60
BAB I PENDAHULUAN B. Latar Belakang Masalah Menuntut ilmu merupakan hak dan kewajiban setiap orang yang harus berlanjut dari buaian hingga liang lahat, sehingga semua ilmu harus dipelajari, dipahami dan dimengerti serta diamalkan. Walaupun dengan mengetahui sedikit saja, tetapi tetap harus ada satu bidang yang sangat dikuasai. Matematika menempati posisi utama dibandingkan dengan bidang lainnya. Matematika merupakan bahasa pengetahuan dan matematika berguna disegala area kehidupan manusia dari tingkat kehidupan manusia yang sangat sederhana seperti permainan jual beli yang dilakukan anak-anak hingga tingkat kehidupan yang sulit dan rumit dalam bidang industri, dan teknologi. Makin bertambah kompleksnya permasalahan yang timbul dalam kehidupan, kegunaan matematika semakin berkembang dengan sangat mengesankan, oleh 1

BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

BAB I

PENDAHULUAN

B. Latar Belakang Masalah

Menuntut ilmu merupakan hak dan kewajiban setiap orang yang harus

berlanjut dari buaian hingga liang lahat, sehingga semua ilmu harus dipelajari,

dipahami dan dimengerti serta diamalkan. Walaupun dengan mengetahui

sedikit saja, tetapi tetap harus ada satu bidang yang sangat dikuasai.

Matematika menempati posisi utama dibandingkan dengan bidang

lainnya. Matematika merupakan bahasa pengetahuan dan matematika berguna

disegala area kehidupan manusia dari tingkat kehidupan manusia yang sangat

sederhana seperti permainan jual beli yang dilakukan anak-anak hingga

tingkat kehidupan yang sulit dan rumit dalam bidang industri, dan teknologi.

Makin bertambah kompleksnya permasalahan yang timbul dalam kehidupan,

kegunaan matematika semakin berkembang dengan sangat mengesankan, oleh

karena itu pada masyarakat umumnya kemampuan matematika dasar menjadi

sangat penting. Sebab orang-orang yang memiliki intelegensi yang cukup

tinggi sebagian besar yaitu orang-orang yang memahami matematika.

Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh pendapat dari Morris Kline yang

menyatakan “kiranya tak diragukan lagi bahwa matematika merupakan salah

satu puncak kegemilangan intelektual”2

2 Jujun S.Suriasumantri “Ilmu perspektif Sebuah Kumpulan Tentang Hakekat Ilmu”, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1997), h. 172

1

Page 2: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

Matematika menjadi mata pelajaran yang tersedia mulai dari taman

kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Anak-anak balita yang menempuh

pendidikan di taman kanak-kanak mulai diperkenalkan konsep-konsep dasar

matematika seperti pengenalan himpunan, konsep angka, penjumlahan,

pengurangan. Siswa sekolah dasar mulai diajarkan materi yang lebih tinggi

lagi, dan mulai diajak berfikir abstrak dan berlogika serta berfikir ilmiah

dalam taraf yang sederhana dan mudah. Tahapan belajar matematika ini

berlanjut sampai ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu, SMP, SMA,

dan perguruan tinggi. Materi yang diajarkan juga sudah mencapai taraf tinggi

pula. Bila saat di SD penekanannya pada aritmetika (penjumlahan,

pengurangan, perkalian dan pembagian), geometri dan aljabar sederhana,

maka pada jenjang pendidikan yang lebih lanjut semakin berkembang dan

materi yang diperkenalkan semakin kompleks.

Matematika menjadi sangat penting dan harus diajarkan semua jenjang

pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari kegunaannya yang sangat bermanfaat

bagi kehidupan manusia diperjalanan kehidupannya. Hingga saat ini masih

beredar pandangan bahwa anak dikatakan cerdas bila ia menguasai pelajaran

matematika. Bahkan, ada pandangan sebagian orang tua dan guru yang apabila

anak dan peserta didiknya memperoleh nilai kurang bagus dalam mata

pelajaran matematika, maka mereka menganggap anak dan peserta didiknya

belum berhasil dalam belajar. Ada juga sebagian orang tua hanya sekedar

menanyakan ranking tanpa melakukan bimbingan lebih lanjut seperti

2

Page 3: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

memberikan les tambahan pada bidang yang kurang dikuasai oleh anak

tersebut.

Karena pengalaman-pengalaman subjektif terhadap matematika ini

sangat membekas, sejalan dengan prinsip avoidance learning (menghindari

pembelajaran) sebagian siswa mengalami kecemasan saat akan melakukan

kontak dengan matematika, baik saat ada Pekerjaan Rumah (PR), pelajaran,

mengerjakan tugas di depan kelas dan pada saat ulangan. Kecemasan timbul

akibat sulit dipahaminya materi matematika dan juga antisipasi prestasi yang

kurang bagus. Bahkan sebagian ada yang tidak jelas apa yang dicemaskannya.

Prestasi belajar matematika sebagai ukuran penentu keberhasilan

belajar siswa yaitu dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain kemampuan

siswa, minat siswa, perhatian siswa terhadap mata pelajaran, dan kecemasan

yang dialami berkaitan dengan mata pelajaran tersebut.

Siswa yang mempunyai keinginan berprestasi bagus tidak mudah

menempuhnya. Banyak faktor yang dapat menunjang keberhasilan belajar.

Nana Syaodih menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi belajar , (a)

faktor dari dalam diri siswa , dan (b) faktor lingkungan.3

Faktor yang berasal dari dalam diri siswa biasanya berkaitan dengan

kepercayaan diri dan pengendalian emosi (kecemasan) siswa bila sedang

menghadapi suatu pelajaran yang tidak disenanginya serta motivasi yang

berasal dari dalam diri siswa yang merupakan dorongan dan keinginan dari

dalam diri siswa untuk belajar matematika dengan baik. Selain itu kondisi

3 Nana Syaodih S. “Landasan Psikologi Proses Pendidikan”, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2007) h. 162.

3

Page 4: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

intelektual juga berpengaruh terhadap keberhasilan belajar. Kondisi intelektual

ini menyangkut kecerdasan, bakat, dan penguasaan siswa akan pengetahuan

pelajaran matematika. Kemudian faktor lingkungan biasanya mencakup

sekolah yang terdiri atas teman-teman dan kodisi belajar serta motivasi guru

terhadap siswa agar lebih bersemangat untuk mengikuti pelajaran, rumah yang

terdiri dari situasi dan kondisi rumah serta dorongan orang tua terhadap

anaknya harus sesuai dengan keinginannya, dan lingkungan masyarakat juga

berpengaruh terhadap semangat dan aktivitas belajar siswa, di mana warganya

memiliki latar belakang pendidikan yang cukup, misalnya terdapat lembaga-

lembaga pendidikan dan sumber belajar didalamnya akan memberikan

pengaruh positif terhadap semangat serta perkembangan belajar generasi.

