9
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Para ahli meneliti bayi yang meninggal pada usia 28 hari sampai satu tahun terjadi akibat selain kelainan bawaan atau tumor berbahayadan 7740 bayi yang masih hidup pada usia satu tahun, mereka menelusuri angka kematian, keterkaitannya dengan ASI, dan durasi tampak reaksinya. Bayi yang tidak pernah mendapat ASI beresiko meninggal 21% lebih tinggi dalam periode sesudah kelahiran dari pada bayi yang mendapat ASI. Pemberian asi yang lebih lama dihubungkan dengan resiko yang lebih rendah. Mempromosikan pemberian ASI berpotensi menyelamatkan 720 kematian sesudah kelahiran di AS setiap tahunnya. Di Kanada angkanya akan menjadi 72 kematian (Chen A. Rogen WJ.2004) Angka kematian bayi diseluruh dunia mencapai empat juta (Yuhana 2008). Di Malaysia angka kematian hanya 41 per 100 ribu, Singapura 6 per 100 ribu, Thailand 44 per 100 ribu, dan Filipina 170 per 100 ribu (Swamurti, 2007). Data Badan Pusat Statistik menunjukan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara, mendominasi lebih dari 75% total kematian anak dibawah 5 tahun. Hal ini menjadi kegiatan prioritas Departemen Kesehatan (Depkes) pada periode 2005 2009. Depkes menargetkan penurunan angka kematian Ibu dari 26,9% menjadi 26% per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian berkurang dari 248 menjadi 206 per 100.000 kelahiran yang dicapai pada tahun 2009. Sementara angka harapan hidup berkisar rata-rata 70,6 tahun (Moedjiono, 2007) Menurut hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2006-2007, data jumlah pemberian ASI eksklusif pada bayi dibawah usia dua bulan hanya mencakup 67% dari total bayi yang ada. Persentase tersebut menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangdigilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-7510-bab1.pdf · A. Latar Belakang ... selain kelainan bawaan atau tumor berbahayadan 7740 bayi

Embed Size (px)

Citation preview

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Para ahli meneliti bayi yang meninggal pada usia 28 hari sampai satu tahun terjadi akibat

selain kelainan bawaan atau tumor berbahayadan 7740 bayi yang masih hidup pada usia satu

tahun, mereka menelusuri angka kematian, keterkaitannya dengan ASI, dan durasi tampak

reaksinya. Bayi yang tidak pernah mendapat ASI beresiko meninggal 21% lebih tinggi dalam

periode sesudah kelahiran dari pada bayi yang mendapat ASI. Pemberian asi yang lebih lama

dihubungkan dengan resiko yang lebih rendah. Mempromosikan pemberian ASI berpotensi

menyelamatkan 720 kematian sesudah kelahiran di AS setiap tahunnya. Di Kanada angkanya

akan menjadi 72 kematian (Chen A. Rogen WJ.2004)

Angka kematian bayi diseluruh dunia mencapai empat juta (Yuhana 2008). Di Malaysia

angka kematian hanya 41 per 100 ribu, Singapura 6 per 100 ribu, Thailand 44 per 100 ribu,

dan Filipina 170 per 100 ribu (Swamurti, 2007).

Data Badan Pusat Statistik menunjukan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia tertinggi

di Asia Tenggara, mendominasi lebih dari 75% total kematian anak dibawah 5 tahun. Hal ini

menjadi kegiatan prioritas Departemen Kesehatan (Depkes) pada periode 2005 – 2009.

Depkes menargetkan penurunan angka kematian Ibu dari 26,9% menjadi 26% per 1000

kelahiran hidup dan angka kematian berkurang dari 248 menjadi 206 per 100.000 kelahiran

yang dicapai pada tahun 2009. Sementara angka harapan hidup berkisar rata-rata 70,6 tahun

(Moedjiono, 2007)

Menurut hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2006-2007, data

jumlah pemberian ASI eksklusif pada bayi dibawah usia dua bulan hanya mencakup 67%

dari total bayi yang ada. Persentase tersebut menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi,

yakni 45% pada usia bayi 2-3 bulan dan 19% pada bayi usia 7-9 bulan. Yang lebih

memperihatinkan, 13% bayi dibawah dua bulan telah diberi susu formula dan satu dari 3 bayi

usia 2-3 bulan telah diberi makanan tambahan. Setelah diteliti lebih mendalam ternyata factor

penyebab utama terjadinya kematian pada bayi baru lahir dan balita adalah penurunan angka

pemberian ini menyusu dini dan ASI eksklusif.

