38
BAB I PENDAHULUAN JUDUL : ANALISA STRUKTUR BETON GEDUNG PASCA SARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI REDEN FATAH PALEMBANG 1.1 Latar Belakang Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah Palembang merupakan satu-satunya Perguruan Tinggi Negeri Agama yang ada di kota Palembang. IAIN Raden Fatah Palembang diresmikan pada tanggal 13 November 1964 di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Propinsi Sumatera Selatan berdasarkan surat keputusan Menteri Agama Nomor 7 Tahun 1964 pada Tanggal 22 Oktober 1964. Seiring berjalan dan perkembangan waktu, IAIN Raden Fatah Palembang pada tahun 2000 mendirikan program pasca sarjana untuk menciptakan sumber daya manusia di bidang keagamaan yang lebih profesional. Pada tahun 2011 IAIN Raden Fatah membangun gedung pasca sarjana sebagai sarana dalam mendukung pembelajaran program pasca sarjana tersebut. 27

Bab 2 Landasan Teori(1)

  • Upload
    agung

  • View
    16

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

landasan teori berdassarkan standarisasi nasional indonesia

Citation preview

Page 1: Bab 2 Landasan Teori(1)

BAB I

PENDAHULUAN

JUDUL :

ANALISA STRUKTUR BETON GEDUNG PASCA SARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI REDEN FATAH PALEMBANG

1.1 Latar Belakang

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah Palembang

merupakan satu-satunya Perguruan Tinggi Negeri Agama yang ada di kota

Palembang. IAIN Raden Fatah Palembang diresmikan pada tanggal 13

November 1964 di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Propinsi Sumatera

Selatan berdasarkan surat keputusan Menteri Agama Nomor 7 Tahun 1964

pada Tanggal 22 Oktober 1964.

Seiring berjalan dan perkembangan waktu, IAIN Raden Fatah

Palembang pada tahun 2000 mendirikan program pasca sarjana untuk

menciptakan sumber daya manusia di bidang keagamaan yang lebih

profesional. Pada tahun 2011 IAIN Raden Fatah membangun gedung pasca

sarjana sebagai sarana dalam mendukung pembelajaran program pasca

sarjana tersebut.

Perencanaan struktur beton bertujuan untuk mendapatkan suatu

bangunan yang baik dan dapat dipakai sesuai dari tujuan didirikannya

bangunan tersebut. Bangunan dikatakan baik apabila bangunan tersebut kuat,

awet dan stabil serta memenuhi tujuan-tujuan lainnya seperti ekonomis dan

kemudahan pelaksanaan. Suatu struktur disebut stabil bila ia tidak mudah

terguling, miring atau tergeser selama umur bangunan yang direncanakan.

Suatu struktur disebut awet bila struktur tersebut dapat menerima keausan dan

kersakan yang diharapkan terjadi selama umur bangunan yang direncanakan

tanpa pemeliharaan yang berlebihan. Untuk mencapai tujuan perencanaan

27

Page 2: Bab 2 Landasan Teori(1)

tersebut, perencanaan struktur harus mengikuti peraturan perecanaan yang

ditetapkan oleh pemerintah berupa Standar Nasional Indonesia (SNI).

Pada gedung pasca sarjana IAIN Raden Fatah Palembang penulis ingin

menganalisa perencanaan dan pelaksanaan gedung tersebut untuk mengetahui

apakah struktur bangunan tersebut aman atau tidak berdasarkan Tata Cara

Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-2002 dan

bantuan Software Structure Program.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dibuat perumusan masalah sebagai

berikut :

1. Apakah perencanaan dan pelaksanaan gedung pasca sarjana IAIN Raden

Fatah Palembang sudah sesuai SNI 03 – 2847 – 2002 ?

2. Apakah desain struktur beton sesuai dengan desain menggunakan Software

Structure Program?

1.3 Batasan Masalah

Dalam penyusunan tugas akhir ini berhubungan dengan kemampuan

waktu dan biaya. Penulis membatasi permasalahan dalam “Analisa Struktur

Gedung Pasca Sarjanan Institut Agama Islam Negeri Raden Fatah

Palembang” , perhitungan dibatasi meliputi :

1. Analisa dimensi struktur bagian atas terdiri dari balok, plat dan kolom

serta beban yang terkait.

2. Analisa dimensi struktur bagian bawah terdiri dari pondasi telapak serta

beban yang terkait.

