Upload
agung
View
16
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
landasan teori berdassarkan standarisasi nasional indonesia
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
JUDUL :
ANALISA STRUKTUR BETON GEDUNG PASCA SARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI REDEN FATAH PALEMBANG
1.1 Latar Belakang
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah Palembang
merupakan satu-satunya Perguruan Tinggi Negeri Agama yang ada di kota
Palembang. IAIN Raden Fatah Palembang diresmikan pada tanggal 13
November 1964 di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Propinsi Sumatera
Selatan berdasarkan surat keputusan Menteri Agama Nomor 7 Tahun 1964
pada Tanggal 22 Oktober 1964.
Seiring berjalan dan perkembangan waktu, IAIN Raden Fatah
Palembang pada tahun 2000 mendirikan program pasca sarjana untuk
menciptakan sumber daya manusia di bidang keagamaan yang lebih
profesional. Pada tahun 2011 IAIN Raden Fatah membangun gedung pasca
sarjana sebagai sarana dalam mendukung pembelajaran program pasca
sarjana tersebut.
Perencanaan struktur beton bertujuan untuk mendapatkan suatu
bangunan yang baik dan dapat dipakai sesuai dari tujuan didirikannya
bangunan tersebut. Bangunan dikatakan baik apabila bangunan tersebut kuat,
awet dan stabil serta memenuhi tujuan-tujuan lainnya seperti ekonomis dan
kemudahan pelaksanaan. Suatu struktur disebut stabil bila ia tidak mudah
terguling, miring atau tergeser selama umur bangunan yang direncanakan.
Suatu struktur disebut awet bila struktur tersebut dapat menerima keausan dan
kersakan yang diharapkan terjadi selama umur bangunan yang direncanakan
tanpa pemeliharaan yang berlebihan. Untuk mencapai tujuan perencanaan
27
tersebut, perencanaan struktur harus mengikuti peraturan perecanaan yang
ditetapkan oleh pemerintah berupa Standar Nasional Indonesia (SNI).
Pada gedung pasca sarjana IAIN Raden Fatah Palembang penulis ingin
menganalisa perencanaan dan pelaksanaan gedung tersebut untuk mengetahui
apakah struktur bangunan tersebut aman atau tidak berdasarkan Tata Cara
Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-2002 dan
bantuan Software Structure Program.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dibuat perumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah perencanaan dan pelaksanaan gedung pasca sarjana IAIN Raden
Fatah Palembang sudah sesuai SNI 03 – 2847 – 2002 ?
2. Apakah desain struktur beton sesuai dengan desain menggunakan Software
Structure Program?
1.3 Batasan Masalah
Dalam penyusunan tugas akhir ini berhubungan dengan kemampuan
waktu dan biaya. Penulis membatasi permasalahan dalam “Analisa Struktur
Gedung Pasca Sarjanan Institut Agama Islam Negeri Raden Fatah
Palembang” , perhitungan dibatasi meliputi :
1. Analisa dimensi struktur bagian atas terdiri dari balok, plat dan kolom
serta beban yang terkait.
2. Analisa dimensi struktur bagian bawah terdiri dari pondasi telapak serta
beban yang terkait.
1.4 Tujuan dan Manfaat
1.4.1 Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai oleh penulis adalah untuk
menganalisa stuktur beton Gedung Pasca Sarjana IAIN Raden Fatah
27
Palembang dengan menggunakan Tata Cara Perhitungan Strukur
Beton Untuk Bangunan Gedung SNI 03 – 2847 – 2002.
1.4.2 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan Tugas Akhir ini adalah
memberikan hasil analisa struktur beton yang memenuhi ketentuan
minimum serta mendapatkan hasil pekerjaan struktur yang aman, serta
menjadi bahan pembelajaran dalam merencanakan gedung bertingkat.
Selain itu,penulisan Tugas Akhir ini bermanfaat sebagai syarat dalam
menyelesaikan jenjang D4 di Politeknik TEDC Bandung.
1.5 Sistematika Penulisan
Penjelasan dalam laporan tugas akhir ini disajikan secara singkat dan
sistematis sehingga diharapkan dapat mempermudah pembaca dalam
mempelajari.
