigella, Camphylobacter, Salmonella

IgA nephropathyCamphylobacter

Erythema nodusumYersinia, Camphylobacter, Salmonella

Hemolytic anemiaCamphylobacter, Yersinia

Hemolytic Uremic SyndromeS. dysentrie, E. coli

Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta rektum menunjukkan terkenanya usus besar.

Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti: enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptpsporidium.

Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare8. Biasanya penderita tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien imunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat penting1. Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab

Gejala klinikRotavirusShigellaSalmonellaETECEIECKolera

Masa tunas17 -72 jam24-48 jam6-72 jam6-72 jam6-72 jam48-72 jam

Panas+++++-++-

Mual muntahSeringJarangSering+-Sering

Nyeri perutTenesmusTenesmuscrampTenesmuskolik-TenesmuscrampCramp

Nyeri kepala-++---

Lamanya sakit5-7 hari>7 hari3-7 hari2-3 hariVariasi3 hari

Sifat tinja

VolumeSedangSedikitSedikitBanyakSedikitBanyak

Frekuensi 5-10x/hari>10x/hariSeringSeringSeringTerus menerus

KonsistensiCairLembekLembekCairLembekCair

Darah-SeringKadang-+-

BauLanguBusuk+-Amis

WarnaKuning hijauMerah hijauKehijauanTak berwarnaMerah hijauAir cucian beras

Leukosit-++---

Lain - lainAnorexiaKejang Sepsis MeteorismusInfeksi sistemik

*ETEC: enterotoxigenic eschericia coli,, EIEC: enteroinvasive eschericia coli1.8 Diagnosis AnamnesisPada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah: volume dan frekuensinya5. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6 - 8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberikan oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat - obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya5. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah9. Selanjutnya perlu dicari tanda - tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda - tanda tambahan lainnya: ubun - ubun besar cekung atau tidak, mata: cekung atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut, dan lidah kering atau basah5,9.

Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik5. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstrimitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi1.

Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subjektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, kriteria MMWR, dan lain - lain dapat dilihat pada table berikut.

Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 20031

SimptomMinimal atau tanpa dehidrasi

kehilangan BB < 3%Dehidrasi ringan-sedang

kehilangan BB 3 9%Dehidrasi berat

kehilangan BB >9%

Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah, irritableApatis, letargi, tidak sadar

Denyut jantungNormal Normal - meningkatTakikardi, bradikardi pada kasus berat

Kualitas nadiNormal Normal - melemahLemah, kecil, tidak teraba

Pernapasan Normal Normal - cepatDalam

Mata Normal Sedikit cekungSangat cekung

Air mataAda BerkurangTidak ada

Mulut dan lidahBasah Kering Sangat kering

Cubitan kulitSegera kembaliKembali < 2 detikKembali > 2 detik

Capillary refillNormal Memanjang Memanjang, minimal

ExtremitasHangat Dingin Dingin, mottled, sianotik

Kencing Normal Berkurang Minimal

Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 19951,11

PenilaianABC

Keadaan umumBaik, sadar*Gelisah, rewel*Lesu, lunglai, atau tidak sadar

MataNormalCekungSangat cekung dan kering

Air mataAda Tidak adaKering

Mulut dan lidahBasah Kering Sangat kering

Rasa hausMinum biasa tidak haus*Haus, ingin minum banyak*Malas minum atau tidak bisa minum

Periksa: turgor kulitKembali cepat*Kembali lambat*Kembali sangat lambat

Hasil pemeriksaan: Tanpa dehidrasiDehidrasi ringan / sedang

Bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih tanda lainDehidrasi berat

Bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih tanda lain

Terapi Rencana terapi ARencana terapi BRencana terapi C

Penentuan derajat dehidrasi menurut sistim pengangkaan - Maurice King (1974) 1

Bagian tubuh yang diperiksaNilai untuk gejala yang ditemukan

012

Keadaan umumSehat Gelisah, cengeng, apatis, ngantukMengigau, koma atau syok

Kekenyalan kulitNormal Sedikit kurangSangat kurang

Mata NormalSedikit cekungSangat cekung

Ubun-ubun besarNormalSedikit cekungSangat cekung

Mulut NormalKering Kering dan sianosis

Denyut nadi/menitKuat < 120Sedang (120-140)Lemah > 140

* Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0,1 atau 2 sesuai dengan tabel kemudian dijumlahkanNilai 0 - 2 = tanpa / dengan dehidrasi ringan3 6 = Sedang

