Upload
others
View
25
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Botani dan Morfologi
Klasifikasi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Palmales
Famili : Palmaceae
Subfamili : Cocoideae
Genus : Elaeis
Species : Elaeis guneensis Jacq
Menurut bentuk dan irisan melintang buahnya, Kelapa Sawit dapat dibedakan menjadi tiga
yaitu Dura, Pisifera dan Tenera. Dura memiliki tebal cangkang 2 – 8 mm, mesocarp antara
20 – 65%. Pisifera memiliki cangkang yang sangat tipis bahkan tidak memiliki cangkang
dan memiliki (kernel) yang kecil. Tenera merupakan hasil persilangan antara Dura (sebagai
pohon ibu) dan Pisifera (sebagai pohon bapak), memiliki cangkang dengan ukuran 0,5 – 4
mm, mesocarp 60 – 69%. Dura dan Tenera adalah heterozygote, tetapi Pisifera yang steril
(tidak menghasilkan buah),sehingga Pisifera merupakan modal yang sangan penting dalam
pembiakan kelapa sawit.
2
2.2. Morfologi Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian
generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang, dan daun, srdangkan bagian
generatif terdiri dari Bunga dan buah (Mangoensoearjo, et al,. 2005).
2.2.1. Bagian Vegetatif
a. Akar (Radix)
Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan
respirasi tanaman. Selain itu, akar tanaman kelapa sawit juga berfungsi sebagai
penyangga berdirinya tanaman sehingga mampu menyokong tegaknya tanaman pada
ketinggian yang mencapai puluhan meter ketika tanaman berumur 25 tahun. Akar
tanaman kelapa sawit tidak berbuku, ujungnya runcing dan berwarna putih atau
kekuningan. Tanaman kelapa sawit berakar serabut, pertumbuhan dan percabangan akar
terangsang bila konsentrasi hara cukup besar (Mangoensoearjo, et al,. 2005).
➢ Akar primer, yaitu akar yang tumbuh vertikal (radicle) maupun mendatar
(adventitious roots), berdiameter 5 – 10 mm.
➢ Akar sekunder, yaitu akar yang tumbuh dari akar primer, arah tumbuhnya mendatar
maupun ke bawah, berdiameter 1 – 4 mm.
➢ Akar tertier, yaitu akar yang tumbuh dari akar sekunder, arah tumbuhnya mendatar,
panjang mencapai 15 cm, berdiameter 0,5 – 1,5 mm
➢ Akar kuarter, yaitu akar – akar cabang dari akar tertier, berdiameter 0,2 – 0,5 mm
dan panjangnya rata – rata 3 cm. Akar kuarter berperan aktif menyerap unsur –
unsur hara, air dan kadang – kadang oksigen.
3
Gambar 2.1. Akar Kelapa Sawit
Sumber.Pustaka Tani
b. Batang (Caulis)
Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai kambium
dan umumnya tidak bercabang. Batang berfungsi sebagai struktur tempat melekatnya daun,
bunga dan buah. Batang juga berfungsi sebagai organ penimbun zat makanan yang
memiliki sistem pembuluh yang mengangkut air dan hara mineral dari akar ke tajuk serta
hasil fotosintesis dari daun ke seluruh bagian tanaman. Batang kelapa sawit berbentuk
silinder dengan diameter 20 – 75 cm. Tanaman yang masih muda, batangnya tidak terlihat
karena tertutup oleh pelepah daun. Semakin tua tanaman, bekas pelepah daun mulai rontok,
kerontokan dimulai dari bagian tengah batang yang kemudian meluas ke atas dan ke bawah
(Mangoensoearjo, et al,. 2005).
Gambar 2.2. Batang Sawit
Sumber.Deni Syahputra
4
c. Daun (Folium)
Daun kelapa sawit mirip kelapa, yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip genap
dan bertulang daun sejajar. Daun – daun membentuk satu pelepah yang panjangnya
mencapai lebih dari 7,5 – 9 m. Jumlah anak daun di setiap pelepah berkisar 250 – 400 helai.
Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Jumlah pelepah, panjang pelepah
dan jumlah anak daun tergantung pada umur tanaman. Jumlah kedudukan pelepah daun
pada batang kelapa sawit disebut juga filotaksis yang dapat ditentukan berdasarkan
perhitungan susunan duduk daun, yaitu dengan menggunakan rumus duduk daun 1/8.
