Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hepar Manusia
2.1.1 Anatomi Hepar
Hepar merupakan organ besar yang bertekstur lunak dan
lentur. Hepar terletak tepat di bawah diaphragma pada bagian atas
cavitas abdominalis. Hampir seluruh bagian hepar terletak di
bawah costae dan cartilagines costales serta melintasi regio
epigastrica. (Gambar 2.1) (Snell, 2012).
(Snell, 2012)
Gambar 2. 1
Anatomi Hepar
Batas atas hepar terletak sejajar dengan ruang interkostal V
kanan dan batas bawah dari iga IX kanan menyerong ke atas iga
VIII kiri. Permukaan posterior hepar berbentuk cekung dan
terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari sistem porta hepatis.
Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh
7
adanya perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus
kanan yang berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri. Pada daerah
antara ligamentum falsiform dan kandung empedu di lobus kanan
kadang-kadang dapat ditemukan lobus kuadratus yang biasa
tertutup oleh vena cava inferior dan ligamentum venosum pada
permukaan posterior (Gambar 2.2) (Amirudin, 2009).
(Snell, 2006)
Gambar 2. 2
Hepar Dilihat dari Depan (A), Atas (B) dan Belakang (C).
2.1.2 Histologi Hepar
Hepar terdiri dari satuan hexagonal yang disebut lobulus
hepar sebanyak 50.000-100.000 (Guyton dan Hall, 2014). Terdapat
tiga pembuluh darah pada tepi luar tiap lobulus, yaitu: cabang
duktus biliaris, cabang vena porta dan arteri hepatika. Darah dari
8
vena porta dan cabang arteri hepatika mengalir dari perifer lobulus
ke sinusoid. Sinusoid adalah ruang kapiler yang melebar terletak di
antara vena sentral dan barisan sel hepar yang dilapisi oleh 2 tipe
sel antara lain: (1) sel kupffer besar dan (2) sel endotel khusus.
Sinus hepatikus seperti jari-jari pada ban sepeda (Gambar 2.3)
(Sherwood, 2014).
(Eroschenko, 2012)
Gambar 2. 3
Histologi Hepar
Septum interlobularis (2) Sel Endotel (3) Sel Kupffer (4) Duktus
biliaris (5) Sinusoid (6) Lempeng (sel) Hepatosit (7) Sel Kupffer
1.1.3 Fisiologi Hepar
Hepar mempunyai beberapa fungsi yaitu:
Hepar memiliki beberapa fungsi yaitu:
a. Pembentukan dan Eksresi Empedu
Hepar mensekresikan empedu sekitar 1 liter setiap hari.
Pembentukan empedu melalui saluran empedu interlobular yang
kemudian dialirkan dan disimpan ke kandung. Garam empedu
berguna untuk pencernaan dan penyerapan lemak dalam usus
halus. Sebagian garam ini akan diserap kembali oleh usus halus
dan dialirkan ke hepar (Guyton dan Hall, 2014).
9
b. Metabolik
Karbohidrat yang telah dicerna menjadi glukosa akan dialirkan
dalam peredaran darah menuju ke dalam hepar melalui vena
porta. Glukosa di metabolisme di hepar untuk membentuk
energi dan sisanya disimpan dala bentuk glikogen didalam otot
dan hepar atau disimpan dalam bentuk lemak dalam jaringan
subkutan. Peranan hepar dalam metabolisme protein adalah
melalui pembentukan senyawa lain dari asam amino, protein
plasma, ureum, deaminasi asam amino dan interkonversi
berbagai asam amino (Guyton dan Hall, 2014). Sedangkan
peranan dalam metabolisme lemak berupa pembentukan
fosfolipid, kolesterol dan lipoprotein (Amirudin, 2009).
c. Pertahanan Tubuh
Hepar sebagai komponen sentral sistem imun memiliki sel
kuppfer yang menyumbang 15% dari massa hepar serta 80%
dari total fagosit tubuh. Sel tersebut sangat penting dalam
melawan antigen dan mempresentasikannya kepada limfosit
(Amirudin, 2009).