7 12= Berat Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab - sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urin, dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.Pemeriksaan laboratorium yang kadang - kadang diperlukan pada diare akut: 1

DarahDarah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur, dan tes kepekaan terhadap antibiotika.

UrinUrin lengkap, kultur, dan tes kepekaan terhadap antibiotika.

TinjaMakroskopik

Mikroskopik

Tinja: Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal4,6.

Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti: E. histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapatdarah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis - garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides6.Tinja: Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides1. Lekosit yang ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN, kecuali pada S. typhii lekosit mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat lekosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E. histolytica pada umumnya lekosit pada tinja minimal. Parasit yang menyebabkan diare pada umuumnya tidak memproduksi lekosit dalam jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parasit kecuali terdapat riwayat baru saja berpergian ke daerah risiko tinggi, kultur tinja negatif untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien immunocompromised. Pasien yang dicurigai menderita diare yang disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis, dan strongyloidiasis dimana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi, atau biopsi duodenum atau yeyunum bagian atas mungkin diperlukan. Karena organism ini hidup di saluran cerna bagian atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan specimen tinja. Biopsi duodenum adalah metoda yang spesifik dan sensitif untuk diagnosis giardiasis, strongylodiasis, dan protozoa yang membentuk spora. E. hystolitica dapat didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopik tinja segar4. Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada tinja yang berbentuk. Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan kista amuba. Pemeriksaan serial mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi intermiten. Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan konsentrasi antibodi. Serologis test untuk amuba hampir selalu positif pada disentri amuba akut dan amubiasis hati.

Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB diare dan pada penderita immunocompromised1.

Oleh karena bakteri tertentu seperti: Y. enterocolitica, V. cholerae, V. Parahaemolyticus, Aeromonas, C. difficile, E. coli 0157: H7, dan Campylobacter membutuhkan prosedur laboratorium khusus untuk identifikasinya, perlu diberi catatan pada label apabila ada salah satu dicurigai sebagai penyebab diare yang terjadi4. Deteksi toksin C. difficile sangat berguna untuk diagnosis antimikrobial kolitis. Proctosigmoidoscopy mungkin membantu dalam menegakkan diagnosis pada penderita dengan simptom kolitis berat atau penyebab inflammatory enteritis syndrome tidak jelas setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium pendahuluan.Tes laboratorium tinja yang digunakan untuk mendeteksi enteropatogen1:

Tes LaboratoriumOrganisme diduga / identifikasi

Mikroskopik : Lekosit pada tinjaInvasif atau bakteri yang memproduksi sitotoksin

Trophozoit, kista, oocysts, sporaG. lamblia, E. histolytica, Cryptosporidium, I. belli, Cyclospra

Rhabditiform larvaStrongyloides

Spiral atau basil Gram - berbentuk SCamphylobacter jejuni

Kultur tinjaStandardE. coli, Shigella, Salmonella, Camphylobacter jejuni

SpesialY. enterocolitica V. cholerae, V. parahaemolyticus, C. difficile, E. coli O 157:H7

Enzyme imunoassay atau latex aglutinasiRotavirus, G. lamblia, enteric adenovirus, C. difficile

SerotypingE. coli O 157:H7, EHEC, EPEC

Latex aglutinasi setelah broth enrichmentSalmonella, Shigella

Tes yang dilakukan di laboratorium risetBakteri yang memproduksi toksin, EIEC, EAEC, PCR untuk genus yang virulen

1.9 Terapi

Rehidrasi bukanlah satu - satunya strategi dalam penatalaksanaan diare. Tujuan terapi adalah untuk memperbaiki kondisi usus dan menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit, yaitu1:

1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru

2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut - turut

3. ASI dan makanan tetap diteruskan

4. Antibiotik selektif

5. Nasihat kepada orang tua

I. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru

Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Oralit formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia Selatan yang terutama disebabkan karena disentri, yang menyebabkan berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh, terutama natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak terjadi akhir - akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih baik adalah disebabkan oleh karena virus1. Diare karena virus tersebut tidak menyebabkan kekurangan elektrolit seberat pada disentri. Karena itu, pada ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah8. Osmolaritas larutan baru lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia.

Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah2. Keamanan oralit ini sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan osmolaritas yang rendah ini juga menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non - kolera pada anak1.

Komposisi Oralit Baru Osmolaritas RendahMmol/liter

Natrium75

Klorida65

Glucose, anhydrous75

Kalium20

Sitrat10

Total Osmolaritas245

Ketentuan pemberian oralit formula baru2:

1. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru.

2. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk persediaan 24 jam.

3. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50 - 100 ml tiap kali BAB.

b. Untuk anak 2 tahun atau lebih: berikan 100 - 200 ml tiap BAB.

4. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan harus dibuang.4II. Zinc diberikan selama 10 hari berturut - turut

Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Pemberian zinc yang dilakukan di awal masa diare selama 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien1. Lebih lanjut lagi, ditemukan bahwa pemberian zinc pada anak penderita kolera dapat menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan.

Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan1. Zinc juga berperan dalam system kekebalan tubuh dan merupakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi.

Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel seluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepatkan pembersihan patogen dari usus1. Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.Dosis zinc untuk anak - anak: 1Anak di bawah umur 6 bulan: 10 mg (1/2 tablet) per hari

Anak di atas umur 6 bulan: 20 (1 tablet) per hari

Zinc diberikan selama 10 - 14 hari berturut - turut meskipun anak telah sembuh dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk anak - anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit.

III. ASI dan makanan tetap diteruskan

ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi yang hilang. Pada diare berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase penyembuhan.IV. Antibiotik selektif

Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena akan mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan3. Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta menambah biaya pengobatan yang tidak perlu. Pada penelitian multipel ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap antibiotik yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan trimetoprim sulfametosazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik terjadi melalui mekanime berikut: inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik oleh bakteri, perubahan struktur bakteri yang menjadi target antibiotik, dan perubahan permeabilitas membrane terhadap antibiotik.V. Nasihat pada ibu atau pengasuh

Kembali segera jika demam, tinja berdarah, berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari1,3.

Infeksi usus pada umumnya self limited, tetapi terapi non spesifik dapat membantu penyembuhan pada sebagian pasien dan terapi spesifik, dapat memperpendek lamanya sakit dan memberantas organism penyebab. Dalam merawat penderita dengan diare dan dehidrasi terdapat beberapa pertimbangan terapi:

1. Terapi cairan dan elektrolit.

2. Terapi diit.

3. Terapi non spesifik dengan antidiare.

4. Terapi spesifik dengan antimikroba.

Walaupun demikian, berdasarkan penelitian epidemiologis di Indonesia dan negara berkembang lainnya, diketahui bahwa sebagian besar penderita diare biasanya malah dalam keadaan dehidrasi ringan atau belum dehidrasi. Hanya sebagian kecil dengan dehidrasi lebih berat dan memerlukan perawatan di sarana kesehatan. Perkiraan secara kasar menunjukkan dari 1 000 kasus diare yang ada di masyarakat, 900 dalam keadaan dehidrasi ringan, 90 dalam keadaan dehidrasi sedang, dan 10 dalam keadaan dehidrasi berat, 1 diantaranya disertai komplikasi serta penyakit penyerta yang penatalaksanaannya cukup rumit. Berdasarkan data diatas, sesuai dengan panduan WHO, pengobatan diare akut dapat dilaksanakan secara sederhana yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per - oral serta melanjutkan pemberian makanan, sedangkan terapi non spesifik dengan antidiare tidak direkomendasikan dan terapi antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan dan elektrolit secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi berat.A. Pengobatan diare tanpa dehidrasi ~ Terapi Rehidrasi Oral (TRO)

Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberikan cairan rumah tangga untuk mencegah dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula garam, kuah sayur-sayuran dan sebagainya. Pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh keluarga penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10 ml/kgBB atau untuk anak usia < 1 tahun adalah 50 - 100 ml, 1 - 5 tahun adalah 100 - 200 ml, 5 - 12 tahun adalah 200 - 300 ml dan dewasa adalah 300 - 400 ml setiap BAB1,6.

