20
1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi Klasifikasi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Palmales Famili : Palmaceae Subfamili : Cocoideae Genus : Elaeis Species : Elaeis guneensis Jacq Menurut bentuk dan irisan melintang buahnya, Kelapa Sawit dapat dibedakan menjadi tiga yaitu Dura, Pisifera dan Tenera. Dura memiliki tebal cangkang 2 8 mm, mesocarp antara 20 65%. Pisifera memiliki cangkang yang sangat tipis bahkan tidak memiliki cangkang dan memiliki (kernel) yang kecil. Tenera merupakan hasil persilangan antara Dura (sebagai pohon ibu) dan Pisifera (sebagai pohon bapak), memiliki cangkang dengan ukuran 0,5 4 mm, mesocarp 60 69%. Dura dan Tenera adalah heterozygote, tetapi Pisifera yang steril (tidak menghasilkan buah),sehingga Pisifera merupakan modal yang sangan penting dalam pembiakan kelapa sawit.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi

  • Upload
    others

  • View
    25

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi

1

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani dan Morfologi

Klasifikasi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Palmales

Famili : Palmaceae

Subfamili : Cocoideae

Genus : Elaeis

Species : Elaeis guneensis Jacq

Menurut bentuk dan irisan melintang buahnya, Kelapa Sawit dapat dibedakan menjadi tiga

yaitu Dura, Pisifera dan Tenera. Dura memiliki tebal cangkang 2 – 8 mm, mesocarp antara

20 – 65%. Pisifera memiliki cangkang yang sangat tipis bahkan tidak memiliki cangkang

dan memiliki (kernel) yang kecil. Tenera merupakan hasil persilangan antara Dura (sebagai

pohon ibu) dan Pisifera (sebagai pohon bapak), memiliki cangkang dengan ukuran 0,5 – 4

mm, mesocarp 60 – 69%. Dura dan Tenera adalah heterozygote, tetapi Pisifera yang steril

(tidak menghasilkan buah),sehingga Pisifera merupakan modal yang sangan penting dalam

pembiakan kelapa sawit.

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi

2

2.2. Morfologi Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian

generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang, dan daun, srdangkan bagian

generatif terdiri dari Bunga dan buah (Mangoensoearjo, et al,. 2005).

2.2.1. Bagian Vegetatif

a. Akar (Radix)

Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan

respirasi tanaman. Selain itu, akar tanaman kelapa sawit juga berfungsi sebagai

penyangga berdirinya tanaman sehingga mampu menyokong tegaknya tanaman pada

ketinggian yang mencapai puluhan meter ketika tanaman berumur 25 tahun. Akar

tanaman kelapa sawit tidak berbuku, ujungnya runcing dan berwarna putih atau

kekuningan. Tanaman kelapa sawit berakar serabut, pertumbuhan dan percabangan akar

terangsang bila konsentrasi hara cukup besar (Mangoensoearjo, et al,. 2005).

➢ Akar primer, yaitu akar yang tumbuh vertikal (radicle) maupun mendatar

(adventitious roots), berdiameter 5 – 10 mm.

➢ Akar sekunder, yaitu akar yang tumbuh dari akar primer, arah tumbuhnya mendatar

maupun ke bawah, berdiameter 1 – 4 mm.

➢ Akar tertier, yaitu akar yang tumbuh dari akar sekunder, arah tumbuhnya mendatar,

panjang mencapai 15 cm, berdiameter 0,5 – 1,5 mm

➢ Akar kuarter, yaitu akar – akar cabang dari akar tertier, berdiameter 0,2 – 0,5 mm

dan panjangnya rata – rata 3 cm. Akar kuarter berperan aktif menyerap unsur –

unsur hara, air dan kadang – kadang oksigen.