d. Detoksifikasi
Hati mampu melakukan detoksifikasi dari bahan berbahaya
tubuh seperti parasit, virus, bakteri, logam berat, zat racun dan
over dosis dari obat. Hal ini dikarenakan hati mengandung
antioksidan dan enzim yang merusak kelompok oksigen reaktif
10
(ROS) yaitu superoksid dismutase (SOD), glutation (GSH), Cat
(katalase), vitamin E dan vitamin C (Arief, 2008).
e. Fungsi Vaskular
Jumlah aliran darah pada orang dewasa ke hepar dalam tiap
menit diperkirakan sekitar 1.200-1.500 cc. Aliran darah tersebut
berasal dari arteria hepatika sekitar 350 cc dan vena porta sekitar
1.200 cc. Bila terjadi gangguan jantung kanan dalam
memompa darah, maka akan berdampak pula pada hepar. Hepar
akan membesar karena banyaknya bendungan pasif darah
(Guyton dan Hall, 2014).
2.1.4 Tes Fungsi Hati
2.1.4.1 Definisi
Tes fungsi hati (SGOT dan SGPT) berguna dalam
mendeteksi gangguan hepar beserta keparahan penyakitnya,
mencari penyebab, memonitor keberhasilan terapi dan
menilai prognosis (Sudoyo et al, 2014). SGPT dan SGOT
adalah enzim aminotransferase yang paling sensitif dan
paling banyak digunakan di hepar. Apabila ada kerusakan
hepar, maka enzim yang berada pada sel – sel hepar akan
masuk ke dalam aliran darah, sehingga akan meningkatkan
kadar enzim SGOT dan SGPT di dalam darah, hal tersebut
merupakan tanda bahwa ada kerusakan hepar (Singh, Bhat
dan Sharma, 2011).
11
2.1.4.2 Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT)
Alanine aminotransferase atau SGPT salah satu enzim
transaminase yang berfungsi mengkatalisis reaksi
pemindahan gugus NH2 dari asam amino aspartat ke asam
α-ketoglutarat, sehingga terbentuk asam keto lain, yaitu
asam oksaloasetat yang berasal dari asam aspartat, dan asam
glutamate dari asam α-ketoglutarat (Sadikin, 2002). SGPT
adalah enzim sitoplasma yang terutama terdapat di hepar.
Pada kerusakan hepar yang akut, SGPT akan meningkat
lebih tinggi daripada SGOT karena kerusakan sel hepar
yang terjadi masih belum mengenai mitokondria sel hepar
dan konsentrasi SGPT di dalam hepatosit mencapai tiga
sampai empat kali lebih banyak daripada SGOT, sehingga
SGPT dapat dijadikan indikator adanya kerusakan sel di
hepar yang lebih spesifik daripada SGOT (Swaroop dan
Gowda, 2012). Nilai normal kadar SGPT pada manusia
yaitu antara 5 – 50 U/L (Singh, Bhat dan Sharma, 2011).
2.1.4.3 Serum Glutamic Oxaloacetate Transaminase (SGOT)
Aspartate aminotransferase atau SGOT adalah salah
satu enzim transaminase yang berfungsi mengkatalisis
reaksi pemindahan gugus NH2 dari asam amino aspartat ke
asam α-ketoglutarat, sehingga terbentuk asam keto lain,
yaitu asam oksaloasetat yang berasal dari asam aspartat, dan
asam glutamate dari asam α-ketoglutarat (Sadikin, 2002).
12
SGOT adalah enzim mitokondria yang dikeluarkan oleh sel
jantung, hepar, otot skeletal, ginjal, dan otak. Pada
kerusakan sel – sel tersebut, SGOT akan meningkat
(Swaroop dan Gowda, 2012). Kadar SGOT dapat
meningkat 20 sampai 100 kali dari nilai normal pada
kerusakan sel hepar yang disebabkan oleh keracunan
ataupun infeksi yang mengenai mitokondria sel hepar,
seperti hepatitis viral, dan keracunan obat akibat dari
metabolit toksik dari obat. Nilai normal kadar SGOT pada
manusia yaitu antara 7-40 U/L (Singh, Bhat dan Sharma,
2011).