Untuk anak dibawah 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit3. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari cangkir atau gelas dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan - lahan misalnya 1 sendok setiap 2 - 3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. Selain cairan rumah tangga ASI dan makanan yang biasa dimakan tetap harus diberikan. Makanan diberikan sedikit - sedikit tetapi sering (lebih kurang 6 kali sehari) serta rendah serat. Buah - buahan diberikan terutama pisang. Makanan yang merangsang (seperti makanan yang pedas, asam, atau terlalu banyak lemak) jangan diberikan dulu karena dapat menyebabkan diare bertambah berat. Bila dengan pengobatan ini diare tetap berlangsung atau bertambah hebat dan keadaan anak bertambah berat serta jatuh dalam dehidrasi ringan - sedang, obati dengan cara pengobatan dehidrasi ringan - sedang. B. Pengobatan diare dehidrasi ringan - sedang ~ Terapi Rehidrasi Oral (TRO)

Penderitadiare dengan dehidrasi ringan - sedang harus dirawat di sarana kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB1,6. Bila berat badannya tidak diketahui, meskipun cara ini kurang tepat, perkiraan kekurangan cairan dapat ditentukan dengan menggunakan umur penderita, yaitu: untuk umur < 1 tahun adalah 300 ml, 1 - 5 tahun adalah 600 ml, > 5 tahun adalah 1200 ml dan dewasa adalah 2400 ml3,6. Rentang nilai volume cairan ini adalah perkiraan, volume yang sesungguhnya diberikan ditentukan dengan menilai rasa haus penderita dan memantau tanda - tanda dehidrasi.

Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberikan lagi. Sebaliknya bila dengan volume di atas, kelopak mata menjadi bengkak, pemberian oralit harus dihentikan sementara dan diberikan minum air putih atau air tawar. Bila oedem kelopak mata sudah hilang dapat diberikan lagi.

Apabila karena sesuatu hal, pemberian oralit tidak dapat diberikan secara per - oral, oralit dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume yang sama dengan kecepatan 20 ml/kgBB/jam1. Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi, apakah membaik, tetap atau memburuk. Bila keadaan penderita membaik dan dehidrasi teratasi pengobatan dapat dilanjutkan dirumah dengan memberikan oralit dan makanan dengan cara seperti pada pengobatan diare tanpa dehidrasi. Bila memburuk dan penderita jatuh dalam keadaan dehidrasi berat, penderita tetap dirawat di sarana kesehatan dan pengobatan yang terbaik adalah pemberian cairan parenteral. C. Pengobatan diare dehidrasi berat ~ Terapi Rehidrasi Parenteral (TRP)

Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di puskesmas atau Rumah Sakit. Pengobatan terbaik adalah dengan terapi rehidrasi parentral. Pasien yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberikan oralit sampai cairan infuse terpasang. Semua anak harus diberikan oralit selama pemberian cairan intravena ( 5 ml/kgBB/jam), apabila dapat minum dengan baik, biasanya dalam 3 - 4 jam (untuk bayi) atau 1 - 2 jam (untuk anak yang lebih besar). Pemberian tersebut dilakukan untuk memberi tambahan basa dan kalium yang mungkin tidak dapat disuplai dengan cukup dengan pemberian cairan intravena. Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100 ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk < 1 tahun 1 jam pertama 30 cc/kgBB, dilanjutkan 5 jam berikutnya 70 cc/kgBB. Diatas 1 tahun jam pertama 30 cc/kgBB dilanjutkan 2 jam berikutnya 70 cc/kgBB1,6.

Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan I.V. dapat dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yang sesuai yaitu: pengobatan diare dengan dehidrasi ringan - sedang atau pengobatan diare tanpa dehidrasi7.D. Seng (Zinc)

Defisiensi seng sering didapatkan pada anak - anak di negara berkembang dan dihubungkan dengan menurunnya fungsi imun dan meningkatnya kejadian penyakit infeksi yang serius. Seng merupakan mikronutrien komponen berbagai enzim dalam tubuh, yang penting antara lain untuk sintesis DNA7,13. Pada sistematik review dari 10 RCT yang semuanya dilakukan di negara berkembang pada tahun 1999 didapatkan bahwa suplementasi seng dengan dosis minimal setengah dari RDA Amerika Serikat untuk seng, ternyata dapat menurunkan insiden diare sebanyak 15% dan prevalensi diare sampai 25%, kurang lebih sama dengan hasil yang dicapai upaya preventif yang lain seperti perbaikan higiene sanitasi dan pemberian ASI13. Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF telah menganjurkan penggunaan seng pada anak dengan diare dengan dosis 20 mg perhari selama 10 - 14 hari, dan pada bayi < 6 bulan dengan dosis 10 mg perhari selama 10 - 14 hari1,13.E. Pemberian makanan selama diare

Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah sembuh. Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrient sebanyak yang anak mampu menerima1. Sebagian besar anak dengan diare cair, nafsu makannya akan timbul kembali setelah dehidrasi teratasi7. Meneruskan pemberian makanan akan mempercepatkan kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak dikurangi. Sebaliknya, pembatasan makanan akan menyebabkan penurunan berat badan sehingga diare menjadi lebih lama dan kembalinya fungsi usus akan lebih lama. Makanan yang diberikan pada anak diare tergantung kepada umur, makanan yang disukai, dan pola makan sebelum sakit serta budaya setempat. Pada umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama dengan yang dibutuhkan dengan anak yang sehat. Bayi yang minum ASI harus diberikan sesering mungkin dan selama anak mau. Bayi yang tidak minum ASI harus diberikan susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3 jam. Pengenceran susu atau penggunaan susu rendah atau bebas laktosa mungkin diperlukan untuk sementara bila pemberian susu menyebabkan diare timbul kembali atau bertambah hebat sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH < 6) dan terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja > 0,5%. Setelah diare berhenti, pemberian tetap dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali dengan susu atau formula biasanya diminum secara bertahap selama 2 - 3 hari.

Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energi diit harus berasal dari makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6 kali atau lebih) dan anak dibujuk untuk makan. Kombinasi susu formula dengan makanan tambahan seperti serealia pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik pada anak yang telah disapih. Pada anak yang lebih besar, dapat diberikan makanan yang terdiri dari makanan pokok setempat, misalnya nasi, kentang, roti, gandum, atau bakmi. Untuk meningkatkan kandungan energinya dapat ditambahkan 5 - 10 ml minyak nabati untuk setiap 100 ml makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus dikarenakan kaya akan karoten. Campur makanan pokok tersebut dengan kacang - kacangan dan sayur - sayuran, serta ditambahkan tahu, tempe, daging, atau ikan. Sari buah segar atau pisang baik untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang mengandung banyak gula seperti sari buah manis yang diperdagangkan, minuman ringan sebaiknya dihindari.