Angka kematian bayi dan balita di Indonesia sudah mencapai 50-60 persen. Hal

tersebut dikarenakan masalah kekurangan gizi. Bahkan tingkat kematian bayi juga meningkat

10 kali lipat saat ibu meninggal dan melahirkan. Dengan hasil data seperti itu, maka

pencapaian Target Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) bagi Indonesia sulit terjangkau.

Ketua Sentra Laktasi Indonesia Dr. Utami Roesli, Sp.A. MBA, IBCLC mengatakan hampir 9

jutaan setiap tahunnya, lebih dari 24.000 anak setiap hari di dunia terenggut nyawanya

sebelum menginjak usia 5 tahun. Dua di antaranya meninggal di hari kelahiran. Menurutnya

salah satu pencapaian MDGs 2015 adalah pemberian air susu ibu (ASI). Hal ini yang harus

dicegah untuk pencapaian MDGs 2015. Menurutnya ada hubungan antara pencapaian.

MDGs dengan masa keemasan anak. Pada masa keemasan anak, makanan adalah hal

utama. Menurutnya ada 4 hal untuk pencapaian MDGs. Pertama adalah Inisiasi Menyusu

Dini (IMD) dengan melakukan rawat gabung selama 2 jam. Kedua adalah pemberian ASI

Eksklusif, makanan pendamping ASI dari makanan lokal,"bubur buatan sendiri " Keempat

adalah ASI hingga anak usia 2 tahun.

Salah satu indicator utama derajat kesehatan masyarakat adalah angka kematian bayi

(AKB) atau Infant Mortility Rate (IMR). Dari hasil penelitian AKB ini tidak berdiri sendiri,

melainkan terkait dengan faktor-faktor lain, terutama gizi. Kekurangan zat-zat gizi pada

makanan bayi dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan. Di

samping itu bayi menjadi lebih rentan terhadap penyakit infeksi dan dapat mengakibatkan

kematian bayi. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan gizi bayi sangat perlu mendapatkan

perhatian yang serius. Gizi untuk bayi yang paling sempurna dan paling murah bagi bayi

adalah air susu ibu (ASI). (Notoatmojdo,2007)

Menurunnya angka pemberian ASI dan meningkatnya pemakaian susu formula

disebabkan antara lain rendahnya pengetahuan para ibu mengenai manfaat ASI dan cara

menyusui yang benar, kurangnya pelayanan konseling laktasi dan dukungan dari petugas

kesehatan, persepsi-persepsi social budaya yang menentang pemberian ASI , kondisi yang

kurang memadai bagi para Ibu yang bekerja (cuti melahirkan yang terlalu singkat) dan

pemasaran agresif oleh perusahaan-perusahaan formula yang tidak saja mempengaruhi para

ibu, namun juga para petugas kesehatan (DepKes, 2011 ).

Begitu pentingnya ASI bagi proses tumbuh kembang bayi sehingga untuk menuju

keberhasilan pemberiannya membutuhkan dukungan dari semua pihak. Secara alamiah,

seorang ibu mampu menghasilkan Air Susu Ibu (ASI) segera setelah melahirkan. ASI

diproduksi oleh alveoli yang merupakan bagian hulu dari pembuluh kecil air susu. ASI

merupakan makanan yang paling cocok bagi bayi karena mempunyai nilai gizi yang paling

tinggi dibandingkan dengan makanan bayi yang dibuat oleh manusia ataupun susu yang

berasal dari hewan seperti susu sapi, susu kerbau, atau susu kambing. Pemberian ASI secara

penuh sangat dianjurkan oleh ahli gizi diseluruh dunia. Tidak satupun susu buatan manusia

(susu formula) dapat menggantikan perlindungan kekebalan tubuh seorang bayi, seperti yang

diperoleh dari susu kolostrum (Krisnatuti 2008).

