17
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pisang Ambon (Musa paradisiaca AAA) 2.1.1. Taksonomi Pisang Ambon Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Famili : Musaceae Genus : Musa Spesies : Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt. (Supriyadi dan Satuhu, 2008 ) 2.1.2. Morfologi Pisang Ambon Pisang ambon merupakan tanaman perdu dengan tinggi kurang lebih lima meter. Dengan batang tegak, lunak, bulat, hijau kekuningan. Batang pohon terbentuk dari perkembangan dan pertumbuhan pelepah yang mengelilingi poros lunak panjang. Batang pisang yang sesungguhnya terdapat pada bonggol yang tersembunyi dalam tanah. Pisang Ambon memiliki daun tunggal, lonjong, panjang 1,5-2 meter dengan lebar 30-50 cm, ujung tumpul, pangkal meruncing, ibu tulang bulat berlekuk, hijau. Pisang ambon memiliki bunga majemuk, bentuk tandan, berkelamin dua, terletak diujung batang, tangkai silindris, panjang kurang lebih 50 cm, kelopak segi tiga, benang sari silindris, kepala sari bulat dan kuning (Steenis, 2008).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/41350/3/jiptummpp-gdl-dwiwilyani-46912-3-bab2.pdf · infeksi gigi, reumatoid artritis, abses otak, empiema subdural, keratitis,

  • Upload
    lecong

  • View
    231

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pisang Ambon (Musa paradisiaca AAA)

2.1.1. Taksonomi Pisang Ambon

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Famili : Musaceae

Genus : Musa

Spesies : Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt.

(Supriyadi dan Satuhu, 2008 )

2.1.2. Morfologi Pisang Ambon

Pisang ambon merupakan tanaman perdu dengan tinggi kurang lebih lima

meter. Dengan batang tegak, lunak, bulat, hijau kekuningan. Batang pohon

terbentuk dari perkembangan dan pertumbuhan pelepah yang mengelilingi poros

lunak panjang. Batang pisang yang sesungguhnya terdapat pada bonggol yang

tersembunyi dalam tanah. Pisang Ambon memiliki daun tunggal, lonjong, panjang

1,5-2 meter dengan lebar 30-50 cm, ujung tumpul, pangkal meruncing, ibu tulang

bulat berlekuk, hijau. Pisang ambon memiliki bunga majemuk, bentuk tandan,

berkelamin dua, terletak diujung batang, tangkai silindris, panjang kurang lebih 50

cm, kelopak segi tiga, benang sari silindris, kepala sari bulat dan kuning (Steenis,

2008).

6

(Supriyadi dan Satuhu, 2008)

Gambar 2.1

Pisang Ambon

Pada gambar 2.1, buah pisang ambon berbentuk bulat panjang, memiliki

kulit berwarna kuning dan memiliki akar serabut berwarna kuning kecoklatan

(Steenis, 2008).

2.1.3. Kandungan Kimia Pisang Ambon sebagai Antibakteri

Tabel 2.1 Perbandingan Kandungan Antibakteri pada Pisang Ambon

(Fitrianingsih dan Leni, 2012; Okorondu, 2013; Salau dkk, 2010; Steenis, 2008; Chu dkk,

2006; Apriasari, Adhani dan Savitri, 2014; Pongsiplung, Yamlean dan Banne 2012;

Widiyatni, 2010)

Keterangan: (-) = tidak terdeteksi

(+) = terdeteksi

Berdasar tabel 2.1, dapat disimpulkan bahwa tanaman pisang ambon

(Musa paradisisaca AAA) pada bagian kulit pisang memiliki kandungan

antibakteri yang lebih lengkap, antara lain tanin, kuinon, saponin, flavonoid dan

alkaloid bila dibandingkan dengan buah, bonggol, tandan, batang dan akar

tanaman pisang ambon. Kulit pisang ambon bila diekstraksi dengan metanol

memiliki kandungan flavonoid sebanyak 1035mg/100g, tanin sebesar

850mg/100gram, saponin sebesar 563mg/100g, alkaloid sebesar 24mg/100g dan

Kulit Buah Bonggol Tandan Batang Akar

Tanin + + + + + +

Kuinon + - - - - -

Saponin + + + + + -

Flavonoid + + + + + -

Alkaloid + - - + + -

7

kuinon sebesar 4,5mg/100g (Nagarajaiah dan Prakash, 2011; Adeolu dan Enesi,

2013). Mekanisme kerja dari kelima kandungan antibakteri tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Tanin