Siswa yang mengalami kecemasan terhadap matematika tidak bisa

didiamkan saja tanpa memberikan bantuan kepada siswa untuk mengatasi

keadaannya itu. Sebagian guru ada yang memberikan bimbingan lebih lanjut

dengan melakukan pendekatan kepada siswa agar siswa tidak merasa cemas

bila menghadapi pelajaran matematika, selain itu juga ada sebagian guru yang

menciptakan suasana belajar menjadi tidak membosankan, juga dalam

memyampaikan materi guru tersebut tidak berbelit-belit.

Menurut Linda L. Davidoff ada beberapa teknik untuk membantu siswa mengatasi kecemasannya, yaitu : (a) memberikan bimbingan untuk meningkatkan perasaan pengendalian emosi pada diri siswa, (b) melakukan kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan, (c) penggunaan materi pelajaran yang tepat dan konkrit agar siswa mengerti konsep matematika.4

C. Identifikasi Masalah

4 Linda L. Davidoff, “Psikologi Suatu Pengantar”, (Jakarta : Erlangga, 1988), h. 61-62

4

Page 5: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

Berdasarkan uraian di atas terdapat beberapa masalah yang dapat

diidentifikasi antara lain :

1. Mengapa matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit oleh siswa?

2. Mengapa matematika merupakan mata pelajaran yang penting bagi siswa?

3. Apakah penyebab timbulnya kecemasan pada diri siswa bila menghadapi

pelajaran matematika?

4. Bagaimana cara mengatasi kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran

matematika?

5. Apakah terdapat hubungan antara kecemasan siswa dalam menghadapi

pelajaran matematika dengan hasil belajar matematika siswa?

D. Pembatasan Masalah

Untuk mendapatkan hasil belajar matematika yang tinggi salah satu

diantaranya adalah mengurangi tingkat kecemasan siswa terhadap pelajaran

matematika. Banyaknya hal-hal yang diperlukan dalam mengatasi kecemasan

siswa,maka pembahasan ini dibatasi dalam hal :

1. Kecemasan siswa dibatasi pada ketidaksukaan siswa terhadap pelajaran

matematika serta ketidakpercayaan pada diri siswa dibidang matematika.

Sehingga kecemasan juga dapat menimbulkan reaksi fisik yang meliputi,

telapak tangan berkeringat, otot tegang, jantung berdegup kencang, pipi

merona, pusing-pusing.

2. Hasil belajar siswa dibatasi pada perolehan tes hasil belajar dalam

penguasaan mata pelajaran matematika khususnya pada pokok bahasan

5

Page 6: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

faktorisasi suku aljabar. Faktorisasi suku aljabar ini meliputi pengertian

suku satu, suku dua, dan suku tiga dalam variabel, operasi pada bentuk

aljabar, dan pemfaktoran.

E. Perumusan Masalah

Sesuai dengan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas,

maka yang menjadi perumusan masalah adalah sebagai berikut :

“ Apakah terdapat hubungan antara kecemasan siswa dalam menghadapi

pelajaran matematika dengan hasil belajar matematika siswa ? “

F. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Khusus Penelitian

Ditinjau dari perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara kecemasan siswa dalam

menghadapi pelajaran matematika dengan hasil belajar matematika siswa

tersebut.

2. Tujuan Umum Penelitian

a. Mengidentifikasi besarnya kecemasan siswa dalam menghadapi

pelajaran matematika.

b. Mengidentifikasi tinggi rendahnya hasil belajar matematika siswa.

Semakin tinggi hasil belajar matematikanya, berarti tingkat

kecemasannya rendah. Sebaliknya, semakin rendah hasil belajar

matematikanya, berati tingkat kecemasannya tinggi.

6

Page 7: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

c. Membandingkan antara kecemasan siswa dengan hasil belajar

matematikanya.

G. Manfaat Hasil Penelitian

Sedangkan manfaat penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut :

1. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman menerapkan ilmu yang diperoleh dari fakultas

keguruan khususnya pada jurusan matematika serta menambah wawasan

dan pengetahuan dalam bidang matematika.

2. Bagi Jurusan Matematika

Menambah kepustakaan dalam hal penelitian dibidang pendidikan

khususnya matematika.

3. Bagi Guru Matematika

Dapat mengetahui tingkat kecemasan siswa bila menghadapi pelajaran

matematika sekaligus untuk mengoreksi sejauh mana kekurangan guru

tersebut dalam memberikan materi-materi yang diajarkan.

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESA

7

Page 8: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

A. Kajian Teori

2. Kecemasan

Bila seseorang dihadapkan kepada sesuatu, dan hal itu dapat

menyebabkan seseorang merasa takut, atau setidaknya dapat menimbulkan hal

yang tidak menyenangkan dalam dirinya maka dia dikatakan mengalami

kecemasan, baik dalam taraf rendah maupun taraf tinggi. Seringnya

mendengar kecemasan sehingga setiap dihadapkan terhadap sesuatu yang

menimbulkan rasa tidak menyenangkan yang dapat mempengaruhi emosi dan

fisiologis maka disebut cemas.

Secara garis besar biasanya individu yang mengalami kecemasan dapat

menimbulkan bermacam reaksi diantaranya yaitu timbul rasa was-was,

khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, gugup, tegang, dan

telapak tangan berkeringat. Bahkan jika kecemasan itu sedang terjadi, perilaku

siswa ada yang mau menghadapi pelajaran tersebut, namun tidak sedikit pula

yang menghindarinya.

Nana Syaodih S. menyatakan “kecemasan dan kekhawatiran memiliki nilai positif, asalkan intensitasnya tidak begitu kuat, sebab kecemasan dan kekhawatiran yang ringan dapat merupakan motivasi. Kecemasan dan kekhawatiran yang sangat kuat bersifat negatif, sebab dapat menimbulkan gangguan baik secara psikis maupun fisik”.5

5 Nana Syaodih S. “Landasan Psikologi Proses Pendidikan”, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2007) h. 84.