1.4 Tujuan dan Manfaat

1.4.1 Tujuan

Adapun tujuan yang hendak dicapai oleh penulis adalah untuk

menganalisa stuktur beton Gedung Pasca Sarjana IAIN Raden Fatah

27

Page 3: Bab 2 Landasan Teori(1)

Palembang dengan menggunakan Tata Cara Perhitungan Strukur

Beton Untuk Bangunan Gedung SNI 03 – 2847 – 2002.

1.4.2 Manfaat

Adapun manfaat dari pembuatan Tugas Akhir ini adalah

memberikan hasil analisa struktur beton yang memenuhi ketentuan

minimum serta mendapatkan hasil pekerjaan struktur yang aman, serta

menjadi bahan pembelajaran dalam merencanakan gedung bertingkat.

Selain itu,penulisan Tugas Akhir ini bermanfaat sebagai syarat dalam

menyelesaikan jenjang D4 di Politeknik TEDC Bandung.

1.5 Sistematika Penulisan

Penjelasan dalam laporan tugas akhir ini disajikan secara singkat dan

sistematis sehingga diharapkan dapat mempermudah pembaca dalam

mempelajari.

Adapun susunan laporan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB I. Pendahuluan

Mencakup dan membahas tentang latar belakang

pengambilan judul, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan

dan manfaat dan sistematika penulisan yang dibuat sebagai

patokan penyusunan tugas akhir ini.

BAB II. Landasan Teori

Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang akan

mendukung dan diaplikasikan dalam perhitungan langkah-

langkah perhitungan struktur beton bangunan Gedung Pasca

Sarjana di IAIN Raden Fatah Palembang empat lantai yang sesuai

dengan ketentuan dan aturan yang berlaku pada SNI 03 – 2847 –

2002.

27

Page 4: Bab 2 Landasan Teori(1)

BAB III. Dasar Perhitungan

Dalam bab ini akan dibahas mengenai perhitungan struktur

secara keseluruhan mulai dari analisa perhitungan gaya-gaya

dalam, perhitungan plat atap, perhitungan plat lantai, perhitungan

tangga, perhitungan balok anak, perhitungan balok induk,

analisa struktur portal, perhitungan kolom dan perhitungan

pondasi serta penggambaran hasil desain.

BAB IV. Analisa Struktur

Pada bab ini berisi tentang pembahasan hasil analisa

perencanaan struktur bangunan gedung pasca sarjana di IAIN

Raden Fatah Palembang.

BAB V. Penutup

Pada bab ini akan membahas kesimpulan dari hasil analisa

stuktur yang dapat diambil dan saran-saran yang bermanfaat.

27

Page 5: Bab 2 Landasan Teori(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pembebanan

Menurut Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan

Gedung (PPPURG) 1987, struktur gedung harus direncanakan kekuatannya

terhadap beban. Sebelum menentukan nilai beban yang bekerja, perlu

diperhatikan arah beban yang bekerja pada struktur tersebut seperti gambar di

bawah ini :

Gambar 2.1 Arah Beban Pada Struktur

Sumber : PPPURG 1987

Keterangan :

D = Beban Mati (kN/m2)

L = Beban Hidup (kN/m2)

E = Beban Gempa (kN)

W- = Beban Angin Tekan (kN/m2)

W+ = Beban Angin Hisap (kN/m2)

27

Page 6: Bab 2 Landasan Teori(1)

2.1.1 Beban Mati

Berdasarkan PPPURG 1987, beban mati adalah berat dari

semua bagian suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur

tambahan, penyelesaian-penyelesaian, barang-barang, mesin-mesin

serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

gedung itu.

2.2.1.1 Ketentuan Beban Mati

1. Beban mati atau berat sendiri dari bahan-bahan bangunan

ditentukan menurut lampiran 2.1

2. Apabila bahan bangunan setempat diperoleh berat sendiri yang

menyimpang lebih dari 10% terhadap nilai-nilai yang

tercantum dalam lampiran 2.2 , maka berat sendiri ditentukan

sendiri.

3. Berat sendiri bahan bangunan yang tidak tercantum pada

lampiran 2.1 , harus ditentukan sendiri.

2.2.1.2 Reduksi Beban Mati

1. Apabila beban mati memberikan pengaruh yang

menguntungkan terhadap pengarahan kekuatan suatu struktur

atau unsur struktur suatu gedung, maka beban mati tersebut

harus diambil menurut lampiran 2.1 dengan mengalikannya

dengan koefisien reduksi 0,9.

