76
BAB 14 PEMBANGUNAN BERDIMENSI KEWILAYAHAN 14.1. PEMBANGUNAN WILAYAH NASIONAL Pembangunan wilayah nasional diarahkan pada pemerataan pembangunan di seluruh wilayah dengan mengoptimalkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah serta memperhatikan daya dukung lingkungan. Di samping itu pembangunan wilayah juga diarahkan untuk meningkatkan keterkaitan antar daerah disertai dengan perbaikan distribusi manfaat pertumbuhan yang adil dan proporsional. 14.1.1. Permasalahan yang Dihadapi Hingga saat ini salah satu permasalahan struktural ekonomi yang masih dirasakan adalah besarnya kesenjangan pembangunan antarwilayah. Kesenjangan pembangunan antarwilayah terlihat dalam beberapa dimensi. Pertama, pemusatan kegiatan ekonomi di wialyah Jawa-Bali dan Sumatera. Pada tahun 2010, kedua wilayah tersebut menyumbang lebih dari 82 persen dalam perekonomian nasional. Demikian juga halnya dengan distribusi investasi, di mana 84 persen PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) dan 88 persen PMA (Penanaman Modal Asing) berlokasi di wilayah Jawa-Bali. Kondisi ini erat kaitannya dengan tiga hal. Wilayah Jawa-Bali didukung ketersediaan infrastruktur, akses ke pasar global, dan kelembagaan investasi yang lebih baik. Sebagian besar

BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

  • Upload
    buikhue

  • View
    227

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

BAB 14 PEMBANGUNAN BERDIMENSI KEWILAYAHAN

14.1. PEMBANGUNAN WILAYAH NASIONAL

Pembangunan wilayah nasional diarahkan pada pemerataan pembangunan di seluruh wilayah dengan mengoptimalkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah serta memperhatikan daya dukung lingkungan. Di samping itu pembangunan wilayah juga diarahkan untuk meningkatkan keterkaitan antar daerah disertai dengan perbaikan distribusi manfaat pertumbuhan yang adil dan proporsional.

14.1.1. Permasalahan yang Dihadapi

Hingga saat ini salah satu permasalahan struktural ekonomi yang masih dirasakan adalah besarnya kesenjangan pembangunan antarwilayah. Kesenjangan pembangunan antarwilayah terlihat dalam beberapa dimensi. Pertama, pemusatan kegiatan ekonomi di wialyah Jawa-Bali dan Sumatera. Pada tahun 2010, kedua wilayah tersebut menyumbang lebih dari 82 persen dalam perekonomian nasional. Demikian juga halnya dengan distribusi investasi, di mana 84 persen PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) dan 88 persen PMA (Penanaman Modal Asing) berlokasi di wilayah Jawa-Bali. Kondisi ini erat kaitannya dengan tiga hal. Wilayah Jawa-Bali didukung ketersediaan infrastruktur, akses ke pasar global, dan kelembagaan investasi yang lebih baik. Sebagian besar

Page 2: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 2

kabupaten/kota di Jawa dan Bali telah menerapkan unit pelayanan satu atap. Sejalan dengan kondisi tersebut, pola persebaran penduduk juga menunjukkan ketidakseimbangan secara spasial, di mana Pulau Jawa dengan luas hanya 6,7 persen menampung 58 persen populasi nasional.

Kedua, kesenjangan antarwilayah juga nampak pada dimensi kemiskinan dan kualitas sumber daya manusia. Tingkat kemiskinan (persentase penduduk miskin terhadap total populasi) di luar Jawa umumnya lebih tinggi. Hingga tahun 2010, persentase penduduk miskin di wilayah-wilayah Papua, Nusa Tenggara, dan Maluku masih di atas 20 persen. Tingginya tingkat kemiskinan di wilayah-wilayah tersebut juga diiringi dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia, yang ditunjukkan oleh nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang semuanya di bawah rata-rata nasional.

Permasalahan lain yang juga penting bagi pembangunan wilayah adalah inflasi dan dukungan perbankan. Laju inflasi di beberapa kota di wilayah Papua, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Kalimantan relatif tinggi. Laju inflasi yang tinggi ini dapat mengurangi daya beli masyarakat. Sementara itu data Bank Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi penyaluran kredit, di mana Jawa-Bali dan Sumatera berturut-turut mendapatkan 72 persen dan 15 persen. Artinya hanya sekitar 13 persen kredit perbankan yang disalurkan ke wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua. Perbankan lebih banyak menghimpun dana dibandingkan menyalurkan kredit di Kawasan Timur Indonesia (KTI).

14.1.2. Langkah-Langkah yang Dilakukan Dan Hasil-Hasil Yang Dicapai

langkah yang diambil untuk mengatasi permasalahan di atas meliputi beberapa kebijakan berikut. Pertama, mendorong pembangunan kawasan strategis dan daerah-daerah yang berpotensi cepat tumbuh di luar Jawa. Kedua, meningkatkan pembangunan daerah tertinggal dan perbatasan (yang sebagian besar berada di luar

Page 3: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 3

Jawa) dan memperkuat konektivitasnya dengan pusat-pusat pertumbuhan. Ketiga, pengarus-utamaan penanggulangan kemiskinan. Keempat, meningkatkan pembangunan perdesaan khususnya dalam pengembangan kegiatan non-pertanian. Kelima, memperbaiki kebijakan belanja transfer ke daerah untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah. Keenam, memperbaiki pola belanja pemerintah (kementerian/lembaga) untuk mendukung pembangunan di luar Jawa.

Pembangunan kawasan strategis dan cepat tumbuh dioperasionalisasikan dalam kebijakan pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET), pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), dan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Hasil-hasil yang telah dicapai di antaranya adalah: (i) tersusunnya Rancangan Perpres tentang KAPET yang bertujuan merevitalisasi 13 KAPET yang tersebar di Sumatera (Aceh), Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua; (ii) telah disahkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 83/2010 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah Kepada Dewan Kawasan Sabang terkait dengan Perijinan dan Investasi KPBPB Sabang; (iii) telah disahkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 5/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2007 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6/2011 tentang Pengelolaan Keuangan pada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam yang merujuk kepada upaya transformasi Badan Pengusahaan KPBPB Batam menuju format Badan Layanan Umum (BLU-like); (iv) telah disahkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan KEK; serta (v) dimulainya proses inisiasi dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang Fasilitas Perpajakan, Kepabeanan dan Cukai di KEK, RPP tentang Pembiayaan KEK, Rapermen Pedagangan tentang pendelegasian wewenang penerbitan perizinan di bidang perdagangan di KEK, serta Rapermen Ketenagakerjaan tentang Forum Serikat Pekerja/Buruh di KEK .

Page 4: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 4

Untuk pembangunan daerah tertinggal dan perbatasan, hasil-hasil yang telah dicapai adalah: (i) terbentuknya Badan Nasional Pengelola Perbatasan melalui Perpres No. 12/2010 tentang BNPP, yang operasionalnya diatur dalam Permendagri No. 31/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Tetap BNPP; (ii) tersusunnya Grand Design dan Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan 2011-2025, yang disahkan dengan Peraturan Kepala BNPP No. 1/2011 dan No. 2/2011, serta Rencana Aksi Pengelolaan Perbatasan Tahun 2011 yang disahkan dengan peraturan Kepala BNPP No. 3/2011, (iii) telah dibahasnya enam working paper kerjasama Indonesia dan Malaysia di bidang sosial ekonomi di kawasan perbatasan; dan (iv) berkurangnya jumlah daerah tertinggal sebanyak 50 kabupaten dari 199 kabupaten menjadi 149 kabupaten pada periode 2007-2009. Namun demikian karena adanya pembentukan 34 kabupaten baru (pemekaran), maka jumlah kabupaten tertinggal pada saat ini mencapai 183 kabupaten.

Di samping itu, upaya pengurangan kesenjangan juga dilakukan melalui perbaikan kebijakan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Dalam hal ini belanja transfer ke daerah diarahkan untuk semakin mengurangi kesenjangan fiskal antardaerah. Perbaikan yang telah dilakukan adalah: (i) menambahkan kriteria wilayah kepulauan, perbatasan, dan kemiskinan dalam perhitungan Dana Alokasi Umum (DAU); (ii) memasukkan kriteria daerah tertinggal dan perbatasan dalam kebijakan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK); serta (iii) melanjutkan dan memperkuat alokasi dana Otonomi Khusus untuk menunjang percepatan pembangunan di wilayah Aceh dan Papua.

Secara khusus pemerintah telah menetapkan percepatan pembangunan Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur menjadi prioritas pembangunan wilayah dalam RKP 2012. Dalam hal ini telah diselesaikan dokumen Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat. Sementara itu penyusunan dokumen serupa untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur sedang dalam penyusunan. Dokumen-dokumen tersebut selanjutnya menjadi acuan Kementerian/Lembaga dalam menyusun rencana

Page 5: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 5

program dan kegiatannya, khususnya Kementerian/Lembaga yang terkait langsung dengan pengembangan ekonomi di ketiga provinsi tersebut.

Dalam hal perbaikan pola belanja pemerintah, sejak tahun 2010 diperkenalkan Dimensi Pembangunan Kewilayahan dalam dokumen perencanaan nasional. Dalam hal ini, rencana pembangunan selain dijabarkan dalam bidang-bidang (pendekatan sektoral) juga diuraikan menurut wilayah dengan basis pulau-pulau besar atau kepulauan. Maka sejak tahun ini dokumen perencanaan pemerintah akan memuat penjabaran rencana pembangunan menurut wilayah Sumatera, Jawa dan Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Dengan pendekatan ini akan diperoleh gambaran yang lebih baik tentang distribusi spasial belanja pemerintah.

TABEL 14.1 DISTRIBUSI PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

MENURUT WILAYAH TERHADAP NASIONAL ATAS DASAR HARGA BERLAKU

TAHUN 2005-2010 (DALAM PERSEN)

Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009*) 2010**) Sumatera 22,12 22,27 22,86 22,88 22,65 23,03 Jawa & Bali 60,11 60,68 60,04 59,15 59,87 59,39 Kalimantan 10,00 9,51 9,40 10,35 9,19 9,13 Sulawesi 4,07 4,04 4,10 4,28 4,56 4,61 Nusa Tenggara 1,51 1,46 1,49 1,33 1,43 1,43 Maluku 0,27 0,25 0,25 0,24 0,25 0,25 Papua 1,93 1,79 1,86 1,77 2,04 2,12 Kawasan Barat 82,23 82,95 82,90 82,03 82,52 82,42 Kawasan Timur 17,78 17,05 17,10 17,96 17,47 17,57 Sumber : Badan Pusat Statistik 2010 Keterangan : * ) angka sementara **) angka sangat sementara

Page 6: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 6

Secara umum pengurangan kesenjangan antarwilayah menunjukkan perkembangan ke arah yang lebih seimbang meskipun kecepatannya masih lambat. Hal ini bisa dilihat dari distribusi persentase PDRB menurut wilayah dari tahun 2005 sampai dengan 2010. Wilayah-wilayah yang perannya cenderung meningkat hingga tahun 2008 adalah Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Papua. Secara agregat, peran Kawasan Timur Indonesia (KTI) meningkat dari 17,47 persen pada tahun 2009 menjadi 17,57 persen pada tahun 2010.

14.1.3. Tindak Lanjut yang Diperlukan

Upaya pengurangan kesenjangan antarwilayah akan dilanjutkan secara konsisten dengan berpegang pada 5 (lima) strategi RPJMN 2010-2014, yakni:

1. Mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah potensial di Kawasan Timur Indonesia dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan di Jawa-Bali dan Sumatera.

2. Meningkatkan keterkaitan antarwilayah melalui aktivitas perdagangan antarpulau untuk memperkuat perekonomian domestik.

3. Meningkatkan daya saing sektor-sektor unggulan daerah. 4. Mendorong percepatan pembangunan daerah tertinggal,

kawasan strategis dan cepat tumbuh, perbatasan, terdepan, terluar, dan daerah rawan bencana.

5. Mendorong pengembangan wilayah laut dan sektor-sektor kelautan.

Di samping itu percepatan pemerataan pembangunan dilakukan dengan mengintegrasikan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) untuk tahun 2012 hingga tahun 2014. Langkah-langkah yang sedang dan akan dilakukan adalah:

1. Melakukan identifikasi hambatan-hambatan paling kritis dalam pelaksanaan MP3EI di setiap koridor;

Page 7: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 7

2. Melakukan delineasi peran pemerintah dalam penyiapan dan pelaksanaan program-program strategis MP3EI, diikuti dengan pembagian peran antara pemerintah pusat dan daerah;

3. Mempercepat penyelesaian kerangka regulasi untuk mendukung investasi di 6 (enam) koridor ekonomi;

4. Mempercepat penyelesaian dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah baik untuk tingkat pulau, provinsi, maupun kabupaten/kota, khususnya yang berada pada koridor ekonomi;

5. Memperbaiki alokasi belanja pemerintah untuk mempertajam prioritas sektoral dan mendukung pelaksanaan pendekatan kewilayahan;

6. Memperbaiki pola penyerapan anggaran dan implementasi program dan kegiatan khususnya menyangkut prioritas nasional di koridor-koridor ekonomi;

7. Meningkatkan koordinasi dan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah.

Khusus terkait dengan sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, langkah-langkah yang terus dan akan dilakukan adalah: (i) meningkatkan efektivitas musyawarah perencanaan pembangunan dan forum-forum konsultasi pusat-daerah; (ii) meningkatkan peran pemerintah provinsi (gubernur) sebagai wakil pemerintah dalam mengkoordinasikan pembangunan dan penganggaran di wilayah provinsi; (iii) meningkatkan konsistensi dan sinergi antara perencanaan nasional dan daerah; (iv) melanjutkan dan memperkuat desentralisasi fiskal untuk meningkatkan keserasian antara pelimpahan urusan/kewenangan dan dukungan pendanaan (money follow function); (vi) meningkatkan harmonisasi peraturan dan perundang-undangan antara pemerintah pusat dan daerah serta antara peraturan perundang-undangan mengenai desentralisasi dan otonomi daerah dan sektoral.

Page 8: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 8

14.2. PEMBANGUNAN WILAYAH SUMATERA

14.2.1. Permasalahan yang Dihadapi

Potensi Wilayah Sumatera cukup beragam dan didukung oleh letak geografisnya yang berdekatan dengan pusat-pusat pertumbuhan ASEAN. Namun demikian hingga kini masih ditemukan beberapa permasalahan, diantaranya:

1. Relatif kecilnya nilai tambah komoditas kelapa sawit, karet, dan pulp, sebagai komoditas unggulan Wilayah Sumatera. Kondisi tersebut terjadi dikarenakan belum berkembangnya mata rantai industri pengolahan, padahal apabila dilihat dari sisi keunggulan lokasi geografisnya, pengembangan sektor dan komoditas tersebut dapat berpotensi menjadi penggerak utama pertumbuhan Wilayah Sumatera.

2. Keterbatasan sumber daya energi listrik untuk memenuhi kebutuhan Wilayah Sumatera. Kapasitas jaringan pembangkit listrik di wilayah Sumatera sudah sangat mendesak untuk ditingkatkan. Untuk memenuhi kebutuhan saat ini saja, seringkali terjadi pemadaman bergilir pada saat beban puncak.

3. Belum terintegrasinya jaringan transportasi jalan, kereta api, angkutan sungai, laut, dan udara di Wilayah Sumatera. Kebutuhan akan dukungan jaringan transportasi wilayah menjadi sangat penting untuk meningkatkan perdagangan domestik Wilayah Sumatera.

4. Relatif masih tingginya tingkat kemiskinan di Aceh, Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Lampung. Tingginya tingkat kemiskinan di beberapa provinsi tersebut sangat erat kaitannya dengan rendahnya akses terhadap pendidikan dan kesehatan (kecuali Aceh dan Bengkulu), sehingga peningkatan akses pendidikan dan pelayanan kesehatan bagi rumah tangga miskin perlu ditingkatkan di tahun-tahun mendatang.

5. Rawannya Wilayah Sumatera terkait kegiatan ilegal lintas negara serta belum tuntasnya perjanjian perbatasan antar negara. Letak geografis wilayah Sumatera yang berada di jalur

Page 9: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 9

pelayaran internasional sangat berpotensi menjadi lokasi kegiatan-kegiatan perompakan, penyelundupan barang dan manusia, pencurian ikan dan gangguan keamanan lain. Selain itu, dengan belum tuntasnya penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) berpotensi menimbulkan konflik dalam pengelolaan potensi sumber daya kelautan dan perikanan dengan negara-negara tetangga.