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi

3

Gambar 2.1. Akar Kelapa Sawit

Sumber.Pustaka Tani

b. Batang (Caulis)

Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai kambium

dan umumnya tidak bercabang. Batang berfungsi sebagai struktur tempat melekatnya daun,

bunga dan buah. Batang juga berfungsi sebagai organ penimbun zat makanan yang

memiliki sistem pembuluh yang mengangkut air dan hara mineral dari akar ke tajuk serta

hasil fotosintesis dari daun ke seluruh bagian tanaman. Batang kelapa sawit berbentuk

silinder dengan diameter 20 – 75 cm. Tanaman yang masih muda, batangnya tidak terlihat

karena tertutup oleh pelepah daun. Semakin tua tanaman, bekas pelepah daun mulai rontok,

kerontokan dimulai dari bagian tengah batang yang kemudian meluas ke atas dan ke bawah

(Mangoensoearjo, et al,. 2005).

Gambar 2.2. Batang Sawit

Sumber.Deni Syahputra

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi

4

c. Daun (Folium)

Daun kelapa sawit mirip kelapa, yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap

dan bertulang daun sejajar. Daun – daun membentuk satu pelepah yang panjangnya

mencapai lebih dari 7,5 – 9 m. Jumlah anak daun di setiap pelepah berkisar 250 – 400 helai.

Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Jumlah pelepah, panjang pelepah

dan jumlah anak daun tergantung pada umur tanaman. Jumlah kedudukan pelepah daun

pada batang kelapa sawit disebut juga filotaksis yang dapat ditentukan berdasarkan

perhitungan susunan duduk daun, yaitu dengan menggunakan rumus duduk daun 1/8.

Artinya, setiap satu kali berputar melingkari batang, terdapat duduk daun sebanyak delapan

helai. Pertumbuhan melingkar duduk daun mengarah ke kanan atau ke kiri menyerupai

spiral. Pada tanaman yang normal, dapat dilihat dua set spiral berselang 8 daun yang

mengarah ke kanan dan berselang 13 daun mengarah ke kiri. Arah duduk daun sangat

berguna untuk menentukan letak duduk ke-9 dan ke-17 saat pengambilan contoh daun

untuk kepentingan analisis kandungan unsur hara. Disamping itu, duduk daun juga berguna

untuk menentukan jumlah daun yang harus tetap ada dibawah buah terendah disebut

songgoh (Mangoensoearjo, et al,. 2005).

Gambar 2.3. Daun Kelapa Sawit

Sumber.Pustaka Tani

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi

5

2.2.2. Bagian Generatif

a. Bunga

Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoceus), artinya bunga jantan dan

bunga betina terdapat dalam satu tanaman serta masing – masing terangkai dalam satu

tandan. Tandan bunga jantan terpisah dengan bunga betina. Setiap tandan bunga muncul

dari pangkal pelepah daun (ketiak daun). Setiap ketiak daun hanya menghasilkan satu

infloresen (bunga majemuk). Perkembangan infloresen dari proses inisiasi awal sampai

membentuk infloresen lengkap yang siap diserbukkan memerlukan waktu 2,5 – 3 tahun.

Bunga yang siap diserbuki biasanya terjadi pada infloresen di ketiak daun nomor 20 pada

tanaman muda (2 – 4 tahun) dan daun nomor 15 pada tanaman tua (> 12 tahun). Sebelum

bunga mekar dan masih diselubungi seludang, sudah dapat dibedakan bunga jantan dan

betina, yaitu dengan melihat bentuknya. Bunga jantan bentuknya lonjong memanjang

dengan ujung kelopak agak meruncing dan garis tengah bunga lebih kecil, sedangkan

bunga betina bentuknya agak bulat dengan ujung kelopak agak rata dan garis tengah lebih

besar.

