32
7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospital 2.1.1 Definisi Prehospital Prehospital care adalah pelayanan sebelum masuk rumah sakit. prehospital care seringkali menjadi aspek yang terabaikan dalam sistem pelayananan kesehatan Rumah Sakit. Padahal berdasarkan laporan tahunan WHO (World Healh Organization), sekitar 100 juta jiwa mengalami cedera serius dan 5 juta jiwa meninggal akibat kasus kecelakaan (kasus kegawatdaruratan traumatis) di jalan raya. Pelayanan prehospital yang baik akan mengurangi angka kematian sampai 50%. Kegagalan pelayanan prehospital seringkali terjadi karena koordinasi yang buruk antara Rumah Sakit sebagai penyedia utama pelayanan kegawatdaruratan dengan masyarakat di lapangan. prehospital dapat dilakukan oleh tim safety di unit kerja yang bekerjasama dengan tim medis. Banyaknya korban akibat kecelakaan transportasi (lalu lintas) yang menimbulkan kondisi gawat darurat, membutuhkan pertolongan secara cepat pada lokasi kejadian untuk mencegah morbiditas dan mortalitas korban. Pertolongan yang diberikan di lokasi kejadian merupakan bagian dari prehospital care. Prehospital care ini diberikan kepada korban sebelum korban kecelakaan lalu lintas sampai di Rumah Sakit. Pemberian pertolongan prehospital care secara tepat dapat menurunkan resiko kematian akibat trauma (Basri, 2015). Upaya pertologan terhadap penderita gawat darurat harus dipandang sebagai sistem terpadu dan tidak terpecah-pecah. Sistem mengandung pengertian adanya komponen-komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi, mempunyai sasaran (output) serta dampak yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Prehospital

2.1.1 Definisi Prehospital

Prehospital care adalah pelayanan sebelum masuk rumah sakit.

prehospital care seringkali menjadi aspek yang terabaikan dalam

sistem pelayananan kesehatan Rumah Sakit. Padahal berdasarkan

laporan tahunan WHO (World Healh Organization), sekitar 100 juta

jiwa mengalami cedera serius dan 5 juta jiwa meninggal akibat kasus

kecelakaan (kasus kegawatdaruratan traumatis) di jalan raya.

Pelayanan prehospital yang baik akan mengurangi angka kematian

sampai 50%. Kegagalan pelayanan prehospital seringkali terjadi

karena koordinasi yang buruk antara Rumah Sakit sebagai penyedia

utama pelayanan kegawatdaruratan dengan masyarakat di lapangan.

prehospital dapat dilakukan oleh tim safety di unit kerja yang

bekerjasama dengan tim medis. Banyaknya korban akibat kecelakaan

transportasi (lalu lintas) yang menimbulkan kondisi gawat darurat,

membutuhkan pertolongan secara cepat pada lokasi kejadian untuk

mencegah morbiditas dan mortalitas korban. Pertolongan yang

diberikan di lokasi kejadian merupakan bagian dari prehospital care.

Prehospital care ini diberikan kepada korban sebelum korban

kecelakaan lalu lintas sampai di Rumah Sakit. Pemberian pertolongan

prehospital care secara tepat dapat menurunkan resiko kematian

akibat trauma (Basri, 2015).

Upaya pertologan terhadap penderita gawat darurat harus dipandang

sebagai sistem terpadu dan tidak terpecah-pecah. Sistem mengandung

pengertian adanya komponen-komponen yang saling berhubungan dan

saling mempengaruhi, mempunyai sasaran (output) serta dampak yang

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

8

diinginkan (outcome). Sistem yang bagus juga harus dapat diukur

dengan melalui proses evaluasi atau umpan balik yang berkelanjutan.

Alasan kenapa upaya pertolongan penderita harus dipandang sebagai

satu sistem dapat diperjelas dengan tabel 2.1 di bawah ini:

Tabel 2.1 Sistem pertolongan penderita gawat darurat

Injury dan disaster

Pre Hospital stage Hospital stage Rehabilitation

1. First responder 2. Ambulance

service 24 jam

1. Emergency room

2. Operating room 3. Intensif care

unit 4. Ward care

1. Fisical 2. Psycologi 3. Social

Sumber : Sartono dkk, 2014

Berdasarkan tabel diatas, kualitas hidup penderita pasa cedera akan

sangat bergantung pada apa yang dia dapatkan pada periode

prehospital stage bukan hanya tergantung pada bantuan di fasilitas

pelayanan kesehatan saja. Jika ditempat pertama kali kejadian

penderita mendapatkan bantuan yang optimal sesuai kebutuhannya

maka resiko kematian dan kecacatan dapat dihindari (Sartono dkk,

2014).

Menurut Wibowo (2016) Terdapat 3 faktor utama di prehospital stage

yang berperan terhadap kualitas hidup penderita nantinya, yaitu:

2.1.1.1 Penolong pertama

2.1.1.2 Lama penanganan pertama

2.1.1.3 Alat transportasi pasien

2.1.2 Waktu Prehospital

Dalam kondisi gawat darurat, tiga hal yang paling kritis adalah

pertama kecepatan dan akurasi pertolongan pertama secepatnya waktu

kali pertama korban ditemukan, kedua ketepatan dan akurasi

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

9

pertolongan pertama yang diberikan, ketiga pertolongan oleh petugas

kesehatan yang kompeten. Statistik membuktikan bahwa hampir 90%

korban meninggal ataupun cacat disebabkan karena korban terlalu

lama dibiarkan atau waktu ditemukan oleh melewati “the golden time

periode” dan ketidaktepatan serta akurasi pertolongan pertama korban

ditemukan (Widyastuti, 2015).