8

Page 9: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

Menunjukkan bahwa kecemasan tidak semuanya memiliki nilai negatif

tetapi juga bisa bernilai positif. Kecemasan yang bernilai positif biasanya

kecemasan yang bisa meningkatkan semangat yang tinggi untuk mencapai

hasil yang memuaskan. Seseorang yang merasa cemas terhadap sesuatu,

biasanya tidak bisa mengharapkan pertolongan dari orang lain, sehingga untuk

mencapai hasil yang memuaskan, seseorang harus berjuang sendiri tanpa

bantuan orang lain. Namun lain halnya jika kecemasan itu memilki nilai

negatif. Kecemasan yang berlebihan dapat menimbulkan kepanikan, sehingga

dalam mengerjakan sesuatu tidak difikirkan secara matang dan hasil yang

dicapainyapun tidak sesuai dengan apa yang diinginkan.

W.F Maramis mendefinisikan kecemasan sebagai “ketegangan, rasa tak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui”.6

Jadi penelitian ini menyimpulkan bahwa kecemasan merupakan bagian

dari perasaan emosi. Ketika perasaan cemas itu muncul, maka apa yang

dirasakannya berbaur menjadi perasaan yang tidak menyenangkan, dan

perasaan yang tidak menyenangkan biasanya meliputi perasaan tegang,

khawatir, gugup, panik, dsb.

3. Kecemasan Terhadap Matematika

Setiap kali kita mendengar kata matematika biasanya yang terfikir

dalam benak adalah suatu pelajaran yang menyulitkan, menegangkan, dan

tidak disukai oleh sebagian besar siswa, khususnya mereka yang kurang

6 W.F. Maramis, “Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa”, (Surabaya : Airlangga University Press, 1998), h. 745.

9

Page 10: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

memahami pelajaran matematika. Apalagi setiap kali diminta untuk

menyelesaikan soal-soal matematika, mereka tidak bisa menyelesaikannya,

sehingga menimbulkan rasa tidak percaya diri terhadap pelajaran matematika.

Sebagian siswa yang mengalami kecemasan terhadap pelajaran matematika

biasanya mereka akan berusaha menghindari pelajaran tersebut, karena

mereka takut diminta untuk mengerjakan soal-soal matematika, hal inilah

yang disebut sebagai kecemasan terhadap matematika.

Mathison menyatakan “Kecemasan terhadap matematika adalah sebagai ketakutan yang dapat berasal dari kegelisahan sederhana yang diasosiasikan dengan operasional angka-angka sampai meninggalkan mata pelajaran matematika secara total dan meninggalkan kelas matematika”.7

Siswa yang merasa cemas bila menghadapi pelajaran matematika

biasanya sebagian ada yang sampai meninggalkan pelajaran matematika,

misalnya mencari berbagai macam alasan untuk tidak mengikuti pelajaran

matematika. Hal ini disebabkan karena mereka merasa takut bila diminta

untuk mengerjakan soal-soal matematika oleh gurunya, sehingga setiap kali

akan menghadapi pelajaran matematika, siswa sudah merasa cemas.

Pendapat Mathison juga didukung oleh Richardson dan Suinn yang mendefinisikan “Kecemasan terhadap matematika sebagai perasaan ketegangan dan kecemasan bercampur dengan manipulasi angka-angka pemecahan masalah-masalah matematika”.8

Berdasarkan pendapat-pendapat tentang kecemasan terhadap

matematika, maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan terhadap matematika

mencakup perasaan tegang, tidak suka kepada matematika dan tidak percaya

7 Debora Couch-Kuchey, “Math anxiety in Pre-Service Elementary Teachers”, (Ohio :Universiyy of Cincinnati, 1994), Terjemahan (Jakarta : Erlangga, 1996), h. 202

8 Ibid.

10

Page 11: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

diri pada kemampuan dibidang matematika. Mereka yang cemas terhadap

matematika sebenarnya kecemasannya tidak lebih dari kecemasan terhadap

perolehan hasil ulangan matematika. Kecemasan terhadap matematika

biasanya disamakan dengan ketidakpercayaan dalam belajar matematika.

Siswa yang menganggap matematika sulit dan menyeramkan timbul

karena siswa tidak yakin dengan kemampuannya, sikap, pengharapan,

informasi pelajaran yang didapat, pengkondisian sejak kecil misalnya selalu

dipaksakan oleh orang tua untuk belajar matematika dan harus mendapat nilai

bagus, adanya pengalaman yang menimbulkan kecemasan, atau karena adanya

konflik mental yang dialami oleh individu dalam hal memilih mata pelajaran

yang disukai, tetapi tidak sesuai dengan harapan atau keinginannya. Rasa

cemas pada suatu mata pelajaran, khususnya mata pelajaran matematika dapat

timbul pada semua siswa sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah, dan

permasalahan itu dapat membuat konsentrasi menjadi terpecah, sehingga

hasilnya pun tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

W.S Winkel membagi atau menyebutkan beberapa permasalahan yang ditimbulkan oleh rasa cemas, yaitu : (a) Kecemasan menjadi penyebab atau akibat dari hasil belajar yang kurang memuaskan. (b) Kecemasan yang terlalu mendalam dapat menghambat siswa dalam mempelajari materi yang baru. (c) Siswa yang merasa cemas, mengalami kesulitan dalam menghadapi materi yang harus ditata ulang sendiri meskipun siswa tersebut menaruh perhatian. (d) Siswa yang cenderung terlalu gelisah atau cemas sering mengalami kesulitan dalam menentukan sasaran yang realistik”.9

Berbagai pendapat yang telah dikemukakan tentang permasalahan

yang ditimbulkan dari kecemasan, maka permasalahan tersebut dapat

dikembangkan menjadi :

9 W.S. Winkel, “Psikologi Pengajaran”, (Jakarta : Grasindo, 1996), h. 158-160

11

Page 12: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

(a) Kecemasan dapat menjadi penyebab atau akibat dari hasil belajar yang

kurang memuaskan. Siswa sering mengalami kecemasan bila

menghadapi ujian tanpa mempersiapkan diri sehingga siswa yang sudah

belajar dengan sungguh-sungguh namun saat menghadapi pertanyaan

ujian seakan-akan semua materi yang telah dipelajarinya hilang begitu

saja. Kecemasan di sini timbul akibat dari kurangnya persiapan belajar.

(b) Kecemasan yang terlalu mendalam dapat menghambat siswa dalam

mempelajari materi yang baru, terutama materi yang membutuhkan

perhatian tinggi dan konsentrasi pikiran. Kecemasan jenis ini timbul

karena siswa harus mempelajari materi yang baru, sedangkan materi

sebelumnya siswa belum begitu memahami. Akan tetapi ketika sedang

belajar timbul pikiran dan perasaan yang menunjukkan ketidakmampuan

terhadap penguasaan materi baru. Pertentangan tersebut memicu

kecemasan sehingga perhatian dan konsentrasinya dalam mempelajari

materi yang baru menjadi terganggu.

