15
38 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan metode Post Test Only Control Group Design. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang untuk pemeliharaan, dan perlakuan pada hewan coba. Untuk pengamatan hasil dilakukan di laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran UMM. Penelitian ini dilakukan selama 28 hari. 4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi Populasi dalam tikus ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) strain wistar jantan. 4.3.2. Sampel Tikus putih (Rattus norvegicus) strain wistar jantan yang sesuai kriteria inklusi. 4.3.3. Besar Sampel Terdapat 5 kelompok penelitian yaitu satu kelompok kontrol positif, kelompok dosis ekstrak buah mengkudu 20 mg/200grBB, kelompok dosis ekstrak buah mengkudu 40 mg/200grBB, dan kelompok dosis ekstrak buah

BAB 4 METODE PENELITIANeprints.umm.ac.id/53574/5/BAB 4.pdf · lapang pandang setiap polenya Mikroskop cahaya Jumlah infiltrasi sel radang interstisial pada tiap lapang pandang Numerik

  • Upload
    others

  • View
    19

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 4 METODE PENELITIANeprints.umm.ac.id/53574/5/BAB 4.pdf · lapang pandang setiap polenya Mikroskop cahaya Jumlah infiltrasi sel radang interstisial pada tiap lapang pandang Numerik

38

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan

metode Post Test Only Control Group Design.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Malang untuk pemeliharaan, dan perlakuan pada

hewan coba. Untuk pengamatan hasil dilakukan di laboratorium Biomedik

Fakultas Kedokteran UMM. Penelitian ini dilakukan selama 28 hari.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi

Populasi dalam tikus ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) strain

wistar jantan.

4.3.2. Sampel

Tikus putih (Rattus norvegicus) strain wistar jantan yang sesuai kriteria

inklusi.

4.3.3. Besar Sampel

Terdapat 5 kelompok penelitian yaitu satu kelompok kontrol positif,

kelompok dosis ekstrak buah mengkudu 20 mg/200grBB, kelompok dosis

ekstrak buah mengkudu 40 mg/200grBB, dan kelompok dosis ekstrak buah

Page 2: BAB 4 METODE PENELITIANeprints.umm.ac.id/53574/5/BAB 4.pdf · lapang pandang setiap polenya Mikroskop cahaya Jumlah infiltrasi sel radang interstisial pada tiap lapang pandang Numerik

39

mengkudu 80 mg/200grBB. Untuk menentukan replikasi, menggunakan

Rumus (Arifin WN, Zahiruddin WM, 2017):

Jumlah minimal sampel (n) = 10/k +1

Jumlah maksimal sampel (n) = 20/k +1

Total Sampel (N) = n x k

Jumlah minimal :

n = 10/k + 1

= 10/5 +1

= 3 / kelompok

Total sampel = 3 x 5

= 15

Jumlah maksimal :

n = 20/k + 1

= 20/5 +1

= 5 / kelompok

Total sampel = 5 x 5

= 25

Keterangan:

k = kelompok perlakuan

n = jumlah replikasi

Page 3: BAB 4 METODE PENELITIANeprints.umm.ac.id/53574/5/BAB 4.pdf · lapang pandang setiap polenya Mikroskop cahaya Jumlah infiltrasi sel radang interstisial pada tiap lapang pandang Numerik

40

Jumlah sampel masing-masing kelompok 3-5 ekor tikus beserta tikus

cadangan, sedangkan total besar sampel yakni 15-25 ekor tikus.

4.3.4. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel ini diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling.

4.3.5. Karakteristik Sampel Penelitian

4.3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Umur 3-4 bulan.

2. Berat badan 150-200 gram.

3. Jantan, strain wistar.

4. Sehat, ditandai dengan gerakan aktif dan bulu yang tebal dan

berwarna putih serta matanya jernih

4.3.5.2. Kriteria Eksklusi

1. Tikus yang sebelumnya pernah diberi perlakuan untuk eksperimen

lain

2. Tikus dengan luka atau cacat

3. Tikus yang mati sebelum perlakuan

4.3.5.3. Kriteria Drop Out

1. Tikus yang sakit selama proses penelitian

2. Terjadi penurunan berat badan pada tikus

3. Tikus yang mati selama proses penelitian

4.3.6. Variabel Penelitian

4.3.6.1 Variabel Bebas

Variabel bebas penelitian ini adalah ekstrak buah mengkudu dengan

dosis bertingkat 20mg/200grBB, 40mg/200grBB, 80mg/200grBB.

