27
HENCE MICHAEL WUATEN DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 16 2.1 Bumi 2.1.1 Komposisi Bumi Secara Kimia Bumi yang kita tinggali pada dasarnya berbentuk bulat seperti bola, walaupun rata pada bagian kutubkutubnya. Bumi mempunyai jarijari khatulistiwa sepanjang 6.378 km, dan jarijari kutub sepanjang 6.356 km. Secara keseluruhan, berdasarkan komposisi kimianya, bumi terbagi menjadi empat bagian yaitu, udara, air, batuan solid dan kehidupan organik. Gambar 2.1 Komposisi bumi secara kimia (Sumber : Gempa dan Tsunami, Dep. Energi dan SDM) Bagian pertama dari bumi adalah udara (atmosfer) yang merupakan lapisan gas yang melingkupi bumi, dari permukaan planet sampai jauh di luar angkasa yang berfungsi melindungi kehidupan di bumi dengan menyerap radiasi sinar ultraviolet dari matahari dan mengurangi suhu ekstrem yang terjadi antara siang dan malam. Bagian kedua dari bumi adalah air (hidrosfer) yang merupakan lapisan air yang ada di permukaan bumi, seperti laut, danau, sungai dan air permukaan lainnya dan aspek ini merupakan bagian terbesar yang menutupi permukaan bumi atau kurang lebih 70 persen dari permukaan bumi adalah air.

Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

Citation preview

Page 1: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

16 

    

  

2.1   Bumi 

2.1.1  Komposisi Bumi Secara Kimia 

    Bumi  yang  kita  tinggali pada dasarnya berbentuk bulat  seperti bola, walaupun  rata pada 

bagian  kutub‐kutubnya. Bumi mempunyai  jari‐jari  khatulistiwa  sepanjang  6.378  km,  dan  jari‐jari 

kutub  sepanjang 6.356  km.  Secara  keseluruhan, berdasarkan  komposisi  kimianya, bumi  terbagi 

menjadi empat bagian yaitu, udara, air, batuan solid dan kehidupan organik. 

 

 

Gambar 2.1 Komposisi bumi secara kimia (Sumber : Gempa dan Tsunami, Dep. Energi dan SDM) 

 

    Bagian  pertama  dari  bumi  adalah  udara  (atmosfer)  yang  merupakan  lapisan  gas  yang 

melingkupi bumi, dari permukaan planet sampai  jauh di  luar angkasa yang berfungsi melindungi 

kehidupan di bumi dengan menyerap radiasi sinar ultraviolet dari matahari dan mengurangi suhu 

ekstrem yang terjadi antara siang dan malam. Bagian kedua dari bumi adalah air (hidrosfer) yang 

merupakan lapisan air yang ada di permukaan bumi, seperti laut, danau, sungai dan air permukaan 

lainnya dan aspek  ini merupakan bagian  terbesar yang menutupi permukaan bumi atau kurang 

lebih 70 persen dari permukaan bumi adalah air.  

Page 2: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

17 

    Bagian ketiga adalah batuan  solid  (lithosphere)  yang adalah akumulasi masa dari batuan‐

batuan padat yang ada di bumi dan telah terbentuk sekitar 4,6 milyar tahun yang lalu. Sedangkan 

bagian  keempat  adalah  kehidupan  organik  (biosfer)  yang merupakan  sistem  kehidupan  paling 

besar karena terdiri dari gabungan ekosistem yang ada di planet bumi, termasuk semua mahluk 

hidup yang berinteraksi dengan lingkungannya sebagai kesatuan utuh.  

    Keempat bagian tersebut berinteraksi secara aktif satu sama lain dan saling mempengaruhi 

kelangsungan  kehidupan di bumi, misalnya dalam  siklus biogeokimia dari berbagai unsur  kimia 

yang ada di bumi, proses transfer panas dan perpindahan materi padat dan lain sebagainya.  

     

2.1.2  Struktur Lapisan Bumi 

    Pada  hakekatnya  kehidupan  organik  atau  biosfer,  hidup  dan  berada  di  permukaan  bumi 

yang merupakan komposisi dari batuan  solid  (lithosphere). Komposisi atau  struktur dari  lapisan 

batuan solid tersebut, secara umum di bagi menjadi tiga bagian yaitu, kerak bumi, selimut bumi 

dan inti bumi.  

    Lapisan kerak bumi  (crust) adalah kulit bumi bagian  luar atau permukaan bumi dan pada 

dasarnya merupakan batuan yang relatif dingin, padat, kaku dengan kedalaman antara 5 sampai 

40 km. Lapisan ini terdiri dari batuan granit dan basalt, yang lapisan bagian atasnya berupa batuan 

sedimen  dan  hasil‐hasil  proses metamorfosa  dari  kedua  batuan  tersebut. Dalam  bidang  teknik 

gempa,  lapisan  ini merupakan  lapisan  yang menjadi  perhatian  khusus,  karena  apabila  sumber 

gempa berada pada  lapisan  ini, maka dapat menyebabkan kerusakan maupun kehancuran pada 

suatu bangunan. 

  Lapisan  kedua  adalah  lapisan  lapisan  selimut  (mantle)  yang merupakan  lapisan di bawah 

kerak bumi dengan ketebalan  sekitar 2900 km. Lapisan  ini  terdiri dari dua bagian yaitu,  lapisan 

mantel  luar  dan  lapisan  mantel  dalam.  Lapisan  ini  sedemikian  panasnya  sehingga  senantiasa 

dalam keadaan tidak kaku, sehingga dapat bergerak sesuai dengan proses pendistribusian panas 

yang dalam istilah geologi disebut sebagai aliran konveksi. 

    Lapisan  ketiga  adalah  inti  bumi  (core)  yang  merupakan  massa  dari  inti  dari  bumi  dan 

mempunyai  jari‐jari sekitar 3500 km. Bagian  inti bumi terdiri dari material cair, dengan penyusun 

utama  logam  besi  kurang  lebih  90%,  nikel  kurang  lebih  8%,  dan  lain‐lain  yang  terdapat  pada 

kedalaman 2900 – 5200 km. Lapisan ini dibedakan menjadi lapisan inti luar dan lapisan inti dalam. 

Lapisan  inti  luar  tebalnya  sekitar  2.000  km  dan  terdiri  atas  besi  cair  yang  suhunya mencapai 

2.200oC.   Sedangkan bagian  inti dalam merupakan pusat bumi berbentuk bola dengan diameter 

sekitar 2.700 km. Inti dalam ini terdiri dari nikel dan besi yang suhunya mencapai 4.500 oC. 

 

Page 3: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

18 

 

Gambar 2.2 Struktur lapisan bumi (Sumber : John Wiley and Sons) 

 

 

 

Gambar 2.3 Struktur lapisan bumi (Sumber : Gempa dan Tsunami, Dep. Energi dan SDM) 

 

Page 4: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

19 

 

Gambar 2.4 Irisan struktur bumi (Sumber : Gempa dan Tsunami, Dep. Energi dan SDM) 

 

2.2   Teori Pelat Tektonik dan Distribusi Lempeng Tektonik 

2.2.1  Teori Pelat Tektonik 

    Dalam  dunia  geologi  dikenal  suatu  teori  yang  disebut  dengan  Teori  Pelat  Tektonik  yang 

merupakan kombinasi dari teori sebelumnya yaitu, Teori Pergerakan Benua (Continental Drift) dan 