6. Tingginya kerawanan bencana di Wilayah Sumatera. Secara geologis, wilayah Sumatera berada pada pertemuan lempeng bumi dan lintasan gunung api aktif (ring of fire). Dinamika lempeng bumi dalam mencari keseimbangan berakibat pada tingginya frekuensi gempa bumi khususnya di sepanjang pesisir barat wilayah Sumatera. Potensi gempa bumi juga diikuti potensi terjadinya bencana tsunami.

14.2.2. Hasil yang Telah Dicapai

Dalam perkembangan pembangunan Wilayah Sumatera, terdapat beberapa capaian pembangungan yang dihasilkan, diantaranya:

1. Kinerja perekonomian Wilayah Sumatera mengalami perbaikan pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2009. Secara umum laju pertumbuhan ekonomi wilayah meningkat pada tahun 2010. Hampir semua provinsi, kecuali Bengkulu, mencatat peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dibandingkan tahun 2009. Pertumbuhan tertinggi terjadi di Provinsi Kepulauan Riau 7,21 persen, sementara pertumbuhan terendah di Provinsi Aceh 2,64 persen.

2. Kontribusi perekonomian wilayah Sumatera terhadap perekonomian nasional pada tahun 2010 meningkat dibandingkan tahun 2009. Secara umum peran wilayah Sumatera meningkat yang didorong oleh peningkatan kinerja Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Page 10: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 10

TABEL 14.2 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI

WILAYAH SUMATERA ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000

TAHUN 2006-2010 (DALAM PERSEN)

Provinsi Tahun Rata-Rata 2006 2007 2008 2009*) 2010**) 1. Aceh 1,56 (2,36) (5,24) (5,51) 2,64 (1,78) 2. Sumatera Utara 6,20 6,90 6,39 5,07 6,35 6,18 3. Sumatera Barat 6,14 6,34 6,88 4,28 5,93 5,92 4. Riau 5,15 3,41 5,65 2,97 4,17 4,27 5. Jambi 5,89 6,82 7,16 6,37 7,33 6,72 6. Sumatera Selatan 5,20 5,84 5,07 4,11 5,43 5,13 7. Bengkulu 5,95 6,46 5,78 6,43 5,14 5,95 8. Lampung 4,98 5,94 5,35 5,16 5,75 5,44 9. Bangka Belitung 3,98 4,54 4,60 3,70 5,85 4,53 10. Kepulauan Riau 6,78 7,01 6,63 3,52 7,21 6,23

Sumatera 5,26 4,96 4,98 3,50 5,49 4,84

Jumlah 33 Provinsi 5,19 5,67 6,43 4,74 6,08 5,62 Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : * ) angka sementara **) angka sangat sementara

TABEL 14.3 KONTRIBUSI EKONOMI PROVINSI TERHADAP NASIONAL

WILAYAH SUMATERA ATAS DASAR HARGA BERLAKU

TAHUN 2005-2010 (DALAM PERSEN)

Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009*) 2010**) 1. Aceh 2,13 2,22 2,01 1,72 1,54 1,47 2. Sumatera Utara 5,23 5,14 5,14 5,00 5,08 5,22 3. Sumatera Barat 1,67 1,70 1,69 1,66 1,65 1,65 4. Riau 5,21 5,36 5,94 6,47 6,39 6,48 5. Jambi 0,84 0,84 0,91 0,96 0,95 1,02 6. Sumatera Selatan 3,05 3,08 3,11 3,13 2,95 2,99 7. Bengkulu 0,38 0,37 0,36 0,35 0,34 0,34 8. Lampung 1,53 1,58 1,72 1,72 1,89 2,03 9. Bangka Belitung 0,53 0,51 0,51 0,50 0,49 0,49 10. Kepulauan Riau 1,54 1,48 1,47 1,37 1,37 1,36 Sumatera 22,12 22,27 22,86 22,88 22,65 23,03 Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : * ) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara

Page 11: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 11

Sektor unggulan wilayah Sumatera, antara lain adalah: industri kelapa sawit, industri karet dan barang dari karet di Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Bengkulu; industri pulp dan kertas di Provinsi Riau; industri dasar besi dan baja dan industri logam dasar bukan besi di Provinsi Sumatera Utara dan Kepulauan Bangka Belitung. Komoditas kelapa sawit dan karet dari wilayah ini berperan strategis bagi perekonomian nasional sebagai salah satu komoditas ekspor andalan di pasar global. Secara keseluruhan, pada tahun 2010 investasi PMDN di wilayah Sumatera hanya sekitar 6,97 persen dari total PMDN secara nasional dan PMA sekitar 12,64 persen dari total PMA secara nasional. Zona tengah dan utara wilayah Sumatera masih menjadi motor penggerak utama dalam menarik investasi. Provinsi Riau dan Kepulauan Riau merupakan daerah yang paling banyak menarik investasi, baik PMA maupun PMDN.

TABEL 14.4 PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA PROVINSI

WILAYAH SUMATERA TAHUN 2007-2010

(DALAM JUTA US$)

Provinsi Nilai Investasi Jumlah Proyek 2007 2008 2009 2010 2007 2008 2009 2010

NAD 17,4 0,4 4,6 2 2 14 Sumatera Utara 189,7 127,3 139,7 181,1 17 18 13 79 Sumatera Barat 58,7 28,1 0,2 7,9 5 4 1 10 Riau 724,0 460,9 251,6 86,6 10 8 8 45 Jambi 17,6 36,1 40,5 37,2 1 1 2 12 Sumatera Selatan 213,8 114,6 56,8 186,3 5 7 4 51 Bengkulu - 13,0 1,1 25,1 - 2 1 11 Lampung 124,5 67,0 32,7 30,7 4 2 3 31 Bangka Belitung - 1,7 22,4 22 - 2 2 22 Kepulauan Riau 52,8 161,2 230,7 1657 28 51 87 87 Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal 2010

Page 12: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 12

TABEL 14.5 PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMDN PROVINSI

WILAYAH SUMATERA TAHUN 2007-2010

(DALAM MILIAR RUPIAH)

LOKASI Jumlah Proyek Nilai Investasi

2007 2008 2009 2010 2007 2008 2009 2010 NAD - - 1 5 - - 79,7 40,9 Sumatera Utara 6 12 11 41 1.521,30 382,7 2.060,8 662,7 Sumatera Barat - - 2 11 - - 459 73,8 R I A U 11 8 4 52 3.095,30 1.966,8 3.386,6 1.037,1 Jambi 3 3 3 17 4.751,80 1.300,6 2138 223,3 Sumatera Selatan 5 5 4 29 811,5 378,5 580,3 1.738,4 Bengkulu - - - 2 - - - 8,5 Lampung 2 3 5 32 163,8 735,2 5.499 272,3 Bangka Belitung 1 1 3 5 313,7 2 249,3 0,4 Kepulauan Riau 2 2 6 28 97,1 74,4 240 166,9

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal 2010 Keterangan : I = nilai investasi P = jumlah proyek

Dalam kurun 2006-2009, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita wilayah Sumatera terus meningkat. Namun, jika dibandingkan dengan antarprovinsi, terlihat adanya ketimpangan yang cukup tinggi. Ketimpangan yang cukup tinggi adalah antara pendapatan per kapita Provinsi Riau dan Kepulauan Riau dengan daerah-daerah lainnya di wilayah Sumatera. Sebagai gambaran, besar PDRB per kapita Provinsi Kepulauan Riau adalah sekitar enam kali PDRB per kapita Provinsi Bengkulu (Tabel 14.6).

Page 13: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 13

TABEL 14.6 PDRB PER KAPITA DENGAN MIGAS PROVINSI

WILAYAH SUMATERA ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000

TAHUN 2006-2009 (DALAM RIBU RUPIAH)

Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : * ) Angka Sementara

**) Angka Sangat Sementara 3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di wilayah Sumatera

menunjukkan tren menurun, dengan perkembangan terakhir (Februari 2011) sebesar 6,35 persen, lebih rendah dibanding TPT nasional (6,80 persen). Dalam kurun waktu 2007-2011, jumlah pengangguran terbuka di wilayah Sumatera menurun dengan rata-rata laju penurunan 6,54 persen. Jumlah penganggur tertinggi tahun 2011 di Provinsi Sumatera Utara, yaitu sebanyak 460.616 jiwa (7,18 persen dari angkatan kerja), atau 29,2 persen dari total penganggur di wilayah Sumatera. Terendah di Kepulauan Bangka Belitung sebanyak 19.716 jiwa (3,25 persen dari angkatan kerja) atau sebesar 1,25 persen dari total penganggur wilayah Sumatera (Tabel 14.7). Walaupun PDRB per kapita daerah di zona utara dan tengah lebih tinggi dibandingkan dengan zona selatan, namun tingkat pengangguran

Provinsi 2006 2007 2008* 2009** Aceh 13.947 16.697 16.832 17.124 Sumatera Utara 11.243 12.701 14.167 16.403 Sumatera Barat 9.782 11.447 12.729 14.825 Riau 28.747 33.731 41.412 53.264 Jambi 8.484 9.666 11.697 14.725 Sumatera Selatan 11.962 13.867 15.655 18.721 Bengkulu 6.471 7.162 7.963 8.833 Lampung 5.772 6.833 8.357 10.078 Kep. Bangka Belitung

13.185 14.595 16.170 19.175

Kepulauan Riau 32.047 34.624 37.207 40.746

Page 14: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 14

zona utara dan tengah lebih tinggi dibandingkan dengan daerah zona selatan. Kondisi ini perlu mendapatkan perhatian serius karena daerah-daerah yang menjadi pusat pertumbuhan dan kegiatan ekonomi justru memperlihatkan tingkat pengangguran yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan daerah yang bukan pusat pertumbuhan ekonomi.

TABEL 14.7 PENGANGGURAN TERBUKA PROVINSI

WILAYAH SUMATERA TAHUN 2007-2011

Provinsi TAHUN 2007 2008 2009 2010 2011

Aceh 183.822 163.868 173.624 166.275 171.050 Sumatera Utara 600.095 566.478 521.643 512.825 460.616 Sumatera Barat 220.377 206.740 172.253 172.084 162.490 Riau 196.308 208.931 206.471 169.164 185.909 Jambi 84.744 74.222 69.857 60.055 58.797 Sumatera Selatan 352.760 292.054 292.234 237.118 228.084 Bengkulu 44.467 33.285 46.054 35.677 30.453 Lampung 285.929 230.388 230.942 223.486 201.483 Bangka Belitung 37.669 29.017 26.817 23.324 19.716 Kepulauan Riau * 56.708 55.378 52.237 50.729 58.883 SUMATERA 2.062.879 1.860.361 1.792.132 1.650.737 1.577.481 • Perubahan (Jiwa) -202.518 -68.229 -141.395 -73.256 • Perubahan (%) -9,82 -3,67 -7,89 - 4,44 • TPT 9,62 9,10 7,68 6,93 6,35

NASIONAL (TPT) 9,75 8,61 8,14 7,41 6,80 Sumber: Badan Pusat Statistik (Sakernas, Februari 2011, diolah)

4. Perkembangan kemiskinan di wilayah Sumatera dalam kurun waktu 2007-2011 cenderung menurun, namun hingga tahun 2011 masih terdapat beberapa provinsi yang memiliki tingkat kemiskinan di atas rata-rata nasional. Provinsi-provinsi tersebut adalah Provinsi Aceh sebesar 19,57 persen, Bengkulu sebesar 17,50 persen, Lampung sebesar 16,93 persen, dan Sumatera Selatan sebesar 14,24 persen (Tabel 14.8).

Page 15: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 15

TABEL 14.8 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN PROVINSI

WILAYAH SUMATERA TAHUN 2007-2011

PROVINSI TAHUN 2007 2008 2009 2010 2011

Aceh 26,65 23,53 21,80 20,98 19,57 Sumatra Utara 13,90 12,55 11,51 11,31 11,33 Sumatra Barat 11,90 10,67 9,54 9,50 9,04 Riau 11,20 10,63 9,48 8,65 8,47 Jambi 10,27 9,32 8,77 8,34 8,65 Sumatra Selatan 19,15 17,73 16,28 15,47 14,24 Bengkulu 22,13 20,64 18,59 18,30 17,50 Lampung 22,19 20,98 20,22 18,94 16,93 Bangka Belitung 9,54 8,58 7,46 6,51 5,75 Kepulauan Riau 10,30 9,18 8,27 8,05 7,40 INDONESIA 16,58 15,42 14,15 13,33 12,49

Sumber: Badan Pusat Statistik

5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Wilayah Sumatera dalam kurun waktu 2006-2009 secara garis besar menunjukkan peningkatan. Indeks pembangunan manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI), sebagai ukuran kualitas hidup manusia wilayah Sumatera memperlihatkan adanya peningkatan di beberapa provinsi dalam kurun waktu 2006—2009. IPM tahun 2009 di wilayah Sumatera berkisar antara 70,93 (terendah) di Provinsi Lampung dan 75,60 (tertinggi) di Provinsi Riau. Provinsi yang berada dibawah IPM nasional adalah provinsi Aceh dan Lampung. (Tabel 14.9).

Page 16: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 16

TABEL 14.9 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI

WILAYAH SUMATERA TAHUN 2006-2009

PROVINSI IPM Peringkat 2006 2007 2008 2009 2006 2007 2008 2009

Aceh 69,41 70,35 70,76 71,31 18 17 17 17 Sumatera Utara 72,46 72,78 73,29 73,80 8 8 8 8 Sumatera Barat 71,65 72,23 72,96 73,44 9 9 9 9 Riau 73,81 74,63 75,09 75,60 3 3 3 3 Jambi 71,29 71,46 71,99 72,45 10 12 13 13 Sumatera Selatan 71,09 71,40 72,05 72,61 13 13 12 10 Bengkulu 71,28 71,57 72,14 72,55 11 11 11 12 Lampung 69,38 69,78 70,30 70,93 19 20 20 21 Bangka Belitung 71,18 71,62 72,19 72,55 12 10 10 11 Kepulauan Riau 72,79 73,68 74,18 74,54 7 6 6 6 NASIONAL 70,10 70,59 71,17 71,76

Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

6. Dalam bidang infrastruktur, secara rata-rata, hampir 90 persen desa-desa di wilayah Sumatera dapat diakses melalui jalan darat, 2,3 persen bisa diakses melalui transportasi air, dan 8,3 persen lainnya bisa dilalui melalui transportasi air dan darat. Keberhasilan dalam penanganan kinerja ekonomi, sumber daya manusia, dan kemiskinan tidak terlepas dari fasilitas pelayanan publik dan infrastrukur, seperti jalan raya, kereta api, pelabuhan laut, dan udara, sarana komunikasi, dan sumber energi atau penerangan. Aksesibilitas antardaerah di wilayah Sumatera dapat dilalui melalui jalan darat yang terdiri dari jalan nasional, jalan provinsi dan jalan kabupaten/kota dengan kondisi sudah beraspal dan sebagian belum beraspal. Secara rata-rata, hampir 90 persen desa-desa di wilayah Sumatera dapat diakses melalui jalan darat, 2,3 persen bisa diakses melalui transportasi air, dan 8,3 persen lainnya bisa dilalui melalui transportasi air dan darat. Kinerja pelayanan infrastruktur untuk sektor energi dapat diidentifikasi melalui ketersediaan dan produksi bahan bakar minyak (BBM). Wilayah Sumatera memiliki empat buah kilang minyak dengan

Page 17: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 17

kapasitas produksi 301 MBSD. Berdasarkan data yang ada, sarana penerangan (aliran listrik) belum menjangkau seluruh permukiman di wilayah Sumatera. Dari seluruh penerangan yang ada, PLN tetap menjadi penyedia utama energi listrik yang mampu melayani lebih dari 60 persen wilayah Sumatera. Pada tahun 2004-2006, setiap provinsi masih memiliki kisaran 10-20 persen penerangan memakai sumber nonlistrik. Untuk mencukupi kebutuhan penerangan listrik, perlu dilakukan pengembangan teknologi sumber energi karena setiap provinsi di wilayah Sumatera, memiliki potensi kekayaan sumber daya alam energi.