Begitu cedera terjadi maka berlakulah apa yang disebut waktu emas

(The Golden Periode). Satu jam pertama juga sangat menentukan

sehigga dikenal istilah The Golden Hour. Setiap detik sangat berharga

bagi kelangsungan hidup penderita. Semakin panjang waktu terbuang

tanpa bantuan pertolongan yang memadai, semakin kecil harapan

hidup korban (Widyastuti, 2015).

"Golden Hour" adalah istilah yang sering digunakan oleh dokter atau

petugas penyelamat ketika mengacu pada korban trauma. Idealnya

adalah bahwa kerangka waktu segera setelah cedera adalah periode

penting untuk memulai perawatan mempertahankan hidup.

Dimulainya perawatan medis di fase ini memberi korban kesempatan

terbesar untuk bertahan dari cedera dan meminimalkan komplikasi

berikutnya yang dapat mengakibatkan kematian (Hamilton, 2011).

Upaya dalam memberikan penanganan yang cepat terhadap korban

kecelakaan, maka diperlukan sistem informasi yang dapat

memberikan kemudahan, dengan menggunakan sistem informasi

dan komunikasi diharapkan korban dapat diatasi secepat mungkin

(Lumbu et all 2013). Perlu adanya sistem informasi dan komunikasi

antara penolong pertama dengan instansi pemberi layanan

Prehospital Care. Keberhasilan dalam penanganan gawat darurat

tidak hanya ditentukan dengan keberhasilan dalam memaksimalkan

waktu tanggap untuk menjalankan prosedur ABCD pada fase

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

10

Rumah Sakit, tetapi penanganan fase pra Rumah Sakit berupa

sistem mobilisasi (transportasi) pasien menuju fasilitas pelayanan

gawat darurat juga memegang peranan sangat penting dalam

mempercepat waktu penanganan pertama pada korban kecelakaan

(Sukoco, 2010).

Menurut Yoon, dkk (2003) dalam Widyastuti (2015) mengemukakan

faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keterlambatan

penanganan kasus gawat darurat antara lain karakter pasien,

penempatan staf, ketersediaan stretcher dan petugas kesehatan, waktu

ketibaan pasien, pelaksanaan manajemen dan strategi pemeriksaan dan

penanganan yang dipilih.

2.1.3 Penanganan Prehospital Pada Pasien Fraktur

Penanganan pra Rumah Sakit adalah memberikan bantuan hidup dasar

dan mempertahankan nyawa penderita dengan melakukan tindakan

pertolongan pertama secepatnya di tempat, sesaat setelah kejadian

terjadi. Dalam kondisi gawat darurat, tiga hal yang paling kritis adalah

pertama kecepatan waktu kali pertama korban ditemukan, kedua

ketepatan dan akurasi pertolongan pertama yang diberikan, ketiga

pertolongan oleh petugas kesehatan yang kompeten (Widyastuti,

2015).

Menurut Health Information and Quality Authirity (2010) dalam

Widyastuti (2015) pertolongan prehospital merupakan pertolongan

yang dilakukan untuk menolong pasien sebelum dibawa ke Rumah

Sakit atau fasilitas lainnya. Hasil yang baik pada prehospital ini

ditentukan oleh kemampuan orang yang akan menolong dengan

peralatan yang tersedia dan waktu respon dari sistem prehospital

tersebut.

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

11

Menurut Tilong (2014) berikut ini cara yang dapat dilakukan untuk

memberikan pertolongan pertama pada penderita patah tulang :

2.1.3.1 Hentikan pendarahan apabila terjadi patah tulang terbuka.

Gunting pakaian korban sebelum melakukan pertolongan.

2.1.3.2 Bila korban tidak sadarkan diri, periksa apakah ia mengalami

luka di bagian kepala, leher, atau tulang belakang.

2.1.3.3 Cegah kerusakan lebih lanjut dengan memakaikan bidai pada

bagian tubuh yang tulangnya patah sebelum berusaha

memindahkan si korban.

2.1.3.4 Korban harus tetap dalam keadaan hangat dan nyaman demi

menghindari syok.

2.1.3.5 Jangan mencoba untuk mengembalikan tulang yang terlihat

keluar ke posisi semula. Anda dianjurkan untuk menutupnya

saja dengan kain kasa yang kemudian pakaikan sebuah bidai.

Anggota badan sebaiknya tetap pada posisi sewaktu fraktur

terjadi. Untuk perawatan selanjutnya, serahkan kepada dokter

atau Rumah Sakit.

2.1.3.6 Jika terjadi pendarahan seperti pada fraktur terbuka, tekan

dengan keras pembuluh darah yang sedang mengeluarkan

darah, dengan memakaikan pembalut atau kain kasa yang

bersih.

2.1.3.7 Tutup luka secara keseluruhan, termasuk tulang yang

menonjol keluar.

2.1.3.8 Jangan membersihkan luka atau menyisipkan sesuatu pada

tulang yang luka meskipun tujuannya untuk menolong.

2.1.3.9 Segera hubungi paramedis atau ambulans.

2.1.3.10 Jangan mengangkat korban yang terluka di bagian kepala,

leher, atau tulang belakang tanpa memakai tandu. Jaga posisi

kepala agar tetap lurus dengan badan.

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

12

2.1.3.11 Bila pertolongan medis belum datang, sementara korban

harus dibawa kerumah sakit, gunakan splint di atas dan

dibawah luka sebelum korban dipindahkan.

2.1.3.12 Jangan memberikan minuman atau makanan pada korban.

2.1.4 Peran Masyarakat Awam

Korban gawat darurat umumnya ditemukan oleh orang terdekat yang

dapat dikategorikan sebagai masyarakat awam seperti guru, pelatih,

pengawal pribadi, orang tua, supir, atau sekretaris. Ataupun ditemukan

oleh masyarakat awam khusus seperti petugas pemadam kebakaran,

pramuka, polisi, dan satpam. Kita perlu melatih kemampuan

masyarakat awam dan awam khusus untuk penanggulangan gawat

darurat dalam hal cara meminta tolong, memberikan bantuan hidup

dasar (BHD), teknik mengontrol pendarahan, teknik memasang

pembalut dan bidai, melakukan evakuasi dan transfortasi korban

sampai kepada petugas atau pelayanan kesehatan (Iskandar 2012

dalam Widyastuti, 2015).

