BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1. - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25583/4/Chapter II.pdf · dengan riwayat preeklampsia, kehamilan ganda, hipertensi

Embed Size (px)

Citation preview

  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Preeklampsia 2.1.1. Definisi

    Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya

    perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel (Cunningham, 2005).

    Penyakit ini merupakan penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan

    proteinuria yang timbul akibat kehamilan yang biasanya terjadi pada triwulan

    ketiga kehamilan tetapi dapat timbul juga sebelum triwulan ketiga seperti pada

    pasien mola hidatidosa (Wiknjosastro, 2006).

    2.1.2. Epidemiologi

    Kejadian preeklampsia di Amerika Serikat berkisar antara 2 6 % dari ibu

    hamil nulipara yang sehat. Di negara berkembang, kejadian preeklampsia berkisar

    antara 4 18 %. Penyakit preeklampsia ringan terjadi 75 % dan preeklampsia

    berat terjadi 25 %. Dari seluruh kejadian preeklampsia, sekitar 10 % kehamilan

    umurnya kurang dari 34 minggu. Kejadian preeklampsia meningkat pada wanita

    dengan riwayat preeklampsia, kehamilan ganda, hipertensi kronis dan penyakit

    ginjal (Lim, 2009). Pada ibu hamil primigravida terutama dengan usia muda lebih

    sering menderita preeklampsia dibandingkan dengan multigravida (Wiknjosastro,

    2006). Faktor predisposisi lainnya adalah ras hitam, usia ibu hamil dibawah 25

    tahun atau diatas 35 tahun, mola hidatidosa, polihidramnion dan diabetes (Pernoll,

    1987).

    2.1.3. Etiologi

    Apa yang menjadi penyebab terjadinya preeklampsia hingga saat ini

    belum diketahui. Terdapat banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab

    Universitas Sumatera Utara

  • dari penyakit ini tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan.

    Teori yang dapat diterima harus dapat menjelaskan tentang mengapa preeklampsia

    meningkat prevalensinya pada primigravida, hidramnion, kehamilan ganda dan

    mola hidatidosa. Selain itu teori tersebut harus dapat menjelaskan penyebab

    bertambahnya frekuensi preeklampsia dengan bertambahnya usia kehamilan,

    penyebab terjadinya perbaikan keadaan penderita setelah janin mati dalam

    kandungan, penyebab jarang timbul kembali preeklampsia pada kehamilan

    berikutnya dan penyebab timbulnya gejala-gejala seperti hipertensi, edema,

    proteinuria, kejang dan koma (Wiknjosastro, 2006).

    2.1.4. Patogenesis

    Preeklampsia telah dijelaskan oleh Chelsey sebagai disease of theories

    karena penyebabnya tidak diketahui. Banyak teori yang menjelaskan patogenesis

    dari preeklampsia, diantaranya adalah (1) fenomena penyangkalan yaitu tidak

    adekuatnya produksi dari blok antibodi, (2) perfusi plasenta yang tidak adekuat

    menyebabkan keadaan bahaya bagi janin dan ibu, (3) perubahan reaktivitas

    vaskuler, (4) ketidakseimbangan antara prostasiklin dan tromboksan, (5)

    penurunan laju filtrasi glomerulus dengan retensi garam dan air, (6) penurunan

    volume intravaskular, (7) peningkatan iritabilitas susunan saraf pusat, (8)

    penyebaran koagulasi intravaskular (Disseminated Intravascular Coagulation,

    DIC), (9) peregangan otot uterus (iskemia), (10) faktor-faktor makanan dan (11)

    faktor genetik. Dari teori-teori yang telah dijelaskan sebelumnya, belum ada

    satupun yang dapat membuktikan proses patogenesis preeklampsia yang

    sebenarnya (Pernoll, 1987).

    2.1.5. Perubahan Fisiologi Patologik

    2.1.5.1. Otak

    Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak

    berfungsi. Pada saat autoregulasi tidak berfungsi sebagaimana mestinya, jembatan

    Universitas Sumatera Utara

  • penguat endotel akan terbuka dan dapat menyebabkan plasma dan sel-sel darah

    merah keluar ke ruang ekstravaskular. Hal ini akan menimbulkan perdarahan

    petekie atau perdarahan intrakranial yang sangat banyak (Pernoll, 1987).

    Dalam Sarwono, McCall melaporkan bahwa resistensi pembuluh darah

    dalam otak pada pasien hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi pada

    eklampsia. Pada pasien preeklampsia, aliran darah ke otak dan penggunaan

    oksigen otak masih dalam batas normal. Pemakaian oksigen pada otak menurun

    pada pasien eklampsia (Wiknjosastro, 2006).

    2.1.5.2. Mata

    Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau

    menyeluruh pada satu atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat.

    Spasmus arteri retina yang nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang

    berat, tetapi bukan berarti spasmus yang ringan adalah preeklampsia yang ringan.

    Pada preeklampsia jarang terjadi ablasio retina yang disebabkan edema

    intraokuler dan merupakan indikasi untuk terminasi kehamilan. Ablasio retina ini

    biasanya disertai kehilangan penglihatan (Wiknjosastro, 2006).

    Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan

    gejala yang menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh

    perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam

    retina (Wiknjosastro, 2006).

    Selama periode 14

    tahun, ditemukan 15 wanita dengan preeklampsia berat dan eklampsia yang

    mengalami kebutaan yang dikemukakan oleh Cunningham (1995) dalam

    Cunningham (2005).

    2.1.5.3. Paru

    Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat dan

    eklampsia dan merupakan penyebab utama kematian (Wiknjosastro, 2006).

    Edema paru bisa diakibatkan oleh kardiogenik ataupun non-kardiogenik dan biasa

    Universitas Sumatera Utara

  • terjadi setelah melahirkan. Pada beberapa kasus terjadi berhubungan dengan

    terjadinya peningkatan cairan yang sangat banyak. Hal ini juga dapat

    berhubungan dengan penurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria,

    penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah yang hilang, dan penurunan

    albumin yang dihasilkan oleh hati (Pernoll, 1987).

    2.1.5.4. Hati

    Pada preeklampsia berat terkadang terdapat perubahan fungsi dan

    integritas hepar, termasuk perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan

    peningkatan kadar aspartat aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan

    fosfatase alkali serum disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal

    dari plasenta. Pada penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk (1994), dengan

    menggunakan sonografi Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi

    arteri hepatika.

    Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar

    kemungkinan besar penyebab terjadinya peningkatan enzim hati dalam serum.

    Perdarahan pada lesi ini dapat menyebabkan ruptur hepatika, atau dapat meluas di

    bawah kapsul hepar dan membentuk hematom subkapsular (Cunningham, 2005).

    2.1.5.5. Ginjal

    Selama kehamilan normal, aliran darah dan laju filtrasi glomerulus

    meningkat cukup besar. Dengan timbulnya preeklampsia, perfusi ginjal dan

    filtrasi glomerulus menurun (Cunningham, 2005). Lesi karakteristik dari

    preeklampsia, glomeruloendoteliosis, adalah pembengkakan dari kapiler endotel

    glomerular yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal (Pernoll,

    1987).

    Pada sebagian besar wanita hamil dengan preeklampsia, penurunan ringan

    sampai sedang laju filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya

    Konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat, terutama pada wanita

    dengan penyakit berat (Cunningham, 2005).

    Universitas Sumatera Utara

  • volume plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat

    dibandingkan dengan kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada

    beberapa kasus preeklampsia berat, keterlibatan ginjal menonjol dan kreatinin

    plasma dapat meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak hamil atau

    berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan

    intrinsik ginjal yang ditimbulkan oleh vasospasme hebat yang dikemukakan oleh

    Pritchard (1984) dalam Cunningham (2005). Filtrasi yang menurun hingga 50%

    dari normal dapat menyebabkan diuresis turun, bahkan pada keadaan yang berat

    dapat menyebabkan oligouria ataupun anuria (Wiknjosastro, 2006). Lee (1987)

    dalam Cunningham (2005) melaporkan tekanan pengisian ventrikel normal pada

    tujuh wanita dengan preeklampsia berat yang mengalami oligouria dan

    menyimpulkan bahwa hal ini konsisten dengan vasospasme intrarenal.

    Kelainan pada ginjal yang penting adalah dalam hubungan proteinuria dan

    retensi garam dan air (Wiknjosastro, 2006). Taufield (1987) dalam Cunningham

    (2005) melaporkan bahwa preeklampsia berkaitan dengan penurunan ekskresi

    kalsium melalui urin karena meningkatnya reabsorpsi di tubulus. Pada kehamilan

    normal, tingkat reabsorpsi meningkat sesuai dengan peningkatan filtrasi dari

    glomerulus. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriol ginjal

    mengakibatkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan

    retensi garam dan juga retensi air (Wiknjosastro, 2006).

    Untuk mendiagnosis preeklampsia atau eklampsia harus terdapat

    proteinuria. Namun, karena proteinuria muncul belakangan, sebagian wanita

    mungkin sudah melahirkan sebelum gejala ini dijumpai. Meyer (1994)

    menekankan bahwa yang diukur adalah ekskresi urin 24 jam. Mereka

    mendapatkan bahwa proteinuria +1 atau lebih dengan dipstick memperkirakan

    minimal terdapat 300 mg protein per 24 jam pada 92 % kasus. Sebaliknya,

    proteinuria yang samar (trace) atau negatif memiliki nilai prediktif negatif hanya

    34 % pada wanita hipertensif. Kadar dipstick urin +3 atau +4 hanya bersifat

    prediktif positif untuk preeklampsia berat pada 36 % kasus (Cunningham, 2005).

    Seperti pada glomerulopati lainnya, terjadi peningkatan permeabilitas

    terhadap sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi. Maka ekskresi

    Universitas Sumatera Utara

  • protein albumin juga disertai protein-protein lainnya seperti hemoglobin, globulin

    dan transferin. Biasanya molekul-molekul besar ini tidak difiltrasi oleh

    glomerulus dan kemunculan zat-zat ini dalam urin mengisyaratkan terjadinya

    proses glomerulopati. Sebagian protein yang lebih kecil yang biasa difiltrasi

    kemudian direabsorpsi juga terdeksi di dalam urin (Cunningham, 2005).

