13
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi Oklusi dalam pengertian yang sederhana adalah penutupan rahang beserta gigi atas dan bawah. Pada kenyataannya oklusi merupakan suatu proses kompleks karena meibatkan gigi (termasuk mofologi dan angulasinya), otot, rahang, sendi temporo- mandibula, dan gerakan fungsional rahang. Oklusi juga melibatkan relasi gigi pada oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009). Oklusi normal menurut Angle (1899) dilihat dari hubungan gigi molar atas terhadap gigi molar bawah sebagai kunci oklusi. Suatu oklusi dinilai baik atau normal jika terdapat keserasian antara komponen-komponen yang berperan untuk terjadinya kontak antara gigi-gigi rahang atas dan bawah (Trimelda et al, 2008; Hassan R et al, 2007). Oklusi normal dan maloklusi kelas I memiliki relasi molar yang sama namun memiliki perbedaan pada susunan gigi-geliginya. Malokusi kelas I tidak memiliki susunan gigi-geligi yang baik (Hassan et al, 2007). Gambar 2.1: A. Oklusi Normal; B. Maloklusi Kelas I ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI PREVALENSI MALOKLUSI PADA GELIGI..... FLORETTA CHARLENE DINATA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/610/gdlhub-gdl-s1-2013-dinataflor-30467-10.-bab--a.pdf · campuran gigi sulung dan gigi permanen

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/610/gdlhub-gdl-s1-2013-dinataflor-30467-10.-bab--a.pdf · campuran gigi sulung dan gigi permanen

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Oklusi

Oklusi dalam pengertian yang sederhana adalah penutupan rahang beserta gigi

atas dan bawah. Pada kenyataannya oklusi merupakan suatu proses kompleks karena

meibatkan gigi (termasuk mofologi dan angulasinya), otot, rahang, sendi temporo-

mandibula, dan gerakan fungsional rahang. Oklusi juga melibatkan relasi gigi pada

oklusi sentrik, relasi sentrik dan selama berfungsi (Rahardjo, 2009).

Oklusi normal menurut Angle (1899) dilihat dari hubungan gigi molar atas

terhadap gigi molar bawah sebagai kunci oklusi. Suatu oklusi dinilai baik atau normal

jika terdapat keserasian antara komponen-komponen yang berperan untuk terjadinya

kontak antara gigi-gigi rahang atas dan bawah (Trimelda et al, 2008; Hassan R et al,

2007). Oklusi normal dan maloklusi kelas I memiliki relasi molar yang sama namun

memiliki perbedaan pada susunan gigi-geliginya. Malokusi kelas I tidak memiliki

susunan gigi-geligi yang baik (Hassan et al, 2007).

Gambar 2.1: A. Oklusi Normal; B. Maloklusi Kelas I

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI PREVALENSI MALOKLUSI PADA GELIGI..... FLORETTA CHARLENE DINATA

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/610/gdlhub-gdl-s1-2013-dinataflor-30467-10.-bab--a.pdf · campuran gigi sulung dan gigi permanen

6

Menurut Andrew (1972), terdapat 6 karakteristik dari suatu oklusi normal yaitu:

(Hassan R et al, 2007)

1. Relasi molar (Molar relationship)

2. Angulasi mahkota (Correct crown angulation)

3. Inklinasi mahkota (Correct crown inclination)

4. Tidak ada rotasi (Absence of rotation)

5. Kontak proksimal yang rapat ( Tight proximal contact)

6. Penampang oklusal yang datar (Flat occlusal plane)

Secara universal, metode yang digunakan untuk melihat suatu oklusi normal atau

tidak dengan menggunakan metode yang dikemukakan oleh Angle karena

kemudahannya untuk dideskripsikan dan dikomunikasikan antar para klinisi (Aslam

et al, 2010).

2.2 Maloklusi

Pengertian maloklusi adalah penyimpangan letak gigi dan atau malrelasi

lengkung geligi (rahang) di luar rentang kewajaran yang dapat diterima. Maloklusi

juga dapat merupakan variasi biologi sebagaimana variasi biologi yang terjadi pada

bagian tubuh yang lain, tetapi karena variasi letak gigi mudah diamati dan

mengganggu estetik sehingga menarik perhatian dan memunculkan keinginan untuk

melakukan perawatan (Rahardjo, 2009). Istilah malokusi juga berarti semua

penyimpangan dari gigi dan rahang dari kondisi normal, termasuk beberapa kondisi

yang berbeda, seperti diskrepansi antara ukuran gigi dan ukuran rahang (crowding

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI PREVALENSI MALOKLUSI PADA GELIGI..... FLORETTA CHARLENE DINATA

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/610/gdlhub-gdl-s1-2013-dinataflor-30467-10.-bab--a.pdf · campuran gigi sulung dan gigi permanen

7

dan spacing), malrelasi lengkung gigi (sagital, transversal, dan vertikal), dan

malposisi dari gigi itu sendiri (Aslam et al, 2010).