(c) Siswa yang merasa cemas, mengalami kesulitan dalam menghadapi materi

yang harus ditata ulang sendiri meskipun siswa tersebut menaruh

perhatian. Siswa yang menggunakan teknik belajar yang salah atau

pencatatan materi yang tidak sistematis dapat mengalami kesusahan atau

kesulitan dalam memahami suatu materi.

(d) Siswa yang cenderung terlalu gelisah atau cemas sering mengalami

kesulitan dalam menentukan sasaran yang realistis. Tidak jarang mereka

12

Page 13: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

tentukan sasaran yang terlalu sukar, atau terlalu mudah dicapai yang

tidak sesuai dengan kemampuan dirinya.

Dennis Greenberger menggolongkan beberapa reaksi seseorang pada saat mengalami kecemasan, yaitu : (1) Reaksi fisik meliputi, telapak tangan berkeringat, otot tegang, jantung berdegup kencang, pipi merona, dan pusing-pusing. (2) Perilaku meliputi, menghindari situasi pada saat kecemasan biasa terjadi, meninggalkan situasi ketika kecemasan mulai terjadi. (3) Suasana hati meliputi, gugup, jengkel, cemas, dan panik.10

Jadi penelitian ini menyimpulkan bahwa kecemasan terhadap

matematika secara tidak langsung adalah persepsi seseorang atau individu

terhadap dirinya sendiri akan kemampuan untuk belajar matematika serta

kemampuan dirinya untuk memperoleh hasil yang bagus. Selain dari materi

matematika yang dianggap sulit, kecemasan juga dapat timbul oleh sistem

pengajaran, kemampuan guru dan kemampuan akademik siswa. Kemampuan

guru sangat mempengaruhi siswa dalam belajar, sebab guru yang yang merasa

cemas dalam pengajaran, maka dapat menghasilkan siswa yang cemas juga

dalam pembelajaran. Karena sikap guru secara langsung berhubungan pada

kemampuan siswa dan sikap siswa terhadap matematika, sehingga dalam

menghadapi pelajaran matematika, mereka menunjukkan reaksi yang berbeda-

beda.

4. Belajar

Belajar merupakan kebutuhan pokok yang berlangsung seumur hidup,

sama halnya dengan pertumbuhan manusia. Belajar dimulai sejak lahir sampai

10 Dennis Greenberger, “Manajemen Pikiran”, (Bandung : Kaifa, 2004 ), h. 210

13

Page 14: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

dengan menjelang kematian. Proses balajar ditandai oleh adanya perubahan

pada perilaku individu, tetapi tidak semua perubahan individu terjadi karena

belajar. Kegiatan belajar dilakukan individu baik secara sadar ataupun tidak

sadar, sengaja ataupun tidak disengaja, direncanakan ataupun tidak

direncanakan. Belajar biasanya berlangsung dengan guru ataupun tanpa guru.

Ada beberapa perubahan yang dialami individu yang juga bukan karena usaha

belajar, mungkin karena adanya unsur-unsur kimiawi, seperti karena minum

obat, minuman keras, narkotika, dsb. Biasanya unsur perubahan dan

pengalaman hampir selalu ditekankan dalam rumusan atau definisi tentang

belajar.

Menurut Witherington “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian, yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.11

Jadi penelitian ini menyimpulkan bahwa perbuatan belajar matematika

dapat berupa keterampilan siswa dalam memecahkan soal-soal matematika,

kebiasaan siswa mengulang kembali pelajaran yang telah dipelajari di sekolah,

sehingga pengetahuan terhadap pelajaran matematika juga semakin

bertambah. Setiap kita melakukan sesuatu pasti ada konsekuensi yang akan

kita terima, dan setiap usaha akan membawa hasil, entah itu keberhasilan atau

kegagalan. Apabila siswa berhasil dalam belajar, maka ia akan merasa senang,

puas, dan akan lebih meningkatkan semangatnya untuk melakukan usaha

belajar berikutnya.

11 Nana Syaodih S ,op.cit., h. 155

14

Page 15: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

5. Hasil Belajar

a. Pengertian hasil belajar

Hasil belajar merupakan proses akhir dalam pengajaran yang

digunakan sebagai tolak ukur guru. Apakah guru tersebut telah berhasil

dalam kegiatan belajar mengajar. Asumsi dasarnya adalah bila proses

pengajaran yang dilakukan secara optimal, maka memungkinkan hasil

belajar yang optimal pula. Makin besar usaha untuk menciptakan kondisi

proses pengajaran, makin tinggi pula hasil belajarnya.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa

Menurut Nana Sudjana, Hasil belajar yang dicapai siswa

dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni: (1) Faktor dari dalam diri siswa

(kemampuan), dan (2) Faktor dari luar diri siswa (lingkungan).12

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yang

datang dari dalam diri siswa yaitu motivasi belajar, minat dan perhatian,

serta sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, juga faktor fisik dan psikis.

Adanya pengaruh dari dalam diri siswa, merupakan hal yang logis dan

wajar, sebab hakikat perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku

individu yang dinilai dan disadarinya. Sedangkan faktor-faktor yang

datang dari luar diri siswa yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa

salah satunya adalah lingkungan belajar (sekolah). Selain itu juga, salah

satu yang diduga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa adalah guru.

Cukup beralasan mengapa guru mempunyai pengaruh dominan terhadap

12 Nana Sudjana, “Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar”, (Bandung : Remaja Rosdakarya. 2006), h. 22

15

Page 16: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

kualitas pengajaran, sebab guru adalah sutradara sekaligus aktor dalam

proses pengajaran.

6. Matematika

Matematika sangat erat kaitannya dengan kumpulan angka-angka.

Sejak kita lahir ke dunia ini, kita tidak pernah lepas dari hitungan angka-

angka. Bahkan matematika hampir tidak pernah bisa terpisah dari kehidupan

manusia. Mulai dari kita masuk Sekolah Dasar, kita sudah langsung

dihadapkan dengan pelajaran matematika. Bahkan ada sebagian sekolah yang

mengadakan ujian untuk bisa masuk ke sekolah tersebut dengan ujian yang

berhubungan dengan matematika. Biasanya pelajaran matematika yang

diajarkan di SD masih pada taraf yang paling sederhana, misalnya

penjumlahan, pengurangan, pembagian dan perkalian.