Adanya tanin sebagai antibakteri akan mengganggu sintesa peptidoglikan

sehingga pembentukan dinding sel menjadi kurang sempurna. Keadaan ini akan

menyebabkan sel bakteri menjadi lisis karena tekanan osmotik maupun fisik

sehingga sel bakteri menjadi mati (Sari dan Sari, 2011). Tanin bersifat sebagai

bakterisidal (Cavalieri dkk, 2005).

b. Kuinon

Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar. Warna

pigmen kuinon dialam beragam mulai dari kuning pucat sampai hampir

kehitaman. Kuinon mampu menginaktivasi protein sehingga membuat protein

kehilangan fungsi pada dinding sel sehingga membuat bakteri menjadi lisis

(Marshall, 2006). Kuinon bersifat sebagai bakterisidal (Cavalieri dkk, 2005).

c. Saponin

Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan.

Saponin terdapat pada berbagai spesies tanaman, baik tanaman liar maupun

tanaman budidaya. Pada tanaman budidaya, saponin triterpenoid merupakan jenis

yang utama, sedangkan saponin steroid pada umumnya terdapat pada tanaman

yang digunakan sebagai tanaman obat (Suparjo, 2008).

Saponin bersifat ampifatik (mengandung bagian hidrofilik dan hidrofobik)

yang dapat melarutkan protein membran. Hidrofobik saponin berikatan pada

region hidrofobik protein membran sitoplasma dengan menggeser sebagian besar

8

unsur lipid yang terikat pada membran sehingga sel bakteri menjadi lisis

(Davidson, 2005). Saponin bersifat sebagai bakterisidal (Cavalieri dkk, 2005).

(Jyothirmayi dan Rao, 2010)

Gambar 2.2

Struktur saponin

Pada gambar 2.2, steroid memiliki kerangka dasar berupa cincin

siklopentana perhidrofenantrena. Triterpenoid memiliki kerangka senyawa karbon

yang berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari

hidrokarbon C30 asiklik yaitu skualena (Wal dkk, 2013).

d. Flavonoid

Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar ditemukan

di alam. Senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru dan sebagian kuning

yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan (Lenny, 2006). Zat flavonoid

mempunyai mekanisme kerja menghambat sintesis asam nukleat, menghambat

fungsi membran sitoplasma dan dapat menghambat metabolisme energi dari

bakteri (Cushnie, 2005). Flavonoid bersifat sebagai bakterisidal (Cavalieri dkk,

2005).

e. Alkaloid

Menurut Gunawan dalam Rinawati (2011) dalam senyawa alkaloid terdapat

gugus basa yang menggandung nitrogen akan bereaksi dengan senyawa asam

amino yang menyusun dinding sel bakteri dan DNA bakteri. Reaksi ini

9

mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan susunan asam amino. Sehingga

akan menimbulkan perubahan keseimbangan genetik pada rantai DNA sehingga

akan mengalami kerusakan akan mendorong terjadinya lisis sel bakteri yang akan

menyebabkan kematian sel pada bakteri.

Menurut Juliantina dalam Rinawati (2011) senyawa alkaloid memiliki

mekanisme penghambatan dengan cara mengganggu komponen penyusun

peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara

utuh dan menyebabkan bakteri lisis. Alkaloid bersifat sebagai bakterisidal

(Cavalieri dkk, 2005).

2.1.4. Manfaat Kulit Pisang Ambon sebagai Antibakteri

Berdasar penelitian yang dilakukan oleh Noorhamdani, Nur Permatasari

dan Annie Minnerva, dapat ditarik kesimpulan bahwa ekstrak kulit pisang ambon

(Musa paradisiaca AAA) dapat digunakan sebagai antibakteri terhadap

pertumbuhan E.coli dengan menggunakan metode dilusi yang didapatkan KHM

sebesar 10% dan KBM didapatkan sebesar 17,5% dan semakin tinggi konsentrasi

ekstrak kulit pisang ambon, maka semakin tinggi daya hambat yang terbentuk.