Page 4: BAB 4 METODE PENELITIANeprints.umm.ac.id/53574/5/BAB 4.pdf · lapang pandang setiap polenya Mikroskop cahaya Jumlah infiltrasi sel radang interstisial pada tiap lapang pandang Numerik

41

4.3.6.2 Variabel Tergantung

Variabel tergantung penelitian ini adalah gambaran histopatologi

sel ginjal.

4.3.7. Definisi Operasional

Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Skala Data

1 Ekstrak

buah

Mengkudu

Ekstrak buah

mengkudu dari UPT

Materia Medika Dinas

Kesehatan, Kota Batu,

Provinsi Jawa Timur

diberikan ke tikus

secara per oral

menggunakan sonde

Dosis

dengan

sonde

Dosis bertingkat

20mg/200grBB,

40mg/200grBB,

80mg/200grBB

yang akan

diberikan 30

menit sebelum

diberi

pirazinamid,

etambutol dan

levofloksasin

Kategorik

(Ordinal).

2 Gambaran

histopatol

ogi ginjal

Melihat gambaran

histopatologi dengan

menggunakan

mikroskop cahaya

dengan perbesaran

400x pada 3 pole

ginjal dengan

menghitung jumlah

infiltrasi sel radang

interstisial pada 2

lapang pandang setiap

polenya

Mikroskop

cahaya

Jumlah infiltrasi

sel radang

interstisial pada

tiap lapang

pandang

Numerik

(Rasio).

4.4. Alat dan Bahan Penelitian

4.4.1. Alat penelitian

1.Kandang

2.Penutup kandang dari anyaman kawat

3.Botol air

4.Sonde

Page 5: BAB 4 METODE PENELITIANeprints.umm.ac.id/53574/5/BAB 4.pdf · lapang pandang setiap polenya Mikroskop cahaya Jumlah infiltrasi sel radang interstisial pada tiap lapang pandang Numerik

42

5.Neraca dengan ketelitian 0,01 g untuk menimbang berat tikus

6.Sekam

7.Pakan Comfeed PARS (BR-1)

8.Inkubator

9.Rotary evaporator

10. Kertas saring whatman nomor 2

11. Pisau

12. Pengaduk

13. Timbangan elektrik dengan ketelitian 0,0001 gr

14. Pengocok listrik (Stirrer)

15. Mortir

4.4.2. Bahan Penelitian

1. Hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) galur wistar jantan

2. Obat anti tuberkulosis pirazinamid, etambutol dan levofloksasin

3. Bahan pembuatan ekstrak buah mengkudu, etanol 96 %, aquades, dan

buah mengkudu masak

4. CMC 0,5%

4.4.3. Alat dan Bahan Bedah Tikus

1. Alat bedah minor set untuk membedah tikus

2. Toples kaca

3. Kapas

4. Kloroform

5. Papan bedah

6. Handscoon

Page 6: BAB 4 METODE PENELITIANeprints.umm.ac.id/53574/5/BAB 4.pdf · lapang pandang setiap polenya Mikroskop cahaya Jumlah infiltrasi sel radang interstisial pada tiap lapang pandang Numerik

43

7. Jarum pentul

8. Stopwatch

4.4.4. Alat dan Bahan Pembuat Preparat Histopatologi

1. Gelas piala

2. Gelas ukur

3. Object glass

4. Cover glass

5. Kotak lembab

6. Mikrotom

7. Mikropipet

8. Mikroskop cahaya yang dilengkapi kamera

9. Sampel organ hewan, larutan Bouin, alkohol, silol, paraffin, 0,9% NaCl

fisiologis, hidrogen peroksida (H2O2), hydrofobic marker, 3,3-

diaminobenzidine (DAB), 0,01 M phosphate buffer saline (PBS) pH 7,4,

medium perekat Entellan dan aquades (Samson & Unitly, 2014).