Pemekaran Dasar Samudra (Sea Floor Spreading). Dalam Teori Pelat Tektonik menganggap bahwa 

lapisan kerak bumi  (crust/lithosphere) merupakan  lapisan yang  terdiri atas beberapa pelat kaku 

atau  lempeng‐lempeng yang saling berkaitan satu dengan yang  lain. Lempeng‐lempeng tektonik 

tersebut  yang merupakan bagian dari  litosfir padat,  terapung di atas mantel dan  ikut bergerak 

satu sama  lainnya. Akibat adanya pergerakan dari  lempeng‐lempeng tektonik tersebut, sehingga 

menghasilkan  empat  kemungkinan  pergerakan  suatu  lempeng  tektonik  yang  relatif  terhadap 

pergerakan  lempeng  lainnya,  yaitu apabila  lempeng‐lempeng  tektonik  tersebut  saling menjauhi 

(spreading),  lempeng‐lempeng  tektonik  tersebut  saling mendekati  (collision),  lempeng‐lempeng 

tektonik  tersebut  saling  geser  (transform)  dan  terjadi  patahan  (transcursion).  Pergerakan  dari 

lempeng‐lempeng  tektonik  tersebut,  berlangsung  lambat,  sehingga  tidak  dapat  dirasakan  oleh 

manusia  namun  dapat  diukur  atau  berkisar  antara  0  –  15  cm  pertahun.  Selain  itu,  terkadang 

pergerakan dari lempeng‐lempeng tektonik tersebut mengalami kemacetan dan saling mengunci, 

sehingga terjadi pengumpulan energi yang berlangsung secara terus menerus dan apabila sampai 

pada  suatu  saat  batuan  pada  titik‐titik  dimana  lempeng‐lempeng  tektonik  tersebut  saling 

mengunci  tidak  lagi  kuat  untuk menahan  pergerakan  tersebut, maka  terjadi  proses  pelepasan 

energi secara mendadak yang kita kenal sebagai gempa bumi.  

 

Page 5: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

20 

 

Gambar 2.5 Teori pelat tektonik (Sumber : Lisa Tauxe) 

   

2.2.2  Distribusi Pelat Tektonik 

    Berdasarkan  teori  pelat  tektonik,  kemudian  para  ilmuwan  geologi  membagi  lapisan 

permukaan bumi crust menjadi  lempeng‐lempeng tektonik yaitu, pelat Asia, pelat Indo‐Australia, 

pelat  Pasifik,  pelat  Antartika,  pelat  Afrika,  pelat  Amerika  Utara,  pelat  Amerika  Selatan,  pelat 

Karibia,  pelat  Filipina,  pelat  Naska,  pelat  Eurasia,  pelat  Arabia,  pelat  Persia,  Kokos  dan  pelat 

Somalia.  Pada  dasarnya  pelat‐pelat  ini,  senantiasa  bergerak  dan  saling  mempengaruhi  satu 

dengan yang lainnya.  

 

 

Gambar 2.6 Peta pelat tektonik (Sumber : www.learner.org) 

Page 6: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

21 

 

Gambar 2.7 Peta pelat tektonik dunia (Sumber : www.academic.evergreen.edu) 

 

2.2.3  Pergerakan Pelat Tektonik 

    Pergerakan dari pelat‐pelat tersebut, pada perbatasan setiap lempeng menyebabkan empat 

bentuk pertemuan antar lempeng (Tjokrodimulyo, 1997), yaitu : 

    1.  Penunjaman (subduction) 

Penunjaman adalah bentuk pergerakan  lempeng dimana,  lempeng yang satu bergerak 

membelok ke bawah atau menunjam sedangkan lempeng yang lain sedikit terangkat ke 

atas. Seperti   di bagian barat Pulau Sumatra, selatan Pulau Jawa sampai Nusa Tenggara 

atau pertemuan antara lempeng Indo‐Australia dengan lempeng Asia. 

    2.  Pemisahan (extrusion) 

Pemisahan adalah bentuk pergerakan lempeng dimana kedua lempeng bergerak ke atas 

kemudian menjauh satu dengan yang  lainnya, seperti di  tengah samudra Atlantik yang 

membujur dari  selatan ke utara atau pertemuan dari  lempeng Afrika dengan  lempeng 

Amerika Selatan. 

    3.  Tumbukan (collisoin) 

Tumbukan  merupakan  bentuk  pergerakan  lempeng  dimana  kedua  lempeng  saling 

mendekat kemudian saling bertumbukan satu dengan yang  lain seperti di pegunungan 

Himalaya yang merupakan pertemuan antara  lempeng  Indo‐Australia dengan  lempeng 

Asia. 

 

Page 7: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

22 

    4.  Patahan (transcursion) 

Patahan  adalah  bentuk  pergerakan  lempeng  dimana,  salah  satu  lempeng  bergerak 

vertikal ataupun horisontal terhadap lempeng yang lain, seperti patahan San Andreas di 

bagian  barat  Amerika  Serikat  yang  merupakan  pemisahan  antara  lempeng  Amerika 

Utara dengan lempeng Pasifik. 

 

 

a. Penunjaman (subduction) 

 

b. Pemisahan (extrusion) 

 

c. Tumbukan (colission) 

 

d. Patahan (trancursion) 

Gambar 2.8 Bentuk pergerakan lempeng tektonik 

   

Page 8: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

23 

2.3   Gempa Bumi 

2.3.1  Pengertian Gempa Bumi 

    Gempa bumi merupakan suatu fenomena alam yang apabila terjadi akan menimbulkan efek 

kerusakan yang bersifat materil dan mengancam kehidupan manusia yang  tidak dapat dihindari 

dan tidak dapat diramalkan kapan, dimana terjadi dan berapa besarnya.  

    Gempa bumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat  terjadi pelepasan energi di dalam 

bumi secara tiba‐tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi. Akumulasi 

energi merupakan penyebab  terjadinya gempa bumi  yang dihasilkan dari pergerakan  lempeng‐

lempeng tektonik. Energi yang dihasilkan dipancarkan ke segala arah berupa gelombang gempa 

bumi sehingga efeknya dapat dirasakan sampai ke permukaan bumi.       

    Pada prinsipnya, gempa merupakan suatu peristiwa pelepasan energi di suatu tempat yang 

terletak di pada titik‐titik perbatasan dari lempeng‐lempeng pelat tektonik bumi. Pada saat terjadi 

gempa  pertama,  belum  tentu  semua  energi  yang  terkumpul  di  dalam  bumi  dilepaskan  secara 

keseluruhan,  sehingga  apabila  masih  ada  energi  yang  tersisa  dapat  menyebabkan  terjadinya 

pelepasan  energi  pada  lokasi  lain,  dan  menimbulkan  terjadinya  peristiwa  rentetan  gempa. 

Pelepasan  energi  setelah gempa pertama, disebut dengan  aftershocks dan gempa  yang  terjadi 

akibat  aftershocks  mempunyai  kemungkinan  dapat  lebih  besar  atau  lebih  kecil  dari  gempa 

pertama dan hingga saat ini masih sulit di prediksi waktu terjadinya (Tjokrodimulyo, 1997).  

 

2.3.2  Penyebab Gempa Bumi 

    Gempa bumi merupakan  fenomena  alam  yang disebabkan oleh  adanya pelepasan energi 

regangan elastis batuan pada  litosfir. Semakin besar energi yang dilepaskan, maka kemungkinan 

semakin kuat gempa yang akan terjadi dan terdapat dua teori yang menyatakan proses terjadinya 

atau asal mula gempa yaitu, pergeseran sesar dan teori kekenyalan elastis (Reid, 1906).  

    Teori  pergeseran  sesar menjelaskan,  apabila  bidang  permukaan  sesar  saling  bergesekan, 

maka  batuan  pada  posisi  tersebut  akan  mengalami  perubahan  bentuk  atau  deformasi,  jika 

perubahan bentuk tersebut melampaui nilai batas elastisitas atau regangannya. 