2.1.4.4 Penyebab Kebocoran Enzim SGOT dan SGPT
1. Perubahan-perubahan permeabilitas membran plasma sel
hati hanya merupakan predisposasi terjadanya
kebocoran. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan
permeabilitas membran sel adalah (Elisa UGM, 2011) :
Adanya penurunan suplai O2 ke hati, terutama
berakibat pada sel-sel yang dekat vena sentralis,
karena merupakan sel-sel yang paling akhir menerima
oksigen dari darah melalui lobulus hati.
Efek langsung dan toxin bakteri, obat, bahan kimia
pada sel-sel hati, terutama berakibat pada sel-sel yang
dekat dengan vena sentralis. Sel-sel tersebut
13
menenima nutrisi yang paling sedikit dari darah oleh
karena itu kurang resisten terhadap hepatoloksin.
Radang jaringan hati, hasil-hasil keradangan akan
mempengaruhi secara langsung permeabilitas
membran sel hati.
Berbagai macam gangguan metabolik dapat
menyebabkan perubahan-perubahan ternak sel-sel hati
dan rnengakibatkan kebengkakan sel
Perubahan-perubahan pada jaringan hati yang
berhuhungan dengan permebilitas sel hati dan
kebocoran, termasuk: mikrolesi yang tidak terlihat
secara makroskopik, seperti degenerasi hidropik dan
perlemakan hati, nekrosis dan kombinasi semuanya.
2. Gangguan-gangguan bocornya SGOT dan SGPT dapat
juga disebabkan karena beberapa kondisi penyakit
metabolik dan sirkulasi yang menyebabkan penyakit
sekunder pada hati dan beberapa kondisi penyakit lain
seperti diabetes melitus, sindroma nefrotik, dan lain
sebagainya (Elisa UGM, 2011).
2.2 Tikus Putih (Rattus novergicus L.)
Secara genetik, manusia mempunyai banyak sekali kemiripan
dengan mencit (Mus musculus L.) dan tikus (Rattus novergicus L.). Jenis
mencit dan tikus yang paling umum digunakan adalah jenis albino galur
Sprague Dawley dan galur Wistar (Wolfenshon dan Lloyd, 2013). Tikus
14
putih atau albino ini lebih banyak dipilih karena tikus yang dilahirkan dari
perkawinan antara tikus albino jantan dan betina mempunyai tingkat
kemiripan genetis yang besar, yaitu 98%, meskipun sudah lebih dari 20
generasi. Bahkan setelah terjadi perkawinan tertutup di antara tikus albino
ini, mereka masih mempunyai kemiripan genetis yang sangat besar yaitu
99,5% (Krinke, 2006). Kapasitas lambung tikus memiliki keterbatasan,
volume cairan lambung tikus adalah sebesar 3,38 ± 0,52 ml. Lambung
dapat pula merenggang sampai dengan volume 4,63 ± 0,44 ml sedangkan
saat lambung tikus penuh dengan makanan volumenya sebesar 6,63 ± 0,92
ml (Harmahita, 2008). Hati tikus memiliki berat sekitar 2 g dan menempati
seluruh wilayah subdiafragma, serta memiliki 4 lobus. Struktur hati tikus
sama dengan manusia meskipun pada hepatosit manusia memiliki
ketebalan yang lebih dibandingkan hepatosit tikus, serta memiliki trias
porta berupa v. porta, a. Hepatica dan ductus biliaris (Rogers, Arlin dan
Renee, 2012).
(Krinke, 2006)
Gambar 2.4
Tikus Putih (Rattus novergicus strain wistar)
Dalam kondisi normal, nilai SGOT dan SGPT tikus putih sebesar
10-40 U/I dan 4-30 U/I (Kusumawati, 2004). Peningkatan kadar SGOT
dan SGPT akan terjadi jika adanya pelepasan enzim secara intaraseluler
kedalam darah yang disebabkan nekrosis sel-sel hati atau adanya
15
kerusakan hati secara akut misalnya nekrosis hepatoselular atau infark
miokardial (Wibowo, Maslachah dan Retno, 2008).