➢ Bunga Jantan

Letak bunga jantan yang satu dengan lainnya sangat rapat dan membentuk cabang – cabang

bunga yang panjangnya antara 10 – 20 cm. Pada tanaman dewasa, satu tandan mempunyai

±200 cabang bunga. Setiap cabang mengandung 700 – 1200 bunga jantan. Bunga jantan

ini terdiri dari 6 helai benang sari dan 6 perhiasan bunga. Tepung sari berwarna kuning

pucat dan berbau spesifik. Satu tandan bunga jantan dapat menghasilkan 25 – 50 gram

tepungsari.

➢ Bunga Betina

Bunga betina terletak dalam tandan bunga. Tiap tandan bunga mempunyai 100 – 200

cabang, dan setiap cabang terdapat paling banyak 30 bunga betina. Dalam satu tandan

terdapat 3000 – 6000 bunga betina. Bunga betina memiliki 3 putik dan 6 perhiasan bunga.

Di antara bakal buah hanya satu yang subur dan jarang terdapat dua ataupun lebih.

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi

6

Bunga jantan maupun bunga betina biasanya terbuka selama 2 hari, sekalipun dalam musim

hujan bisa sampai 4 hari. Tepungsari dapat menyerbuki selama 2 – 3 hari, tetapi makin

lama, daya hidupnya (viabilitas) makin menurun.

Gambar 2.4. Bunga Kelapa Sawit

Sumber.Pustaka Tani

b. Buah (Fructus)

Buah muda Elaeis guneensis dura, Elaeis guineensis tenera, dan Elaeis guineensis pisifera

berwarna ungu tua sampai hitam. Warna ini disebabkan adanya dominasi zat anthocyanin.

Setelah buah masak pada umur 6 bulan, warna buah berubah menjadi oranye merah, karena

buah sudah didominasi zat karoten. Buah kelapa sawit spesies Elaeis melanococca, ketika

muda warnanya hijau dan semakin tua berubah menjadi kuning oranye.

Buah kelapa sawit menempel di karangan yang disebut tandan buah. Dalam satu tandan

terdiri dari puluhan sampai ribuan buah Tandan buah akan mencapai ukuran maksimal

(terbesar) pada umur 4,5 – 5 bulan. Pada umur ini mulai dibentuk zat – zat minyak yang

disusun dalam sel – sel sabut buah. Minyak sabut (CPO) berwarna jingga karena banyak

mengandung karoten. Bersama dengan pembentukan minyak, warna kulit buah akan

berubah dari ungu menjadi oranye merah.

Buah terdiri dari beberapa lapisan :

1. Kulit Buah (Exocarp)

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi

7

2. Daging Buah (Pulp, Mesocarp) yang banyak mengandungminyak

3. Cangkang (Tempurung, Shell, Endocarp)

4. Inti (Kernel, Endosperm), mengandung minyak seperti minyak kelapa.

Exocarp dan Mesocarp sering juga disebut sebagai pericarp yaitu bagian buah yang

mengandung sebagian besar minyak kelapa sawit. Rendemen minyak dalam pericarp

sekitar 24%, sedangkan dalam inti hanya sekitar 4%. Kualitas minyak inti lebih baik dari

pada minyak yang terkandung dalam pericarp.

Gambar 2.5. Buah Kelapa Sawit

Sumber. Deni Syahputra

2.3. Analisa Daun Kelapa Sawit

Tujuan utama analisis daun kelapa sawit yaitu menentukan ragam dan dosis pupuk yang

paling tetap diberikan kepada tanaman kelapa sawit serta mengetahui banyaknya unsur

hara yang dibutuhkan oleh pohon kelapa sawit dan serta mengetahui penyakit bercak pada

daun kelapa sawit. Sementara itu, manfaat yang diperoleh dari analisis tersebut ialah dapat

mengidentifikasi pelepah pertama, ketiga, kesembilan, dan ketujuh belas serta dapat

menilai kondisi lahan secara visual dan membuat sampel daun dianalisis menggunakan

software Image Processing.