    2.1.5.6. Darah

    Kebanyakan pasien dengan preeklampsia memiliki pembekuan darah yang

    normal (Pernoll, 1987). Perubahan tersamar yang mengarah ke koagulasi

    intravaskular dan destruksi eritrosit (lebih jarang) sering dijumpai pada

    preeklampsia menurut Baker (1999) dalam Cunningham (2005). Trombositopenia

    merupakan kelainan yang sangat sering, biasanya jumlahnya kurang dari

    150.000/l yang ditemukan pada 15 - 20% pasien. Level fibrinogen meningkat

    sangat aktual pada pasien preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil dengan

    tekanan darah normal. Level fibrinogen yang rendah pada pasien preeklampsia

    biasanya berhubungan dengan terlepasnya plasenta sebelum waktunya (placental

    abruption) (Pernoll, 1987).

    Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan

    terjadinya HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik,

    peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak

    jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31 minggu kehamilan) dan tanpa terjadi

    peningkatan tekanan darah. Kebanyakan abnormalitas hematologik kembali ke

    normal dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa

    menetap selama seminggu (Pernoll, 1987).

    2.1.5.7. Sistem Endokrin dan Metabolisme Air dan Elektrolit

    Selama kehamilan normal, kadar renin, angiotensin II dan aldosteron

    meningkat. Pada preeklampsia menyebabkan kadar berbagai zat ini menurun ke

    kisaran normal pada ibu tidak hamil. Pada retensi natrium dan atau hipertensi,

    Universitas Sumatera Utara

  • sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus berkurang sehingga proses

    penghasilan aldosteron pun terhambat dan menurunkan kadar aldosteron dalam

    darah (Cunningham, 2005).

    Pada ibu hamil dengan preeklampsia juga meningkat kadar peptida

    natriuretik atrium. Hal ini terjadi akibat ekspansi volume dan dapat menyebabkan

    meningkatnya curah jantung dan menurunnya resistensi vaskular perifer baik pada

    normotensif maupun preeklamptik. Hal ini menjelaskan temuan turunnya

    resistensi vaskular perifer setelah ekspansi volume pada pasien preeklampsia

    (Cunningham, 2005).

    Pada pasien preeklampsia terjadi hemokonsentrasi yang masih belum

    diketahui penyebabnya. Pasien ini mengalami pergeseran cairan dari ruang

    intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini diikuti dengan kenaikan

    hematokrit, peningkatan protein serum, edema yang dapat menyebabkan

    berkurangnya volume plasma, viskositas darah meningkat dan waktu peredaran

    darah tepi meningkat. Hal tersebut mengakibatkan aliran darah ke jaringan

    berkurang dan terjadi hipoksia.

    Pada pasien preeklampsia, jumlah natrium dan air dalam tubuh lebih

    banyak dibandingkan pada ibu hamil normal. Penderita preeklampsia tidak dapat

    mengeluarkan air dan garam dengan sempurna. Hal ini disebabkan terjadinya

    penurunan filtrasi glomerulus namun penyerapan kembali oleh tubulus ginjal

    tidak mengalami perubahan (Wiknjosastro, 2006).

    2.1.5.8. Plasenta dan Uterus

    Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi

    plasenta. Pada hipertensi yang agak lama, pertumbuhan janin terganggu dan pada

    hipertensi yang singkat dapat terjadi gawat janin hingga kematian janin akibat

    kurangnya oksigenisasi untuk janin.

    Kenaikan tonus dari otot uterus dan kepekaan terhadap perangsangan

    sering terjadi pada preeklampsia. Hal ini menyebabkan sering terjadinya partus

    prematurus pada pasien preeklampsia (Wiknjosastro, 2006).

    Universitas Sumatera Utara

  • Pada pasien preeklampsia terjadi dua masalah, yaitu arteri spiralis di

    miometrium gagal untuk tidak dapat mempertahankan struktur

    muskuloelastisitasnya dan atheroma akut berkembang pada segmen miometrium

    dari arteri spiralis. Atheroma akut adalah nekrosis arteriopati pada ujung-ujung

    plasenta yang mirip dengan lesi pada hipertensi malignan. Atheroma akut juga

    dapat menyebabkan penyempitan kaliber dari lumen vaskular. Lesi ini dapat

    menjadi pengangkatan lengkap dari pembuluh darah yang bertanggung jawab

    terhadap terjadinya infark plasenta (Pernoll, 1987).

    2.1.6. Klasifikasi

    Menurut The National High Blood Pressure Education Program

    (NHBPEP) Working Group, penyakit hipertensi pada kehamilan dibagi menjadi

    empat grup yaitu (Lim, 2009) :

    2.1.6.1. Hipertensi dalam kehamilan (Gestational hipertensi)

    Gejala yang timbul adalah peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg atau

    lebih pada awal kehamilan, tidak terdapat proteinuria, tekanan darah kembali

    normal kurang dari 12 minggu setelah kelahiran dan diagnosis bisa ditegakkan

    jika setelah pasien melahirkan.

