Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit
Ketel uap (boiler) adalah suatu bejana tertutup yang terbuat dari baja
digunakan untuk menghasilkan uap. Di dalam furnace, energi kimia dalam
bahan bakar diubah menjadi panas melalui proses pembakaran. Uap yang
dihasilkan dari sebuah ketel dapat digunakan sebagai fluida kerja maupun
media pemanas untuk berbagai macam keperluan industri (Djokosetiarjo.
1987).
Dalam pabrik kelapa sawit, ketel uap (boiler) merupakan bagian terpenting
karena boiler berperan penting sebagai sumber tenaga dan sumber uap yang
akan dipakai untuk mengolah kelapa sawit. Ketel uap merupakan suatu alat
konversi energi yang mengubah air menjadi uap bersuhu sekitar 2500 -
3000 °F dengan cara pemanasan dan panas yang dibutuhkan air untuk
penguapan diperoleh dari pembakaran bahan bakar pada ruang bakar ketel
uap (UNEP. 2004).
Pembakaran cangkang serta serabut kelapa sawit menghasilkan limbah
berupa abu yang tidak dimanfaatkan dan dikelola dengan baik sehingga dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan. Abu pembakaran dari boiler pabrik
kelapa sawit tersebut disebut palm oil fuel ash (POFA), Farandia. (2015).
Hasil pembakaran limbah kelapa sawit menyisakan produk samping seperti
abu layang sebesar ± 100 kg/minggu dan abu kerak boiler sekitar 3 sampai
dengan 5 ton/minggu (Mulia. 2007). Abu boiler kelapa sawit merupakan
limbah dari sisa pembakaran cangkang dan serabut buah kelapa sawit di
dalam dapur atau tungku pembakaran boiler dengan suhu 700 °C - 800 °C
(Elhusna, dkk. 2013).
Menurut Nugroho (2013) komposisi abu hasil pembakaran cangkang dan
serabut kelapa sawit adalah sebagai berikut :
5
Tabel 2.1 Komposisi Abu Cangkang dan Serabut Kelapa Sawit
Senyawa Berat (%)
SiO2
Al2O3
Fe2O3
CaO
Na2O
K2O
45.5
1.83
1.91
11.16
0.09
4.91
2.1.1 Jenis Abu Boiler
Pembakaran cangkang dan fiber kelapa menghasilkan abu dalam 2 jenis yaitu
abu dasar (bottom ash) dan abu terbang (fly ash).
a. Kerak Boiler ( bottom ash )
Bottom ash merupakan abu hasil pembakaran boiler yang tidak tertampung
pada dust collector. Abu dasar tertinggal pada oven pembakar sebagai butiran
abu padat atau leburan kerak yang memadat. Ukuran bottom ash relatif besar
sehingga memiliki bobot yang berat untuk dibawa oleh gas buang dan
umumnya terkumpul pada dasar ataupun disekitar oven pembakar
(Simarmata. 2017).
Bottom ash adalah abu yang telah mengalami proses penggilingan dari kerak
pada proses pembakaran cangkang dan serat pada suhu 700 0C sampai 800 0C
pada dapur boiler. Abu kerak boiler cangkang kelapa sawit merupakan
biomasa dengan kandungan silika (SiO2) yang potensial dimanfaatkan (Reza,
dkk. 2014).
Adapun kandungan unsur-unsur kimia yang terdapat pada limbah fly ash
kelapa sawit yaitu silika (SiO2) sebesar 40,60 %, (Fe2O3) sebesar 63,4 %,
kalsium oksida (CaO) sebesar19,60 %, magnesium oksida (MgO) sebesar
1,30 %, (K2O) sebesar 13,80 %, (SO3)sebesar 0,44 %, (Al2O3) sebesar 3,71 %
dan (LOI) sebesar 5,01 % (Yahya, Z. 2013).