Adapun susunan laporan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
BAB I. Pendahuluan
Mencakup dan membahas tentang latar belakang
pengambilan judul, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan
dan manfaat dan sistematika penulisan yang dibuat sebagai
patokan penyusunan tugas akhir ini.
BAB II. Landasan Teori
Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang akan
mendukung dan diaplikasikan dalam perhitungan langkah-
langkah perhitungan struktur beton bangunan Gedung Pasca
Sarjana di IAIN Raden Fatah Palembang empat lantai yang sesuai
dengan ketentuan dan aturan yang berlaku pada SNI 03 – 2847 –
2002.
27
BAB III. Dasar Perhitungan
Dalam bab ini akan dibahas mengenai perhitungan struktur
secara keseluruhan mulai dari analisa perhitungan gaya-gaya
dalam, perhitungan plat atap, perhitungan plat lantai, perhitungan
tangga, perhitungan balok anak, perhitungan balok induk,
analisa struktur portal, perhitungan kolom dan perhitungan
pondasi serta penggambaran hasil desain.
BAB IV. Analisa Struktur
Pada bab ini berisi tentang pembahasan hasil analisa
perencanaan struktur bangunan gedung pasca sarjana di IAIN
Raden Fatah Palembang.
BAB V. Penutup
Pada bab ini akan membahas kesimpulan dari hasil analisa
stuktur yang dapat diambil dan saran-saran yang bermanfaat.
27
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pembebanan
Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan
Gedung (PPPURG) 1987, struktur gedung harus direncanakan kekuatannya
terhadap beban. Sebelum menentukan nilai beban yang bekerja, perlu
diperhatikan arah beban yang bekerja pada struktur tersebut seperti gambar di
bawah ini :
Gambar 2.1 Arah Beban Pada Struktur
Sumber : PPPURG 1987
Keterangan :
D = Beban Mati (kN/m2)
L = Beban Hidup (kN/m2)
E = Beban Gempa (kN)
W- = Beban Angin Tekan (kN/m2)
W+ = Beban Angin Hisap (kN/m2)
27
2.1.1 Beban Mati
Berdasarkan PPPURG 1987, beban mati adalah berat dari
semua bagian suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur
tambahan, penyelesaian-penyelesaian, barang-barang, mesin-mesin
serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
gedung itu.
2.2.1.1 Ketentuan Beban Mati
1. Beban mati atau berat sendiri dari bahan-bahan bangunan
ditentukan menurut lampiran 2.1
2. Apabila bahan bangunan setempat diperoleh berat sendiri yang
menyimpang lebih dari 10% terhadap nilai-nilai yang
tercantum dalam lampiran 2.2 , maka berat sendiri ditentukan
sendiri.
3. Berat sendiri bahan bangunan yang tidak tercantum pada
lampiran 2.1 , harus ditentukan sendiri.
2.2.1.2 Reduksi Beban Mati
1. Apabila beban mati memberikan pengaruh yang
menguntungkan terhadap pengarahan kekuatan suatu struktur
atau unsur struktur suatu gedung, maka beban mati tersebut
harus diambil menurut lampiran 2.1 dengan mengalikannya
dengan koefisien reduksi 0,9.
2.1.2 Beban Hidup
Berdasarkan PPPURG 1987, beban hidup ialah semua beban
yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan
kedalamannya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari
barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan
yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung
tersebut.
27
2.1.2.1 Ketentuan Beban Hidup
1. Beban hidup pada lantai gedung ditentukan menurut lampiran
2.2
2. Beban hidup pada atap dan atau bagian atap serta pada struktur
tudung (canopy) yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang,
harus diambil minimum sebesar 100 kg/m2 bidang datar.
3. Beban Hidup pada atap dan atau bagian atap yang tidak dapat
dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil yang paling
menentukan diantara dua macam beban berikut:
a. Beban terbagi rata per m2 bidang datar berasal dari beban
air hujan sebesar (40 – 0,8 α) kg/m2 dimana α adalah sudut
kemiringan atap dalam derajat, dengan ketentuan bahwa
beban tersebut tidak perlu diambil lebih besar dari 20 kg/m2
dan tidak perlu ditinjau bila kemiringan atapnya adalah
lebih besar dari 50º.
b. Beban terpusat berasal dari seorang pekerja atau seorang
pemadam kebakaran dengan peralatannya sebesar minimum
100 kg.