2.1.5 Transportasi

Pemilihan sarana transportasi yang salah juga bisa menimbulkan

cedara yang lebih parah pada pasien. Idealnya transportasi cedera

adalah menggunakan ambulan dengan peralatan trauma. Tetapi untuk

daerah akses pertolongan pertama oleh ambulan tidak bisa cepat,

jangan berlama-lama untuk menunggu datangnya ambulan. Sebisa

mungkin segeralah penderita di bawa ke Rumah Sakit terdekat agar

penanganan dapat dilakukan secara menyeluruh dengan peralatan

yang memadai. Namun perlu di ingat kesalahan dalam transportasi

juga menyebabkan cedera yang diderita bisaa bertambah berat.

Pilihlah alat transfortasi yang memungkinkan sehingga stabilisasi

dapat di pertahankan, airway, breathing dan circulation dapat selalu

di pantau. Pilih mobil yang bisa membawa pasien dengan tidur

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

13

terlentang tanpa manipulasi pergerakan tulang belakang, penolong

leluasa bergerak untuk memberikan pertolongan bila selama

perjalanan terjadi sesuatu. Hal yang juga penting selama perjalanan

adalah komunikasi dengan pihak Rumah Sakit. Dengan melaporkan

kondisi korban, penanganan yang telah dan sedang dilakukan

termasuk meminta petunjuk dari petugas pelayanan gawat darurat

Rumah Sakit tentang apa yang harus dikerjakan bila menemui

kesulitan. Pihak unit gawat darurat juga dapat mempersiapkan segala

sesuatu yang diperlukan untuk pertolongan korban sesampainya di

Rumah Sakit (Iskandar, 2012 dalam Widyastuti 2015).

Waktu prehospital yaitu waktu dari terjadinya trauma sampai dengan

kedatangan di Instalasi Gawat Darurat atau waktu yang dibutuhkan

diluar Rumah Sakit. Dengan mempercepat waktu prehospital akan

meningkatkan kondisi kesehatan pasien. Waktu prehospital dapat

dipengaruhi oleh transportasi yang digunakan dan jarak yang

ditempuh. Dinh (2012) dihasilkan bahwa p value < 0,05 dimana

didapatkan hasil bahwa ada pengaruh yang signifikan antara waktu

penanganan <1 jam Pra Rumah Sakit dengan keadaan pasien. Dimana

waktu penanganan < 1 jam mempengaruhi keadaan klinis penderita

cedera. Penanganan yang tepat sangat berpengaruh terhadap kondisi

pasien fraktur. Penanganan yang tepat sejak ditempat kejadian sampai

dengan penanganan yang lebih lanjut akan meminimalkan resiko

komplikasi dan kecacatan sesuai dengan penelitian Widyastuti (2015)

hasil penelitiannya menunjukan bahwa faktor yang paling

berhubungan dengan survival pasien cedera kepala adalah penanganan

prehospital. Penanganan pasien fraktur dapat dilakukan dengan cepat

dan tepat sehingga meminimalkan resiko komplikasi dan kematian hal

ini sesuai dengan penelitian Dinh, dkk (2012) bahwa ada pengaruh

yang signifikan antara waktu kurang dari satu jam pra Rumah Sakit

dengan hasil keadaan pasien.

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

14

2.2 Teori Fraktur

2.2.1 Definisi Fraktur

Fraktur adalah diskontinuitas atau terganggunya kesinambungan

jaringan tulang dan atau tulang rawan karena adanya trauma. Fraktur

terjadi bila daya traumanya lebih besar dari daya lentur tulang. Fraktur

dapat terjadi karena peristiwa trauma tunggal, tekanan yang berulang-

ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang fraktur patologis

(Hardisman, 2014).

2.2.2 Etiologi

2.2.2.3 Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik

terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur

terbuka dengan garis patah melintang atau miring (Wahid,

2013).

2.2.2.4 Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang

ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang

patah biasanya bagian yang paling lemah dalam jalur

hantaran vektor kekerasan (Wahid, 2013).

2.2.2.5 Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.

Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan

dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan

(Wahid, 2013).

2.2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Fraktur

2.2.3.3 Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang

tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang

dapat menyebabkan fraktur (Wahid, 2013).

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

15

2.2.3.4 Faktor Instrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan

daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbs

dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan tulang

(Wahid, 2013).

2.2.4 Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya

pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang

lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma

pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya

kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh

darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang

membungkus tulang rusuk. Pendarahan terjadi karena kerusakan

tersebut dan terbentuknya hematoma di rongga medula tulang.

Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.

Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon

inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma, dan

leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang

merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Rosyidi,

2013).

2.2.5 Klasifikasi Fraktur

Menurut Rosyidi (2013) penampikan fraktur dapat sangat bervariasi

tetapi untuk alasan yang praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok,

yaitu :

2.2.5.1 Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).

a. Fraktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan

antara fragman tulang dengan dunia luar, disebut juga

fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

16

b. Fraktur Terbuka (Open/Compound, bila terdapat

hubungan antara hubungan fragman tulang dengan dunia

luar karena adanya perlukaan kulit.

2.2.5.2 Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan fraktur

a. Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh

penampang, tulang atau melalui kedua korteks tulang

seperti terlihat pada foto.

b. Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh

penampang tulang seperti:

1) Hair Line Fraktur (patah retak rambut)

2) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari

satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di

bawahnya.

3) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan

angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang

panjang.