6
b. Abu Terbang ( fly ash )
Abu terbang (fly ash) cangkang dan fiber kelapa sawit merupakan limbah
padat utama hasil pembakaran boiler. Limbah fly ash kelapa sawit ini
memiliki sifat-sifat fisik yang ditentukan oleh komposisi dan sifat-sifat
mineral pengotor dalam cangkang kelapasawit serta proses pembakarannya.
Dalam proses pembakaran cangkang dan fiber kelapa sawit, abu yang
dihasilkan memiliki titik leleh yang lebih tinggi dari pada temperatur
pembakarannya. Kondisi ini menghasilkan abu dengan butiran yang sangat
halus berwarna gelap dan bobot yang lebih ringan dibandingkan abu bottom
ash.
Kandungan unsur-unsur kimia yang terdapat pada limbah fly ash kelapa sawit
yaitu silika (SiO2) sebesar 63,4 %, (Fe2O3) sebesar 63,4 %, kalsium oksida
(CaO) sebesar 4,3 %, magnesium oksida (MgO) sebesar 3,7 %, (K2O)
sebesar 6,3 %, (SO3) sebesar 0,9 %, (Al2O3) sebesar 5,5 % dan (LOI)
sebesar 6,0 %.
2.1.2 Abu Boiler Kelapa Sawit Sebagai Adsorben
Di antara beberapa limbah pertanian yang diteliti sebagai penyerap untuk
penyisihan polutan, biomassa kelapa sawit sangat penting karena berbagai
bagian seperti batang, daun daun, tandan kosong, dan cangkang telah diteliti
secara berlanjut sebagai penyerap untuk menghilangkan beragam jenis dari
polutan. Limbah pertanian berbasis kelapa sawit mendapat perhatian luas
karena efektif sebagai adsorben dan murah serta baik untuk menghilangkan
berbagai polutan.
Saat ini, biomassa dibiarkan tinggal di perkebunan untuk memberikan nutrisi
organik kepohon kelapa sawit atau dibakar secara ilegal atau digunakan
sebagai bahan bakar padat di dalam boiler untuk menghasilkan uap atau
listrik di pabrik. Selain itu, biomassa kelapa sawit atau abu yang berasal dari
pembakaran dapat dikonversi menjadi adsorben untuk mengadsorpsi gas
beracun dan logam berat dan polutan lainnya (Telaumbanua, Juang. 2017).
7
2.2 Adsorben
Adsorbat adalah substansi yang terjerap atau substansi yang akan dipisahkan
dari pelarutnya, sedangkan adsorben merupakan suatu media penyerap yang
pada umumnya adalah senyawa karbon. Agar dapat berfungsi sacara efesien
pada proses pemisahan secara komersial, baik untuk pemisahan pada fasa
bulk atau untuk proses pemurnian, material adsorben harus memiliki voluime
internal (pori-pori) yang tinggi yang dapat diakses oleh komponen yang ingin
dihilangkan (diserap) dari fluida sehingga akan membuat kapasitas adsorpsi
seemakin tinggi. Adsroben juga harus memiliki kinetika adsorpsi yang relatif
cepat yang akan menunjukkan kemampuan adsorben tersebut mengikat
adsorbat. Dalam pembuatan adsorben harus diperhatikan harga bahan baku
dan metode untuk menghasilkan adsorben yang relatif murah/ekonomis
(Webber. 1972).
Klasifikasi adsorben berdasarkan jenisnya :
a. Adsorben Karbon
Adsorben karbon adalah bahan padat berpori tinggi dimana karena sifat
permukaan menyebabkan terakumulasinya bahan organik dan non polar.