2.2.1 Klasifikasi Maloklusi Menurut Angle

Dasar dari klasifikasi Angle adalah relasi anteroposterior dari Molar I

permanen rahang atas dan rahang bawah serta keselarasan dari gigi-geligi. Klasifikasi

ini digunakan sebagai acuan dalam menentukan kategori suatu maloklusi karena

mudah dan akurat dan digunakan secara global oleh para klinisi (Erum G et al, 2008).

Namun, sistem klasifikasi ini juga memiliki kelemahan karena hanya melihat relasi

dalam jurusan sagital saja, padahal maloklusi juga bisa terjadi dalam jurusan

transversal dan vertikal. Bila terjadi pergeseran molar perlu dibayangkan letak molar

sebelum bergeser kemudian baru dibuat klasifikasinya (Shrikant et al, 2011;

Rahardjo, 2009).

a. Kelas I: Maloklusi dengan molar pertama permanen bawah setengah lebar

tonjol lebih mesial terhadap molar pertama permanen atas. Relasi lengkung

gigi semacam ini biasa disebut juga dengan istilah netroklusi. Kelainan yang

menyertai dapat berupa gigi berdesakan, proklinasi, gigitan terbuka anterior,

dan lain-lain (Rahardjo, 2009; Houston, 1994)

b. Kelas II: Lengkung bawah minimal setengah lebar tonjol lebih posterior dari

relasi yang normal terhadap lengkung geligi atas dilihat pada relasi molar.

Relasi seperti ini biasa juga disebut distoklusi. Maloklusi kelas II dibagi

menjadi dua divisi menurut inklinasi insisivi atas (Rahardjo, 2009; Houston,

1994).

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI PREVALENSI MALOKLUSI PADA GELIGI..... FLORETTA CHARLENE DINATA

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/610/gdlhub-gdl-s1-2013-dinataflor-30467-10.-bab--a.pdf · campuran gigi sulung dan gigi permanen

8

Divisi 1: insisivi atas proklinasi atau meskipun insisivi atas

inklinasinya normal tetapi terdapat jarak gigit dan tumpang gigit yang

bertambah.

Divisi 2: insisivi sentral atas retroklinasi. Kadang-kadang insisivi

lateral proklinasi, miring ke mesial atau rotasi mesiolabial. Jarak gigit

biasanya dalam batas normal tetapi kadang-kadang sedikit bertambah.

Tunpang gigit bertambah. Dapat juga keempat insisivi atas retroklinasi

dan kaninus terletak di bukal.

c. Kelas III: Lengkung bawah setidak-tidaknya satu lebar tonjol lebih ke mesial

daripada lengkung geligi atas bila dilihat dari relasi molar pertama permanen.

Relasi lengkung geligi semacam ini biasa disebut juga mesioklusi. Relasi

anterior menunjukkan adanya gigitan terbalik (Rahardjo, 2009; Houston,

199).

Gambar 2.2: A. Malokusi kelas I; B. Maloklusi kelas II (divisi 1); C. Maloklusi kelas III

(Shrikant et al, 2011)

A B C

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI PREVALENSI MALOKLUSI PADA GELIGI..... FLORETTA CHARLENE DINATA

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/610/gdlhub-gdl-s1-2013-dinataflor-30467-10.-bab--a.pdf · campuran gigi sulung dan gigi permanen

9

2.3 Etiologi Maloklusi

Maloklusi merupakan penyimpangan dari pertumbuhkembangan disebabkan

faktor-faktor tertentu. Secara garis besar etiologi atau penyebab suatu maloklusi dapat

digolongkan dalam faktor heriditer (genetik) dan faktor lokal. Kadang-kadang suatu

maloklusi sukar ditentukan secara tepat etiologinya karena perkembangannya yang

seiring dengan perkembangan anak dan adanya berbagai faktor (multifaktor) yang

mempengaruhi pertumbuhkembangan (Rahardjo, 2009; Shrikant et al, 2011).