4.5. Prosedur Penelitian

4.5.1 Proses Adaptasi

Subjek penelitian diadaptasikan di laboratorium Farmakologi Fakultas

Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang selama tujuh hari, agar

tikus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Tikus dimasukkan ke

kandang dan diberi pakan Comfeed PARS (BR-1) dan minum.

Page 7: BAB 4 METODE PENELITIANeprints.umm.ac.id/53574/5/BAB 4.pdf · lapang pandang setiap polenya Mikroskop cahaya Jumlah infiltrasi sel radang interstisial pada tiap lapang pandang Numerik

44

4.5.2 Pembagian Kelompok Tikus

Tikus yang digunakan sebanyak 25 ekor yang terbagi menjadi 5

kelompok yaitu satu kelompok kontrol negatif, kontrol positif, dan 3

perlakuan. Setiap kelompok terdapat 5 ekor tikus.

Kelompok 1 (kontrol negatif) : diberi makan dan minum standar selama 28

hari

Kelompok 2 (kontrol positif) : diinduksi pirazinamid, etambutol,

levofloksasin kemudian diberi makan dan minum standar

Kelompok 3 : diberi ekstrak buah mengkudu dosis 20 mg/200grBB tikus

yang sudah dilarutkan dalam 1 ml CMC; 30 menit kemudian diinduksi

pirazinamid 36 mg/hari, etambutol 36 mg/hari, levofloksasin 18 mg/hari

yang dicampur jadi satu lalu diberi makan dan minum standar

Kelompok 4 : diberi ekstrak buah mengkudu dosis 40 mg/200grBB tikus

yang sudah dilarutkan dalam 1 ml CMC; 30 menit kemudian diinduksi

pirazinamid 36 mg/hari, etambutol 36 mg/hari, levofloksasin 18 mg/hari

yang dicampur jadi satu lalu diberi makan dan minum standar.

Kelompok 5 : diberi ekstrak mengkudu dosis 80 mg/200grBB tikus yang

sudah dilarutkan dalam 1 ml CMC; 30 menit kemudian diinduksi

pirazinamid 36 mg/hari, etambutol 36 mg/hari, levofloksasin 18 mg/hari

yang dicampur jadi satu lalu diberi makan dan minum standar.

Semua perlakuan dilakukan pada sore hari selama 28 hari.

Page 8: BAB 4 METODE PENELITIANeprints.umm.ac.id/53574/5/BAB 4.pdf · lapang pandang setiap polenya Mikroskop cahaya Jumlah infiltrasi sel radang interstisial pada tiap lapang pandang Numerik

45

4.5.3 Pemberian Pirazinamid, Etambutol dan Levofloksasin

Tabel 4.2 Penentuan Dosis OAT MDR-TB

OAT Berat Badan (BB)

< 33 kg 33–50 kg 51–70 kg >70 kg

Pirazinamid (Z) 20–30

mg/kg/hari 750–1.500 mg

1.500–1.750

mg

1.750–2.000

mg

Etambutol (E) 20–30

mg/kg/hari 800–1.200 mg

1.200–1.600

mg

1.600–2.000

mg

Levofloksasin

(Lfx)

7,5–10

mg/kg/hari 750 mg 750 mg

750–1.000

mg

(Reviono, Kusnanto, Eko, et al., 2014).

Konversi dosis obat anti tuberkulosis pada manusia ke tikus:

Tabel 4.3 Konversi Perhitungan Dosis

Mencit 20 gr Tikus 200 gr Kelinci 1,5 kg Manusia 70 kg

Mencit 20 gr 1.0 7.0 27.8 387.9

Tikus 200 gr 0.14 1.0 3.9 56.0

Kelinci 1,5 kg 0.04 0.25 1.0 14.2

Manusia 70 kg 0.0026 0.018 0.07 1.0

(Stevani, Hendra, 2016).