7. Produksi padi di wilayah Sumatera selama periode 2009 – 2011 rata-rata mengalami pertumbuhan positif sebesar 4,99 persen. Peningkatan produksi padi di wilayah Sumatera pada tahun 2009 yaitu sebesar 8,08 persen, sedangkan pada tahun 2010 lebih rendah, yaitu meningkat sebesar 3,43 persen. Pelambatan laju peningkatan produksi padi di wilayah Sumatera tersebut terjadi hampir di seluruh provinsi, kecuali di Riau dan Kepulauan Riau. Bahkan di Jambi terjadi penurunan produksi. Berdasar Angka Ramalan II BPS, peningkatan produksi padi di wilayah Sumatera pada tahun 2011 diperkirakan akan mencapai 3,47 persen, atau relatif tidak berbeda dengan tahun sebelumnya. Perkembangan produksi padi di wilayah Sumatera 2009 – 2011 (Tabel 14.10).

Page 18: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 18

TABEL 14.10 PERKEMBANGAN PRODUKSI PADI PROVINSI

WILAYAH SUMATERA TAHUN 2009 – 2011

(DALAM TON) Wilayah 2009 2010 2011*)

Sumatera 14.696.457 15.200.136 15.728.180 Nanggroe Aceh Darussalam 1.556.858 1.582.393 1.727.779 Sumatera Utara 3.527.899 3.582.302 3.600.230 Sumatera Barat 2.105.790 2.211.248 2.252.934 Riau 531.429 574.864 552.761 Kepulauan Riau 430 1.246 1.260 Jambi 644.947 628.828 676.598 Sumatera Selatan 3.125.236 3.272.451 3.363.384 Kepulauan Bangka Belitung 19.864 22.259 26.219 Bengkulu 510.160 516.869 521.378 Lampung 2.673.844 2.807.676 3.005.637

Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : *) Angka Ramalan II 14.2.3. Tindak Lanjut yang Diperlukan

Dengan memperhatikan berbagai permasalahan yang dihadapi serta capaian pembangunan seperti telah dipaparkan dalam sub bab sebelumnya, maka tindak lanjut pembangunan Wilayah Sumatera ke depan akan menitikberatkan pada beberapa hal sebagai berikut:

1. Dalam upaya mendukung pengembangan industri unggulan di Wilayah Sumatera, beberapa strategi yang perlu dilakukan ialah: (a) mengintegrasikan MP3EI ke dalam rencana kerja pemerintah pusat dan daerah untuk pengembangan koridor ekonomi Sumatera, khususnya terkait tugas dan peran pemerintah; (b) memantapkan koordinasi antara pemerintah (pusat dan daerah) dan dunia usaha dalam penanganan hambatan investasi di daerah; (c) mempercepat penyelesaian Rencana Tata Ruang Wialyah Kabupaten/Kota di sepanjang koridor ekonomi Sumatera; (d) memantapkan pengendalian

Page 19: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 19

dan pemantauan pelaksanaan program dan kegiatan prioritas di koridor ekonomi Sumatera.

2. Dalam upaya mendorong terbukanya peluang ekspor dan perdagangan internasional, diperlukan berbagai upaya untuk optimalisasi peran KPBPB Sabang dan KPBPB Batam-Bintan-Karimun, terutama terkait dengan upaya penyediaan fasilitas kepelabuhan yang bertaraf internasional dan didukung dengan percepatan peraturan operasional pengalihan kewenangan dan kelembagaan pengusahaan (BLU).

3. Dalam upaya meningkatkan pengelolaan batas wilayah dan kawasan perbatasan, perlu dilakukan upaya-upaya untuk mempercepat penuntasan batas ZEE dengan India, Malaysia, dan Thailand, memperkuat pengamanan perairan perbatasan termasuk pulau-pulau kecil terluar dan kecamatan di sepanjang pesisir yang berhadapan dengan perairan perbatasan negara tetangga, serta mengoptimalkan fungsi Sabang, Dumai, Batam, dan Ranai sebagai pusat pelayanan kawasan perbatasan dan mendorong pengembangan potensi unggulan kawasan.

4. Melihat tingginya potensi ancaman bencana gempa bumi dan tsunami di wilayah Sumatera, pengembangan wilayah Sumatera dilakukan dengan memperhatikan aspek pengurangan risiko bencana yang difokuskan pada: a) upaya-upaya peningkatan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat dalam menghadapi bencana, melalui penyusunan rencana aksi daerah pengurangan risiko bencana, penyusunan rencana kontingensi serta pendidikan dan pelatihan masyarakat didaerah rawan bencana guna meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana; b) pengurangan faktor-faktor penyebab risiko bencana, termasuk pengendalian pemanfaatan ruang dan pelaksanaan penataan ruang berbasis mitigasi bencana; dan c) pengembangan sistem peringatan dini (early warning system) bencana dengan memperhatikan karakteristik ancaman bencana di daerah bersangkutan.

Page 20: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 20

14.3. PEMBANGUNAN WILAYAH JAWA-BALI

14.3.1. Permasalahan yang Dihadapi

Beberapa permasalahan yang masih dihadapi wilayah Jawa-Bali diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Ketimpangan kegiatan ekonomi antara bagian utara dan selatan di Jawa, dan antara bagian barat dan timur di Bali. Tingginya aktivitas ekonomi di bagian utara Jawa ini meningkatkan tekanan pada daya dukung lingkungan dan kompetisi pengguanaan lahan antara untuk permukiman, sawah, dan kawasan industri.

2. Tingginya alih fungsi (konversi) lahan pertanian. Kondisi ini sebagian disebabkan oleh kecilnya skala usaha dan rata-rata luasan lahan pertanian yang diusahakan. Akibatnya usaha tani menjadi tidak efisien. Sementara itu tingginya permintaan tanah baik untuk kawasan permukiman, infrastruktur, maupun industri mengakibatkan harga tanah meningkat khususnya di pinggiran kota.

3. Kepadatan penduduk yang terkonsentrasi di wilayah metropolitan Jawa-Bali, khususnya Jabodetabek dan sekitarnya.

4. Masih tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya penyerapan trenaga kerja di pusat-pusat pertumbuhan.

5. Masih tingginya kemiskinan di perdesaan. Kondisi ini ditunjukkan oleh rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya upah riil dan rendahnya produktivitas penduduk miskin sebagai akibat dari lemahnya akses penduduk miskin terhadap pendidikan, lemahnya perlindungan terhadap buruh miskin, serta lemahnya bantuan modal untuk mendorong usaha mikro.

Page 21: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 21

6. Menurunnya daya dukung lingkungan. Kondisi ini disebabkan oleh lemahnya pengendalian pemanfaatan ruang terutama di kawasan lindung, lemahnya upaya pemeliharaan dan pemulihan untuk kawasan lindung yang mengalami kerusakan; lemahnya pengelolaan tata air; dan pemanfaatan lahan yang tidak memperhatikan kapasitas lahan.

7. Tingginya tingkat kerawanan bencana alam. Sebagian besar bencana alam yang terjadi di Jawa adalah akibat aktivitas manusia seperti banjir di perkotaan dan tanah longsor di perdesaan.

14.3.2. Capaian Pembangunan Wilayah

Beberapa capaian pembangunan Wilayah Jawa-Bali diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Pertumbuhan ekonomi wilayah Jawa-Bali pada tahun 2010 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun 2009. Laju pertumbuhan ekonomi di semua provinsi di Jawa-Bali meningkat pada tahun 2010 dibandingkan laju tahun 2009, menunjukkan proses pemulihan ekonomi wilayah Jawa-Bali yang merupakan pusat industri nasional dan penyumbang ekspor produk manufaktur terbesar (Tabel 14.11). Hal ini ditunjukkan relatif tingginya laju pertumbuhan di provinsi-provinsi pusat industri wilayah seperti Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten.

Page 22: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 22

TABEL 14.11 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI

WILAYAH JAWA-BALI ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000

TAHUN 2006 – 2010 (DALAM PERSEN)

Provinsi Tahun Rata-Rata 2006 2007 2008 2009*) 2010**)

DKI Jakarta 5,95 6,44 6,23 5,02 6,51 6,03 Jawa Barat 6,02 6,48 6,21 4,19 6,09 5,80 Jawa Tengah 5,33 5,59 5,61 5,14 5,84 5,50 DI. Yogyakarta 3,70 4,31 5,03 4,43 4,87 4,47 Jawa Timur 5,80 6,11 6,16 5,01 6,68 5,95 Banten 5,57 6,04 22,53 4,69 5,94 8,95 Bali 5,28 5,92 10,27 5,33 5,83 6,52 Jawa & Bali 5,77 6,18 7,10 4,82 6,29 6,03 Jumlah 33 Provinsi 5,19 5,67 6,43 4,74 6,08 5,62

Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : * ) Angka sementara **) Angka sangat sementara

2. Kontribusi ekonomi wilayah Jawa-Bali dalam perekonomian nasional pada tahun 2010 sebesar 59,39 persen, sedikit menurun dibandingkan kontribusi pada tahun 2009. Penurunan peran dialami semua provinsi kecuali DKI Jakarta yang justru meingkat. Hal ini mengindikasikan meningkatnya kesenjangan internal wilayah antara DKI Jakarta dan provinsi-provinsi lainnya. Mengingat laju pertumbuhan wilayah Jawa-Bali yang lebih tinggi dari rata-rata nasional, hal ini menandakan ada wilayah lain yang bertumbuh lebih pesat dari wilayah Jawa-Bali. Meskipun berkurang, peran wilayah Jawa-Bali dalam perekonomian nasional masih tetap besar.

Page 23: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 23

TABEL 14.12 KONTRIBUSI EKONOMI PROVINSI TERHADAP NASIONAL

WILAYAH JAWA-BALI ATAS DASAR HARGA BERLAKU

TAHUN 2005-2010 Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009*) 2010**) DKI Jakarta 16,25 16,09 16,02 15,84 16,28 16,31 Jawa Barat 14,58 15,17 14,88 14,81 14,83 14,58 Jawa Tengah 8,78 9,04 8,84 8,59 8,55 8,41 DI. Yogyakarta 0,95 0,94 0,93 0,89 0,89 0,86 Jawa Timur 15,11 15,09 15,13 14,54 14,76 14,73 Banten 3,17 3,14 3,04 3,27 3,27 3,23 Bali 1,27 1,20 1,20 1,21 1,30 1,26 Jawa & Bali 60,11 60,68 60,04 59,15 59,87 59,39

Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : * ) Angka Sementara; ** ) Angka Sangat Sementara

Dalam kurun 2005-2009, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita wilayah Jawa-Bali terus meningkat (atas dasar harga konstan tahun 2000). Namun demikian terdapat ketimpangan yang tinggi antara provinsi DKI dan provinsi-provinsi lainnya, dengan kecenderungan yang meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya rasio PDRB per kapita antara DKI Jakarta (tertinggi) dan Jawa tengah (terendah) dari 7,4 pada tahun 2005 menjadi 7,53 pada tahun 2009.

Page 24: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 24

TABEL 14.13 PDRB PER KAPITA DENGAN MIGAS PROVINSI

WILAYAH JAWA-BALI ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000

TAHUN 2005-2009 (DALAM RIBU RUPIAH)

Provinsi 2005 2006 2007 2008* 2009** DKI Jakarta 33.205 34.837 36.733 38.671 40.269 Jawa Barat 6.204 6.480 6.799 7.092 7.292 Jawa Tengah 4.488 4.690 4.914 5.143 5.346 DI Yogyakarta 5.025 5.157 5.326 5.538 5.726 Jawa Timur 7.027 7.393 7.801 8.220 8.588 Banten 6.406 6.634 6.903 7.165 7.363 Bali 6.188 6.444 6.752 7.082 7.386 Jawa & Bali 7.817 8.182 8.599 9.016 9.355 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009 Keterangan : * ) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara

Selama empat tahun terakhir (2007-2010) wilayah Jawa-Bali juga masih menjadi tujuan utama investasi, yang ditunjukkan oleh meningkatnya nilai investasi dan jumlah kegiatan (proyek) PMA dan PMDN. Secara keseluruhan, pada tahun 2010 investasi PMDN di wilayah Jawa-Bali sekitar 58,48 persen dari total PMDN secara nasional, sementara untuk PMA sekitar 66,51 persen dari total PMA secara nasional. Namun demikian dari sisi nilai, distribusi investasi tidak merata antarprovinsi dan masih terkonsentrasi di DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten, dan jawa Timur.

Page 25: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 25

TABEL 14.14 PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA PROVINSI

WILAYAH JAWA-BALI TAHUN 2007-2010

(DALAM JUTA US$)

Provinsi Nilai Investasi Jumlah Proyek 2007 2008 2009 2010 2007 2008 2009 2010

DKI Jakarta 4.676,9 9.927,8 5.510,8 6.429,3 365 434 459 886 Jawa Barat 1.326,9 2.552,1 1.934,4 1.692 244 293 293 597 Jawa Tengah 1 007 135,3 83,1 59,1 40 42 30 83 DI Yogyakarta 0,8 16,6 8,1 4,9 3 6 5 20 Jawa Timur 1.689,6 457,3 422,1 1.769,2 62 73 67 110 Banten 708,6 477,8 1.412,0 1.544,2 78 99 92 280 Bali 50,4 80,8 227,2 278,3 74 50 92 279 Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal 2010

TABEL 14.15

PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMDN PROVINSI WILAYAH JAWA-BALI

TAHUN 2007-2010 (DALAM MILIAR RUPIAH)

Provinsi Jumlah Proyek Nilai Investasi

2007 2008 2009 2010 2007 2008 2009 2010 DKI Jakarta 34 34 35 86 4,218.00 1,837.3 9,6938 4,598.5 Jawa Barat 35 64 58 103 11,347.90 4,289.5 4,7248 15,799.8 Jawa Tengah 4 14 8 40 276.5 1,336.3 2,642.6 795.4 D.I Yogyakarta - - 2 3 33.1 - 32.9 10 Jawa Timur 17 40 48 89 1,724.70 2,778.3 42907 8,084.1 Banten 22 31 23 76 1,068.70 1,989.1 43817 5852.5 Bali 2 2 5 19 15.7 29 508 313.4 Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal 2010

3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di wilayah Jawa Bali

menunjukkan tren menurun, dengan perkembangan terakhir (Februari 2011) sebesar 7,34 persen, lebih tinggi dibanding TPT nasional (6,80 persen). Sementara itu, perkembangan jumlah pengangguran terbuka di wilayah Jawa Bali dalam kurun waktu

Page 26: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 26

2007-2011 cenderung menurun setiap tahun, dengan rata-rata penurunan sebesar 6,15 persen. Jumlah pengangguran terbuka dari tahun 2007 sampai tahun 2011 sebagian besar berada di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah, dengan distribusi jumlah pengangguran di Jawa Barat mencapai 37,52 persen (TPT sebesar 9,84 persen), Jawa Tengah19,73 persen (TPT sebesar 6,07 persen), dan Jawa Timur 16,01 persen (TPT sebesar 4,18 persen). Sementara itu, TPT tertinggi berada di Provinsi Banten sebesar 13,50 persen, dan DKI Jakarta sebesar 10,83 persen. Tingginya pengangguran disebabkan oleh posisi Jabodetabek yang sangat dominan dalam perekonomian nasional dan menjadi magnet besar bagi pencari kerja sehingga terjadi penumpukan angkatan kerja, baik yang sudah bekerja maupun yang masih menganggur di daerah tersebut (Tabel 14.16).

TABEL 14.16 JUMLAH PENGANGGURAN PROVINSI

WILAYAH JAWA-BALI TAHUN 2007-2011

Provinsi TAHUN

2007 2008 2009 2010 2011 DKI Jakarta 542.002 504.132 570.562 537.468 542.709 Jawa Barat 2.543.179 2.262.407 2.257.660 2.031.550 1.982.448 Jawa Tengah 1.436.888 1.234.645 1.208.671 1.174.897 1.042.496 DI Yogyakarta 118.877 119.785 122.972 124.379 107.115 Jawa Timur 1.454.305 1.255.885 1.193.552 1.011.950 845.647 Banten 641.355 601.836 663.895 627.828 697.083 Bali 98.305 95.512 60.405 75.635 65.604 JAWA BALI 6.834.911 6.074.202 6.077.717 5.583.707 5.283.102 Perubahan (Jiwa) -760.709 3.515 -494.010 -300.605 Perubahan (%) - 11,13 0,06 -8,13 - 5,38 TPT 10,23 8,83 8,77 7,94 7,34 NASIONAL 9,75 8,61 8,14 7,41 6,80

Sumber: Badan Pusat Statistik

4. Perkembangan penduduk miskin di wilayah Jawa-Bali dalam periode 2007 - 2011 cenderung menurun setiap tahunnya,

Page 27: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 27

walaupun jumlahnya masih mencapai lebih dari 50 persen dari total penduduk miskin Indonesia. Persentase penduduk miskin tertinggi terdapat di Provinsi DI Yogyakarta (16,08 persen), dan Jawa Tengah (15,76 persen), dan Jawa Timur (14,23 persen). Persentase penduduk miskin di Provinsi DKI Jakarta dan Bali tercatat paling rendah, yaitu masing-masing sebesar 3,75 persen dan 4,20 persen (Tabel 14.17).