2.3.1. Penentuan Lokasi Percontohan

Pekerjaan LSU bisa dilakukan baik di tiap – tiap blok yang berbeda maupun gabungan dari

beberapa blok yang memiliki kesamaan. Penentuan blok yang akan dijadikan percontohan

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi

8

harus memenuhi syarat yang dapat mewakili kondisi di blok – blok yang lain. Penentuan

blok lokasi pengambilan sample ini juga perlu didasarkan pada Ha Statement yaitu data

wilaya yang akan dilakukan pengambilan contoh daun. Tujuannya adalah untuk

memudahkan dalam pekerjaan LSU.

2.3.2. Persiapan Peralatan dan Kelengkapan

Beberapa peralatan yang dibutuhkan untukmendukung pekerjaan LSU di antaranya egrek,

pengait, gunting, dan alat tulis. Sebagai tempat penyimpanan sampel daun dapat digunakan

kantong plastic, dan diperlukan juga field observationcar/kartu pengamatan lahan untuk

mengamati kondisi lahan serta tanaman. Alat – alat pendukung lain yang juga dibutuhkan

guna memperlancar pekerjaan ini meliputi peta, kompas, kartu label, parang, aquadest,

oven, dan kapas.

2.3.3. Penentuan Pokok Tanaman Percontohan

Terdapat sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh pohon kelapa sawit yang akan

dijadikan sebagai sampling. Pokok harus dalam kondisi sehat,juga bukan merupakan

pohon sisipan dan tidak berbatasan kampong dengan jalan, parit,atau sungai.

Pohon kelapa sawit percontohan juga sebaiknya yang daunnya terkena penyakit bercak,

agar bercak pada daun dapat di jadikan sampling.

2.3.4. Penentuan Daun Contoh yang Diambil

Pada tanaman yang menghasilkan, daun contoh yang akan diambil adalah daun nomer 32

– 17 – 9. Perlu diketahui, daun kelapa sawit memiliki rumus daun 1/8, dimana lingkaran

atau spiralnya berputar ke kiri atau ke kanan.

Daun nomer satu adalah daun yang paling muda dan telah terbuka seluruhnya. Daun nomer

tiga berada di antara daun pertama dan daun keenam sesuai dengan spiral dari tanaman

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi

9

tersebut. Sementara itu, daun ke-9 bertempat di sumbu yang sama dengan daun pertama,

tetapi agak ke kanan pada spiral kiri atau agak ke kiri pada spiral kanan.

Gambar 2.6. Penentuan Letak Daun

2.3.5. Prosedur Pengambilan Sampel Daun

Untuk mengambil contoh daun, anda perlu menentukan nomer daun yang akan diambil

terlebih dahulu. Kemudian potong pelepahnya, tetapi bila masih dijangkau maka pelepah

cukup dikait saja. Setelah itu, ambil 4 anak daun dari titik ujung yang datar pada posisi

tengah pelepah. Hal ini biasanya ditandai dengan adanya duri/ekor kadal pada pelepah

kelapa sawit tersebut. Jumlah anak daun yang perlu diambil sebanyak 2 lembar kiri dan 2

lembar kanan.

Proses berikut buang 1/3 bagian pangkal dan ujung anak daun sehingga yang dipakai hanya

1/3 bagian tengah atau kurang lebih 20 cm. Lalu simpan daun yang sudah terpotong 20 cm

ke dalam kantong plastik. Jangan lupa memberikan kode yang memuat informasi nomer

daun, tahun tanam, nomer blok, dan tanggal pengambilan contoh daun.

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi

10

Gambar 2.7. Pengambilan Sampel Daun

2.4. Penyakit Bercak Daun Kelapa Sawit

2.4.1. Culvularia

Menurut Turner (1981a), Curvularia mula – mula menyerang daun pupus yang belum

membuka atau dua daun termuda yang sudah membuka. Gejala yang pertama adalah

adanya bercak bulat, kecil, berwarna kuning tembus cahaya, yang dapat dilihat di kedua

permukaan daun.Bercak membesar, bentuknya tetap bulat, warnanya sedikit demi sedikit

berubah menjadi cokelat muda, dan pusatbercak tempat mengendap (melekuk). Warna

bercak menjadi cokelat tua, dan pada umumnya dikelilingi oleh warna jingga kekuningan.