    Selain  teori di atas, gempa bumi atau peristiwa  terjadinya getaran pada permukaan bumi 

dapat  disebabkan  oleh  beberapa  peristiwa  diantaranya,  adanya  pergerakan  pelat  tektonik, 

terjadinya keruntuhan tanah di dalam gua, adanya tumbukan (impact) antara meteor yang masuk 

ke dalam bumi dan menghantam permukaan bumi, melestusnya gunung berapi yang kemudian 

menghasilkan  gempa  vulkanik  dangkal,  gempa  vulkanik  dalam,  gempa  ledakan  serta  gempa 

tremor. Dari keempat penyebab gempa berdasarkan peristiwa atau kejadian tersebut, penyebab 

yang paling sering menyebabkan gempa adalah gerakan pelat tektonik.  

Page 9: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

24 

    Seperti  dalam  penjelasan  sebelumnya,  bahwa  pelat  tektonik  selalu  bergerak  antara  satu 

dengan  yang  lainnya.  Pergerakan  antara  setiap  lempeng‐lempeng  tersebut,  kemudian 

menghasilkan gesekan‐gesekan yang terjadi di daerah pertemuan antara masing‐masing lempeng 

tektonik  tersebut  yang  menyebabkan  pergerakan  dari  lempeng‐lempeng  tektonik  tersebut 

terhenti  untuk  sementara  waktu.  Akibat  proses  tersebut,  menyebabkan  munculnya  energi 

potensial di antara pelat‐pelat tektonik tersebut. Besarnya energi potensial tersebut, akan terus 

mengalami peningkatan  seiring dengan bertambahnya waktu dan  apabila pada  suatu keadaan, 

dimana gaya gesek yang ada di antara  lempeng‐lempeng tersebut tidak mampu  lagi ditahan dan 

gesekan terjadi secara terus menerus, maka akan terjadi peristiwa pelepasan energi secara tiba‐

tiba yang kemudian menghasilkan gelombang gempa yang menjalar dan berdampak  sampai ke 

permukaan bumi. 

 

2.3.3  Klasifikasi Gempa 

    Menurut  R.  Hoernes  (1878)  bahwa  gempa  bumi  dapat  diklasifikasikan  secara  umum 

berdasarkan sumber kejadian gempa, sebagai berikut :  

    1.  Gempa bumi runtuhan  

Adalah gempa yang terjadi akibat runtuhnya lubang‐lubang interior bumi misalnya akibat 

runtuhnya tambang atau batuan yang menimbulkan gempa. 

    2.  Gempa bumi vulkanik 

      Adalah gempa yang terjadi akibat aktivitas gunung api. 

    3.  Gempa bumi tektonik 

Adalah gempa yang terjadi akibat lepasnya sejumlah energi pada saat bergeraknya pelat 

tektonik. 

    Sedangkan Fowler (1990) mengklasifikasikan gempa berdasarkan kedalaman fokus gempa, 

sebagai berikut : 

    1.  Gempa dangkal    

Adalah gempa yang terjadi pada kedalaman kurang dari 70 km dari permukaan bumi. 

    2.  Gempa menengah 

Adalah gempa yang terjadi pada kedalaman kurang dari 300 km dari permukaan bumi. 

    3.  Gempa dalam 

Adalah gempa yang terjadi pada kedalaman  lebih dari 300 km terkadang  lebih dari 450 

km. 

 

 

Page 10: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

25 

2.4   Parameter Gempa Bumi 

    Parameter gempa bumi merupakan suatu ukuran yang menyatakan kekuatan dan dampak 

yang kemungkinan terjadi akibat adanya gempa bumi. Parameter dari gempa bumi dapat diukur 

berdasarkan  beberapa  hal  yaitu, waktu  terjadinya  gempa  bumi  (origin  time),  kedalaman  pusat 

gempa  bumi  (depth),  lokasi  pusat  gempa  bumi  (episenter),  dan  kekuatan  gempa  bumi 

(magnitudo). 

 

2.4.1  Waktu Kejadian 

    Waktu  terjadinya  gempa  (origin  time)  adalah  durasi  atau  lamanya  kejadian  gempa 

berlangsung. Durasi dari setiap kejadian gempa pada dasarnya berbeda‐beda antara satu kejadian 

dengan kejadian yang lain dan hal ini  sangat berpengaruh terhadap dampak dan kerusakan yang 

dihasilkan. 

 

2.4.2  Kedalaman Pusat Gempa 

    Fokus gempa atau hiposentrum  (Hypocentre) adalah pusat gempa bumi atau  titik dimana 

terjadinya  pelepasan  energi  di  dalam  bumi  yang  menyebabkan  terjadinya  perubahan  lapisan 

batuan  di  dalam  lapisan  bumi  (dislokasi)  yang  kemudian  menghasilkan  gelombang  gempa. 

Sedangkan  sedangkan  jarak  dari  fokus  gempa  menuju  wilayah  pemukiman  terdekat  disebut 

dengan jarak hiposenter. 

    Kedalaman  atau  letak  fokus  gempa  pada  dasarnya  akan  sangat  berpengaruh  terhadap 

besarnya gelombang gempa  yang  sampai  ke permukaan bumi. Dimana  semakin dangkal  lokasi 

gempa  atau  semakin  pendek  jarak  vertikal  fokus  gempa  dengan  permukaan  bumi, maka  akan 

semakin besar gelombang gempa yang sampai ke permukaan bumi. Selain itu, posisi fokus gempa 

yang  terjadi di dasar  laut,  kemungkinan  akan menghasilkan  adanya gelombang pasang  air  laut 

yang cukup besar yang disebut dengan tsunami. 

 

2.4.3  Episentrum 

    Episentrum  (epycentre) adalah  titik vertikal di permukaan bumi yang  tepat berada di atas 

fokus  gempa.  Jarak  antara  titik  episenter  dengan  daerah  pemukiman  terdekat  disebut  jarak 

episenter. Sedangkan daerah di sekitar titik episentrum yang mengalami dampak terbesar akibat 

gempa  di  sebut  dengan  macroseisme  yang  dibatasi  oleh  suatu  garis  yang  disebut  dengan 

pleistosiste. 

 

Page 11: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

26 

 

Gambar 2.9 Fokus gempa, jarak episenter, jarak hiposenter 

 

2.4.4  Magnitudo Gempa 

    Kekuatan gempa atau magnitudo gempa merupakan ukuran berapa besarnya energi yang 

dilepaskan dari pusat gempa. Kekuatan gempa dapat menggambarkan berapa besar energi yang 

dilepaskan dari pusat gempa, berapa besar gelombang gempa yang sampai ke permukaan tanah, 

serta  berapa  besar  kerusakan  atau  dampak  yang  dihasilkan  berdasarkan  beberapa  skala 

pendekatan seperti skala magnitude, skala Modifield Mercalli  Intensity  (MMI), skala percepatan 

pemukaan tanah (PGA) dan lain sebagainya.  

 

2.5   Jalur Gempa  

2.5.1   Jalur Gempa Dunia 

    Sumber‐sumber gempa yang terjadi dibumi, dapat dikelompokan menjadi tiga  jalur gempa 

utama, yaitu : 

    1.  Jalur gempa Pasifik (Circum Pasific Earthquake Belt atau Great Earthquake Belt)  

Jalur gempa pasifik dimulai dari Chili, Equador, California, Kepulauan Aleutian,  Jepang, 

Taiwan, Philipina, Sulawesi Utara, Kepulauan Maluku, Pulau Irian bagian utara, Melanisia, 

Polynesia sampai Selandia Baru.   

    2.  Jalur gempa Trans Asia (Trans Asiatic Belt) 

Antara  lain  melalui  daerah‐daerah  Azores,  Mediterania,  Maroko,  Portugal,  Italia, 

Rumania, Turki, Irak, Iran, Afganistan, Himalaya, Myanmar, Indonesia yang meliputi Bukit 

Barisan, Lepas pantai selatan Pulau Jawa, Kepulauan Sunda Kecil dan Maluku.  

