41
BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Pendahuluan Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis dan merupakan kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Peradangan akut apendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya 1 1.2. Epidemiologi Appendicitis menyerang 7-9% dari keseluruhan populasi di Amerika Serikat dan paling sering ditemukan pada umur 10-19 tahun walaupun secara jelas dapat juga terlihat baik pada pasien yang lebih muda maupun yang lebih tua. Insiden appendicitis di Amerika Serikat sekitar 1,1 kasus setiap 1000 orang per tahun. Terdapat faktor predisposisi dari keluarga. Insiden dari appendicitis adalah lebih rendah pada negara dengan budaya konsumsi makanan tinggi serat. Serat makanan dianggap mengurangi kekentalan feses, mengurangi bowel transit timedan mengurangi pembentukan fekalit, yang dapat menyebabkan obstruksi lumen apendiks. 3 Secara umum insiden dari appendicitis sekitar 1,4 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan. Insiden dari appendektomi primer diperkirakan sama besar pada kedua jenis kelamin ini. Insiden dari appendicitis 1

Bab i Appendisitis Infiltrat Dan Melena

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ssssss

Citation preview

BAB ITINJAUAN PUSTAKA1.1. PendahuluanAppendicitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis dan merupakan kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Peradangan akut apendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya11.2. Epidemiologi

Appendicitis menyerang 7-9% dari keseluruhan populasi di Amerika Serikat dan paling sering ditemukan pada umur 10-19 tahun walaupun secara jelas dapat juga terlihat baik pada pasien yang lebih muda maupun yang lebih tua. Insiden appendicitis di Amerika Serikat sekitar 1,1 kasus setiap 1000 orang per tahun. Terdapat faktor predisposisi dari keluarga. Insiden dari appendicitis adalah lebih rendah pada negara dengan budaya konsumsi makanan tinggi serat. Serat makanan dianggap mengurangi kekentalan feses, mengurangi bowel transit timedan mengurangi pembentukan fekalit, yang dapat menyebabkan obstruksi lumen apendiks.3Secara umum insiden dari appendicitis sekitar 1,4 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan. Insiden dari appendektomi primer diperkirakan sama besar pada kedua jenis kelamin ini. Insiden dari appendicitis meningkat bertahap sesuai pertambahan umur, puncaknya pada akhir usia belasan tahun, dan secara bertahap menurun pada usia tua. Nilai median pada usia saat appendektomi adalah 22 tahun. Walaupun jarang, appendicitis pada neonatus dan bahkan pada prenatal tetap ditemukan.3Keseluruhan angka kematian dari appendicitis yang berkisar antara 0,2-0,8% lebih banyak diakibatkan oleh komplikasi dari penyakit itu sendiri daripada intervensi bedah. Angka kematian meningkat diatas 20% pada pasien yang usianya lebih dari 70 tahun, biasanya disebabkan keterlambatan diagnosis dan terapi. Angka perforasi lebih tinggi pada pasien kurang dari 18 tahun dan lebih dari 50 tahun, kemungkinan akibat dari keterlambatan diagnosis. Perforasi dari apendiks berhubungan dengan peningkatan yang mencolok pada angka kematian dan kesakitan akibat appendicitis.31.3. Anatomi, Fisiologi dan Embriologi Appendix

Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya Appendix berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi. Caecum berakhir pada kuadran kanan bawah perut. Appendix selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi Caecum.2,4,5

Gambar 1. Appendix vermicularis4)Vaskularisasi Appendix berasal dari percabangan A. ileocolica.Gambaran histologis Appendix menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada submukosanya. Pada usia 15 tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid. Lumen Appendix biasanya mengalami obliterasi pada orang dewasa.4,5

Gambar 2. Potongan transversa Appendix 5Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata panjang 6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada dasar Caecum, ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang terjadi apabila Appendix mengalami peradangan.2,4

Gambar 3. Variasi lokasi Appendix vermicularis4Jenis posisi pada appendix :1. Promontorik : ujung appendiks menunjuk ke arah promontoriun sacri

2. Retrocolic: appendiks berada di belakang kolon ascenden dan biasanya etroperitoneal.3. Antecaecal: appendiks berada di depan caecum.

4. Paracaecal: appendiks terletak horizontal di belakang caecum.

5. Pelvic descenden : appendiks menggantung ke arah pelvis minor

6. Retrocaecal : intraperitoneal atau retroperitoneal; appendiks berputar ke atas ke belakang caecum.4Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus.1Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini, Appendix dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix merupakan komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya tidak penting dan Appendectomy tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau penyakit imunodefisiensi lainnya.21.4. Etiologi

1. DietPenelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendicitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya appendicitis. Diet memainkan peran utama pada pembentukan sifat feses, yang mana penting pada pembentukan fekalit.Kejadian appendicitis jarang di negara yang sedang berkembang, dimana diet dengan tinggi serat dan konsistensi feses lebih lembek. Kolitis, divertikulitis dan karsinoma kolon adalah penyakit yang sering terjadi di daerah dengan diet rendah serat dan menghasilkan feses dengan konsistensi keras.6