2.3.1 Faktor Herediter

Pada populasi primitif yang terisolasi jarang dijumpai maloklusi yang berupa

disproporsi ukuran rahang dan gigi sedangkan relasi rahangnya menunjukkan relasi

yang sama. Pada populasi modern lebih sering ditemukan maloklusi daripada

populasi primitf sehingga diduga karena adanya kawin campur menyebabkan

peningkatan prevalensi maloklusi (Rahardjo, 2009; Houston, 1994).

Pengaruh heriditer dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu:

1) Disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan

maloklusi berupa gigi berdesakan atau maloklusi berupa diastema

multipel meskipun yang terakhir ini jarang dijumpai.

2) Disproporsi ukuran, posisi, dan bentuk rahang atas dan rahang

bawah yang menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis.

Implikasi klinis suatu maloklusi yang lebih banyak dipengaruhi faktor

heriditer adalah kasus tersebut mempunyai prognosis yang kurang baik bila dirawat

ortodontik, namun sayngnya sukar untuk dapat menentukan seberapa pengaruh faktor

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI PREVALENSI MALOKLUSI PADA GELIGI..... FLORETTA CHARLENE DINATA

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/610/gdlhub-gdl-s1-2013-dinataflor-30467-10.-bab--a.pdf · campuran gigi sulung dan gigi permanen

10

heriditer pada maloklusi tersebut. Perkembangan pengetahuan genetik molekuler

diharapkan mampu menerangkan penyebab etiologi heriditer dengan lebih tepat

(Rahardjo, 2009; Houston, 1994).

2.3.2 Faktor Lokal

a. Gigi sulung tanggal prematur

Gigi sulung yang tanggal prematur dapat berdampak pada susunan

gigi permanen. Semakin muda umur pasien pada saat terjadi tanggal

prematur gigi sulung semakin besar akibatnya pada gigi permanen.

Insisivi sentral dan lateral sulung yang tanggal prematur tidak bergitu

berdampak, tetapi kaninus sulung akan menyebabkan adanya pergeseran

garis median. Molar pertama sulung yang tanggal prematur juga dapat

menyebabkan pergeseran garis median. Molar kedua sulung terutama

rahang bawah merupakan gigi sulung yang paling sering tanggal prematur

karena karies, kemudian gigi molar permanen bergeser ke arah diastema

sehingga tempat untuk premolar kedua berkurang dan premolar kedua

tumbuh sesuai letak benihnya. Gigi molar kedua sulung yang tanggal

prematur juga dapat menyebabkan asimetri lengkung geligi, gigi

berdesakan serta kemungkinan terjadi supra erupsi gigi antagonis

(Rahardjo, 2009).

b. Trauma

Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi

permanen. Bila terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang

terbentuk dapat terjadi gangguan pembentukan enamel, sedangkan bila

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI PREVALENSI MALOKLUSI PADA GELIGI..... FLORETTA CHARLENE DINATA

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/610/gdlhub-gdl-s1-2013-dinataflor-30467-10.-bab--a.pdf · campuran gigi sulung dan gigi permanen

11

mahkota gigi permanen telah terbentuk dapat terjadi dilaserasi, yaitu akar

gigi yang mengalami distorsi bentuk (biasanya bengkok). Trauma pada

salah satu sisi muka pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan asimetri

muka (Rahardjo, 2009; Houston, 1994).

c. Kebiasaan buruk

Suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi

cukup tinggi dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan

maloklusi. Kebiasaan mengisap jari atau benda-benda lain dalam waktu

yang bekepanjangan dapat menyebabkan maloklusi. Dari ketiga faktor ini

yang paling berpengaruh adalah durasi atau lama kebiasaan berlangsung.

Kebiasaan mengisap bibir bawah dapat menyebabkan proklinasi insisivi

atas disertai jarak gigit yang bertambah dan retroklinasi insisivi bawah

(Rahardjo, 2009; Houston, 1994).