Pada masa hamil, terjadi perubahan pada payudara, dimana ukuran payudara bertambah

besar. Ini disebabkan proliferensi sel duktus laktiferus dan sel kelenjar pembuat ASI. Karena

pengaruh hormon yang dibuat placenta yaitu laktogen, prolaktin kariogonadotropin, estrogen

dan progesteron. Pembesaran juga disebabkan oleh bertambahnya pembuluh darah. Pada

kehamilan lima bulan atau lebih., kadang-kadang dari ujung punting mulai keluar cairan yang

disebut kolostrum. Sekresi cairan tersebut karena pengaruh hormon lactogen dan plasenta dan

hormon prolaktin dari kelenjar hipofise (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005)

ASI dan Kolostrum adalah makanan terbaik untuk bayi. Kolostrum merupakan cairan

jernih kekuningan yang hasilnya olrh alveoli payudara ibu pada periode akhir atau trimester

ketiga kehamilan. Kolostrum dikeluarkan pada hari-hari pertama setelah melahirkan. Jumlah

yang dihasilkan bervariasi antara 10-100 ml. ASI biasa/matur sekitar 3-14 hari. Dibandingkan

dengan ASI biasa, kolostrum memiliki kandngan laktosa, lemak dan vitamin larut dalam air

(vitamin B dan C ) lebih rendah, tetapi memiliki kandungan laktosa,lemak dan vitamin larut

dalam lemak ( Vitamin A,D,E,K) dan beberapa mineral (seperti seng dan sodrum) yang lebih

tinggi. Kolostrum sangat sesuai untuk kapasitas pencernaan bayi dan sesuai dengan

kemampuan ginjal bayi baru lahir yang belum mampu menerima makanan dalam volume

besar (Mellyna Huliana, 2003).

Dalam waktu segera setelah melahirkan, ibu dibantu dan dimotivasi agar mulai kontak

dengan bayi ( skin to skin contact)dan mulai menyusui bayi. Karena saat ini bayi dalam

keadaan paling peka terhadap rangsangan., selanjutnya bayi akan mencari payudara ibu

secara naluriah. Membantu kontak langsung ibu-bayi sedini mungkin untuk memberikan rasa

aman dan kehangatan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,2005)

Pada hari pertama dan kedua setelah melahirkan, tidak jarang kita mendengar seorang ibu

mengatakan “Asi saya belum keluar”. Sebenarny, meski ASI yang keluar pada hari tersebut

sedikit demi sedikit menurut ukuran kita, tetapi volume kolostrum yang ada dalam payudara

mendekati kapasitas lambung bayi yang berusia 1-2 hari. Air susu yang keluar pada hari

pertama (kolostrum) ini mengandung zat anti infeksi 10-17 kali lebih banyak dibanding ASI

yang matang (Utami Roesli,2000)

ASI Eksklusif merupakan sumber gizi yang ideal karena komposisinya seimbang secara

alami dan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan bayi, sehingga ASI Eksklusif

merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi kualitas dan kuantitasnya, disamping

murah, mudah didapat dan juga pemberiannya bisadilakukan setiap hari makanan pertama

yang terbaik dan paling sempurna untuk bayi.

Kandungan gizinya yang tinggi dana dan zat kebal didalamnya, membuat ASI Eksklusif

tidak tergantikan oleh susu fomula yang paling hebat dan mahal sekalipun, selain itu ASI

Eksklusif juga tidak pernah basi, selama masih dalam tempatnya. Terkait itu, ada satu hal

yang disayangkan yakni rendahnya pemahaman ibu, keluarga dan masyarakat mengenai

pentingnya ASI Eksklusif bagi bayi. Akibatnya program pemberian ASI Eksklusif tidak

berlangsung secara optimal. (Yuliarti. 2010)

Pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan

pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI Eksklusif bagi daya tahan hidup

bayi, pertumbuhan, dan perkembangannya. ASI Eksklusif member semua energy dan gizi

(nutrisi) yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama hidupnya. Pemberian ASI Eksklusif

mengurangi tingkat kematian bayi yang disebabkan berbagai penyakit yang umum menimpa

anak-anak seperti diare dan radang paru (Wahyuni, 2011).

