42
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman globalisasi membawa dampak besar terhadap perkembangan industri di Bali. Terutama peralatan yang digunakan untuk menghasilkan sebuah produk atau jasa di suatu industri tersebut. Untuk itu manusia dituntut perlu menguasai teknologi tersebut, agar bisa menggunakan teknologi canggih. Kondisi ini menuntut tingkat pendidikan dan skill yang cukup untuk mengimbangi teknologi industri yang semakin berkembang di Bali. Untuk itu lembaga-lembaga atau instansi pemerintah/swasta tidak hanya lembaga pendidikan perlu memfasilitasi masyarakat agar menguasai teknologi yang semakin canggih tersebut. Contohnya Politeknik Negeri Bali merupakan lembaga pendidikan yang memfasilitasi mahasiswa/mahasiswinya dengan teknologi industri yang canggih, agar nantinya mereka menguasai teknologi tersebut. Politeknik Negeri Bali adalah Perguruan Tinggi Negeri yang terdapat di jalan kampus Bukit Jimbaran, Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, Indonesia. Politeknik 1

Bab i, Bab II, Bab III

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas akhir lingkungan

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Zaman globalisasi membawa dampak besar terhadap perkembangan industri di Bali. Terutama peralatan yang digunakan untuk menghasilkan sebuah produk atau jasa di suatu industri tersebut. Untuk itu manusia dituntut perlu menguasai teknologi tersebut, agar bisa menggunakan teknologi canggih. Kondisi ini menuntut tingkat pendidikan dan skill yang cukup untuk mengimbangi teknologi industri yang semakin berkembang di Bali. Untuk itu lembaga-lembaga atau instansi pemerintah/swasta tidak hanya lembaga pendidikan perlu memfasilitasi masyarakat agar menguasai teknologi yang semakin canggih tersebut. Contohnya Politeknik Negeri Bali merupakan lembaga pendidikan yang memfasilitasi mahasiswa/mahasiswinya dengan teknologi industri yang canggih, agar nantinya mereka menguasai teknologi tersebut. Politeknik Negeri Bali adalah Perguruan Tinggi Negeri yang terdapat di jalan kampus Bukit Jimbaran, Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, Indonesia. Politeknik Negeri Bali merupakan salah satu Perguruan Tinggi Negeri dan merupakan sarana pendidikan untuk mencetak Tenaga Profesional yang Memiliki Daya Saing Internasional. Politeknik Negeri Bali memiliki 6 jurusan yaitu salah satunya: Teknik Sipil. Jurusan Teknik Sipil di Politeknik Negeri Bali memiliki sarana dan prasarana yang menunjang untuk ilmu ketekniksipilan, diantaranya: laboraturium teknik sipil yaitu laboraturium tanah, laboraturium hidrolika, laboraturium gambar, laboraturium komputer dan laboraturium beton. Workshop adalah tempat kerja yang sering juga disebut bengkel, dimana intinya workshop adalah tempat dimana mahasiswa melakukan praktek atau melakukan kegiatan teknis yang didukung dengan alat-alat kerja praktek. Workshop teknik sipil yang dimiliki Politeknik Negeri Bali yaitu workshop kerja kayu, baja, dan bata. Workshop teknik sipil Politeknik Negeri Bali memiliki ukuran total bangunan yaitu 4500cm x 2000cm x 1850cm.

Setiap melakukan kegiatan praktek menimbulkan dampak lingkungan disekitarnya apalagi workshop kerja kayu menimbulkan limbah hasil produksi dan udara yang di akibatkan dari limbah tersebut sangat membahayakan pernafasan. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian yang pokok dalam suatu usaha. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan daya dukung bagi makhluk hidup untuk hidup secara optimal. Kualitas udara dalam ruangan sangat mempengaruhi kesehatan manusia, karena hampir 90% hidup manusia berada dalam ruangan (Susanna, D. et al. 1998). Sebanyak 400 sampai dengan 500 juta orang khususnya di negara yang sedang berkembang sedang berhadapan dengan masalah polusi udara dalam ruangan (Yoga, Chandra:1992). Menurut National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) 1997 yang dikutip oleh Depkes RI (2005), penyebab timbulnya masalah kualitas udara dalam ruangan pada umumnya disebabkan oleh beberapa hal yaitu kurangnya ventelasi udara (52%), adanya sumber kontaminan di dalam ruangan (16%), kontaminan dari luar ruangan (10%), mickroba (5%), bahan material bangunan (4%), dan lain-lain (13%). Kualitas udara dalam ruangan adalah udara di dalam suatu bangunan yang dihuni atau ditempati untuk suatu periode sekurang-kurangnya 1 jam oleh orang dengan berbagai status kesehatan yang berlainan (Suharyo, 2009:87).