TABEL 14.17 PERSENTASE KEMISKINAN PROVINSI

WILAYAH JAWA-BALI TAHUN 2007 - 2011

PROVINSI TAHUN 2007 2008 2009 2010 2011

DKI Jakarta 4,61 4,29 3,62 3,48 3,75 Jawa Barat 13,55 13,01 11,96 11,27 10,65 Jawa Tengah 20,43 19,23 17,72 16,56 15,76 Di Yogyakarta 18,99 18,32 17,23 16,83 16,08 Jawa Timur 19,98 18,51 16,68 15,26 14,23 Banten 9,07 8,15 7,64 7,16 6,32 Bali 6,63 6,17 5,13 4,88 4,20 INDONESIA 16,58 15,42 14,15 13,33 12,49 Sumber: Badan Pusat Statistik

Indeks pembangunan manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI), sebagai ukuran kualitas hidup manusia wilayah Jawa Bali memperlihatkan peningkatan secara merata di setiap provinsi dalam kurun waktu 2006—2009. IPM tahun 2009 di wilayah Jawa Bali tertinggi berada di Provinsi DKI Jakarta sebesar 77,36 dan terendah di Provinsi Banten sebesar 70,06. (Tabel 14.18).

Page 28: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 28

TABEL 14.18 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI

WILAYAH JAWA-BALI TAHUN 2006 - 2009

PROVINSI IPM Peringkat

2006 2007 2008 2009 2006 2007 2008 2009 DKI Jakarta 76,33 76,59 77,03 77,36 1 1 1 1 Jawa Barat 70,32 70,71 71,12 71,64 14 15 15 15 Jawa Tengah 70,25 70,92 71,60 72,10 15 14 14 14 Yogyakarta 73,70 74,15 74,88 75,23 4 4 4 4 Jawa Timur 69,18 69,78 70,38 71,06 20 19 18 18 Banten 69,11 69,29 69,70 70,06 21 23 23 23 Bali 70,07 70,53 70,98 71,52 16 16 16 16 NASIONAL 70,10 70,59 71,17 71,76

Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

5. Aksesibilitas antardaerah di wilayah Jawa-Bali relatif lebih memadai jika dibandingkan dengan wilayah lain. Keberhasilan dalam penanganan kinerja ekonomi dan sumber daya manusia, dan kemiskinan tidak terlepas dari fasilitas pelayanan publik dan infrastrukur. Ketersediaan fasillitas atau infrastruktur fisik, seperti jalan raya, kereta api, pelabuhan laut dan udara, sarana komunikasi, dan sumber energi atau penerangan. Secara nasional DKI Jakarta dan DI Yogyakarta memiliki tingkat kerapatan jalan tertinggi (panjang jalan per luas wilayah). Namun demikian beberapa provinsi sudah mengalami tekanan tidak seimbangnya pertumbuhan panjang jalan dan jumlah kendaraan. Hal ini ditunjukkan dari rasio panjang jalan dengan jumlah kendaraan roda empat (kapasitas jalan) di DKI Jakarta, Bali, dan Jawa Barat yang merupakan terendah secara nasional. Rasio ketiga daerah tersebut berturut-turut sebesar 0,0004 km/unit kendaraan, 0,0141 km/unit, dan 0,0190 km/unit.

Page 29: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 29

6. Produksi padi di wilayah Jawa - Bali selama periode 2009 – 2011 rata-rata mengalami pertumbuhan positif sebesar 4,37 persen. Peningkatan produksi padi di wilayah Jawa – Bali pada tahun 2009 yaitu sebesar 7,75 persen, sedangkan untuk tahun 2010 lebih rendah, yaitu meningkat sebesar 4,15 persen. Penurunan peningkatan produksi padi di wilayah Jawa – bali terjadi hampir di seluruh provinsi kecuali Banten dan Jawa Tengah, bahkan di Provinsi DIY dan Bali terjadi penurunan. Berdasar Angka Ramalan II BPS, peningkatan produksi padi di wilayah Jawa – Bali pada tahun 2011 diperkirakan akan mencapai 1,20 persen, atau lebih rendah dari tahun sebelumnya. Perkembangan produksi padi wilayah Jawa – Bali 2009 – 2011 (Tabel 14.19).

TABEL 14.19 PERKEMBANGAN PRODUKSI PADI PROVINSI

WILAYAH JAWA – BALI TAHUN 2009 – 2011

(DALAM TON) Provinsi 2009 2010 2011*) Total Produksi Jawa-Bali 35.758.895 37.243.932 37.691.617 DKI Jakarta 11.013 11.164 9.252 Jawa Barat 11.322.681 11.737.070 11.445.920 Banten 1.849.007 2.048.047 2.064.533 Jawa Tengah 9.600.415 10.110.830 10.403.511 DI Yogyakarta 837.930 823.887 858.148 Jawa Timur 11.259.085 11.643.773 12.049.993 Bali 878.764 869.161 860.260

Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : * ) Angka Ramalan II **) Pertumbuhan terhadap tahun sebelumnya dalam

periode yang sama

Page 30: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 30

14.3.3. Tindak Lanjut yang Diperlukan

Dengan memperhatikan berbagai permasalahan yang dihadapi serta capaian pembangunan seperti telah dipaparkan dalam sub bab sebelumnya, maka tindak lanjut pembangunan Wilayah Jawa Bali ke depan akan menitikberatkan pada beberapa hal sebagai berikut:

1. Dalam upaya mendukung fungsi Wilayah Jawa-Bali sebagai lumbung pangan nasional, maka strategi pengembangan yang perlu dilakukan yaitu: a. meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan melalui penyuluhan dan introduksi teknologi pertanian dan pengolahan pangan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali; b. mengendalikan konversi lahan sawah dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur; c. mengembangkan peternakan domba dan kerbau di Provinsi Jawa Barat; d. mengembangkan peternakan sapi perah dan sapi potong di Provinsi Jawa Timur dan Bali; e. mengembangkan peternakan kambing di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah; f. mengembangkan ternak kecil ayam kampung, ayam petelur, dan ayam pedaging di Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah; g. mengembangkan perikanan tangkap di Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta; h. mengembangkan perikanan kolam (air tawar) di Provinsi Jawa Barat; i. mengembangkan perikanan tambak di Provinsi Jawa Timur; j. meningkatkan luas pengusahaan lahan petani dan menurunkan ketimpangan penguasaan lahan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali; k. mengembangkan sistem insentif dan disinsetif untuk mengurangi luasan lahan tidur dan lahan terlantar di Provinsi Jawa Barat, Banten, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur; l. mendorong transformasi angkatan kerja pertanian ke nonpertanian melalui peningkatan kualitas angkatan kerja di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali; m. membangun infrastruktur irigasi dan rehabilitasi

Page 31: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 31

daerah resapan air di kawasan-kawasan budi daya pertanian di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.

2. Dalam upaya mendukung pengembangan industri unggulan potensial di Wilayah Jawa, maka strategi pengembangan yang perlu dilakukan yaitu: (a) mengintegrasikan MP3EI ke dalam rencana kerja pemerintah pusat dan daerah untuk pengembangan koridor ekonomi Jawa, khususnya terkait tugas dan peran pemerintah; (b) memantapkan koordinasi antara pemerintah (pusat dan daerah) dan dunia usaha dalam penanganan hambatan investasi di daerah; (c) mempercepat penyelesaian Rencana Tata Ruang Wialyah Kabupaten/Kota di sepanjang koridor ekonomi Jawa; (d) memantapkan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan program dan kegiatan prioritas di koridor ekonomi Jawa.

3. Dengan memperhatikan tingginya tingkat kerawanan bencana di Jawa-Bali, maka tindaklanjut yang diperlukan adalah: a) peningkatan kapasitas aparatur penanggulangan bencana di daerah dan masyarakat guna meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana melalui pendidikan dan pelatihan kebencanaan secara berkala; b) pengurangan faktor-faktor penyebab risiko bencana, termasuk pengendalian pemanfaatan ruang dan pelaksanaan penataan ruang berbasis mitigasi bencana; c) meningkatkan kerjasama antardaerah dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai; dan d) pengembangan sistem peringatan dini (early warning system) bencana dengan memperhatikan karakteristik ancaman bencana di daerah bersangkutan.

14.4. PEMBANGUNAN WILAYAH KALIMANTAN

14.4. 1. Permasalahan yang Dihadapi

Potensi Wilayah Kalimantan cukup beragam, namun dalam pengembangannya masih terdapat berbagai permasalahan yang dihadapi oleh wilayah tersebut, diantaranya:

Page 32: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 32

1. Belum optimalnya pengembangan sektor dan industri unggulan berbasis pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan kelautan. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya nilai tambah komoditas pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan akibat belum berkembangnya mata rantai industri pengolahan.

2. Belum terintegrasi dan masih terbatasnya pelayanan jaringan jalan darat dengan jaringan transportasi lainnya. Dengan kondisi jaringan infrastruktur seperti itu, keterkaitan antardaerah dan antara sentra produksi di perdesaan dan pusat-pusat pertumbuhan di perkotaan menjadi kurang optimal. Di sisi lain, jalur transportasi sungai yang secara tradisional diandalkan seringkali mengalami pasang surut di daerah hulu yang mengakibatkan semakin terbatasnya aksesibilitas desa-desa di pedalaman.

3. Masih terdapatnya ketimpangan intrawilayah Kalimantan yang ditunjukkan dengan kesenjangan PDRB per kapita antar provinsi. PDRB per kapita Provinsi Kalimantan Timur adalah sekitar enam kali lipat PDRB per kapita provinsi lain.

4. Tingginya laju konversi lahan hutan menjadi lahan perkebunan, pertanian, dan pertambangan. Dampak konversi lahan diantaranya adalahmeningkatnya kekritisan lahan pada Daerah Aliran Sungai (DAS), meningkatnya frekuensibencana banjir, dan menurunnya fungsi sungai sebagai salah satu jaringan transportasi wilayah. Selain itu, pembukaan hutan secara tidak bertanggung jawab sering berujung pada bencana kebakaran hutan dan polusi udara yang selain berdampak pada Indonesiajuga sampai ke negara tetangga.

5. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai indikator kualitas sumber daya manusia menunjukkan posisi Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan pada tahun 2008 di bawah rata-rata nasional, masing-masing berada pada peringkat 29 dan 26 dari 33 provinsi. Adapun posisi Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah berada di atas rata-

Page 33: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 33

rata nasional masing-masing dengan peringkat 5 dan 7. Meskipun tingkat kemiskinan di wilayah Kalimantan relatif rendah jika dibandingkan dengan tingkat kemiskinan nasional, kondisi masyarakat di pedalaman rawan jatuh miskin karena terbatasnya alternatif kegiatan ekonomi dan akses pelayanan sosial dasar.

6. Tingginya kesenjangan pembangunan dengan wilayah negara tetangga. Minimnya aksesibilitas menuju kawasan perbatasan mendorong masyarakat setempat untuk mengakses berbagai pelayanan darinegara tetangga yang lebih mudah dijangkau. Di sisi lain, terbatasnya pengawasan di sepanjang perbatasan darat memicu pemanfaatan sumber daya alam secara ilegal. Di laut, belum tuntasnya penetapan batas negara berpotensi menyebabkan terjadinya konflik pemanfaatan sumber daya alam.

14.4. 2. Capaian Pembangunan Wilayah

Dalam perkembangan pembangunan Wilayah Kalimantan, terdapat beberapa capaian pembangunan yang dihasilkan, diantaranya:

1. Dalam lima tahun terakhir (2006-2010), perekonomian wilayah Kalimantan menunjukkan perkembangan yang baik ditunjukkan oleh laju pertumbuahan yang meningkat. Namun tren ini terhenti pada tahun 2009 seiring dengan pelemahan perekonomian nasional dan global. Pada tahun 2010 perekonomian wilayah Kalimantan kembali membaik dengan laju pertumbuhan wilayah sebesar 5,26 persen, lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan tertinggi adalah di provinsi Kalimantan Tengah sebesar sekitar 6,47 persen, sementara laju pertumbuhan terendah di Provinsi Kalimantan Timur sebesar 4,95 persen. (Tabel 14.20).

Page 34: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 34

TABEL 14.20 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI

WILAYAH KALIMANTAN ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000

TAHUN 2006 – 2010 (DALAM PERSEN)

Provinsi Tahun Rata-Rata 2006 2007 2008 2009*) 2010**)

Kalimantan Barat 5,23 6,02 4,49 4,79 5,35 5,18 Kalimantan Tengah 5,84 6,06 6,17 5,51 6,47 6,01 Kalimantan Selatan 4,98 6,01 6,45 5,29 5,58 5,66 Kalimantan Timur 2,85 1,84 4,90 2,09 4,95 3,32 Kalimantan 3,80 3,51 5,20 3,35 5,26 4,22 Jumlah 33 Provinsi 5,19 5,67 6,43 4,74 6,08 5,62

Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : * ) Angka sementara **) Angka sangat sementara 2. Kontribusi perekonomian wilayah Kalimantan terhadap

pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dari tahun 2005-10 terus meningkat, kontribusi PDRB wilayah Kalimantan tahun 2010 tercatat sebesar 9,21 persen. Kontribusi perekonomian wilayah Kalimantan terhadap pembentukan PDB nasional tahun 2010 sebesar 9,21 persen meningkat sebesar 0,49 persen dari tahun sebelumnya. Sementara kontribusi provinsi terbesar terhadap pembentukan PDRB wilayah Kalimantan adalah provinsi Kalimantan Timur.

Page 35: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 35

TABEL 14.21 KONTRIBUSI EKONOMI PROVINSI TERHADAP NASIONAL

WILAYAH KALIMANTAN ATAS DASAR HARGA BERLAKU

TAHUN 2005 - 2010 Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009*) 2010**)

Kalimantan Barat 1,27 1,21 1,20 1,15 1,17 1,14 Kalimantan Tengah 0,79 0,79 0,79 0,77 0,80 0,81 Kalimantan Selatan 1,19 1,11 1,12 1,07 1,11 1,11 Kalimantan Timur 6,75 6,40 6,30 7,36 6,12 6,08 Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : * ) Angka sementara **) Angka sangat sementara

Pada tahun 2009, sektor yang memberikan kontribusi terbesar bagi perekonomian di Wilayah Kalimantan adalah sektor pertambangan dan penggalian sebesar 36 persen, sektor industri pengolahan 12 persen, sektor pertanian 16 persen, sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 11 persen. Sektor pertambangan dan penggalian memberikan kontribusi cukup besar terhadap sektor pertambangan nasional. Sektor pertambangan di wilayah Kalimantan terpusat di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, sedangkan sektor pertanian terpusat di Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah

Wilayah Kalimantan memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar yang meliputi pertambangan, kehutanan, pertanian dan perkebunan, serta perikanan dan kelautan. Wilayah Kalimantan memiliki komoditas unggulan yang berdaya saing tinggi, baik di pasar domestik maupun pasar luar negeri. Komoditas unggulan di wilayah Kalimantan diantaranya adalah (1) minyak dan gas bumi yang terpusat di Provinsi Kalimantan Timur, (2) kelapa sawit yang terpusat di Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, (3) karet yang terpusat di Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan, dan (4) perikanan dan

Page 36: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 36

kelautan, dengan perikanan tangkap dan budi daya laut yang terpusat di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.

Perkembangan investasi PMA dan PMDN di wilayah Kalimantan dalam kurun waktu empat tahun terakhir (2007-2010) meningkat. Secara keseluruhan, pada tahun 2010 investasi PMDN di wilayah Kalimantan sekitar 24,04 persen dari total PMDN secara nasional dan PMA sekitar 11,38 persen dari total PMA secara nasional. Nilai investasi PMA tahun 2010 terbesar di Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, sementara untuk nilai terendah di Provinsi Kalimantan Barat. Nilai investasi PMDN terbesar di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah dan terendah di Kalimantan Barat.