2. ObstruksiObstruksi lumen merupakan faktor penyebab dominan dalam appendicitis akut.Fekalit merupakan penyebab terjadinya obstruksi lumen apendiks pada 20% anak-anak dengan appendicitis, terjadinya fekalit berhubungan dengan diet rendah serat. Frekuensi obstruksi meningkat sesuai dengan derajat proses inflamasi. Fekalit ditemukan 40% pada kasus appendicitis sederhana (simpel), sedangkan pada appendicitis akut dengan gangren tanpa ruptur terdapat 65% dan appendicitis akut dengan gangren disertai ruptur terdapat 90% .6Jaringan limfoid yang terdapat di submukosa apendiks akan mengalami edema dan hipertrofi sebagai respon terhadap infeksi virus di sistem gastrointestinal atau sistem respiratorius, yang akan menyebabkan obstruksi lumen apendiks. Megakolon kongenital terjadi obstruksi pada kolon bagian distal yang diteruskan ke dalam lumen apendiks dan hal ini merupakan salah satu alasan terjadinya appendicitis pada neonatus.6Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendicitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti Entamoeba hystolityca dan benda asing mungkin tersangkut di apendiks untuk jangka waktu yang lama tanpa menimbulkan gejala, namun cukup untuk menimbulkan risiko terjadinya perforasi.6Secara patogenesis faktor terpenting terjadinya appendicitis adalah adanya obstruksi lumen apendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Sekresi mukosa yang terkumpul selama adanya obstruksi lumen apendiks menyebabkan distensi lumen akut sehingga akan terjadi kenaikkan tekanan intraluminer dan sebagai akibatnya terjadi obstruksi arterial serta iskemia. Akibat dari keadaan tersebut akan terjadi ulserasi mukosa sampai kerusakan seluruh lapisan dinding apendiks, lebih lanjut akan terjadi perpindahan kuman dari lumen masuk kedalam submukosa. Dengan adanya kuman dalam submukosa maka tubuh akan bereaksi berupa peradangan supurativa yang menghasilkan pus, keluarnya pus dari dinding yang masuk ke dalam lumen apendiks akan mengakibatkan tekanan intraluminer akan semakin meningkat, sehingga desakan pada dinding apendiksakan bertambah besar menyebabkan gangguan pada sistem vasa dinding apendiks. Mula-mula akan terjadi penekanan pada vasa limfatika, kemudian vena dan terakhir adalah arteri, akibatnya akan terjadi edema dan iskemia dari apendiks, infark seterusnya melanjut menjadi gangren. Keadaan ini akan terus berlanjut dimana dinding apendiks akan mengalami perforasi, sehingga pus akan tercurah kedalam rongga peritoneum dengan akibat terjadinya peradangan pada peritoneum parietale. Hasil akhir dari proses peradangan tersebut sangat tergantung dari kemampuan organ dan omentum untuk mengatasi infeksi tersebut, jika infeksi tersebut tidak bisa diatasi akan terjadi peritonitis umum. Pada anak-anak omentum belum berkembang dengan sempurna, sehingga kurang efektif untuk mengatasi infeksi, hal ini akan mengakibatkan apendiks cepat mengalami komplikasi.63. Floral Bakterial

Flora bakteri pada apendiks sama dengan di kolon, dengan ditemukannya beragam bakteri aerobik dan anaerobik sehingga bakteri yang terlibat dalam appendicitis sama dengan penyakit kolon lainnya. Penemuan kultur dari cairan peritoneal biasanya negatif pada tahap appendicitis sederhana. Pada tahap appendicitis supurativa, bakteri aerobik terutama Escherichia coli banyak ditemukan, ketika gejala memberat banyak organisme, termasuk Proteus,Klebsiella, Streptococcus dan Pseudomonas dapat ditemukan.Bakteri aerobik yang paling banyak dijumpai adalah E. coli. Sebagian besar penderita apendicitis gangrenosa atau appendicitis perforasi banyak ditemukan bakteri anaerobik terutama Bacteroides fragilis.61.5. Patofisiologi

Appendisitis akut biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma7.Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi.Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan salah satu dari sedikit makhluk hidup yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi8Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor7,9Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut7Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi7Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang7Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat1Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah7Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest)8Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut11.6. Gejala Klinis

Gejala awal yang merupakan gejala klasik apendicitis akut adalah nyeri samar-samar dan tumpul di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini sering disertai rasa mual dan kadang ada muntah. Pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang tidak dirasakan nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat rangsangan peritoneum, biasanya penderita mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk. Appendicitis juga dapat disertai dengan demam ringan, dengan suhu sekitar 37,5 -38,5o C. 1,10Timbulnya gejala peradangan apendiks tergantung dari letak apendiksnya. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh caecum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi Musculus.Psoas Mayor yang menegang dari dorsal.Bila apendiks terletak di rongga pelvis dan terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan dindingnya.1,10Pada beberapa keadaan, appendicitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani tepat pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya pada orang berusia lanjut yang gejalanya sering samar-samar saja sehingga sering baru dapat didiagnosis setelah perforasi. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester pertama, gejala apendicitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.1,10