Adsorben karbon diproduksi dari bahan organik seperti kayu, kokas
petroleum, gambut, batu bara, cangkang kelapa sawit, dan lain lain. Karbon
aktif merupakan jenis adsorben yang paling terkenal dan banyak digunakan
dalam pengolahan air limbah. Proses pembuatan karbon aktif terdiri dari
dehidrasi, karbonisasi bahan baku dan aktivasi. Proses karbonisasi mengubah
bahan organik menjadi karbon primer dimana merupakan campuran abu, tar,
karbon amorphous, dan Kristal karbon. Selama karbonisasi, produk yang
terdekomposisi/tar terdeposisi di pori-pori, kemudian dihilangkan pada proses
aktivasi.
b. Silika Gel
Silika gel bersifat inert, tidak beracun, polar dan bentuk amorphous stabil (<
400 oC) dari SiO2. Silika gel merupakan hasil reaksi dari sodium silikat dan
asam asetat, kemudian mengalami proses aging, pickling, dan lain-lain.
Adsorben silikat yang berhubungan termasuk magnesium silikat, kalsium
8
silikat, dan lain-lain. Silika gel umumnya digunakan sebagai adsorben untuk
senyawa polar. Selain itu, juga dapat digunakan untuk menyerap ion-ion
logam dengan prinsip pertukaran ion namun kemampuannya untuk menyerap
logam terbatas. Kemampuan adsorpsi dan sifat kimia silika gel sangat
tergantung pada keberadaan struktur grup Si-OH pada permukaan.
c. Zeolit (Molecular Sieve)
Zeolit adalah kristal silikat yang terdiri dari oksida alkali atau logam alkali
tanah (Na, K, Ca) dan dikarakterisasi dengan struktur pori dengan dimensi
masingmasing pada rentang ukuran molekul. Pemisahan molecular sieve
berdasarkan pada ukuran molekul dan bentuk disebabkan ukuran pori yang
kecil (< 1 nm) dan distribusi pori yang sempit. Beberapa spesimen zeolit
berwarna putih, kebiruan, kemerahan, coklat karena hadirnya oksida besi atau
logam lainnya. Struktur zeolite dapat dibedakan dalam tiga komponen yaitu
rangka alumino silikat, ruang kosong saling berhubungan yang berisi kation
logam dan molekul air dalam fase occluded. Sifat kimia zeolit antara lain
mengalami hidrasi pada suhu tinggi, sebagai penukar ion, dan mengadsorpsi
gas dan uap.
d. Polimer
Beberapa adsorben polimer bersifat hidrofilik dan ada yang bersifat
Hidrofobik. Harga adsorben polimer sepuluh kali lebih mahal dibandingkan
adsorben lainnya. Aplikasi adsorben ini adalah proses recovery dan
pemurnian antibiotik dan vitamin, penghilangan warna (decolorization),
pemisahan bahan organik halogen dari air, perawatan limbah industri tertentu
seperti larutan fenol dan recovery VOC dari offgas. Contoh adsorben polimer
adalah polistirenadivinil benzena, polimetakrilat, etilvinilbenzena, dan lain-
lain.
e. Alumina Aktif
Alumina aktif diproduksi dari alumina yang terhidrasi (Al2O3.nH2O)
dimanan = 1 atau 3, dengan cara dehidrasi (kalsinasi) pada kondisi terkontrol
untuk mendapatkan n = 0,5. Ketika alumina terhidrasi dipanaskan, grup
hidroksil meninggalkan struktur bahan padat berpori dari alumina aktif.
9
Bahan ini berwarna putih, transparan, dan berkapur. Alumina aktif digunakan
untuk menghilangkan uap air dari gas, menghilangkan limbah logam berat
seperti As (V), Cl-, F-, PO43- dari air.
2.3 Aktivasi
Aktivasi adalah suatu perlakuan terhadap karbon yang bertujuan untuk
memperbesar pori - pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon
atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga karbon mengalami
perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya
bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi (Sembiring, 2003).
Aktivasi adalah perubahan secara fisik dimana luas permukaan dari karbon
meningkat dengan tajam dikarenakan terjadinya penghilangan senyawa tar
dan senyawa sisa-sisa pengarangan (Siti Mu’jizah. 2010).