Artinya, setiap satu kali berputar melingkari batang, terdapat duduk daun sebanyak delapan
helai. Pertumbuhan melingkar duduk daun mengarah ke kanan atau ke kiri menyerupai
spiral. Pada tanaman yang normal, dapat dilihat dua set spiral berselang 8 daun yang
mengarah ke kanan dan berselang 13 daun mengarah ke kiri. Arah duduk daun sangat
berguna untuk menentukan letak duduk ke-9 dan ke-17 saat pengambilan contoh daun
untuk kepentingan analisis kandungan unsur hara. Disamping itu, duduk daun juga berguna
untuk menentukan jumlah daun yang harus tetap ada dibawah buah terendah disebut
songgoh (Mangoensoearjo, et al,. 2005).
Gambar 2.3. Daun Kelapa Sawit
Sumber.Pustaka Tani
5
2.2.2. Bagian Generatif
a. Bunga
Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoceus), artinya bunga jantan dan
bunga betina terdapat dalam satu tanaman serta masing – masing terangkai dalam satu
tandan. Tandan bunga jantan terpisah dengan bunga betina. Setiap tandan bunga muncul
dari pangkal pelepah daun (ketiak daun). Setiap ketiak daun hanya menghasilkan satu
infloresen (bunga majemuk). Perkembangan infloresen dari proses inisiasi awal sampai
membentuk infloresen lengkap yang siap diserbukkan memerlukan waktu 2,5 – 3 tahun.
Bunga yang siap diserbuki biasanya terjadi pada infloresen di ketiak daun nomor 20 pada
tanaman muda (2 – 4 tahun) dan daun nomor 15 pada tanaman tua (> 12 tahun). Sebelum
bunga mekar dan masih diselubungi seludang, sudah dapat dibedakan bunga jantan dan
betina, yaitu dengan melihat bentuknya. Bunga jantan bentuknya lonjong memanjang
dengan ujung kelopak agak meruncing dan garis tengah bunga lebih kecil, sedangkan
bunga betina bentuknya agak bulat dengan ujung kelopak agak rata dan garis tengah lebih
besar.
➢ Bunga Jantan
Letak bunga jantan yang satu dengan lainnya sangat rapat dan membentuk cabang – cabang
bunga yang panjangnya antara 10 – 20 cm. Pada tanaman dewasa, satu tandan mempunyai
±200 cabang bunga. Setiap cabang mengandung 700 – 1200 bunga jantan. Bunga jantan
ini terdiri dari 6 helai benang sari dan 6 perhiasan bunga. Tepung sari berwarna kuning
pucat dan berbau spesifik. Satu tandan bunga jantan dapat menghasilkan 25 – 50 gram
tepungsari.
➢ Bunga Betina
Bunga betina terletak dalam tandan bunga. Tiap tandan bunga mempunyai 100 – 200
cabang, dan setiap cabang terdapat paling banyak 30 bunga betina. Dalam satu tandan
terdapat 3000 – 6000 bunga betina. Bunga betina memiliki 3 putik dan 6 perhiasan bunga.
Di antara bakal buah hanya satu yang subur dan jarang terdapat dua ataupun lebih.
6
Bunga jantan maupun bunga betina biasanya terbuka selama 2 hari, sekalipun dalam musim
hujan bisa sampai 4 hari. Tepungsari dapat menyerbuki selama 2 – 3 hari, tetapi makin
lama, daya hidupnya (viabilitas) makin menurun.
Gambar 2.4. Bunga Kelapa Sawit
Sumber.Pustaka Tani
b. Buah (Fructus)
Buah muda Elaeis guneensis dura, Elaeis guineensis tenera, dan Elaeis guineensis pisifera
berwarna ungu tua sampai hitam. Warna ini disebabkan adanya dominasi zat anthocyanin.
Setelah buah masak pada umur 6 bulan, warna buah berubah menjadi oranye merah, karena
buah sudah didominasi zat karoten. Buah kelapa sawit spesies Elaeis melanococca, ketika
muda warnanya hijau dan semakin tua berubah menjadi kuning oranye.
Buah kelapa sawit menempel di karangan yang disebut tandan buah. Dalam satu tandan
terdiri dari puluhan sampai ribuan buah Tandan buah akan mencapai ukuran maksimal
(terbesar) pada umur 4,5 – 5 bulan. Pada umur ini mulai dibentuk zat – zat minyak yang
disusun dalam sel – sel sabut buah. Minyak sabut (CPO) berwarna jingga karena banyak
mengandung karoten. Bersama dengan pembentukan minyak, warna kulit buah akan
berubah dari ungu menjadi oranye merah.
Buah terdiri dari beberapa lapisan :
1. Kulit Buah (Exocarp)
7
2. Daging Buah (Pulp, Mesocarp) yang banyak mengandungminyak
3. Cangkang (Tempurung, Shell, Endocarp)
4. Inti (Kernel, Endosperm), mengandung minyak seperti minyak kelapa.
Exocarp dan Mesocarp sering juga disebut sebagai pericarp yaitu bagian buah yang
mengandung sebagian besar minyak kelapa sawit. Rendemen minyak dalam pericarp
sekitar 24%, sedangkan dalam inti hanya sekitar 4%. Kualitas minyak inti lebih baik dari
pada minyak yang terkandung dalam pericarp.
Gambar 2.5. Buah Kelapa Sawit
Sumber. Deni Syahputra
2.3. Analisa Daun Kelapa Sawit
Tujuan utama analisis daun kelapa sawit yaitu menentukan ragam dan dosis pupuk yang
paling tetap diberikan kepada tanaman kelapa sawit serta mengetahui banyaknya unsur
hara yang dibutuhkan oleh pohon kelapa sawit dan serta mengetahui penyakit bercak pada
daun kelapa sawit. Sementara itu, manfaat yang diperoleh dari analisis tersebut ialah dapat
mengidentifikasi pelepah pertama, ketiga, kesembilan, dan ketujuh belas serta dapat
menilai kondisi lahan secara visual dan membuat sampel daun dianalisis menggunakan
software Image Processing.
2.3.1. Penentuan Lokasi Percontohan
Pekerjaan LSU bisa dilakukan baik di tiap – tiap blok yang berbeda maupun gabungan dari
beberapa blok yang memiliki kesamaan. Penentuan blok yang akan dijadikan percontohan
8
harus memenuhi syarat yang dapat mewakili kondisi di blok – blok yang lain. Penentuan
blok lokasi pengambilan sample ini juga perlu didasarkan pada Ha Statement yaitu data
wilaya yang akan dilakukan pengambilan contoh daun. Tujuannya adalah untuk
memudahkan dalam pekerjaan LSU.
2.3.2. Persiapan Peralatan dan Kelengkapan
Beberapa peralatan yang dibutuhkan untukmendukung pekerjaan LSU di antaranya egrek,
pengait, gunting, dan alat tulis. Sebagai tempat penyimpanan sampel daun dapat digunakan
kantong plastic, dan diperlukan juga field observationcar/kartu pengamatan lahan untuk
mengamati kondisi lahan serta tanaman. Alat – alat pendukung lain yang juga dibutuhkan
guna memperlancar pekerjaan ini meliputi peta, kompas, kartu label, parang, aquadest,
oven, dan kapas.
2.3.3. Penentuan Pokok Tanaman Percontohan
Terdapat sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh pohon kelapa sawit yang akan
dijadikan sebagai sampling. Pokok harus dalam kondisi sehat,juga bukan merupakan
pohon sisipan dan tidak berbatasan kampong dengan jalan, parit,atau sungai.
Pohon kelapa sawit percontohan juga sebaiknya yang daunnya terkena penyakit bercak,
agar bercak pada daun dapat di jadikan sampling.
2.3.4. Penentuan Daun Contoh yang Diambil
Pada tanaman yang menghasilkan, daun contoh yang akan diambil adalah daun nomer 32
– 17 – 9. Perlu diketahui, daun kelapa sawit memiliki rumus daun 1/8, dimana lingkaran
atau spiralnya berputar ke kiri atau ke kanan.
Daun nomer satu adalah daun yang paling muda dan telah terbuka seluruhnya. Daun nomer
tiga berada di antara daun pertama dan daun keenam sesuai dengan spiral dari tanaman
9
tersebut. Sementara itu, daun ke-9 bertempat di sumbu yang sama dengan daun pertama,
tetapi agak ke kanan pada spiral kiri atau agak ke kiri pada spiral kanan.