2.2.5.3 Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan

mekanisme trauma

a. Fraktur Transversal : Fraktur yang arahnya melintang

pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau

langsung.

b. Fraktur Oblik : Fraktur yang arah garis patahnya

membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan

akibat trauma angulasi juga.

c. Fraktur Spiral : fraktur yang arah patahnya berbentuk

spiral yang disebabkan trauma rotasi.

d. Fraktur kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma

aksial fleksi yang mendorong tulang kea rah permukaan

lain.

e. Fraktur Avulsi : Fraktur yang diakibatkan karena trauma

tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

17

2.2.5.4 Berdasarkan jumlah garis patah

a. Fraktur Komunikatif : Fraktur dimana garis patah lebih

dari satu dan saling berhubungan.

b. Fraktur Segmental : Fraktur dimana garis patah lebih dari

satu tapi tidak berhubungan.

c. Fraktur Multiple : Fraktur dimana garis patah lebih dari

satu tapi tidak pada tulang yang sama.

2.2.5.5 Berdasarkan pergeseran fragman tulang.

a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) : Garis patah

lengkap tetapi kedua fragman tidak bergeser dan

periosteum masih utuh.

b. Fraktur Displaced (bergeser) : Terjadi pergeseran

fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terjadi

atas:

1) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum

(pergeseran searah sumbu)

2) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk

sudut)

3) Dislokasi ad letus (pergeseran dimana kedua fragmen

saling menjauh)

2.2.5.6 Berdasarkan posisi fraktur

Satu batang tulang terbagi menjadi tigas bagian :

a. 1/3 proksimal

b. 1/3 medial

c. 1/3 distal

2.2.5.7 Fraktur kelelahan : fraktur akibat tekanan yang berulang-

ulang.

2.2.5.8 Fraktur Patologis

Fraktur yang di akibatkan karena proses patologis tulang.

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang

berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

18

a. Tingkat 0: Fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera

jaringan lunak sekitarnya.

b. Tingkat 1: Fraktur dengan abrasi dangkal atau memar

kulit dan jaringan subkutan.

c. Tingkat 2: Fraktur yang lebih berat dengan kontusio

jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.

d. Tingkat 3: Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak

yang nyata dan ancaman sindrom kompartement.

2.2.6 Manifestasi Klinik

Menurut Rosyidi (2013) tanda dan gejala fraktur sebagai berikut:

2.2.6.1 Deformitas

2.2.6.2 Bengkak/edema

2.2.6.3 Echimosis (memar)

2.2.6.4 Spasme otot

2.2.6.5 Nyeri

2.2.6.6 Kurang/hilang sensasi

2.2.6.7 Krepitasi

2.2.6.8 Pergerakan abnormal

2.2.6.9 Rontgen abnormal

2.2.7 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Wahid (2013) pemeriksaan diagnostik fraktur sebagai

berikut:

2.2.7.1 Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi/luasnya

fraktur/luasnya trauma, akan tulang.

2.2.7.2 Temogram, scan CI : memperlihatkan fraktur juga dapat

digunakan untuk mengidentifikasi fraktur juga dapat

digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

2.2.7.3 Hitung darah lengkap : Hb mungkin meningkat/menurun.

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

19

2.2.7.4 Peningkatan jumlah sop adalah respons stress normal setelah

trauma.

2.2.7.5 Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk

ginjal

2.2.7.6 Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan

darah, tranfusi multiple, atau cedera hati.

2.2.8 Prinsip Penatalaksanaan Fraktur

Pada prinsipnya penatalaksanaan fraktur adalah 4R (Hardisman,

2014):

2.2.8.1 Rekognisi adalah mengenali kerusakan apa saja yang terjadi,

baik pada jaringan lunak maupun jaringan tulang serta

mekanisme trauma

2.2.8.2 Reduksi adalah mengembalikan jaringan atau fragmen

keposisi semula (reposisi)

2.2.8.3 Retaining adalah tindakan mempertahankan hasil reposisi

dengan fiksasi atau imobilisasi

2.2.8.4 Rehabilitation adalah mengembalikan kemampuan bagian

tubuh yang sakit agar dapat berfungsi kembali

2.2.9 Proses penyembuhan tulang

Menurut Wahid (2013) tulang bisa bergenerasi sama seperti jaringan

tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan

tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung

patahan tulang. Tulang baru dbentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada

lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:

2.2.9.1 Stadium satu-fase inflamasi

Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang

dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi

perdarahan dalam jaringan yang cidera dan pembentukan

hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

20

mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah

terjadi hipoksia dan inflamasi yang menginduksi ekspresi gen

dan mempromosikan pembelahan sel dan migrasi menuju

tempat fraktur untuk memulai penyembuhan. Waktu

terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi sampai 2-3

minggu.

2.2.9.2 Stadium dua-fase proliferasi

Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi,

terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah,

membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi

fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast

(berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel perisoteum)

akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks

kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrous

dan tulang rawan (osteosit). Dari periosteum, tampak

pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut

dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah

tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur

kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukan

potensial elektronegatif. Pada fase ini dimulai pada minggu

ke 2-3 setelah terjadi fraktur dan berakhir pada minggu ke 4-

8.

2.2.9.3 Stadium tiga-fase pembentukan kallus

Fase pembentukan kallus merupakan fase lanjutan dari fase

hematom dan proliferasi mulai terbentuk jaringan tulang

yakni jaringan tulang kondrisit yang mulai tumbuh atau

umumnya disebut jaringan tulang rawan. Sebenarnya tulang

rawan ini masih dibagi lagi menjadi tulang lamellar dan

wovenvone. Pertumbuhan jaringan brlanjut dan lingkaran

tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah

terhubungan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

21

jaringan fibrosa, tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk

kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan efek

secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan

pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu

agar fragman tulang tergabung dalam tulang rawan atau

jaringan fibrous.