2.3 Radikal Bebas
2.3.1 Defenisi Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan salah satu bentuk molekul, atom,
atau senyawa oksigen reaktif, yang secara umum diketahui sebagai
senyawa yang memliki elektron yang tidak berpasangan sehingga
atom atau molekul tersebut sangat mudah membentuk senyawa
baru (Winarsi, 2007). Oleh karena ketidakstabilannya, sebuah
radikal bebas akan selalu mencoba untuk melengkapi dirinya
dengan berbagai cara seperti menambah atau mengurangi elektron,
serta membagi elektron dengan cara bergabung dengan atom lain.
Sifat radikal yang mirip dengan oksidan mengakibatkan
banyak orang yang menyamakan di antara keduanya. Dalam ilmu
kimia oksidan diartikan sebagai senyawa yang dapat menarik dan
menerima elektron. Sedangkan radikal bebas memiliki sifat
reaktivitas tinggi, karena memiliki kecenderungan menarik
elektron, serta dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu
radikal (Arief, 2008).
Sebenarnya radikal bebas juga bagian dari sistem pertahanan
tubuh sehingga diperlukan tubuh dalam jumlah tertentu. Radikal
bebas dapat membunuh mikroorganisme penyebab infeksi. Namun,
paparan terus-menerus dan berlebihan dapat mengurangi
16
kemampuan sel untuk beradaptasi terhadap lingkungannya,
kerusakan dan kematian sel. (Sayuti, Yenrina dan Tuti, 2015).
(Arief, 2008)
Gambar 2.5
Struktur Kimia Radikal Bebas
2.3.2 Sumber Radikal Bebas
Radikal bebas yang terdapat dalam tubuh manusia dapat
diperoleh dari dua sumber yang berbeda yaitu endogen dan
eksogen (Sayuti, Yenrina dan Tuti, 2015). Radikal bebas endogen
bisa diperoleh dari autooksidasi yang merupakan produk dari
metabolisme aerobik, oksidasi enzimatik, dan respiratory brust.
Sedangkan radikal bebas eksogen bisa diperoleh dari obat-obatan,
radiasi, dan asap rokok (Arief, 2008).
2.3.3 Mekanisme Perusakan Akibat Radikal Bebas
Target utama radikal bebas adalah protein, asam lemak tak
jenuh dan lipoprotein, serta unsur DNA (Winarsi, 2007).
Mekanisme kerusakan sel atau jaringan akibat serangan radikal
bebas yang paling awal diketahui dan terbanyak diteliti adalah
peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid paling banyak terjadi di
membran sel, terutama asam lemak tidak jenuh yang merupakan
komponen penting penyusun membran sel. Pengukuran tingkat
peroksidasi lipid diukur dengan mengukur produk akhirnya, yaitu
17
Malondialdehyde (MDA). Peroksidasi ini akan mempengaruhi
fluiditas membran, struktur dan fungsi membran (Powers dan
Jackson, 2008).
Radikal bebas dapat merusak sel dengan cara merusak
membran sel tersebut. Kerusakan pada membran sel ini dapat
terjadi dengan cara: (a) radikal bebas berikatan secara kovalen
dengan enzim dan/atau reseptor yang berada di membran sel,
sehingga merubah aktivitas komponen–komponen yang terdapat
pada membran sel tersebut, (b) radikal bebas berikatan secara
kovalen dengan komponen membran sel sehingga merubah struktur
membran dan mengakibatkan perubahan fungsi membran dan/atau
mengubah karakter membran menjadi seperti antigen, (c) radikal
bebas mengganggu sistem transport membran sel melalui ikatan
kovalen, mengoksidasi kelompok thiol, atau dengan merubah asam
lemak polyunsaturated, (d) radikal bebas menginisiasi peroksidasi
lipid secara langsung terhadap asam lemak polyunsaturated
dinding sel. Radikal bebas akan menyebabkan terjadinya
peroksidasi lipid membran sel. Peroksida lipid akan terbentuk
dalam rantai yang makin panjang dan dapat merusak organisasi
membran sel (Agarwal dan Sekhlon, 2010).