1.7. Diagnosis

Diagnosis klinis dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi). Bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, Foto polos abdomen, USG ataupun CT-Scan, dan sebagainya. 1,111. Pemeriksaan Fisika) Inspeksi : Pada appendicitis akut biasanya ditemukan distensi perutb) Palpasi : Pada regio iliaka kanan (pada titik Mc Burney) apabila ditekan akan terasa nyeri (nyeri tekan Mc Burney) dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (nyeri lepas Mc Burney). Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah (Nyeri tekan merupakan kunci diagnosis dari appendicitis). Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign). Khusus untuk appendicitis kronis tipe Reccurent/Interval Appendicitisterdapat nyeri di titik Mc Burney tetapi tidak ada defans muscular sedangkan untuk yang tipe Reccurent Appendicular Colicditemukannyeri tekan di apendiks. 1,11c) Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.1,11 SHAPE \* MERGEFORMAT

Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang, kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendicitis pelvika. 1,11Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang, kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendicitis pelvika. 1,11 SHAPE \* MERGEFORMAT

Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis appendicitis masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus.Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki.Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering mengalami gangguan yang mirip appendicitis.Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain.Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis appendicitis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam.Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi dan laparoskopi bisa meningkatkan akurasi diagnosis pada kasus yang meragukan.6,112. Pemeriksaan Penunjang a) Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium masih merupakan bagian penting untuk menilai awal keluhan nyeri kuadran kanan bawah dalam menegakkan diagnosis apenddicitis akut. Pada pasien dengan apendicitis akut, 70-90% hasil laboratorium nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat, walaupun hal ini bukan hasil yang karakteristik. Penyakit infeksi pada pelvis terutama pada wanita akan memberikan gambaran laborotorium yang terkadang sulit dibedakan dengan appendicitis akut Pemeriksaan laboratorium merupakan alat bantu diagnosis. Pada dasarnya inflamasi merupakan reaksi lokal dari jaringan hidup terhadap suatu jejas. Reaksi tersebut meliputi reaksi vaskuler, neurologik, humoral dan seluler. Pada anak dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik apenddicitis akut, akan ditemukan pada pemeriksaan darah adanya lekositosis 11.000-14.000/mm3, dengan pemeriksaan hitung jenis menunjukkan pergeseran kekiri hampir 75%. Jika jumlah lekosit lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis. Pada metode lain dikatakan penderita appendicitis akut bila ditemukan jumlah lekosit antara 12.000-20.000/mm3 dan bila terjadi perforasi atau peritonitis jumlah lekosit antara 20.000-30.000/mm3. Ada juga metode yang menyatakan bahwa kombinasi antara kenaikan angka lekosit dan granulosit adalah yang dipakai untuk pedoman menentukan diagnosa appendicitis akut. 6,11

Tes laboratorium untuk appendicitis bersifat kurang spesifik, sehingga hasilnya juga kurang dapat dipakai sebagai konfirmasi penegakkan diagnosa. Jumlah lekosit untuk appendisitis akut adalah >10.000/mm3 dengan pergeseran kekiri pada hemogramnya (>70% netrofil). Sehingga gambaran lekositosis dengan peningkatan granulosit dipakai sebagai pedoman untuk appendicitis akut. Kontroversinya adalah beberapa penderita dengan appendicitis acut, memiliki jumlah lekosit dan granulosit tetap normal.6,10,11

Marker inflamasi lain yang dapat digunakan dalam diagnosis apenddicitis akut adalah C-reactive protein (CRP). Petanda respon inflamasi akut (acute phase response) dengan menggunakan CPR telah secara luas digunakan di negara maju. Pada appendicitis ditemukan kadar CRP yang meningkat yaitu > 1 mg/dl. Nilai senstifitas dan spesifisits CRP cukup tinggi, yaitu 80-90% dan lebih dari 90%. Pemeriksaan CRP mudah untuk setiap Rumah Sakit didaerah, tidak memerlukan waktu yang lama (5 -10 menit), dan murah. 6,10

Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi dan menyingkirkan kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen. Urinalisa sangat penting pada anak dengan keluhan nyeri abdomen untuk menentukan atau menyingkirkan kemungkinan infeksi saluran kencing. Apendiks yang mengalami inflamasi akut dan menempel pada ureter atau vesika urinaria, pada pemeriksaan urinalisis ditemukan jumlah sel lekosit 10-15 sel/lapangan pandang. 6b) Foto Polos Abdomen