Gambar 2.6. Penentuan Letak Daun
2.3.5. Prosedur Pengambilan Sampel Daun
Untuk mengambil contoh daun, anda perlu menentukan nomer daun yang akan diambil
terlebih dahulu. Kemudian potong pelepahnya, tetapi bila masih dijangkau maka pelepah
cukup dikait saja. Setelah itu, ambil 4 anak daun dari titik ujung yang datar pada posisi
tengah pelepah. Hal ini biasanya ditandai dengan adanya duri/ekor kadal pada pelepah
kelapa sawit tersebut. Jumlah anak daun yang perlu diambil sebanyak 2 lembar kiri dan 2
lembar kanan.
Proses berikut buang 1/3 bagian pangkal dan ujung anak daun sehingga yang dipakai hanya
1/3 bagian tengah atau kurang lebih 20 cm. Lalu simpan daun yang sudah terpotong 20 cm
ke dalam kantong plastik. Jangan lupa memberikan kode yang memuat informasi nomer
daun, tahun tanam, nomer blok, dan tanggal pengambilan contoh daun.
10
Gambar 2.7. Pengambilan Sampel Daun
2.4. Penyakit Bercak Daun Kelapa Sawit
2.4.1. Culvularia
Menurut Turner (1981a), Curvularia mula – mula menyerang daun pupus yang belum
membuka atau dua daun termuda yang sudah membuka. Gejala yang pertama adalah
adanya bercak bulat, kecil, berwarna kuning tembus cahaya, yang dapat dilihat di kedua
permukaan daun.Bercak membesar, bentuknya tetap bulat, warnanya sedikit demi sedikit
berubah menjadi cokelat muda, dan pusatbercak tempat mengendap (melekuk). Warna
bercak menjadi cokelat tua, dan pada umumnya dikelilingi oleh warna jingga kekuningan.
Pada infeksi yang berat daun yang paling tua mengering, mengeriting, dan menjadi rapuh.
Namun pada daun yang mengering ini bercak – bercak Curvularia tetap terlihat jelas
sebagai bercak cokelat tua di atas jaringan yang berwarna cokelat pucat. Penyakit ini dapat
sangat menghambat pertumbuhan bibit, meskipun tidak mematikannya.
2.4.2. Drechslera
Gejala karena Drechslera halodes var. elaeicola mula – mula timbul pada pupus atau daun
pertama yang baru saja membuka, berbentuk bercak – bercak kecil hijau pucat, lalu
menjadi hijau jernih yang dikelilingi oleh halo lebar, hijau kekuningan, tidak berbatas
tegas. Di tengah bercak terjadi satu titik berwarna cokelat, mula – mula pucat, tetapi
11
akhirnya menjadi cokelat tua. Bercak – bercak primer biasanya bundar, agak mengendap,
dengan pusat yang warnanya lebih gelap dari pada bagian tepinya. Dari sisi bawah daun,
bercak berwarna cokelat pucat. Bercak – bercak dapat membesar dan bersatu, sehingga
terjadi bercak majemuk yang berbentuknya tidak teratur, brwarna hitam kelabu.
2.4.3. Cochliobolus
Gejala karena Cochliobolusmirip sekali dengan gejala Drechslera. Meskipun semua daun
dapat diserang, namun yang paling rentan adalah daun pupus dan daun termuda. Pada daun
mula – mula terjadi bercak kuning kecil. Sedikit jaringan di sekitarnya menjadi klorotik.
Seterusnya jaringan di pusat bercak mati (nekrosis), zone klorotik membesar, dan menjadi
halo yang jelas di sekitar titik infeksi. Pada tingkatan ini bercak menyerupai mata burung.
2.4.4. Helminthosporium
Gejala karena Helminthosporium menimbulkan gejala yang berbeda – beda. Jenis – jenis
dari kelompok halodes membentuk bercak – bercak kecil, berwarna cokelat, tetapi tidak
disertai dengan klorosis, dan bercak tidak membesar. Ada juga jenis Helminthosporium
yang belum diidentifikasi, yang membentuk bercak yang memanjang.