Bila radikal bebas diproduksi in vivo atau in vitro di dalam
sel melebihi mekanisme pertahanan normal, maka akan terjadi
berbagai gangguan metabolik dan seluler. Jika posisi radikal bebas
yang terbentuk dekat dengan DNA, maka bisa menyebabkan
18
perubahan struktur DNA sehingga bisa terjadi mutasi atau
sitotoksisitas. Radikal bebas juga bisa bereaksi dengan nukleotida
sehingga menyebabkan perubahan yang signifikan pada komponen
biologi sel. Bila radikal bebas merusak grup thiol maka akan terjadi
perubahan aktivitas enzim (Powers dan Jackson, 2008).
2.3.4 Monosodium Glutamate (MSG)
2.3.4.1 Definisi MSG
Monosodium Glutamate (MSG) adalah hasil dari
purifikasi glutamat atau gabungan dari beberapa asam amino
dengan sejumlah kecil peptida yang dihasilkan dari proses
Hydrolized Vegetable Protein (HVP). Tubuh manusia dapat
menghasilkan asam glutamat, sehingga asam glutamat
digolongkon pada asam amino non esensial. Protein nabati
mengandung 40% asam glutamat sedangkan protein hewani
mengandung 11-22% asam glutamat (Wakidi, 2012).
(Xiong, Branigan dan Li 2009)
Gambar 2.6
Struktur Kimia MSG
Monosodium Glutamate (MSG) berbentuk tepung
kristal berwarna putih yang mudah larut dalam air dan tidak
berbau. Monosodium glutamat mempunyai rumus kimia
dengan persentase unsur pokok yang terkandung dalam MSG
19
diataranya, glutamat 78,2%, Na 12,2%, H2O 9,6%. (Wakidi,
2012).
2.3.4.2 Metabolisme MSG
Konsumsi glutamat bebas akan meningkatkan kadar
glutamat dalam plasma darah, selanjutnya glutamat di dalam
mukosa usus halus akan diubah menjadi alanin dan di dalam
hati akan diubah menjadi glukosa dan laktat. Kadar puncak
MSG dalam plasma dipengaruhi oleh usia, cara pemberian
dan konsentrasi MSG dalam larutan. Pada hewan baru lahir
metabolisme asam glutamat lebih rendah dari pada hewan
dewasa. Pemberian MSG secara parenteral akan memberikan
reaksi yang berbeda dengan pemberian MSG per oral karena
pada pemberian secara parenteral, MSG tidak melalui usus.
Sedangkan pada pemberian per oral, MSG akan melalui usus
ke sirkulasi portal dan hati. Hati mempunyai kesanggupan
untuk metabolisme asam glutamat ke metabolit lain. Oleh
karena itu, apabila pemberian glutamat melebihi kemampuan
kapasitas hati untuk metabolismenya, maka dapat
menyebabkan peningkatan glutamat plasma (Maidawilis,
2010). Letak reseptor glutamat berada di otak, ginjal, hati,
jantung, plasenta dan usus (Jinap dan Hajeb, 2010).
Glutamat menjalankan beberapa fungsi penting di
dalam proses metabolisme di dalam tubuh, antara lain :
1) Substansi untuk sintesa protein
20
Diperkirakan 10-40% glutamat terkandung di dalam
protein. L-glutamic acid merupakan bahan yang penting
untuk sintesa protein. Asam glutamat memiliki karakter
fisik dan kimia yang dapat menjadi struktur sekunder dari
protein yang disebut rantai α (Ganesan et al, 2013).
2) Pasangan transaminasi dengan α-ketoglutarate
L-glutamate disintesa dari ammonia dan α-ketoglutarate
dalam suatu reaksi yang dikatalisir oleh L-glutamate
dehydrogenase (siklus asam sitrat). Glutamat yang diserap
ditransaminasikan dengan piruvat dalam bentuk alanin.
Alanin dari hasil transaminasi dari piruvat, oleh asam
amino dekarboksilat menghasilkan α-ketoglutarat atau
oksaloasetat. Glutamat yang lolos dari metabolisme
mukosa, dibawa melalui vena portal ke hati. Sebagian
glutamat dikonversikan oleh usus dan hati dalam bentuk
glukosa dan laktat, kemudian dialirkan ke darah perifer
(Lehninger, 2012).