F. Pemberian makanan setelah diare

Meskipun anak diberi makanan sebanyak yang dia mau selama diare, beberapa kegagalan pertumbuhan mungkin dapat terjadi terutama bila terjadi anoreksia bera1t. Oleh karena itu perlu pemberian ekstra makanan yang kaya akan zat gizi beberapa minggu setelah sembuh untuk memperbaiki kurang gizi dan untuk mencapai serta mempertahankan pertumbuhan yang normal. Berikan ekstra makanan pada saat anak merasa lapar, pada keadaan semacam ini biasanya anak dapat menghabiskan tambahan 50% atau lebih kalori dari biasanya7.G. Terapi medikamentosaBerbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti: antibiotika, antidiare, adsorben, antiemetik, dan obat yang mempengaruhi mikroflora usus. Beberapa obat mempunyai lebih dari satu mekanisme kerja, banyak diantaranya mempunyai efek toksik sistemik dan sebagian besar tidak direkomendasikan untuk anak dengan usia kurang dari 2 - 3 tahun. Secara umum dikatakan bahwa obat - obat tersebut tidak diperlukan untuk pengobatan diare akut.(i). AntibiotikAntibiotik pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotika. Hanya sebagian kecil (10 - 20%) yang disebabkan oleh bakteri patogen seperti V. Cholera, Shigella, Enterotoksigenik E. Coli, Salmonella, Camphylobacter dan sebagainya1.Antibiotik pada diare1

PenyebabAntibiotik PilihanAlternatif

KoleraTetrasiklin

12,5 mg/kgBB

4x sehari selama 3 hariErythromycin

12,5 mg/kgBB

4x sehari selama 3 hari

Shigella dysenteryCiprofloxacin

15 mg/kgBB

2x sehari selama 3 hariPivmecillinam

20 mg/kgBB

4x sehari selama 5 hari

Ceftriaxon

50 - 100 mg/kgBB

1x sehari IM selama 2 - 5 hari

AmoebiasisMetronidazole

10 mg/kgBB

3x sehari selama 5 hari atau 10 hari pada kasus berat

GiardiasisMetronidazole

5 mg/kgBB

3x sehari selama 5 hari

(ii). Obat antidiareObat - obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis dan tidak diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak. Beberapa dari obat - obat ini diantaranya:Adsorben (kaolin, attapulgite, smectite, activated charcoal, cholestyramine)Obat - obat ini dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar kemampuannya untuk mengikat dan menginaktivasi toksin bakteri atau bahan lain yang menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai kemampuan untuk melindungi mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti keuntungan praktis dari penggunaan obat ini untuk pengobatan rutin diare akut pada anak.

Antimotilitas (loperamide hydrochloride, diphenoxylate dengan atropin, tinctura opii, paregoric, codein)

Obat - obatan ini dapat mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja pada anak. Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan memperlambat eliminasi dari organisme penyebab. Dapat terjadi efek sedatif pada dosis normal. Tidak satupun dari obat - obatan ini boleh diberikan pada bayi dan anak dengan diare.Bismuth subsalicylate

Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat mengurangi keluaran tinja pada anak dengan diare akut sebanyak 30%. Akan tetapi, cara ini jarang digunakan.(iii). Antiemetik

Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine yang dapat menyebabkan mengantuk sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrasi oral. Oleh karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada anak dengan diare, muntah karena biasanya berhenti bila penderita telah terehidrasi.1.10 Komplikasi

Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi. Beberapa diantaranya membutuhkan pengobatan khusus1.Gangguan Elektrolit

(i). Hipernatremia

Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan - lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman.

Koreksi rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan caitan 0.45% saline - 5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline 5% dextrosa, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10 ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.

(ii). Hiponatremia

Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na < 130 mmol/L). Hiponatremi sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anak dengan hiponatemi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer Laktat atau Normal Saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 - kadar Na serum yang diperiksan dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam1.

(iii). Hiperkalemia

Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas 10% 0,5 - 1 ml/kgBB i.v pelan - pelan dalam 5 - 10 menit dengan monitor detak jantung1.(iv). Hipokalemia

Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K: jika kalium 2,5 3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5 kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB) 1,10.

Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi ginjal, dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.

1.11 Kegagalan Upaya Rehidrasi Oral

Kegagalan upaya rehidrasi oral dapat terjadi pada keadaan tertentu misalnya pengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang banyak, muntah yang menetap, tidak dapat minum, kembung, dan ileus paralitik, serta malabsorbsi glukosa. Pada keadaan - keadaan tersebut mungkin penderita harus diberikan cairan intravena.

Kejang

Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejang sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebut dapat disebabkan oleh karena hipoglikemi, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk, hiperpireksia, kejang terjadi bila panas tinggi, misalnya melebihi 40C, hipernatremi atau hiponatremi1.1.12 Pencegahan

Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara10:

1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare.