Pirazinamid

Dosis pada manusia : 1.750 – 2.000 mg

Dosis pada tikus = Dosis pada manusia X koefisien konversi

= 2.000 X 0,018

= 36 mg/200grBB/hari

Etambutol

Dosis pada manusia : 1.600 – 2000 mg

Dosis pada tikus = Dosis pada manusia X koefisien konversi

= 2000 X 0,018

Page 9: BAB 4 METODE PENELITIANeprints.umm.ac.id/53574/5/BAB 4.pdf · lapang pandang setiap polenya Mikroskop cahaya Jumlah infiltrasi sel radang interstisial pada tiap lapang pandang Numerik

46

= 36 mg/200grBB/hari

Levofloksasin

Dosis pada manusia : 750 – 1000 mg

Dosis pada tikus = Dosis pada manusia X koefisien konversi

= 1000 X 0,018

= 18 mg/200grBB/hari

Perlakuan dengan memberi obat anti tuberkulosis secara oral,

pirazinamid: 36 mg/hari, etambutol: 36 mg/hari, dan levofloksasin: 18

mg/hari.

4.5.4 Pembuatan Ekstrak Buah Mengkudu

Ekstrak buah mengkudu yang dipakai peneliti didapatkan dari UPT

Materia Medika Dinas Kesehatan, Kota Batu, Provinsi Jawa Timur.

4.5.5 Penentuan Dosis Ekstrak Mengkudu

Penelitian yang dilakukan oleh Srikanth (2009) tentang ekstrak

mengkudu menyatakan bahwa dengan dosis 200 mg/kg BB tikus dapat

menurunkan kerusakan mukosa lambung pada tikus yang diinduksi oleh

NSAID (Srikhanth J, Muralidharan P, 2009). Pada penelitian kali ini,

peneliti memakai dosis ekstrak mengkudu yang tidak hanya baik dan aman

untuk ginjal namun juga aman pada organ lain. Berdasarkan penelitian

tersebut, penelitian ini akan menggunakan dosis 1/2n, n, dan 2n yaitu: 100

mg/kgBB; 200 mg/kgBB; dan 400 mg/kgBB.

Diberikan pada tikus dengan dosis 20 mg/200grBB tikus; 40

mg/200grBB tikus; 80 mg/200grBB tikus.

Page 10: BAB 4 METODE PENELITIANeprints.umm.ac.id/53574/5/BAB 4.pdf · lapang pandang setiap polenya Mikroskop cahaya Jumlah infiltrasi sel radang interstisial pada tiap lapang pandang Numerik

47

4.5.6 Proses Anastesi dan Pembedahan Hewan Coba

a. Proses Anastesi :

Proses anastesi dilakukan satu persatu terhadap hewan coba yaitu

dengan memasukan hewan coba ke dalam toples kaca yang berisi kapas

yang sudah dicampur dengan kloroform. Anastesi dilakukan secara

inhalasi pada hewan coba dengan dosis eter ± 0,67 ml/hewan coba selama

± 60 detik yang dihitung dengan menggunakan stopwatch.

b. Proses Pembedahan

Setelah hewan coba teranastesi dengan baik (keadaan pingsan), hewan

coba diletakkan pada meja lilin dan keempat kaki hewan coba difiksasi

terhadap meja lilin dengan menggunakan jarum pentul. Dengan

menggunakan gunting bedah, dilakukan pembedahan pada abdomen untuk

diambil organ ginjal.

4.5.7 Membuat Sediaan Histopatologi Ginjal

1) Segera setelah hewan mati mengambil organ ginjal yang akan digunakan

untuk preparat histologis

2) Kemudian dicuci dengan 0,9% NaCl fisiologis

3) Lalu dimasukkan dalam larutan fiksatif Bouin (dengan komposisi asam

pikrat jenuh : formalin pro-analisis : asam asetat glacial = 15:5:1) selama

24 jam.

4) Setelah terfiksasi dilakukan perendaman dengan menggunakan alkohol

70% selama 24 jam,

5) Dilanjutkan dengan alkohol 80% selama 2 jam

6) Selanjutnya direndam dalam alkohol 90% selama 20 menit

Page 11: BAB 4 METODE PENELITIANeprints.umm.ac.id/53574/5/BAB 4.pdf · lapang pandang setiap polenya Mikroskop cahaya Jumlah infiltrasi sel radang interstisial pada tiap lapang pandang Numerik

48

7) Tahapan selanjutnya adalah memindahkan ginjal pada xylol 1 dan 2

masing – masing 20 menit.