3) Prekusor glutamin
Glutamin dibentuk dari glutamat oleh glutamin sintase.
Ammonia akan dikonversikan menjadi glutamin sebelum
masuk ke sirkulasi. Glutamat dan glutamin merupakan
mata rantai karbon dan nitrogen di dalam proses
metabolisme karbohidrat dan protein (Singh dan
Ahluwalia, 2012).
21
4) Neurotransmitter
Glutamat adalah transmitter mayor di otak, berfungsi
sebagai mediator untuk menyampaikan transmisi post
sipnatik. Selain itu glutamat juga berfungsi sebagai
prekusor dari neurotransmitter Gamma Ammino Butiric
Acid (GABA) (Jinap dan Hajeb, 2010).
2.3.4.3 Efek MSG terhadap Hepar
Hepar adalah salah satu organ tubuh yang rentan rusak
hingga menyebabkan perubahan struktur dan fungsinya
seperti perubahan metabolism, dll (Sudoyo et al, 2014). Saat
mengkonsumsi MSG, glutamat bebas dalam peredaran darah
meningkat. Glutamat yang merupakan asam amino akan
mengalami proses deaminasi asam amino (glutamate) di
hepar yang akan menghasilkan ion amonium (NH4+
). Ion
amonium beracun di hati dengan menyebabkan kerusakan
mitokondria melalui aktifasi jalur Ca2+
independen apoptosis
intrinsik kecuali didetoksifikasi melalui proses siklus urea.
(Inyang, Ojewunmi dan Ebuehi, 2012).
Pemberian MSG yang berlebih juga mengakibatkan
terjadinya penurunan antioksidan endogen hati seperti Cat,
GSH dan SOD pada tikus. Hal tersebut akan mengakibatkan
terjadinya stres oksidatif yang diawali dengan kerusakan sel
berupa peroksidasi lemak, peningkatan aktivitas glutathione
22
transferase sampai merusak struktur dan fungsi sel
(Husarova dan Ostatnikova, 2013).
2.4 Antioksidan
2.4.1 Definisi Antioksidan
Pengertian antioksidan dari segi ilmu kimia merupakan
electron donors atau senyawa pemberi elektron. Secara biologis
antioksidan adalah senyawa yang dapat mengatasi dampak negatif
oksidan dalam tubuh seperti kerusakan elemen vital sel tubuh.
Tubuh manusia memproduksi antioksidan yang dapat menangkal
reaktivitas radikal bebas. Apabila jumlah radikal bebas
dibandingkan antioksidan endogen tidak seimbang akan
mengakibatkan stres oksidatif yang menyerang komponen lipid,
protein, maupun DNA (Winarsi, 2007). Selain itu, terjadinya
peroksidasi lipid akibat stress oksidatif, kerusakan DNA dan
katalisis anion superoksida oleh SOD akan menyebabkan kadar
antioksidan endogen SOD menurun.
2.4.2 Klasifikasi Antioksidan
2.4.2.1 Antioksidan Primer
Antioksidan primer seperti SOD, GPx dan Cat disebut
sebagai chain-breaking antioxidant yang berarti antioksidan
dapat menstabilkan senyawa yang tidak stabil dengan
memutus rantai reaksinya melalui donor atom hidrogen
secara cepat. (Sayuti, Yenrina dan Tuti, 2015).
23
2.4.2.2 Antioksidan Sekunder
Antioksidan sekunder seperti vitamin C, vitamin E, β-
caroten dan isoflavon disebut scavenger free radical yang
berperan menangkap radikal bebas sehingga tidak beraksi
dengan komponen seluler. (Sayuti, Yenrina dan Tuti, 2015).
2.4.2.3 Antioksidan Tersier
Antioksidan tersier bekerja memperbaiki kerusakan
biomolekul yang disebabkan radikal bebas. Contoh
antioksidan tersier adalah enzim-enzim yang memperbaiki
DNA dan metionin sulfida reduktase (Sayuti, Yenrina dan
Tuti, 2015).