4. Pada balok tepi atau gordeng tepi dari atap yang tidak cukup
ditunjang oleh dinding atau penunjang lainnya dan pada
kantilever harus ditinjau kemungkinan adanya beban hidup
terpusat sebesar minimum 200 kg.
2.1.2.2 Reduksi Beban Hidup
1. Peluang untuk terjadinya beban hidup penuh yang membebani
semua bagian dan semua unsur struktur pemikul secara
serempak selama umur gedung tersebut sangat kecil, sehingga
beban hidup dapat dikalikan dengan suatu koefisien reduksi
yang tercantum pada lampiran 2.3.
2. Pada perencanaan struktur vertikal seperti kolom, dan dinding
serta pondasinya, beban hidup pada lantai yang dipikulnya,
27
dapat dikalikan dengan koefisien reduksi komulatif yang
tercantum pada lampiran 2.4.
2.1.3 Beban Angin
Berdasarkan PPPURG 1987, beban Angin ialah semua beban
yang bekerja pada gedung atau bagian gedung oleh selisih dalam
tekanan udara.
2.1.3.1 Ketentuan Beban Angin
1. Tekanan tiup harus diambil minimum 25 kg/m2 .
2. Tekanan tiup di laut dan di tepi laut samapi sejauh 5 km dari
pantai harus diambil minimum 40 kg/m2 .
2.1.3.3 Koefisien Angin
Gambar 2.2 Koefisien Angin Pada Gedung Tertutup
Sumber : PPPURG 1987
1. Gedung Tertutup
Untuk bidang-bidang luar, koefisien angin (+ berarti tekanan
dan berarti isapan), adalah sebagai berikut:
a. Dinding vertikal :
di pihak angin + 0,9
di belakang angin - 0,4
sejajar dengan arah angin - 0,4
27
b. Atap segitiga dengan sudut kemiringan α :
di pihak angin: α < 65º (0,02 α - 0,4)
65º < α < 90 º + 0,9
dibelakang angin, untuk semua α - 0,4
2.1.4 Beban Gempa
Berdasarkan Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk
Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2003), Indonesia ditetapkan terbagi
dalam 6 wilayah gempa, dimana wilayah gempa 1 adalah wilayah
paling rendah dan wilayah gempa 6 paling tinggi. Pembagian wilayah
gempa ini didasarkan atas percepatan puncak batuan dasar akibat
pengaruh gempa rencana dengan periode ulang 500 tahun, yang nilai
rata-ratanya untuk setiap wilayah gempa ditetapkan dalam lampiran
2.5 dan Tabel 2.1 di bawah ini :
Tabel 2.1 Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka
tanah untuk masing-masing Wilayah Gempa Indonesia
Wilayah
Gempa
Percepatan
pucak batuan
dasar (‘g’)
Percepatan pucak muka tanah Ao (‘g’ )
Tanah
keras
Tanah
sedang
Tanah
lunak
Tanah khusus
1
2
3
4
5
6
0,03
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
0,03
0,12
0,18
0,24
0,29
0,33
0,04
0,15
0,22
0,28
0,33
0,36
0,08
0,23
0,30
0,34
0,36
0,36
Diperluakan
evaluasi khusus di
setiap lokasi
Sumber : SNI 03 – 1726 – 2003 “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung”
dengan menetapkan spektrum percepatan maksimum Am sebesar :
Am = 2,5 Ao
dan waktu getar alami sudut Tc sebesar Tc = 0,5 detik, Tc = 0,6 dan
0,4< Tc < 1,0 detik untuk jenis tanah berturut-turut tanan keras, tanah
27
sedang dan tanah lunak, Faktor Respons Gempa C ditentukan oleh
persamaan sebagai berikut:
- untuk T ≤ Tc
C = Am
- untuk T > Tc
C = A r
T
Dengan
Ar = AmTc
Keterangan :
Am : spektrum percepatan maksimum
Ao : percepatan puncak muka tanah
T : waktu getar alami struktur bangunan gedung (detik)
Tc : waktu getar alami sudut
C : faktor respon gempa
Ar : pembilang dalam persamaan hiperbola Faktor Respon
Gempa
nilai-nilai Am dan Ar dicantumkan dalam Tabel 2.2 :
Tabel 2.2 Spektrum Respon Gempa Rencana
Wilayah
Gempa
TanahKeras
Tc = 0,5 det.