2.2. Ekstraksi

2.2.1. Pengertian Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu cara menarik satu atau lebih zat dari bahan asal

menggunakan suatu cairan penarik atau pelarut. Umumnya ekstraksi dilakukan

untuk simplisia yang mengandung zat-zat berkhasiat untuk keperluan tertentu.

Simplisia yang digunakan umumnya sudah dikeringkan kemudian dihaluskan

lebih dahulu agar proses difusi zat-zat yang berkhasiat lebih cepat (Syamsuni,

2006).

10

Terdapat berbagai metode ekstraksi, salah satunya adalah maserasi.

Maserasi adalah proses pengekstrakkan simplisia menggunakan pelarut dengan

beberapa kali pengadukan pada suhu ruangan dan remaserasi berarti dilakukan

pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama

dan seterusnya (Ditjen POM, 2000).

2.2.2. Tujuan Ekstraksi

Tujuan ekstraksi dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat dalam

simplisia masih berada dalam kadar yang tinggi sehingga memudahkan untuk

mengatur konsentrasi zat berkhasiat karena dalam sediaan ekstrak dapat

distandardisasikan kadar zat berkhasiat (Arief, 2008).

2.3. Propionibacterium acnes (P.acnes)

2.3.1. Taksonomi P.acnes

Kingdom : Bacteria

Phylum : Actinobacteria

Kelas : Actinomycetales

Ordo : Propionibacterineae

Famili : Propionibactericeae

Genus : Propionibacterium

Spesies : Propionibacterium acnes

(Bruggeman, 2010)

11

2.3.2 Morfologi P.acnes

(Bruggemann, 2010)

Gambar 2.3

P.acnes

Pada gambar 2.3, P.acnes menunjukkan bakteri gram positif, pleomorfik,

bersifat anaerob aerotoleran dan katalase positif (Achermann dkk, 2014). P.acnes

tidak memiliki spora, flagel dan kapsul (Oprica, 2006). P.acnes memiliki lebar

0,5-0,8 mikrometer dan panjang 3-4 mikrometer, bakteri ini berbentuk batang

dengan ujung meruncing atau kokoid (bulat) (Brooks, 2008). P.acnes memiliki

dinding sel yang tebal kaya akan peptidoglikan dan lipopolisakarida (Oprica,

2006).

a. Dinding Sel

Dinding sel ditemukan pada semua bakteri hidup bebas kecuali

Mycoplasma. Pada bakteri gram positif, dinding sel tersusun atas

peptidoglikan dan asam teikoat (Jawetz, Melnick dan Adelberg, 2008).

Dinding sel bersifat kuat tetapi elatis, mendukung membran sitoplasma yang

lemah terhadap tekanan osmotik internal yang tinggi dari protoplasma

(Greenwood, 2007).

12

b. Membran Sitoplasma

Protoplasma bakteri dibatasi secara eksternal oleh membran sitoplasma

elastis dan tipis, dengan tebal 5-10 nm dan terutama terdiri dari fosfolipid

dan protein (Greenwood, 2007).

c. Mesosom

Pada bakteri gram positif terdapat struktur pelipatan membran plasma ke

bagian dalam yang disebut mesosom. Ada dua jenis mesosom, mesosom

septum dan mesosome lateral. Kromosom bakteri terkait pada mesosome

septum. Selama pembelahan sel, mesosom septum berpartisipasi dalam

pembentukan lintas-dinding. Mesosom lebih menonjol pada bakteri gram

positif. Mesosom diyakini analog dengan mitokondria eukariotik karena

mesosom kaya akan enzim pernapasan (Widayati, Rochmah dan Meirina,

2009).