8) Xylol 3 dapat dilakukan pada suhu 60 – 63˚C selama 20 menit.

9) Selanjutnya ginjal dicelupkan dalam parafin cair pada wadah.

10) Setelah itu, parafin akan memadat dan ginjal berada dalam blok parafin.

11) Jaringan dalam blok parafin disayat secara serial menggunakan

mikrotom rotary dengan ketebalan 5 μm dan dilekatkan pada gelas

obyek yang telah dilapisi dengan alkohol 70% atau 0,2% Neofren®

dalam toluene

12) Kemudian disimpan dalam inkubator 400C selama 24 jam.

13) Sediaan kemudian diwarnai secara Hematoksilin Eosin (HE)

(Samson & Unitly, 2014).

Prosedur pulasan HE:

Memilih preparat irisan yang paling bagus,

1) Dilakukan deparafinisasi dalam: larutan xylol I selama 5 menit, larutan

xylol II selama 5 menit, etanol absolut selama 1 jam

2) Hydrasi dalam: alkohol 96% selama 2 menit, alkohol 70% selama 2

menit, air selama 10 menit

3) Pulasan inti dengan: Harris Hematoksilin selama 15 menit, dibilas

dengan air mengalir, diwarnai dengan eosin selama maksimal 1 menit,

4) Dehidrasi: alkohol 70% selama 2 menit, alkohol 96% selama 2 menit,

alkohol absolut 2 menit,

5) Penjernihan: xylol I selama 2 menit, xylol II selama 2 menit,

Page 12: BAB 4 METODE PENELITIANeprints.umm.ac.id/53574/5/BAB 4.pdf · lapang pandang setiap polenya Mikroskop cahaya Jumlah infiltrasi sel radang interstisial pada tiap lapang pandang Numerik

49

6) Mounting dengan entelan dan tutup dengan deck glass, cegah jangan

sampai ada gelembung udara.

4.5.8 Pengamatan Hasil

Pengamatan sediaan pada 3 pole ginjal dengan perbesaran 400x

pada mikroskop, perbesaran bertingkat 10x kemudian 40x pada lensa

obyektif dan 10x perbesaran lensa okuler. Sasaran yang diamati

adalah perubahan abnormal gambaran histopatologi ginjal yaitu

dengan menghitung jumlah infiltrasi sel radang interstisial pada 2

lapang pandang setiap polenya.

4.5.9 Penanganan Hewan Coba Setelah Pembedahan

Hewan coba yang telah dibedah, pastikan bahwa hewan coba tidak

mengalami recovery. Sebelum mengubur hewan coba, dipastikan bahwa

denyut nadi sudah berhenti. Jika hewan coba mengalami recovery maka

harus dilakukan prosedur euthanasia, salah satunya dengan prosedur

Cervical Dislocation, yaitu dengan cara memisahkan tengkorak dan

vertebrae. Teknik ini dilakukan dengan memberikan tekanan ke bagian

posterior dasar tulang tengkorak dan vertebrae. Bila vertebrae terpisah dari

otak, reflek kedip menghilang dengan segera, rangsangan rasa sakit

menghilang sehingga hewan tidak merasakan sakit. Bangkai tikus percobaan

dikubur di tanah dengan kedalaman minimal 50 cm dan luas lubang 0, 25

m². Setiap lubang hanya digunakan untuk mengubur 10 tikus secara

bersama, hal ini untuk mencegah bangkai tikus digali oleh hewan lain seperti

kucing. Lubang ditutup kembali dengan tanah lalu lubang dipadatkan agar

tidak tercium bau dari bangkai tikus tersebut (Alexandru, 2011).