2.1.2 Beban Hidup

Berdasarkan PPPURG 1987, beban hidup ialah semua beban

yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, dan

kedalamannya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari

barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan

yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung

tersebut.

27

Page 7: Bab 2 Landasan Teori(1)

2.1.2.1 Ketentuan Beban Hidup

1. Beban hidup pada lantai gedung ditentukan menurut lampiran

2.2

2. Beban hidup pada atap dan atau bagian atap serta pada struktur

tudung (canopy) yang dapat dicapai dan dibebani oleh orang,

harus diambil minimum sebesar 100 kg/m2 bidang datar.

3. Beban Hidup pada atap dan atau bagian atap yang tidak dapat

dicapai dan dibebani oleh orang, harus diambil yang paling

menentukan diantara dua macam beban berikut:

a. Beban terbagi rata per m2 bidang datar berasal dari beban

air hujan sebesar (40 – 0,8 α) kg/m2 dimana α adalah sudut

kemiringan atap dalam derajat, dengan ketentuan bahwa

beban tersebut tidak perlu diambil lebih besar dari 20 kg/m2

dan tidak perlu ditinjau bila kemiringan atapnya adalah

lebih besar dari 50º.

b. Beban terpusat berasal dari seorang pekerja atau seorang

pemadam kebakaran dengan peralatannya sebesar minimum

100 kg.

4. Pada balok tepi atau gordeng tepi dari atap yang tidak cukup

ditunjang oleh dinding atau penunjang lainnya dan pada

kantilever harus ditinjau kemungkinan adanya beban hidup

terpusat sebesar minimum 200 kg.

2.1.2.2 Reduksi Beban Hidup

1. Peluang untuk terjadinya beban hidup penuh yang membebani

semua bagian dan semua unsur struktur pemikul secara

serempak selama umur gedung tersebut sangat kecil, sehingga

beban hidup dapat dikalikan dengan suatu koefisien reduksi

yang tercantum pada lampiran 2.3.

2. Pada perencanaan struktur vertikal seperti kolom, dan dinding

serta pondasinya, beban hidup pada lantai yang dipikulnya,

27

Page 8: Bab 2 Landasan Teori(1)

dapat dikalikan dengan koefisien reduksi komulatif yang

tercantum pada lampiran 2.4.

2.1.3 Beban Angin

Berdasarkan PPPURG 1987, beban Angin ialah semua beban

yang bekerja pada gedung atau bagian gedung oleh selisih dalam

tekanan udara.

2.1.3.1 Ketentuan Beban Angin

1. Tekanan tiup harus diambil minimum 25 kg/m2 .

2. Tekanan tiup di laut dan di tepi laut samapi sejauh 5 km dari

pantai harus diambil minimum 40 kg/m2 .

2.1.3.3 Koefisien Angin

Gambar 2.2 Koefisien Angin Pada Gedung Tertutup

Sumber : PPPURG 1987

1. Gedung Tertutup

Untuk bidang-bidang luar, koefisien angin (+ berarti tekanan

dan berarti isapan), adalah sebagai berikut:

a. Dinding vertikal :

di pihak angin + 0,9

di belakang angin - 0,4

sejajar dengan arah angin - 0,4

27

Page 9: Bab 2 Landasan Teori(1)

b. Atap segitiga dengan sudut kemiringan α :

di pihak angin: α < 65º (0,02 α - 0,4)

65º < α < 90 º + 0,9

dibelakang angin, untuk semua α - 0,4

2.1.4 Beban Gempa

Berdasarkan Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk

Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2003), Indonesia ditetapkan terbagi

dalam 6 wilayah gempa, dimana wilayah gempa 1 adalah wilayah

paling rendah dan wilayah gempa 6 paling tinggi. Pembagian wilayah

gempa ini didasarkan atas percepatan puncak batuan dasar akibat

pengaruh gempa rencana dengan periode ulang 500 tahun, yang nilai

rata-ratanya untuk setiap wilayah gempa ditetapkan dalam lampiran

2.5 dan Tabel 2.1 di bawah ini :

Tabel 2.1 Percepatan puncak batuan dasar dan percepatan puncak muka

tanah untuk masing-masing Wilayah Gempa Indonesia

Wilayah

Gempa

Percepatan

pucak batuan

dasar (‘g’)

Percepatan pucak muka tanah Ao (‘g’ )