d. Nukleoid Bakteri

Informasi genetik dari sel bakteri sebagian besar terkandung menjadi satu,

molekul panjang DNA untai ganda, yang bisa digali dalam bentuk benang

melingkar tertutup sekitar 1 mm. Inti sel terletak dalam sitoplasma. Ini

berarti bahwa sebagai DNA-dependent RNA polimerase membuat RNA,

ribosom dapat melampirkan dan memulai sintesis protein pada masih

melekat RNA. Oleh karena itu sintesis mRNA dan protein (transkripsi dan

translasi) terlihat akan langsung digabungkan pada bakteri. Sebaliknya,

transkrip lengkap dalam sel eukariotik telah harus disambung dan ditutup

dengan polyadenine sebelum pesan pasca transcriptionally dimodifikasi

translokasi ke sitoplasma (Greenwood, 2007).

13

2.3.3. Habitat P.acnes

P.acnes merupakan bakteri flora normal pada kulit dan pada umumnya

terdapat pada folikel sebasea. Saat bayi lahir, pada kulit bayi sudah ditemukan

koloni P.acnes namun dalam jumlah yang sedikit, dan akan bertambah pada saat

remaja seiring dengan meningkatnya produksi sebum pada folikel sebasea.

P.acnes lebih banyak ditemukan pada bagian wajah dan kulit kepala bila

dibandingkan dengan lengan dan kaki pada kulit manusia. Kulit merupakan

habitat utama dari P.acnes, namun dapat juga diisolasi dari rongga mulut, saluran

pernafasan bagian atas, saluran telinga eksternal, konjungtiva, usus besar, uretra

dan vagina (Oprica, 2006).

Tabel 2.2 Habitat P.acnes pada Manusia

Habitat P.acnes

Kulit +++

Mata +

Rongga mulut ++

Usus besar +++

Vagina +

(Bojar, 2004)

Berdasarkan tabel 2.2, menunjukkan bahwa P.acnes berturut-turut banyak

ditemukan pada kulit, usus besar, rongga mulut, mata dan vagina manusia (Bojar,

2004).

2.3.4. Patogenitas P.acnes

P.acnes mampu melakukan invasi ke dalam jaringan dan menghasilkan

beberapa produk enzim sehingga dapat menimbulkan manifestasi klinis dari suatu

penyakit. Enzim tersebut yaitu lipase, phospholipase C, proteinase, hyaluronidase,

neuroaminidase, acid phosphatase, bacteriocins, histamin dan triptamin.

14

Tabel 2.3. Peranan Produk Eksoseluler dari P.acnes

Enzim Substrat Peranan

Lipase Trigliserid Nutrisi, produksi asam lemak bebas

sebagai iritan, membuat sel adherence

Phospholipase C Phospholipid Mengganggu fungsi membrane

Proteinase Kolagen, keratin Nutisi, aktivasi komplemen,

menghasilkan kemotaksin, proteolisis

dalam kolon, invasi jaringan.

Hialuronidase,

neuroaminidase

Mukopolisakarida Invasi jaringan

Acid

phosphatase

Fosfat gula Nutrisi

Bacteriocins Antagonis dengan bakteri lain

Histamin

Triptamin

Arterial muscle Mediator inflamasi akut

(Oprica, 2006)

Pada tabel 2.3, menunjukkan bahwa P.acnes memiliki produk eksoseluler

berupa lipase, phospolipase C, proteinase hialurodinase, neuroaminidase, acid

phosphatase, bacteriocins, histamin dan triptamin yang berperan dalam

patogenesis akne vulgaris (Oprica, 2006).

2.3.5. Infeksi terkait P.acnes

Kulit merupakan habitat utama dari P.acnes yang dapat menyebabkan

akne vulgaris (Oprica, 2006). Lesi utama pada akne vulgaris adalah

mikrokomedo, yaitu pelebaran folikel rambut yang mengandung sebum dan

P.acnes. Lesi akne vulgaris bentuk lainnya dapat berupa papul, pustul, nodul dan

kista pada daerah predileksi akne yaitu pada wajah, bahu, dada, punggung dan

lengan atas (Tjekyan, 2008). Komedo yang tetap berada dibawah permukaan kulit

tampak sebagai komedo white head sedangkan komedo yang bagian ujungnya

terbuka pada permukaan kulit disebut komedo black head karena secara klinis

tampak berwarna hitam pada epidermis (Murray, Granner dan Rodwel, 2009).