    2.1.6.2. Hipertensi Kronis

    Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang terjadi sebelum kehamilan

    atau sebelum usia kehamilan 20 minggu dan bukan merupakan penyebab dari

    penyakit tropoblastik kehamilan. Hipertensi yang terdiagnosa setelah usia

    kehamilan 20 minggu dan menetap selama lebih dari 12 minggu setelah

    melahirkan termasuk dalam klasifikasi hipertensi kronis.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.1.6.3. Preeklampsia atau Eklampsia

    Pasien dengan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih setelah usia

    kehamilan 20 minggu dengan sebelumnya memiliki tekanan darah normal dan

    disertai proteinuria ( 0,3 gram protein dalam spesimen urin 24 jam). Eklampsia

    dapat didefinisikan sebagai kejang yang bukan merupakan dikarenakan penyebab

    apapun pada wanita dengan preeklampsia.

    2.1.6.4. Superimposed Preeklampsia (dalam Hipertensi Kronis)

    Proteinuria dengan onset yang cepat (>300 mg dalam urin 24 jam) dengan

    wanita hamil dengan hipertensi tetapi tidak terjadi proteinuria sebelum usia

    kehamilan 20 minggu. Peningkatan tekanan darah atau proteinuria atau penurunan

    jumlah platelet hingga dibawah 100.000 secara tiba-tiba pada wanita dengan

    hipertensi atau proteinuria sebelum usia kehamilan 20 minggu.

    Preeklampsia dibagi menjadi dua yaitu preeklampsia ringan dan

    preeklampsia berat. Preeklampsia ringan didefinisikan dengan terdapatnya

    hipertensi (tekanan darah 140/90 mmHg) yang terjadi dua kali dalam rentang

    waktu paling sedikit 6 jam. Proteinuria adalah terdapatnya protein 1+ atau lebih

    dipstick atau paling sedikit 300 mg protein dalam urin 24 jam. Edema dan

    hiperrefleksia sekarang bukan merupakan pertimbangan utama dalam kriteria

    diagnosis preeklampsia ringan.

    Kriteria diagnosa preeklampsia berat adalah apabila terdapat gejala dan

    tanda sebagai berikut (Wiknjosastro, 2006) :

    - Sistolik 160 mmHg atau diastolik 110 mmHg yang terjadi dua kali

    dalam waktu paling sedikit 6 jam

    - Proteinuria lebih dari 5 gram dalam urin 24 jam

    - Edema pulmonal

    - Oligouria (

  • - Keterbatasan perkembangan intrauterus

    - Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus

    - Skotoma dan gangguan visus lain

    - Perdarahan retina

    - Koma (Wiknjosastro, H., 2006)

    2.1.7. Gejala Klinis

    2.1.7.1. Edema

    Pada kehamilan normal dapat ditemukan edema yang bebas, tetapi jika

    terdapat edema yang tidak bebas, terdapat di tangan dan wajah yang meningkat

    pada pagi hari dapat dipikirkan merupakan edema yang patologis. Peningkatan

    berat badan yang sangat banyak atau secara tiba-tiba dapat meningkatkan

    kemungkinan preeklampsia. Preeklampsia dapat juga terjadi tanpa adanya edema

    (Pernoll, 1987).

    2.1.7.2. Hipertensi

    Hipertensi merupakan kiteria paling penting dalam diagnosa penyakit

    preeklampsia. Hipertensi ini sering terjadi sangat tiba-tiba. Banyak primigravida

    dengan usia muda memiliki tekanan darah sekitar 100-110/60-70 mmHg selama

    trimester kedua. Peningkatan diastolik sebesar 15 mmHg atau peningkatan sistolik

    sebesar 30 mmHg harus dipertimbangkan sesuatu yang buruk. Oleh karena itu,

    pada pasien preeklampsia merupakan hipertensi relatif jika tekanan darahnya

    120/80 mmHg. Tekanan darah sangat labil. Tekanan darah pasien preeklampsia

    ataupun hipertensi kronis biasanya menurun pada saat pasien tidur, tetapi pada

    pasien preeklampsia berat tekanan darah akan tetap tinggi walaupun dalam

    keadaan tidur (Pernoll, 1987).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.1.7.3. Proteinuria

    Proteinuria merupakan gejala yang paling terakhir timbul (Pernoll, 1987).

    Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 gr/liter dalam

    urin 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukan 1+ atau 2+ atau 1 gr/liter atau

    lebih dalam urin yang dikeluarkan kateter atau midstream yang diambil minimal

    dua kali dengan jarak waktu 6 jam (Wiknjosastro, 2006).

    2.1.7.4. Penemuan Laboratorium

    Hemoglobin dan hematokrit akan meningkat akibat hemokonsentrasi.

    Trombositopenia biasanya terjadi. Penurunan produksi benang fibrin dan faktor

    koagulasi bisa terdeksi. Asam urat biasanya meningkat diatas 6 mg/dl. Kreatinin

    serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada preeklampsia berat. Alkalin

    fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat dehidrogenase bisa sedikit

    meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan elektrolit pada pasien

    preeklampsia biasanya dalam batas normal. Urinalisis dapat ditemukan

    proteinuria dan beberapa kasus ditemukan hyaline cast (Pernoll, 1987).