TanahSedang
Tc = 0,6 det.
Tanah Lunak0,4<Tc<1,0
Am Ar Am Ar Am Ar Tc
123456
0,080,300,450,600,730,83
0,040,150,230,300,360,42
0,100,380,550,700,830,90
0,060,230,330,420,500,54
0,200,580,750,850,900,90
0,090,330,500,640,760,84
0,450,570,670,750,840,93
Sumber : SNI 03 – 1726 – 2003 “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung”
1. Analisa Statik Ekuivalen
27
Berdasarkan SNI 1726-2002, beban geser dasar nominal
static ekivalen (V) yang terjadi ditingkat dasar dapat dihitung
berdasarkan persamaan:
V=C1 I
RW t
Keterangan :
V = adalah gaya geser dasar rencana total (kN)
R = adalah faktor modifikasi respons
Wt = adalah berat total struktur (kN)
I = faktor keutamaan gedung yang diambil dari lampiran 2.6.
C = faktor respon gempa
2. Beban geser dasar nominal V menurut pasal 6.1.2 harus dibagikan
panjang tinggi struktur gedung menjadi beban – beban gempa
nominal static ekivalen Fi yang menangkap pada pusat masa lantai
tingkat ke-I menurut persamaan :
Fi =
W i Z i
∑i−I
n
W i Z i
V
Keterangan :
Fi : gaya nominal statik ekuivalen (kN)
Wi : berat struktur tingkat ke-i (kN)
zi : ketinggian lantai tingkat ke-i (m)
2.1.5 Kombinasi Pembebanan
Kombinasi pembebanan berdasarkan Persyaratan Beton
Struktur Untuk Bangunan Gedung (SNI 2847-2002), Sebagai Berikut :
a. Kuat Perlu
1. U = 1,4D
2. U = 1,2D + 1,6L
3. U = 1,2D + 1,0L ± 1,0E
27
4. U = 0,9D ± 1,0E
Keterangan :
D = beban mati (kN/m2)
L = beban hidup (kN/m2)
E = beban gempa (kN)
b. Kuat Rencana
Menurut SNI 2847-2013, Kuat rencana suatu komponen
struktur, sambungannya dengan komponen struktur lain, dan
penampangnya, sehubungan dengan lentur, beban normal, geser,
dan torsi, harus diambil sesebesar kuat nominal dihitung sesuai
dengan persyaratan dan asumsi dari standar ini, yang dikalikan
dengan faktor reduksi kekuatan ϕ di tetapkan dalam lampiran 2.7.
2.2 Perencanaan Struktur
Berdasarkan SNI 2847-2020, Nilai modulus elastisitas beton, baja
tulangan, dan tendon ditentukan sebagai berikut:
1. Untuk berat satuan beton (wc) memenuhi syarat 15 kN/m3 < wc < 2500
kN/m3, nilai modulus elastisitas beton (Ec) dapat diambil sebesar wc1,6 x
0,043 fc′ MPa. Untuk beton normal Ec dapat diambil sebesar 4700fc′
(Mpa).
2. Modulus elastisitas untuk tulangan non-prategang (Es) boleh diambil
sebesar 2,0 x 105 (Mpa).
Tebal selimut beton minimum untuk beton bertulang berdasarkan SNI 2847-
2013, tertera pada lampiran 2.8.
2.2.1 Struktur Atas
27
2.2.1.1 Pelat
Pelat merupakan struktur lentur dari beton bertulang yang
mendukung beban yang berada diatasnya (beban vertikal) yang
berupa beban mati maupun beban hidup serta pelat juga memiliku
sifat dan perilaku khusus. Untuk merencanakan struktur pelat
beton bertulang yang perlu dipertimbangkan tidak hanya
pembebanan, tetapi ukuran pelat dan syarat-syarat tumpuan pada
tepi.