TABEL 14.22

PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA PROVINSI WILAYAH KALIMANTAN

TAHUN 2007 – 2010 (DALAM JUTA US$)

LOKASI Jumlah Proyek Nilai Investasi 2007 2008 2009 2010 2007 2008 2009 2010

Kalimantan Barat 2 2 5 43 287 248,1 517,1 1.171,7 Kalimantan Tengah 2 2 7 34 447 681,9 1.464,2 3.507,7 Kalimantan Selatan 4 4 4 26 384 592,7 8709 2015 Kalimantan Timur 3 4 6 46 440 298,7 82,2 7881,3 Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal 2010

Page 37: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 37

TABEL 14.23 PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMDN PROVINSI

WILAYAH KALIMANTAN TAHUN 2007 – 2010

(DALAM MILIAR RUPIAH)

Provinsi Nilai Investasi Jumlah Proyek 2007 2008 2009 2010 2007 2008 2009 2010

Kalimantan Barat 11,2 39,8 27,8 170,4 2 3 4 50 Kalimantan Tengah 77,6 62,7 4,9 546,6 3 7 3 61 Kalimantan Selatan 59,8 0,2 171,8 202,2 6 1 5 44 Kalimantan Timur 152,0 12,5 79,9 1.092,2 16 8 19 98

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal 2010 3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di wilayah Kalimantan

menunjukkan tren menurun, dengan perkembangan terakhir (Februari 2011) sebesar 6,23 persen, lebih rendah dibanding TPT nasional (6,80 persen). Sementara itu, perkembangan jumlah pengangguran terbuka di wilayah Kalimantan dalam kurun waktu 2007-2011 cenderung menurun setiap tahun, dengan rata-rata penurunan sebesar 2,98 persen. Jumlah pengangguran terbuka dari tahun 2007 sampai tahun 2011 sebagian besar berada di Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan, dengan distribusi jumlah pengangguran di Kalimantan Timur mencapai 40,42 persen (TPT sebesar 10,21 persen), Kalimantan Barat sebanyak 26,02 persen (TPT sebesar 4,99 persen), dan Kalimantan Selatan23,93 persen (TPT sebesar 5,62 persen). Tingginya pengangguran di Kalimantan Timur disebabkan oleh posisi yang cukup dominan dalam perekonomian nasional dan menjadi magnet besar bagi pencari kerja sehingga terjadi penumpukan angkatan kerja, baik yang sudah bekerja maupun yang masih menganggur di daerah tersebut (Tabel 14.24)

Page 38: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 38

TABEL 14.24 JUMLAH PENGANGGURAN TERBUKA PROVINSI

WILAYAH KALIMANTAN TAHUN 2007 – 2011

Provinsi TAHUN 2007 2008 2009 2010 2011

Kalimantan Barat 154.883 140.561 127.186 125.188 112.525 Kalimantan Tengah 55.244 51.620 49.008 42.731 41.595 Kalimantan Selatan 117.226 118.374 118.406 108.745 103.501 Kalimantan Timur 161.925 142.506 165.087 160.477 174.807 KALIMANTAN 489.278 453.061 459.687 437.141 432.428 Perubahan (Jiwa) -36.217 6.626 -22.546 -4.713 Perubahan (%) - 7,40 1,46 - 4,90 - 1,08 TPT 7,95 7,30 6,99 6,47 6,23 NASIONAL 9,75 8,61 8,14 7,41 6,80 Sumber: Badan Pusat Statistik

4. Perkembangan penduduk miskin di wilayah Kalimantan dalam periode 2007 - 2011 relatif rendah dan cenderung menurun setiap tahunnya. Tingkat kemiskinan setiap provinsi di wilayah Kalimantan sudah berada di bawah tingkat kemiskinan nasional.Persentase penduduk miskin tertinggi berada di Provinsi Kalimantan Barat sebesar 8,60 persen, dan terendah di provinsi Kalimantan Selatan sebesar 5,29 persen. (Tabel 14.25).

TABEL 14.25 PERSENTASE KEMISKINAN PROVINSI

WILAYAH KALIMANTAN TAHUN 2007 - 2011

PROVINSI TAHUN 2007 2008 2009 2010 2011

Kalimantan Barat 12,91 11,07 9,30 9,02 8,60 Kalimantan Tengah 9,38 8,71 7,02 6,77 6,56 Kalimantan Selatan 7,01 6,48 5,12 5,21 5,29 Kalimantan Timur 11,04 9,51 7,73 7,66 6,77 INDONESIA 16,58 15,42 14,15 13,33 12,49 Sumber: Badan Pusat Statistik

Page 39: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 39

Indeks pembangunan manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI), sebagai ukuran kualitas hidup manusia wilayah Kalimantan memperlihatkan adanya peningkatan secara konsisten dalam kurun waktu 2006—2009, namun menunjukkan ketimpangan dalam pencapaian IPM antarprovinsi. Hal ini dapat ditunjukkan dari .IPM tahun 2009 tertinggi berada di Provinsi Kalimantan Timur sebesar 75,11 dengan ranking ke-5 dari 33 provinsi, sementara Provinsi Kalimantan Barat baru mencapai IPM 68,79 dengan ranking ke 28 dari 33 provinsi.(Tabel 14.26).

TABEL 14.26

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI WILAYAH KALIMANTAN

TAHUN 2006-2009

PROVINSI IPM Peringkat 2006 2007 2008 2009 2006 2007 2008 2009

Kalimantan Barat 67,08 67,53 68,17 68,79 28 29 29 28 Kalimantan Tengah 73,40 73,49 73,88 74,36 5 7 7 7 Kalimantan Selatan 67,75 68,01 68,72 69,30 26 26 26 26 Kalimantan Timur 73,26 73,77 74,52 75,11 6 5 5 5 NASIONAL 70,10 70,59 71,17 71,76 Sumber: Badan Pusat Statistik

5. Produksi padi di wilayah Kalimantan selama periode 2009 – 2011 rata-rata mengalami pertumbuhan positif sebesar 0,40 persen. Peningkatan produksi padi di wilayah Kalimantan pada tahun 2009 yaitu sebesar 0,17 persen, sedangkan untuk tahun 2010 lebih tinggi, yaitu meningkat 0,75 persen. Peningkatan produksi padi di wilayah Kalimantan tersebut terjadi hampir di seluruh provinsi, kecuali Kalimantan Selatan yang mengalami penurunan. Berdasar Angka Ramalan II BPS, peningkatan produksi padi di wilayah Kalimantan pada tahun 2011 diperkirakan akan mencapai 0,28 persen, atau lebih rendah dari tahun sebelumnya. Perkembangan produksi padi wilayah Kalimantan 2009 – 2011 (Tabel 14.27).

Page 40: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 40

TABEL 14.27 PERKEMBANGAN PRODUKSI PADI PROVINSI

WILAYAH KALIMANTAN TAHUN 2009 – 2011

(DALAM TON) Provinsi 2009 2010 2011*)

Total Produksi Kalimantan 4.392.112 4.425.272 4.437.600 Kalimantan Barat 1.300.798 1.343.888 1.275.200 Kalimantan Tengah 578.761 650.416 591.740 Kalimantan Selatan 1.956.993 1.842.089 1.974.329 Kalimantan Timur 555.560 588.879 596.331

Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : * ) Angka Ramalan II 14.4.3 Tindak Lanjut yang Diperlukan

Dengan memperhatikan berbagai permasalahan yang dihadapi serta capaian pembangunan seperti telah dipaparkan dalam sub bab sebelumnya, maka tindak lanjut pembangunan Wilayah Kalimantan ke depan akan menitikberatkan pada beberapa hal sebagai berikut:

1. Dalam upaya mendukung pengembangan Kalimantan sebagai sentra produksi pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan maka tindak lanjut yang perlu dilakukan yaitu: (a) mengintegrasikan MP3EI ke dalam rencana kerja pemerintah pusat dan daerah untuk pengembangan koridor ekonomi Kalimantan, khususnya terkait tugas dan peran pemerintah; (b) memantapkan koordinasi antara pemerintah (pusat dan daerah) dan dunia usaha dalam penanganan hambatan investasi di daerah; (c) mempercepat penyelesaian Rencana Tata Ruang Wialayh Kabupaten/Kota di sepanjang koridor ekonomi Kalimantan; (d) memantapkan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan program dan kegiatan prioritas di koridor ekonomi Kalimantan.

2. Dalam upaya meningkatkan pengelolaan batas wilayah dan kawasan perbatasan, perlu dilakukan upaya-upaya untuk mempercepat penuntasan 10 Outstanding Border Problems

Page 41: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 41

dan penyelesaian penetapan batas laut dengan Malaysia, meningkatkan sarana dan prasarana pengamanan dan pelayanan lintas batas, meningkatkan aksesibilitas menuju kawasan perbatasan, meningkatkan pelayanan sosial dasar, serta mengoptimalkan Paloh-Aruk, Jagoi Babang, Entikong, Jasa, Nanga Badau, Long Pahangai, Long Nawang, Long Midang, Simanggaris, dan Nunukan sebagai pusat pelayanan kawasan perbatasan dan pendorong pengembangan potensi unggulan kawasan.

3. Dalam upaya pengurangan frekuensi dan magnitude kebakaran hutan di Kalimantan maka strategi yang dilakukan adalah melalui pemantapan kelembagaan brigade pengendalian kebakaran hutan atau Manggala Agni, pencegahan kebakaran dan pemadaman kebakaran hutan yang dilakukan pada daerah daerah rawan kebakaran, serta penanganan pasca kebakaran hutan.

14.5. PEMBANGUNAN WILAYAH SULAWESI

14.5.1 Permasalahan yang Dihadapi

Permasalahan yang dihadapi wilayah Sulawesi dalam pembangunan wilayah antara lain:

1. Belum optimalnya peningkatan nilai tambah sektor dan komoditas unggulan wilayah, yang ditunjukkan oleh dominasi sektor-sektor primer dalam perekonomian wilayah Sulawesi.

2. Lemahnya konektivitas domestik intrawilayah. Wilayah Sulawesi menghadapi kendala sarana dan prasarana transportasi, antara lain belum meratanya ketersediaan prasarana, kurang memadainya mutu, dan lemahnya integrasi jaringan transportasi multimoda antarwilayah.

3. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan tingkat kemiskinan. Rendahnya kualitas sumber daya manusia di wilayah Sulawesi disebabkan oleh belum meratanya jangkauan pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan dan

Page 42: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 42

rendahnya mutu pelayanan pendidikan dan kesehatan terutama di daerah perdesaan dan pedalaman.

4. Terbatasnya kapasitas energi listrik sebagai akibat rendahnya pasokan tenaga listrik. Ketersediaan energi listrik saat ini tidak mampu mengimbangi pertumbuhan permintaan baik dalam jangka pendek maupun panjang. Keterbatasan ini menghambat upaya peningkatan nilai tambah sektor-sektor unggulan di wilayah Sulawesi.

5. Belum optimalnya pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan perbatasan dan pulau-pulau terpencil. Minimnya pengamanan di kawasan perbatasan khususnya kawasan Sangihe-Talaud yang berhadapan dengan wilayah negara Filipina memunculkankegiatan-kegiatan illegal lintas batas negara seperti pencurian ikan, penyelundupan barang, dan imigran gelap. Selain itu dengan adanya gerakan separatis di Mindanao Selatan menyebabkan kawasan perbatasan berpotensi menjadi lokasi perlinatasan teroris internasional. Belum disepakatinya batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dengan Filipina juga menyebabkan ketidakastian hukum bagi aparat maupun masyarakat dalam melakukan aktivitas di ZEE. Adapun keterisolasian dan kesenjangan tingkat kesejahteraan di kawasan perbatasan khusuanya pulau kecil terluar, berpotensi mengikis nasionalisme masyarakat yang dalam jangka panjang bisa mempengaruhi kedaulatan wilayah negara.

6. Kerawanan bencana terkait aktivitas gunung berapi dan pergerakan lempeng bumi. Selain itu, topografi wilayah Sulawesi yang berbukit dan bergunung umumnya memiliki karakteristik tidak stabil dan mudah longsor terutama akibat meningkatnya pembukaan hutan.

Page 43: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 43

14.5.2 Capaian Pembangunan Wilayah

Pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan wilayah menunjukkan hasil-hasil sebagai berikut:

1. Laju pertumbuhan ekonomi wilayah Sulawesi meningkat cukup pesat pada tahun 2010 dibandingkan laju pada tahun 2009. Wilayah Sulawesi melanjutkan tren pertumbuhan tinggi selama lima tahun terakhir. Semua provinsi bertumbuh dengan laju di atas 7 persen per tahun, bahkan laju petumbuhan terendahpun masih di atas laju pertumbuhan rata-rata nasional. Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Barat bahkan menembus dua digit yakni 11,9 persen per tahun.

TABEL 14.28

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI WILAYAH SULAWESI

ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000 TAHUN 2006– 2010 (DALAM PERSEN)

Provinsi Tahun Rata-Rata 2006 2007 2008 2009*) 2010**) Sulawesi Utara 5,72 6,47 10,86 7,85 7,12 7,60 Sulawesi Tengah 7,82 7,99 9,96 7,51 7,79 8,21 Sulawesi Selatan 6,72 6,34 7,78 6,23 8,18 7,05 Sulawesi Tenggara 7,68 7,96 12,59 7,57 8,19 8,80 Gorontalo 7,30 7,51 7,76 7,54 7,62 7,55 Sulawesi Barat 6,90 7,43 12,07 6,03 11,91 8,87 Sulawesi 6,85 6,88 9,37 6,89 8,08 7,61 Jumlah 33 Provinsi 5,19 5,67 6,43 4,74 6,08 5,62

Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : * ) Angka sementara;

**) Angka sangat sementara 2. Kontribusi perekonomian wilayah Sulawesi terhadap

pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dari tahun 2005-2010 terus meningkat, kontribusi PDRB wilayah Sulawesi tahun 2010 tercatat sebesar 4,59 persen. Kontribusi

Page 44: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 44

perekonomian wilayah Sulawesi terhadap pembentukan PDB nasional tahun 2010 sebesar 4,6 persen, dengan Provinsi Sulawesi Selatan sebagai penyumbang terbesar di tingkat wilayah.

TABEL. 14.29 KONTRIBUSI EKONOMI PROVINSI TERHADAP NASIONAL

WILAYAH SULAWESI ATAS DASAR HARGA BERLAKU

TAHUN 2005 – 2010 (DALAM PERSEN)

Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009*) 2010**) Sulawesi Utara 0,70 0,68 0,68 0,67 0,71 0,70 Sulawesi Tengah 0,64 0,62 0,64 0,67 0,70 0,70 Sulawesi Selatan 1,94 1,95 1,96 1,99 2,15 2,23 Sulawesi Tenggara 0,49 0,49 0,51 0,61 0,65 0,63 Gorontalo 0,13 0,13 0,13 0,14 0,15 0,15 Sulawesi Barat 0,17 0,16 0,18 0,19 0,20 0,21 Sulawesi 4,07 4,04 4,10 4,28 4,56 4,61

Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : * ) Angka sementara

**) Angka sangat sementara

3. Produk domestik regional bruto (PDRB) perkapita wilayah Sulawesi terus mengalami peningkatan dengan tingkat ketimpangan antarprovinsi relatif kecil. Dalam kurun lima tahun terakhir, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita wilayah Sulawesi terus meningkat. Jika dibandingkan PDRB per kapita antarprovinsi, menunjukan tingkat ketimpangan yang relatif kecil. PDRB per kapita terbesar di Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah, sementara PDRB per kapita paling rendah terdapat di Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Barat.

Page 45: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 45

TABEL 14.30 PDRB PER KAPITA DENGAN MIGAS PROVINSI

WILAYAH SULAWESI ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000

TAHUN 2005-2009 (DALAM RIBU RUPIAH)

Provinsi 2005 2006 2007 2008* 2009** Sulawesi Utara 5.945 6.222 6.559 6.988 7.465 Sulawesi Tengah 5.083 5.383 5.711 6.047 6.400 Sulawesi Selatan 4.863 5.118 5.368 5.708 5.983 Sulawesi Tenggara 4.126 4.347 4.594 4.824 5.084 Gorontalo 2.166 2.294 2.436 2.593 2.755 Sulawesi Barat 3.152 3.317 3.509 3.751 3.919 Sulawesi 4.685 4.931 5.193 5.513 5.810

Sumber : Badan Pusat Statistik 2010 Keterangan : * ) Angka sementara **) Angka sangat sementara

Perkembangan investasi PMA dan PMDN di wilayah Sulawesi dalam kurun waktu empat tahun terakhir (2007-2010) meningkat. Secara keseluruhan, pada tahun 2010 investasi PMDN di wilayah Sulawesi sebesar 7,15 persen dari total PMDN secara nasional dan PMA sekitar 4,85 persen dari total PMA secara nasional. Nilai investasi PMA tahun 2010 terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan, sementara untuk nilai terrendah di Provinsi Gorontalo. Nilai investasi PMDN terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan dan terrendah di Provinsi Gorontalo.