2.2.9.4 Stadium empat-konsolidasi

Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus

menerus, tulang yang immature (woven bone) di ubah

menjadi mature (lamellar bone). Keadaan tulang ini menjadi

lebih kuat sehingga osteoklast dapat menembus jaringan

debris pada daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang akan

mengisi celah diantara fragman dengan tulang yang baru.

Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan

sebelum tulang cukup kuat untuk menerima beban yang

normal.

2.2.9.5 Stadium lima-remodelling

Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat

dengan bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam

waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun terjadi proses

pembentukan dan penyerapan tulang yang terus menerus

lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan

yang tinggi. Rongga medulla akan terbentuk kembali dan

diameter tulang kembali pada ukuran semula. Akhirnya

tulang akan kembali mendekati bentuk selamanya, terutama

pada anak-anak. Pada keadaan ini tulang telah sembuh secara

klinis dan radiologi.

2.2.10 Pertolongan Pertama Oleh Penolong di Lokasi

Menurut Hardisman (2014) pertolongan pertama yang dapat dilakukan

dilapangan sebagai berikut :

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

22

2.2.10.1 Live saving : Cek ABCD

2.2.10.2 Limb saving : mencegah kerusakan lanjut bagian yang fraktur

Caranya :

a. Pembalutan

Tujuan :

1) Mencegah kontaminasi

2) Penekanan untuk menghentikan pendarahan

3) Pemasangan bidai

4) Memperbaiki suhu tubuh

b. Pemasangan bidai

Tujuan :

1) Imobilisasi

2) Mengurangi rasa nyeri

3) Mencegah terjadinya komplikasi

4) Memudahkan transportasi korban

c. Prinsip pemasangan bidai :

1) Panjang bidai mencakup 2 sendi

2) Bidai tidak mudah patah dan tidak terlalu lentur

3) Ikatan bidai mantap (dengan sistem roll on)

d. Hal yang harus diperhatikan

1) Sensorik : memberikan rangsangan pada bagian distal

2) Motorik : dengan menggerakan pada sendi distal

3) Refilling kapiler : pengisian kembali kapiler yang

telah dihambat dengan memencet kuku. Normal

apabila pengisian < 2 detik.

e. Pembagian bidai

1) Bidai anatomis/body splint : menggunakan bagian

yang sehat sebagai bidai terhadap bagian yang lain.

2) Bidai kayu/rigid splint. Prosedur pemasangan rigid

splint:

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

23

a) Sesuaikan ukuran bidai dengan panjang tangan

atau kaki (melewati 2 sendi)

b) Periksa fungsi sensorik (peraba), motorik

(pergerakan) dan nadi di ujung bagian yang

cedera.

c) Letakan dua belah bidai di kanan dan kiri bagian

yang cedera.

d) Balut bidai dengan kasa menggunakan sistem roll

on sampai melewati dua sendi.

e) Periksa ulang fungsi sensorik, motorik serta nadi

di bagian ujung yang cedera.

2.2.11 Komplikasi Fraktur

2.2.11.1 Komplikasi Awal

a. Kerusakan arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai oleh: tidak

adanya nadi, CRT (Capillary Refill Time) menurun,

sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, serta dingin

pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan

emergensi pembidaian, perubahan posisi pada yang sakit,

tindakan reduksi, dan pembedahan (Wahid, 2013).

b. Kompartement sydrom

Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi

terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam

jaringan parut akibat suatu pembengkakan dari edema atau

perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh

darah. Kondisi sindrom kompartemen akibat komplikasi

fraktur hanya terjadi pada fraktur yang dekat dengan

persendian dan jarang terjadi pada bagian tengah tulang

(Helmi, 2012).

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

24

c. Fat embolism syndrome

Sindrom emboli lemak (fat embolism syndrome-FES)

adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus

fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak

yang dihasilkan sumsum tulang kuning masuk ke aliran

darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah

rendah yang ditandai dengan gangguan pernapasan,

takikardi, hipertensi, takipnea, dan demam (Wahid, 2013).

d. Infeksi

Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada

jaringan. Pada trauma ortopedik infeksi dimulai pada kulit

(superficial) dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi

pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena

penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin

(ORIF dan OREF) atau plat (Wahid, 2013).

e. Avaskuler nekrosis

Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke

tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan

nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s

Ischemia (Wahid, 2013).

f. Shock

Shock terjadi karena kehilangan darah dan meningkatnya

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya

oksigenasi, ini biasanya terjadi pada fraktur (Wahid,

2013).

2.2.11.2 Komplikasi dalam waktu lama

a. Delayed union

Delayed union merupakan kegagalan fraktur

berkonsolidasi (bergabung) sesuai dengan waktu

dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan

karena penurunan suplai darah ke tulang.

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

25

b. Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsilidasi

dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan

stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan

adanya pergerakan yang lebih pada sisi fraktur yang

membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga

disebabkaan karena aliran darah berkurang.

c. Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai

dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan

bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan

pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

Dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang

akibat trauma atau benturan langsung maupun tidak langsung. Fraktur

menyebabkan deformitas, bengkak, nyeri, dan perubahan bentuk pada

tulang. Patah tulang pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua macam

berdasarkan sifatnya yaitu fraktur terututup dan terbuka. Fraktur tertutup,

kulit tidak robek dan karenanya tulang yang patah tidak sampai keluar

melewati kulit. Sedangkan fraktur terbuka, kulit robek dan tulang terlihat

menembus kulit. Kasus ini yang dapat berbahaya karena korban

kemungkinan akan kehilangan banyak darah dan rawan mengalami

komplikasi. Komplikasi yang terjadi pada fraktur diantaranya adalah syok.