Gambar 2.8. Penyakit Bercak Daun
Sumber.Pustaka Tani
12
2.4.5. Penyebab Penyakit Bercak daun
Meskipun belum diketahui dangan pasti, diduga bahwa jamur – jamur penyebab penyakit
Curvularia mempunyai beberapa tumbuhan inang, termasuk gulma di kebun kelapa sawit.
Dengan demikian sumber infeksi bagi pembibitan kelapa sawit selalu ada.
Jamur – jamur ini terutama disebarkan dengan konidiumnya, baik karena terbawa angina,
percikan air hujan dan air siraman, dan mungkin juga oleh serangan.
Tabel 2.1 Skala yang digunakan dalam penelitian serangan penyakit bercak daun kelapa
sawit.
Skala Tingkat Serangan Keterangan
0 - Tidak ada serangan
1 0 – 25% Terdapat serangan 0 – 25% pada daun yang
diamati (ringan)
2 25 – 50% Terdapat serangan 25 – 50% pada daun yang
diamati (sedang)
3 50 – 75% Terdapat serangan 50 – 75% pada daun yang
diamati (berat)
4 >75% Terdapat serangan >75% pada daun yang
diamati (sangat berat)
2.4.6. Faktor – factor yang mempengaruhi berkembangnyapenyakit
a. Transplanting shock, Goncangan keadaan karena pemindahan dari prapembibitan ke
pembibitan utama, atau dari pembibitan utama ke lapangan, dapat mengurangi ketahanan
bibit. Ini dapat terjadi karena kerusakan akar – akar, karena bibit terlalu lama ditahan di
prapembibitan, dan sebagainya.
13
b. Keadaan hara yang tidak seimbang, Kekurangan Nitrogen dan Magnesium akan
mengurangi ketahanan bibit. Bibit yang ditahan ditanah gambut sangat rentan terhadap
penyakit daun.
c. Kekurangan air dalam tanah akan mengurangi ketahanan, Lebih – lebih kalau ini terjadi
pada waktu kelembapan udara tinggi.
2.4.7. Pengolahan Penyakit Bercak Daun
Untuk pengolahan penyakit ini pertama – tama yang harus diperhatikan adalah kondisi
tanaman. Jika misalnya penyakit mulai berkembang, Daun – daun yang sakit di potong dan
dibinasakan. Bila sekiranya diperlukan penyemprotan, pemilihan fungisida yang tepat
sangat menentukan keberhasilannya. Untuk Cochliobolus dianjurkan pemakaian
Tiabendazol, Untuk Penyemprotan dilakukan 7 – 10 hari sekali. Daun disemprot secara
merata, termasuk sisi bawah daun, sampai cairan fungisida mulai mengalir ( Purba, 1997).
2.5. Image Processing ( Pengolahan Citra)
Pengolahan citra adalah suatu kegiatan yang bertujuan memperbaiki kualitas citra agar
mudah dienterpretasi oleh manusia/mesin (komputer). Inputnya adalah citra dan
keluarannya juga adalah citra, akan tetapi dengan kualitas yang berbeda atau lebih baik
dari citra masukan (Usman Ahmad : 2005).
Misalnya sebuah citra masukan memiliki kualitas warna yang kurang tajam, kabur
(bluring), mengandung noise (bintik – bintik putih) dan lain – lain, sehingga perlu ada
pemerosesan untuk memperbaiki citra karena citra tersebut menjadi sulit diinterpretasikan
karena informasi yang disampaikan menjadi kurang.
Pengolahan citra dalam sistem deteksi bercak merupakan tahapan preprocessing yang
berupa proses penyesuaian citra input dan bertujuan untuk menghilangkan masalah yang
akan timbul pada proses pengenalan bercak.
14
Gambar 2.9. Proses Deteksi Tepi Citra
2.5.1. Metode Morphologi
Morphologi (morphologi) dapat diartikan sebagai bentuk dan struktur suatu objek atau
dalam deskripsi lainnya disebutkan bahwa morfologi adalah susunan dan hubungan antar
bagian pada suatu objek. Morphologi di dunia digital dapat diartikan sebuah cara untuk
mendekripsikan ataupun menganalisa bentuk dari objek digital (Darma putra, 2010).
Oprasi dasar dalam pemerosesan morphologi adalah dilatation dan erosi yang kemudian
dikembangkan menjadi opening dan closing. Operasi morphologi merupakan operasi yang
umum dikenalkan pada citra biner (hitam – putih) untuk mengubah struktur bentuk objek
yang terkandung dalam citra.