Menurut Dali S. Naga, mata pelajaran matematika yang diajarkan di SD mencakup tiga cabang, yaitu aritmetika, aljabar, dan geometri. aritmetika atau berhitung adalah cabang matematika yang berkenaan dengan sifat hubungan-hubungan bilangan-bilangan nyata dengan perhitungan mereka terutama menyangkut penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Secara singkat aritmetika atau berhitung adalah pengetahuan tentang bilangan.13

Matematika berguna juga sebagai alat berfikir logis. Matematika

biasanya diajarkan cara berfikir logis dan sistematis dalam pengambilan hasil

akhir dari suatu proses matematika. Matematika berkembang secara hirarkis

sehingga dalam pengajarannya juga harus bertahap dalam tingkat pendidikan

yang bertahap juga. Jika dalam suatu materi tidak diajarkan atau tidak

13 Mulyono Abdurrahman, “Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar”, (Jakarta : Rineka Cipta, 1999), h.253

16

Page 17: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

dimengerti, maka dalam tahap selanjutnya akan mengalami ketinggalan untuk

mempelajari tahap berikutnya, sehingga makin tinggi tingkat pendidikannya

semakin sulit matematika yang diajarkan serta analisa dan logika yang

digunakannya.

Wittgenstein menyatakan matematika tak lain adalah metode berfikir logis. Sedangkan Bertrand Russell menyimpulkan “Matematika adalah masa kedewasaan logika, sedangkan logika adalah masa kecil matematika”.14

Matematika tidak pernah lepas dari kumpulan bilangan. Namun dari

kumpulan bilangan tersebut, matematika menggunakan bahasa yang berbeda

dengan bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, dan bahasa

tersebut disebut bahasa simbolik. Berkaitan dengan bahasa yang digunakan,

yaitu bahasa simbolik dan juga penggunaan angka (numerik), maka

matematika memiliki perbedaan dengan bahasa verbal. Matematika

memungkinkan untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif sedangkan

bahasa verbal mengemukakan pernyataannya bersifat kualitatif, sehingga

penjelasan yang diberikan oleh bahasa verbal tidak bersifat eksak.

John G. Kemeny mandefinisikan matematika sebagai “pelajaran

tentang bilangan dan ruang“15. Berkaitan dengan pelajaran tentang bilangan

kemudian berkembang ke dalam bentuk aljabar, dan pelajaran tentang ruang

biasanya berkaitan dengan ilmu ukur (geometri)

14 Bertrand Russell, “On the Philosophy of Science”, (New York: the Bobbs-Merril, 1965), Terjemahan Jujun S. Suriasumantri, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2007), h. 199

15Jujun S.Suriasumantri, “Ilmu perspektif Sebuah Kumpulan Tentang Hakekat Ilmu”, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1997), h. 186

17

Page 18: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

Pada setiap tingkat pendidikan, matematika menjadi mata pelajaran

yang harus dan perlu diajarkan pada semua siswa, kecuali pada tingkat

perguruan tinggi disesuaikan dengan fakultas dan jurusan, namun tetap saja

ada mata kuliah yang berhubungan dengan matematika, seperti mata kuliah

statistik yang pastinya dibutuhkan untuk menyelesaikan perhitungan pada

skripsi.

Cornelius mengemukakan ada beberapa alasan mengapa matematika perlu diajarkan kepada siswa, yaitu : (1) Sarana berfikir yang jelas dan logis. (2) Sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. (3) Sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman. (4) Sarana untuk mengembangkan kreatifitas. (5) Sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya”.16

Matematika, seperti kita ketahui mempunyai peranan yang sangat

penting bagi kehidupan manusia. Mulai dari kehidupan dalam tahap sederhana

dan mudah sampai pada tingkat kehidupan yang paling sulit dan tinggi.

Jadi penelitian ini menyimpulkan bahwa matematika sangat erat

kaitannya dengan manusia, dan manusia sekarang hidupnya tidak lepas dari

angka-angka. Mulai dari tahap yang mungkin tidak dapat diperkirakan seperti

dalam membuat makanan harus menggunakan resep dengan takaran yang pasti

dan seimbang, membuat susu untuk balita harus dengan takaran yang cukup

antara air dan susunya. Begitu juga dengan kehidupan yang lebih rumit yang

menyangkut kepentingan orang banyak. Misalnya dalam membuat rumah

harus pasti ukuran antara satu ruang dengan ruang yang lain, sehingga terjadi

keseimbangan ketika rumah tersebut sudah jadi, juga dalam komposisi bahan

bangunan sehingga rumah tersebut dapat ditentukan kekuatannya untuk berapa

16 Mulyono Abdurahman, op.cit., h. 253

18

Page 19: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

lama rumah tersebut dapat bertahan. Selain untuk ilmu-ilmu pasti, matematika

juga dapat berguna dalam ilmu-ilmu sosial. Model matematis yang cocok

dapat dipergunakan untuk membahas masalah ilmu-ilmu sosial.

7. Faktorisasi suku aljabar

Aljabar adalah sebuah gabungan bilangan biasa dan huruf-huruf yang

dipasangkan dengan bilangan-bilangan tersebut. Biasanya aljabar merupakan

simbol yang digunakan untuk mempermudah perhitungan dalam matematika,

dan biasanya aljabar itu disimbolkan dengan huruf-huruf misalnya abjad dari a

sampai z. Jadi , adalah pernyataan-

pernyataan aljabar.

Pada sebuah aljabar terdapat suku-suku, biasanya sebuah suku terdiri

dari hasil kali, dan hasil bagi bilangan-bilangan, biasanya dengan huruf-huruf

yang merupakan pasangan bilangan-bilangan tersebut. Jadi

merupakan suku-suku. Suku terbagi menjadi beberapa bagian antara lain :

Monomial yaitu pernyataan aljabar yang terdiri dari satu suku. Binomial yaitu

pernyataan aljabar yang terdiri dari dua suku. Trinomial yaitu pernyataan

aljabar yang terdiri dari tiga suku, dan multinomial yaitu pernyataan aljabar

yang suku-sukunya lebih dari satu.

Faktorisasi merupakan pengubahan bentuk penjumlahan dan

pengurangan menjadi bentuk perkalian. Faktorisasi atau pemfaktoran dapat di

faktorkan jika memiliki suku-suku yang serupa. Jika dalam pemfaktoran

terdapat suku yang berbeda, maka tidak dapat difaktorkan, namun bisa

difaktorkan dengan cara memisahkan variabelnya. Misalnya, dapat di

19

Page 20: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

faktorkan menjadi . Karena sedangkan , jadi kedua

suku tersebut memiliki suku yang sama yaitu .

Berdasarkan pengertian di atas, faktorisasi suku aljabar dapat

dioperasikan ke dalam beberapa bentuk, antara lain :

1) Penjumlahan dan Pengurangan

Penjumlahan pernyataan aljabar diperoleh dengan

menggabungkan suku-suku yang serupa. Selanjutnya untuk menyelesaikan

penjumlahan ini, pernyataan aljabar boleh diatur dalam baris-baris dengan

suku-suku serupa dalam kolom yang sama, kolom-kolom ini kemudian

dijumlahkan.