    3.  Jalur gempa Laut Atlantic (Mid Atlantic Oceanic Belt)  

      Antara lain melalui Splitbergen, Iceland dan Atlantik Selatan.  

Page 12: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

27 

2.5.2  Jalur Gempa Indonesia 

    Seperti  telah  dijelaskan  di  atas  bahwa wilayah  Indonesia  dilewati  oleh  dua  jalur  gempa, 

sehingga  Indonesia  termasuk  negara  yang  dikategorikan  sebagai  daerah  rawan  gempa. 

Berdasarkan  sejarah  kekuatan  sumber  gempa,  aktifitas  gempa  bumi  di  Indonesia  dapat  dibagi 

kedalam 6 daerah aktifitas gempa, antara lain : 

1. Daerah  sangat aktif, dengan magnitude  lebih dari 8 kemungkinan  terjadi di daerah  ini 

yaitu, di Halmahera, pantai utara Papua. 

2. Daerah aktif, dengan magnitude 8 kemungkinan terjadi dan magnitude 7 sering terjadi 

yaitu, di lepas pantai barat Sumatera, Kepulauan Sunda dan Sulawesi Tengah. 

3. Daerah Lipatan dengan atau tanpa retakan, kemungkinan magnitude kurang dari 7 dapat 

terjadi yaitu di Sumatera, Kepulauan Sunda, Sulawesi tengah. 

4. Daerah  lipatan  dengan  atau  tanpa  retakan,  magnitude  kurang  dari  7  kemungkinan 

terjadi, yaitu di pantai barat Sumatera, Jawa bagian utara, Kalimantan bagian timur. 

5. Daerah gempa kecil, magnitude kurang dari 5 jarang terjadi, yaitu di daerah pantai timur 

Sumatera, Kalimantan tengah. 

6. Daerah  stabil,  tidak  ada  catatan  sejarah  gempa,  yaitu  daerah pantai  selatan  Irian  dan 

Pulau Kalimantan bagian barat. 

    Sedangkan  berdasarkan  SNI  03‐1726‐2002  Indonesia  dibagi  dalam  6 wilayah  jalur  gempa 

seperti yang terlihat dalam gambar di bawah ini. 

 

16o

14o

12o

10o

8o

6o

4o

2o

0o

2o

4o

6o

8o

10o

16o

14o

12o

10o

8o

6o

4o

2o

0o

2o

4o

6o

8o

10o

94o 96o 98o 100o 102o 104o 106o 108o 110o 112o 114o 116o 118o 120o 122o 124o 126o 128o 130o 132o 134o 136o 138o 140o

94o 96o 98o 100o 102o 104o 106o 108o 110o 112o 114o 116o 118o 120o 122o 124o 126o 128o 130o 132o 134o 136o 138o 140o

Banda Aceh

Padang

Bengkulu

Jambi

Palangkaraya

Samarinda

BanjarmasinPalembang

Bandarlampung

Jakarta

Sukabumi

Bandung

Garut SemarangTasikmalaya Solo

Blitar MalangBanyuwangi

Denpasar Mataram

Kupang

Surabaya

Jogjakarta

Cilacap

Makasar

Kendari

Palu

Tual

Sorong

Ambon

Manokwari

Merauke

Biak

Jayapura

Ternate

Manado

Pekanbaru

: 0,03 g

: 0,10 g

: 0,15 g

: 0,20 g

: 0,25 g

: 0,30 g

Wilayah

Wilayah

Wilayah

Wilayah

Wilayah

Wilayah

1

1

1

2

2

3

3

4

4

56

5

1

1

1

1

1

1

2

2

2

22

2

3

3

3

33

3

4

4

4

44

4

5

5

5

55

5

6

6

6

4

2

5

3

6

0 80

Kilometer

200 400

  Gambar 2.10 Pembagian wilayah gempa Indonesia (sumber : SNI 03‐1726‐2002)  

 

Page 13: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

28 

2.6   Gelombang Gempa 

    Pada  saat  terjadinya  gempa  bumi,  di  pusat  gempa  akan  terjadi  getaran  yang  besarnya 

tergantung  dari  besarnya  energi  yang  dilepaskan  di  pusat  gempa. Getaran  yang  dilepaskan  ini 

kemudian akan menyebar ke daerah sekitarnya termasuk sampai ke permukaan bumi. 

    Berdasarkan hal  tersebut maka gelombang‐gelombang  tersebut dibagi menjadi dua yaitu, 

gelombang yang menjalar di dalam tanah dan gelombang yang menjalar di permukaan tanah. 

 

2.6.1  Gelombang Dalam Tanah     

    Secara umum gelombang yang menjalar di dalam  tanah yang dihasilkan akibat  terjadinya 

gempa bumi di bedakan menjadi dua, yaitu gelombang primer dan gelombang sekunder. 

    1.  Gelombang primer (P‐waves) 

Gelombang  primer  adalah  gelombang  yang menjalar  secara  longitudinal  dengan  cara 

memampat dan mengembang searah dengan arah rambatan longitudinal. Gelombang ini 

mirip  dengan  gelombang  suara,  dimana  terdapat  perapatan  (compressions)  dan 

peregangan  (dilatations)  serta  mampu  merambat  melalui  batuan  dengan  kecepatan 

rambatan  berkisar  antara  7,5  sampai  14  km/detik.  Selain  itu,  gelombang  primer 

merambat  lebih  cepat  dari  gelombang  sekunder  dan  menggerakan  batuan  searah 

dengan arah rambatannya.  

 

 

Gambar 2.11 Bentuk gelombang primer akibat gempa (sumber : www.earthquake.usgs.gov) 

 

    2.  Gelombang sekunder (S‐waves) 

Gelombang sekunder adalah gelombang yang menjalar secara transvesal disertai dengan 

putaran yang rambatannya mengeser batuan ke samping dengan sudut positip terhadap 

arah  rambatan  gelombang.  Pada  permukaan  tanah  gelombang  sekunder  dapat 

menghasilkan  gerakan  vertikal  dan  horisontal.  Gelombang  sekunder  ini  tidak  dapat 

merambat melalui bagian bumi yang cair dan magnitudenya akan berkurang cukup besar 

jika melalui tanah  jenuh air. Ketika gelombang badan (body wave)  ini merambat melalui 

Page 14: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

29 

lapisan  batuan  dalam  crust,  maka  gelombang‐gelombang  tersebut  dipantulan  atau 

dibelokan  pada  permukaan  batuan  dan  bilamana  ada  gelombang  yang  dipantulkan 

maupun dibelokan, maka sebagian energi akan berubah menjadi gelombang‐gelombang 

baru. Kecepatan  rambat gelombang  sekunder  sebesar dua pertiga kali dari kecepatan 

rambat  gelombang primer  atau  kurang  lebih  sebesar  3  sampai  7  km/detik  dan  secara 

umum  gelombang  ini  lebih  membahayakan  dibandingkan  dengan  gelombang 

longitudinal atau bersifat merusak. 

 

 

Gambar 2.12 Gelombang sekunder akibat gempa (sumber : www.earthquake.usgs.gov) 

 

3.  Kecepatan gelombang primer dan sekunder 

Kecepatan  sebenarnya  dari  gelombang  primer  dan  gelombang  sekunder,  sangat 

tergantung  dari  kerapatan  (density)  dan  sifat‐sifat  elastis  batuan  dan  tanah  yang 

dilalui oleh gelombang  tersebut. Besarnya kecepatan untuk gelombang primer dan 

sekunder, masing‐masing dapat dihitung berdasarkan persamaan di bawah ini : 

VP  = 

3

4K

                                             (2.1) 

VS  =                                                (2.2) 

Dimana : 

VP  =  kecepatan gelombang primer (km/detik). 

VS  =  kecepatan gelombang sekunder (km/detik). 

k  =  bulk modulus (modulus incompressibility). 

   =  modulus kekakuan (rigidity). 

   =  kerapatan massa (density) dari media yang dilalui.  

Dengan  mengetahui  kecepatan  rambat  dari  gelombang  primer  dan  gelombang 

sekunder, maka ahli seismologi dapat memperkirakan posisi pusat gempa berada. 

Page 15: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

30 

2.6.2  Gelombang Dipermukaan Tanah     

    Serupa  dengan  gelombang  yang menjalar  di  dalam  tanah,  gelombang  yang menjalar  di 

permukaan tanah akibat peristiwa gempa juga dibagi menjadi dua, yaitu gelombang Rayleigh dan 

gelombang Love. 

    1.  Gelombang Love. 

Gelombang Love adalah gelombang yang menjalar dengan butir‐butir tanah permukaan 

berbentuk love. 

    2.  Gelombang Rayleigh 

Gelombang  Rayleigh  adalah  gelombang  yang  menjalar  dengan  butir‐butir  tanah 

bergerak  berbentuk  elips  seperti  putaran  roda  dengan  arah  gerakan  pada  bidang 

vertikal. 

   

   

Gambar 2.13 Gelombang Love dan Rayleigh (Sumber : www.exploratorium.edu) 

 

2.7   Pengaruh Kondisi Geologi 

    Pada dasarnya getaran yang terjadi di permukaan tanah yang disebabkan oleh gelombang‐

gelombang di atas akibat adanya gempa, sangat dipengaruhi dan tergantung dari kondisi geologi 

tanah setempat (Satyarno, 2002). Faktor‐faktor tersebut, antara lain 

    1.  Panjang lapisan tanah di atas batuan. 

    2.  Tebal lapisan tanah dan jenis lapisan tanah di atas batuan. 

    3.  Kemiringan lapisan‐lapisan tanah endapan. 

    4.  Perubahan jenis tanah. 

    5.  Topografi batuan dasar maupupun tanah yang ada di atasnya. 

    6.  Retakan yang terjadi di dalam batuan. 

 

Page 16: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

31 

2.8   Penentuan Pusat Gempa 

    Sampai  saat  ini  belum  ada  alat maupun  teknologi  yang  dapat memprediksi  kapan  dan 

dimana  terjadinya  gempa  bumi,  namun  lokasi  dan  pusat  gempa  setelah  gempa  terjadi  dapat 

diketahui   dengan cara melihat perbedaan waktu datang dari gelombang yang dihasilkan, yaitu 

gelombang primer dan sekunder.  

    Seperti  dalam  penjelasan  sebelumnya,  bahwa  kedua  gelombang  tersebut  mempunyai 

kecepatan rambatan yang berbeda, sehingga dengan mengetahui perbedaan waktu datang dari 

kedua gelombang tersebut, maka  jarak dari tempat pencatat gempa dengan pusat gempa dapat 

diperkirakan. Sebagai contoh diambil penentuan gempa yang terjadi di Yogyakarta dan sekitarnya 

pada tanggal 27 mei 2006, dimana dimisalkan dengan menggunakan tiga stasiun pencatat gempa, 

yaitu  stasiun  Yogyakarta,  Jakarta  dan  Surabaya,  maka  ketiga  stasiun  tersebut  dapat 

memperkirakan  lewat  jarak  dari  masing‐masing  stasiun  ke  pusat  gempa.  Proses  penentuan 

dilakukan  dengan  cara  membuat  lingkaran  dari  jarak  masing‐masing  stasiun,  kemudian 

diperkirakan garis  singgung dari pertemuan ketiga  lingkaran  tersebut merupakan pusat gempa 

yang selanjutnya dilaporkan dalam bentuk global positioning system (GPS) yang menunjukan titik 

koordinat pusat gempa dalam bentuk garis bujur dan garis lintang.  

 

 

Gambar 2.13 Contoh penentuan pusat gempa 

 

2.9   Skala Kekuatan Gempa 

    Di  kalangan  orang  awam,  biasanya  mengenal  skala  kekuatan  gempa  atau  besarnya 

kekuatan gempa dengan  skala Richter. Namun  secara umum, besarnya kekuatan gempa dapat 

dihitung berdasarkan tiga skala yang akan diuraikan secara singkat di bawah ini. 

Page 17: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

32 

2.9.1  Skala Magnitude 

    Skala  magnitude  yang  ditemukan  oleh  Richter  (1959)  adalah  ukuran  kekuatan  gempa 

berdasarkan besarnya energi yang dilepaskan dari pusat gempa. Skala magnitude, biasanya dalam 

satuan Richter dan hubungan antara besarnya energi yang dilepaskan dengan skala Richter, dapat 

digambarkan dengan persamaan : 

    Log E =  11,4 + 1,5 . R                                            (2.3) 

    Dimana : 

    E  =  energi yang dilepaskan (erg atau dyne.cm) 

    R  =  skala Richter 

    Dalam bidang konstruksi, skala Richter kurang tepat digunakan untuk mengetahui besarnya 

kerusakan  yang  terjadi  pada  bangunan,  karena  walaupun  berdasarkan  skala  ini  gempa  yang 

terjadi berkekuatan besar  tetapi  apabila pusat gempa berada pada  lokasi dan  kedalaman  yang 

jauh  di  dalam  perut  bumi,  maka  pengaruh  gempa  terhadap  konstruksi  tidak  akan  terlalu 

signifikan. 

 

2.9.2  Skala Intensitas Lokal  

    Pengukuran  terhadap  kekuatan  gempa  yang  paling  tua  digunakan  dalam  sejarah  ilmu 

rekayasa  gempa  adalah  berdasarkan  intensitas  gempa  yang  terjadi.  Intensitas  gempa  adalah 

ukuran  terhadap daya  rusak  (destructiveness) yang dihasilkan oleh  suatu gempa yang  terjadi di 

suatu  tempat  tertentu,  terhadap  hasil  karya  manusia,  permukaan  tanah  dan  reaksi  manusia 

terhadap getaran yang terjadi.  

    Skala  intensitas  pertama  kali  dibuat  oleh  De  Rossi  dari  Italia  dan  Forel  dari  Switzerland 

dengan menggunakan  skala  I  sampai  X.  Pada  tahun  1902, Mercalli  seorang  lmuwan  dari  Italia 

mengusulkan skala intensitas menjadi XII yang kemudian digunakan untuk mengukur dampak dan 

kerusakan yang terjadi akibat gempa di San Fransisco, Amerika Serikat pada tahun 1906. 

    Skala  intensitas  lokal (Modifield Mercalli  Intensity) adalah skala berdasarkan besar kecilnya 

dampak,  kerusakan dan getaran permukaan  tanah di daerah  yang mengalami gempa.  Skala  ini 

merupakan hasil modifikasi dari skala intensitas yang diusulkan oleh Mercalli yang dilakukan oleh 

Wood‐Neumann  pada  tahun  1931  untuk  kondisi  di  California,  Amerika  Serikat.  Skala  ini  dibagi 

menjadi dua belas skala dengan angka Romawi sebagai berikut : 

    I    Tidak terasa orang, hanya tercatat oleh alat pencatat gempa yang peka. 

    II    Terasa oleh orang yang  sedang  istirahat,  terutama orang yang berada di  lantai dua 

dan diatasnya. 

    III    Benda‐benda yang tergantung bergoyang, bergetar ringan. 

Page 18: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

33 

    IV    Getaran  yang  terjadi  seperti  truk  lewat,  jendela,  pintu  dan  barang  pecah 

bergemerincing. 

    V    Terasa oleh orang di luar gedung dan orang tidur terbangun, benda‐benda tidak stabil 

di atas meja terguling dan jatuh. Pintu dan jendela bergerak menutup membuka. 

    VI    Terasa oleh semua orang. Banyak orang takut dan keluar rumah. Berjalan kaki sulit, 

kaca jendela dan pintu pecah. Meja kursi bergerak, plester dan tembok mutu D retak‐

retak. 

    VII   Sulit berdiri, terasa oleh pengendara sepeda motor dan mobil. Tembok mutu C retak, 

rawa dan kolam bergelombang. Longsor kecil pada lereng‐lereng pasir dan kerikil. 

    VIII  Pengemudi  mobil  terganggu,  tembok  mutu  C  rusak,  tembok  mutu  B  retak‐retak 

tetapi  tembok  mutu  A  masih  baik.  Menara  air  jatuh,  gedung  berportal  bergerak 

apabila  tidak diangker dengan pondasinya. Tanah basah  retak‐retak  terutama pada 

lereng yang curam. 

    IX    Semua orang panik,  tembok mutu C  rusak berat, beberapa  runtuh,  tembok mutu B 

rusak. Portal gedung bila  tidak diangker  lepas dengan pondasinya, pipa‐pipa dalam 

tanah patah. 

    X    Sebagian besar konstruksi portal dan temboknya rusak beserta pondasinya. Beberapa 

bangunan  kayu  dan  jembatan  rusak.  Banyak  terjadi  tanah  longsor,  air  sungai  dan 

kolam muncrat ke tepinya. Tanggul dan bendungan rusak berat, di daerah yang datar 

pasir dan lumpur bergerak‐gerak, rel kereta api bengkok sedikit. 

    XI    Rel kereta api rusak berat, pipa dalam tanah rusak berat. 

    XII   Terjadi kerusakan  total, batu‐batu besar berpindah  tempat. Benda‐benda  terlempar 

ke udara. 

    Dalam penjelasan di atas, yang dimaksud dengan tembok mutu A, B, C dan D adalah sebagai 

berikut : 

    A    Tembok mutu A adalah tembok dari bata, mortel dan pembuatannya baik. Diberi baja 

tulangan dan direncanakan kuat menahan gaya horisontal. 

    B    Tembok mutu  B  adalah  tembok  dari  bata, mortel  dan  pembuatannya  cukup  baik. 

Diberi  baja  tulangan  tetapi  tidak  didetail  dengan  baik  untuk  menahan  beban 

horizontal. 

    C    Tembok mutu  C  adalah  tembok  dari  bata, mortel  dan  pembuatannya  cukup  baik. 

Hubungan di sudut dengan kolom dan pintu/jendela cukup baik  juga ada angkernya, 

tetapi tidak diberi baja tulangan dan tidak pula diperhitungkan untuk menahan beban 

horizontal.   

Page 19: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

34 

    D    Tembok  mutu  D  adalah  tembok  yang  menggunakan  bahan‐bahan  mutu  rendah 

seperti  bata  yang  tidak  dibakar  dan  menggunakan  mortel  daritanah  liat  dan  lain 

sebagainya.  Cara  pengerjaan  kurang  baik  sangat  lemah  untuk  menahan  beban 

horizontal. 

    Skala  intensitas  lokal mempunyai  nilai  yang  besar  di  daerah  pusat  gempa  dan  nilai  yang 

semakin  mengecil di daerah yang semakin jauh dari pusat gempa. Berdasarkan penjelasan di atas 

maka  dapat  disimpulkan,  bahwa  skala  ini  hanya  cocok  digunakan  untuk  mengukur  tingkat 

kerusakan akibat gempa. Sedangkan penggunaan skala ini untuk proses perencanaan dan desain 

struktur sangat tidak disarankan atau tidak dapat digunakan. 

 

2.9.3  Skala Percepatan Permukaan Tanah 

    Skala percepatan permukaan tanah atau Peak Ground Acceleration (PGA) adalah skala yang 

menggambarkan besaran percepatan  tanah  yang  terjadi di permukaan  tanah pada  saat  terjadi 

gempa. Skala  ini biasanya diekspresikan dalam satuan g atau percepatan gravitasi bumi. Sebagai 

contoh  apabila  diketahui  percepatan muka  tanah  adalah  sebesar  1  g  berarti  percepatan muka 

tanah  maksimum  adalah  sebesar  10  m/detik2.  Skala  ini  seperti  skala  intensitas  lokal,  dimana 

besarnya  nilai  percepatan  muka  tanah  bernilai  besar  di  daerah  pusat  gempa  dan  semakin 

mengecil  di  daerah  yang  semakin  jauh  dari  pusat  gempa.  Berbeda  dengan  kedua  skala 

sebelumnya, percepatan muka tanah dapat dihitung dengan alat atau seismograph.  

    Selain  itu,  nilai  percepatan muka  tanah  yang  tercatat  bukan  hanya  nilai maksimum  saja 

melainkan termasuk semua nilai percepatan muka tanah yang terjadi selama gempa berlangsung. 

Catatan gempa ini kemudian akan digunakan sebagai bahan analisis beban gempa. 

 

2.10  Hubungan Antar Skala Gempa 

    Secara umum berdasarkan cara pengukuran dan dimensi yang dihasilkan oleh ketiga skala 

tersebut  dalam mengukur  besaran  gempa, memang  berbeda‐beda  satu  dengan  yang  lainnya. 

Namun, ketiga skala tersebut mempunyai hubungan atau dapat dikorelasikan satu dengan yang 

lainnya.  Hubungan  dari  ketiga  skala  tersebut,  biasanya  dinyatakan  dalam  bentuk  persamaan 

empiris. Formula‐formula empiris tersebut ditentukan berdasarkan suatu kasus gempa bumi pada 

suatu  tempat  tertentu,  dengan  memperhitungkan  karakteristik  sumber  gempa  bumi,  kondisi 

geologi  dan  kondisi  geoteknik  yang  ada.  Beberapa  persamaan  empiris  yang  diusulkan  untuk 

menggambarkan hubungan antara skala Richter dengan percepatan muka tanah maksimum pada 

saat  terjadi  gempa  antara  lain  diusulkan  oleh  Donovan  (1973)  dan Matuschka  (1980) masing‐

masing dalam bentuk : 

Page 20: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

35 

    a  =  1080 e0,5.R (H + 25)‐1,32                                        (2.4) 

    a  =  119 e0,81.R (H + 25)‐1,15                                        (2.5) 

    Dimana : 

    a  =  percepatan muka tanah maksimum (cm/detik2). 

    e  =  bilangan natural. 

    H  =  jarak hiposenter (km). 

    R  =  besar gempa pada skala Richter.   

    Sebagai  catatan bahwa  rumus Donovan  cenderung digunakan pada  kondisi  tanah  lemah 

dan pusat gempa berada jauh di bawah bumi. Sedangkan rumus Matuschka cenderung digunakan 

pada daerah kepulauan dan tanah keras, tetapi aturan ini tidak bersifat mengikat (Tjokrodimulyo, 

1997).     

    Untuk hubungan antara percepatan muka tanah maksimum dengan  intensitas  lokal dapat 

dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut : 

    Log a = 3

1. I –  

2

1                                            (2.6) 

    atau 

    Log a = 4

1. I +  

4

1                                             (2.7) 

    I    =  Intensitas lokal menurut skala Modiefield Mercalli (MM). 

    Selain  itu, hubungan  antara  skala percepatan muka  tanah maksimum dengan magnitude 

dan skala intensitas lokal dapat juga dihitung berdasarkan formula Murphy‐O’Brein dalam bentuk : 

    PGA  =  10(0,14 I + 0,24 M) – 0,68 (log d + 0,7 )                              (2.8) 

    Dimana : 

    PGA   =   Peak Ground Acceleration.  

    I     =   Intensitas standard MMI. 

    M    =   magnitude gempa bumi. 

    d    =   jarak antara lokasi dengan sumber gempa bumi. 

 

Contoh 2.1 : 

    Gempa bumi berkekuatan 6,5 skala Richter melanda Kota Waluh, episenter gempa dari kota 

tersebut berjarak  25 km dan  sumber gempa berada pada kedalaman 30 km. Diminta hitunglah 

percepatan muka tanah maksimum berdasarkan formula Donovan dan Matuschka serta, berapa 

besar getaran permukaan tanah yang terjadi di kota tersebut menurut skala Intensitas lokal ? 

 

Page 21: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

36 

Penyelesaian : 

    Focus gempa      =  25 km 

    Jarak episentrum (d) =  30 km 

    Menghitung jarak hiposenter (H) : 

    H  =  22 dh  

      =  22 3025  

      =  39,05125 km 

    Hubungan  antara  skala  Richter  dengan  percepatan  muka  tanah  maksimum  menurut 

Donovan : 

    a  =  1080 e0,5.R (H + 25)‐1,32   

      =  1080 e0,5.6,5 (39,05125 + 25)‐1,32   

      =  114,88528 cm/detik2 

    Hubungan  antara  skala  Richter  dengan  percepatan  muka  tanah  maksimum  menurut 

Matuschka : 

    a  =  119 e0,81.R (H + 25)‐1,15     

      =  119 e0,81.6,5 (39,05125 + 25)‐1,15  

      =  192,57533 cm/detik2     

    Skala kerusakan bangunan menurut intensitas lokal : 

    Nilai a menurut Donovan : 

    Log 114,89  = 3

1. I –  

2

    2,06028    = 3

1. I –  

2

1  →    I  = 

34,0

56028,2 =  7,53 MMI     

    Log 114,89  = 4

1. I +  

4

1                               

    2,06028    = 4

1. I +  

4

1  →    I  = 

25,0

8280,1  =  7,25 MMI     

    Nilai a menurut Matuschka : 

    Log 192,57  = 3

1. I –  

2

    2,28459    = 3

1. I –  

2

1  →    I  = 

34,0

78459,2 =  8,19 MMI         

    Log 192,57  = 4

1. I +  

4

1                               

Page 22: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

37 

    2,28459    = 4

1. I +  

4

1  →    I  = 

25,0

03459,2 =  8,14 MMI   

 

Contoh 2.2 : 

    Gempa berkekuatan 5,9 SR mengguncang Yogyakarta dan Jawa Tengah pada pukul 05.54 

WIB, berpusat pada posisi 8,007 LS dan 110,286 BT pada  jarak 25 km arah selatan Yogyakarta di 

kedalaman  17  km.  Diminta,  hitunglah  percepatan  muka  tanah  pada  saat  terjadi  gempa  di 

Yogyakarta dan berapa besar getaran permukaan  tanah  yang  terjadi di  kota  tersebut menurut 

skala Intensitas lokal? 

Penyelesaian : 

    Focus gempa      =  17 km 

    Jarak episenter (d)  =  25 km 

 

    Menghitung jarak hiposenter (H) : 

    H  =  22 dh  

      =  22 2517  

      =  30,2324 km 

    Hubungan  antara  skala  Richter  dengan  percepatan  muka  tanah  maksimum  menurut 

Donovan : 

    a  =  1080 e0,5.R (H + 25)‐1,32   

      =  1080 e0,5.5,9 (30,2324 + 25)‐1,32   

      =  103,48955 cm/detik2 

    Hubungan  antara  skala  Richter  dengan  percepatan  muka  tanah  maksimum  menurut 

Matuschka : 

    a  =  119 e0,81.R (H + 25)‐1,15     

      =  119 e0,81.5,9 (30,2324 + 25)‐1,15   

      =  140,44856 cm/detik2 

    Skala kerusakan bangunan menurut intensitas lokal : 

    Nilai a menurut Donovan : 

    Log 103,49  = 3

1. I –  

2

    2,01490    = 3

1. I –  

2

1  →    I  = 

34,0

51490,2 =  7,39 MMI     

Page 23: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

38 

    Log 103,49  = 4

1. I +  

4

1                               

    2,01490    = 4

1. I +  

4

1  →    I  = 

25,0

76490,1 =  7,05 MMI     

    Nilai a menurut Matuschka : 

    Log 140,45  = 3

1. I –  

2

    2,14752    = 3

1. I –  

2

1  →    I  = 

34,0

64752,2 =  7,78 MMI         

    Log 140,45  = 4

1. I +  

4

1                               

    2,14752    = 4

1. I +  

4

1  →    I  = 

25,0

89752,1 =  7,59 MMI   

 

2.11  Frekuensi Terjadinya Gempa 

    Secara teori maupun praktek hingga saat ini, belum ada teknologi yang dapat memprediksi 

kapan dan dimana serta berapa besar gempa yang akan terjadi. Yang ada saat  ini, hanya sistem 

peringatan dini terhadap dampak gempa dan pengamatan terhadap getaran yang dihasilkan oleh 

gempa  dan  pergeseran  pelat  tektonik.  Secara  umum  gempa  berskala  kecil  lebih  sering  terjadi 

dibandingkan dengan gempa skala besar, hanya saja gempa berskala kecil terkadang tidak terasa 

secara  langsung  oleh  manusia,  tetapi  hanya  dapat  dideteksi  melalui  seismograph  dan  alat 

pengamatan  getaran  yang  lain.  Dalam  pemakaian  desain  struktur,  frekuensi  gempa  atau  kala 

ulang gempa diekspresikan dalam  satuan  tahunan, dimana kekuatan gempa periode ulang 500 

tahunan misalnya, mempunyai  kekuatan  yang  jauh  lebih  besar  dibandingkan  dengan  kekuatan 

gempa periode ulang 100 tahunan. Oleh Gutenberg (Satyarno, 2002) frekuensi terjadinya gempa 

dengan suatu skala Richter tertentu dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : 

    LogN =  A – bR                                               (2.9) 

    Dimana : 

   N    =  Jumlah rata‐rata gempa dengan R skala Richter atau lebih yang terjadi dalam suatu 

daerah pertahun.   

   A,b  =  Merupakan nilai konstanta yang tergantung dari letak geografis suatu daerah. 

    Sebagai contoh diberikan data konstanta A dan B yang ada di Jepang, Amerika Serikat dan 

Indonesia secara umum (Tjokrodimulyo, 1997) dimana : 

    Jepang timur laut    :  A  =  6,88  dan  B  =  1,06 

    Jepang barat daya  :  A  =  4,19  dan  B  =  0,72 

Page 24: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

39 

    Amerika barat      :  A  =  5,94  dan  B  =  1,14 

    Amerika timur      :  A  =  5,79  dan  B  =  1,38 

    Indonesia        :  A  =  7,30  dan  B  =  0,94 

    Dari frekuensi terjadinya gempa atau kala ulang gempa, dapat diperhitungkan  juga tingkat 

resiko gempa, yaitu kemungkinan suatu struktur dilanda gempa yang lebih besar dari pada gempa 

rencana dalam bentuk persamaan : 

    P  =  %100e1 T

L

                                            (2.10)

    Dimana : 

   P  =   adalah nilai probabilitas dalam persen suatu struktur terlanda gempa yang lebih besar 

dari gempa rencana. 

   e  =  bilangan natural. 

   L  =  umur rencana bangunan (tahun). 

   P  =  jangka waktu ulang gempa rencana (tahun). 

    Dalam SNI 03‐1726‐2002, menentukan pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam 

perencanaan  struktur gedung  serta berbagai bagian dan peralatannya  secara umum. Selain  itu, 

akibat  pengaruh  gempa  rencana,  struktur  gedung  secara  keseluruhan  harus  masih  berdiri, 

walaupun  sudah  berada  dalam  kondisi  di  ambang  keruntuhan.  Gempa  rencana  ditetapkan 

mempunyai perioda ulang 500 tahun, agar probabilitas terjadinya terbatas pada 10% selama umur 

gedung 50 tahun. 

 

Contoh 2.3 : 

    Sebuah monumen direncanakan dengan umur 50  tahun, apabila digunakan periode ulang 

gempa  500  tahunan  dalam  perencanaan,  maka  tentukanlah  probabilitas  monumen  tersebut 

mengalami gempa yang lebih besar dari gempa rencana? 

Penyelesaian : 

      P  =  %100e1 T

L

 

       =  %100e1 500

50

 

        =  9,516 % 

    Jadi  kemungkinan monumen  tersebut  terkena  dampak  gempa  periode  ulang  500  tahun 

adalah 9,516%.  

Page 25: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

40 

2.12  Tsunami 

    Istilah  tsunami berasal dari kosa kata  Jepang  tsu  yang berarti gelombang dan nami yang 

berarti  pelabuhan,  sehingga  secara  bebas  tsunami  diartikan  sebagai  gelombang  laut  yang 

melanda pelabuhan. Kata tsunami sendiri menjadi bagian dari bahasa dunia, setelah gempa besar 

tanggal  15  Juni  1896  yang menimbulkan  gelombang  laut  besar  yang melanda  kota  pelabuhan 

Sanriku  di  Jepang  dan menewaskan  270.000  orang  serta merusak  pantai  barat  Pulau  Honshu 

sepanjang 280 km (BMG). 

    Di  Indonesia  sendiri,  bencana  tsunami  telah  terbukti  menelan  banyak  korban  manusia 

maupun harta benda. Sebagai  contoh, bencana  tsunami  yang  terjadi di Flores pada  tahun  1992 

yang mengakibatkan meninggalnya  lebih  dari  2000 manusia,  bencana  tsunami  di  Banyuwangi 

tahun  1994 yang menelan korban 800 orang, bencana  tsunami di Aceh dan Nias yang menelan 

korban lebih dari 250.000 jiwa dan yang terakhir bencana tsunami di Pangandaran, Jawa Barat. 

 

 

    Gambar 2.14 Kedalaman dan Panjang gelombang tsunami 

 

    Tsunami ditimbulkan akibat adanya deformasi atau perubahan bentuk pada dasar  lautan, 

terutama perubahan permukaan dasar  lautan dalam arah vertikal. Perubahan pada dasar  lautan 

tersebut,  akan  diikuti  dengan  perubahan  permukaan  lautan,  yang  mengakibatkan  timbulnya 

penjalaran gelombang air laut secara serentak tersebar ke seluruh penjuru mata‐angin. Kecepatan 

rambat  penjalaran  tsunami  di  sumbernya  bisa  mencapai  ratusan  hingga  ribuan  km/jam  dan 

berkurang pada  saat menuju pantai, dimana kedalaman  laut  semakin dangkal. Walaupun  tinggi 

gelombang  tsunami di  sumbernya kurang dari  satu meter,  tetapi pada  saat menghepas pantai, 

tinggi  gelombang  tsunami  bisa mencapai  lebih  dari  5 meter. Hal  ini  disebabkan  berkurangnya 

kecepatan  rambat  gelombang  tsunami  karena  semakin  dangkalnya  kedalaman  laut  menuju 

Page 26: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

41 

pantai,  tetapi  tinggi  gelombangnya  menjadi  lebih  besar,  karena  harus  sesuai  dengan  hukum 

kekekalan  energi. Beberapa  hasil penelitian menunjukkan bahwa  tsunami dapat  timbul  apabila 

kondisi di bawah ini terpenuhi : 

    1.  Terjadi gempa bumi yang berpusat di tengah lautan. 

    2.  Terjadi gempa bumi dengan magnitude lebih besar dari 6,0 skala Richter. 

    3.  Terjadi gempa bumi dengan pusat gempa dangkal atau kurang dari 33 km.  

    4.  Terjadi gempa bumi dengan pola mekanisme dominan, yaitu sesar naik atau sesar turun. 

    5.  Terjadi gempa bumi pada lokasi sesar (rupture area) di lautan yang dalam. 

    6.  Morfologi atau bentuk pantai yang biasanya berupa pantai terbuka, landai atau teluk. 

    Sebelum  terjadinya  tsunami  biasanya  disertai  dengan  peringatan  yang  datang  dari  alam 

seperti, surutnya air  laut dari garis pantai atau air  laut yang surut secara tiba‐tiba, bau asin yang 

menyengat dan dari kejauhan tampak gelombang putih dan suara gemuruh yang sangat keras. 

 

2.10.1 Metode Pemetaan Tsunami 

    Peta bahaya tsunami di wilayah Indonesia berasal dari dua peta yaitu, peta rawan tsunami 

dan  peta  potensi  tsunami.  Sumber  data  peta  ini,  berasal  dari  catatan  sejarah  peristiwa  alam 

tsunami  di  Indonesia  dari  tahun  0  sampai  dengan  tahun  2000.  Sumber  data  peristiwa  alam 

termasuk gempa bumi dan gunung meletus beserta akibatnya pada tahun 0 sampai dengan 1900 

diambil dari  katalog  The  Earthquake of  The  Indonesian Archipelago oleh Arthur Wichmann  versi 

bahasa  Inggris. Katalog  ini berisi  catatan peristiwa  alam  yang dirangkum dari berbagai  sumber 

termasuk catatan harian pelaut, pedagang dan lain sebagainya yang kemudian peristiwa tsunami 

diterjemahkan ke dalam tingginya tsunami pada suatu lokasi untuk dipetakan. 

    Peta  potensi  tsunami  adalah  peta  bahaya  tsunami  pada  daerah  tersebut  berdasarkan 

peristiwa tsunami yang pernah terjadi. Data dasar yang dipakai dalam pembuatan peta ini adalah 

ketinggian  run  up  atau  limpasan  gelombang  tsunami  di  pantai  yang  terukur  di  lapangan. 

Ketinggian  tsunami diukur dengan  titik dasar pada garis pantai yang dalam  istilah meteorology 

dan geofisika disebut dengan run up. Run up  dikelompokkan menjadi 3 kategori  yaitu, kategori 

tidak bahaya dengan ketinggian 0 sampai 2 meter,  kategori bahaya dengan ketinggian 2 sampai 5 

meter  dan  kategori  sangat  bahaya  dengan  ketinggian  lebih  dari  5 meter.  Peta  rawan  tsunami 

menggambarkan  pantai‐pantai  di  Indonesia yang  rawan  terhadap  bahaya  tsunami.  Kerawanan 

terhadap tsunami disusun berdasarkan peta tektonik Indonesia, yang menggambarkan zona‐zona 

subduksi dan zona busur dalam (back arc thrust) yang merupakan sumber gempa bumi dangkal di 

laut. Dengan demikian pantai yang menghadap pada kedua kondisi tektonik tersebut, merupakan 

pantai yang rawan tsunami.  

Page 27: Bab 2 Bumi Dan Gempa Bumi 2011

H E N C E   M I C H A E L  W U A T E N 

DINAMIKA STRUKTUR DAN TEKNIK GEMPA – ANALISIS DAN DESAIN 

BAB 2 BUMI DAN GEMPA BUMI 

42 

 

Gambar 2.12 Peta daerah potensi tsunami di Indonesia (sumber : www.reindo.co.id) 

 

 

Gambar 2.15 Peta daerah rawan tsunami di Indonesia (sumber : www.reindo.co.id) 

 

    Terhadap  struktur bangunan  tsunami merupakan dampak kerusakan yang  tidak  langsung 

akibat terjadinya gempa. Memang akan sangat dilematis bagi sebuah struktur yang telah berada 

dalam  kondisi  tidak  stabil  akibat  adanya  gempa  ditambah  lagi  dengan  hempasan  gelombang 

tsunami.