Morphologi dapat disebut citra tepi, karena dengan mengurangkan operasi hasil penebalan
dan penipisan maka akan diperoleh citra yang menonjolkan tepi objek, karena daerah non
– tepi objek sudah hilang karena pengurangan tersebut (Soille, 1999).
Operasi dilatation bertujuan untuk memperbesar ukuran segmen objek dengan menambah
lapisan di sekeliling objek operasi ini menyebabkan citra hasil dilatation cendrung
15
menebal. Operasi dilatation biasa dipakai untuk mendapatkan piksel yang bernilai
(Gonzalez & Woods, 2002).
pemrosesan citra digital bermuara pada basis pengetahuan sistem dan lingkup
permasalahan dalam pengamatan dan penelitian, kemudian akan dilakukan akuisisi citra
asal, dan dilanjutkan dengan prosesproses pendukung untuk memudahkan pengamatan
maupun penelitian seperti peningkatan kualitas citra, restorasi citra, pemrosesan warna
citra, pemrosesan multiresolusi citra dan wavelet, kompresi data citra, segmentasi citra,
pengenalan obyek, representasi dan deskripsi citra serta pemrosesan morfologi, dimana
nampak proses morfologi dilakukan setelah beberapa proses sebelumnya seperti akuisisi
data. Proses morfologi merupakan suatu alat untuk mengekstraksi komponen citra yang
dapat digunakan dalam representasi dan deskripsi dari suatu obyek dalam citra. Dalam
kesempatan ini proses akan diawali dengan transisi dari beberapa proses terhadap citra
keluaran untuk melakukan proses terhadap citra tersebut seperti intensitas maupun tingkat
skala keabuan terhadap suatu titik (pixel). Proses tingkat terendah (lowlevel process)
seperti prapemrosesan citra untuk mengurangi noise (tampilan yang mengganggu citra),
peningkatan kontras serta penajaman citra, sementara itu untuk tingkat menengah (mid
level process) diantaranya adalah segmentasi (pembagian citra menjadi beberapa area
pengamatan maupun obyek) dan klasifikasi (pengenalan) obyek dalam suatu citra. Untuk
proses tingkat menengah ini menghasilkan suatu karakter berdasarkan kenyataan citra yang
diberikan, namun keluarannya adalah beberapa atribut ekstraksi citra. Sedangkan untuk
proses tingkat tinggi (higherlevel process) terhadap suatu citra adalah kemampuan untuk
”mengenali” obyek-obyek yang dikenalnya dari suatu citra, analisis citra hingga integrasi
beberapa fungsi kognitif secara normal maupun dengan visi. (Gonzales, 2009)
Gambar 2.10. Filter Morphology pada Image Processing
Sumber.Deni Syahputra
16
2.6. Aplikasi Pengolahan Citra Pada Pertanian dan Perkebunan
2.6.1. Aplikasi Pengolahan Citra Pada Tanaman Cabai
Cabai merah Besar (Capsicum annuum L) merupakan salah satu jenis sayuran yang
memilki nilai ekonomi yang tinggi. Cabai mengandung berbagai macam senyawa yang
berguna bagi kesehatan manusia antara lain mengandung antioksidan yang berfungsi untuk
menjaga tubuh dari serangan radikal bebas. Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran
yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia karena memiliki harga jual yang
tinggi dan memiliki beberapa manfaat kesehatan yang salah satunya adalah zat capsaicin
yang berfungsi dalam mengendalikan penyakit kanker. Selain itu kandungan vitamin C
yang cukup tinggi pada cabai dapat memenuhi kebutuhan harian setiap orang, namun harus
dikonsumsi secukupnya untuk menghindari nyeri lambung (Awang, 2014).
Pengolahan citra merupakan suatu metode atau teknik yang dapat digunakan untuk
memproses citra atau gambar dengan cara memanipulasinya menjadi data citra yang
diinginkan untuk mendapatkan informasi tertentu. Aplikasi dalam pengolahan citra
memberikan kemudahan untuk memproses suatu citra. Metode transformasi sistem ruang
warna merupakan salah satu metode dari pengolahan citra yang dilakukan guna
memperoleh ruang warna yang beragam dari suatu citra dalam sistem koordinat warna
tertentu, hal ini dapat dengan proses perkalian matrik yang telah distandarisasi oleh
CIE(Commission Internationale de l’Eclairage).