    2.1.8. Penatalaksanaan Preeklampsia

    Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya

    preeklampsia berat atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan janin

    dengan trauma sekecil-kecilnya (Wiknjosastro, 2006).

    2.1.8.1. Preeklampsia Ringan

    Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan

    preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan

    aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena pada

    ekstrimitas bawah juga menurun dan reabsorpsi cairan di daerah tersebut juga

    Universitas Sumatera Utara

  • bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur mengurangi kebutuhan

    volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan darah dan

    kejadian edema. Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik dengan

    penanganan konservatif, maka dalam hal ini pengakhiran kehamilan dilakukan

    walaupun janin masih prematur (Wiknjosastro, 2006).

    2.1.8.2. Preeklampsia Berat

    Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat

    untuk mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12 24 jam bahaya akut

    sudah diatasi, tindakan selanjutnya adalah cara terbaik untuk menghentikan

    kehamilan.

    Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang dapat diberikan

    larutan sulfas magnesikus 40 % sebanyak 10 ml disuntikan intramuskular pada

    bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan. Pemberian dapat diulang dengan

    dosis yang sama dalam rentang waktu 6 jam menurut keadaan pasien. Tambahan

    sulfas magnesikus hanya dapat diberikan jika diuresis pasien baik, refleks patella

    positif dan frekuensi pernafasan lebih dari 16 kali/menit. Obat ini memiliki efek

    menenangkan, menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis. Selain

    sulfas magnesikus, pasien dengan preeklampsia dapat juga diberikan

    klorpromazin dengan dosis 50 mg secara intramuskular ataupun diazepam 20 mg

    secara intramuskular (Wiknjosastro, 2006).

    2.1.9. Komplikasi Preeklampsia

    Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada

    neonatus berupa prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi plasenta

    baik akut maupun kronis. Pada kasus berat dapat ditemui fetal distress baik pada

    saat kelahiran maupun sesudah kelahiran (Pernoll, 1987). Komplikasi yang sering

    terjadi pada preklampsia berat adalah (Wiknjosastro, 2006) :

    Universitas Sumatera Utara

  • 1. Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu hamil yang

    menderita hipertensi akut. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5 %

    solusio plasenta terjadi pada pasien preeklampsia.

    2. Hipofibrinogenemia. Pada preeklampsia berat, Zuspan (1978) menemukan

    23% hipofibrinogenemia.

    3. Hemolisis. Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukan

    gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui dengan

    pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah

    merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita

    eklampsia dapat menerangkan mekanisme ikterus tersebut.

    4. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian

    maternal.

    5. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung

    selama seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina,

    hal ini merupakan tanda gawat dan akan terjadi apopleksia serebri.

    6. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pasien preeklampsia-eklampsia

    diakibatkan vasospasmus arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat

    diketahui dengan pemeriksaan faal hati.

    7. Sindroma HELLP, yaitu hemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet.

    8. Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus berupa

    pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur

    lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.

    9. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin.

    10. Komplikasi lain berupa lidah tergigit, trauma dan fraktur karena terjatuh

    akibat kejang, pneumonia aspirasi dan DIC.

    2.1.10. Pencegahan Preeklampsia

    Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-

    tanda dini preeklampsia, dalam hal ini harus dilakukan penanganan preeklampsia

    tersebut. Walaupun preeklampsia tidak dapat dicegah seutuhnya, namun frekuensi

    Universitas Sumatera Utara

  • preeklampsia dapat dikurangi dengan pemberian pengetahuan dan pengawasan

    yang baik pada ibu hamil.

    Pengetahuan yang diberikan berupa tentang manfaat diet dan istirahat

    yang berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring, dalam hal

    ini yaitu dengan mengurangi pekerjaan sehari-hari dan dianjurkan lebih banyak

    duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam

    dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan sangat dianjurkan.

    Mengenal secara dini preeklampsia dan merawat penderita tanpa

    memberikan diuretika dan obat antihipertensi merupakan manfaat dari

    pencegahan melalui pemeriksaan antenatal yang baik (Wiknjosastro, 2006).

    2.2. Berat Bayi Lahir Rendah 2.2.1. Definisi

    Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam waktu 1 jam pertama

    setelah lahir (Kosim, 2008). WHO pada tahun 1961 mengganti istilah bayi

    prematur dengan bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), karena disadari tidak

    semua bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir bukan

    bayi prematur (Mochtar, 1998).

    BBLR merupakan penyebab utama dalam

    mortalitas, morbiditas dan kecacatan pada neonatus, balita dan anak-anak serta

    memiliki efek yang sangat panjang dalam kesehatan dewasa nantinya. BBLR

    adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa

    memandang masa gestasi (Kosim, 2008).

    2.2.1.1. Prematuritas Murni

    Prematuritas murni adalah bayi lahir dengan kehamilan kurang dari 37

    minggu dengan berat badan yang sesuai.

    2.2.1.2. Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)

    KMK adalah bayi yang lahir dengan berat yang rendah dari seharusnya

    umur kehamilan.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2.1.3. Retardasi Pertumbuhan Janin Intrauterin

    Retardasi pertumbuhan janin intrauterin adalah bayi yang lahir dengan

    berat badan rendah dan tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.