Kualitas udara dalam ruangan (indoor air quality) sebenarnya ditentukan secara sengaja maupun tidak sengaja oleh kegiatan yang dilakukan di dalam suatu ruangan itu sendiri. Kualitas udara yang buruk akan membawa dampak negatif terhadap pekerja/karyawan berupa keluhan gangguan kesehatan (Corie, D. et al. 2005:162).

Dengan penjelasan diatas, workshop teknik sipil di Politeknik Negeri Bali mengalami permasalahan terhadap sistem sirkulasi saat mengadakan praktek kerja kayu di workshop teknik sipil tersebut. Maka dari itu, perlu penanganan dari selaku Politeknik Negeri Bali untuk mengkaji ulang sistem sirkulasi udara di workshop teknik sipil tersebut. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Efektivitas Alat Hisap Debu Pada Ruang Praktek Kerja Kayu Workshop Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali.1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, permasalahan yang akan dicarikan pemecahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Seberapa besar tingkat kadar partikel debu dan kebisingan pada saat kerja kayu di bengkel kayu Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali?2. Dampak apakah yang terjadi pada saat praktikan melakukan kegiatan praktek pada bengkel kayu jurusan teknik sipil Politeknik Negeri Bali?1.3 Tujuan Penelitian1. Untuk mengetahui kualitas udara dan tingkat kebisingan saat kerja kayu di bengkel kayu teknik sipil Politeknik Negeri Bali.2. Untuk mengetahui dampak-dampak apa saja yang terjadi terhadap praktikan pada saat melakukan praktek di bengkel kayu jurusan teknik Politeknik Negeri Bali.1.4 Manfaat Penelitian1. Manfaat yang di dapat dari penelitian ini adalah dapat menambah wawasan tentang ambang batas kualitas udara.2. Bisa menambah bahan pustaka, dan bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk memperhatikan kualitas udara di bengkel kayu Teknik Sipil dan dijadikan bahan masukan bagi penelitian selanjutnya.1.5 Ruang LingkupBerdasarkan judul penelitian yang diambil, disini di jelaskan bahwa penelitian ini dilakukan hanya untuk mengukur kualitas udara dan tingkat kebisingan yang terjadi pada saat praktikan melakukan praktek di bengkel kayu jurusan teknik sipil Politeknik Negeri Bali. Selain itu penelitian ini juga menjelaskan tentang dampak-dampak apa saja yang terjadi terhadap praktikan dan diberikan juga solusinya untuk mengantisipasi dampak yang terjadi terhadap praktikan pada saat praktek. Penelitian ini dilakukan di Bengkel Kayu Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali. Dimulai sejak bulan Juni 2015.

1.6 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan Tugas Akhir ini dibagi menjadi 5 (lima) lingkup bahasan, yaitu:

BAB I

PENDAHULUAN

Berupa gagasan pokok dan uraian dari judul serta penjelasan tentang bagaimana pokok tersebut diselesaikan berupa uraian masalah-masalah yang ada dalam gagasan pokok.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Menguraikan literatur-literatur yang dapat mendukung pembahasan sehingga permasalahan yang ada dapat diselesaikan berdasarkan teori-teori yang ada.

BAB III PENGUMPULAN DATA

Memuat uraian terinci dan sistematis dari gagasan pokok berdasarkan data-data perhitungan dan grafik yang dapat mendukung dan menyelesaikan permasalahan.

BAB IV PEMBAHASAN

Memuat urain terinci dan sistematis dari gagasan pokok berdasarkan dengan didukung oleh literatur-literatur yang mendukung sehingga permasalahan dapat diselesaikan dan dipertanggungjawabkan.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berupa hasil analisis pembahasan dalam bentuk pernyataanpernyataan, teori baru atau perbaikan atas teori-teori yang ada serta kemungkinan adanya gagasan-gagasan baru.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Udara 2.1.1. Pengertian Pencemaran Udara Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain kedalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.

Menurut Chambers, yang di maksud dengan pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi oleh manusia (atau yang dapat dihitung dan diukur) serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi, dan material (Mukono, 2005).

Sedangkan menurut Kumar, pencemaran udara adalah adanya bahan polutan di atmosfer yang dalam konsentrasi tertentu akan mengganggu keseimbangan dinamik di atmosfer dan mempunyai efek pada manusia dan lingkungannya (Mukono, 2005).

Pencemaran udara dapat digolongkan ke dalam tiga kategori yaitu pergesekan permukaan, penguapan, dan pembakaran. Pergesekan permukaan adalah penyebab utama pencemaran partikel padat di udara dan ukurannya dapat bermacam-macam. Penguapan merupakan perubahan fase cairan menjadi gas. Polusi udara banyak disebabkan zat-zat yang mudah menguap, seperti pelarut cat dan perekat. Demikian pula terjadi uap pencemaran jika ada reaksi kimia pada suhu tinggi atau tekanan rendah. Dan pembakaran merupakan reaksi kimia yang berjalan cepat dan membebaskan energi, cahaya atau panas (Sastrawijaya, 2009).