Tanah

keras

Tanah

sedang

Tanah

lunak

Tanah khusus

1

2

3

4

5

6

0,03

0,10

0,15

0,20

0,25

0,30

0,03

0,12

0,18

0,24

0,29

0,33

0,04

0,15

0,22

0,28

0,33

0,36

0,08

0,23

0,30

0,34

0,36

0,36

Diperluakan

evaluasi khusus di

setiap lokasi

Sumber : SNI 03 – 1726 – 2003 “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung”

dengan menetapkan spektrum percepatan maksimum Am sebesar :

Am = 2,5 Ao

dan waktu getar alami sudut Tc sebesar Tc = 0,5 detik, Tc = 0,6 dan

0,4< Tc < 1,0 detik untuk jenis tanah berturut-turut tanan keras, tanah

27

Page 10: Bab 2 Landasan Teori(1)

sedang dan tanah lunak, Faktor Respons Gempa C ditentukan oleh

persamaan sebagai berikut:

- untuk T ≤ Tc

C = Am

- untuk T > Tc

C = A r

T

Dengan

Ar = AmTc

Keterangan :

Am : spektrum percepatan maksimum

Ao : percepatan puncak muka tanah

T : waktu getar alami struktur bangunan gedung (detik)

Tc : waktu getar alami sudut

C : faktor respon gempa

Ar : pembilang dalam persamaan hiperbola Faktor Respon

Gempa

nilai-nilai Am dan Ar dicantumkan dalam Tabel 2.2 :

Tabel 2.2 Spektrum Respon Gempa Rencana

Wilayah

Gempa

TanahKeras

Tc = 0,5 det.

TanahSedang

Tc = 0,6 det.

Tanah Lunak0,4<Tc<1,0

Am Ar Am Ar Am Ar Tc

123456

0,080,300,450,600,730,83

0,040,150,230,300,360,42

0,100,380,550,700,830,90

0,060,230,330,420,500,54

0,200,580,750,850,900,90

0,090,330,500,640,760,84

0,450,570,670,750,840,93

Sumber : SNI 03 – 1726 – 2003 “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung”

1. Analisa Statik Ekuivalen

27

Page 11: Bab 2 Landasan Teori(1)

Berdasarkan SNI 1726-2002, beban geser dasar nominal

static ekivalen (V) yang terjadi ditingkat dasar dapat dihitung

berdasarkan persamaan:

V=C1 I

RW t

Keterangan :

V = adalah gaya geser dasar rencana total (kN)

R = adalah faktor modifikasi respons

Wt = adalah berat total struktur (kN)

I = faktor keutamaan gedung yang diambil dari lampiran 2.6.

C = faktor respon gempa

2. Beban geser dasar nominal V menurut pasal 6.1.2 harus dibagikan

panjang tinggi struktur gedung menjadi beban – beban gempa

nominal static ekivalen Fi yang menangkap pada pusat masa lantai

tingkat ke-I menurut persamaan :

Fi =

W i Z i

∑i−I

n

W i Z i

V

Keterangan :

Fi : gaya nominal statik ekuivalen (kN)

Wi : berat struktur tingkat ke-i (kN)

zi : ketinggian lantai tingkat ke-i (m)

2.1.5 Kombinasi Pembebanan

Kombinasi pembebanan berdasarkan Persyaratan Beton

Struktur Untuk Bangunan Gedung (SNI 2847-2002), Sebagai Berikut :

a. Kuat Perlu

1. U = 1,4D

2. U = 1,2D + 1,6L

3. U = 1,2D + 1,0L ± 1,0E

27

Page 12: Bab 2 Landasan Teori(1)

4. U = 0,9D ± 1,0E

Keterangan :

D = beban mati (kN/m2)

L = beban hidup (kN/m2)

E = beban gempa (kN)

b. Kuat Rencana

Menurut SNI 2847-2013, Kuat rencana suatu komponen

struktur, sambungannya dengan komponen struktur lain, dan

penampangnya, sehubungan dengan lentur, beban normal, geser,

dan torsi, harus diambil sesebesar kuat nominal dihitung sesuai

dengan persyaratan dan asumsi dari standar ini, yang dikalikan

dengan faktor reduksi kekuatan ϕ di tetapkan dalam lampiran 2.7.

2.2 Perencanaan Struktur

Berdasarkan SNI 2847-2020, Nilai modulus elastisitas beton, baja

tulangan, dan tendon ditentukan sebagai berikut:

1. Untuk berat satuan beton (wc) memenuhi syarat 15 kN/m3 < wc < 2500

kN/m3, nilai modulus elastisitas beton (Ec) dapat diambil sebesar wc1,6 x

0,043 fc′ MPa. Untuk beton normal Ec dapat diambil sebesar 4700fc′

(Mpa).

2. Modulus elastisitas untuk tulangan non-prategang (Es) boleh diambil

sebesar 2,0 x 105 (Mpa).

Tebal selimut beton minimum untuk beton bertulang berdasarkan SNI 2847-

2013, tertera pada lampiran 2.8.

2.2.1 Struktur Atas

27

Page 13: Bab 2 Landasan Teori(1)

2.2.1.1 Pelat

Pelat merupakan struktur lentur dari beton bertulang yang

mendukung beban yang berada diatasnya (beban vertikal) yang

berupa beban mati maupun beban hidup serta pelat juga memiliku

sifat dan perilaku khusus. Untuk merencanakan struktur pelat

beton bertulang yang perlu dipertimbangkan tidak hanya

pembebanan, tetapi ukuran pelat dan syarat-syarat tumpuan pada

tepi.

1. Tebal Pelat

Berdasarkan SKSNI T-15-1991-03 tebal pelat tidak boleh

kurang dari :

hmin= ln(0,8+

f y

1500 )36+9

dan tidak perlu lebih dari :

hmaks= ln(0,8+

f y

1500 )36

dalam segala hal tebal minimum pelat tidak boleh kurang dari :

Untuk αm < 2,0 = 120 mm

Untuk αm ≥ 2,0 = 90 mm

Keterangan :

h = Tebal pelat

Ln = Panjang bersih dari bentang terpanjang

Fy = Tegangan leleh baja

β = Rasio dari bentang terpanjang dan bentang

terpendek

α = rasio kekuatan lentur penampang balok terhadap

kekakuan lentur pelat

αm = nilai rata-rata untuk semua balok pada tepi-

tepi dari suatu panel

27

Page 14: Bab 2 Landasan Teori(1)

ln = Lebar efektif pelat

2. Jenis Pelat

Berdasarkan SKSNI T-15-1991-03, ada dua jenis pelat antara

lain :

a. Pelat Satu Arah

ly/lx ≥ 2

b. Pelat Dua Arah

ly/lx < 2

Keterangan :

ly : bentang terpanjang

lx : bentang terpendek

2.2.1.2 Balok

Balok direncanakan untuk menahan tegangan tekan dan

tegangan tarik yang diakibatkan oleh beban lentur yang

diakibatkan oleh balok tersebut.nilai kuat tekan dan tarik balok

berbanding terbalik, dimana nilai kuat tekan beton tinggi

sedangkan nilai kuat tarik beton rendah. Sehingga beton diperkuat

denga memasang tulangan baja pada daerah terjadinya tegangan

tarik.

1. Penentuan dimensi balok berdasarkan SNI 03 – 2847 – 2002,

tinggi balok ditentukan sesuai dengan lampiran 2.9.

2. Balok Persegi

Balok persegi adalah balok yang dicor tidak secara monolit

dengan pelat lantai yang didukungnya.Secara umum ukuran

penampang balok dapat diperkirakan tinggi balok dengan h =

110 l sampai h =

116 l dan lebar balok dengan b = 1/2 h sampai

b = 2/3 h.

27

Page 15: Bab 2 Landasan Teori(1)

analisis balok berperilaku sebagai balok persegi dilakukan

sebagai berikut:

Gambar 2.3 Analisa Balok Bertulang Rangkap

Sumber: Struktur Beton Bertulang Istimawan

Keterangan :

b : lebar balok (mm)

h : tinggi balok (mm)

d : tinggi efektif balok (mm)

d’ : selimut beton (mm)

As : luas tulangan tarik (mm2)

As’: luas tulangan tekan (mm2)

c’ : regangan ultimate beton sebesar 0,003

s : regangan tarik baja tulangan

c : jarak dari serat tekan terluar ke sumbu netral (mm)

a : 1.c,dimana nilai 1 diambil sebagai berikut :

untuk f’c 30 MPa 1 = 0,85

untuk 30 < f’c < 55 MPa 1 = 0,85-0,008(f’c-30)

untuk f’c > 55 MPa 1 = 0,65

fy : tegangan leleh baja tulangan (Mpa)

c : 0,85 x f’c x b x a

3. Balok T

27

Page 16: Bab 2 Landasan Teori(1)

Sebuah balok di desain sebagai balok T apabila beton di cor

monolit dengan pelat yang di dukung oleh balok tersebut.