Fraktur dapat menyebabkan kondisi yang lebih buruk yaitu komplikasi awal

setelah trauma seperti syok karena waktu dan penanganan prehospital yang

kurang tepat sesuai dengan hasil penelitian Wibowo (2016) bahwa ada

hubungan faktor prehospital dengan komplikasi sekunder.

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

26

2.3 Teori Syok

2.3.1 Definisi Syok

Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat

gangguan hemodinamik dan metabolik dengan ditandai

kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi dan

oksigenasi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh akibat

gangguan hemostasis tubuh yang serius (Hardisman, 2014).

Syok adalah sindrom klinis yang terjadi akibat perfusi

jaringan yang tidak adekuat. Terlepas dari penyebabnya,

hipoperfusi yang dipicu ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen dan substrat makanan menyebabkan

disfungsi selular. Keadaan itu juga menyebabkan jejas pada

sel yang akan menginduksi produksi dan pelepasan mediator

inflamasi yang akan memperburuk perfusi lewat perubahan

struktural dan fungsional dalam mikrovaskuler. Hal-hal

tersebut akan menyebabkan lingkaran setan. Gangguan

perfusi menimbulkan jejas sel, yang menyebabkan gangguan

distribusi aliran darah mikrovaskular, kemudian makin

memperburuk perfusi sel, perburukan perfusi sel kemudian

dapat menyebabkan disfungsi organ, gagal organ dan bila

tidak dihentikan dapat menyebabkan kematian (Setyohadi,

2015).

2.3.2 Penyebab

Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan

meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan

menurunnya oksigenasi. Hal ini biasanya terjadi pada fraktur.

Trauma tajam maupun tumpul yang merusak sendi tulang di

dekat arteri mampu menghasilkan trauma arteri. Cedera ini

dapat menimbulkan pendarahan besar pada luka terbuka atau

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

27

pendarahan di dalam jaringan lunak. Ekstrimitas yang dingin,

pucat, dan menghilangnya pulsasi ekstremitas menunjukan

gangguan aliran darah arteri darah arteri. Hematoma yang

membesar dengan cepat, menunjukkan adanya trauma

vaskuler. Cedera ini menjadi bahaya apabila kondisi

hemodinamik pasien tidak stabil (Hardisman, 2014).

2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya syok

2.3.3.1 Gangguan jantung

Gangguan pada faktor-faktor yang mempengaruhi

curah jantung dapat mengakibatkan terjadinya

gangguan perfusi dan berujung kepada syok.

Misalnya kehilangan volume plasma hebat akan

mengurangi preload dan dapat mengakibatkan

terjadinya syok hipovolemik, gangguan

kontraktilitas dapat mengakibatkan terjadinya syok

kardiogenik, dan gangguan resistensi vaskuler

sitemik dapat berujung ada syok distributif. Bila

terjadi gangguan primer di jantung, bila otot-otot

jantung melemah yang menyebabkan

kontraktilitasnya tidak sempurna, sehingga tidak

dapat memompa darah dengan baik dan curah

jantungpun menurun. Pada kondisi ini meskipun

volume sirkulasi cukup tetapi tidak ada tekanan yang

optimal untuk memompakan darah yang dapat

memenuhi kebutuhan oksigen jaringan, akibatnya

perfusi juga tidak terpenuhi (Hardisman, 2013).

Riwayat penderita dengan kondisi hipotensi

berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas

dan mortalitas pasien (Widyastuti, 2015).

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

28

2.3.3.2 Jenis fraktur

Syok hipovolemik akibat pendarahan (baik

kehilangan darah eksterna maupun interna) dan

kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak

dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis,

dan vertebra karena tulang merupakan organ yang

sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah

dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma,

khususnya pada fraktur femur pelvis (Suratun,dkk,

2008).

2.3.3.3 Lokasi fraktur

Syok hipovolemik banyak terjadi pada fraktur

pelvis, fraktur tulang besar, dan fraktur multiple

(Hardisman, 2014). Pada beberapa kondisi tertentu,

syok neurogenik sering terjadi pada fraktur femur

karena rasa sakit yang hebat pada pasien (Helmi,

2012). Pada suatu kecelakaan kebanyakan syok yang

terjadi adalah syok hemoragik. Syok bisa terjadi bila

orang kehilangan darahnya ±30% dari volume

darahnya. Pada fraktur femur tertutup orang dapat

kehiangan darah 1000-1500 cc (Lukman, 2012).

2.3.4 Klasifikasi Syok

2.3.4.1 Syok hipovolemik

Syok hipovolemik adalah tipe syok yang paling sering

terjadi pada pasien trauma. Hal tersebut terjadi akibat

“volume failure” ketika cairan di sirkulasi hilang

dalam jumlah besar dan mendadak. Penurunan

volume cairan di sirkulasi mengganggu perfusi ke

jaringan sehingga menyebabkan gangguan

metabolisme di tingkat sel dan bahkan kematian sel.

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

29

Trauma tajam maupun tumpul yang merusak sendi

atau tulang di dekat arteri mampu menghasilkan

trauma arteri. Cedera ini dapat menimbulkan

pendarahan besar pada luka terbuka atau pendarahan

di dalam jaringan lunak. Syok hipovolemik banyak

terjadi pada fraktur pelvis, fraktur tulang besar, dan

fraktur multiple (Hardisman, 2014).

Tanda dan gejala pada syok hipovolemik dapat

dibedakan menjadi gejala awal dan lanjut. Tanda

gejala awal tingkat kesadaran yang berubah kadang-

kadang berupa agitasi dan kegelisahan, atau depresi

sistem saraf pusat. Pemeriksaan fisik akan

mendapatkan tanda-tanda yang nonspesifik seperti

kulit dingin, lembab, hipotensi ortostatik, takikardia

ringan, dan vasokontriksi (Setyohadi, 2015).