Daya serap karbon aktif semakin kuat bersamaan dengan meningkatnya
konsentrasi dari aktivator yang ditambahkan. Hal ini memberikan pengaruh
yang kuat untuk mengikat senyawa-senyawa tar keluar melewati mikro pori -
pori dari karbon aktif sehingga permukaan dari karbon aktif tersebut semakin
lebar atau luas yang mengakibatkan semakin besar pula daya serap karbon
aktif tersebut (Tutik M dan Faizah H. 2001).
Pada proses aktivasi yang mempergunakan garam mineral, asam dan basa
sebagai aktivator, dimana aktivator ini ditambahkan pada bahan dasar
sebelum dilakukan proses pembakaran atau karbonisasi. Maka pada saat
proses karbonisasi dilakukan activator tersebut akan mengikat karbon yang
baru berbentuk dengan gaya adhesi sehingga bila activator tersebut dicuci
dengan air maka akan diperoleh karbon yang mempunyai permukaan lebih
terbuka sehingga mempunyai gaya adhesi yang lebih besar (Siti Jamilatun.
2014).
Aktivasi karbon aktif dapat dilakukan melalui 2 cara, yakni aktivasi secara
kimia dan aktivasi secara fisika (Yessy meisrilestari. 2013).
10
2.3.1 Aktivasi Secara Kimia
Aktivasi kimia merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa
organik dengan pemakaian bahan-bahan kimia. Bahan-bahan pengaktif
seperti garam kalsium klorida (CaCl2), magnesium klorida (MgCl2), seng
klorida (ZnCl2), natrium hidroksida (NaOH), natrium karbonat (Na2CO3),
natrium klorida (NaCl) dan asam fosfat (H3PO4) (Sembiring, 2003).
Kerugian penggunaan bahan mineral sebagai pengaktif terletak pada proses
pencucian, terkadang sulit dihilangkan dengan pencucian. Sedangkan
keuntungan bahan mineral sebagai pengaktif adalah waktu aktivasi yang
relatif pendek, karbon aktif yang dihasilkan lebih banyak dan daya adsorbsi
terhadap suatu adsorbat akan lebih baik (M. Tawalbeh. 2005).
Bahan-bahan pengaktif tersebut berfungsi untuk mendegradasi atau
penghidrasi molekul organik selama proses karbonisasi, membatasi
pembentuk antar, membantu dekomposisi senyawa organik pada aktivasi
berikutnya, membantu menghilangkan endapan hidrokarbon yang dihasilkan
saat proses karbonisasi dan melindungi permukaan karbon sehingga
kemungkinan terjadinya oksidasi dapat dikurangi (Manocha. 2003).
2.3.2 Aktivasi Secara Fisika
Aktivasi fisika merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa
organik dengan bantuan panas, uap dan CO2, metode aktivasi secara fisika
antara lain dengan menggunakan uap air, gas karbon dioksida, oksigen, dan
nitrogen. Gas-gas tersebut berfungsi untuk mengembangkan struktur rongga
yang ada pada arang sehingga memperluas permukaannya, menghilangkan
konstituen yang mudah menguap dan membuang produksi tar atau
hidrokarbon - hidrokarbon pengotor pada arang (Sembiring. 2003).
Aktivasi fisika dapat mengubah material yang telah dikarbonisasi memiliki
luas permukaan yang luar biasa dan struktur pori. Tujuan dari proses ini
adalah mempertinggi volume, memperluas diameter pori yang terbentuk
selama karbonisasi dan dapat menimbulkan beberapa pori yang baru.
11
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses aktivasi (Prihatini. 2005) :
a. Waktu perendaman, perendaman dengan bahan aktivasi ini dimaksudkan
untuk menghilangkan atau membatasi pembentukan lignin, karena adanya
lignin dapat membentuk senyawa tar. Waktu perendaman untuk bermacam-
macam zat tidak sama.
b. Konsentrasi aktivator, semakin tinggi konsentrasi larutan kimia aktifasi
maka semakin kuat pengaruh larutan tersebut mengikat senyawa- senyawa tar
sisa karbonisasi untuk keluar melewati mikro pori-pori dari karbon sehingga
permukaan karbon semakin porous yang mengakibatkan semakin besar daya
adsorpsi karbon akti ftersebut.