Dalam merencanakan balok-T harus ditentukan terlebih dahulu

lebar efektif balok :

Gambar 2.4 Penampang Balok-T Untuk Penentuan Lebar Flens

Efektif (b)

Dibawah ini lebar efektif untuk lantai menerus, diambil nilai

terkecil :

Balok Tengah :

1. b ≤ 1/4Lt

2. b ≤ bw+8ht

3. b ≤ bw+1/2Ln

Balok Tepi :

1. b ≤ 1/12Lt

2. b ≤ bw+6ht

3. b ≤ bw+1/2Ln

di bawah ini lebar efektif untuk lantai tidak menerus, diambil

nilai terkecil :

Sebuah balok dapat dihitung dengan teori balok-T bila seluruh

daerah tekan berada pada daerah flens (c < h t), sesuai dengan

diagran regangan dan tegangan yang ditunjukkan pada gambar

berikut :

27

Page 17: Bab 2 Landasan Teori(1)

Gambar 2.5 penampang balok – T dengan diagram tegangan dan

regangan (c > ht)

Sumber : Beton Bertulang Edward

Keterangan :

b : lebar efektif (mm)

bw: lebar balok (mm)

h : tinggi balok (mm)

ht : tebal flen

d : tinggi efektif balok (mm)

d’ : selimut beton (mm)

As : luas tulangan tarik (mm2)

c’ : regangan ultimate beton sebesar 0,003

s : regangan tarik baja tulangan

c : jarak dari serat tekan terluar ke sumbu netral (mm)

a : 1.c,

fy : tegangan leleh baja tulangan (Mpa)

Apabila c < ht seperti gambar di atas, maka balok dianggap

sebagai suatu balok persegi dengan lebar bw (sebagai pengganti

b)

4. Perencanaan tulangan geser

Perencanaan penampang terhadap geser berdasarkan Tata Cara

Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI – 03

– 2847 – 2002, harus memenuhi:

Vn ≥ Vu (kN)

keterangan :

K : faktor reduksi gaya geser diambil 0,8

27

Page 18: Bab 2 Landasan Teori(1)

Vu : gaya geser terfaktor pada penampang kN

Vn : kuat geser nominal yang dihitung dari:

Vn = Vc + Vs (kN)

Keterangan :

Vc : kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton

(kN).

Vs : kuat geser nominal yang disumbangkan oleh

tulangan geser (kN).

2.2.1.3 Kolom

Kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya

untuk menyangga beban aksial tekan vertikal.

1. Perkiraan awal ukuran kolom

Berdasarkan SNI 03 – 2847 – 2002, kuat rencana dari struktur

tekan tidak boleh diambil lebih besar dari :

Pn¿¿ (kN)

Keterangan :

: faktor reduksi struktur tekan dimbil 0,80

Pn : kuat beban aksial nominal (kN)

f'’c : kuat tekan beton (Mpa)

Ag : luas bruto penampang (mm2)

Ast : luas total tulangan longitudinal (mm2)

fy : kuat leleh tulangan (Mpa)

2. Cek kelangsingan kolom

Berdasarkan SNI 03 – 2847 – 2002, pengaruh kelangsingan

pada komponen struktur tekan boleh diabaikan apabila

memenuhi:

lkr

≤ 34−12M 1

M 2

Keterangan :

27

Page 19: Bab 2 Landasan Teori(1)

lk : panjang komponen struktur tekan mm yang dikalikan

dengan faktor panjang tekuk (kc) yang ditentukan pada

lampiran 2.8.

r : radius girasi penampang struktur tekan

M1 : momen ujung terfaktor yang lebih kecil (kN.mm)

M2 : momen ujung terfaktor yang lebih besar (kN.mm)

3. Geser pada kolom

Perencanaan geser kolom direncanakan sama dengan geser

pada balok, harus memenuhi persamaan :

Vn ≥ Vu (kN)

Keterangan :

: faktor reduksi gaya geser diambil 0,8

Vu : gaya geser terfaktor pada penampang (kN)

Vn : kuat geser nominal yang dihitung dari:

Vn = Vc + Vs (kN)

Keterangan :

Vc : kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton

(kN).

Vs : `kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan

geser (kN).