Page 13: BAB 4 METODE PENELITIANeprints.umm.ac.id/53574/5/BAB 4.pdf · lapang pandang setiap polenya Mikroskop cahaya Jumlah infiltrasi sel radang interstisial pada tiap lapang pandang Numerik

50

4.6. Alur Penelitian

KELOMPOK

IV

Pemberian

ekstrak buah

mengkudu 40

mg/200grBB

/hari kemudian

setelah 30

menit, diberi

OAT

Setiap tikus dianastesi dengan 0,67 ml kloroform pekat secara inhalasi

selanjutnya dilakukan pembedahan hewan coba, mengambil organ ginjalnya

Pembuatan Sediaan Histopatologi Ginjal

1. Organ yang telah dipotong dicuci dengan 0,9% Nacl

2. Dimasukkan dalam fiksatif Bouin

3. Direndam dengan alkohol 70%, 80%, 90%

4. Memindahkan ginjal pada xylol 1, 2, 3

5. Dicelupkan pada parafin

6. Jaringan dalam blok parafin disayat secara serial

7. Disimpan dalam inkubator 400oC

8. Diwarnai Hematoksilin Eosin (HE)

Pengamatan Hasil

Pengamatan sediaan pada 3 pole ginjal dengan perbesaran

400x pada mikroskop, menghitung jumlah infiltrasi sel radang

interstisial pada 2 lapang pandang setiap polenya

KELOMPOK

II

Kontrol Positif

Pemberian

induksi OAT

Adaptasi Hewan Coba Selama 7 hari

KELOMPOK

V

Pemberian

ekstrak buah

mengkudu 80

mg/200grBB

/hari kemudian

setelah 30

menit, diberi

OAT

Mengubur hewan coba dan harus dipastikan bahwa hewan coba tidak

mengalami recovery

KELOMPOK

I

Kontrol Negatif

Pemberian

makan dan

minum standar

selama 28 hari

Diberi makan dan minum standar setelah pemberian perlakuan,

dilakukan selama 28 hari.

KELOMPOK

III

Pemberian

ekstrak buah

mengkudu 20

mg/ 200grBB

/hari kemudian

setelah 30

menit, diberi

OAT

Analisis Data

Analisis data menggunakan Shapiro-wilk, Levene, One Way

ANOVA, Post hoc dan Regresi Linier

Page 14: BAB 4 METODE PENELITIANeprints.umm.ac.id/53574/5/BAB 4.pdf · lapang pandang setiap polenya Mikroskop cahaya Jumlah infiltrasi sel radang interstisial pada tiap lapang pandang Numerik

51

4.7. Analisis Data

Data dari hasil percobaan dianalisis menggunakan:

1. Uji normalitas Shapiro Wilk dan homogenitas Levene test, bila saat uji

normalitas sebaran data tidak normal maka uji yang digunakan Kruskal-

Waliss, jika normal (sig >0,05) maka selanjutnya memakai uji One Way

ANOVA.

2. Uji One Way ANOVA untuk membuktikan adanya perbedaan yang

bermakna antara kontrol positif dengan kelompok yang diberi ekstrak buah

mengkudu (Morinda citrifolia L). Dimana apabila diperoleh p > 0,05 artinya

tidak ada perbedaan yang bermakna. Sebaliknya apabila diperoleh p < 0,05

menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna.

3. Uji Post Hoc Bonferroni dilakukan untuk mengetahui dosis ekstrak buah

mengkudu (Morinda citrifolia L.) yang mulai menimbulkan efek

nefroprotektif. Bila hasil yang didapat tidak homogen, maka memakai uji

post hoc Tamhane T2, jika homogen, maka memakai uji post hoc Bonferroni.

4. Analisa regresi linier untuk mengetahui besar pengaruh dan prediksi dosis

ekstrak mengkudu (Morinda citrifolia L) (dalam 1 mg) terhadap perbaikan

gambaran histopatologi sel ginjal tikus putih (Rattus norvegicus) strain

wistar jantan.

Page 15: BAB 4 METODE PENELITIANeprints.umm.ac.id/53574/5/BAB 4.pdf · lapang pandang setiap polenya Mikroskop cahaya Jumlah infiltrasi sel radang interstisial pada tiap lapang pandang Numerik

52

4.8. Jadwal Penelitian

Tabel 4.4 Jadwal Penelitian

No Jenis Kegiatan Bulan

10 11 12 1

1. Pengurusan Izin x

2. Persiapan bahan

dan hewan coba

x

x

3. Adaptasi hewan

pakan hewan

coba

x

4. Pemberian

perlakuan

x x x x

5. Pengamatan

histopatologi

ginjal

x

6. Analisa data x

7. Konsultasi dan

revisi akhir

x x