2.4 Aktivator Asam Fosfat (H3PO4)
Aktivator adalah zat atau senyawa kimia yang berfungsi sebagai reagen
pengaktif dan zat ini akan mengaktifkan atom-atom karbon sehingga daya
serapnya menjadi lebih baik. Zat aktivator bersifat mengikat air yang
menyebabkan air yang terikat kuat pada pori-pori karbon yang tidak hilang
pada saat karbonisasi dan menjadi lepas dari permukaan karbon.
Zat aktivator tersebutakan memasuki pori dan membuka permukaan karbon
yang tertutup, dengan demikian pada saat dilakukan proses perendaman
senyawa pengotor yang berada dalam pori menjadi lebih mudah terserap
sehingga luas permukaan karbon aktif semakin besar dan meningkatkan daya
serapnya. Menurut Tutik M dan Faizah H (2001) bahan kimia yang dapat
digunakan sebagai pengaktif di antaranya CaCl2, Ca(OH)2, NaCl, MgCl2,
HNO3, HCl, Ca3(PO4)2, H3PO4, ZnCl2, NaOH, dan sebagainya. Semua bahan
aktif ini umumnya bersifat sebagai pengikat air. Penelitian ini menggunakan
aktivator asam, yaitu asam fosfat (H3PO4).
Asam fosfat juga dikenal sebagai orthofhosphoric acid. Asam fosfat
merupakan asam anorganik yang memiliki rumus kimia H3PO4. Penggunaan
H3PO4 sebagai aktivator lebih efektif dalam membuat karbonaktif
dikarenakan H3PO4 merupakan aktivator yang baik karena lebih efektif
12
menghasilkan arang aktif yang memiliki daya adsorpsi yang tinggi, Nur
(2012). Selain itu, H3PO4 memiliki stabilitas termal yang baik dan memiliki
karakter kovalen yang tinggi. Stabilitas termal berperan dalam
mempertahankan kestabilan zat pengaktif dalam proses aktivasi yang
dilakukan pada suhu tinggi sedangkan karakter kovalen berkaitan dengan
interaksi kovalen antara arang dengan zat pengaktif yang berlangsung pada
suhu tinggi. Unsur-unsur yang menyusun H3PO4 berikatan secara kovalen
polar. Dengan demikian, senyawa H3PO4 lebih didominasi oleh karakter
kovalen. Arang yang tersusun dari atom-atom C yang secara kovalen
membentuk struktur heksagonal datar dengan satu atom C padatiap sudut,
akan berinteraksi lebih baik dengan zat yang memiliki karakter kovalen. Jadi,
H3PO4 memiliki kemampuan berinteraksi lebih baik dengan arang
(Koleangan dan Wuntu. 2008).
2.5 Crude Palm Oil (CPO)
Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80% perikrap dan 20% buah yang
dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikrap sekitar 34-40%. Minyak
kelapa sawit mengandung komponen utama trigliserida (94%), asam lemak (3-
5%) dan komponen lainnya 1%, termasuk karotenoida, fosfolipida, glikolitida
dan berbagai komponen trace elemen. Minyak kelapa sawit bersifat setengah
padat pada suhu kamar, berwarna kuning jingga karena mengandung pigmen
karoten. Sebaliknya minyak inti sawit bersifat bersifat cair pada suhu kamar.
Perbedaan sifat ini disebabkan oleh perbedaan jenis dan jumlah rantai asam
lemak yang membentuk trigliserida dalam kedua minyak tersebut (Budiman.
1987).
Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari
gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling
dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh), dan asam
oleat, C18:1 (tidak jenuh). Umumnya, komposisi asam lemak minyak sawit
dapat dilihat pada Tabel 2.2
13
Tabel 2.2 Komposisi Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit
Nama Asam Lemak Rumus Asam Lemak Komposisi
Laurat
Myristat
Palmitat
Stearat
Oleat
Linoleat
Lainnya
C12:0
C14:0
C16:0
C18:0
C18:1
C18:2
-
0,2%
1,1%
44,0%
4,5%
39,2%
10,1%
0,9%
Sumber: Ketaren. 1986
Minyak kelapa sawit juga mengandung sterol (0,03%), fosfatida (0,1%) dan
tokoferol (0,03%) serta karotenoida (sekitar 0,6%) yang terdiri dari alfa, beta,
gamma, delta karoten, likopen dan lutein (Rousell and Downes, 1985).
Minyak yang bermutu tinggi mempunyai kadar asam lemak bebas (ALB)
kurang dari 3%. Apabila kadar asam lemak bebas (ALB) melebihi 5% maka
minyak sawit dikatakan bermutu rendah (Rangkuti, L. 2007).
2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Crude Palm Oil ( CPO )
Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor,
diantaranya kadar ALB (asam lemak bebas), kadar air dan kadar kotoran.
Kebutuhan mutu minyak kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan baku
industri pangan dan non pangan masing‐masing berbeda. Oleh karena itu
keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih
diperhatikan. Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh
banyak faktor. Faktor‐faktor tersebut dapat langsung dari sifat induk
pohonnya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemprosesan dan
pengangkutannya. Industri pangan dan non pangan selalu menghendaki
minyak sawit dalam mutu yang terbaik, yaitu minyak sawit dalam keadaan
segar, asli, murni, dan tidak bercampur dengan bahan tambahan lain yang
dapat menurunkan mutu minyak dan harga jualnya.
14
Tabel 2.3 Standart Mutu Crude Palm Oil
Spesifikasi Crude palm Oil
Kadar Air
Kadar Kotoran
Asam Lemak Bebas
Bilangan Yodium
Maks 0,5%
Maks 0,5%
Maks 5%
50-55 g/100 g
Sumber : SNI 01-2901-2006
2.6.1 Free Fatty Acid (FFA) Pada Minyak Sawit Mentah
Lemak dan minyak adalah trigliserida, atau trigliserol. Trigliserida adalah
triester yang terbentuk dari gliserol dengan asam lemak. Asam lemak adalah
asam karboksilat berantai lurus yang mempunyai atom alkohol, karbon 12
sampai dengan 20. Secara umum asam lemak dapat dibagi menjadi dua jenis,
yaitu :
a. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap
(hanya memiliki ikatan tunggal) pada rantai karbonnya.
b. Asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak yang memiliki ikatan rangkap
pada rantai karbonnya.
Asam lemak jenuh mempunyai titik lebur lebih tinggi dari pada yang tak
jenuh. Asam ini mudah dijumpai dalam minyak goreng, margarin, atau lemak
hewan dan menentukan nilai gizinya. Asam lemak bebas dalam konsentrasi
tinggi yang terkandung dalam minyak sawit sangat merugikan. Kenaikan
kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan di olah dipabrik (Syukri. 1999).
Kenaikan asam lemak bebas disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak.
Hasil hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan asam lemak bebas. Hidrolisa
merupakan reaksi yang melibatkan air. Dalam minyak reaksi ini tidak di
inginkan karena akan meningkatkan kandungan asam lemak bebas (ALB) di
dalam minyak yang dapat menurunkan mutu minyak tersebut (Ketaren, S.
1986).
15
Asam lemak bebas sebagai hasil hidrolisa (Mangoensoekarjo, S. 2003) :
a. Menimbulkan kerugian pada waktu proses netralisasi
b. Menimbulkan korosi pada alat-alat, terutama yang terbuat dari besi dan
tembaga yang merupakan pula pro-oksidan, yaitu berfungsi sebagai
katalisator pada proses oksidasi. Korosi ini sedikit terjadi jika ALB kurang
dari 3,5%.
c. Menimbulkan masalah pembuangan acid oil yaitu limbah hasil netralisasi
ALB secara kimiawi, walaupun dapat dipakai pada pembuatan sabun namun
nilainya rendah.
d. Menimbulkan masalah pencemaran air oleh limbah rafinasi.