Page 46: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 46

TABEL 14.31 PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA PROVINSI

WILAYAH SULAWESI TAHUN 2007-2010

(DALAM JUTA US$) Provinsi Nilai Investasi Jumlah Proyek

2007 2008 2009 2010 2007 2008 2009 2010 Sulawesi Utara 9.7 35.5 57.7 226.8 1 2 6 25 Sulawesi Tengah 7.1 1.5 3.3 138.5 - 1 1 7 Sulawesi Selatan 62.8 27.9 77.0 441.8 8 10 6 34 Sulawesi Tenggara - 0.5 3.6 14 - 1 3 10 Gorontalo - - - 0.8 - - - 1 Sulawesi Barat - - - 37.3 - - - 4 Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2010

TABEL 14.32

PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMDN PROVINSI WILAYAH SULAWESI

TAHUN 2006-2010 (DALAM MILIAR RUPIAH)

Provinsi Jumlah Proyek Nilai Investasi 2007 2008 2009 2010 2007 2008 2009 2010

Sulawesi Utara 1 1 1 13 624 42.2 49.5 95.8 Sulawesi Tengah 2 - - 7 487.6 - - 153.6 Sulawesi Selatan - 4 6 23 1.1 1105.2 1137.9 3212.3 Sulawesi Tenggara 1 - - 5 2.768,90 - - 19.2 Gorontalo - - - 3 - - - 16.7 Sulawesi Barat - - - 7 - - 840 Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2010 4. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di wilayah Sulawesi

menunjukkan tren menurun, dengan perkembangan terakhir (Februari 2011) sebesar 5,92 persen, lebih rendah dibanding TPT nasional (6,80 persen). Sementara itu, perkembangan jumlah pengangguran terbuka di wilayah Sulawesi dalam kurun waktu 2007-2011 cenderung menurun setiap tahun, dengan rata-rata penurunan sebesar 9,55 persen. Konsentrasi

Page 47: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 47

pengangguran terbuka dari tahun 2007 sampai tahun 2011 sebagian besar berada di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara masing-masing sekitar 50,64 persen dan 20,47 persen. Sementara itu, Tingkat pengangguran Terbuka pada tahun 2011 tertinggi berada di provinsi Sulawesi Utara sebesar 9,19 persen dan Sulawesi Selatan sebesar 6,69 persen, dan terendah di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 2,70 persen (Tabel 14.33)

5. Perkembangan tingkat kemiskinan di wilayah Sulawesi selama periode 2007—2011 cenderung menurun, namun di sebagian besar provinsi masih berada di atas tingkat kemiskinan nasional. Tingkat kemiskinan tertinggi berada di Provinsi Gorontalo sebesar 18,75 persen, Sulawesi Tengah 15,83 persen, dan Sulawesi Tenggara 14,56 persen.Sementara hanya terdapat 2 provinsi yang sudah berada di bawah tingkat kemiskinan nasional, yaitu Provinsi Sulawesi Utara sebesar 8,51 persen, dan Sulawesi Selatan sebesar 10,29 persen.

TABEL 14.33 JUMLAH PENGANGGURAN TERBUKA PROVINSI

WILAYAH SULAWESI TAHUN 2007 – 2011

Provinsi TAHUN 2007 2008 2009 2010 2011

Sulawesi Utara 141.646 129.302 114.528 112.608 98.232 Gorontalo 29.457 29.809 23.429 24.479 21.120 Sulawesi Tengah 77.823 88.430 63.154 62.964 55.812 Sulawesi Selatan 384.811 343.764 296.559 284.370 243.021 Sulawesi Tengggara 68.689 58.253 53.067 49.297 46.232 Sulawesi Barat * 18.737 27.149 25.393 22.408 15.506 SULAWESI 721.163 676.707 576.130 556.126 479.923 Perubahan (Jiwa) -44.456 -100.577 -20.004 -76.203 Perubahan (%) - 6,16 - 14,86 - 3,47 - 13,70 TPT 9,94 9,14 7,51 6,96 5,92 NASIONAL 9,75 8,61 8,14 7,41 6,80 Sumber: Badan Pusat Statistik

Page 48: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 48

TABEL 14.34 PERSENTASE KEMISKINAN PROVINSI

WILAYAH SULAWESI TAHUN 2007 – 2011

PROVINSI TAHUN 2007 2008 2009 2010 2011

Sulawesi Utara 11,42 10,10 9,79 9,10 8,51 Sulawesi Tengah 22,42 20,75 18,98 18,07 15,83 Sulawesi Selatan 14,11 13,34 12,31 11,60 10,29 Sulawesi Tenggara 21,33 19,53 18,93 17,05 14,56 Gorontalo 27,35 24,88 25,01 23,19 18,75 Sulawsi Barat 19,03 16,73 15,29 13,58 13,89 INDONESIA 16,58 15,42 14,15 13,33 12,49 Sumber : Badan Pusat Statistik

6. Indeks pembangunan manusia (IPM) atau Human Development

Index (HDI), sebagai ukuran kualitas hidup manusia wilayah Sulawesi memperlihatkan adanya peningkatan secara konsisten di setiap provinsi dalam kurun waktu 2006—2009. IPM tahun 2009 tertinggi berada di Provinsi Sulawesi Utara sebesar 75,68 dan menduduki ranking ke-2 dari 33 provinsi, sementara IPM terendah di Provinsi Sulawesi Barat sebesar 69,18 dan menduduki ranking ke-27.

7. Produksi padi di wilayah Sulawesi selama periode 2009 – 2011 rata-rata mengalami pertumbuhan positif sebesar 3,60 persen. Peningkatan produksi padi di wilayah Sulawesi pada tahun 2009 yaitu sebesar 3,44 persen, sedangkan untuk tahun 2010 lebih rendah, yaitu meningkat sebesar 2,84 persen. Penurunan peningkatan produksi padi di wilayah Sulawesi tersebut hanya terjadi di dua provinsi, yaitu Gorontalo dan Sulawesi Selatan, namun karena share produksi padi dari kedua prvinsi tersebut terhadap produksi padi di wilayah Sulawesi cukup besar, sehingga pengaruhnya cukup signifikan. Untuk tahun 2011, berdasar Angka Ramalan II BPS, pertumbuhan produksi padi di wilayah Sulawesi diperkirakan akan mencapai 4,53 persen, atau

Page 49: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 49

lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Perkembangan produksi padi wilayah Sulawesi 2009 – 2011 (Tabel 14.35).

TABEL 14.35 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI

WILAYAH SULAWESI TAHUN 2006-2009

PROVINSI IPM Peringkat

2006 2007 2008 2009 2006 2007 2008 2009

Sulawesi Utara 74,37 74,68 75,16 75,68 2 2 2 2

Sulawesi Tengah 68,85 69,34 70,09 70,70 22 22 22 22 Sulawesi Selatan 68,81 69,62 70,22 70,94 23 21 21 20 Sulawesi Tenggara 67,80 68,32 69,00 69,52 25 25 25 25 Gorontalo 68,01 68,83 69,29 69,79 24 24 24 24 Sulawesi Barat 67,06 67,72 68,55 69,18 29 28 27 27 NASIONAL 70,10 70,59 71,17 71,76

Sumber: BPS 2009

TABEL 14.36 PERKEMBANGAN PRODUKSI PADI PROVINSI

WILAYAH SULAWESI 2009 – 2011

Uraian 2009 2010 2011*) Produksi (ton) Total Produksi 6.801.668 6.994.688 7.311.275 Sulawesi Utara 549.087 584.030 576.772 Gorontalo 256.934 253.563 287.304 Sulawesi Tengah 953.396 957.108 1.047.104 Sulawesi Selatan 4.324.178 4.382.443 4.543.632 Sulawesi Barat 310.706 362.900 381.516 Sulawesi Tenggara 407.367 454.644 474.947 Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : * ) Angka Ramalan II

Page 50: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 50

14.5.3 Tindak Lanjut yang Diperlukan Untuk mencapai arah kebijakan, serta tujuan dan sasaran

pengembangan wilayah Sulawesi, maka tindak lanjut pembangunan Wilayah Sulawesi ke depan dijabarkan sebagai berikut:

1. Dalam upaya mendukung pengembangan wilayah Sulawesi sebagai sentra produksi pertanian dan perikanan serta lumbung pangan nasional, maka tindak lanjut yang perlu dilakukan yaitu: (a) mengintegrasikan MP3EI ke dalam rencana kerja pemerintah pusat dan daerah untuk pengembangan koridor ekonomi Sulawesi, khususnya terkait tugas dan peran pemerintah; (b) memantapkan koordinasi antara pemerintah (pusat dan daerah) dan dunia usaha dalam penanganan hambatan investasi di daerah; (c) mempercepat penyelesaian Rencana Tata Ruang Wialayh Kabupaten/Kota di sepanjang koridor ekonomi Sulawesi; (d) memantapkan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan program dan kegiatan prioritas di koridor ekonomi Sulawesi. Selain itu didukung pula oleh upaya revitalisai peran KAPET sebagai KSN dan pusat pertumbuhan di wilayah Sulawesi, yang terdiri dari KAPET Menado-Bitung (Sulawesi Utara), KAPET Palapas (Sulawesi Tengah), KAPET Pare-Pare (Sulawesi Selatan), dan KAPET Bank Sejahtera (Sulawesi Tenggara).

2. Dalam upaya peningkatan kapasitas dan integrasi sistem jaringan listrik, maka tindak lanjut yang perlu dilakukan yaitu: a. meningkatkan kapasitas dan integrasi sistem jaringan listrik; b. diversifikasi sumber energi primer.

3. Dalam upaya meningkatkan pengelolaan batas wilayah dan kawasan perbatasan, perlu dilakukan upaya-upaya untuk mempercepat penuntasan ZEE RI-Filipina, meningkatkan sarana dan prasarana pengamanan dan pelayanan lintas batas, meningkatkan aksesibilitas menuju pulau-pulau kecil terluar, meningkatkan pelayanan sosial dasar, serta mengoptimalkan fungsi Melonguane dan Tahuna sebagai pusat pelayanan

Page 51: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 51

kawasan perbatasan dan pendorong pengembangan potensi unggulan kawasan.

4. Dengan memperhatikan potensi ancaman bencana di wilayah Sulawesi, perlu ditindaklanjuti melalui integrasi pengurangan risiko bencana dalam perencanaan pembangunan daerah, melalui : a) upaya-upaya peningkatan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat, penyusunan rencana aksi daerah pengurangan risiko bencana, penyusunan rencana kontingensi serta pendidikan dan pelatihan secara berkala kepada masyarakat didaerah rawan bencana guna meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana; b) pengurangan faktor-faktor penyebab risiko bencana, termasuk pengendalian pemanfaatan ruang dan pelaksanaan penataan ruang berbasis mitigasi bencana; dan c) pengembangan sistem peringatan dini (early warning system) bencana dengan memperhatikan karakteristik ancaman bencana di daerah bersangkutan.

14.6. PEMBANGUNAN WILAYAH NUSA TENGGARA

14.6.1. Permasalahan yang Dihadapi

Permasalahan yang dihadapi wilayah Nusa Tenggara dalam pembangunan wilayah antara lain:

1. Masih rendahnya nilai tambah sektor dan komoditas unggulan wilayah. Produk unggulan wilayah Nusa Tenggara didominasi oleh komoditas primer dengan nilai tambah kecil.

2. Belum optimalnya pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan kawasanperbatasan. Adanya persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan RI-Timor Leste menimbulkan klaim terhadap hak-hak tradisional yang menimbulkan kompleksitas dalam penetapan batas kedua negara.Kegiatan ilegallintas batas seperti penyelundupan dan imigran gelap juga banyak terjadi di wilayah-wilayah yang berbatasan langsung karena

Page 52: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 52

lemahnya pengamanan. Minimnya sarana, prasarana, dan pelayanan publik di kawasan perbatasanmenyebabkan rendahnya tingkat kesejahteraanyang dalam jangka panjang berpotensi mempengaruhi rasa nasionalisme masyarakat.

3. Rendahnya interkonektivitas domestik pulau-pulau di wilayah Nusa Tenggara. Wilayah Nusa Tenggara yang berbentuk kepulauan masih dilayani oleh prasarana dan sarana perhubungan yang minim. Akibatnya, keterkaitan antarpulau masih lemah.

4. Merujuk pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2008, kualitas sumber daya manusia di wilayah Nusa Tenggara dapat dikatakan tertinggal dari wilayah-wilayah lain. Dari total 33 provinsi, peringkat IPM provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur masing-masing 32 dan 31. Jika di NTB tingkat kesehatan masyarakat yang menjadi permasalahan utama, di NTT tingginya kemiskinan merupakan penghambat utama pembangunan sumber daya manusia.

5. Tingginya ancaman degradasi lingkungan hidup di darat dan di laut. Wilayah kepulauan memiliki kerentanan relatif tinggi terhadap perubahan cuaca dan pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan.

14.6.2 Capaian Pembangunan Wilayah

1. Laju pertumbuhan ekonomi di wilayah Nusa Tenggara pada tahun 2010 cukup baik meskipun masih diperlukan peningkatan untuk mengurangi tingkat kemiskinan yang masih tinggi. Percepatan pertumbuhan dibutuhkan di Nusa Tenggara Timur yang selama lima tahun terakhir rata-rata pertumbuhannya di bawah rata-rata laju pertumbuhan nasional. (Tabel 14.37)

Page 53: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 53

TABEL 14.37 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI

WILAYAH NUSA TENGGARA ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000

TAHUN 2006 – 2010 (DALAM PERSEN)

Provinsi Tahun Rata-Rata 2006 2007 2008 2009*) 2010**)

NTB 2.77 4.91 2.82 12.11 6.29 5.78 NTT 5.08 5.15 4.84 4.29 5.13 4.90 Jumlah 33 Provinsi 5.19 5.67 6.43 4.74 6.08 5.62

Sumber : BPS Keterangan : * ) Angka sementara; **) Angka sangat sementara

2. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) Perkapita wilayah Nusa Tenggara terus mengalami peningkatan. Perkembangan PDRB perkapita dengan migas Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur dalam kurun lima tahun terakhir menunjukan peningkatan setiap tahunnya, namun nilai PDRB per kapita NTT dan NTB masih lebih rendah dibandingkan terhadap PDRB per kapita nasional dan jika dibandingkan antarprovinsi pendapatan perkapita di Provinsi Nusa Tenggara Barat relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan Nusa Tenggara Timur (Tabel 14.38).

Page 54: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 54

TABEL 14.38 PDRB PER KAPITA DENGAN MIGAS PROVINSI ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000

TAHUN 2004-2009 (DALAM RIBU RUPIAH)

Tahun Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur 2004 3656 2295 2005 3660 2306 2006 3697 2376 2007 3813 2451 2008* 3850 2520 2009** 4130 2578

Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : * ) Angka sementara; **) angka sangat sementara

3. Kontribusi perekonomian wilayah Nusa Tenggara terhadap

pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional masih sangat kecil meskipun sedikit mengalami peningkatan pada tahun 2010 dibandingkan tahun 2009.

TABEL 14.39 KONTRIBUSI EKONOMI PROVINSI TERHADAP NASIONAL

WILAYAH NUSA TENGGARA ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000

TAHUN 2005-2010 Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009*) 2010**)

NTB 0.96 0.92 0.95 0.82 0.91 0.93 NTT 0.55 0.54 0.54 0.51 0.52 0.52 Nusa Tenggara 1.51 1.46 1.49 1.33 1.43 1.45 Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : * ) Angka sementara; **) angka sangat sementara;

Page 55: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 55

Sementara kontribusi sektor terbesar dalam perekonomian Wilayah Nusa Tenggara tahun 2009 didominasi oleh tiga sektor utama sektor pertanian, sektor perdagangan hotel dan restoran, dan sektor jasa. Kontribusi sektor pertanian sebesar 30,42 persen, sektor jasa sebesar 16,42 persen, dan sektor perdagangan dan restoran sebesar 15,87 persen. Sektor lainnya yang menyumbang cukup besar adalah sektor pertambangan dan penggalian sebesar 13,32 persen, bangunan (7,26 persen), pengakutan dan komunikasi (7,76 persen), sementara kontribusi dari sektor industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, dan sektor keuangan, persewaan jasa perusahaan masing-masing sebesar 3,76 persen, 0,39 persen, dan 4,79 persen. Perkembangan investasi PMA dan PMDN di Nusa Tenggara dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2006-2010) meningkat. Secara keseluruhan, total investasi untuk PMA dan PMDN di wilayah Nusa Tenggara relatif rendah dibandingkan provinsi-provinsi lainnya, pada tahun 2010 investasi total investasi PMDN di wilayah Nusa Tenggara sebesar 2,98 persen dari total PMDN secara nasional dan PMA sekitar 1,27 persen dari total PMA secara nasional. Nilai investasi PMA dan PMDN provinsi Nusa Tenggara Barat lebih besar dibandingkan provinsi Nusa Tenggara Timur.