1. Tebal Pelat
Berdasarkan SKSNI T-15-1991-03 tebal pelat tidak boleh
kurang dari :
hmin= ln(0,8+
f y
1500 )36+9
dan tidak perlu lebih dari :
hmaks= ln(0,8+
f y
1500 )36
dalam segala hal tebal minimum pelat tidak boleh kurang dari :
Untuk αm < 2,0 = 120 mm
Untuk αm ≥ 2,0 = 90 mm
Keterangan :
h = Tebal pelat
Ln = Panjang bersih dari bentang terpanjang
Fy = Tegangan leleh baja
β = Rasio dari bentang terpanjang dan bentang
terpendek
α = rasio kekuatan lentur penampang balok terhadap
kekakuan lentur pelat
αm = nilai rata-rata untuk semua balok pada tepi-
tepi dari suatu panel
27
ln = Lebar efektif pelat
2. Jenis Pelat
Berdasarkan SKSNI T-15-1991-03, ada dua jenis pelat antara
lain :
a. Pelat Satu Arah
ly/lx ≥ 2
b. Pelat Dua Arah
ly/lx < 2
Keterangan :
ly : bentang terpanjang
lx : bentang terpendek
2.2.1.2 Balok
Balok direncanakan untuk menahan tegangan tekan dan
tegangan tarik yang diakibatkan oleh beban lentur yang
diakibatkan oleh balok tersebut.nilai kuat tekan dan tarik balok
berbanding terbalik, dimana nilai kuat tekan beton tinggi
sedangkan nilai kuat tarik beton rendah. Sehingga beton diperkuat
denga memasang tulangan baja pada daerah terjadinya tegangan
tarik.
1. Penentuan dimensi balok berdasarkan SNI 03 – 2847 – 2002,
tinggi balok ditentukan sesuai dengan lampiran 2.9.
2. Balok Persegi
Balok persegi adalah balok yang dicor tidak secara monolit
dengan pelat lantai yang didukungnya.Secara umum ukuran
penampang balok dapat diperkirakan tinggi balok dengan h =
110 l sampai h =
116 l dan lebar balok dengan b = 1/2 h sampai
b = 2/3 h.
27
analisis balok berperilaku sebagai balok persegi dilakukan
sebagai berikut:
Gambar 2.3 Analisa Balok Bertulang Rangkap
Sumber: Struktur Beton Bertulang Istimawan
Keterangan :
b : lebar balok (mm)
h : tinggi balok (mm)
d : tinggi efektif balok (mm)
d’ : selimut beton (mm)
As : luas tulangan tarik (mm2)
As’: luas tulangan tekan (mm2)
c’ : regangan ultimate beton sebesar 0,003
s : regangan tarik baja tulangan
c : jarak dari serat tekan terluar ke sumbu netral (mm)
a : 1.c,dimana nilai 1 diambil sebagai berikut :
untuk f’c 30 MPa 1 = 0,85
untuk 30 < f’c < 55 MPa 1 = 0,85-0,008(f’c-30)
untuk f’c > 55 MPa 1 = 0,65
fy : tegangan leleh baja tulangan (Mpa)
c : 0,85 x f’c x b x a
3. Balok T
27
Sebuah balok di desain sebagai balok T apabila beton di cor
monolit dengan pelat yang di dukung oleh balok tersebut.