2.3.4.2 Syok kardiogenik

Syok kardigenik ditandai dengan hipoperfusi sistemik

karena depresi berat cardiac index (< 2.2 (L/min/m2)

dan hipotensi sistolik arterial yang menetap (< 90

mmHg), walaupun terdapat peningkatan tekanan

pengisian pulmonary capillary wedge pressure

(PCWP) > 18 mmHg. Kebanyakan pasien mengeluh

nyeri dada, sesak, tampak pucat dan keringat dingin.

Status mental dapat terganggu, samnolen, tampak

kebingungan dan agitasi (Setyohadi, 2015). Penyebab

syok kardiogenik penyakit jantung iskemik, gangguan

irama jantung, dan sebagainya (Hardisman, 2014).

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

30

2.3.4.3 Syok neurogenik

Syok neurogenik merupakan kegagalan pusat

vasomotor sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan

darah pada pembuluh darah (vena atau arteri). Syok

neurogenik terjadi karena hilangnya tonus simpatis

sehingga tonus pembuluh darah turun secara

mendadak diseluruh tubuh. Syok neurogenik juga

dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari syok

distributif, hasil dari perubahan resistensi pembuluh

darah sistemik yang diakibatkan oleh cedera pada

sistem saraf (seperti trauma kepala, cedera spinal, atau

anestesi umum yang dalam), subuh lingkungan yang

terlalu panas, terkejut, takut, atau nyeri yang

berlebihan.

Syok neurogenik dapat dikenali gejalanya

diantaranya: pucat, keringat dingin, lemas, badan

terasa melayang, mual, denyut nadi lambat, bahkan

pingsan diikuti hipotensi dan bradikardia (Hardisman,

2014). Pada kondisi tertentu, syok neurogenik sering

terjadi pada fraktur femur karena sakit yang hebat

pada pasien (Helmi, 2012).

2.3.4.4 Syok hipoadrenal

Syok hipoadrenal merupakan respons normal terhadap

stress, penyakit, operasi atau trauma memerlukan

peningkatan hormone kortisol yang diproduksi

kelenjar adrenal. Syok hipoadrenal terjadi bila

terdapat keadaan insufisiensi adrenal pada seseorang

yang kemudian mengalami stress akut (Setyohadi,

2015).

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

31

2.3.4.5 Syok anafilaktik

Syok anafilaktik merupakan reaksi alergi berat

(hipersensitivitas) terhadap protein asing, baik berasal

dari obat-obatan, toksin serangga, ataupun makanan.

Syok anafilaktik biasanya disertai rekasi anafilaksis

yang disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan

kesadaran. Gambaran klinis bergantung dari caranya

antigen masuk, jumlah dan kecepatan asbrorbsi dan

tingkat hipersensitivitas tubuh. Saat timbulnya gejala

berkisar antara 5-60 menit dan biasanya dalam 30

menit pertama (Hardisman, 2014).

2.3.4.6 Syok septik

Syok septik adalah suatu keadaan gangguan metabolic

dan hemodinamik yang dapat mengganggu

keseimbangan fisik dan mental yang disebabkan

karena adanya infeksi yang disertai hipotensi, yaitu

tekanan darah turun sampai tingkat yang

membahayakan nyawa akibat dari sepsis (Hardisman,

2014).

2.3.5 Tanda dan Gejala

2.3.5.1 Gejala awal syok

Empat tanda syok yang dapat terjadi setelah trauma

adalah sebagai berikut.

a. Denyut nadi lebih dari 100 x/menit.

b. Tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg.

c. Wajah dan kuku menjadi pucat atau sianotik.

d. Kulit tangan dan kaki dingin.

Gejala-gejala lain dapat berupa sakit (bukan gejala

yang dominan), otot-otot menjadi lunak, timbul rasa

haus, pernapasan menjadi cepat dan dalam, serta

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

32

kesadaran normal, apatis atau koma. Paling baik

untuk mengatasi syok karena perdarahan adalah

diberikan darah (transfusi darah), sedangkan cairan

lainnya seperti plasma, dextran, dan lain-lain kurang

tepat karena tidak dapat menujang perbaikan karena

tidak ada sel darah yang sangat diperlukan untuk

transportasi oksigen (Lukman, 2012).

Menurut Hardisman (2014) pada keadaan awal, gejala

syok dapat ditemui sebagai berikut:

a. Takipnea

Napas yang cepat adalah kompensasi tubuh untuk

mengeluarkan sisa metabolisme berupa CO2 yang

menumpuk dalam tubuh. Pada orang dewasa,

napas lebih dari 24 x/menit sudah harus

diwaspadai. Pada anak pemakaian energi tubuh

untuk bernapas cepat menyebabkan anak

kelelahan dan berhenti bernapas.

b. Takikardia

Takikardi adalah gejala yang paling sering ditemui

pada keadaan awal. Takikardi adalah frekuensi

jantung yang lebih dari normal. Normalnya pada

orang dewasa jantung berdenyut 60-100 x/menit.

Apabila frekuensi nadi melebihi 220 x/menit,

maka dapat terjadi fibrilasi, yang sangat

membahayakan, tetapi dapat pula berubah menjadi

bradikardi (60 x/menit).

c. Penurunan refilling kapiler

Pembuluh darah di perifer dan kulit akan

bervasokontriksi sebagai mekanisme kompensasi

dan darah akan dialirkan terutama ke organ-organ

vital seperti otak, ginjal dan jantung. Hal tersebut

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

33

menyebabkan penampakan pasien yang pucat,

dingin, kulit kasar dan penurunan refilling kapiler.

Refilling kapiler normal adalah kurang dari atau

sama dengan 2 detik. Saat vasokontriksi terjadi,

maka refilling kapiler akan meningkat menjadi 3

detik atau lebih atau bahkan tidak terjadi sama

sekali.