Kuman - kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal - oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran ini.

Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:

a. Pemberian ASI yang benar.

b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI.

c. Penggunaan air bersih yang cukup.

d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan.

e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga.

f. Membuang tinja bayi yang benar.

2. Memperbaiki daya tahan tubuh penjamu (host).

Cara - cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat mengurangi risiko diare antara lain:

a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun

b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberikan makan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak.

c. Imunisasi campak.1.13 Probiotik dan Prebiotik

Akhir - akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik, prebiotik, dan seng dalam pencegahan diare.A. ProbiotikProbiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik12,13. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik dalam waktu yang panjang terutama untukbayi yang tidak minum ASI. Pada sistematik review yang dilakukan Komisi Nutrisi ESPGHAN (European Society of Gastroenterology Hepatology and Nutrition) pada tahun 2004, didapatkan laporan - laporan yang berkaitan dengan peran probiotik untuk pencegahan diare. Saavedra dkk tahun 1994, melaporkan pada penelitiannya bahwa susu formula yang disuplementasi dengan Bifidobacterium lactis dan Streptococcus thermophylus bila diberikan pada bayi dan anak usia 5 - 24 bulan yang dirawat di Rumah Sakit dapat menurunkan angka kejadian diare dari 31% menjadi 7%, infeksi rotavirus juga berkurang dari 39% pada kelompok placebo menjadi 10% pada kelompok probiotik12. Penelitian Phuapradit P. dkk di Thailand pada tahun 1999 menunjukan bahwa bayi yang minum susu formula yang mengandung probiotik Bifidobacterium Bb 12 dan Streptococcus thermophylus lebih jarang menderita diare oleh karena infeksi rotavirus13.

Oberhelman RA dkk tahun 2002 melaporkan penggunaan Lactobacillus GG di Peru pada komunitas dengan resiko tinggi diare dapat menurunkan episode diare terutama pada anak - anak usia 18 - 29 bulan dibandingkan dengan placebo (4,7 v 5,9 episode/anak/tahun dengan p = 0,0005), akan tetapi penelitian yang sama di Finlandia tahun 2001 tidak menemukan adanya efek proteksi pada konsumsi jangka lama susu formula yang disuplementasi dengan probiotik12.

DSouza dkk tahun 2002 melaporkan bahwa probiotik jika diberikan bersama - sama dengan antibiotika mengurangi resiko antibiotic-associated diarrhea.

Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui: perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa pathogen usus, kompetisi nutrien, mencegah adhesi kuman patogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrient dan imunomodulasi12.

Disimpulkan bahwa beberapa probiotik potential mempunyai efek protektif terhadap diare, tetapi masih diperlukan penelitian dan evaluasi lebih lanjut termasuk efektivitas dan keamanannya, walaupun sejauh ini penggunaan probiotik pada percobaan klinis dikatakan aman.B. PrebiotikPrebiotik bukan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan. Umumnya kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora intestinal yang menguntungkan kesehatan.

Oligosakarida yang ada didalam ASI dianggap sebagai prototipe prebiotik oleh karena dapat merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan Bifidobacteria dalam kolon bayi yang minum ASI12. Data menunjukan angka kejadian diare akut lebih rendah pada bayi yang minum ASI. Tetapi pada dua penelitian RCT di Peru tahun 2003, bayi - bayi dikomunitas yang diberi sereal yang disuplementasi dengan Fruktooligosakarida (FOS) tidak menunjukan penurunan angka kejadian diare12. Penemuan lain yang dilakukan di Yogyakarta pada tahun 1998, suatu penelitian RCT yang melibatkan 124 penderita diare dengan tanpa melihat penyebabnya menunjukan adanya perbedaan bermakna lamanya diare, dimana pada penderita yang mendapat FOS lebih pendek masa diarenya dibanding placebo.

Rekomendasi penggunaannya untuk aspek pencegahan diare akut masih perlu menunggu penelitian - penelitian selanjutnya.

4