Dalam merencanakan balok-T harus ditentukan terlebih dahulu
lebar efektif balok :
Gambar 2.4 Penampang Balok-T Untuk Penentuan Lebar Flens
Efektif (b)
Dibawah ini lebar efektif untuk lantai menerus, diambil nilai
terkecil :
Balok Tengah :
1. b ≤ 1/4Lt
2. b ≤ bw+8ht
3. b ≤ bw+1/2Ln
Balok Tepi :
1. b ≤ 1/12Lt
2. b ≤ bw+6ht
3. b ≤ bw+1/2Ln
di bawah ini lebar efektif untuk lantai tidak menerus, diambil
nilai terkecil :
Sebuah balok dapat dihitung dengan teori balok-T bila seluruh
daerah tekan berada pada daerah flens (c < h t), sesuai dengan
diagran regangan dan tegangan yang ditunjukkan pada gambar
berikut :
27
Gambar 2.5 penampang balok – T dengan diagram tegangan dan
regangan (c > ht)
Sumber : Beton Bertulang Edward
Keterangan :
b : lebar efektif (mm)
bw: lebar balok (mm)
h : tinggi balok (mm)
ht : tebal flen
d : tinggi efektif balok (mm)
d’ : selimut beton (mm)
As : luas tulangan tarik (mm2)
c’ : regangan ultimate beton sebesar 0,003
s : regangan tarik baja tulangan
c : jarak dari serat tekan terluar ke sumbu netral (mm)
a : 1.c,
fy : tegangan leleh baja tulangan (Mpa)
Apabila c < ht seperti gambar di atas, maka balok dianggap
sebagai suatu balok persegi dengan lebar bw (sebagai pengganti
b)
4. Perencanaan tulangan geser
Perencanaan penampang terhadap geser berdasarkan Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI – 03
– 2847 – 2002, harus memenuhi:
Vn ≥ Vu (kN)
keterangan :
K : faktor reduksi gaya geser diambil 0,8
27
Vu : gaya geser terfaktor pada penampang kN
Vn : kuat geser nominal yang dihitung dari:
Vn = Vc + Vs (kN)
Keterangan :
Vc : kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton
(kN).
Vs : kuat geser nominal yang disumbangkan oleh
tulangan geser (kN).
2.2.1.3 Kolom
Kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya
untuk menyangga beban aksial tekan vertikal.
1. Perkiraan awal ukuran kolom
Berdasarkan SNI 03 – 2847 – 2002, kuat rencana dari struktur
tekan tidak boleh diambil lebih besar dari :
Pn¿¿ (kN)
Keterangan :
: faktor reduksi struktur tekan dimbil 0,80
Pn : kuat beban aksial nominal (kN)
f'’c : kuat tekan beton (Mpa)
Ag : luas bruto penampang (mm2)
Ast : luas total tulangan longitudinal (mm2)
fy : kuat leleh tulangan (Mpa)
2. Cek kelangsingan kolom
Berdasarkan SNI 03 – 2847 – 2002, pengaruh kelangsingan
pada komponen struktur tekan boleh diabaikan apabila
memenuhi:
lkr
≤ 34−12M 1
M 2
Keterangan :
27
lk : panjang komponen struktur tekan mm yang dikalikan
dengan faktor panjang tekuk (kc) yang ditentukan pada
lampiran 2.8.
r : radius girasi penampang struktur tekan
M1 : momen ujung terfaktor yang lebih kecil (kN.mm)
M2 : momen ujung terfaktor yang lebih besar (kN.mm)
3. Geser pada kolom
Perencanaan geser kolom direncanakan sama dengan geser
pada balok, harus memenuhi persamaan :
Vn ≥ Vu (kN)
Keterangan :
: faktor reduksi gaya geser diambil 0,8
Vu : gaya geser terfaktor pada penampang (kN)
Vn : kuat geser nominal yang dihitung dari:
Vn = Vc + Vs (kN)
Keterangan :
Vc : kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton
(kN).
Vs : `kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan
geser (kN).
2.2.1.4 Tangga
Perencanaan tangga diasumsikan sama dengan
perencanaan pelat lantai yang mengacu pada Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI – 03 –
2847 – 2002. Asumsi arah pembebanan pada tangga dapat dilihat
pada gambar berikut :
27
Gambar 2.6 Arah Pembebanan Pada Tangga
Keterangan :
DL : beban mati (kN/m2)
LL : beban hidup (kN/m2)
α : sudut kemiringan tangga ()
2.2.2 Struktur Bawah
Dalam setiap bangunan diperlukan pondasi sebagai dasar
bangunan yang kuat dan kokoh. Hal ini disebabkan pondasi sebagai
dasar bangunan harus mampu memikul seluruh beban bangunan dan
beban lainnya yang turut diperhitungkan, serta meneruskan kedalam
tanah sampai kelapisan tertentu.