Pada infeksi yang berat daun yang paling tua mengering, mengeriting, dan menjadi rapuh.

Namun pada daun yang mengering ini bercak – bercak Curvularia tetap terlihat jelas

sebagai bercak cokelat tua di atas jaringan yang berwarna cokelat pucat. Penyakit ini dapat

sangat menghambat pertumbuhan bibit, meskipun tidak mematikannya.

2.4.2. Drechslera

Gejala karena Drechslera halodes var. elaeicola mula – mula timbul pada pupus atau daun

pertama yang baru saja membuka, berbentuk bercak – bercak kecil hijau pucat, lalu

menjadi hijau jernih yang dikelilingi oleh halo lebar, hijau kekuningan, tidak berbatas

tegas. Di tengah bercak terjadi satu titik berwarna cokelat, mula – mula pucat, tetapi

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi

11

akhirnya menjadi cokelat tua. Bercak – bercak primer biasanya bundar, agak mengendap,

dengan pusat yang warnanya lebih gelap dari pada bagian tepinya. Dari sisi bawah daun,

bercak berwarna cokelat pucat. Bercak – bercak dapat membesar dan bersatu, sehingga

terjadi bercak majemuk yang berbentuknya tidak teratur, brwarna hitam kelabu.

2.4.3. Cochliobolus

Gejala karena Cochliobolusmirip sekali dengan gejala Drechslera. Meskipun semua daun

dapat diserang, namun yang paling rentan adalah daun pupus dan daun termuda. Pada daun

mula – mula terjadi bercak kuning kecil. Sedikit jaringan di sekitarnya menjadi klorotik.

Seterusnya jaringan di pusat bercak mati (nekrosis), zone klorotik membesar, dan menjadi

halo yang jelas di sekitar titik infeksi. Pada tingkatan ini bercak menyerupai mata burung.

2.4.4. Helminthosporium

Gejala karena Helminthosporium menimbulkan gejala yang berbeda – beda. Jenis – jenis

dari kelompok halodes membentuk bercak – bercak kecil, berwarna cokelat, tetapi tidak

disertai dengan klorosis, dan bercak tidak membesar. Ada juga jenis Helminthosporium

yang belum diidentifikasi, yang membentuk bercak yang memanjang.

Gambar 2.8. Penyakit Bercak Daun

Sumber.Pustaka Tani

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi

12

2.4.5. Penyebab Penyakit Bercak daun

Meskipun belum diketahui dangan pasti, diduga bahwa jamur – jamur penyebab penyakit

Curvularia mempunyai beberapa tumbuhan inang, termasuk gulma di kebun kelapa sawit.

Dengan demikian sumber infeksi bagi pembibitan kelapa sawit selalu ada.

Jamur – jamur ini terutama disebarkan dengan konidiumnya, baik karena terbawa angina,

percikan air hujan dan air siraman, dan mungkin juga oleh serangan.

Tabel 2.1 Skala yang digunakan dalam penelitian serangan penyakit bercak daun kelapa

sawit.

Skala Tingkat Serangan Keterangan

0 - Tidak ada serangan

1 0 – 25% Terdapat serangan 0 – 25% pada daun yang

diamati (ringan)

2 25 – 50% Terdapat serangan 25 – 50% pada daun yang

diamati (sedang)

3 50 – 75% Terdapat serangan 50 – 75% pada daun yang

diamati (berat)

4 >75% Terdapat serangan >75% pada daun yang

diamati (sangat berat)

2.4.6. Faktor – factor yang mempengaruhi berkembangnyapenyakit

a. Transplanting shock, Goncangan keadaan karena pemindahan dari prapembibitan ke

pembibitan utama, atau dari pembibitan utama ke lapangan, dapat mengurangi ketahanan

bibit. Ini dapat terjadi karena kerusakan akar – akar, karena bibit terlalu lama ditahan di

prapembibitan, dan sebagainya.