    2.2.1.4. Dismaturitas

    Dismaturitas adalah suatu sindroma klinik dimana terjadi

    ketidakseimbangan antara pertumbuhan janin dengan lanjutnya kehamilan atau

    bayi-bayi yang lahir dengan berat badan tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.

    Dismaturitas juga bisa didefinisikan sebagai bayi yang lahir dengan gejala

    intrauterine malnutrition atau wasting.

    2.2.1.5. Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)

    BMK adalah bayi yang dilahirkan lebih besar dari seharusnya tua

    kehamilan, misalnya pada diabetes mellitus (Mochtar, R., 1998).

    2.2.2. Epidemiologi

    Frekuensi BBLR di negara maju berkisar antara 3,6 - 10,8 %. Di negara

    berkembang BBLR terjadi berkisar antara 10 43 %. Rasio antara negara maju

    dan negara berkembang adalah 1:4 (Mochtar, 1998). Frekuensi BBLR di RSCM

    Jakarta berkisar antara 22 24 % dari semua bayi yang dilahirkan pada satu

    tahun (Hassan, 2007).

    2.2.3. Etiologi

    Penyebab terjadinya BBLR sering sekali tidak diketahui ataupun jika

    diketahui faktor penyebabnya tidaklah berdiri sendiri (Mochtar, 1998). Faktor-

    faktor penyebabnya antara lain (Hassan, 2007):

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2.3.1. Faktor Genetik

    Genetik atau kromosom, interaksi genetik dengan lingkungan, ukuran

    tubuh orangtua dan jenis kelamin.

    2.2.3.2. Faktor Nutrisi

    Malnutrisi ibu selama kehamilan atau malnutrisi ibu sewaktu remaja

    (sebelum hamil).

    2.2.3.3. Faktor Karaktersitik Ibu

    Kapasitas uterus, kehamilan ganda, status paritas, rentang waktu

    kehamilan pertama dan kedua yang sedikit dan usia muda dibawah 20 tahun.

    2.2.3.4. Faktor Penyakit

    Infeksi pada ibu hamil seperti malaria, rubella dan sifilis, nefritis akut,

    diabetes mellitus ataupun tindakan operatif yang merupakan etiologi prematuritas.

    2.2.3.5. Faktor Komplikasi Penyakit Kehamilan

    Preeklampsia, eklampsia, plasenta previa, hidramnion, perdarahan

    antepartum, trauma fisis dan psikologis.

    2.2.3.6. Gaya Hidup Ibu

    Merokok, peminum alkohol, bekerja berat saat hamil dan sosial ekonomi

    yang rendah.

    2.2.3.7. Lingkungan

    Bahan toksik, radiasi, polusi dan atau obat-obatan.

    2.2.4. Klasifikasi dan Karakteristik Klinis 2.2.4.1. Prematuritas

    Berat badan bayi kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang atau sama

    dengan 45 cm, lingkaran dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang 33 cm.

    Universitas Sumatera Utara

  • Masa gestasi kurang dari 37 minggu. Tampak luar sangat bergantung pada

    maturitas atau lamanya gestasi. Kepala relatif lebih besar daripada badannya,

    kulitnya tipis, transparan, lanugo banyak, lemak subkutan imatur. Desensus

    testikulorum biasanya belum sempurna dan labia minora belum tertutup oleh

    labia mayora. Pembuluh darah kulit banyak terlihat dan peristaltis usus dapat

    terlihat. Rambut biasanya tipis, halus dan teranyam sehingga sulit terlihat satu

    persatu. Tulang rawan dalam daun telinga belum cukup, sehingga elastisitas daun

    telinga masih kurang. Jaringan mamae belum sempurna dan puting susu belum

    terbentuk dengan baik. Bayi kecil, posisinya masih posisi fetal yaitu posisi

    dekubitus lateral, pergerakannya kurang dan masih lemah. Bayi lebih banyak tidur

    daripada bangun. Tangisnya lemah, pernafasan belum teratur dan sering terdapat

    apnu. Otot masih hipotonik sehingga sikap selalu dalam keadaan kedua tungkai

    abduksi, sendi lutut dan sendi kaki dalam fleksi dan kepala menghadap ke satu

    jurusan. Tonic neck reflex biasanya lemah, refleks moro dapat positif. Refleks

    mengisap dan menelan belum sempurna, demikian juga refleks batuk. Bayi yang

    kelaparan biasanya menangis, gelisah dan aktifitas bertambah. Bila dalam waktu 3

    hari tanda kelaparan ini tidak terdapat, kemungkinan besar bayi menderita infeksi

    atau perdarahan intrakranial. Seringkali terdapat edema pada anggota gerak yang

    menjadi lebih nyata dalam 24 48 jam. Kulitnya tampak mengkilat dan licin serta

    terdapat pitting edema. Edema ini dapat berubah sesuai dengan perubahan posisi.