Reaksi hidrolisa ini dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air,
keasaman dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi berlangsung maka
banyak ALB yang terbentuk. Reaksinya sebagai berikut :
Gambar 2.1 Reaksi hidrolisa minyak kelapa sawit
2.6.2 Kadar Air Pada Minyak Sawit Mentah
Kadar air adalah banyaknya kandungan air yang terdapat di dalam sampel.
Kadar air dapat mempengaruhi mutu CPO, semakin tinggi kadar air, maka
semakin rendah mutu CPO. Air dalam minyak hanya ada dalam jumlah kecil.
Jika kadar air dalam minyak sawit (<0,15%) akan memberikan kerugian mutu
minyak, dimana tingkat kadar air yang demikian kecil akan sangat
memudahkan proses oksidasi minyak itu sendiri. Tetapi, jika kadar air dalam
minyak sawit (> 0,15%) maka akan mengakibatkan terjadinya hidrolisis
lemak, dimana hidrolisis dari minyak sawit akan menghasilkan gliserol dan
16
asam lemak bebas yang menyebabkan ketengikan dan menghasilkan rasa bau
tengik pada minyak tersebut. Kadar air yang tinggi di dalam CPO dapat
disebabkan oleh buah yang rusak atau busuk. Hal ini dapat terjadi karena
proses alami sewaktu pembuatan dan akibat perlakuan dalam pengolahan di
pabrik serta penimbunan (Ketaren, S. 1986).
2.6.3 Kadar Kotoran Pada Minyak Sawit Mentah
Kadar kotoran adalah keseluruhan bahan-bahan asing yang tidak larut dalam
minyak, pengotor yang tidak terlarut dinyatakan sebagai persen (%) zat
pengotor terhadap minyak atau lemak. Pada umumnya, hasil minyak sawit
dilakukan dalam rangkaian proses pengendapan, dengan proses tersebut
kotoran-kotoran yang berukuran besar memang dapat disaring. Akan tetapi,
kotoran-kotoran atau serabut-serabut yang berukuran kecil tidak bisa disaring,
hanya melayang-layang didalam minyak sawit sebab berat jenisnya sama
dengan minyak sawit.
2.7 Konsentrasi Larutan
Semakin tinggi konsentrasi larutan kimia aktivasi maka semakin kuat
pengaruh larutan tersebut mengikat senyawa untuk keluar melewati
mikropori karbon semakin porous yang mengakibatkan semakin besar daya
adsorpsi tersebut. Abu boiler pabrik kelapa sawit semakin banyak
mempunyai mikropori setelah dilakukan aktivasi, hal ini terjadi karena
aktivator telah mengikat senyawa senyawa tar sisa karbonisasi keluar dari
mikropori abu, sehingga permukaannya semakin porous. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Wang, Xinying, dkk. (2013)
menggunakan tempurung kelapa sebagai bahan baku dengan H3PO4 sebagai
aktivator.
2.8 Rancangan Acak Lengkap (RAL)
Rancangan acak lengkap didefenisiskan sebagi suatu eksperimen di mana
kitahanya mempunyai sebuah faktor yang nilainya berubah-ubah. Faktor yang
diperhatikan dapat memiliki sejumlah taraf dengan nilai yang bisa kuantitatif,
17
kualitatif, bersifat tetap ataupun acak. Pengacakan mengenai eksperimen
tidak adapembatasan, dan dalam hal demikian kita peroleh desain yang
diacak secara lengkapatau sempurna yang biasa kita sebut dengan desain
rancangan acak lengkap (RAL). Jadi rancangan acak lengkap adalah desain
dimana perlakuan diolah sepenuhnya secara acak kepada unit-unit
eksperimen dengan perlakuan uji hipotesis.