Pencemaran udara dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan, harta benda, ekosistem maupun iklim. Umumnya gangguan kesehatan sebagai akibat pencemaran udara terjadi pada saluran pernafasan dan organ penglihatan. Salah satu dampak kronis dari pencemaran udara adalah bronchitis dan emphysema (Mulia, 2005).

2.1.2. Penyebab Pencemaran Udara Pembangunan yang berkembang pesat dewasa ini, khususnya dalam industri dan teknologi, serta meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil (minyak) menyebabkan udara yang kita hirup di sekitar kita menjadi tercemar oleh gas-gas buangan hasil pembakaran (Wardhana, 2001).

Secara umum penyebab pencemaran udara ada 2 macam, yaitu:

1. Faktor internal (secara alamiah), contoh: a. Debu yang beterbangan akibat tiupan angin b. Abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi berikut gas-gas vulkanik. c. Proses pembusukan sampah organik, dll.

2. Faktor eksternal ( karena ulah manusia), contoh:

a. Hasil pembakaran bahan bakar fosil b. Debu/serbuk dari kegiatan industri. c. Pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara.2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Udara Menurut Depkes yang dikutip oleh Junaidi (2002), beberapa keadaan cuaca yang dapat mempengaruhi kualitas udara, yaitu:

1. Suhu udara Suhu udara dapat mempengaruhi konsentrasi pencemar udara. Suhu udara yang tinggi menyebabkan udara makin renggang sehingga konsentrasi pencemar menjadi makin rendah. Sebaliknya pada suhu yang dingin keadaan udara makin padat sehingga konsentrasi pencemar di udara tampaknya makin tinggi. 2. Kelembaban Kelembaban udara juga dapat mempengaruhi konsentrasi pencemar di udara. Pada kelembaban yang tinggi maka kadar uap air di udara dapat bereaksi dengan pencemar udara, menjadi zat lain yang tak berbahaya atau menjadi pencemar sekunder. 3. Tekanan udara Tekanan udara tertentu dapat mempercepat atau menghambat terjadinya suatu reaksi kimia antara pencemar dengan zat pencemar di udara atau zat-zat yang ada di udara, sehingga pencemar udara dapat bertambah ataupun berkurang. 4. Angin Angin adalah udara yang bergerak. Akibat pergerakan udara maka akan terjadi suatu proses penyebaran sehingga dapat mengakibatkan pengenceran dari bahan pencemaran udara, sehingga kadar suatu pencemar pada jarak tertentu dari sumber akan mempunyai kadar yang berbeda. Demikian juga halnya dengan arah dan kecepatan angin dapat mempengaruhi kadar bahan pencemar setempat. 5. Sinar matahari Sinar matahari juga mempengaruhi kadar pencemar udara di udara karena dengan adanya sinar matahari tersebut maka beberapa pencemar di udara dapat dipercepat atau diperlambat reaksinya dengan zat-zat lain di udara sehingga kadarnya dapat berbeda menurut banyaknya sinar matahari yang menyinari bumi. Demikian juga halnya mengenai banyaknya panas matahari yang sampai ke bumi, yang dapat mempengaruhi kadar pencemar udara. 6. Curah hujan

Adanya hujan yang merupakan suatu partikel air di udara yang bergerak dari atas jatuh ke bumi, dapat menyerap pencemar gas tertentu ke dalam partikel air, serta dapat menangkap partikel debu baik yang inert maupun partikel debu yang lain, menempel pada partikel air dan dibawa jatuh ke bumi. Dengan demikian pencemar dalam bentuk partikel dapat berkurang konsentrasinya akibat jatuhnya hujan.

2.1.4. Indikator Pencemaran Udara Indikator yang paling baik dalam menentukan derajat suatu kasus pencemaran adalah dengan cara mengukur atau memeriksa konsentrasi gas sulfur dioksida, indeks asap, serta partikel-partikel debu di udara (Chandra, 2006).

1. Gas Sulfur Dioksida Gas sulfur dioksida merupakan gas pencemar di udara yang konsentrasinya paling tinggi di daerah kawasan industri dan daerah perkotaan. Gas ini dihasilkan dari sisa pembakaran batubara dan bahan bakar minyak. Di dalam setiap survei pencemaran udara, gas ini selalu diperiksa. 2. Indeks Asap Berikut cara penggunaan indeks asap (smoke atau sciling index): sampel udara disaring dengan sejenis kertas (paper tape) dan diukur densitasnya dengan alat fotoelektrik meter. Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan Coh Units per 1000 linear feet dari sampel udara. Indeks asap ini sangat bervariasi dari hari ke hari dan bergantung pada perubahan iklim. 3. Partikel Debu Partikel-partikel berupa debu dan arang dari hasil pembakaran sampah dan industri merupakan salah satu indikator yang dipergunakan untuk mengukur derajat pencemaran udara. Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan miligram atau mikrogram per meter kubik udara.

