9
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di SDN 060949 kelurahan Pekan Labuhan, kecamatan Medan Labuan. yang merupakan suatu unit pelayanan Pendidikan tingkat sekolah dasar, milik Pemerintah Kota Medan yang berada di Jalan KL.Yos Sudarso Km 17.5. 5.1.2. Karakteristik Individu Berdasarkan pengukuran langsung, subjek penelitian yang dinilai adalah siswa dan siswi kelas I SD. Dari 72 sampel seluruhnya sesuai dengan kriteria inklusi, dengan usia siswa- siswi berkisar antara 6-8 tahun . Usia (Tahun) N (%) 6 53 (73.61) 7 17 (23.61) 8 2 (2.78) Jenis Kelamin N (%) Laki - Laki 44 (61.1) Perempuan 28 (38.9) 5.1.3. Hasil Analisis Data Dari keseluruhan sampel yang ada, diperoleh distribusi tinggi badan dan berat badan siswa-siswi SD 060949 berdasarkan hasil pengukuran antropometri secara langsung. Tinggi N (%)

BAB 5 Hasil Penelitian Puskesmas 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ee

Citation preview

BAB 5HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN5.1. Hasil Penelitian5.1.1. Deskripsi Lokasi PenelitianPenelitian ini dilakukan di SDN 060949 kelurahan Pekan Labuhan, kecamatan Medan Labuan. yang merupakan suatu unit pelayanan Pendidikan tingkat sekolah dasar, milik Pemerintah Kota Medan yang berada di Jalan KL.Yos Sudarso Km 17.5.

5.1.2.Karakteristik IndividuBerdasarkan pengukuran langsung, subjek penelitian yang dinilai adalah siswa dan siswi kelas I SD. Dari 72 sampel seluruhnya sesuai dengan kriteria inklusi, dengan usia siswa-siswi berkisar antara 6-8 tahun .Usia (Tahun)N (%)

6 53 (73.61)

717 (23.61)

82 (2.78)

Jenis KelaminN (%)

Laki - Laki44 (61.1)

Perempuan28 (38.9)

5.1.3.Hasil Analisis DataDari keseluruhan sampel yang ada, diperoleh distribusi tinggi badan dan berat badan siswa-siswi SD 060949 berdasarkan hasil pengukuran antropometri secara langsung.

Tinggi BadanN (%)

1071(1,4)

1083(4,2)

1093(4,2)

1103(4,2)

1111(1,4)

1124(5,6)

1134(5,6)

1145(6,9)

1153(4,2)

1162(2,8)

1177(9,7)

1182(2,8)

1192(2,8)

1208(11,1)

1212(2,8)

1226(8,3)

1233(4,2)

1243(4,2)

1252(2,8)

1262(2,8)

1271(1,4)

1291(1,4)

1301(1,4)

1321(1,4)

1331(1,4)

1361(1,4)

Total 72(100,0)

Dari tabel di atas terlihat bahwa 8 orang (11.1%) memiliki tinggi badan sebanyak 120 cm, memiliki persentase yang paling besar.

Berat BadanN (%)

15,0 2(2,8)

16,06(8,3)

17,08(11,1)

17,51(1,4)

18,011(15,3)

19,012(16,7)

20,07(9,7)

20,52(2,8)

21,08(11,1)

22,04(5,6)

23,02(2,8)

24,02(2,8)

25,02(2,8)

26,01(1,4)

27,02(2,8)

33,039,01(1,4)

1(1,4)

Total72(100,0)

Dari 72 responden disimpulkan bahwa, sebanyak 12 orang (16.7%) mempunyai berat badan 19 kg, mencatat persentase yang paling tinggi.

KarakteristikN (%)

Gizi baik 28(38,9)

Gizi kurang38(52,8)

Obesitas4(5,6)

Overweight2(2,8)

Total72(100,0)

Dari 72 responden disimpulkan bahwa , siswa dan siswi yang mengalami status gizi kurang berjumlah 38 orang (52,8%), siswa dan siswi yang memiliki status gizi baik sebanyak 28 orang (38,90%), balita yang mengalami obesitas sebanyak 4 orang (5,6%) dan 2 orang (2,8%) balita yang mengalami overweight.