Contoh : Jumlahkan dengan

Tulis +

sehingga hasilnya adalah

Pengurangan pernyataan aljabar yaitu selisih dari suku-suku yang

serupa atau sejenis. Contohnya hampir sama dengan penjumlahan aljabar

hanya bentuknya diubah menjadi bentuk pengurangan.

2) Perkalian dua suku

Perkalian dua suku yaitu mengalikan satu suku dengan satu suku

lain lalu hasilnya digabungkan.

Contoh : Kalikan dengan

Tulis Jadi hasilnya

adalah

20

Page 21: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

3) Pembagian aljabar

Membagikan antara suku satu dengan suku yang lainnya

sehingga memperoleh hasil.

Contoh : Bagikan dengan

Tulis :

0 Jadi hasil pembagiaannya adalah .

B. Kerangka Berfikir

Berdasarkan kajian teori yang digunakan maka dapatlah disusun

kerangka berfikir dalam pengajuan hipotesis yaitu kecemasan yang merupakan

faktor yang memiliki hubungan dengan hasil belajar. Kecemasan yang

dimaksud di sini adalah keadaan di mana seseorang merasa kurang percaya

diri atas kemampuannya terhadap suatu pelajaran, sehingga dapat

menimbulkan berbagai macam reaksi yang kurang menyenangkan pada diri

siswa. Sebagian siswa menganggap bahwa pelajaran matematika adalah

pelajaran yang paling menyeramkan dan menakutkan, sehingga dalam

menghadapi pelajaran tersebut, mereka menunjukkan sikap yang berbeda-

beda. Ada yang merasa senang bila menghadapi pelajaran matematika, itu

disebabkan karena mereka merasa mampu dan bisa pada pelajaran tersebut.

Namun tidak sedikit pula yang merasa cemas dan takut bila menghadapi

pelajaran matematika, mungkin karena mereka merasa belum bisa atau belum

memahami pelajaran tersebut, atau juga mereka kurang menyukai guru yang

mengajar pelajaran tersebut.

21

Page 22: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

Siswa yang merasa cemas bila menghadapi pelajaran matematika,

berarti siswa tersebut belum mempunyai semangat yang tinggi untuk

mengikuti pelajaran matematika. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi hasil

belajar siswa, karena dengan kecemasan yang dimilikinya, seorang siswa bisa

saja selalu berusaha untuk menghindari pelajaran matematika. Kecemasan

juga dipengaruhi oleh peran guru dalam setiap pengajarannya, karena hal

itulah yang dapat menentukan keberhasilan pendidikan. Bila seorang guru

minginginkan siswanya menyukai pelajaran matematika, maka guru tersebut

harus mempunyai variasi dalam memberikan pengajaran, sehingga siswa tidak

merasa cemas bila menghadapi pelajaran matematika. Selain itu juga, seorang

guru harus mengadakan pendekatan pada setiap siswa, terutama siswa yang

dianggap kurang mampu dalam pelajaran matematika. Hal ini bertujuan agar

siswa merasa dibimbing dan terus diperhatikan dalam setiap pekerjaannya,

dan hal itu akan membuat siswa yang mengikuti pelajaran matematika merasa

nyaman dan senang. Kemudian hasil yang diperolehnyapun bisa memuaskan

kedua belah pihak, baik guru ataupun siswa tersebut.

Berdasarkan uraian di atas dapat diduga, bahwa terdapat hubungan

antara kecemasan siswa dalam menghadapai pelajaran matematika dengan

hasil belajar matematika siswa. Hal ini berarti semakin tinggi hasil belajar

matematika siswa, maka tingkat kecemasannya rendah. Begitupula sebaliknya,

semakin rendah hasil belajar matematika siswa, maka tingkat kecemasannya

tinggi. Hal ini dapat terjadi jika siswa merasa mampu dan memahami

pelajaran matematika, maka kemungkinan mereka untuk cemas dalam

22

Page 23: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

menghadapi pelajaran matematika itu kecil, dan dapat meningkatkan hasil

belajar matematikanya. Apalagi, mereka juga menyenangi guru yang

mengajar mata pelajaran tersebut, maka mereka akan bersemangat untuk

mengikuti pelajaran matematika, sehingga proses dan hasil belajarnyapun juga

memuaskan.

C. Pengajuan Hipotesis

Hipotesis penelitian adalah :

H0 : Tidak terdapat hubungan antara kecemasan siswa dengan hasil belajar

matematika siswa.

H1 : Terdapat hubungan antara kecemasan siswa dengan hasil belajar

matematika siswa.

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

23

Page 24: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

A. Tujuan Operasional Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Memperoleh data kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran

matematika dengan menggunakan angket kecemasan siswa.

2. Memperoleh data hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan tes

hasil belajar pada pokok bahasan faktorisasi suku aljabar.

3. Mengetahui hubungan kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran

matematika dengan hasil belajar matematika siswa.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMPN 3 Tangerang Jl. Raden Fatah

Sudimara Barat No. 52 Kec. Ciledug Kota Tangerang.

Waktu yang digunakan untuk penelitian ini adalah semester I tahun

pelajaran 2007/2008.

3. Persiapan

a. Membuat dan menyusun angket pada variabel bebas yaitu angket

kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran matematika.

b. Membuat dan menyusun instrument pada variabel terikat yaitu tes

hasil belajar matematika dengan pokok bahasan faktorisasi suku

aljabar.

24

Page 25: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

2. Melakukan uji coba instrumen

a. Uji coba angket kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran

matematika.

b. Uji coba hasil belajar matematika.

4. Menganalisa butir item soal (uji validitas dan reliabilitas)

a. Uji validitas angket kecemasan siswa dalam menghadapi

pelajaran matematika dengan rumus Pearson Product Moment.

b. Uji validitas hasil belajar matematika menggunakan koefisien

korelasi Biserial.

c. Perhitungan Reliabilitas angket kecemasan siswa dalam

menghadapi pelajaran matematika menggunakan rumus Alpha

Cron Bach.

d. Perhitungan Reliabilitas tes hasil belajar matematika rumus K-

R20.

5. Mengumpulkan data penelitian.

6. Melakukan uji normalitas data kecemasan siswa dalam

menghadapi pelajaran matematika dan hasil belajar matematika

siswa menggunakan uji Lilliefors.

7. Membuat tabel distribusi frekuensi, kemudian menggambar grafik

histogram, dan polygon frekuensi data kecemasan siswa dalam

menghadapi pelajaran matematika dan hasil belajar matematika.