15

P.acnes merupakan bakteri dengan tingkat virulensi yang rendah, namun

bila seseorang dalam keadaan immunocomproised, P.acnes mampu bersifat

patogen. P.acnes dapat terlibat dalam penyakit seperti osteomielitis, peritonitis,

infeksi gigi, reumatoid artritis, abses otak, empiema subdural, keratitis, ulkus

kornea, endoftalmitis, sarkoidosis, dan radang prostat (Oprica, 2006). Sedangkan

penyakit yang melibatkan infeksi P.acnes dan terkait alat-alat medis (kateter,

prosthetic joints, implants, dan lain-lain) yaitu konjungtivitis akibat lensa kontak,

shunt nephritis, shunt-associated central nervous system infections dan anaerobic

arthritis (Bruggeman, 2010).

2.3.6. Pengobatan P.acnes

Pengobatan ditujukan terutama untuk menekan pertumbuhan bakteri.

Golongan obat untuk pengobatan P.acnes adalah golongan makrolid seperti

eritromisin dan klindamisin. Golongan makrolid efektif untuk kuman gram positif

(Legiawati, 2012).

2.3.7. Identifikasi P.acnes

Tabel 2.4 Identifikasi P.acnes

Identifikasi P.acnes

Morfologi koloni Sirkuler

Pewarnaan gram gram positif

Morfologi sel polimorf, berbentuk batang

Uji motilitas non motile

Katalase +

Uji Indole +

Uji reduksi nitrat +

Hidrolisis kasein +

β hemolisis +/-

(Breed, Murray dan Smith, 2005; Bojar, 2004)

Berdasarkan tabel 2.4, dapat diketahui bahwa P.acnes dapat

diidentifikasikan dengan cara melihat morfologi koloni, pewarnaan gram,

16

morfologi sel, uji motilitas, katalase, uji indole, uji reduksi nitrat, hidrolisis kasein

dan β hemolisis yang

a. Morfologi Koloni

Bakteri dapat ditumbuhkan dalam suatu medium agar dan akan

membentuk penampakan berupa koloni. Koloni sel bakteri merupakan

sekelompok masa sel yang dapat dilihat dengan mata langsung. Semua sel dalam

koloni tersebut sama dan merupakan keturunan (progeny) satu mikroorganisme

dan mewakili suatu biakan murni. Penampakan koloni pada media agar

menunujukkan bentuk dan koloni yang khas, dapat dilihat dari bentuk keseluruhan

penampakan koloni, tepi dan permukaan koloni. Pada P.acnes koloni bakteri

berbentuk sirkuler (Breed, Murray dan Smith, 2005).

b. Pewarnaan Gram

Pewarnaan gram adalah suatu metode empiris untuk membedakan spesies

bakteri menjadi dua kelompok besar, yaitu gram positif dan gram negatif

berdasarkan sifat kimia dan fisik dinding sel bakteri. Prinsip pewarnaan gram

berdasarkan kemampuan dinding sel terhadap zat warna dasar kristal violet

setelah pencucian alkohol 96%. Bakteri gram positif terlihat berwarna ungu

karena dinding sel mengikat kristal violet lebih kuat, sedangkan bakteri gram

negatif mengandung lebih banyak lipid sehingga pori-pori mudah membesar dan

kristal violet mudah larut saat pencucian alkohol 96%. (Karmana, 2008).

c. Morfologi Sel

Morfologi sel bakteri dapat dilihat dibawah mikroskop cahaya, dapat

berbentuk kokus, basil dan spiral. Pada P.acnes morfologi sel terlihat polimorf

dan berbentuk batang (Breed, Murray dan Smith, 2005).