2.4 Fase Geligi Pergantian

Masa geligi pergantian merupakan peralihan (transitional dentition) atau

pergantian dari masa geligi sulung ke masa geligi permanen. Kadang-kadang disebut

masa geligi campuran (mixed dentition) oleh karena di dalam rongga mulut terdapat

campuran gigi sulung dan gigi permanen. Fase geligi pergantian terdiri dari:

a. Ugly duckling stage

Insisivi sentral permanen atas berbeda dari insisivi sentral permanen

bawah yang biasanya dalam keadaan kontak. Insisivi sentral permanen

atas sering erupsi dalam keadaan condong ke distal sehingga terdapat

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI PREVALENSI MALOKLUSI PADA GELIGI..... FLORETTA CHARLENE DINATA

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/610/gdlhub-gdl-s1-2013-dinataflor-30467-10.-bab--a.pdf · campuran gigi sulung dan gigi permanen

12

diastema di antaranya. Keadaan ini merupakan sebagian dari masa yang

disebut ugly duckling stage yang secara estetik terlihat tidak baik. Pada

saat insisivi lateral permanen atas erupsi, sebagian diastema akan

menutup. Dalam erupsinya, benih kaninus permanen atas akan

mempengaruhi akar insisivi lateral permanen atas dan mendorong insisivi

lateral ke mesial. Bila kaninus permanen telah erupsi, insisivi lateral dapat

menegakkan diri dan diastema akan tertutup. Makin lebar diastema (lebih

dari 2 mm), makin kecil kemungkinan diastema dapat menutup secara

spontan (Rahardjo, 2009).

b. Leeway space

Perbedaan jumlah lebar kaninus, molar pertama dan molar kedua

sulung dengan kaninus permanen, premolar pertama dan premolar kedua.

Besarnya di rahang atas 0,9 mm dan 1,8 mm di rahang bawah. Pada saat

molar kedua sulung tanggal, molar pertama permanen bergerak ke mesial

menempati leeway space. Leeway space tidak digunakan untuk

menghilangkan berdesakan di anterior secara spontan kecuali bila

dikehendaki demikian dengan perawatan ortodontik (Rahardjo, 2009).

c. Flush terminal plane

Bila terdapat flush terminal plane pada relasi molar kedua sulung dan

hanya didapatkan pertumbuhan diferensial minimal pada mandibula,

demikian juga bila hanya terjadi pergeseran gigi ke mesial akan terdapat

relasi molar gigitan tonjol. Bila terdapat pertumbuhan mandibula ke

depan akan didapat relasi molar pertama permanen berupa relasi kelas I.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI PREVALENSI MALOKLUSI PADA GELIGI..... FLORETTA CHARLENE DINATA

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/610/gdlhub-gdl-s1-2013-dinataflor-30467-10.-bab--a.pdf · campuran gigi sulung dan gigi permanen

13

Anak yang mempunyai relasi molar kedua sulung flush terminal plane

membutuhkan gerakan molar pertama permanen bawah ke mesial

sebanyak 3,5 mm untuk mencapai relasi molar pertama permanen kelas I.

Kurang lebih setengahnya didapatkan dari leeway space dan setengahnya

lagi didapatkan dari pertumbuhan rahang bawah (Rahardjo, 2009).

d. Mesial Step

Bila terdapat mesial step pada relasi molar kedua sulung dan hanya

didapatkan pertumbuhan diferensial minimal pada mandibula, demikian

pula bila hanya terjadi pergeseran gigi ke mesial akan terdapat relasi

molar kelas I. Bila terdapat pertumbuhan mandibula ke depan akan

didapat relasi molar pertama permanen berupa relasi kelas III. Bila

didapatkan mesial step sebesar 1 mm biasanya akan terjadi relasi molar

pertama permanen kelas I sedangkan bila mesial step lebih besar daripada

2 mm akan didapatkan relasi molar kelas III (Rahardjo, 2009).

e. Distal Step

Bila terdapat distal step pada relasi molar kedua sulung dan bila

didapatkan pertumbuhan diferensial minimal pada mandibula, dan bila

hanya terjadi pergeseran gigi ke mesial akan terdapat relasi molar kelas II.

Bila terdapat pertumbuhan mandibula ke depan akan didapat relasi molar

pertama permanen berupa gigitan tonjol (Rahardjo, 2009).