8. Menghitung regresi linier sederhana.

25

Page 26: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

9. Menghitung signifikan regresi dan linieritas regresi dengan

menggunakan Analisis Varians (ANAVA).

10. Menghitung koefisien korelasi menggunakan Pearson Product

Moment.

11. Menghitung signifikansi koefisien korelasi menggunakan uji t.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survey dengan teknik korelasi.

Metode ini mengumpulkan data-data yang diteliti sesuai dengan persoalan

yang akan dipecahkan.

D. Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Seluruh siswa kelas VIII SMPN 3 Tangerang Tahun pelajaran 2007-2008

berjumlah : 480 siswa.

2. Sampel

Sampel diambil sebanyak 40 siswa dari populasi dengan teknik sampel

random sampling yang diambil dalam satu kelas.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Variabel yang digunakan

Penelitian ini ada dua variabel yang digunakan yaitu :

26

Page 27: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

1. Variabel bebas ( X ) : Kecemasan Siswa Dalam Menghadapi

Pelajaran Matematika.

2. Variabel terikat ( Y ) : Hasil Belajar Matematika Siswa.

2. Sumber Data

Pengumpulan data diperoleh dari hasil angket kecemasan siswa dalam

menghadapi pelajaran matematika untuk variabel bebas, dan variabel

terikat diperoleh dari hasil tes belajar matematika siswa.

3. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan

1. Angket kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran matematika

Angket ini berisi menggunakan skala Likert yang berisi 35 (tiga

puluh) butir pernyataan dan diikuti oleh lima pilihan jawaban yaitu

SS (Sangat Setuju), S (Setuju), KS (Kurang Setuju), TS (Tidak

Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju). Skor pada skala Likert ini

adalah 5 untuk Sangat Setuju, 4 untuk Setuju, 3 untuk Kurang

Setuju, 2 untuk Tidak Setuju dan 1 untuk Sangat Tidak Setuju.

Apabila pernyataan positif, sedangkan skor untuk pernyataan

negatif berlaku sebaliknya.

Tabel 1Tabel Penilaian/ Penskoran Skala Likert

Perntayaan Sikap SS S KS TS STS

Positif 5 4 3 2 1

Negatif 1 2 3 4 5

27

Page 28: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

2. Tes Hasil Belajar Matematika

Tes hasil belajar matematika berisi 30 (tiga puluh) butir soal

berbentuk pilihan ganda dengan 4 pilihan jawaban (a, b, c, dan d).

Pokok bahasan yang diteskan pada kelas VIII semester I yaitu

faktorisasi suku aljabar. Pada setiap butir soal diberi skor 1 untuk

jawaban benar, sedangkan untuk jawaban yang salah diberi skor 0.

F. Uji Coba Instrumen

1. Uji Validitas

1.1 Pengujian Validitas Pernyataan Angket Kecemasan Siswa dalam

Menghadapi Pelajaran Matematika.

- Untuk mengukur

tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran matematika.

- Siswa diberikan instrumen berupa pernyataan sebanyak 35

pernyataan. Kemudian pernyataan-pernyataan tersebut diuji

cobakan kepada 40 siswa, dan dari hasil uji coba dipilih pernyataan

yang valid dengan menggunakan rumus korelasi Pearson Product

Moment sebagai berikut :17

Kemudian koefisien korelasi yang diperoleh dikonsultasikan ke

tabel harga kritik rtabel Pearson Product Moment pada α = 0,05

dengan n = 40.

17 Suharsimi Arikunto, “Dasar-dasar Evaluasi Pedidikan”, (Jakarta : Bumi Aksara, 2001), h. 72

28

Page 29: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

1.2 Pengujian Validitas Item Tes Hasil Belajar Matematika Siswa.

Untuk mengukur hasil belajar matematika siswa diberikan tes

berisi 30 soal. Kemudian soal-soal tersebut diuji cobakan kepada 40

siswa, dan dari hasil uji coba tersebut kemudian dipilih soal-soal yang

valid dengan menggunakan rumus Korelasi Biserial sebagai berikut :18

Keterangan :

rpbi : Koefisien Korelasi Biserial

Mp : Rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item

yang dicari validitasnya.

Mt : Rata-rata skor yang total.

St : Standar dari skor total.

p : Proporsi siswa yang menjawab benar.

q : Proporsi siswa yang menjawab salah.

2. Uji Reliabilitas

2.1 Perhitungan Reliabilitas angket Kecemasan Siswa dalam Menghadapi

Pelajran Matematika.

18 Ibid, h. 163

29

Page 30: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

Soal-soal yang dipilih valid dihitung reliabilitasnya sebelum

diberikan kepada sampel. Uji reliabilitas angket menggunakan rumus

Alpha sebagai berikut : 19

Keterangan :

r11 : Reliabilitas instruimen yang dicari.

n : Banyaknya butir soal yang valid

: Jumlah varians skor tiap-tiap item.

: Varian total.

dengan

2.2 Perhitungan Reliabilitas Hasil Belajar Matematika Siswa.

Soal-soal yang dipilih sebagai soal yang valid dihitung

reliabilitasnya sebelum diberikan kepada sampel. Uji reliabilitas tes

hasil belajar matematika menggunakan rumus Kuder Richarson- 20

(KR – 20) sebagai berikut :20

r11 : Reliabilitas instruimen yang dicari.

19 ibid, h. 25220 Ibid, h. 163

30

Page 31: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

n : Banyaknya item yang valid.

: Standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar

varian).

P : Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar.

Q : Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar.

∑PQ : Jumlah hasil kali antara p dan q.

G. Teknik Analisis Data

1. Hipotesis Statistik

Dalam penelitian ini, diajukan hipotesis sebagai berikut :

Kriteria pengujian :

H0 : Tidak terdapat hubungan kecemasan dengan hasil belajar

matematika siswa.

H1 : Terdapat hubungan kecemasan dengan hasil belajar

matematika siswa.

Keterangan :

: Koefisien korelasi kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran

matematika.

31

Page 32: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

2. Uji Persyaratan Analisis Data

Uji persyaratan analisis data siswa terhadap kecemasan siswa dan

hasil belajar matematika dilakukan uji normalitas dengan uji lilliefors,

yang diuji pada taraf nyata 21

Berdasarkan sampel yang akan diuji, hipotesis nol yang akan

mengatakan bahwa sampel berasal dari populasi berdistribusi normal

melawan hipotesis tandingan bahwa sampel berasal dari populasi

berdistribusi tidak normal.