17

d. Uji Motilitas

Uji motilitas dilakukan untuk melihat pergerakan dari bakteri. Kebanyakan

sel bakteri dapat bergerak dengan menggunakan flagel, akan tetapi terdapat

bakteri yang tidak dapat bergerak karena tidak memiliki flagel, karena flagel

merupakan alat gerak bagi bakteri. Bakteri dengan uji motilitas poisitif berarti

mampu bergerak dan memiliki flagel, begitu pula sebaliknya bakteri dengan uji

motilitas negatif tidak mampu bergerak dan tidak memiliki flagel (Hastiti, 2005).

e. Uji Katalase

Uji katalase digunakan untuk mengetahui aktivitas katalase pada bakteri

uji. Bakteri katalase positif mampu membentuk gelembung-gelembung oksigen

karena adanya pemecahan H2O2 oleh enzim katalase yang dihasilkan oleh bakteri

itu sendiri. Komponen H2O2 merupakan salah satu zat toksik hasil respirasi bakteri

aerobik, dimana hasil respirasi tersebut mampu menghambat pertumbuhan

bakteri. Pada bakteri katalase negatif, bakteri tidak menghasilkan gelembung-

gelembung karena bakteri gram negatif tidak memiliki enzim katalase untuk

menguraikan H2O2 (Hastiti, 2005). P.acnes memiliki hasil uji katalase positif

(Bojar, 2004).

f. Uji Indol

Uji indol digunakan untuk mengetahui apakah kuman mempunyai enzim

triptophanase sehingga kuman tersebut mampu mengoksidasi asam amino

triptophan membentuk indol. Adanya indol dapat diketahui dengan penambahan

reagen Ehrlich Kovac’s yang berisi paradimetil amino bensaldehid. Interpretasi

negatif berarti tidak terbentuk lapisan cincin berwarna merah pada permukaan

biakan, artinya bakteri ini tidak membentuk indol dari triptophan sebagai sumber

18

karbon. Begitu pula sebaliknya, interpretasi positif bila terbentuk lapisan cincin

berwarna merah pada permukaan biakan, artinya bakteri ini membentuk indol dari

triptophan sebagai sumber karbon (Cowan, 2004). P.acnes merupakan bakteri

dengan indol positif (Breed, 2001).

g. Uji Reduksi Nitrat

Reduksi nitrat terjadi pada kebanyakan bakteri anaerob. Uji reduksi nitrat

bertujuan untuk mengetahui kemampuan suatu bakteri dalam mereduksi nitrat

menjadi nitrit. Pembentukan nitrit ditandai dengan terbentuknya warna merah

setelah ditambahkan asam sulfalinat dan α naphtalamyne (Karmana, 2008).

h. Uji Reduksi Kasein

Uji reduksi kasein bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam

memfermentasi susu menjadi asam yang dapat menyebabkan kasein mengendap

atau menggumpal. Uji kasein positif bila terbentuk endapan berwarna hijau dan

terjadi perubahan warna yang pada awalnya berwarna keabu-abuan menjadi

berwarna berwarna kuning. Warna kuning yang terjadi disebabkan oleh adanya

respon indikator terhadap perubahan pH yang menjadi asam (Karmana, 2008).

i. β Hemolisis

Blood agar plate (BAP) adalah media differensial untuk membedakan

bakteri hemolitik dan non hemolitilk yaitu berdasarkan kemampuan bakteri untuk

melisiskan eritrosit (Sihotang, 2015). Uji hemolisis digunakan untuk mengetahui

kemampuan bakteri untuk melisiskan eritrosit. β hemolisis didefinisikan lisis

lengkap dengan tampilan warna transparan dikelilingi bakteri pada medium

(Karmana, 2008).

19

2.4. Uji Kepekaan terhadap Antibakteri (In Vitro)

2.4.1 Metode Dilusi

Metode dilusi yang digunakan bertujuan untuk menentukan konsentrasi

minimal antimikroba untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme. Hal ini

dapat dicapai dengan pengenceran antimikroba baik di media agar atau broth

(Lalitha, 2009).

2.4.2 Metode Difusi Cakram

Difusi dari agen antimikroba menjadi hasil media kultur unggulan dalam

gradien antimikroba. Ketika konsentrasi antimikroba menjadi begitu encer yang

tidak bisa lagi menghambat pertumbuhan bakteri uji, maka zona inhibisi dibatasi.