Pada apendicitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen tidak banyak membantu. Mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah yang sesuai dengan lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus. Kalau peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus pada bagian kanan bawah akan kolaps. Dinding usus edematosa, keadaan seperti ini akan tampak pada daerah kanan bawah abdomen kosong dari udara. Gambaran udara seakan-akan terdorong ke pihak lain. Proses peradangan pada fossa iliaka kanan akan menyebabkan kontraksi otot sehingga timbul skoliosis ke kanan. Gambaran ini tampak pada penderita appendicitis akut. Bila sudah terjadi perforasi, maka pada foto abdomen tegak akan tampak udara bebas di bawah diafragma. Kadang-kadang udara begitu sedikit sehingga perlu foto khusus untuk melihatnya. Untuk appendicitis kronis dapat dilakukan apendikogram, dimana hasil positif bisa berupa Filling defect, Non Filling defect, Parsial, Irreguler, mouse tail. 6

Kalau sudah terjadi peritonitis yang biasanya disertai dengan kantong-kantong pus, maka akan tampak udara yang tersebar tidak merata dan usus-usus yang sebagian distensi dan mungkin tampak cairan bebas, gambaran lemak preperitoneal menghilang, pengkaburan psoas shadow. Walaupun terjadi ileus paralitik tetapi mungkin terlihat pada beberapa tempat adanya permukaan cairan udara (air-fluid level) yang menunjukkan adanya obstruksi. Foto x-ray abdomen dapat mendeteksi adanya fecalith (kotoran yang mengeras dan terkalsifikasi, berukuran sebesar kacang polong yang menyumbat pembukaan apendiks) yang dapat menyebabkan appendicitis. Ini biasanya terjadi pada anak-anak. Foto polos abdomen supine pada abses appendik kadang-kadang memberi pola bercak udara dan air fluid level pada posisi berdiri/LLD (decubitus), kalsifikasi bercak rim-like (melingkar) sekitar perifer mukokel yang asalnya dari apendiks. Pada appendicitis akut, kuadran kanan bawah perlu diperiksa untuk mencari appendikolit: kalsifikasi bulat lonjong, sering berlapis. 6

Pemeriksaan radiologi dengan kontras barium enema hanya digunakan pada kasus-kasus menahun. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema dapat menentukan penyakit lain yang menyertai appendicitis. Barium enema adalah suatu pemeriksaan x-ray dimana barium cair dimasukkan ke kolon dari anus untuk memenuhi kolon. Tes ini dapat seketika menggambarkan keadaan kolon di sekitar apendiks dimana peradangan yang terjadi juga didapatkan pada kolon. Impresi ireguler pada basis sekum karena edema (infiltrasi sehubungan dengan gagalnya barium memasuki apendiks (20% tak terisi). Terisinya sebagian dengan distorsi bentuk kalibernya tanda appendicitis akut, terutama bila ada impresi sekum. Sebaliknya lumen apendiks yang paten menyingkirkan diagnosa appendicitis akut. Bila barium mengisi ujung apendiks yang bundar dan ada kompresi dari luar yang besar di basis sekum yang berhubungan dengan tak terisinya apendiks tanda abses apendiks. Barium enema juga dapat menyingkirkan masalah-masalah intestinal lainnya yang menyerupai apendiks, misalnya penyakit Chron, inverted appendicel stump, intususepsi, neoplasma benigna/maligna. 6,10c) Ultrasonografi

Ultrasonografi telah banyak digunakan untuk diagnosis appendicitis akut maupun appendicitis dengan abses. Untuk dapat mendiagnosis appendicitis akut diperlukan keahlian, ketelitian, dan sedikit penekanan transduser pada abdomen. Apendiks yang normal jarang tampak dengan pemeriksaan ini. Apendiks yang meradang tampak sebagai lumen tubuler, diameter lebih dari 6 mm, tidak ada peristaltik pada penampakan longitudinal, dan gambaran target pada penampakan transversal. Keadaan awal appendicitis akut ditandai dengan perbedaan densitas pada lapisan apendiks, lumen yang utuh, dan diameter 9 11 mm. Keadaan apendiks supurasi atau gangren ditandai dengan distensi lumen oleh cairan, penebalan dinding apendiks dengan atau tanpa apendikolit. Keadaan apendiks perforasi ditandai dengan tebal dinding apendiks yang asimetris, cairan bebas intraperitonial, dan abses tunggal atau multipel. 6

Akurasi ultrasonografi sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan kemampuan pemeriksa. Pada beberapa penelitian, akurasi antara 90 94%, dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85 dan 92%. Pemeriksaan dengan Ultrasonografi (USG) pada appendicitis akut, ditemukan adanya fekalit, udara intralumen, diameter apendiks lebih dari 6 mm, penebalan dinding apendiks lebih dari 2 mm dan pengumpulan cairan perisekal. Apabila apendiks mengalami ruptur atau perforasi maka akan sulit untuk dinilai, hanya apabila cukup udara maka abses apendiks dapat diidentifikasi. 6