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI PREVALENSI MALOKLUSI PADA GELIGI..... FLORETTA CHARLENE DINATA

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/610/gdlhub-gdl-s1-2013-dinataflor-30467-10.-bab--a.pdf · campuran gigi sulung dan gigi permanen

14

2.5 Indeks Maloklusi

Indeks adalah sebuah angka atau bilangan yang digunakan sebagai indikator

untuk menerangkan suatu keadaan tertentu atau sebuah rasio proporsional yang dapat

disimpulkan dari sederetan pengamatan yang terus menerus. Dengan menggunakan

suatu indeks dapat dinilai beberapa hal menyangkut maloklusi, misalnya prevalensi,

keparahan maloklusi dan hasil perawatan. Indeks maloklusi mencatat keadaan

maloklusi dalam suatu format kategori atau numerik sehingga penilaian suatu

maloklusi bisa objektif (Rahardjo, 2009). Salah satu indeks yang menjadi acuan

dalam perawatan ortodonti adalah Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN).

IOTN berfungsi sebagai indeks untuk mengukur kebutuhan perawatan, dapat juga

dipakai untuk mengukur keberhasilan perawatan. Indeks ini terdiri dari dua buah

komponen yaitu Dental Health Component (DHC) dan Aesthetic Component (AC).

Dalam penggunaannya, Dental Health Component dipergunakan terlebih dahulu,

baru kemudian Aesthetic Component (AC) (Dika et al, 2011).

Dental Health Component menggunakan aturan yang simpel serta

menggunakan istilah MOCDO untuk membimbing peneliti dalam meneliti maloklusi.

MOCDO mewakili Missing Teeth atau kehilangan gigi, Overjet, Crossbite,

Displacement of Contact Points atau perpindahan titik kontak, dan Overbite. Pada

pasien dengan gigi insisivus yang impaksi dikategorikan menjadi grade 5 (Susanto,

2010; Agusni, 2004):

Grade 1: Tidak membutuhkan perawatan

Grade 2: Sedikit membutuhkan perawatan

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI PREVALENSI MALOKLUSI PADA GELIGI..... FLORETTA CHARLENE DINATA

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/610/gdlhub-gdl-s1-2013-dinataflor-30467-10.-bab--a.pdf · campuran gigi sulung dan gigi permanen

15

Grade 3: Cukup membutuhkan perawatan

Grade 4: Membutuhkan perawatan

Grade 5: Amat membutuhkan perawatan

(Farahani, 2011)

Aesthetic Component terdiri dari 10 foto berwarna yang menunjukkan tingkatan

derajat yang berbeda dari penampilan estetik susunan geligi. Dengan mengacu pada

gambar ini, derajat penampilan estetik gigi dari pasien dapat dinilai dalam salah satu

tingkatan derajat tertentu (Dika et al, 2011). Gambar yang berwarna digunakan untuk

pemeriksaan secara langsung dengan melihat subjek penelitian. Sedangkan gambar

yang digunakan untuk menganalisis model studi adalah yang berwarna hitam dan

putih

Gambar 2.3: Aesthetic Component (IOTN) untuk pemeriksaan pada subjek

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI PREVALENSI MALOKLUSI PADA GELIGI..... FLORETTA CHARLENE DINATA

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/610/gdlhub-gdl-s1-2013-dinataflor-30467-10.-bab--a.pdf · campuran gigi sulung dan gigi permanen

16

Gambar 2.4: Aesthetic Component (IOTN) untuk pemeriksaan pada model studi

Keterangan Gambar:

Skor 1 atau 2 tidak memerlukan perawatan

Skor 3 atau 4 sedikit membutuhkan perawatan

Skor 5, 6 atau 7 cukup membutuhkan perawatan

Skor 8, 9 atau 10 jelas membutuhkan perawatan

(Rahardjo, 2009)

Dalam pengukuran IOTN, digunakan suatu penggaris khusus. Penggaris plastik yang

transparan telah dikembangkan untuk membantu pengukuran, dimana penggaris

tersebut berisi semua informasi yang diperlukan untuk mengukur DHC, yang antara

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI PREVALENSI MALOKLUSI PADA GELIGI..... FLORETTA CHARLENE DINATA

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oklusi - adln.lib.unair.ac.idadln.lib.unair.ac.id/files/disk1/610/gdlhub-gdl-s1-2013-dinataflor-30467-10.-bab--a.pdf · campuran gigi sulung dan gigi permanen

17

lain mengukur jarak gigit, tumpang gigit, pergeseran titik kontak dari geligi, gigitan

terbalik, gigitan terbuka, baik di anterior ataupun posterior (Agusni, 2004)

Gambar 2.5: Penggaris IOTN (Ucuncu et al, 2001)

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SKRIPSI PREVALENSI MALOKLUSI PADA GELIGI..... FLORETTA CHARLENE DINATA