Diameter zona inhibisi yang mengitari cakram antimikroba berhubungan dengan

Kadar Hambat Minimum (KHM) untuk bakteri tertentu. Secara umum, semakin

besar zona inhibisi, semakin rendah kadar antimikroba yang dibutuhkan untuk

menghambat pertumbuhan organisme (OIE, 2012). Kirby-Bauer dan metode

Stokes biasanya digunakan untuk pengujian kerentanan antimikroba, dengan

metode Kirby-Bauer yang direkomendasikan oleh NCCLS (Lalitha, 2009).

2.5. Mekanisme Kerja Antibakteri

Antibakteri merupakan suatu obat yang digunakan untuk menghambat atau

membunuh bakteri. Berdasarkan aktivitasnya, antibakteri dapat dibagi menjadi 2

kelompok yaitu aktivitas bakteriostatik dan aktivitas bakterisidal. Istilah

bakteriostatik digunakan ketika suatu obat dapat menghambat pertumbuhan

bakteri, sedangkan istilah bakterisidal digunakan ketika suatu obat dapat

membunuh bakteri. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibakteri dibagi menjadi

5, yaitu:

20

1. Menghambat Metabolisme Sel

Asam folat dibutuhkan oleh bakteri untuk kelangsungan hidupnya. Asam

folat tersebut didapatkan dari asam para amino benzoat (PABA) yang kemudian

disintesis sendiri oleh bakteri untuk lebutuhan hidupnya. Untuk mengganggu

kehidupan dari bakteri, sulfonamid yang memiliki kemiripan struktur dengan

PABA akan berkompetisi untuk ikut dalam pembentukan asam folat, sehingga

terbentuk analog asam folat yang nonfungsional. Contoh obat lain yang dapat

menghambat metabolisme sel adalah trimetropim dan sulfon. Maka dengan

mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriostatik.

2. Menghambat Sintesis Dinding Sel

Dinding sel bakteri memiliki tekanan osmotic internal yang tinggi dan

berfungsi untuk mempertahankan bentuk dan ukuran sel. Maka ketika terjadi

kerusakan pada dinding sel, hal ini akan menyebabkan terjadinya lisis.

Mekanisme kerja ini diperoleh efek bakterisidal. Contoh obat yang dapat

menghambat sintesis dinding sel adalah penisilin, sefalosporin dan vankomisin.

3. Mengganggu Keutuhan Membran Sel

Membran sitoplasma memiliki peranan yang penting bagi sel, karena

berfungsi sebagai sawar permeabilitas yang selektif, melakukan transport aktif

dan mengontrol komposisi dalam sel. Ketika membran sitoplama sel mengalami

kerusakan maka akan menyebabkan keluarnya makromolekul seperti protein,

asam nukleat, nukleotida dan ion-ion penting lain. Contoh obat yang dapat

mengganggu kebutuhan membrane sel adalah amfoterisin B. Mekanisme kerja ini

diperoleh efek bakterisidal.

4. Menghambat Sintesis Protein Sel

21

Bakteri membutuhkan protein untuk kelangsunga hidupnya. Sintesis

protein sel berlangsung didalam ribosom. Bakteri memiliki ribosom yang terdiri

dari 2 subunit 30S dan 50S. Kemudian kedua komponen tersebut menyatu

menjadi ribosom 70S agar dapat digunakan untuk sintesis protein. Kerusakan atau

penghambatan pada proses tersebut menyebabkan gangguan pada protein sel

adalah aminoglikosid, makrolid dan kloramfenikol.

5. Menghambat Sintesis Asam Nukleat Sel

Contoh obat yang dapat menghambat sintesis asam nukleat sel adalah

rifampisin dan golongan kuinolon. Rifampisin berikatan dengan enzim

polymerase RNA sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA. Golongan

kuinolon menghambat enzim DNA girase pada bakteri yang berfungsi menata

kromosom yang panjang sehingga bentuknya spiral dan akhirnya muat didalam

sel (Katzung, 2014).