Di daerah pedesaan pada umumnya ibu menyusui bayi mereka, namun karena

jumlahnya sedikit dan berwarna bukan putih susu ini, sering kali ibu merasa ASInya belum

keluar sehingga banyak ibu yang ragu untuk memberikan ASI pada bayinya,untuk itu

penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kebiasaan yang kurang baik, seperti

pemberian makanan pralaktal yaitu pemberian makanan/minuman untuk menggantikan ASI

apabila ASI belum keluar pada hari-hari pertama kelahiran. Disamping itu masih banyak ibu-

ibu tidak memanfaatkan kolostrum, karena mereka menganggap ASI yang keluar pada hari-

hari pertama itu tidak baik untuk makanan bayi dan ada pula yang menganggap kolostrum itu

susu basi. Sehungga mereka membuang kolostrum tersebut. Mereka umumnya tidak mengerti

bahwa ASI yang baru keluar itu sangat baik untuk bayinya. (Luluk Lely Soraya, 2006)

Bayi yang diberi susu selain ASI segera setelah lahir mempunyai resiko 17 kali lebih besar

mengalami diare dan 3 sampai 4 kali lebih besar kemungkinan karean ISPA dibandingkan

dengan bayi yang mendapat ASI segera setelah lahir.

Kolostrum mempuyai kasiat untuk membersihkan mekonium sehingga mukosa usus

bayi yang baru lahir segera bersih dan siap menerima ASI. Kolostrum mengandug protein,

zat pengangkal infeksi, mineral (terutama K, Na, dan CI) dan vitamin yang larut dalam lemak

(A,D,E dan K) dan zat antibodi yang mampu melindungitubuh dari berbagai penyakit infeksi

untuk jangka waktu sampai 6 bulan (Sumarah,2009)

Kolostrum terbukti dapat meningkatkan kekebalan bayi baru lahir, oleh karena itu

pengertian tentang kolostrum sangat penting karena banyak ibu yang tidak mengerti apa itu

kolostrum. Hal ini diharapkan dapat memberi gambaran secara dini tentang manfaat

kolostrum diharapkan dapat berdampak pada pengetahuan ibu untuk segera memberikan ASI

yang mengandung kolostrum setelah melahirkan (Ambarwati,2000)

Faktor pengetahuan, pendidikan, usia, paritas, dan sosial budaya dapat menyebabkan

ibu tidak memberikan kolostrum kepada bayi baru lahir. Dan faktor ketidakmampuan tenaga

kesehatan untuk memotivasi dalam memberi penambahan ilmu bagi ibu-ibu yang menyusui

(Nazara,2007)

Terdapat pengertian yang salah tentang kolostrum, yang diperkirakan ASI yang kotor,

buruk sehingga tidak patut diberikan pada bayi. Ternyata kolostrum hanya sebagai pembuka

jalan agar bayi dapat menerima ASI penuh (Manuaba,2002)

Angka pemberian kolostrum di RSIA Ibnu Sina sangatlah minim, dikarenakan

beberapa ibu post partum terkadang tidak mau memberikan asi pertamanya/kolostrum

dikarenakan pola pikir mereka yang menganggap asi pertama/kolostrum itu asi jorok. Tetapi

ada beberapa ibu post partum yang sangat antusias memberikan asi pertama/kolostrum

kepada bayinya dikarenakan tingkat pengetahuan yang didapat menyebutkan bahwa asi

pertama/kolostrum sangatlah penting karena mengandung anti kekebalan tubuh.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis ini ingin meneliti mengenai Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Perilaku Ibu Dalam Pemberian ASI pada hari pertama / Koloustrum di

Rumah Sakit Ibu dan Anak Ibnu Sina.

B. Identifikasi Masalah

Dijaman modern seperti saat ini sudah banyak informasi tentang kolostrum, informasi

tersebut bias didapatkan dari media cetak ataupun media elektronik. Sama halnya dengan

pengetahuan ibu terhadap perilaku pemberian kolostrum, ibu yang memiliki ilmu

pengetahuan luas pada saat melahirkan secara otomatis akan memberikan asi

pertma/kolostrum pda bayi yang dilahirkanya, berbeda dengan ibu yang berpengetahuan

kurang, pada saat pertama kali kolostrum keluar mereka memilih untuk membuang kolostrum

dikarenakan cairan yang pertama kali keluar/kolostrum sangatlah jorok.