    Edema ini seringkali berhubungan dengan perdarahan antepartum, diabetes

    mellitus dan toksemia gravidarum. Frekuensi pernafasan bervariasi sangat luas

    terutama pada hari-hari pertama. Walaupun demikian bila frekuensi pernafasan

    terus meningkat atau selalu diatas 60 kali/menit, harus waspada akan

    kemungkinan terjadinya membran hialin (sindrom gangguan pernafasan idiopatik)

    atau gangguan pernafasan karena sebab lain. Dalam hal ini penting sekali

    melakukan pemeriksaan radiologi toraks.

    2.2.4.2. Dismaturitas

    Dismaturitas dapat terjadi preterm, term atau post term. Pada preterm akan

    tampak gejala fisis bayi prematur dan mungkin ditambah dengan gejala

    Universitas Sumatera Utara

  • dismaturitas. Karakteristik fisik bayi dismaturitas sama dengan bayi prematur dan

    ditambah dengan retardasi-pertumbuhan dan wasting. Pada bayi dismaturitas yang

    term dan post term dengan gejala yang menonjol ialah wasting.

    Menurut Greunwald (1997) dalam Hassan (2007) mengatakan bahwa tidak

    semua kekurangan makanan pada janin diakibatkan oleh insufisiensi plasenta.

    Gejala insufisiensi plasenta timbulnya bergantung pada berat dan lamanya bayi

    menderita defisit. Defisit yang menyebabkan retardasi pertumbuhan biasanya

    berlangsung kronis. Retardasi pertumbuhan yang kronis dapat menyebabkan fetal

    distress (Hassan, 2007).

    Fetal distress dibagi menjadi tiga golongan, yaitu (Hassan, 2007) :

    1. Fetal distress akut yaitu defisit atau fetal deprivation yang hanya

    mengakibatkan perinatal distress tetapi tidak mengakibatkan retardasi

    pertumbuhan dan wasting.

    2. Fetal distress subakut yaitu bila fetal deprivation tersebut menunjukan

    tanda wasting tetapi tidak terdapat retardasi pertumbuhan.

    3. Fetal distress kronis yaitu bila bayi jelas menunjukan retardasi

    pertumbuhan (Hassan, Rusepno dan Alatas, H., 2007).

    2.2.5. Diagnosis BBLR 2.2.5.1. Sebelum Bayi Lahir

    a. Pada anamnesis sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus

    prematurus atau lahir mati.

    (Mochtar, 1998)

    b. Pembesaran uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan.

    c. Pergerakan janin yang pertama (quickening) terjadi lebih lambat,

    gerakan janin lebih lambat walaupun usia kehamilan sudah lanjut.

    d. Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut usia

    kehamilan.

    e. Sering dijumpai pada kehamilan oligohidramnion atau hidramnion,

    hiperemesis gravidarum dan pada hamil lanjut dengan toksemia

    gravidarum atau perdarahan antepartum.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2.5.2. Setelah Bayi Lahir

    a. Bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterin tampak secara klasik

    seperti bayi kelaparan. Tanda-tanda bayi ini adalah tengkorak kepala

    keras, gerakan bayi terbatas, verniks kaseosa sedikit atau tidak ada,

    kulit tipis, kering, berlipat-lipat dan mudah diangkat. Abdomen cekung

    atau rata, jaringan lemak bawah kulit sedikit, tali pusat tipis, lembek

    dan berwarna kehijauan.

    (Mochtar, 1998)

    b. Bayi prematur yang lahir dengan usia gestasti kurang dari 37 minggu,

    verniks kaseosa ada, jaringan lemak bawah kulit sedikit, tulang

    tengkorak lunak mudah bergerak, muka seperti boneka (doll-like),

    abdomen buncit, tali pusat tebal dan segar, menangis lemah, tonus otot

    hipotoni serta kulit tipis, merah dan transparan.

    c. Bayi prematur kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam

    tubuhnya, oleh karena itu sangat peka terhadap gangguan pernafasan,

    infeksi, trauma kelahiran, hipotermi dan sebagainya. Pada bayi KMK,

    organ tubuh lebih berkembang dibandingkan dengan bayi prematuritas

    kurang bulan, oleh karena itu bayi KMK lebih mudah hidup di luar

    rahim.

    2.2.6. Masalah pada Bayi Prematur atau Bayi dengan BBLR

    2.2.6.1. Ketidakstabilan suhu karena bayi dengan BBLR sulit untuk

    mempertahankan suhu tubuh akibat peningkatan hilangnya panas,

    kurangnya lemak subkutan, rasio luas permukaan terhadap berat badan

    yang besar dan produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang

    tidak memadai dan ketidakmampuan untuk menggigil.

    2.2.6.2. Kesulitan pernafasan akibat defisiensi surfaktan paru yang mengarah

    kepada penyakit membran hialin, resiko aspirasi akibat belum

    terkoordinasinya refleks batuk, refleks mengisap dan refleks menelan,

    Universitas Sumatera Utara

  • thoraks yang dapat menekuk dan otot pembantu respirasi yang lemah

    dan pernafasan periodik dan apnea.

    2.2.6.3. Kelainan gastrointestinal dan nutrisi yaitu refleks isap dan telan yang

    buruk terutama sebelum 34 minggu, motilitas usus yang menurun,

    pengosongan lambung tertunda, pencernaan dan absorpsi vitamin yang

    larut lemak berkurang, defisiensi enzim laktase, menurunnya cadangan

    kalsium, fosfor, protein dan zat besi dalam tubuh dan meningkatnya

    resiko enterokolitis nekrotikans.