2.5 Daun pepaya (Carica papaya L.)
2.5.1 Taksonomi Daun Pepaya (Carica papaya L.)
Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Violales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya Linn. (Depkes RI, 2013)
2.5.2 Sifat Fisik Daun Pepaya (Carica papaya L.)
Pepaya (Carica papaya L.) atau disebut paw paw adalah buah
yang banyak ditemukan di daerah tropis Amerika Tengah, Selatan
dan Afrika. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2016, di
24
provinsi Jawa Timur tanaman pepaya adalah tanaman yang paling
banyak diproduksi dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia
dengan produksi 6.9 juta tanaman pertahunnya.
(Yogiraj,2014)
Gambar 2.7
Daun papaya
Daun muda pepaya memiliki daun tunggal, ujungnya runcing,
pangkalnya bertoreh dan tepinya bergerigi dengan diameter 50-70
cm, tersusun secara spiral melingkari batang, dan lembaran daun
bercelah-celah menjari dan dapat diambil dari 3 tangkai teratas dari
tanaman pepaya (Nurhaeni, Ahmad dan Magfira, 2017). Daun
muda pepaya bertulang menjari dengan warna permukaan atas
hijau dan bawah hijau lebih muda. Sedangkan daun tua menguning
dan gugur meninggalkan bekas pada batangnya (Begum, 2014).
2.5.3 Kandungan Daun Pepaya (Carica papaya L.)
Daun Pepaya sebagai sumber nutrisi yang memiliki
kandungan mulai dari mineral, karbohidrat, protein dan lipid
berfungsi untuk menjaga kebugaran dan kesehatan tubuh (Ayoola
dan Adeyeye, 2010). Berikut komposisi buah masak, buah mentah
serta daun muda pepaya :
25
Tabel 2.1 Komposisi Buah dan Daun muda pepaya
Unsur
Komposisi
Buah
Masak
Buah Mentah Daun Muda
Energi (kalori) 46 26 79
Air (g) 86,7 92,3 75,4
Protein (g) 0,5 2,1 8
Lemak (g) - 0,1 2
Karbohidrat (g) 12,2 4,9 11,9
Vitamin A (IU) 365 50 18.250
Vitamin B (mg) 0,04 0,02 0,15
Vitamin C (mg) 78 19 140
Kalsium (mg) 23 50 353
Besi (mg) 1,7 0,4 0,8
Fosfor (mg) 12 16 63
(Direktorat Gizi Depkes RI, 2013)
Fitokimia dari daun pepaya (Carica papaya L.) yang sudah
berhasil dibuktikan adalah alkaloid (carpaine, pseudocarpaine,
dehydrocarpaine I dan II), flavonoid (kaempferol and myricetin),
fenolik (ferulic acid, caffeic acid, chlorogenic acid), saponin,
glikosida, protein, asam amino, serta dibuktikan juga adanya tannin
dalam daun pepaya (Eleazu et al, 2012). Namun, dalam ekstraksi
daun pepaya tidak semua senyawa kimia bisa dikeluarkan. Berikut
hasil perbandingan hasil uji fitokimia ekstrak daun pepaya dengan
pelarut air, eter dan methanol :
Tabel 2.2 Hasil Uji Fitokimia Daun Pepaya
Senyawa Uji Ekstrak Daun Pepaya
Air Eter Metanol
Fenolik + + +++
Flavonoid - - ++
Saponin ++ - +
Alkaloid +++ - -
(Anjum et al, 2013)
26
Hasil uji fitokimia ekstrak daun pepaya masing-masing
pelarut menunjukkan positif seluruhnya pada golongan fenolik.
Identifikasi dalam pelarut metanol lebih banyak dibandingkan
pelarut lainnya. Hal ini karena kelarutan fenolik pada metanol lebih
tinggi dibandingkan pelarut eter dan air. Golongan flavonoid hanya
menunjukkan nilai yang positif pada ekstrak pelarut metanol.
Saponin menunjukkan positif pada pelarut air dan metanol dan
alkaloid hanya menunjukkan positif pada air (Anjum et al, 2013).