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi

13

b. Keadaan hara yang tidak seimbang, Kekurangan Nitrogen dan Magnesium akan

mengurangi ketahanan bibit. Bibit yang ditahan ditanah gambut sangat rentan terhadap

penyakit daun.

c. Kekurangan air dalam tanah akan mengurangi ketahanan, Lebih – lebih kalau ini terjadi

pada waktu kelembapan udara tinggi.

2.4.7. Pengolahan Penyakit Bercak Daun

Untuk pengolahan penyakit ini pertama – tama yang harus diperhatikan adalah kondisi

tanaman. Jika misalnya penyakit mulai berkembang, Daun – daun yang sakit di potong dan

dibinasakan. Bila sekiranya diperlukan penyemprotan, pemilihan fungisida yang tepat

sangat menentukan keberhasilannya. Untuk Cochliobolus dianjurkan pemakaian

Tiabendazol, Untuk Penyemprotan dilakukan 7 – 10 hari sekali. Daun disemprot secara

merata, termasuk sisi bawah daun, sampai cairan fungisida mulai mengalir ( Purba, 1997).

2.5. Image Processing ( Pengolahan Citra)

Pengolahan citra adalah suatu kegiatan yang bertujuan memperbaiki kualitas citra agar

mudah dienterpretasi oleh manusia/mesin (komputer). Inputnya adalah citra dan

keluarannya juga adalah citra, akan tetapi dengan kualitas yang berbeda atau lebih baik

dari citra masukan (Usman Ahmad : 2005).

Misalnya sebuah citra masukan memiliki kualitas warna yang kurang tajam, kabur

(bluring), mengandung noise (bintik – bintik putih) dan lain – lain, sehingga perlu ada

pemerosesan untuk memperbaiki citra karena citra tersebut menjadi sulit diinterpretasikan

karena informasi yang disampaikan menjadi kurang.

Pengolahan citra dalam sistem deteksi bercak merupakan tahapan preprocessing yang

berupa proses penyesuaian citra input dan bertujuan untuk menghilangkan masalah yang

akan timbul pada proses pengenalan bercak.

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi

14

Gambar 2.9. Proses Deteksi Tepi Citra

2.5.1. Metode Morphologi

Morphologi (morphologi) dapat diartikan sebagai bentuk dan struktur suatu objek atau

dalam deskripsi lainnya disebutkan bahwa morfologi adalah susunan dan hubungan antar

bagian pada suatu objek. Morphologi di dunia digital dapat diartikan sebuah cara untuk

mendekripsikan ataupun menganalisa bentuk dari objek digital (Darma putra, 2010).

Oprasi dasar dalam pemerosesan morphologi adalah dilatation dan erosi yang kemudian

dikembangkan menjadi opening dan closing. Operasi morphologi merupakan operasi yang

umum dikenalkan pada citra biner (hitam – putih) untuk mengubah struktur bentuk objek

yang terkandung dalam citra.

Morphologi dapat disebut citra tepi, karena dengan mengurangkan operasi hasil penebalan

dan penipisan maka akan diperoleh citra yang menonjolkan tepi objek, karena daerah non

– tepi objek sudah hilang karena pengurangan tersebut (Soille, 1999).