    2.2.6.4. Imaturitas hati yang menyebabkan konjugasi dan ekskresi bilirubin

    terganggu serta defisiensi faktor pembekuan yang bergantung pada

    vitamin K.

    2.2.6.5. Imaturitas ginjal yang menyebabkan ketidakmampuan untuk

    mengekskresi solute load besar, akumulasi asam organik dengan

    asidosis metabolik dan ketidakseimbangan elektrolit seperti

    hiponatremia atau hipernatremia, hiperkalemia dan glikosuria ginjal.

    2.2.6.6. Imaturitas imunologis sehingga meningkatkan resiko yang tinggi dalam

    terjadinya infeksi akibat tidak banyaknya transfer IgG maternal melalui

    plasenta selama trimester ketiga, fagositosis yang terganggu dan

    penurunan faktor komplemen.

    2.2.6.7. Kelainan neurologis berupa refleks isap dan telan yang imatur, apnea

    dan bradikardi yang berulang, perdarahan intraventrikel dan

    leukomalasia periventrikel, pengaturan fungsi serebral yang buruk,

    hipoksia iskemik ensefalopati, retinopati prematuritas, kejang dan

    hipotonia.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2.6.8. Kelainan kardiovaskular yaitu patent ductus arteriosus (PDA) yang

    sering dijumpai pada bayi kurang bulan serta hipotensi atau hipertensi.

    2.2.6.9. Kelainan hematologis berupa anemia, hiperbilirubinemia, disseminated

    intravascular coagulation (DIC) ataupun hemorrhage disease of the

    newborn (HDN).

    2.2.6.10. Kelainan metabolisme yang dapat menyebabkan hipokalsemia,

    hipoglikemia atau hiperglikemia (Kosim, 2008).

    2.2.7. Perawatan BBLR

    Yang perlu dilakukan adalah pengaturan suhu lingkungan, pemberian

    makanan dan siap sedia dengan tabung oksigen. Pada bayi prematur semakin

    pendek masa kehamilan, makin sulit dan banyak persoalan yang akan dihadapi

    serta semakin tinggi angka kematian perinatal. Biasanya kematian disebabkan

    oleh gangguan pernafasan, infeksi, cacat bawaan dan trauma pada otak.

    Pengaturan suhu lingkungan adalah hal pertama yang dilakukan. Bayi

    dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu yang diatur, jika berat bayi kurang

    dari 2 kg menggunakan suhu 350C, tetapi jika berat badan 2 - 2,5 kg

    menggunakan suhu 340C. Suhu inkubator diturunkan 10C hingga bayi dapat

    ditempatkan pada suhu lingkungan sekitar 24 - 270

    Pada umumnya bayi prematur belum sempurna dalam refleks mengisap

    dan batuknya, kapasitas lambung masih kecil dan daya enzim pencernaan

    terutama lipase masih kurang. Makanan diberikan dengan cara menggunakan

    pipet sedikit-sedikit namun lebih sering. Yang penting diperhatikan adalah

    kemungkinan terjadinya aspirasi pneumonia (Mochtar, 1998).

    C.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.2.8. Prognosis BBLR

    Kematian perinatal pada BBLR 8 kali lebih besar dibandingkan bayi

    normal pada umur kehamilan yang sama. Semakin rendah berat bayi lahir maka

    semakin buruk prognosisnya. Angka kematian yang tinggi sering dijumpai akibat

    terdapatnya komplikasi neonatus seperti asfiksia, aspirasi pneumonia, perdarahan

    intrakranial dan hipoglikemia. Bila bayi ini selamat, terkadang dijumpai

    kerusakan pada saraf dan akan terjadi gangguan bicara, IQ yang rendah dan

    gangguan lainnya (Mochtar, 1998).

    2.3. Hubungan Preeklampsia dengan BBLR

    Preeklampsia merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya BBLR.

    Preeklampsia menyebabkan terjadinya retardasi pertumbuhan janin bahkan

    kematian janin. Hal ini dikarenakan preeklampsia dapat menyebabkan insufisiensi

    plasenta dan hipoksia yang berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan

    janin (Behrman, 2000).

    Jika preeklampsia terjadi pada akhir trimester kehamilan, pertumbuhan

    jantung, otak dan tulang rangka tampak paling sedikit terpengaruh, sedangkan

    ukuran hati, limpa dan timus sangat berkurang. Keadaan klinis seperti ini

    merupakan gangguan pertumbuhan asimetri dan paling sering terjadi pada ibu

    hamil yang menderita preeklampsia karena preeklampsia paling sering terjadi

    pada trimester akhir kehamilan. Namun jika retardasi pertumbuhan janin telah

    terjadi sejak awal kehamilan, pertumbuhan otak dan tulang rangka pun terganggu.

    Hal ini merupakan gangguan pertumbuhan simetri dan seringkali berkaitan

    dengan hasil akhir perkembangan saraf yang buruk (Kosim, 2008).

    Universitas Sumatera Utara