Metanol atau metil alkohol (CH3OH) merupakan bentuk paling
sederhana dari alkohol. Di akhir proses ekstraksi dengan metanol
akan dilakukan penguapan dengan rotatory evaporator untuk
menguapkan pelarut sehingga ekstrak akan bersih dari kandungan
alkohol. Prinsip kerja rotary evaporator adalah memisahkan
senyawa dari sumbernya dengan pemanasan secara hampa udara
yang didasarkan pada titik didih pelarut dan adanya tekanan yang
menyebabkan uap dari pelarut terkumpul diatas. Setelah pelarutnya
diuapkan akan dihasilkan ekstrak yang dapat berbentuk padatan
(solid) atau cairan (liquid) (Senjaya dan Wahyu, 2008).
2.5.4 Antioksidan Daun pepaya (Carica papaya L.)
Pepaya mengandung vitamin C, beta karoten, licopen, dan
vitamin E sebagai antioksidan yang dapat melawan stress oksidatif
serta mengandung flavonoid, alkaloid, atau kombinasi keduanya
sebagai hepatoprotektor yang berperan sebagai antioksidan (Sadek,
27
2012). Menurut Maisarah pada tahun 2013, kandungan antioksidan
daun pepaya yang utama adalah flavonoid dan fenolik.
Tabel 2.3 Kandungan Flavonoid dan Fenolik Tanaman Pepaya
Tumbuhan
Pepaya
Kadar Flavonoid (mg
GAE/100g dry weight)
Kadar Fenolik (mg
GAE/100g dry weight)
Buah Matang 92.95 ±7.12 272.66 ±1.53
Buah Mentah 53.44 ±6.63 339.91 ±9.40
Biji 59.54 ±12.23 30.32 ±6.90
Daun Muda 333.14 ±11.02 424.89 ±0.22 (Maisarah et al, 2013)
Aktivitas antioksidan ekstrak methanol daun pepaya. terbaik
adalah pada ekstrak daun muda papaya lalu diikuti oleh ekstrak
buah mentah, ekstrak buah matang, dan ekstrak biji pepaya
(Maisarah et al, 2013). Selain itu, penelitian Andarwulan et al pada
tahun 2010 menyatakan bahwa daun muda pepaya juga memiliki
kadar flavonoid yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan daun
lain yang banyak diproduksi di Indonesia seperti daun katuk
(Sauropus androgynus (L) Merr) dan daun kenikir (Cosmos
caudatus H.B.K). Berikut tabel perbandingan kandungan flavonoid
pada tanaman pepaya, daun katuk dan daun kenikir :
Tabel 2.4 Perbandingan Flavonoid Daun muda pepaya dan
Tanaman lain
Jenis Daun Kandungan Flavonoid
Daun muda pepaya 333,14 mg/ 100g
Daun Katuk 143 mg/ 100 g
Daun Kenikir 52,2 mg/ 100 g (Andarwulan et al, 2010)
2.5.5 Manfaat Daun Pepaya (Carica papaya L.)
Daun pepaya (Carica papaya L.) memiliki banyak sekali
manfaat dan telah dikenal sebagai tanaman pengobatan tradisional
28
yang banyak digunakan untuk terapi berbagai penyakit, salah
satunya menggunakan bagian daun pepaya (Yogiraj, 2014). Di
beberapa daerah di Asia, daun Pepaya muda dikukus dan dimakan
seperti halnya bayam. Semua bagian dari Pepaya, mulai dari daun,
biji, getah dan buah memiliki bermacam-macam fungsi terapeutik
seperti anti kanker, antiviral, anti inflamasi, anti mikroba, anti
diabetic, anti hipertensi, dapat menyembuhkan luka,
menghilangkan radikal bebas dan meningkatkan aktivitas
tromobosit (Rahayu dan Ami, 2016). Antioksidan daun pepaya
(Carica papaya L.) terbukti memiliki efek terhadap perbaikan
gambaran histopatologi hepar serta pencegahan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT hewan coba yang mengalami stress oksidatif
setelah diinduksi dengan acetaminophen dan CCL4 (Awodele et al,
2016).