2.2. Partikel Debu 2.2.1. Pengertian Debu Debu adalah partikel-partikel zat padat yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanis, seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu, bijih logam, arang batu, butir-butir zat padat dan sebagainya (Sumamur, 1998). Sedangkan menurut Sarudji (2010), dalam buku Kesehatan Lingkungan, debu (partikulat) adalah bagian yang besar dari emisi polutan yang berasal dari berbagai macam sumber seperti mobil, truk, pabrik baja, pabrik semen, dan pembuangan sampah terbuka. Mungkin hal ini sangat mengejutkan bahwa Environmental Protection Agency (EPA) memperkirkan bahwa kebakaran hutan menghasilkan seperempat dari seluruh emisi partikulat. Sepertiga darinya berasal dari kebakaran hutan yang dapat dikendalikan dan dua pertiganya dari kebakaran hutan yang tak terkendali.

2.2.2. Sifat Debu Partikel (debu) sebagai pencemar udara mempunyai waktu hidup, yaitu pada saat partikel masih melayang-layang sebagai pencemar di udara sebelum jatuh ke bumi. Waktu hidup partikel berkisar antara beberapa detik sampai beberapa bulan. Sedangkan kecepatan pengendapannya tergantung pada ukuran partikel, massa jenis partikel serta arah dan kecepatan angin yang bertiup. Partikel yang sudah mati karena jatuh mengendap di bumi, dapat hidup kembali apabila tertiup oleh angin kencang dan melayang-layang lagi di udara (Wardhana, 2001).

Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 1994 yang dikutip oleh Sihombing (2006), sifat-sifat debu adalah sebagai berikut:

1. MengendapDebu cenderung mengendap karena gaya grafitasi bumi. Namun karena ukurannya yang relatif kecil berada di udara. Debu yang mengendap dapat mengandung proporsi partikel yang lebih besar dari debu yang terdapat di udara. 2. Permukaan cenderung selalu basahPermukaan debu yang cenderung selalu basah disebabkan karena permukaannya selalu dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini menjadi penting sebagai upaya pengendalian debu di tempat kerja. 3. Menggumpal

Debu bersifat menggumpal disebabkan permukaan debu yang selalu basah, sehingga debu menempel satu sama lain dan membentuk gumpalan. 4. Listrik statis (elektrostatik)Sifat ini menyebabkan debu dapat menarik partikel lain yang berlawanan. Adanya partikel yang tertarik ke dalam debu akan mempercepat terjadinya proses penggumpalan. 5. OpsisOpsis adalah debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancakan sinar yang dapat terlihat pada kamar gelap.

Menurut sifatnya, partikel dapat menimbulkan rangsangan saluran pernapasan, kematian karena bersifat racun, alergi, fibrosis, dan penyakit demam (Agusnar, 2008). 2.2.3. Jenis Debu Menurut Mengkidi (2006), partikel debu dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu debu organik dan debu anorganik.

2.2.4. Sumber- Sumber Debu Sumber pencemar partikel (debu) dapat berasal dari peristiwa alami dan dapat juga berasal dari ulah manusia dalam rangka mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Pencemaran partikel yang berasal dari alam (Wardhana, 2001) antara lain:

1. Debu tanah/pasir halus yang terbang terbawa oleh angin kencang.

2. Abu dan bahan-bahan vulkanik yang terlempar ke udara akibat letusan gunung berapi.

3. Semburan uap air panas di sekitar daerah sumber panas bumi di daerah pegunungan.

Sedangkan sumber pencemaran partikel akibat ulah manusia sebagian besar berasal dari pembakaran batubara, proses industri, kebakaran hutan dan gas buangan alat transportasi (Wardhana, 2001).

Debu yang terdapat di dalam udara terbagi dua, yaitu deposite particulate matter adalah partikel debu yang hanya berada di udara, partikel ini segera mengendap karena ada daya tarik bumi. Dan Suspended particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap (Yunus, 1997).

2.2.5. Nilai Ambang Batas (NAB) untuk Debu Nilai ambang batas adalah kadar tertinggi suatu zat dalam udara yang diperkenankan, sehingga manusia dan makhluk lainnya tidak mengalami gangguan penyakit atau menderita karena zat tersebut (Agusnar, 2008).

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara dijelaskan mengenai pengertian baku mutu udara ambien, yaitu ukuran batas atau kadar zat, energi dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Baku mutu kadar debu dalam udara ambien yang tercantum di dalam PP RI No. 41 tahun 1999 tersebut untuk PM10 (Partikel