USG dapat mengidentifikasi appendik yang membesar atau abses. Walaupun begitu, appendik hanya dapat dilihat pada 50% pasien selama terjadinya appendicitis. Oleh karena itu, dengan tidak terlihatnya apendiks selama USG tidak menyingkirkan adanya appendicitis. USG juga berguna pada wanita sebab dapat menyingkirkan adanya kondisi yang melibatkan organ ovarium, tuba falopi dan uterus yang gejalanya menyerupai appendicitis. Hasil USG dapat dikatagorikan menjadi normal, non spesifik, kemungkinan penyakit kelainan lain, atau kemungkinan appendik. Hasil USG yang tidak spesifik meliputi adanya dilatasi usus, udara bebas, atau ileus. Hasil USG dikatakan kemungkinan appaendik jika ada pernyataan curiga atau jika ditemukan dilatasi appendik di daerah fossa iliaka kanan, atau dimana USG di konfirmasikan dengan gejala klinik dimana kecurigaan appendicitis. 6,11

d) Computed Tomography Scanning (CT-Scan)

Pada keadaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan pemeriksaan ini. Gambaran penebalan dinding apendiks dengan jaringan lunak sekitar yang melekat, mendukung keadaan apendiks yang meradang. CT-Scan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90100% dan 9697%, serta akurasi 94100%. CT-Scan sangat baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses atau flegmon. Pada pasien yang tidak hamil, CT-scan pada daerah appendik sangat berguna untuk mendiagnosis appendicitis dan abses periappendikular sekaligus menyingkirkan adanya penyakit lain dalam rongga perut dan pelvis yang menyerupai appendicitis.6,11e) Laparoskopi (Laparoscopy)

Meskipun laparoskopi mulai ada sejak awal abad 20, namun penggunaanya untuk kelainan intraabdominal baru berkembang sejak tahun 1970-an. Dibidang bedah, laparoskopi dapat berfungsi sebagai alat diagnostik dan terapi. Disamping dapat mendiagnosis apendicitis secara langsung, laparoskopi juga dapat digunakan untuk melihat keadaan organ intraabdomen lainnya. Hal ini sangat bermanfaat terutama pada pasien wanita. Pada appendicitis akut laparoskopi diagnostik biasanya dilanjutkan dengan apendektomi laparoskopi.6,11f) Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas (gold standard) untuk diagnosis appendicitis akut. Ada beberapa perbedaan pendapat mengenai gambaran histopatologi appendicitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa belum adanya kriteria gambaran histopatologi appendicitis akut secara universal dan tidak ada gambaran histopatologi apendicitis akut pada orang yang tidak dilakukan operasi. Dari hasil penelitian variasi diagnosis histopatologi appendisitis akut diperoleh kesimpulan bahwa diperlukan adanya komunikasi antara ahli patologi dan antara ahli patologi dengan ahli bedahnya. 6Definisi histopatologi appendicitis akut:1. Sel granulosit pada mukosa dengan ulserasi fokal atau difus di lapisan epitel.2. Abses pada kripte dengan sel granulosit di lapisan epitel.3. Sel granulosit dalam lumen apendiks dengan infiltrasi ke dalam lapisan epitel.4. Sel granulosit di atas lapisan serosa apendiks dengan abses apendikuler, dengan atau tanpa terlibatnya lapisan mukusa.5. Sel granulosit pada lapisan serosa atau muskuler tanpa abses mukosa dan keterlibatan lapisan mukosa, bukan appendicitis akut tetapi periappendicitis.g) Sistem Skor AlvaradoDiagnosis apendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya berdasarkan gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi antara anak, orang tua dan dokter. Anak belum mampu untuk mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal yang relatif lebih mudah pada umur dewasa.Keadaan ini menghasilkan angka apendektomi negatif sebesar 20% dan angka perforasi sebesar 20-30% (Ramachandran, 1996).Salah satu upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan medis ialah membuat diagnosis yang tepat. Telah banyak dikemukakan cara untuk menurunkan insidensi apendektomi negatif, salah satunya adalah dengan instrumen skor Alvarado. Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan dengan mudah, cepat dan kurang invasif (Seleem; Amri dan Bermansyah, 1997). Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala , tiga tanda dan dua temuan laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk menilai derajat keparahan apendisitis. Dalam sistem skor Alvarado ini menggunakan faktor risiko meliputi migrasi nyeri, anoreksia, nausea dan atau vomitus, nyeri tekan di abdomen kuadran kanan bawah, nyeri lepas tekan, temperatur lebih dari 37,20C, lekositosis dan netrofil lebih dari 75%. Nyeri tekan kuadran kanan bawah dan lekositosis mempunyai nilai 2 dan keenam sisanya masing-masing mempunyai nilai 1, sehingga kedelapan faktor ini memberikan jumlah skor 10 (Alvarado, 1986; Rice, 1999).Skor AlvaradoFaktor RisikoSkoring