Untuk pengujian hipotesis nol tersebut dapat ditempuh dengan

prosedur sebagai berikut :

a Pengamatan X1, X2, …, Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, …, Zn

dengan menggunakan rumus : (X dan S masing-

masing merupakan rata-rata dan simpangan baku sampel).

b Untuk tiap bilangan baku ini dan menggunakan daftar distribusi

normal baku, kemudian dihitung peluang .

c Selanjutnya dihitung proporsi Z1, Z2, …, Zn yang lebih kecil atau

sama dengan Zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Zi), maka :

d Hitung F(Zi) – S(Zi), kemudian tentukan harga mutlaknya.

e Ambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak

selisih tersebut. Maka harga terbesar inilah yang disebut Lo

(Lhitung). Apabila Lo > Ltabel, tolak Ho maka data yang diperoleh

21 Sudjana, “Metoda Statistika”, (Bandung : Tarsito, 1996), h. 166

32

Page 33: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

berdistribusi normal, dan sebaliknya jika Lo< Ltabel, terima Ho

maka data yang diperoleh berdistribusi tidak normal.

3. Uji Hipotesis Penelitian

Langkah-langkah linier sederhana adalah :

a. Regresi

Model regresi linier sederhana adalah :

Ŷ = a + bX

Keterangan :

Ŷ : Subjek variabel terikat yang diprediksikan.

X : Variabel bebas yang mempunyai nilai tertentu untuk

diprediksikan.

a : Nilai konstanta Y jika X = 0

b : Nilai arah sebagai penentu ramalan (prediksi) yang

menunjukkan nilai peningkatan (+) atau nilai penurunan (-)

variabel Y.

n : Jumlah sampel.

Untuk menghitung harga a dan b22

a =

b =

22 ibid, h.315

33

Page 34: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

Selanjutnya untuk mengetahui keterkaitan antara variabel dalam model

regresi linear sedrhana dilakukan dengan membuat tabel ANAVA untuk

kelinearan regresi.23

Tabel 2Analisis Varians Untuk Uji Kelinearan Regresi

SumberVariasi

dk JK KT Fhitung

Total n 2iY 2

iY -

Regresi (a) l -

Regresi (b/a) l JKreg = Jk (b/a) JKreg = Jk (b/a)

Residu n-2 JKres = JKres = -

Tuna Cocok (TC)

k-2 JK (TC)

Kekeliruan/Error(E)

n-k JK (E) -

Keterangan :

dk : Derajat kebebasan.

JK : Jumlah Kuadrat.

KT : Kuadrat Total

n : Banyaknya responden

k : Kelompok dalam galat

(Y topi) : Variabel terikat Y dalam regresi

: Fhitung untuk uji signifikansi regresi.

23 Ibid, h. 332

34

Page 35: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

: Fhitung untuk uji linearitas regresi.

Dari tabel di atas dapat dilakukan uji keberartian model regresi dan uji

linear regresi.

1) Uji keberartian model regresi

Hipotesis uji keberartian model regresi

Ho : (Regresi tidak signifikan)

H1 : (Regresi signifikan)

Rumus :

Fhitung =

Kriteria pengujian :

Tolak H0 jika Fhitung > F

Terima H0 jika Fhitung < F

2) Uji linearitas regresi

Hipotesis uji linearitas regresi.

Ho : (Regresi Linear)

H1 : (Regresi tidak Linear)

Rumus :

Fhitung =

Kriteria pengujian :

35

Page 36: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

Tolak H0 jika jika Fhitung < F

Terima H0 jika jika Fhitung > F

b. Korelasi

Untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara kecemasan

siswa dalam menghadapi pelajaran matematika dengan hasil belajar

matematika. Untuk menghitung koefisien korelasi kedua variabel

digunakan rumus korelasi Pearson Product Moment. Di mana

variabelnya terdiri dari variabel bebas (X) untuk kecemasan siswa

dalam menghadapi pelajaran matematika dan variabel terikat (Y) untuk

hasil belajar matematika. Kemudian sampel-sampel ditebulasikan ke

dalam kolom-kolom dan dianalisis

dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment sebagai berikut

:

Keterangan :

rxy : Koefisien korelasi antara variabel X dan Y.

X : Jumlah skor-skor X (Variabel bebas).

Y : Jumlah skor-skor Y (Variabel Terikat).

X : Jumlah-jumlah skor X (Variabel Bebas) yang

dikuadratkan.

Y : Jumlah-jumlah skor Y (Variabel Terikat) yang

dikuadratkan.

36

Page 37: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

XY : Jumlah hasil perkalian X (Variabel Bebas) dan Y

(Variabel Terikat) yang dipasangkan.

n : Jumlah sampel.

Iterprestasi koefisien korelasi

0,90 ≤ rxy < 1,00 Korelasi sangat tinggi

0,70 ≤ rxy < 0,90 Korelasi tinggi

0,40 ≤ rxy < 0,70 Korelasi sedang

0,20 ≤ rxy < 0,40 Korelasi rendah

0,00 ≤ rxy < 0,20 Korelasi sangat rendah

Kemudian dilanjutkan uji keberartian (signifikansi) koefisien

korelasi dengan melihat harga kritik rtabel pada taraf signifikansi 5% (

=0,05). Hasil rxy diuji dengan uji t melalui persamaan:24

t =

Keterangan :

t : Pengujian hipotesis koefisien korelasi

n : Banyaknya responden

r : Koefisien korelasi

r : Koefisien determinasi

Hipotesis uji t :

( Tidak Terdapat Hubungan antara Kecemasan Siswa

dengan Hasil Belajar)

24 Suharsimi Arikunto, “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek”, ( Jakarta : Rineaka Cipta. 1997 ), h.363

37

Page 38: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

(Terdapat Hubungan antara Kecemasan Siswa

dengan Hasil Belajar)

Kriteria pengujian :

Tolak H0 jika , berarti terdapat hubungan.

Terima H0 jika , berarti tidak terdapat

hubnungan.

Sedangkan untuk mengetahui besarnya kontribusi gaya belajar

terhadap hasil belajar matematika siswa, maka dilakukan perhitungan

koefisien determinasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut:25

Selanjutnya untuk mengetahui keterkaitan antara variabel dalam

model regresi linier sederhana dilakukan dengan tabel Anava untuk

regresi linier. Sebagai langkah terakhir dari analisis penelitian adalah

menghitung koefisien determinasi sebesar r dan dinyatakan dengan %

(persen). Hal ini menunjukkan besarnya kontribusi yang diberikan oleh

kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran matematika (X)

terhadap hasil belajar matematika siswa (Y).

25 Sudjana, op.cit., h. 380

38

Page 39: BAB 1,2,3 Tingkat Kecemasan

39