5.1.4 PembahasanStatus gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu. Pada penelitian ini status gizi anak dilakukan dengan pengukuran cara antopometri dengan indeks berat badan menurut umur (BB/U) yang diukur pada penimbangan di posyandu. Penentuan klasifikasi status gizi menggunakan Standard Havard sebagai batas ambang dengan kategori dibagi menjadi kategori status gizi baik, status gizi kurang, dan status gizi buruk. Dari hasil penelitian didapati bahwa sebagian besar status gizi anak berada pada kategori kurang yaitu berjumlah 38 responden (52,8%), balita yang berada dalam kategori obesitas berjumlah 4 responden (5,6%) dan hanya 2 responden (2,8%) mengalami overweight.Status gizi anak dipengaruhi oleh faktor seperti jumlah anak, mutu makanan, kesehatan anak, tingkat ekonomi, pendidikan, perilaku, dan sosial tingkat ekonomi, pendidikan dan perilaku dan sosial budaya (Depkes RI 2000). Menurut Sediaoetama, (2006) bahwa gizi kurang disebabkan karena susunan hidangan yang tidak seimbang maupun komsumsi keseluruhannya yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Sementara menurut Almatsier (2009), masalah gizi umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya ketersediaan pangan, kurang baiknya sanitasi, kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan. Sedangkan berdasarkan tingkatan penyebab gizi buruk, dapat dibagi kedalam penyebab langsung, penyebab tidak langsung dan penyebab mendasar.Kemiskinan sebagai penyebab kurang gizi menduduki posisi pertama pada kondisi yang umum. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin paling rentan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Jumlah keluarga juga mempengaruhi keadaan gizi. (Suhardjo, 2003). Hal ini harus mendapat perhatian yang serius karena keadaan ekonomi ini relatif mudah diukur dan berpengaruh besar pada konsumsi pangan. Golongan miskin menggunakan bagian terbesar dari pendapatan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Pendapatan keluarga merupakan penghasilan dalam jumlah keluarga yang akan dibelanjakan oleh keluarga dalam bentuk makanan. Ketidakstabilan ekonomi dapat berakibat pada rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat yang antara lain tercermin pada maraknya masalah gizi kurang dan gizi buruk di masyarakat. Masalah kurang gizi memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mendorong proses kemiskinan melalui tiga cara. Pertama, kurang gizi secara langsung menyebabkan hilangnya produktivitas karena kelemahan fisik. Kedua, kurang gizi secara tidak langsung menurunkan kemampuan fungsi kognitif dan berakibat pada rendahnya tingkat pendidikan. Ketiga, kurang gizi dapat menurunkan tingkat ekonomi keluarga karena meningkatnya pengeluaran untuk berobat. Hal ini didukung oleh data-data yang didapati di Puskesmas bahwa penduduk Kecamatan Medan Labuhan (Puskesmas Medan Labuhan 2015), mayoritas bekerja pada sector pertanian.Selain itu, pendidikan dapat mempengaruhi seseorang dalam kesehatan terutama pada pola asuh anak, alokasi sumber zat gizi serta utilisasi informasi lainnya. Tingkat pendidikan merupakan salah satu indikator sosial dalam masyarakat karena melalui pendidikan sikap tingkah laku manusia dapat meningkat dan berubah citra sosialnya. Disamping itu, tingkat pendidikan dapat juga dijadikan sebagai cermin keadaan sosial ekonomi didalam masyarakat. Tujuan akhir dari suatu pendidikan pada dasarnya adalah untuk menghilangkan faktor-faktor perilaku dan sosial budaya yang merupakan hambatan bagi perbaikan kesehatan, menumbuhkan perilaku dan sosial budaya yang positif sehingga baik individu maupun masyarakat itu dapat meningkatkan sendiri taraf kesehatan masyarakat. Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap atau memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Peningkatan tingkat pendidikan akan meningkatkan pengetahuan kesehatan dan gizi yang selanjutnya menimbulkan sikap dan perilaku yang positif. Keadaan ini dapat mencegah timbulnya masalah gizi yang tidak diinginkan. Berdasarkan data-data yang diperoleh dari Puskesmas Medan Pelabuhan, ternyata bahwa mayoritas penduduk hanya berpendidikan sampai SD sehingga mereka tidak ada cukup pengetahuan tentang pengurusan gizi anak mereka.Jumlah anggota keluarga turut menjadi faktor yang lain yang menyebabkan gizi kurang pada anak-anak. Anak-anak yang sedang tumbuh dari suatu keluarga miskin, adalah yang paling rawan terhadap gizi kurang diantara semua anggota keluarga. Anak yang paling kecil biasanya yang paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Situasi semacam ini sering terjadi sebab seandainya besar keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa anak-anak yang sedang tumbuh memerlukan pangan relative lebih tinggi daripada golongan yang lebih tua. Semua keluarga tanpa memandang pendapatannya, harus mengetahui batas tertinggi persediaan pangan yang tersedia dihubungkan dengan pertumbuhan penduduk, terutama di negara-negara sedang berkembang yang laju kelahirannya paling tinggi. Banyak sumber daya yang diperlukan untuk pengembangan dan pemeliharaan manusia sangat terbatas, yang salah satu pokok diantaranya adalah pangan. Pembagian pangan yang tepat kepada setiap anggota keluarga sangat penting untuk mencapai gizi yang baik. Pangan harus dibagikan untuk memenuhi kebutuhan gizi setiap orang dalam keluarga. Anak, wanita hamil dan menyusui harus memperoleh sebagian besar pangan yang kaya akan protein. Semua anggota keluarga sesuai dengan kebutuhan perorangan, harus mendapat bagian energi, protein dan zat-zat gizi lain yang cukup setiap harinya untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Suhardjo, 2003). Semua keluarga tanpa memandang pendapatannya, harus mengetahui batas tertinggi persediaan pangan yang tersedia dihubungkan dengan pertumbuhan penduduk. Banyak sumber daya yang diperlukan untuk pengembangan dan pemeliharaan manusia, salah satunya adalah pangan, sangat terbatas. Oleh karena itu, semua program masyarakat terutama dalam pertanian, perlu menekankan pentingnya keluarga berencana dan pembatasan penduduk, sehingga petani dapat menanam cukup pangan guna menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan keluarganya. Selain itu juga menyediakan kebutuhan keluarga dan pendapatan melalui tanaman perdagangan yang dihasilkan (Suhardjo, 2003)