~ migrasi nyeri1

~ nausea dan vomitus1

~ anoreksia1

Tanda

~nyeri kuadran kanan bawah2

~ nyeri lepas tekan1

~ temperatur > 37,20C1

Laboratorium

~ angka lekosit > 10.0002

~ persentase netrofil > 75%1

Total Skor10

Nilai : < 4( kronis4 7( ragu-observasi> 7( akutPenelitian yang dilakukan oleh Amri dan Bermansyah (1997) mengenai skor Alvarado pada diagnosis apendisitis akut dengan skor pembatas (cut off point) 6, didapatkan sensitivitas: 90,90% dan spesifisitas: 75,75% dengan akurasi diagnostik: 83,33%, Tranggono (2000) melaporkan dengan memakai skor pembatas (cut off point) 7 didapatkan sensitivitas: 71,43% dan spesifisitas: 69,09% dengan akurasi diagnostik 69,74%. Sedangkan Fenyo melaporkan sensitivitas: 90,20% dan spesifisitas: 91,40%. Berdasarkan skoring terhadap faktor risiko yang digunakan dalam sistem skor Alvarado seperti tertulis di atas maka dapat diasumsikan bahwa semakin lengkap gejala, tanda dan pemeriksaan laboratorium yang muncul atau keberadaannya positif maka skor Alvarado akan semakin tinggi, mendekati 10, ini mengarahkan kepada apendisitis akut atau apendisitis perforasi. Demikian pula sebaliknya jika semakin tidak lengkap maka skor Alvarado semakin rendah, mendekati 1, ini mengarahkan kepada apendisitis kronis atau bukan apendisitis. Skor Alvarado adalah sistem skoring yang didasarkan pada gejala dan tanda klinis apendisitis akut, telah banyak dipergunakan.Pada tulisan aslinya, Alvarado merekomendasikan untuk melakukan operasi pada semua pasien dengan skor 7 atau lebih dan melakukan observasi untuk pasien dengan skor 5 atau 6.1.8. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari Appendicitis acuta pada dasarnya adalah diagnosis dari akut abdomen. Hal ini karena manifestasi klinik yang tidak spesifik untuk suatu penyakit tetapi spesifik untuk suatu gangguan fisiologi atau gangguan fungsi. Jadi pada dasarnya gambaran klinis yang identik dapat diperoleh dari berbagai proses akut di dalam atau di sekitar cavum peritoneum yang mengakibatkan perubahan yang sama seperti Appendicitis acuta. 2,12Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi operasi, namun pada umumnya proses-proses penyakit yang diagnosisnya sering dikacaukan oleh Appendicitis sebagian besar juga merupakan masalah pembedahan atau tidak akan menjadi lebih buruk dengan pembedahan. 2,12

Diagnosis banding Appendicitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi anatomi dari inflamasi Appendix, tingkatan dari proses dari yang simple sampai yang perforasi, serta umur dan jenis kelamin pasien. 2,121. Adenitis Mesenterica AcutaDiagnosis penyakit ini seringkali dikacaukan oleh Appendicitis acuta pada anak-anak. Hampir selalu ditemukan infeksi saluran pernafasan atas, tetapi sekarang ini telah menurun. Nyeri biasanya kurang atau bisa lebih difus dan rasa sakit tidak dapat ditentukan lokasinya secara tepat seperti pada Appendicitis. Observasi selama beberapa jam bila ada kemungkinan diagnosis Adenitis mesenterica, karena Adenitis mesenterica adalah penyakit yang self limited. Namun jika meragukan, satu-satunya jalan adalah operasi segera.2. Gastroenteritis akut

Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan dengan Appendicitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi akut self limited dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare, mual, dan muntah. Nyeri hiperperistaltik abdomen mendahului terjadinya diare. Hasil pemeriksaan laboratorium biasanya normal. 1. Penyakit urogenital pada laki-laki.

Penyakit urogenital pada laki-laki harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding Appendicitis, termasuk diantaranya torsio testis, epididimitis akut, karena nyeri epigastrik dapat muncul sebagai gejala lokal pada awal penyakit ini, Vesikulitis seminalis dapat juga menyerupai Appendicitis namun dapat dibedakan dengan adanya pembesaran dan nyeri Vesikula seminalis pada waktu pemeriksaan Rectal toucher. 2. Diverticulitis Meckel

Penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip Appendicitis acuta. Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena Diverticulitis Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti Appendicitis dan memerlukan terapi yang sama yaitu operasi segera.3. Intususseption

Sangat berlawanan dengan Diverticulitis Meckel, sangat penting untuk membedakan Intususseption dari Appendicitis acuta karena terapinya sangat berbeda. Umur pasien sangat penting, Appendicitis sangat jarang dibawah umur 2 tahun, sedangkan Intususseption idiopatik hampir semuanya terjadi di bawah umur 2 tahun. Pasien biasanya mengeluarkan tinja yang berdarah dan berlendir. Massa berbentuk sosis dapat teraba di RLQ. Terapi yang dipilih pada intususseption bila tidak ada tanda-tanda peritonitis adalah barium enema, sedangkan terapi pemberian barium enema pada pasien Appendicitis acuta sangat berbahaya. 4. Chrons enteritis

Manifestasi enteritis regional berupa demam, nyeri RLQ, perih, dan leukositosis sering dikelirukan sebagai Appendicitis. Selain itu, terdapat diare dan anorexia. Mual dan muntah yang jarang, dapat mengarahkan diagnosis kepada enteritis namun tidak menyingkirkan diagnosis Appendicitis acuta. 5. Perforasi ulkus peptikum

Gejala perforasi ulkus peptikum menyerupai Appendicitis jika cairan gastroduodenal mengalir ke bawah di daerah caecal. Jika perforasi secara spontan menutup, gejala nyeri abdomen bagian atas menjadi minimal.6. Epiploic appendagitis

Epiploic appendagitis mungkin disebabkan oleh infark Colon sekunder dari torsi Colon. Gejala dapat minimal atau terjadi gejala abdomen yang dapat berlangsung hingga beberapa hari. Pasien tidak tampak sakit, jarang terjadi mual dan muntah, dan nafsu makan tidak berubah. Terdapat nyeri tekan pada daerah yang terkena. Pada 25% kasus, nyeri berlangsung terus menerus hingga epiploic appendage yang mengalami infark dioperasi.7. Infeksi saluran kencing

Pyelonephritis acuta, terutama yang terletak di sisi kanan dapat menyerupai Appendicitis acuta letak retroileal. Rasa dingin, nyeri costo vertebra kanan, dan terutama pemeriksaan urine biasanya cukup untuk membedakan keduanya.8. Batu Urethra

Bila calculus tersangkut dekat Appendix dapat dikelirukan dengan Appendicitis retrocaecal. Nyeri alih ke daerah labia, scrotum atau penis, hematuria, dan atau tanpa demam atau leukositosis mendukung adanya batu. Pyelografi dapat memperkuat diagnosis.9. Peritonitis PrimerPeritonitis primer jarang menyerupai Appendicitis acuta simplex namun dapat ditemukan gambaran yang sangat mirip dengan peritonitis difus sekunder yang disebabkan oleh ruptur Appendix. Diagnosis ditegakkan dengan aspirasi peritoneal. Bila ditemukan bakteri coccus pada pewarnaan Gram, peritonitis tersebut adalah peritonitis primer dan terapinya adalah obatobatan. Bila ditemukan bermacammacam bakteri, peritonitis tersebut adalah peritonitis sekunder.10. Purpura HenochSchonleinSindrom ini biasanya terjadi 2-3 minggu setelah infeksi Streptococcus. Nyeri abdomen merupakan gejala yang paling menonjol, namun nyeri sendi, purpura dan nephritis juga hampir selalu ditemukan.11. YersiniosisInfeksi Yersinia menyebabkan berbagai macam gejala klinik, termasuk adenitis mesenterica, ileitis, colitis dan Appendicitis acuta. Umumnya infeksinya ringan dan self limited, namun pada beberapa dapat terjadi sepsis sistemik yang umumnnya sangat fatal bila tidak diobati. Kecurigaan pada diagnosis preoperatif tidak boleh menunda operasi, karena secara klinis Appendicitis yang disebabkan oleh Yersinia tidak dapat dibedakan dengan Appendicitis oleh sebab lainnya. Sekitar 5% dari kasus Appendicitis acuta disebabkan oleh infeksi Yersinia.12. Kelainankelainan ginekologiUmumnya kesalahan diagnosis Appendicitis acuta tertinggi pada wanita dewasa muda disebabkan oleh kelainankelainan ginekologi. Angka rata-rata Appendectomy yang dilakukan pada Appendix normal yang pernah dilaporkan adalah 32%45% pada wanita usia 1545 tahun. Penyakitpenyakit organ reproduksi pada wanita sering dikelirukan sebagai Appendicitis, dengan urutan yang tersering adalah PID, ruptur folikel de Graaf, kista atau tumor ovarium, endometriosis dan ruptur kehamilan ektopik. Laparoskopi mempunyai peranan penting dalam menentukan diagnosis. Pelvic Inflammatory Disease (PID)Infeksi ini biasanya bilateral tapi bila yang terkena adalah tuba sebelah kanan dapat menyerupai Appendicitis. Mual dan muntah hampir selalu terjadi pada pasien Appendicitis. Pada pasien PID hanya sekitar separuhnya. Ruptur Folikel de GraafOvulasi sering mengakibatkan keluarnya darah dan cairan folikuler serta nyeri yang ringan pada abdomen bagian bawah. Bila cairan sangat banyak dan berasal dari ovarium kanan, dapat dikelirukan dengan Appendicitis. Nyeri tekan agak difus. Leucositosis dan demam minimal atau tidak ada. Karena nyeri ini terjadi pada pertengahan siklus menstruasi, sering disebut mittelschmerz.1.9. Penatalaksanaan

Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi apendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada apendicitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah. Appendektomi (Laparoskopi appendektomi dan open appendektomi)1. Cito (akut, abses & perforasi 2. Elektif ( kronik Konservatif kemudian operasi elektif (Infiltrat) ( biasanya setelah 3 bulankonservatif baru dilakukan operasi Bed rest total posisi Fowler (anti Trandelenburg) Diet rendah serat Antibiotika spektrum luas Metronidazol Monitor (Infiltrat, tanda2 peritonitis (perforasi), suhu tiap 6 jam, LED,bilabaik mobilisasi pulang. 6,11Penderita anak perlu cairan intravena untuk mengoreksi dehidrasi ringan. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung dan untuk mengurangi bahaya muntah pada waktu induksi anestesi. Pada appendicitis akut dengan komplikasi berupa peritonitis karena perforasi menuntut tindakan yang lebih intensif, karena biasanya keadaan anak sudah sakit berat. Timbul dehidrasi yang terjadi karena muntah, sekuestrasi cairan dalam rongga abdomen dan febris. Anak memerlukan perawatan intensif sekurang-kurangnya 4-6 jam sebelum dilakukan pembedahan. Pipa nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung agar mengurangi distensi abdomen dan mencegah muntah. Kalau anak dalam keadaan syok hipovolemik maka diberikan cairan ringer laktat 20 ml/kgBB dalam larutan glukosa 5% secara intravena, kemudian diikuti dengan pemberian plasma atau darah sesuai indikasi. Setelah pemberian cairan intravena sebaiknya dievaluasi kembali kebutuhan dan kekurangan cairan. Sebelum pembedahan, anak harus memiliki urin output sebanyak 1 ml/kgBB/jam. Untuk menurunkan demam diberikan acetaminophen suppositoria (60mg/tahun umur). Jika suhu di atas 380C pada saat masuk rumah sakit, kompres alkohol dan sedasi diindikasikan untuk mengontrol demam. 6Antibiotika sebelum pembedahan diberikan pada semua anak dengan appendicitis, antibiotika profilaksis mengurangi insidensi komplikasi infeksi appendicitis. Pemberian antibiotika dihentikan setelah 24 jam selesai pembedahan. Antibiotika berspektrum luas diberikan secepatnya sebelum ada biakan kuman. Pemberian antibiotika untuk infeksi anaerob sangat berguna untuk kasus-kasus perforasi appendicitis. Antibiotika diberikan selama 5 hari setelah pembedahan atau melihat kondisi klinis penderita. Kombinasi antibiotika yang efektif melawan bakteri aerob dan anaerob spektrum luas diberikan sebelum dan sesudah pembedahan. Kombinasi ampisilin (100mg/kg), gentamisin (7,5mg/kg) dan klindamisin (40mg/kg) dalam dosis terbagi selama 24 jam cukup efektif untuk mengontrol sepsis dan menghilangkan komplikasi appendicitis perforasi. Metronidazol aktif terhadap bakteri gram negatif dan didistribusikan dengan baik ke cairan tubuh dan jaringan. Obat ini lebih murah dan dapat dijadikan pengganti klindamisin.6Open appendektomi ini merupakan prosedur yang sudah lama menjadi standar untuk operasi apendicitis. Pada metode ini, ahli bedah melakukan tindakan operasi dengan melakukan insisi pada perut kanan bawah, dengan panjang luka kurang lebih 5 cm. Belakangan ini metode open appendektomi yang menggunakan insisi Mc Burney ini sudah banyak ditinggalkan karena luasnya insisi sehingga akan menimbulkan jaringan parut yang cukup luas penyembuhan luka yang lama sehingga tidak baik untuk kosmetik.Pada teknik laparoskopi appendektomi beberapa incisi kecil dibuat di abdomen (biasanya 3 irisan). Pada salah satu incisi, laparoskopi dimasukkan. Laparoskopi mempunyai lensa kecil (sebagai kamera) yang berhubungan dengan monitor TV. Appendektomi dilakukan oleh ahli bedah sambil melihat ke monitor TV. Instrumen kecil dimasukkan ke dalam incisi lainnya dan digunakan untuk mengambil appendiks. 6,10,11,13

(inflamed appendix removal by open surgery

Skema Appendektomi Laparoskopi.6,10,11,131.10. Komplikasi1. Massa periapendikuler

SMassa apendiks terjadi bila appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan/atau lekuk usus halus. Pada massa periappendikuler yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa peripendikuler yang masih bebas disarankan untuk segera operasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu operasi masih mudah.Pada anak selamanya dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikuler yang terpancang dengan pendidingan yang sempurna, dianjurkan untuk dirawat dulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada lagi demam, massa periapendikuler hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan appendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses appendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri dan teraba pembengkakan massa serta bertambahnya angka leukosit1.

Riwayat klasik appendicitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di regio iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses periapendikuler. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dari karsinoma sekum, penyakit Chron, dan amuboma. Perlu juga disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekologik sebelum memastikan diagnosa massa appendiks. Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas12. Perforasi

Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi appendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri semakin hebat meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh perut, peristaltic usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik13. Peritonitis

Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari apendisitis.Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaasn peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata.Dengan begitu, aktivitas peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang.Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oliguria dan mungkin syok. Gejalanya adalah demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah, abdomen tegang, kaku, nyeri tekan dan bunyi usus menghilang11.11. Prognosis

Dengan diagnosis dan pembedahan yang cepat, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Angka kematian lebih tinggi pada anak dan orang tua. Apabila appendiks tidak diangkat, dapat terjadi serangan berulang.13,14

26