Penentuan kualitas cabai biasa dilakukan secara manual oleh petani dengan pengamatan
visual dan perhitungan panjang dan warna cabai tersebut. Dengan sistem manual ini
menyebabkan kelelahan mata dalam identifikasi cabai. Untuk mendapatkan hasil yang
akurat dan cepat dalam pemilihan cabai secara masal, prosesnya akan dilakukan dalam
sistem komputer dengan mengolah data citra dari cabai yang akan dipilih tersebut.
Pemilihan objek cabai dalam penilitian ini disebabkan karena selama ini baik petani, pasar
sayuran maupun distributor masih melakukan identifikasi cabai secara manual. Penelitian
ini betujuan mempercepat proses identifikasi kematangan cabai sehingga bermanfaat,
misalnya untuk penentuan jenis dan harga.
17
2.6.2.Aplikasi Pengolahan Citra Pada Tanaman Mentimun
Setiap Mentimun (Cucumis sativus L) merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang
dapat dimakan. Di Indonesia buah mentimun memiliki pangsa pasar yang luas mulai dari
pasar tradisional hingga pasar modern. Pemerintah selalu berusaha meningkatkan produksi
untuk memenuhi permintaan pasar walaupun mentimun tidak termasuk komoditas
unggulan hortikultura.
Kebutuhan buah mentimun ini akan meningkat terus sejalan dengan kenaikan jumlah
penduduk, kenaikan taraf hidup masyarakat, tingkat pendidikan masyarakat dan semakin
tingginya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya nilai gizi[3] karena buah mentimun
mengandung mineral seperti kalsium, fosfor, kalium, dan besi, serta vitamin A, B, dan C.
Banyak manfaat hasil olahan buah mentimun seperti asinan, acar dan bahan industri
kosmetik serta obat-obatan. Karena itu, penyeleksian produk berdasarkan kualitas perlu
dilakukan untuk meningkatkan mutu hasil panen mengingat harga jual yang di terima oleh
petani. Ada beberapa parameter yang dapat mempengaruhi kualitas mentimun salah
satunya adalah bentuk, tingkat usia tanam serta kematanganya.
Kematangan mentimun bisa dikenali secara fisik dari sisi tekstur kulit dan warnanya.
Proses identifikasi sifat fisik secara konvensional ini masih memiliki banyak kekurangan
18
diantaranya waktu yang dibutuhkan relatif lama serta menghasilkan produk yang beragam
karena keterbatasan visual manusia dengan segala keterbatasannya. Hal tersebut menjadi
suatu kendala sehingga di perlukan adanya penerapan teknologi pengolahan citra komputer
khususnya di bidang pertanian, seperti halnya negara- negara maju, contohnya Cina sudah
dimulai sejak awal tahun 1990an, Terutama diterapkan pada perolehan informasi
pertumbuhan tanaman dalam pemeriksaan kualitas dan pemilahan serta klasifikasi produk
pertanian. Pengolahan citra digital inilah merupakan salah satu alternatif dalam
mengidentifikasi kematangan mentimun. Adapun penelitian yang berkaitan sudah
dilakukan pada tahun 2015 identifikasi kematangan mentimun menggunakan metode
ekstraksi ciri statistik dengan akurasi yang di hasilkan 75% dari 20 sampel citra.
Kekurangan pada metode ini adalah distribusi spasial dan variasi local pada citra diabaikan.
Variasi spasial local dan intesitas piksel biasa digunakan untuk menangkap informasi
tekstur dari sebuah citra.
2.6.3. Hasil Perbaikan Citra
Histogram adalah distribusi nilai intensitas piksel pada citra. Nilai intensitas citra yang
sama akan dijumlahkan sehingga membentuk satu bin pada histogram. Sekumpulan nilai
bit dari setiap intensitas citra akan membentuk histogram dari suatu citra. Langkah
selanjutnya yaitu memperlebar puncak dan memperkecil titik minimum dari histogram
citra supaya penyebaran nilai piksel setiap citra. (Murdoko dan saparudin, 2015).
Gambar 2.11. Histogram dalam Image Processing
Sumber.Deni Syahputra
19
20