2.2.2.1 Pondasi Pelat Setempat
Menurut Asroni, A dalam buku (Kolom Fondasi & Balok T Beton
Bertulang) dijelaskan :
1. Desain Pondasi
q = Berat pondasi + Berat Tanah
= ht .γc + ha .γt
Keterangan :
q = Beban terbagi rata akibat beban sendiri pondasi
ditambah beban tanah diatas pondasi (kN/m2)
ht = Tebal pondasi (mm)
ha = Tebal tanah diatas pondasi (mm)
γc = Berat per volume beton (kN/m3)
27
γt = Berat per volume tanah (kN/m3)
2. Cek pondasi terhadap tegangan izin tanah
σ min=P ultB . L
− Mux
1/6 . B .L2− Muy
1 /6 . B . L2+q ≤ σt
σ maks=P ultB . L
+ Mux
1 /6 . B . L2+ Muy
1/6 . B .L2+q≤ σt
Keterangan :
σ min = Tegangan tanah minimum (kN/m2)
σ maks = Tegangan tanah maksimum (kN/m2)
σt = Daya dukung tanah (kN/m2)
Pult = Beban Aksial terfaktor pada kolom (kN)
B = Panjang pondasi (m)
L = Lebar pondasi (m)
Mux = Momen terfaktor kolom sumbu x (kNm)
Muy = Momen terfaktor kolom sumbu y (kNm)
3. Kontrol gaya geser satu arah
σ a=σ min+( L−a ) .(σmaks−σmin)
L
Vu=a. B( σmaks+σ a
2 )Vc=√ fc '
6. B . d
Syarat :
Vu ≤ ϕ Vc : dengan ϕ = 0,75
Keterangan :
σ a = tegangan tanah sejarak “a” dari tepi pondasi (kN/m2)
a = jarak dari area bidang yang menerima tekanan keatas
dari tanah (mm)
Vu = Gaya geser pondasi terfaktor (kN)
Vc = Gaya geser yang sanggup ditahan oleh beton (kN)
27
ϕ = Faktor keamanan
4. Kontrol gaya geser dua arah
Vu= {B2−[ (b+d ) . (h+d )] }. {σmaks+σmin
2 }dipilih nilai Vc terkecil dari :
Vc 1=(1+ 2βc ). √ fc ' . bo .d
6
Vc 2=(2+ αs .dbo ) . √ fc ' . bo . d
12
Vc 3=13
.√ fc ' . bo . d
Syarat :
Vu ≤ ϕ Vc : dengan ϕ = 0,75
Keterangan :
bo = keliling penampang krisis dari pondasi (mm)
αs = suatu konstanta yang digunakan untuk menghitung
Vc, yang nilainya tergantung pada letak pondasi :
40 = kolom dalam
30 = kolom tepi
20 = kolom sudu
5. Hitung penulangan pondasi
1) ds = 75 + D + D/2
d = h – ds
2¿σx=σ min+( B−x ) .( σmaks−σmin
B )3¿ Mu=(0,5 . σx . x2 )+( σ maks−σx
3x2)
4 ¿ K= Mu
ϕ .b . d2;b=1000
27
5¿ K ¿maks=382,5 . 0,85. (600+ fy−225 . β 1 ) fc '
¿¿
6¿a¿ '=(1−√1− 2 . K0,85 . f c' )d
pilih As yang terbesari dari :
7¿ As 1=(0,85 . f c ' . a . b)
fy
8) Jika : fc’ ≤ 31,36 (MPa) , maka :
As 2=1,4 . b . dfy
Jika : fc’ > 31,36 (MPa) , maka :
As 2 '= f ' c . b . d4 fy
9) Jarak tulangan
s=0,25 . π . D2
A sterpilih
s
s≤ 2. ht
s≤ 450
Keterangan :
K = faktor momen pikul𝚊’ = tinggi balok tegangan beton tekan persegi ekivalen
(mm)
Mu = momen yang terjadi pada pondasi
s = jarak tulangan (mm)
As = luas besi tulangan yang dibutuhkan (mm2)
D = diameter tulangan
ds = decking (mm)
6. Cek kuat dukung pondasi
Pu = ϕ . 0,85 . fc’ . A : dengan ϕ = 0,7
Syarat :
Pult ≤ Pu
27
2.3 Lokasi Penelitian
Lokasi yang akan dijadikan Sebagai Tugas Akhir adalah Gedung
Pasca Sarjana Intitut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah Palembang
yang beralamat di Jl KH. Zainal Abidin Fikry Palembang dan zona gempa di
wilayah 2.