Usia sangat mempengaruhi perilaku pemberian kolostrum, usia 19-30 tahun dimana

produksi asi sangat meningkat dibandingkan dengan usia lanjut, pada faktanya ibu yang

berusia 19-23 terkadang tidak mau memberikan kolostrum kepada bayinya dikarenakan

beberapa hal contohnya dia tidak ingin payudaranya berubah bentuk dan sebagainya.

Sedangkan yang sudah berusia lanjut lebih memilih untuk memberikan kolostrum karena

beranggapan kolostrum sangatlah penting.

Paritas mempengaruhi cara berprilaku pasien untuk memberikan asi, ibu yang

memiliki anak dari 2 sudah pasti memahami akan pentingkanya pemberian kolostrum setelah

bayi lahir. Sedangkan pada ibu yang baru pertama kali melahirkan terkadang masih tidak mau

memberikan kolostrum kepada bayinya.

Pendidikan sangat mempengaruhi cara berprilaku seseorang terhadap cara berfikirnya,

begitupun tentang perilaku pemberian kolostum. Ibu yang berpendidikan tinggi sudah pasti

berpengetahuan luas yang berdampak sangat positif terhadap cara berperilaku untuk

memberikan kolostrum. Sedangkan ibu yang berpengetahuan kurang sangat berpatokan

terhadap adat dan istiadat terhadap pemberian kolostrum.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas ,maka diambil suatu rumusan masalah yang ada yaitu

apakah ada “ Faktor - Faktor Apa Yang Mempengaruhi perilaku Ibu Dalam Pemberian ASI

pertama/ kolostrum di Rumah Sakit Ibu dan Anak Ibnu Sina ?”

D. Tujuan Penelitian

1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Ibu Dalam Pemberian

ASI pertama/ kolostrum di Rumah Sakit Ibu dan Anak Ibnu Sina”

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karekteristik ibu (umur, jumlah anak, pengetahuan, pendidikan)

b. Mengidentifikasi perilaku dalam pemberian ASI pertama/kolostrum.

c. Menganalisa umur dengan perilaku pemberian ASI pertama/kolostrum.

d. Menganalisa jumlah anak dengan perilaku pemberian ASI pertama/kolostrum.

e. Menganalisa pengetahuan dengan perilaku pemberian ASI pertama/kolostrum

f. Menganalisis pendidikan ibu dengan perilaku pemberian ASI pertama/kolostrum.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

a. Memperoleh pemahaman mengenai perilaku pemberian ASI pertama/kolostrum

b. Mendapakan pengetahuan dan ketrampilan yang lebih aplikatif dalam menerapkan

ilmu yang didapat.

c. Dapat memperoleh ilmu yang diperoleh, agar lebih lebih peka dalam melihat dan

menjawab permasalahan kesehatan yang sedang terjadi dalam masyarakat.

d. Meningkatkan kemampuan komunikasi dengan masyarakat pada umumnya dan

pemuka masyarakat pada khususnya.

e. Mengembangkan wawasan, minat dan kemampuan dalam bidang penelitian.

2. Bagi Fakultas

a. Meningkatkan keterkaitan dengan kesepadanan antara subtansi akademi dengan

pengetahuan dan ketrampilan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam

pembangunan kesehatan.

b. Dapat menambah dan melengkapi kepustakaan, khususnya mengenai faktor-

fakor yang mempengaruhi perilaku ibu dalam pemberian ASI

pertama/kolostrum di Rumah Sakit Ibu dan Anak Ibnu Sina.

3. Bagi Instasi

a. Memberi sumbangan sebagai sarana pengembangan ilmu dan pengetahuan.

b. Terbinanya suatu jaringan kerjasama dengan lahan penelitian dalam upaya

meningkatkan pengembangan sumber daya manusia dan tercapainya derajat

kesehatan masyarakat.