TABEL 14.40 PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA PROVINSI

WILAYAH NUSA TENGGARA TAHUN 2006-2010

(DALAM JUTA US$) Provinsi Nilai Investasi Jumlah Proyek

2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 NTB 4.9 5.9 12.8 2.7 220.5 6 5 7 5 83 NTT 2.4 0.4 1.9 4.0 3.8 2 1 2 3 12

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2010

Page 56: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 56

TABEL 14.41

PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMDN PROVINSI WILAYAH NUSA TENGGARA

TAHUN 2006-2010 (DALAM MILIAR RUPIAH)

Provinsi Jumlah Proyek Nilai Investasi 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010

NTB 3 - - - 16 64.2 - - - 1805.8 NTT - - - - 4 - - - - 0.1

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2010 4. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di wilayah Nusa

Tenggara menunjukkan tren menurun, dengan perkembangan terakhir (Februari 2011) sebesar 3,99 persen, lebih rendah dibanding TPT nasional (6,80 persen). Sementara itu, perkembangan jumlah pengangguran terbuka di wilayah Nusa Tenggara dalam kurun waktu 2007-2011 cenderung menurun setiap tahun, dengan rata-rata penurunan sebesar 6,99 persen. Konsentrasi pengangguran terbuka dari tahun 2007 sampai tahun 2011 sebagian besar berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB)sebesar 66,12 persen, sementara di Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 33,88. Sementara itu, Tingkat pengangguran Terbuka pada tahun 2011 tertinggi berada di Provinsi NTB sebesar 5,35 persen, dan NTT sebesar 2,67 persen, yang dalam hal ini kedua prvinsi tersebut sudah berada di bawah TPT nasional (Tabel. 14.43).

Page 57: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 57

TABEL 14.42 JUMLAH PENGANGGURAN TERBUKA PROVINSI

WILAYAH SULAWESI TAHUN 2007 – 2011

Provinsi TAHUN

2007 2008 2.009 2010 2.011

NTB 159.713 107.795 124.940 122.837 116.412 NTT 83.568 81.766 65.160 83.324 59.655 NUSA TENGGARA 243.281 189.561 190.100 206.161 176.067 Perubahan (Jiwa) -53.720 539 16.061 -30.094 Perubahan (%) - 22,08 0,28 8,45 - 14,60 TPT 5,77 4,42 4,34 4,57 3,99 NASIONAL 9,75 8,61 8,14 7,41 6,80

Sumber : Badan Pusat Statistik

5. Tingkat Kemiskinan di wilayah Nusa Tenggara dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (tahun 2007—2011) menunjukkan tren menurun, namun masih berada di atas tingkat kemiskinan nasional. Tingkat kemiskinan di Provinsi NTT sebesar 21,23 persen, sementara di Provinsi NTB sebesar 19,73 persen.

6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Wilayah Nusa Tenggara dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 mengalami peningkatan, namun masih jauh tertinggal di banding provinsi-provinsi lain di Indonesia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tahun 2009baru mencapai 64,66 dengan ranking ke 32 dari 33 provinsi, sedangkan Provinsi Nusa Tenggara Timur mencapai 66,60 dengan ranking ke 32 (Gambar 14.45)

Page 58: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 58

TABEL 14.43 PERSENTASE KEMISKINAN PROVINSI

WILAYAH NUSA TENGGARA TAHUN 2007-2011

PROVINSI TAHUN 2007 2008 2009 2010 2011

NTB 24,99 23,81 22,78 21,55 19,73 NTT 27,51 25,65 23,31 23,03 21,23 INDONESIA 16,58 15,42 14,15 13,33 12,49 Sumber : Badan Pusat Statistik

TABEL 14.44 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI

WILAYAH NUSA TENGGARA TAHUN 2006-2009

PROVINSI IPM Peringkat 2006 2007 2008 2009 2006 2007 2008 2009

Nusa Tenggara Barat 63,04 63,71 64,12 64,66 32 32 32 32 Nusa Tenggara Timur 64,83 65,36 66,15 66,60 31 31 31 31 NASIONAL 70,10 70,59 71,17 71,76 Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

7. Produksi padi di wilayah Nusa Tenggara selama periode 2009 – 2011 rata-rata mengalami pertumbuhan positif sebesar 4,16 persen. Peningkatan produksi padi di wilayah Nusa Tenggara pada tahun 2009 yaitu sebesar 6,42 persen, sedangkan untuk tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 5,98 persen. Penurunan pertumbuhan produksi padi di wilayah Nusa Tenggara tersebut terjadi di kedua provinsi di wilayah Nusa Tenggara, NTB dan NTT, masing-masing sebesar -5,15 persen dan -8,54 persen. Berdasar Angka Ramalan II BPS, peningkatan produksi padi di wilayah Nusa Tenggara pada tahun 2011 diperkirakan akan mencapai 12,03 persen, atau lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Perkembangan produksi padi wilayah Nusa Tenggara 2009 – 2011 (Tabel 14.45).

Page 59: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 59

TABEL 14.45 PERKEMBANGAN PRODUKSI PADI PROVINSI

DI WILAYAH NUSA TENGGARA 2009 – 2011

Uraian 2009 2010 2011*) Produksi (ton) Total Produksi 2.478.134 2.329.992 2.610.356 Nusa Tenggara Barat 1.870.775 1.774.499 2.024.086 Nusa Tenggara Timur 607.359 555.493 586.270 Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : * ) Angka Ramalan II, 14.6.3 Tindak Lanjut yang Diperlukan

Untuk mencapai arah kebijakan, serta tujuan dan sasaran pengembangan wilayah Nusa Tenggara, maka tindak lanjut yang diperlukan dalam pembangunan Wilayah Nusa Tenggara dijabarkan sebagai berikut:

1. Dalam mendukung upaya optimalisasi pengembangan sentra produksi komoditas unggulan, maka tindak lanjut yang perlu dilakukan yaitu: (a) mengintegrasikan MP3EI pada koridor ekonomi ekonomi Nusa Tenggara-Bali ke dalam rencana kerja pemerintah pusat dan daerah khususnya terkait tugas dan peran pemerintah; (b) mempercepat penyelesaian Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota di sepanjang koridor ekonomi Nusa Tenggara-Bali; (c) meningkatkan koordinasi pemerintah (pusat dan daerah) dan dunia usaha dalam mengatasi hambatan investasi di daerah. Selain itu, didukung pula dengan revitalisai peran KAPET sebagai KSN dan pusat pertumbuhan di wilayah Nusa Tenggara, yakni KAPET Bima (Provinsi NTB) dan KAPET Mbay (Provinsi NTT)

2. Dalam mendukung percepatan pembangunan Nusa Tenggara Timur, langkah-langkah yang diperlukan adalah (i)

Page 60: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 60

meningkatkan koordinasi lintas kementerian terkait pengembangan industri unggulan peternakan sapi potong, jagung, kakao, rumput laut, dan usaha garam rakyat; (ii) meningkatkan sinergi pusat dan daerah dalam pelaksanaan program dan kegiatan prioritas yang terkait langsung dengan upaya percepatan pembangunan Nusa Tenggara Timur; dan (iii) menetapkan mekanisme pemantauan dan evaluasi atas kemajuan pelaksanaan program dan kegiatan dalam kerangka percepatan NTT.

3. pengembangan PKN Mataram dan Kupang sebagai pusat industri pengolahan komoditas unggulan dan pariwisata, maka tindak lanjut yang perlu dilakukan yaitu: a. mengembangkan industri pengolahan rumput laut; b. mengembangkan industri pengolahan jagung; c. mengembangkan industri pengolahan kakao; d. mengembangkan industri pengolahan peternakan; d. mengembangkan industri pengolahan perikanan tangkap; dan (e) mengembangkan industri garam rakyat.

4. Dalam upaya meningkatkan pengelolaan batas wilayah dan kawasan perbatasan, perlu dilakukan upaya-upaya untuk mempercepat penuntasan segmen batas darat dan laut (Laut Teritorial dan ZEE) dengan Timor Leste, meningkatkan sarana dan prasarana pengamanan dan pelayanan lintas batas untuk mengatasi kegiatan illegal, meningkatkan aksesibilitas menuju kawasan perbatasan, meningkatkan pelayanan sosial dasar, serta mengoptimalkan Atambua, Kefamenanu, dan Kalabahi sebagai pusat pelayanan kawasan perbatasan dan pendorong pengembangan potensi unggulan kawasan.

14.7. PEMBANGUNAN WILAYAH MALUKU

14.7.1. Permasalahan yang Dihadapi

Permasalahan yang dihdapi dalam pembangunan Wilayah Maluku antara lain:

Page 61: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 61

1. Belum optimalnya pengembangan sektor dan komoditas unggulan. Hal ini ditunjukkan oleh belum optimalnya pengembangan industri pengolahan hasil laut di Provinsi Maluku, dan belum optimalnya penanganan industri pengolahan kelapa di Maluku Utara. Hal ini ditunjukkan pula oleh rendahnya akses terhadap infrastruktur pendukung ekonomi, khususnya akses terhadap jalan, akses terhadap pelabuhan, akses terhadap prasarana listrik, dan akses masyarakat terhadap prasarana dan sarana pos dan telematika.

2. Masih rendahnya pembangunan wilayah perbatasan, tertinggal dan pulau terpencil, dan kawasan bencana. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya ketersediaan sarana prasarana dan kualitas SDM di pulau-pulau kecil terluar, rendahnya jumlah dan menurunnya persentase kredit usaha kecil di Provinsi Maluku dan Maluku Utara, kurangnya akses penduduk terhadap sarana dan prasarana di Provinsi Maluku dan Maluku Utara, dan luasnya kawasan bencana.

3. Rendahnya Kualitas sumberdaya manusia. Hal ini berkaitan dengan rendahnya akses terhadap pendidikan dasar dan menengah, rendahnya status kesehatan dan gizi masyarakat, serta rendahnya pendapatan per kapita di Provinsi Maluku dan Maluku Utara.

4. Ketergantungan pasokan pangan dari luar wilayah sebagai konsekuensi menurunnya luas areal dan produksi tanaman pangan. Hal ini berkaitan dengan rendahnya luas panen dan produksi tanaman pangan di Provinsi Maluku Utara.

5. Tingginya kerawanan bencana berkaitan dengan posisi Wilayah Kepulauan Maluku yang berada pada jalur pergerakan lempeng bumi yang aktif.

14.7.2 Capaian Pembangunan Wilayah

Hasil-hasil yang dicapai dari pembangunan Wilayah Maluku antara lain:

Page 62: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 62

Laju pertumbuhan ekonomi Wilayah Maluku pada tahun 2010 meningkat dibandingkan pada tahun 2009, dan bahkan bertumbuh lebih pesat dari rata-rata nasional.

TABEL 14.46 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI

WILAYAH MALUKU ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000

TAHUN 2006 – 2010 (DALAM PERSEN)

Provinsi Tahun Rata-Rata 2006 2007 2008 2009*) 2010**)

Maluku 5.55 5.62 4.23 5.44 6.47 5.46 Maluku Utara 5.48 6.01 5.99 6.05 7.96 6.30 Jumlah 33 Provinsi 5.19 5.67 6.43 4.74 6.08 5.62 Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : * ) Angka sementara; **) Angka sangat sementara

1. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, PDRB perkapita wilayah Maluku terus mengalami peningkatan yang signifikan.

Perkembangan PDRB perkapita dengan migas Provinsi Maluku dan Maluku Utara dalam kurun lima tahun terakhir menunjukkan peningkatan setiap tahunnya, namun nilai PDRB per kapita Maluku dan Maluku Utara masih lebih rendah dibandingkan terhadap PDRB per kapita nasional dan jika dibandingkan antarprovinsi pendapatan per kapita di Provinsi Maluku relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan Maluku Utara (Tabel 14.47).

Page 63: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 63

TABEL 14.47 PDRB PER KAPITA DENGAN MIGAS PROVINSI ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000

TAHUN 2005-2009 (DALAM RIBU RUPIAH)

Tahun Maluku Maluku Utara 2004 2494 2438 2005 2577 2447 2006 2680 2540 2007 2791 2649

2008* 2867 2762 2009** 2981 2882

Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : * ) Angka sementara; **) Angka sangat sementara

2. Peran Wilayah Maluku dalam perekonomian nasional masih relatif kecil dan relatif tidak berubah. Namun demikian dalam dua tahun terakhir mulai terlihat peningkatan minat investasi di wilayah Maluku.

TABEL 14.48 KONTRIBUSI EKONOMI PROVINSI TERHADAP NASIONAL

WILAYAH MALUKU ATAS DASAR HARGA BERLAKU

TAHUN 2005-2010 (DALAM PERSEN)

Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009*) 2010**) Maluku 0.17 0.16 0.16 0.15 0.15 0.15 Maluku Utara 0.10 0.09 0.09 0.09 0.10 0.10 Wilayah Maluku 0.27 0.25 0.25 0.24 0.25 0.25 Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : * ) Angka sementara; **) Angka sangat sementara

Page 64: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 64

Nilai investasi PMA di wilayah Maluku tahun 2010 lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya, investasi tahun 2010 di Provinsi Maluku tercatat sebesar 2,9 juta US$ dan di Maluku Utara sebesar 246 juta US$. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir nilai investasi di wilayah Kepulauan Maluku sangat rendah dibandingkan terhadap provinsi-provinsi lainnya, khusunya provinsi di wilayah Sumatera, Jawa-Bali.

TABEL 14.49 PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA PROVINSI

DI WILAYAH MALUKU TAHUN 2006-2010

(DALAM JUTA US$) Provinsi Nilai Investasi Jumlah Proyek

2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 Maluku 20.0 - - - 2.9 1 - - - 5 Maluku Utara - - - 5.9 246 - - - 2 3

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2010

4. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di wilayah Maluku menunjukkan tren menurun, dengan perkembangan terakhir (Februari 2011) sebesar 6,86 persen, sedikit lebih tinggi dibanding TPT nasional (6,80 persen). Sementara itu, perkembangan jumlah pengangguran terbuka di wilayah Maluku dalam kurun waktu 2007-2011 cenderung menurun setiap tahun, dengan rata-rata penurunan sebesar 7,35 persen. Konsentrasi pengangguran terbuka dari tahun 2007 sampai tahun 2011 sebagian besar berada di Provinsi Maluku sebesar 66,59 persen, sementara di Provinsi Maluku Utara sebesar 33,41. Sementara itu, Tingkat pengangguran Terbuka pada tahun 2011 tertinggi berada di Provinsi Maluku sebesar 7,72 persen, dan Maluku Utara sebesar 5,62 persen (Tabel 14.50)

Page 65: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 65

TABEL 14.50 JUMLAH PENGANGGURAN TERBUKA PROVINSI

WILAYAH MALUKU TAHUN 2007 – 2011

Provinsi TAHUN

2007 2008 2.009 2010 2011

Maluku 76.443 61.231 61.194 57.041 53.490 Maluku Utara 33.768 29.338 29.117 25.451 26.836 MALUKU 110.211 90.569 90.311 82.492 80.326

• Perubahan (Jiwa) -19.642 -258 -7.819 -2.166

• Perubahan (%) - 17,82 - 0,28 - 8,66 -2,63

• TPT 11,77 9,32 8,77 7,88 6,86 NASIONAL 9,75 8,61 8,14 7,41 6,80

Sumber: Badan Pusat Statistik

5. Tingkat Kemiskinan di wilayah Maluku dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (tahun 2007—2011) menunjukkan tren menurun, namun penduduk miskin terkonsentrasi di Provinsi Maluku.Tingkat kemiskinan di Provinsi Maluku sebesar 23,00 persen, sementara di Provinsi Maluku Utara sebesar 9,18 persen

6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) wilayah Maluku menunjukkan tren meningkat, namun masih berada di bawah IPM nasional. IPM di Provinsi Maluku sebesar 70,96 persen dengan ranking ke 19 dari 33 provinsi, sementara di Provinsi Maluku Utara sebesar 68,63 dengan ranking ke 29.

Page 66: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 66

TABEL 14.51 PERSENTASE KEMISKINAN PROVINSI

WILAYAH MALUKU TAHUN 2007—2011

PROVINSI TAHUN 2007 2008 2009 2010 2011

Maluku 31,14 29,66 28,23 27,74 23,00 Maluku Utara 11,97 11,28 10,36 9,42 9,18 INDONESIA 16,58 15,42 14,15 13,33 12,49 Sumber : Badan Pusat Statistik

TABEL 14.52 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI

WILAYAH MALUKU TAHUN 2006-2009

PROVINSI IPM Peringkat 2006 2007 2008 2009 2006 2007 2008 2009

Maluku 69,69 69,96 70,38 70,96 17 18 19 19 Maluku Utara 67,51 67,82 68,18 68,63 27 27 28 29 NASIONAL 70,10 70,59 71,17 71,76

Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

7. Produksi padi di wilayah Maluku selama periode 2009 – 2011 rata-rata mengalami pertumbuhan positif sebesar 2,42 persen. Peningkatan produksi padi di wilayah Maluku pada tahun 2009 yaitu sebesar 6,83 persen, sedangkan untuk pada tahun 2010 lebih rendah, yaitu meningkat sebesar 1,75 persen. Penurunan peningkatan produksi padi tersebut hanya terjadi di Provinsi Maluku, namun karena share produksi padi Provinsi Maluku terhadap wilayah Maluku cukup besar, sehingga pengaruh penurunan tersebut cukup signifikan. Untuk tahun 2011, berdasar Angka Ramalan II BPS, produksi padi di wilayah Maluku diperkirakan akan mengalami penurunan

Page 67: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 67

sebesar 1,31 persen, atau lebih rendah dari tahun sebelumnya. Perkembangan produksi padi wilayah Maluku 2009 – 2011 (Tabel 14.53).

TABEL 14.53 PERKEMBANGAN PRODUKSI PADI PROVINSI

WILAYAH MALUKU TAHUN 2009 – 2011

Uraian 2009 2010 2011*) Produksi (ton) Total Produksi 136.128 138.510 136.695 Maluku 89.875 83.109 77.958 Maluku Utara 46.253 55.401 58.737 Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : * ) Angka Ramalan II

14.7.3. Tindak Lanjut yang Diperlukan Untuk mencapai arah kebijakan, serta tujuan dan sasaran

pengembangan wilayah Maluku, maka beberapa tindak lanjut yang diperlukan dalam pengembangan Wilayah Maluku dijabarkan sebagai berikut:

1. Dalam mendukung pengembangan sentra produksi komoditas unggulan, maka tindak lanjut yang perlu dilakukan yaitu:

a. Mengintegrasikan MP3EI untuk koridor Maluku-Papua ke dalam perencanaan tahunan di pusat dan daerah;

b. Memperjelas pembagian peran antara pemerintah pusat dan daerah dalam mendukung pengembangan koridor ekonomi Maluku-Papua;

c. Meningkatkan koordinasi dan konsultasi antara pemerintah dan dunia usaha di tingkat wilayah.

2. Dalam upaya meningkatkan pembangunan kawasan perbatasan, perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan

Page 68: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 68

aksesibilitas menuju pulau-pulau kecil terluar, meningkatkan pelayanan sosial dasar, serta mengoptimalkan fungsi Daruba, Dobo, Ilwaki, dan Saumlaki sebagai pusat pelayanan kawasan perbatasan dan pendorong pertumbuhan ekonomi kawasan.

3. Dalam pengembangan Wilayah Maluku sebagai kawasan yang rawan bencana alam, akan ditindak lanjuti melalui pengintegrasian pengurangan risiko bencana dalam perencanaan pembangunan daerah, dengan upaya-upaya: a) peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana dan peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana, melalui pendidikan dan pelatihan kebencanaan secara berkala dan berkelanjutan; b) pengurangan faktor-faktor penyebab risiko bencana, termasuk pengendalian pemanfaatan ruang dan pelaksanaan penataan ruang berbasis mitigasi bencana; dan c) penyediaan infrastruktur dan pengembangan sistem peringatan dini (early warning system) bencana dengan memperhatikan karakteristik ancaman bencana di daerah bersangkutan.

14.8. PEMBANGUNAN WILAYAH PAPUA

14.8.1. Permasalahan yang Dihadapi

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan wilayah Papua antara lain:

1. Belum optimalnya pengembangan sektor dan komoditas unggulan. Hal ini berkaitan dengan belum optimalnya sektor dan komoditas unggulan pertambangan, perikanan laut dan perkebunan yang ditunjukkan dengan belum optimalnya industri unggulan kakao dan kopi sebagai motor penggerak perekonomian di Provinsi Papua serta industri unggulan hasil laut sebagai penggerak perekonomian Provinsi Papua Barat

2. Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan dan daerah tertinggal. Hal ini berkaitan dengan

Page 69: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 69

rendahnya ketersediaan infrastruktur dan fasilitas penunjang di daerah pedalaman, tertinggal, dan perbatasan.

3. Belum optimalnya tata pemerintahan yang baik dalam koridor otonomi khusus. Hal ini ditunjukkan oleh belum terimplementasikannya UU Otonomi Khusus secara menyeluruh di Provinsi Papua dan Papua Barat, termasuk belum diterbitkannya Perdasi dan Perdasus sebagai penjabaran Undang-Undang Otonomi Daerah Khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat..

4. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan tingginya persentase kemiskinan. Rendahnya kualitas manusia merupakan konsekuensi rendahnya dan tidak meratanya akses terhadap pendidikan dasar dan menengah, rendahnya status kesehatan dan gizi masyarakat, serta tidak meratanya pendapatan per kapita. Hal ini juga ditunjukkan oleh tingginya kemiskinan di perdesaan dan pedalaman serta rendahnya akses terhadap pendidikan dasar dan menengah di Provinsi Papua dan Papua Barat.

5. Tingginya prevalensi kesakitan HIV/AIDS. Hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya kasus AIDS/HIV di perkotaan dan perdesaan di wilayah Papua.

6. Meningkatnya kebutuhan ketahanan pangan. Hal ini dikarenakan masih rendahnya luas panen dan produksi tanaman pangan di Provinsi Papua dan Papua Barat serta sulitnyua distribusi barang intrawilayah.

7. Tingginya potensi bencana alam di wilayah Papua, khususnya gempa bumi.

14.8.2. Capaian Pembangunan Wilayah

Hasil-hasil yang dicapai dari pembangunan Wilayah Papua antara lain: 1. Pada tahun 2010 kinerja perekonomian di Papua Barat

bertumbuh pesat sementara di Papua justru mengalami kontraksi.

Page 70: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 70

TABEL 14.54

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI WILAYAH PAPUA

ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000 TAHUN 2006—2010 (DALAM PERSEN)

Provinsi Tahun Rata-Rata 2006 2007 2008 2009*) 2010**)

Papua Barat 4.55 6.95 7.84 7.02 26.82 10.64 Papua -17.14 4.34 -1.40 22.74 -2.65 1.18 Jumlah 33 Provinsi 5.19 5.67 6.43 4.74 6.08 5.62

Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : * ) Angka sementara; **) Angka sangat sementara 2. Kontribusi wilayah Papua terhadap perekonomian nasional

dari tahun 2005-2010 cenderung meningkat, khususnya peran Provinsi Papua Barat.

Kontribusi perekonomian wilayah Papua terhadap pembentukan PDB nasional tahun 2010 sebesar 2,02 persen (Tabel 14.55). Sementara untuk perkembangan PDRB perkapita dengan migas Provinsi Papua dan Papua Barat dalam kurun lima tahun terakhir menunjukkan peningkatan setiap tahunnya, namun nilai PDRB per kapita Papua dan Papua Barat Utara masih lebih rendah dibandingkan terhadap PDRB per kapita nasional dan jika dibandingkan antarprovinsi pendapatan per kapita di Provinsi Papua relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan Papua Barat (Tabel 14.56).

Page 71: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 71

TABEL 14.55 KONTRIBUSI EKONOMI PROVINSI TERHADAP NASIONAL

WILAYAH PAPUA ATAS DASAR HARGA BERLAKU

TAHUN 2005-2010 (DALAM PERSEN)

Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009*) 2010**) Papua Barat 0.30 0.29 0.29 0.33 0.37 0.43 Papua 1.63 1.50 1.57 1.44 1.67 1.69 Wilayah Papua 1.93 1.79 1.86 1.77 2.04 2.02 Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : * ) Angka sementara; **) Angka sangat sementara

TABEL 14.56 PDRB PER KAPITA DENGAN MIGAS PROVINSI

WILAYAH PAPUA ATAS DASAR HARGA KONSTAN TAHUN 2000

TAHUN 2005-2009 (DALAM RIBU RUPIAH)

Tahun Papua Barat Papua 2004 7735 8690 2005 7712 11479 2006 7903 9318 2007 8288 9526 2008* 8725 9264 2009** 9099 10931 Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : * ) Angka sementara; **) Angka sangat sementara

Page 72: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 72

Nilai investasi PMA di wilayah Papua tahun 2010 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya khususnya di Papua. Sementara untuk nilai investasi PMDN tahun 2010 hanya mencapai sebesar 178 miliar rupiah di Provinsi Papua dan 51,3 miliar rupiah di Papua Barat. Perkembangan nilai investasi di wilayah Papua dalam empat tahun terakhir relatif rendah jika dibandingkan terhadap nilai investasi provinsi-provinsi lainnya, khususnya provinsi di wilayah Sumatera dan Jawa-Bali.

TABEL 14.57

PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA PROVINSI WILAYAH PAPUA TAHUN 2007-2010

(DALAM JUTA US$) Provinsi Nilai Investasi Jumlah Proyek

2007 2008 2009 2010 2007 2008 2009 2010

Papua 0,4 17,8 1,8 329,6 1 2 2 17 Papua Barat 2,0 0,9 1,0 17,2 1 2 1 10 Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2010

TABEL 14.58 PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMDN PROVINSI

WILAYAH PAPUA TAHUN 2007-2010

(DALAM MILIAR RUPIAH) Provinsi Jumlah Proyek Nilai Investasi

2007 2008 2009 2010 2007 2008 2009 2010 Papua 7 178 Papua Barat - - - 1 - - - 51,3 Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2010

Page 73: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 73

3. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di wilayah Papua menunjukkan tren menurun, dengan perkembangan terakhir (Februari 2011) sebesar 4,59 persen, lebih rendah dibanding TPT nasional (6,80 persen). Sementara itu, perkembangan jumlah pengangguran terbuka di wilayah Papua dalam kurun waktu 2007-2011 cenderung fluktuatif, dengan rata-rata cenderung meningkat sebesar 1,14 persen.

Konsentrasi pengangguran terbuka dari tahun 2007 sampai tahun 2011 sebagian besar berada di Provinsi Papua sebesar 65,55 persen, sementara di Provinsi Papua Barat sebesar 34,45 persen. Sementara itu, Tingkat pengangguran Terbuka pada tahun 2011 tertinggi berada di Provinsi Papua Barat sebesar 8,28 persen (lebih tinggi dari TPT nasional), sementara di Provinsi Papua sebesar 3,72 persen (Tabel. 14. 64)

TABEL 14.59 JUMLAH PENGANGGURAN PROVINSI

WILAYAH PAPUA TAHUN 2007—2011

Provinsi TAHUN

2007 2008 2.009 2010 2011

Papua Barat * 31.073 32.000 27.864 28.559 30.422 Papua 55.121 51.129 45.023 47.567 57.882 PAPUA 86.194 83.129 72.887 76.126 88.304

• Perubahan (Jiwa) -3.065 -10.242 3.239 12.178

• Perubahan (%) - 3,56 - 12,32 4,44 16,00

• TPT 6,61 5,95 5,02 4,96 4,59 NASIONAL 9,75 8,61 8,14 7,41 6,80

Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

4. Tingkat Kemiskinan di wilayah Papua dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (tahun 2007—2011) menunjukkan tren menurun, namun masih merupakan wilayah dengan tingkat kemiskinan

Page 74: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 74

tertinggi di Indonesia. Tingkat kemiskinan di Provinsi Papua sebesar 31,98 persen, sementara di Provinsi Papua Barat sebesar 31,92 persen.

5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) wilayah Papua menunjukkan tren meningkat, namun masih jauh tertinggal di banding provinsi lain di Indonesia. IPM di Provinsi Papua Barat sebesar 68,58 dengan ranking ke 30 dari 33 provinsi, dan IPM di Provinsi Papua sebesar 64,53 dan menjadi ranking terakhir (ke 33) dari perbandingan IPM antar provinsi di Indonesia.

TABEL 14.60

PERSENTASE KEMISKINAN PROVINSI WILAYAH PAPUA TAHUN 2007—2011

PROVINSI TAHUN 2007 2008 2009 2010 2011

Papua Barat 39,31 35,12 35,71 34,88 31,92 Papua 40,78 37,08 37,53 36,80 31,98 INDONESIA 16,58 15,42 14,15 13,33 12,49

Sumber : Badan Pusat Statistik

TABEL 14.61

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI WILAYAH PAPUA TAHUN 2006—2009

PROVINSI IPM Peringkat 2006 2007 2008 2009 2006 2007 2008 2009

Papua Barat 66,08 67,28 67,95 68,58 30 30 30 30 Papua 62,75 63,41 64,00 64,53 33 33 33 33 NASIONAL 70,10 70,59 71,17 71,76

Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

Page 75: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 75

6. Produksi padi di wilayah Papua selama periode 2009 – 2011 rata-rata mengalami pertumbuhan positif sebesar 5,29 persen. Peningkatan produksi padi di wilayah Papua pada tahun 2009 yaitu sebesar 8,19 persen, sedangkan pada tahun 2010 lebih rendah, yaitu meningkat sebesar 1,01 persen. Penurunan peningkatan produksi padi di wilayah Papua tersebut, terjadi di seluruh provinsi. Untuk tahun 2011, berdasar Angka Ramalan II BPS, peningkatan produksi padi di wilayah Papua diperkirakan akan mencapai 6,67 persen, atau lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Perkembangan produksi padi wilayah Papua 2009 – 2011 (Tabel 14.62).

TABEL 14.62 PERKEMBANGAN PRODUKSI PADI PROVINSI

WILAYAH PAPUA TAHUN 2009 – 2011

Uraian 2009 2010 2011*) Produksi (ton) Total Produksi 135.496 136.864 145.992 Papua 98.511 102.610 112.297 Papua Barat 36.985 34.254 33.695 Sumber : Badan Pusat Statistik Keterangan : * ) Angka Ramalan II 14.8.3. Tindak Lanjut yang Diperlukan

Untuk mencapai arah kebijakan, serta tujuan dan sasaran pengembangan Wilayah Papua, maka tindak lanjut yang diperlukan dalam pengembangan Wilayah Papua adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan pengendalian dan pemantauan pelaksanaan Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat.

2. Mengintegrasikan MP3EI khususnya rencana pengembangan koridor ekonomi Papua-Maluku ke dalam rencana kerja

Page 76: BAB 14-edited Pembangunan Berdimensi Kewilayahan · Indonesia tahun 2010 menunjukkan ketidakseimbangan distribusi ... dan penyusunan berbagai peraturan pendukung diantaranya RPP tentang

14 - 76

pemerintah pusat dan daerah, khususnya yang menyangkut tugas dan peran pemerintah.

3. Mempercepat penyelesaian Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota di sepanjang koridor ekonomi Papua-Maluku.

4. Meningkatkan koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan dunia usaha dalam penanganan hambatan investasi di daerah.

5. Dalam mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka tindak lanjut yang perlu dilakukan yaitu: a. meningkatkan akses pelayanan pendidikan dan keterampilan kerja; b. meningkatkan akses pelayanan kesehatan.

6. Dalam mendukung pengembangan sektor dan komoditas unggulan, maka tindak lanjut yang perlu dilakukan yaitu: a. mengembangkan sentra produksi pertanian (Papua); b. mengembangkan sentra produksi perikanan laut (Papua Barat); c. mengembangkan industri pengolahan perikanan laut (Papua Barat); d. mengembangkan potensi wisata bahari Raja Ampat dan wisata budaya.