Operasi dilatation bertujuan untuk memperbesar ukuran segmen objek dengan menambah

lapisan di sekeliling objek operasi ini menyebabkan citra hasil dilatation cendrung

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi

15

menebal. Operasi dilatation biasa dipakai untuk mendapatkan piksel yang bernilai

(Gonzalez & Woods, 2002).

pemrosesan citra digital bermuara pada basis pengetahuan sistem dan lingkup

permasalahan dalam pengamatan dan penelitian, kemudian akan dilakukan akuisisi citra

asal, dan dilanjutkan dengan prosesproses pendukung untuk memudahkan pengamatan

maupun penelitian seperti peningkatan kualitas citra, restorasi citra, pemrosesan warna

citra, pemrosesan multiresolusi citra dan wavelet, kompresi data citra, segmentasi citra,

pengenalan obyek, representasi dan deskripsi citra serta pemrosesan morfologi, dimana

nampak proses morfologi dilakukan setelah beberapa proses sebelumnya seperti akuisisi

data. Proses morfologi merupakan suatu alat untuk mengekstraksi komponen citra yang

dapat digunakan dalam representasi dan deskripsi dari suatu obyek dalam citra. Dalam

kesempatan ini proses akan diawali dengan transisi dari beberapa proses terhadap citra

keluaran untuk melakukan proses terhadap citra tersebut seperti intensitas maupun tingkat

skala keabuan terhadap suatu titik (pixel). Proses tingkat terendah (lowlevel process)

seperti prapemrosesan citra untuk mengurangi noise (tampilan yang mengganggu citra),

peningkatan kontras serta penajaman citra, sementara itu untuk tingkat menengah (mid

level process) diantaranya adalah segmentasi (pembagian citra menjadi beberapa area

pengamatan maupun obyek) dan klasifikasi (pengenalan) obyek dalam suatu citra. Untuk

proses tingkat menengah ini menghasilkan suatu karakter berdasarkan kenyataan citra yang

diberikan, namun keluarannya adalah beberapa atribut ekstraksi citra. Sedangkan untuk

proses tingkat tinggi (higherlevel process) terhadap suatu citra adalah kemampuan untuk

”mengenali” obyek-obyek yang dikenalnya dari suatu citra, analisis citra hingga integrasi

beberapa fungsi kognitif secara normal maupun dengan visi. (Gonzales, 2009)

Gambar 2.10. Filter Morphology pada Image Processing

Sumber.Deni Syahputra

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi

16

2.6. Aplikasi Pengolahan Citra Pada Pertanian dan Perkebunan

2.6.1. Aplikasi Pengolahan Citra Pada Tanaman Cabai

Cabai merah Besar (Capsicum annuum L) merupakan salah satu jenis sayuran yang

memilki nilai ekonomi yang tinggi. Cabai mengandung berbagai macam senyawa yang

berguna bagi kesehatan manusia antara lain mengandung antioksidan yang berfungsi untuk

menjaga tubuh dari serangan radikal bebas. Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran

yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia karena memiliki harga jual yang

tinggi dan memiliki beberapa manfaat kesehatan yang salah satunya adalah zat capsaicin

yang berfungsi dalam mengendalikan penyakit kanker. Selain itu kandungan vitamin C

yang cukup tinggi pada cabai dapat memenuhi kebutuhan harian setiap orang, namun harus

dikonsumsi secukupnya untuk menghindari nyeri lambung (Awang, 2014).

Pengolahan citra merupakan suatu metode atau teknik yang dapat digunakan untuk

memproses citra atau gambar dengan cara memanipulasinya menjadi data citra yang

diinginkan untuk mendapatkan informasi tertentu. Aplikasi dalam pengolahan citra

memberikan kemudahan untuk memproses suatu citra. Metode transformasi sistem ruang

warna merupakan salah satu metode dari pengolahan citra yang dilakukan guna

memperoleh ruang warna yang beragam dari suatu citra dalam sistem koordinat warna

tertentu, hal ini dapat dengan proses perkalian matrik yang telah distandarisasi oleh

CIE(Commission Internationale de l’Eclairage).

Penentuan kualitas cabai biasa dilakukan secara manual oleh petani dengan pengamatan

visual dan perhitungan panjang dan warna cabai tersebut. Dengan sistem manual ini

menyebabkan kelelahan mata dalam identifikasi cabai. Untuk mendapatkan hasil yang

akurat dan cepat dalam pemilihan cabai secara masal, prosesnya akan dilakukan dalam

sistem komputer dengan mengolah data citra dari cabai yang akan dipilih tersebut.