2.2.1.4 Tangga

Perencanaan tangga diasumsikan sama dengan

perencanaan pelat lantai yang mengacu pada Tata Cara

Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI – 03 –

2847 – 2002. Asumsi arah pembebanan pada tangga dapat dilihat

pada gambar berikut :

27

Page 20: Bab 2 Landasan Teori(1)

Gambar 2.6 Arah Pembebanan Pada Tangga

Keterangan :

DL : beban mati (kN/m2)

LL : beban hidup (kN/m2)

α : sudut kemiringan tangga ()

2.2.2 Struktur Bawah

Dalam setiap bangunan diperlukan pondasi sebagai dasar

bangunan yang kuat dan kokoh. Hal ini disebabkan pondasi sebagai

dasar bangunan harus mampu memikul seluruh beban bangunan dan

beban lainnya yang turut diperhitungkan, serta meneruskan kedalam

tanah sampai kelapisan tertentu.

2.2.2.1 Pondasi Pelat Setempat

Menurut Asroni, A dalam buku (Kolom Fondasi & Balok T Beton

Bertulang) dijelaskan :

1. Desain Pondasi

q = Berat pondasi + Berat Tanah

= ht .γc + ha .γt

Keterangan :

q = Beban terbagi rata akibat beban sendiri pondasi

ditambah beban tanah diatas pondasi (kN/m2)

ht = Tebal pondasi (mm)

ha = Tebal tanah diatas pondasi (mm)

γc = Berat per volume beton (kN/m3)

27

Page 21: Bab 2 Landasan Teori(1)

γt = Berat per volume tanah (kN/m3)

2. Cek pondasi terhadap tegangan izin tanah

σ min=P ultB . L

− Mux

1/6 . B .L2− Muy

1 /6 . B . L2+q ≤ σt

σ maks=P ultB . L

+ Mux

1 /6 . B . L2+ Muy

1/6 . B .L2+q≤ σt

Keterangan :

σ min = Tegangan tanah minimum (kN/m2)

σ maks = Tegangan tanah maksimum (kN/m2)

σt = Daya dukung tanah (kN/m2)

Pult = Beban Aksial terfaktor pada kolom (kN)

B = Panjang pondasi (m)

L = Lebar pondasi (m)

Mux = Momen terfaktor kolom sumbu x (kNm)

Muy = Momen terfaktor kolom sumbu y (kNm)

3. Kontrol gaya geser satu arah

σ a=σ min+( L−a ) .(σmaks−σmin)

L

Vu=a. B( σmaks+σ a

2 )Vc=√ fc '

6. B . d

Syarat :

Vu ≤ ϕ Vc : dengan ϕ = 0,75

Keterangan :

σ a = tegangan tanah sejarak “a” dari tepi pondasi (kN/m2)

a = jarak dari area bidang yang menerima tekanan keatas

dari tanah (mm)

Vu = Gaya geser pondasi terfaktor (kN)

Vc = Gaya geser yang sanggup ditahan oleh beton (kN)

27

Page 22: Bab 2 Landasan Teori(1)

ϕ = Faktor keamanan

4. Kontrol gaya geser dua arah

Vu= {B2−[ (b+d ) . (h+d )] }. {σmaks+σmin

2 }dipilih nilai Vc terkecil dari :

Vc 1=(1+ 2βc ). √ fc ' . bo .d

6

Vc 2=(2+ αs .dbo ) . √ fc ' . bo . d

12

Vc 3=13

.√ fc ' . bo . d

Syarat :

Vu ≤ ϕ Vc : dengan ϕ = 0,75

Keterangan :

bo = keliling penampang krisis dari pondasi (mm)

αs = suatu konstanta yang digunakan untuk menghitung

Vc, yang nilainya tergantung pada letak pondasi :

40 = kolom dalam

30 = kolom tepi

20 = kolom sudu

5. Hitung penulangan pondasi

1) ds = 75 + D + D/2

d = h – ds

2¿σx=σ min+( B−x ) .( σmaks−σmin

B )3¿ Mu=(0,5 . σx . x2 )+( σ maks−σx

3x2)

4 ¿ K= Mu

ϕ .b . d2;b=1000

27

Page 23: Bab 2 Landasan Teori(1)

5¿ K ¿maks=382,5 . 0,85. (600+ fy−225 . β 1 ) fc '

¿¿

6¿a¿ '=(1−√1− 2 . K0,85 . f c' )d

pilih As yang terbesari dari :

7¿ As 1=(0,85 . f c ' . a . b)

fy

8) Jika : fc’ ≤ 31,36 (MPa) , maka :

As 2=1,4 . b . dfy

Jika : fc’ > 31,36 (MPa) , maka :

As 2 '= f ' c . b . d4 fy

9) Jarak tulangan

s=0,25 . π . D2

A sterpilih

s

s≤ 2. ht

s≤ 450

Keterangan :