2.3.5.2 Gejala lanjutan syok

Menurut Hardisman (2014) apabila keadaan syok

terus berlanjut maka, dapat ditemui gejala dan tanda

sebagai berikut :

a. Penurunan pulsasi nadi

Pulsasi perifer yang lemah atau hilang

mengindikasikan kegagalan pompa jantung yang

berat dan/atau hilangnya volume cairan yang

ekstrim.

b. Perubahan neurologi

Otak akan sangat cepat terpengaruh karena

penurunan kardiak output dan asidosis.

Penurunanan kesadaran dapat segera terjadi.

Gejalanya dapat bervariasi, mulai dari iritabel,

agitasi, latergi, diikuti konfusi dan kehilangan

kesadaran.

c. Aritmia jantung

Sebagai respon terhadap asidosis berat dan

berkurangnya cardiac output, dapat terjadi

bradikardi yang merupakan Pre Arreest

Arrhythmia, dan terjadi pada onset syok

selanjutnya.

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

34

d. Hipotensi

Hipotensi digambarkan bila tekanan darah kurang

dari 90 mmHg namun tidak terlalu

menggambarkan keadaan syok. Pada anak,

penurunan tekanan darah terjadi setelah

kehilangan lebih dari 20-25 % volume vaskuler.

e. Cardiac arrest

Pengenalan dini dan dukungan airway yang

agresif sangat diperlukan untuk mencegah

terjadinya cardiac arrest. Bila terjadi, maka

resusitasi harus segera dilaksanakan.

f. Anuria

Produksi urin berkurang. Normal rata-rata

produksi urin pasien dewasa adalah 60 mL/jam

(1/5-1 mL/kgBB/jam)

2.3.6 Penatalaksanaan awal syok

Menurut Hardisman (2014) penatalaksanaan awal syok

dengan etiologi yang belum jelas sebagai berikut:

2.3.6.1 Prosedur dasar

a. Kontrol/hentikan perdarahan (penekanan

langsung, penekanan proksimal, dan lain-lain).

b. Posisikan pasien dalam posisi terlentang dengan

kaki dielevasikan, kecuali korban dengan

gangguan pernapasan yang membahayakan.

c. Lakukan Advance Life Support (ALS) bila

diperlukan dan peralatan tersedia.

d. Transfortasikan pasien secepat mungkin dengan

atau tanpa ALS

e. Hubungi Rumah Sakit penerima.

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

35

2.3.6.2 Prosedur lanjutan

a. Lakukan manajemen airway bila terindikasi

b. Administrasi Normal Salin Intra Vena selama

perjalanan ke Rumah Sakit.

c. Bila tekanan darah turun sampai di bawah 100

mmHg, administrasikan 250 mL normal salin intra

vena.

Syok dapat disimpulkan merupakan suatu keadaan darurat yang salah

satunya disebabkan oleh fraktur yang menyebabkan kegagalan perfusi darah

ke jaringan. Pasien fraktur dapat menyebabkan syok hipovolemik

dikarenakan oleh pendarahan, syok neurogenik disebabkan karena trauma

atau nyeri yang hebat fraktur femur dan servikal, syok septik disebabkan

oleh infeksi pada fraktur terbuka, syok hipoadrenal yang disebabkan oleh

stress akut atau trauma. Syok dapat dikenali dengan melihat gejala dini syok

seperti denyut nadi cepat, penurunan tekanan sistolik, wajah dan kuku pucat,

kulit ektremitas dingin, dan CRT >2 detik. Syok dapat terjadi karena

pendarahan dan nyeri yang dirasakan pada fraktur sesuai dengan penelitian

Yuliano, Nova (2015) bahwa ada hubungan waktu tanggap perawat dalam

penanganan pasien fraktur terbuka dengan resiko terjadinya syok

hipovolemik.

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

36

Faktor yang mempengaruhi syok : 1. Gangguan jantung 2. Jenis fraktur 3. Lokasi fraktur

2.4 Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

(Sumber : Wibowo (2016), Widyastuti (2015), Hardisman (2014), Wahid, 2013), Rosyidi (2013), Helmi (2012), Lukman (2012), Setyohadi (2015) yang dimodifikasi.

Fraktur

Transportasi

Penanganan Intrahospital

Penanganan Prehospital

Komplikasi

Waktu Prehospital

Peran Masyarakat

awam

Kerusakan arteri

Sindrom Kompartemen

Emboli lemak

Infeksi

Avaskuker nekrosis

Syok

1. Kontrol pendarahan 2. Pencegahan infeksi 3. Kepatenan jalan napas 4. Imobiliasi sendi 5. Stabilisasi 6. Transportasi

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

37

Komplikasi Awal (Syok)

Waktu Prehospital

Penanganan Prehospital

2.5 Kerangka konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara

konsep-konsep yang ingin diamati dan diukur melalui penelitian-penelitian

yang dilakukan (Notoatmodjo, 2012).

Variabel bebas/Independen

Variabel terikat/ Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

: Diteliti

: Tidak diteliti

Tanda syok : 1. Nadi >100 x/menit 2. Tekanan sistolik

>100 mmHg 3. Wajah dan kuku

pucat 4. Kulit ekstremitas

dingin 5. CRT > 2 detik Sumber Hardisman (2014) dan Lukman, (2012)

Peran masyarakat awan Transportasi

1. Gangguan jantung

2. Jenis fraktur 3. Lokasi fraktur

Page 32: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Prehospitaleprints.umbjm.ac.id/977/4/4 BAB 2.pdf · Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis

38

2.6 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah dinyatakan dalam bentuk kalimat

pertanyaan (Sugiyono, 2013). Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

2.6.1 Ada hubungan waktu prehospital dengan komplikasi syok pada pasien

fraktur di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin.

2.6.2 Ada hubungan penanganan prehospital dengan komplikasi syok pada

pasien fraktur di Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin.