BAB 2 arsitektur perilaku revisi.docx

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangDewasa ini seiring semakin berkembangnya pembangunan khususnya di Bali. Semakin banyak kita jumpai perumahan maupun residence yang dibangun untuk selanjutnya disewakan atau dikontrakkan pada penduduk pendatang. Seperti yang kita ketahui Indonesia terdiri dari banyak suku dengan kultur keyakinan dan nilai yang berbeda-beda. Pembangunan rumah yang bersifat masif dan homogen tentunya kurang tepat untuk ditempati oleh penduduk yang datang dari beragam latar belakang suku maupun nilai keyakinannya. Ketidaksesuaian lingkungan dan penghuni bisa menyebabkan tekanan yang membuat penghuni tidak nyaman dan tidak betah untuk tinggal dalam lingkungan rumah tinggalnya.Dalam arsitektur hubungan lingkungan rumah tinggal dan penghuni sangat berhubungan erat. Perilaku penghuni rumah tentunya harus disesuaikan dengan lingkungan rumah yang akan mewadahi aktivitas yang akan di lakukan. Oleh karena itu di perlukan adalanya solusi konkret untuk menyelesaikan masalah tersebut. solusi masalah ini bisa didapat dari metodologi penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data pasti yang akan di gunakan untuk mengambil kesimpulan dalam penyelesaian masalah ini.Dalam makalah ini kami mencoba untuk menguraikan tentang hubungan antara perilaku dan lingkungan dan juga motodologi penelitian untuk mendapatkan penyelesaian masalah yang ada.

1.2 Rumusan masalah1.2.1 Apa pengertian dari lingkungan dan perilaku ?1.2.2 Bagaimana hubunngan antara perilaku dengan lingkungan dan arsitektur?1.2.3 Apa saja metode penelitian arsitektur lingkungan dan perilaku?1.3 Tujuan penulisan 1.3.1 Mengetahui pengertian dari lingkungan dan perilaku.1.3.2 Mengetahui hubunngan antara perilaku dengan lingkungan dan arsitektur1.3.3 Mengetahui metode penelitian arsitektur lingkungan dan perilaku. 1.4. Metoda penulisan1.4.1 Tinjauan pustakaMetoda ini dilakukan untuk mencari referensi-referensi tentang Arsitektur Perilaku terutama yang terkait dengan metode penelitian arsitektur lingkungan dan perilaku

BAB IIPEMBAHASANPengertian Perilaku- Lingkungan dan Metode Penelitian Arsitektur Perilaku dan Lingkungan2.1 PengantarArsitektur tidak lepas dari teori dan praktik, untuk mempelajari serta mengertikan kondisi lingkungan fisik dan intelektual manusia diperlukan teori. Sebaliknya agar teori mendapatkan nilai objektivitasnya maka diperlukan pijakan pada lingkungan yang nyata. Studi perilaku- lingkungan menaruh perhatian pada proses transformasi dan mekanisme hubungan manusia dengan lingkungan dalam sebuah proses tersebut. Dengan hasil studi tersebut maka akan menjadi bahan pertimbangan dalam pembentukan teori arsitektur, studi perilaku lingkungan dapat membantu perancang dengan teori, model dan konsep untuk mengerti hubungan perilaku dan manusia dan lebih mengerti desain arsitektur dengan lebih baik. Laurens (2005:17)2.2 Perkembangan Ilmu Perilaku-LingkunganIlmu perilaku (behavior sciences) adalah suatu istilah yang mecakup bidang ilmu yang luas seperti psikologi, sosiologi, antropologi, ekonomi, politik, dll yang beertujuan untuk mengembangkan pemahaman mengenai kegiatan manusia, sikap dan nilai- nilai yang dikenal sebagai studi perilaku-lingkungan, serta bagaimana perkembangan teori dan proses desain arsitektur. Empat dimensi perilaku lingkungan yaitu manusia, perilaku, lingkungan dan waktu. Karakteristik Ilmu Perilaku dan Lingkungan, Laurens(2005:18) Merupakan hubungan saaling terkait, misalnya memplajari hubungan antara kebisingan dan juga kosentrasi kerja seseorang atau hubungan antara desain ruang dan produktivitas kerja seseorang. Hubungan perilaku dan lingkungan adalah hubungan timbal balik. Studi perilaku-lingkungan menitik beratkan pada teori dan terapan. Interdisipliner, bekerjasama dengan berbagai disiplin bidang ilmu.2.3 Pengertian lingkungan Lingkunganadalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.Kata lingkungan banyak sekali digunakan dengan berbagai bidang ilmu seperti ilmu psikologi lingkungan adalah manusia dan kepribadiannya, bagi ilmu sosiologi lingkungan adalah organisasi dan proses social, bagi ilmu feografi lingkungan adalah tanah dan iklim, dan bagi arsitektur lingkungan adalah bangunan dan ruang luar Kategorisasi ini bergantung pada kegunaannya. Porteous, (1977) dalam Laurens (2005:47)Beberapa ahli membedakan lingkungan menjadi lingkungan fisik dan sosial atau lingkungan psikologikal dan behavioral, Laurens (2005:47): Lingkungan fisik terdiri atas terrestrial atau tatar geografis. Lingkungan sosial terdiri atas organisasi sosial Lingkungan psikological terdiri atas imaji yang dimiliki dalam benaknya. Lingkungan behavioral mencakup elemen yang menjadi pencetus respon seseorang.2.4 Pengertian perilakuPerilaku adalah suatu kebiasaan atau bentuk aktifitas berulang-ulang yang dilakukan seseorang secara alami. Hal ini Membawa J.B. Watson (1878-1958) dalam Laurens (2005:19) memandang psikologi sebagai ilmu yang mempelajari perilaku karena perilaku lebih mudah diamati, dicatat, dan diukur. Arti perilaku mencakup perilaku yang kasatmata seperti makan, menangis memasak, melihat, bekerja dan perilaku yang tak kasatmata seperti fantasi, motivasi, dan proses terjadi pada seseorang diam atau secara fisik tidak bergerak.Ciri- ciri perilaku sebagai objek studi empiris, dalam Laurens (2005:19): Perilaku sendiri kasatmata, tetapi penyebab terjadinya perilaku secara langsung mungkin tidak dapat diamati Perilaku mengenal berbagai tingkatan, yaitu perilaku sederhana dan perilaku stereotip, seperti perilaku binatang bersel satu; perilaku kompleks seperti perilaku manusia; perilaku sederhana seperti refleks, tetapi ada juga yang melibatkan proses mental biologis yang lebih tinggi Perilaku bervariasi dengan klasifikasi: kognitif, afektif, dan psikomotorik, yang menunjuk pada sifat rasional, emosional, dan gerakan fisik dalam berperilaku. Perilaku bisa disadari dan juga bias tidak disadari2.5 Hubungan perilaku dengan lingkunganIlmu hubungan perilaku-lingkungan bertujuan membentuk suatu hubungan yang saling menunjang antara manusia sebagai individu ataupun kelompok dan lingkungan fisiknya guna meningkatkan kualitas kehidupan melalui kebijakan perencanaan dan perancangan (Moore, 1976).Ilmu perilaku-lingkungan mempunyai karakteristik seperti hubungan perilaku-lingkungan adalah satu unit yang dipelajari dalam keadaan saling terkait tidak berdiri sendiri seperti hubungan kebisingan dengan tingkat konsentrasi seseorang atau kondisi fasilitas kantor dengan produktifitas seseorang. Laurens (2005:25)Hubungan antara lingkungan dan manusia serta perilakunya adalah hubungan timbal balik, saling terkait, dan saling mempengaruhi. Misalkan dalam ranah pendidikan, apakah sarana dan prasarana belajar yang menyebabkan mutu dan prestasi belajar disekolah.Aktifitas setiap individu yang berbeda-beda tentunya memerlukan ruang berbeda untuk mewadahinya. Secara konseptual manusia merupakan makhluk berpikir yang mempunyai keputusan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan adanya pendekatan setting behavior yang di pelopori Barker, membuat manusia bisa mengorganisasikan dan menggunakan pengetahuannya untuk memberikan makna dan fungsi pada ruangan yang di gunakan. Sebagai contoh : pada sebuah sekolah terdapat satu ruangan yang sering salahgunakan oleh siswa untuk merokok, walaupun ruangan tersebut bukan untuk merokok dan juga di sekolah dilarang merokok tapi dengan sendirinya perilaku merokok siswa member kesan atau makna pada ruangan itu sendiri sebagai ruangan untuk merokok. Menurut Donna P. Duerk bahwa manusia dan perilakunya adalah bagian dari system yang menempati tempat dan lingkungan tidak dapat dipisahkan secara empiris. Karena itu perilaku manusia selalu terjadi pada suatu tempat dan dapat dievaluasi secara keseluruhan tanpa pertimbangan factor-faktor lingkungan. Donna P. Duerk, Architectural Progamming (1993).Pengaruh timbal balik antara lingkungan dengan perilaku: Lingkungan yang mempengaruhi perilaku manusia.Orang cenderung menduduki suatu tempat yang biasanya diduduki meskipun tempat tersebut bukan tempat duduk. Misalnya: susunan anak tangga didepan rumah, bagasi mobil yang besar, pagar yang rendah dan sebagainya. Perilaku manusia yang mempengaruhi lingkunganPada saat orang cenderung memilih jalan pintas yang dianggapnya terdekat dari pada melewati pedestrian yang memutar. Sehinga orang tersebut tanpa sadar telah membuat jalur sendiri meski telah disediakan pedestrian.2.6 Metode Dalam Penelitian Arsitektur Lingkungan dan Perilaku 2.6.1 PengantarMenurut Haryadi & B.Setiawan (2010:73). Metodologi riset untuk kajian arsitektur dan perilaku sebenarnya tidak jauh berbeda dengan metodologi untuk kajian- kajian bidang lain, dari aspek teknis terdapat beberapa teknik yang spesifik digunakan dalam kajian arsitektur lingkungan dan perilaku, akan tetapi sebelumnya akan akan diuraikan tiga jenis riset untuk membedakan konteks riset di bidang arsitektur lingkungan dan perilaku. Terdapat tiga jenis riset yaitu: Basic researchRiset dasar dilakukan untuk menjawab pertanyaan mendasar mengenai suatu fenomena serta ditunjukkan terutama untuk mengembangkan suatu teori tertentu. Riset ini tidak selalu mempunyai efek penerapan langsung pada persoalan- persoalan sehari- hari, tetapi diperlukan untuk mengembangkan suatu teori baru mengenai suatu hal, motivasi riset dilakukan karena obsesi untuk menemukan suatu penjelasan yang baru terhadap suatu hal, karena ingin memecahkan suatu masalah sehari- hari Applied researchRiset terapan dilakukan untuk menjawab persoalan- persoalan praktis di masyaraakat, berbeda dengan riset dasar, riset ini hanya untuk memecahkan masalah sehari- hari dan tidak melakukan pengembangan teori, dan bobot penerapan lebih besar dari riset dasar Instrumental researchRiset instrumental digunakan untuk kepentingan pendidikan, yaitu sebagai latihan untuk mahasiswa dan tenaga peneliti untuk meningkatkan kemampuan mengelola proses riset dan menerapkan berbagai metode risetDi dalam konteks arsitektur lingkungan dan perilaku sebagian ahli menyarankan untuk menggunakan riset yang aplikatif, agar digunakan untuk memecahkan problem praktis terutama di bidang perancangan arsitektur dan perancangan kota. Haryadi & B.Setiawan (2010:74)2.7 Metodologi Riset di Bidang Arsitektur Lingkungan dan PerilakuMetodologi riset dipilih dan dikembangkan karena adanya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan dalam suatu proyek riset, dalam konteks ini satu metodologi riset selalu memiliki kekurangan dan kelebihan masing- masing, untuk itu metodologi riset dapat dipilih tergantung dari persoalan dalam riset. Haryadi & B.Setiawan (2010:75)Delapan Teknik Riset. Haryadi & B.Setiawan (2010:75)1) Eksperimental2) Observasi3) Dokumen Pribadi4) Kuisioner( angket), wawancara5) Pemetaaan Perilaku6) Test Psikologi7) Analisis Isi 8) Studi Kasus.

Berikut merupakan tabel Permasalahan dengan pendekatan dan teknik riset yang sesuai.PermasalahanPendekatanTeknik Riset

Mencari informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dalam kondisi terkendaliTesting dalam laboratoriumEksperimen laboratorium simulasi

Memperoleh perilaku manusia dan tempat umumMengamati yang bersangkutanObservasi natural

Untuk menemukan bagaimana manusia berperilaku dalam kegiatan peribadi Meminta mereka untuk mencatat dalam bukuDokumen- doumen pribadi

Mempelajari apa yang dipikirkan seseorangMenanyakan pada yang bersangkutanKuesioner (angket) Interview (wawancara)Skala Atitude

Mengetahui kemana orang pergiMenggambarkan pergerakan merekaPengukuran jejak pemeran perilaku

Identifikasi KecendrunganTabulasi SistematisAnalisis isi

Mengetahui kepada yang tidak umumPenyelidikan detailStudi Kasus

Mencari variasi/ ragam faktaStudi komparasiStudi dengan beberapa kasus dengan analisis komparatif

Mengevaluasi hasil rancangan

Evaluasi purnahuni

Observasi dan wawancara

Memahami/ mempelajari hasil rancanganPrecedentAnalisis isi/ dokumen

Sumber: Sommer, 1986 dalam Haryadi & B.Setiawan (2010:76)

2.7.1 Observasi PartisipatifDefinisi dan ProsesMenurut Haryadi & B.Setiawan (2010:76) Prinsip dasar observasi partisipatif adalah suatu usaha bagi para peneliti untuk melewati dinding batas serta menghilangkan jarak antara objek yang diamati dengan subjek (pengamat) artinya pengamat dapat memahami dengan lebih baik objek yang diamatinya dengan terlibat secara langsung atau berbaur dengan komunitas yang diamati. Dengan kata lain sebagaimana dikatakan oleh Simons and McCall (1969) dalam Haryadi & B.Setiawan (2010:77), observasi partisipatif didefinisikan sebagai suatu prosses dimana pengamat hadir pada suatu situasi social untuk kepentingan investasi akademik. Disini pengamat berada situasi hubungan langsung dengan yang diamati, dan dengan berperan serta dalam kegiatan sehari- hari pengamat mengumpulkan data. Pengamat dalam hal ini adalah bagian dari konteks yang diamati dan dengan demikian dipengaruhi dan mempengaruhi dengan konteks yang pengamat amati, seperti contoh di Indonesia penulis menggunakan teknik ini untuk memahami proses pengatasan penduduk kampong kota di Yogyakarta terhadap tekanan lingkungan yang muncul , dengan tinggal disana peneliti dapat menangkap berbagai bentuk pengatasan spasial warga kampong terhadap tekanan lingkungan. Pemetaan Perilaku ( Behavioral Mapping)Menurut Haryadi & B.Setiawan (2010:81) Pemetaan Perilaku dikembangkan oleh Ittelson sejak tahun 1970an. Selain relative gampang dipahami, teknik ini mempunyai kekuatan utam pada aspek spasialnya. Artinya dengan teknik ini akan didapatkan sekaligus suatu bentuk informasi mengenai suatu fenomena ( terutama perilaku individu dan sekelompok manusia) yang terkait dengan system spasialnya. Dengan kata lain behavioral mapping secara spesifik dengan perilaku manusia di lingkunganya. Dikatakan oleh Sommer (1986) dalam Haryadi & B.Setiawan (2010:81) bahwa behavioral mapping digambarkan dalam bentuk sketsa atau diagram mengenai suatu area dimana manusia melakukan berbagai kegiatanya. Tujuanya adalah untuk menggambarkan perilaku dalam peta, mengidentifikasikan jenis dan frekwensi perilaku, serta menunjukkan kaitan antara perilaku tersebut dengan wujud perancangan yang spesifik. Pemetaan perilaku ini dapat dilakukan secara langsung pada saat pengamatan di tempat pengamatan atau dilakukan kemudian berdasar catatan- catatan yang dibuat. Berdasarkan Ittelson pemetaan perilaku secara umum akan mengikuti prosedur yang terdiri dari lima unsure dasar yakni:1. Sketsa dasar area atau setting yang akan diobservasi2. Definisi yang jelas bentuk- bentuk perilaku yang akan diamati, dihitung, dideskripsikan dan didiagramkan3. Satu rencana waktu yang jelas pada saat kapan pengamatan dilakukan4. Prosedur sistematis yang jelas saat observasi5. Serta system coding yang efisien untuk lebih mengefisienkan pekerjaan selama observasi.Menurut Haryadi & B.Setiawan (2010:81) Adapun jenis jenis perilaku yang dapat dipetakan antara lain meliputi: Pola Perjalanan (trip pattern), migrasi (migration), perilaku konsumtif (consumptive behavior), kegiatan rumah tangga (household activities) hubungan ketetanggaan (neighbouring), serta penggunaan berbagai fasilitas public (misalnya: pedestrian, lapangan terbuka dan lain-lain). Di dalam kajian arsitektur lingkungan dan perilaku pemetaaan perilaku banyak dimanfaatkan untuk melakukan penyempurnaan perancangan. Terdapat 2 cara untuk melakukan pemetaan perilaku yakni:1. Penataan berdasaarkan tempat (Place-centered Mapping) Teknik ini digunakan untuk mengetahui bagaimana manusia atau sekelompok manusia memanfaatkan, menggunakan, dan mengakomodasikan perilakunya dalam suatu situasi waktu tertentu. Dengan kata lain, perhatian dari teknik ini adalah satu tempat yang spesifik, baik kecil maupun besar, Haryadi & B.Setiawan (2010:82). Langkah-langkah: Membuat sketsa dari tempat atau setting, meliputi seluruh unsure fisik yang diperkirakan mempengaruhi perilaku pengguna ruang tersebut, yang perlu diingat sebelumnya adalah peneliti harus akrab dengan situasi tempat atau area yang akan diamati. Membuat daftar perilaku yang akan diamati serta menentukan symbol atau tanda sketsa atas setiap perilaku, Kemudian dalam satu kurun waktu tertentu peneliti mencatat berbagai perilaku yang terjadi dalam tempat tersebut dengan menggambarkan symbol-simbol padda peta dasar yang telah disiapkan.

r.perawat pasien menempatkan dirinya disekitar r.perawat untuk mempermudah memperoleh informasiGambar 1.1 Contoh Pemetaan perilaku dengan Place-centered Mapping2. Person-centered MappingBerbeda dengan teknik place-centered mapping, teknik ini menekankan pada pergerakan manusia pada suatu periode tertentu. Dengan demikian, teknik ini akan berkaitan dengan tidak hanya satu tempat atau lokasi tetapi dengan beberapa tempat atau lokasi. Apabila place-centered mapping peneliti berhadapan dengan banyak manusia, pada teknik ini peneliti berhadapan dengan seseorang yang khusus diamati. Dengan demikian tahap pertama yang harus dilakukan dengan teknik ini adalah memilih sample person atau sekelompok manusia yang akan diamati perilakunya. Tahap berikutnya adalah mengikuti pergerakan dan aktivitas yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang yang kita amati tersebut. Pengamatan ini dapat dilakukan dengan membuat sketsa-sketsa dan catatan-catatan pada suatu peta dasar yang sudah disiapkan. Pengamatan dapat dilakukan secara kontinyu atau hanya pada periode-periode tertentu saja, tergantung dari tujuan penelitinya. Haryadi & B.Setiawan (2010:83)

r.perawat pasien bergerak dari satu tempat ke tempat lain dalam usahanya mendekati r.perawatGambar 1.2 Contoh Pemetaan perilaku dengan Person-centered Mapping

2.7.2 KUESIONER DAN WAWANCARA (INTERVIEW)Prinsip dasar teknik ini adalah menemui responden sebagai subjek penelitian dan menanyakan, secara lisan ataupun tertulis, data pribadi ataupun pendapat/ opini tentang suatu hal. Kuesioner digunakan apabila peneliti membuat suatu daftar pertanyaan secara tertulis, dan kemudian daftar pertanyaan tersebut diisi oleh responden baik secara lisan (yang kemudian ditulis oleh peneliti) maupun langsung secara tertulis oleh responden. Kuesioner biasanya dipakai apabila peneliti akan melakukan suatu pendataan yang kuantitatif atau terukur sehingga daftar pertanyaan yang tercantum dalam kuesioner cenderung sesuatu yang objektif seperti data pribadi, keluarga dan sebagainya. Haryadi & B.Setiawan (2010:84)Wawancara dilakukan terutama apabila peneliti tidak mempunyai daftar pertanyaan tertulis yang rinci dan ditujukan terutama untuk menyerap pendapat, persepsi, atau opini yang subjektif sifatnya. Berbeda dengan teknik kuesioner, dalam wawancara biasanyapeneliti dan responden melakukan kontak langsung pada saat dan tempat yang sama. Haryadi & B.Setiawan (2010:84)Dikaitkan dengan kajian di bidang arsitektur lingkungan dan perilaku, teknik kuesioner dan wawancara biasanya dilakukan dengan kombinasi teknik observasi, terutama untuk menjawab pertanyaan mengapa suatu perilaku kejadian. Sebagaimana telah diuraikan di muka, teknik observasi, khususnya observasi perilaku cenderung dilakukan untuk menjawab pertanyaan mengenai bagaimana pola suatu perilaku dilakukan. Dengan kata lain, teknik observasi dipakai untuk mendeskripsikan suatu kejadian, tetapi tidak selalu dapat menjawab pertanyaan mengenai mengapa kejadian tersebut berlangsung. Maka dari itu, dilakukan wawancara dengan pelaku kejadian. Haryadi & B.Setiawan (2010:85)KuesionerTerdapat dua jenis kuesioner, yakni terbuka (open ended) dan tertutup (closed). Kuesioner terbuka berisi daftar pertanyaan dimana responden dapat secara bebas menjawab. Sebaliknya, kuesioner tertutup berisi daftar pertanyaan. Haryadi & B.Setiawan (2010:85)Menurut Sommer (1996) dalam Haryadi & B.Setiawan (2010:85) kuesioner terbuka, terutama dipilih apabila : 1. Peneliti tidak tahu kemungkinan jawaban yang muncul atas pertanyaan yang diajukan.2. Kemungkinan variasi jawabannya terlalu lebar dan sulit untuk dikategorikan.3. Peneliti tidak ingin memengaruhi responden.4. Peneliti menginginkan jawaban responden dengan kata-katanya yang asli.Sementara itu peneliti memilih kuesioner tertutup apabila :1. Peneliti sudah memiliki beberapa asumsi terhadap jawaban yang diajukan.2. Pertanyaannya terlalu banyak dan ditujukan pada banyak responden.3. Jawabannya direncanakan akan diberi nilai (score) atau dianalis dengan statistik.4. Jawaban dari beberapa kelompok responden akan dibandingkan.Dalam penelitian arsitektur lingkungan dan perilaku, perlu diingat bahwa jumlah dan susunan pertanyaan seringkali berpengaruh terhadap kualitas penelitian. Jumlah pertanyaan yang terlalu banyak seringkali menimbulkan ketidakteraturan dalam menjawabnya. Susunan daftar pertanyaan sangat penting karena akan mempengaruhi efektivitas pengisian kuesioner. Haryadi & B.Setiawan (2010:86)Hal lain yang perlu diingat dalam membuat kuesioner adalah penggunaan kalimat dan pemilihan kata-kata yang sejelas mungkin dan mengurangi kemungkinan interpretasi yang beragam. Haryadi & B.Setiawan (2010:86) Menurut Haryadi & B.Setiawan (2010:87). Untuk mengatasi berbagai kemungkinan ketidakpastian penelitian dengan kuesioner, peneliti disarankan melakukan pengujian terlebih dahulu. Pengujuan ini dilakukan untuk beberapa hal yaitu :1. Menguji substansi pertanyaan. 2. Menguji kejelasan pertanyaan.3. Mendapatkan gambaran mengenai variasi pertanyaan.4. Menguji waktu dan prosedur penelitian.Dalam penelitian arsitektur lingkungan dan perilaku, dimungkinkan bahwa peneliti menyertakan beberapa media visual dalam kuesioner, terutama apabila peneliti ingin mengetahui pendapat responden tentang suatu tempat atau seting. Haryadi & B.Setiawan (2010:87)WawancaraWawancara dilakukan terutama untuk mengetahui pendapat atau opini responden secara lebih luas, atau menggali berbagai kemungkinan jawaban tentang mengapa dan bagaimana suatu kejadian terjadi. Dalam kajian arsitektur lingkungan dan perilaku, wawancara sangat penting dilakukan, karena akan menjawab banyak hal mengenai bagaimana mekanisme interaksi antara manusia dengan lingkungan terjadi. Semuanya dapat dilihat dan diinterpretasikan melalui observasi langsung. Haryadi & B.Setiawan (2010:88)Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur ataupun tidak terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan apabila telah mempunyai satu rangkaian pertanyaan tertentu. Sebaliknya, wawancara tak terstruktur dilakukan apabila tidak memiliki suatu dafter pertnyaan sebelumnya, akan tetapi sudah memiliki agenda dan topik-topik mengenai permasalahan yang akan ditanyakan. Haryadi & B.Setiawan (2010:88)Menurut Haryadi & B.Setiawan (2010:89) Beberapa hal penting yang perlu diingat ketika melakukan wawancara adalah :1. Kepercayaan2. Suasana wawancara3. Confidentiality dan anonymity4. Pencatatan dan interpretasi5. Sesuatu yang tersirat6. Objektivitas dan subjektivitas

Kepercayaan merupakan kunci utama keberhasilan wawancara. Artinya, apabila pewawancara atau peneliti telah berhasil menanamkan kepercayaan pada responden dapat dikatakan bahwa informasi akan mengalir dengan baik dari responden. Haryadi & B.Setiawan (2010:89)Waktu dan tempat (timing and setting) juga berpengaruh besar terhadap keberhasilan wawancara. Pemilihan waktu dan tempat yang tepat, akan memberikan suasana wawancara yang lebih baik dan menyebabkan mengalirnya informasi dan diskusi secara lancar. Haryadi & B.Setiawan (2010:90)Mengembangkan topik wawancara juga sangat penting, terutama dalam wawancara mendalam (deep interview). Topik wawancara dapat dijelaskan secara rinci terlebih dahulu kepada responden atau justru tidak dijelaskan secara rinci. Masing-masing mempunyai konsekuensi tertentu. Haryadi & B.Setiawan (2010:90)Confidentiality atau kerahasiaan adalah suatu kasus dimana responden diketahui identitasnya oleh peneliti, tetapi identitas tersebut tidak disebarluaskan atau dibuka kepada publik, dan anonimity adalah suatu keadaan dimana identitas responden tidak diketahui oleh peneliti. Haryadi & B.Setiawan (2010:90)Beberapa cara atau alat dipakai dalam wawancara antara lain : pencatatan biasa dengan tulisan, dihafalkan, atau dengan rekaman. Secara umum, dapat dikatakan bahwa pencatatan dengan tulisan merupakan cara yang paling banyak dipakai oleh peneliti.peneliti yang hanya mengandalkan hafalan saja, betapa pun kuatnya daya ingat pewawancara, dengan hafalan saja tidak akan mampu merekam seluruh informasi. Begitupun dengan rekaman, penggunaannya hanya akan mampu mencatat seluruh informasi, tetapi seringkali membuat responden tidak merasa bebas dalam mengeluarkan seluruh pendapatnya. Haryadi & B.Setiawan (2010:91)Disamping paling praktis, pencatatan, apabila dilakukan secara efisien, tidak terlalu menggangu jalannya wawancara. Pencatatan yang efisien yang dimaksudkan adalah peneliti mencatat hanya hal-hal pokok dari materi pembicaraan, tanpa kehilangan informasi lengkapnya. Sebaliknya, pencatatan menjadi tidak efisien apabila peneliti mencatat seluruh detail pembicaraan yang kemudian menggangu kelancaran wawancara. Haryadi & B.Setiawan (2010:91)

2.7.3 STUDI KASUS (CASE STUDY)Studi kasus atau case studyadalah suatu metode penelitian tatkala peneliti secara khusus dan mendetail memilih dan mengkaji suatu fenomena dalam suatu seting tertentu atau yang spesifik. Metode ini dipakai apabila peneliti bertujuan menjelaskan suatu secara detail, dimana konteks seting yang dikaji secara lengkap dijelaskan. Metode ini banyak digunakan dalam arsitektur perilaku, terutama karena kajian arsitektur lingkungan dan perilaku menekankan pentingnya suatu objek dan seting yang spesifik. Objek dan seting ini beragam, muali dari kasus studi dari seseorang di dalam seting kamar, suatu keluarga dalam seting rumah, atau suatu kelompok masyarakat dalam seting perumahan tertentu. Haryadi & B.Setiawan (2010:93)Studi kasus seringkali dikontraskan dengan studi komparasi atau generalisasi. Studi komparasi adalah studi dimana peneliti memilih beberapa studi kasus untuk dibandingkan. Tujuan studi komparasi adalah untuk mencari variasi, sementara tujuan studi kasus adalah untuk mencari spesifikasi. Studi generalisasi adalah suatu studi terhadap banyak populasi yang bertujuan untuk mencari kesamaan-kesamaan tertentu. Haryadi & B.Setiawan (2010:93)

2.7.4 ANALISIS ISI (CONTENT ANALYSIS)Analisis isi adalah penelitian dengan sumber utama dokumen-dokumen sekunder baik dalam bentuk tulisan, rekaman suara, maupun rekaman visual. Maksud utama dari metode analisis isi adalah untuk mencari kecenderungan-kecenderungan tertentu dari beberapa peristiwa yang terjadi dalam beberapa kurun waktu tertentu. Metode ini banyak digunakan dalam bidang media masa dan periklanan. Teknik dasarnya adalah mengumpulkan dokumen-dokumen sekunder dalam kategori-kategori tertentu, kemudian melakukan analisis baik isi maupun kuantitas dari dokumen-dokumen tersebut.Analisis isi biasanya hanya bersifat deskriptif karena dengan hanya menganalisis dokumen-dokumen sekunder, peneliti seringkali kesulitan untuk menggali informasi lain di luar apa yang tercantum dalam teks yang dikaji. Untuk mengetahui mengapa kecenderungan-kecenderungan terjadi, peneliti perlu melakukan berbagai metode lain, yakni observasi ataupun wawancara. Analisis isi juga memiliki keterbatasan karena peneliti tidak berhadapan langsung dengan dunia nyata.

2.7.5 PENELITIAN EKSPERIMENTAL (EXPERIMENTAL RESEARCH)Studi eksperimen merupakan studi di mana peneliti membuat suatu tiruan seting di laboratorium dan mengkaji subjek penelitian dalam seting tersebut. Penelitian eksperimental dilakukan apabila peneliti ingin melihat secara jelas pengaruh kausal atau variabel terhadap variabel lain. Artinya, dalam menerangkan hasil penelitian eksperimental, peneliti harus secara jelas mengemukakan jalannya penelitian, khususnya menerangkan faktor-faktor yang dikendalikan atau diabaikan dalam penelitiannya.Dalam bidang arsitektur lingkungan dan perilaku, pengertian dan tata cara penelitian eksperimental sangat berbeda dengan penelitian-penelitian ilmu dasar di laboratorium. Penelitian eksperimental dalam bidang arsitektur lingkungan dan perilaku banyak dikembangkan oleh para peneliti psikolog, dibidang eksperimental psikologi.Penelitian eksperimen tidak hanya dapat dilakukan di laboratorium, tetapi juga dapat dilakukan di lapangan atau di lingkungan alami. Di bidang ilmu biologi dan zoology, sebagai missal, banyak peneliti melakukan penelitian eksperimental di lingkungan alami, dengan mengontrol beberapa variable di lingkungan alami. Di dalam ilmu-ilmu sosial pun, saat ini banyak dikembangkan metode-metode penelitian eksperimental dengan subjek penelitian individu. DI beberapa buku mengenai metodologi penelitian, penelitian ini disebut dengan quast experiments, karena peneliti seringkali tidak mampu mengontrol atau memanipulasi seluruh variable penelitian. Dalam bidang arsitektur lingkungan dan perilaku, penelitian eksperimental banyak dilakukan baik di dalam laboratorium maupun di lapangan.Etika PenelitianMenurut Hariadi & B. Setiawan (2010:96), Sebelumnya sudah disinggung bahwa etika dalam penelitian merupakan isu yang sangat peka dan controversial. Contohnya penggunaan binatang atau mahkluk hidup pada eksperimen penelitian yang di anggap melanggar etika oleh penyayang binatang karena tidak memperdulikan hak binatang untuk tidak disakiti. Isu tentang confidentiality serta anonymity dari responden juga termasuk pada etika penelitian. Nama responden yang dimintai pendapat dalam suatu penelitian tidak boleh disebutkan untuk menjaga privasi responden.Berbagai isu tentang etika penelitian masih bersifat subjektif. Tetapi yang harus diperhatikan oleh para peneliti pemula adalah berkaitan dengan kejujuran atau honesty. Peneliti adalah sekelompok orang yang berusaha menyumbangkan hasil penelitiannya untuk memecahkan masalah yang ada di dunia. Dalam hal ini kejujuran adalah yang paling penting. Peneliti harus berani dan konsisten menjaga kejujuran dan mengungkapkan kebenaran berdasarkan hasil penelitian. Di Negara barat perkumpulan peneliti seperti sudah mempunya kode etiknya sendiri, inilah yang harus menjadi perhatian serius di Indonesia untuk lebih menghormati integritas seorang peneliti. Haryadi & B. Setiawan (2010:97) Protokol PenelitianProtocol penelitian atau prosedur penelitian adalah aspek penting yang perlu di perhatikan peneliti pemula. Protocol penelitian disini dimaksudkan sebagai langkah-langkah sistematis yang harus dilakukan peneliti, baik menyangkut prosedur akademik maupun administrative. Prosedur ini biasanya dirumuskan oleh setiap bidang profesi yang kemudian diharapkan diikuti anggotanya. Penelitian eksperimental biasanya menuntuk prosedur yang mendetail, baku dan harus di ikuti, karena protocol ini akan menentukan kualitas penelitian yang di hasilkan. Sementara penelitian sosial cenderung lebih longgar. Haryadi & B. Setiawan (2010:97) Prosedur administrasi formal tetap harus menjadi perhatian peneliti karena kerap terjadi penelitian gagal akibat kesalahan prosedur ataupun ketidakpahaman terhadap prosedur yang ada. Prosedur meliputi izin dari pemerintah sebagai izin formal dan izin non formal dari lingkungan masyarakat yang menjadi subjek penelitian. Di Indonesia banyak peneliti menilai prosedur ini rumit dan menguras waktu, karena untuk meneliti suatu kampong misalnya, peneliti harus memproses izin dari direktorat sosial dan politik pada tingkat provinsi,kemudian tingkat kabupaten dan kota kemudian ke kecamatan, lalu desa dan terahir harus memperoleh izin dari kepala lingkungan setempat. Meskipun tampak sederhana, masalah ini seringkalai membuat peneliti muda frustasi sehingga prosedur ini harus diperbaiki agar lebih sederhana dan bisa mambantu perkembangan penelitian di Indonesia. Haryadi & B. Setiawan (2010:98)Diseminasi hasil penelitianMenurut Haryadi & B. Setiawan (2010:98), Penyebarab hasil penelitian di Indonesia masih sangat tertinggal. Banyak di jumpai hasil penelitian yang tertinggal di almari laboratorium peneliti. Proses diseminasi atau penyebaran hasil penelitian sebenarnya bisa dilakukan dengan beberapa cara, yakni ;1. Penerbitan buku2. Penerbitan kerjas kerja3. Penulisan makalah untuk jurnal atau seminar.4. Seminar dan diskusi.Penerbitan buku biasanya dilakukan untuk hasil penelitian yang besar sehingga relative membutuhkan waktu yang lama. Sehingga harus terus diupayakan agar harga dan distribusi buku ini bisa mencapai smua lapisan masyarakat. Pembuatan kertas kerja sebenarnya bisa menjadi alternative yang realtif gampang dilakukan. Pembuatan working paper merupakan suatu upaya untuk menuliskan hasil-hasil penelitian dalam format draft. Tujuan pembuatan working paper ini adalah untuk merekam proses dan hasil sementara penelitian, agar bisa segera dibaca oleh pihak lain dan mendapat komentar ataupun koreksi. Haryadi & B. Setiawan (2010:98) Penulisan makalah untuk jurnal juga belum menjadi kebiasaan di Indonesia.meskipun saat ini sudah bermunculan jurnal dari berbagai bidang ilmu. Berdasarkan pengamatan di universitas di Indonesia, rata-rata penerbitan jurnal ini lebih dimotivasi untuk kenaikan pangkat bukanlah untuk mensosialisasikan hasil penelitiannya ke masyarakat. Penerbitan jurnal ilmu harus lebih ditingkatkan. Begitu juga kesempatan untuk mengikuti penelitian di luar negeri dengan berlangganan jurnal internasional harus lebih ditingkatkan, agar kedepannya penelitian di Indonesia bisa semakin berkembang. Haryadi & B. Setiawan (2010:99).Arah Penelitian Arsitektur Lingkungan Dan Perilaku Di IndonesiaMenurut Haryadi & B. Setiawan (2010:100). Di Indonesia, penelitian di bidang arsitektur lingkungan dan perilaku dapat dilakukan baik pada jenis penelitian dasar, instrumental dan terapan. Namun para ahli lebih menyarankan riset aplikatif yang hasilnya bisa segera memecahkan masalah dalam bidang arsitektur khusunya perancangan dan perencanaan kota.Menurut Haryadi & B. Setiawan (2010:100), Sebagaimana di ketahui bahwa tiga perempat penduduk perkotaan di Indonesia tinggal di lingkungan perumahan yang cenderung padat. Dengan fasilitas yang cenderung rendah, model perumahan seperti ini perlu ditinjau lebih jauh. Studi arsitektur lingkungan dan perilaku member andilnya untuk terus memperbaiki kualitas lingkungan perumahan di Indonesia. Menurut Haryadi & B. Setiawan (2010:101), Beberapa agenda penelitian di bidang arsitektur lingkungan dan perilaku yang perlu di perhatikan antaea lain dapat diuraikan di bawah ini ; Penelitian mengenai tekanan lingkungan di perkampungan padat kotaDengan luas lahan di kota yang semakin terbatas dan jumlah penduduk yang terus meningkat. Tekanan lingkungan bisa membuat stress penghuninya. Apabila kita kurang memahami upaya perbaikan lingkungan ini dikhawatirkan akan membuat lingkungan yang kumuh dan cenderung menjadi sarang kriminalitas. Penelitian Mengenai Kesumpekan( Crowding)Aspek lain yang penting diketahui adalah fenomena crowding(kesumpekan).Aspek ini menjadi sangat penting karena berhubungan dengan besaran ruang yang diSediakan untuk menampung sejumlah manusia. Perlu di ketahui bahwa orang Indonesia dengan ku isu kultur dan system sosial yang berbeda tentunya mempunya konsep terhadap kesumpekan itu sendiri. Apabila kita memahami kesumpekan itu dengan lebih baik diharapakn kita mampu mengembangkan suatu perancangan atau peraturan bangunan dan lingkungan yang lebih baik.

Penelitian mengenai ruang privat dan public.Penelitian mengenai ruang privat dan public juga penting dilakukan. Secara umum kita ketahui bahwa konsep ruang privat, semi privat dan semi public di Indonesia dan di Negara barat berbeda. Berdasarkan pengamatan di kampong-kampung Indonesia batas antara ruang privat dan public tidak jelas. Hampir semua wilayah kampong menjadi ruang semi public dan public, untuk ruang privat terbatas pada kamar tidur, dimana tingkat privasinya pun berbeda dengan tingkat privasi di Negara barat.Perlu di ingat apabila kita berbicara arsitektur yang spesifik di Indonesia, kita berhadapan dengan berbagai arsitektur baik berdasarkan kelompok etnis, daerah, lapisan ekonomi dan sosial. Dengan demikian rasanya sulit untuk mendapat identitas nasional dari arsitektur Indonesia. Penelitian arsitektur dan perilaku memang tidak ditujukan untuk mencari kesamaan, justru untuk memperkaya perbedaan dan variasi dalam arsitektur. Diharapkan dengan lebih banyak variasi dan keragaman yang kita kuasai, vocabulary perancangan kita akan semakin kaya, sehingga proses perancangan semakin berkembang. Penelitian Mengenai Rumah SusunTelah banyak penelitian yang menunjukan bahwa kebutuhan rumah susun menjadi kebutuhan di banyak daerah di Indonesia. Dengan lahan yang terbatas pertumbuhan perumahan vertical menjadi solusi. Tapi disisi lain terdapat kekhawatiran bahwa model rumah susun tidak cocok untuk budaya di Indonesia. Bidang kajian arsitektur lingkungan dan perilaku sangat potensial untuk mengkaji isu-isu di atas. Di harapakan peminat dalam bidang kajian arsitektur dan perilaku akan lebih memperhatikan persoalan perumahan di perkotaan, khususnya kemungkinan aplikasi rumah susun di perkotaan. Penelitian Mengenai Pola-Pola Rumah TradisionalSeperti yang kita ketahui, Indonesia kaya akan rumah-rumah tradisional dari Aceh sampai irian jaya. Khasanah arsitektur tradisional ini merupakan warisan yang didalamnya berkaitan dengan nilai-nilai local masyarakat tradisional setempat. Penelitian arsitektur lingkungan dan perilaku merupakan suatu upaya dalam mempelajari nilai local tersebut dan mentransformasikan untuk menemukan solusi perancangan pada masa kini.2.8 Evaluasi PurnahuniPengertian dari evaluasi purna huni atau Post Occupancy Evaluation(POE) adalah sebuah evaluasi keefektifan lingkungan binaan bagi kebutuhan manuasia, baik pengujian efektifitas bangunannya sendiri ataupun efektifitas programnya terhadap kebutuhan pengguna. Zimring dan Reizenstein,(1981) dalam Laurens (2005:202).

Menurut Laurens(2004:203) Beberapa ciri dari evaluasi purna huni: POE cenderung berfungsi pada sebuah setting saja, seperti kantor, sekolah, rumah dll. Hasil yang diperoleh dari satu setting tidak dapat di generalisasi pada setting lainnya. Pelaku evaluasi lebih cenderung menguraikan daripada memanipulasi setting. Evaluasi dilakukan di lapangan dan bukan di laboratoriumMenurut Laurens (2005:203) Tujuan dari evaluasi purna huni ini adalah sebgai berikut : Keinginan untuk mengetahui dan mengakomodasi penilaian pengguna(bukan owner yang membayar arsitek), seperti penyewa gedung perkantoran tehadap setting yang mereka tempati. Evaluasi ini bisa berupa wawancara dan kuesioner untuk mengetahui sikap dan tingkat kepuasan pengguna. Minat dalam mengekplorasi isu konseptual, seperti way finding atau stress lingkungan. Biasanya untuk tujuan ini digunakan eksperimen lapangan dan evaluator mempunyai kendali yang cukup besar. Mengetahui sejauh mana pengaruh keputusan sebuah organisasi terhadap setting atau pengguna. Termasuk didalmnya penyusunan program dan desain bangunan baru. Kategori ini bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan.2.8.1 Proses EvaluasiMeskipun POE beragam dalam skala, sumber daya, sasaran, minat, dan keahlian prilaku evaluasi, secara umum terdapat tahapan sebagai berikut. Laurens(2005:204)

Merancang risetMenentukan sasaran risetMengembangkan strategiSamplingMemilih dan mengembangkan desain dan metode risetPengujian awalMenyajikan informasiMengumpulkan dataMenyajikan informasiMenganalisis informasiMengumpulkan informasi

Skema 1.1 Proses POE

Tahap Pengumpulan Data AwalDi sini evaluator mengidentifikasi sumber-sumber yang ada, menentukan kerangka waktu untuk pelaksanaan POE, dan mempelajari konteks dan sejarah setting.Keys dan Wener (1980) dalam Laurens (2005:205) menunkuk 2 hal penting dalam tahap ini, yaitu :a. Adanya dukungan dari berbagai tingkatan dalam struktur organisasib. Mengenal sejarah proyekSecara umum, gambaran mengenai setting yang dievaluasi dapat diperoleh melalui interview individu dan kelompok serta mengambil kesimpulan dari dokumen yang ada. Friedman dkk. (1978) dalam Laurens(2005:206) adanya 5 komponen sebagai masukan tahap ini, yaitu:a. SettingSetting adalah proyek yang akan dievaluasi dengan aspe karakteristik sosial dan fisiknya, seperti kualitas keseluruhan desain, material, penerangan dengan nilai simbolik bagi pengguna lain.b. PenggunaPengguna adalah orang yang secara langsug atau tidak langsung menggunakan setting yang dievaluasi.c. Konteks Lingkungan atau FisikMerupakan segala hal yang mengelilingi proyek, yang bisa jadi sebagai pembatas aktivitas bagi kelompok atau orang tertentu.d. Aktivitas Desain dan Menajemen RuangMerupakan aspek yang paling diabaikan dalam evaluasi.e. Konteks Sosio-HistorikDalam tahap pengumpulan data awal ini, evaluator bisa mendapatkan kronologi pembangunan proyek, mengumpulkan berbagai data baik berupa foto, gambar, maupun dokumen tertulis.Sasaran dalam tahap ini adalah mengawali eksplorasi setting dan mengembangkan sebuah kerja sama dengan klien. Tahap Merancang Riset, menurut Laurens(2005:208)Pada tahap ini spesifikasi POE harus dikembangkan secara rinci yang meliputia. Tanggapan terhadap Sasaran RisetSebelum evaluator menentukan metode yang akan dipakai, ia harus mengkaji sasaran POE. Untuk apa nantinya penggunaan informasi POE.b. Mengembangkan StrategiUntuk ketiga sasaran evaluasi seperti dijelaskan sebelumnya, yakni mempelajari spesifikasi setting, generality, dan ketetapan dalam argumentasi, menggunakan studi lapangan adalah yang paling kondusif.c. SamplingPenggunaan sampling dapat mengurangi atau sebaliknya memberi penjelasan alternatif mengenai hasil evaluasi.d. Memilih dan Mengembangkan Desain dan Metode RisetBagaimana seseorang memilih metode pengumpulan data yang akan dipakai? Pertama-tama evaluator harus memeriksa rencana dan sasaran evaluasi. Metode yang dipilih harus sejalan dengan tujuan itu. Misalnya, bila tujuannya adalah memengaruhi kebutuhan klien, metode yang dipilih harus melibatkan klien, seperti workshop, dan wawancara. Karena itu wawancara perlu dikombinasikan dengan observasi.e. Metode dan Prosedur Pra-testingAdalah suatu langkah kritis yang kerap kali tidak dilakukan karena waktu yang terbatas. Dua langkah yang dianjurkan adalah melengkapi semua kuesioner dan instrument lain untuk mengidentifikasi secara dini adanya ambiguitas atau masalah potensial. Yang kedua adalah semua metode dan prosedur harus diuji dalam setting dan dianalisis dengan lengkap.f. Membuat Rincian AnggaranCatatan penting dalam tahapan merancang riset ini adalah memeriksa :(i) Apakah tujuan pengguna hasil evaluasi ini sudah jelas, termasuk perlunya generalisasi?(ii) Apakah sampel mencerminkan tujuan akhir dari evaluasi ini?(iii) Apakah bisa yang ada dalam sampling telah dipertimbangkan?(iv) Apakah pemilihan metode sejalan dengan kriteria rencana evaluasi?(v) Apakah dipakai beberapa metode sehingga kelemahan di satu tempat dapat ditutupi oleh metode yang lain?(vi) Apakah semua metode sudah dicoba sehingga bisa diketahui kelemahannya dan dapat ditutup oleh yang lain? Tahap Mengumpulkan Data, menurut Laurens(2005:210)Penting untuk mengetahui masalah umum dalam pengumpulan data, yakni etika. Karena evaluasi purnahuni ini selalu berhubungan dengan data, termasuk data yang sangat pribadi dan sensitif. Pada umumnya, apabila observasi dilakukan hanya dengan menghitung jumlah dan tidak sampai mendata identitas mereka, tidak diperlukan izin atau surat pernyataan. Namun, tetap perlu diperhatikan apabila partisipan mempunyai ketergantungan dalam hal tertentu pada evaluator. Kesimpulan dari hasil evaluasi ini harus dijelaskan juga pada para partisipan pada akhir evaluasi. Tahap Analisa Data, menurut Laurens(2005:211)Masalah terbesar yang ada dalam evaluasi purnahuni adalah karena evaluator berkonsultasi dengan ahli statistic yang tidak mengerti masalah secara mendalam, lalu mengusulkan teknik analisis yang tidak sesuai sehingga evaluator menggunakan hasil perhitungan dan laporan yang keliru.Dapat disimpulkan bahwa pengertian adalah hal yang paling penting. Evaluator harus mengerti benar tujuan teknis analisis, apa yang dianalisis, dan implikasi dari setiap masalah metodologis trhadap interpretasi hasil. Selama proses menganalisis data, klien harus terus diberi laporan berkala, dan dilibatkan dalam analisis seperti halnya dalam pengumpulan data. Tahap Menyajikan Informasi, menurut Laurens(2005:213)Reizentein mengusulkan agar evaluator membuat penyajian dalam beberapa cara. Setiap orang terbiasa dengan cara tertentu. Misalnya, ahli sosial biasa membaca laporan, arsitek atau perencan lebih suka membaca presentasi visual (model tiga dimensi).Craig Zimrig, misalnya menyajikan dalam bentuk poster-poster besar yang diberikan pada partisipan dan mendapatkan tanggapan balik dari mereka. Selanjutnya dipublikasikan dalam jurnal-jurnal ilmiah.2.8.2 Metode Evaluasi PrahuniMenurut Laurens(2005:214) Terdapat sejumlah metode pengumpulan data dalam proses evaluasi prahuni, Walk-trough InterviewTeknik ini merupakan metode wawancara yang tidak terstruktur. Diusulkan oleh Bitchel, Srivasta (1978) dan Zeisel (1981), dan Daish (1982). Teknik ini menggunakan lingkungan fisik sebagai wahana yang tepat untuk membantu responden mengartikulasikan reaksi mereka terhadap setting.

Sesi WorkshopParticipant Workshop dapat dipakai sebagai metode menggabungkan informasi yang diperoleh dengan umpan balik bagi klien. Peserta workshop dapat terdiri atas perwakilan dari kelompok pengguna yang relevan. WawancaraPenggunaan model, gambar computer, atau simulasi dalam evaluasi pra huni dapat meningkatkan efisiensi. Misalnya, pengguna dapat ditanyai mengenai responnya terhadap atribut visual sebuah setting tanpa harus berada dalam sebuah setting tersebut. Wawancara individual menghasilkan jawaban yang lebih jujur daripada wawancara berkelompok. Adanya teman atau atasan akan mempengaruhi kejujuran dan kelengkapan jawaban narasumbeer. KuesionerKuesioner merupakan cara mendapatkan respon evaluasi prahuni dalam jumlah besar dan yang paling efektif dari ssi biaya. Demikian juga dengan kontrolnya yang sangat tinggi, cara ini memungkinkan pembandingan yang lebih besar dibandingkan dengan metode terbuka. Mencatat Penggunaan Waktu.Lamanya waktu yang digunakan oleh partisipan untuk melakukan aktivitastertentu diperoleh dari metode wawancara, observasi, dan time budget yang memberikan gambaran bagaimana orang menggunakan waktunya dalam setting. Observasi Aktivitas Lingkungan.Pengamatan perilaku ini berguna untuk membangun suatu pengrtian mengenai setting karena evaluator berada dalam setting dan dihadapkan pada berbagai perilaku verbal dan non verbal.

BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanLingkungan berarti bangunan dan ruang luar dan Perilaku adalah suatu kebiasaan atau bentuk aktifitas berulang-ulang yang dilakukan seseorang secara alami keduanya bertujuan membentuk suatu hubungan yang saling menunjang antara manusia sebagai individu ataupun kelompok dan lingkungan fisiknya guna meningkatkan kualitas kehidupan melalui kebijakan perencanaan dan perancangan.3.2 SaranSebagai seorang arsitek, mempelajari perilaku didalam sebuah lingkungan sangat memantu dalam proses perancangan yang efektif dan tujuan dari desain yang kita rancang dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Haryadi, Setiawan B.,2010,Arsitektur, lingkungan dan perilaku.Yogyakarta : Gajahmada University press Laurent, Joyce Marcella,2004,Arsitektur dan Perilaku Manusia.Jakarta :PT Grasindo. http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2HTML/2011201116ARBab2001/body.html https://machalulardianto.wordpress.com/2014/03/19/definisi-arsitektur-berwawasan-perilaku/

29