K = faktor momen pikul𝚊’ = tinggi balok tegangan beton tekan persegi ekivalen

(mm)

Mu = momen yang terjadi pada pondasi

s = jarak tulangan (mm)

As = luas besi tulangan yang dibutuhkan (mm2)

D = diameter tulangan

ds = decking (mm)

6. Cek kuat dukung pondasi

Pu = ϕ . 0,85 . fc’ . A : dengan ϕ = 0,7

Syarat :

Pult ≤ Pu

27

Page 24: Bab 2 Landasan Teori(1)

2.3 Lokasi Penelitian

Lokasi yang akan dijadikan Sebagai Tugas Akhir adalah Gedung

Pasca Sarjana Intitut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Fatah Palembang

yang beralamat di Jl KH. Zainal Abidin Fikry Palembang dan zona gempa di

wilayah 2.

Gambar 2.7 Lokasi Gedung Pasca Sarjana IAIN

Sumber : Doc. Pelaksanaan Gedung Pasca Sarjana IAIN Raden Fatah Palembang

Gambar 2.8 Gedung Pasca Sarjana IAIN Raden Fatah Palembang

27

Page 25: Bab 2 Landasan Teori(1)

Sumber : Doc. Pelaksanaan Gedung Pasca Sarjana IAIN Raden Fatah Palembang

2.4 Metode Penelitian

1. Tahapan Persiapan

Survey pendahuluan

Pada survey kegiatan yang dilakukan adalah koordinasi dengan pihak

terkait dalam hal perijinan pengambilan data dengan pihak sekolah

yang akan ditinjau.

Pengumpulan data

Pengumpulan data-data dari hasil survey yang sebelumnya telah

dilakukan.

Studi literatur

Pada tahapan ini kegiatan yang dilakukan adalah peninjauan literatur

yang berkaitan dengan pokok pembahasan yang ditinjau baik dari teks,

makalah, jurnal, dan informasi dari internet.

2. Tahapan analisis permasalahan

Pengolahan data dari hasil survey.

Analisis penampang struktur dengan program ETABS.

Kesimpulan dan Saran

3. Tahapan Pelaporan

Penyusunan laporan.

Sidang Tugas Akhir

27

Page 26: Bab 2 Landasan Teori(1)

2.5 Kerangka Berfikir

Pada bagian ini diuraikan secara garis besar langkah - langkah kerja

dalam perencanaan struktur bangunan dengan sistematika yang jelas dan

teratur sehingga hasilnya dapat dipertanggung jawabkan. Maka perencanaan

ini dibagi dalam beberapa tahap sebagai berikut :

1. Tahap I

Pengumpulan data yang berupa : Gambar rencana yaitu pengumpulan data

– data yang dibutuhkan dalam perencanaan perhitungan struktur

bangunan.

2. Tahap II

Pemodelan Struktur : Pada tahap ini dalam permodelan struktur

direncanakan bangunan struktur meliputi struktur atas (atap, pelat, balok,

kolom) dan struktur bawah (Pondasi)

3. Tahap III

Perhitungan Pembebanan : Tahap berikutnya dilakukan perhitungan

pembebanan yaitu meliputi : (beban mati, beban hidup, beban angin, dan

beban gempa)

4. Tahap IV

Perhitungan Struktur : Tahap selanjutnya adalah perhitungan struktur.

Perhitungan struktur dilakukan secara manual dan dibantu dengan program

ETAB Versi 9.6

5. Tahap V

Periksa Kekuatan : Tahap selanjutnya cek dimensi kekuatan terhadap

kolom, balok, dan sloof. Bila hasilnya aman maka perencanaan bisa

dilanjutkan, apabila tidak aman maka harus dilakukan perencanaan ulang.

6. Tahap VI

Perhitungan dimensi pondasi telapak setempat: Tahap terakhir menghitung

dimensi kekuatan pondasi telapak setempat untuk menemukan hasilnya

aman atau tidak aman.

27

Page 27: Bab 2 Landasan Teori(1)

2.6 Jadwal Pelaksanaan

Tabel 2.3 Jadwal Pelaksanaan Tugas Akhir

2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4A Tahapan Persiapan1 Survey Pendahuluan2 Pengumpulan Data3 Studi LiteraturB Tahapan Analisis Permasalahan4 Pengolahan Data Dari Hasil Survey5 Analisa StrukturC Tahapan Pelaporan7 Penyusunan Laporan Tugas Akhir8 Sidang Anghir

Mei Juni Juli AgustusNo Pekerjaan

Februari Maret April

27