Gambar 2.7 Lokasi Gedung Pasca Sarjana IAIN
Sumber : Doc. Pelaksanaan Gedung Pasca Sarjana IAIN Raden Fatah Palembang
Gambar 2.8 Gedung Pasca Sarjana IAIN Raden Fatah Palembang
27
Sumber : Doc. Pelaksanaan Gedung Pasca Sarjana IAIN Raden Fatah Palembang
2.4 Metode Penelitian
1. Tahapan Persiapan
Survey pendahuluan
Pada survey kegiatan yang dilakukan adalah koordinasi dengan pihak
terkait dalam hal perijinan pengambilan data dengan pihak sekolah
yang akan ditinjau.
Pengumpulan data
Pengumpulan data-data dari hasil survey yang sebelumnya telah
dilakukan.
Studi literatur
Pada tahapan ini kegiatan yang dilakukan adalah peninjauan literatur
yang berkaitan dengan pokok pembahasan yang ditinjau baik dari teks,
makalah, jurnal, dan informasi dari internet.
2. Tahapan analisis permasalahan
Pengolahan data dari hasil survey.
Analisis penampang struktur dengan program ETABS.
Kesimpulan dan Saran
3. Tahapan Pelaporan
Penyusunan laporan.
Sidang Tugas Akhir
27
2.5 Kerangka Berfikir
Pada bagian ini diuraikan secara garis besar langkah - langkah kerja
dalam perencanaan struktur bangunan dengan sistematika yang jelas dan
teratur sehingga hasilnya dapat dipertanggung jawabkan. Maka perencanaan
ini dibagi dalam beberapa tahap sebagai berikut :
1. Tahap I
Pengumpulan data yang berupa : Gambar rencana yaitu pengumpulan data
– data yang dibutuhkan dalam perencanaan perhitungan struktur
bangunan.
2. Tahap II
Pemodelan Struktur : Pada tahap ini dalam permodelan struktur
direncanakan bangunan struktur meliputi struktur atas (atap, pelat, balok,
kolom) dan struktur bawah (Pondasi)
3. Tahap III
Perhitungan Pembebanan : Tahap berikutnya dilakukan perhitungan
pembebanan yaitu meliputi : (beban mati, beban hidup, beban angin, dan
beban gempa)
4. Tahap IV
Perhitungan Struktur : Tahap selanjutnya adalah perhitungan struktur.
Perhitungan struktur dilakukan secara manual dan dibantu dengan program
ETAB Versi 9.6
5. Tahap V
Periksa Kekuatan : Tahap selanjutnya cek dimensi kekuatan terhadap
kolom, balok, dan sloof. Bila hasilnya aman maka perencanaan bisa
dilanjutkan, apabila tidak aman maka harus dilakukan perencanaan ulang.
6. Tahap VI
Perhitungan dimensi pondasi telapak setempat: Tahap terakhir menghitung
dimensi kekuatan pondasi telapak setempat untuk menemukan hasilnya
aman atau tidak aman.
27
2.6 Jadwal Pelaksanaan
Tabel 2.3 Jadwal Pelaksanaan Tugas Akhir
2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4A Tahapan Persiapan1 Survey Pendahuluan2 Pengumpulan Data3 Studi LiteraturB Tahapan Analisis Permasalahan4 Pengolahan Data Dari Hasil Survey5 Analisa StrukturC Tahapan Pelaporan7 Penyusunan Laporan Tugas Akhir8 Sidang Anghir
Mei Juni Juli AgustusNo Pekerjaan
Februari Maret April
27