Pemilihan objek cabai dalam penilitian ini disebabkan karena selama ini baik petani, pasar

sayuran maupun distributor masih melakukan identifikasi cabai secara manual. Penelitian

ini betujuan mempercepat proses identifikasi kematangan cabai sehingga bermanfaat,

misalnya untuk penentuan jenis dan harga.

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi

17

2.6.2.Aplikasi Pengolahan Citra Pada Tanaman Mentimun

Setiap Mentimun (Cucumis sativus L) merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang

dapat dimakan. Di Indonesia buah mentimun memiliki pangsa pasar yang luas mulai dari

pasar tradisional hingga pasar modern. Pemerintah selalu berusaha meningkatkan produksi

untuk memenuhi permintaan pasar walaupun mentimun tidak termasuk komoditas

unggulan hortikultura.

Kebutuhan buah mentimun ini akan meningkat terus sejalan dengan kenaikan jumlah

penduduk, kenaikan taraf hidup masyarakat, tingkat pendidikan masyarakat dan semakin

tingginya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya nilai gizi[3] karena buah mentimun

mengandung mineral seperti kalsium, fosfor, kalium, dan besi, serta vitamin A, B, dan C.

Banyak manfaat hasil olahan buah mentimun seperti asinan, acar dan bahan industri

kosmetik serta obat-obatan. Karena itu, penyeleksian produk berdasarkan kualitas perlu

dilakukan untuk meningkatkan mutu hasil panen mengingat harga jual yang di terima oleh

petani. Ada beberapa parameter yang dapat mempengaruhi kualitas mentimun salah

satunya adalah bentuk, tingkat usia tanam serta kematanganya.

Kematangan mentimun bisa dikenali secara fisik dari sisi tekstur kulit dan warnanya.

Proses identifikasi sifat fisik secara konvensional ini masih memiliki banyak kekurangan

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi

18

diantaranya waktu yang dibutuhkan relatif lama serta menghasilkan produk yang beragam

karena keterbatasan visual manusia dengan segala keterbatasannya. Hal tersebut menjadi

suatu kendala sehingga di perlukan adanya penerapan teknologi pengolahan citra komputer

khususnya di bidang pertanian, seperti halnya negara- negara maju, contohnya Cina sudah

dimulai sejak awal tahun 1990an, Terutama diterapkan pada perolehan informasi

pertumbuhan tanaman dalam pemeriksaan kualitas dan pemilahan serta klasifikasi produk

pertanian. Pengolahan citra digital inilah merupakan salah satu alternatif dalam

mengidentifikasi kematangan mentimun. Adapun penelitian yang berkaitan sudah

dilakukan pada tahun 2015 identifikasi kematangan mentimun menggunakan metode

ekstraksi ciri statistik dengan akurasi yang di hasilkan 75% dari 20 sampel citra.

Kekurangan pada metode ini adalah distribusi spasial dan variasi local pada citra diabaikan.

Variasi spasial local dan intesitas piksel biasa digunakan untuk menangkap informasi

tekstur dari sebuah citra.

2.6.3. Hasil Perbaikan Citra

Histogram adalah distribusi nilai intensitas piksel pada citra. Nilai intensitas citra yang

sama akan dijumlahkan sehingga membentuk satu bin pada histogram. Sekumpulan nilai

bit dari setiap intensitas citra akan membentuk histogram dari suatu citra. Langkah

selanjutnya yaitu memperlebar puncak dan memperkecil titik minimum dari histogram

citra supaya penyebaran nilai piksel setiap citra. (Murdoko dan saparudin, 2015).

Gambar 2.11. Histogram dalam Image Processing

Sumber.Deni Syahputra

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi

19

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi

20