49
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memberitakan konflik merupakan kewajiban media untuk memenuhi kepentingan publik (public interest) akan informasi. Selain itu berita konflik juga memiliki muatan peristiwa nyata, faktual, dan memiliki nilai berita yang tinggi. Sebuah berita yang memiliki nilai berita yang tinggi biasanya banyak menarik perhatian publik, seperti konflik Mesuji dan konflik Lampung Selatan. Pada bulan Desember 2011 masyarakat Indonesia dikejutkan dengan pemberitaan konflik antara Kepolisian dan warga Mesuji di Lampung. Konflik tersebut berawal dari sengeketa lahan antara masyarakat desa Sritanjung Mesuji dengan PT Barat Selatan Makmur Investindo (BMSI). Dari konflik tersebut tercatat satu orang tewas dan sembilan luka-luka. Tempo.com (26/02) mencatat bahwa menurut pihak BMSI ada sekitar 500 warga dari tiga Desa, yaitu Desa Sritanjung, Nipah Kuning, dan Desa Kaagungan Dala Kecamatan Tanjung Raya di Kabupaten Mesuji, mengamuk dan membakar seluruh fasilitas perusahaan. Atas serangan warga tersebut karyawan perusahaan BMSI langsung menghubungi pihak Kepolisian untuk mengamankan masa yang mengamuk. Setelah mendapat laporan tersebut Polisi langsung mendatangi tempat terjadinya kerusuhan. Masa yang bergitu banyak dan anarki memaksa Polisi untuk melakukan pembubaran paksa terhadap warga yang mengamuk. Seperti yang dikatakan Detiknews.com (21/12) Kepolisian bereaksi dalam upaya membubarkan masa. Namun yang terjadi dilapangan Polisi justru menembaki dan memukuli masa. Saling serang antara Kepolisian dan warga Mesuji berakhir dengan tewasnya satu orang warga Sritanjung akibat luka tembak dan sembilan warga luka-luka. Kejadian tersebut seketika ditanggapi oleh Pemerintah Pusat dengan dibuatnya Panita Kerja (Panja) yang mengusut konflik mesuji. Kompas.com (21/12) mengatakan bahwa Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis Framing Berita Konflik Mesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012) SINTA PARAMITA Universitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/62899/potongan/S2-2013-310786-chapter1.pdf · horizontal. Konflik horizontal adalah konflik yang terjadi antara

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Memberitakan konflik merupakan kewajiban media untuk memenuhi

kepentingan publik (public interest) akan informasi. Selain itu berita konflik juga

memiliki muatan peristiwa nyata, faktual, dan memiliki nilai berita yang tinggi.

Sebuah berita yang memiliki nilai berita yang tinggi biasanya banyak menarik

perhatian publik, seperti konflik Mesuji dan konflik Lampung Selatan.

Pada bulan Desember 2011 masyarakat Indonesia dikejutkan dengan

pemberitaan konflik antara Kepolisian dan warga Mesuji di Lampung. Konflik

tersebut berawal dari sengeketa lahan antara masyarakat desa Sritanjung Mesuji

dengan PT Barat Selatan Makmur Investindo (BMSI). Dari konflik tersebut

tercatat satu orang tewas dan sembilan luka-luka. Tempo.com (26/02) mencatat

bahwa menurut pihak BMSI ada sekitar 500 warga dari tiga Desa, yaitu Desa

Sritanjung, Nipah Kuning, dan Desa Kaagungan Dala Kecamatan Tanjung Raya

di Kabupaten Mesuji, mengamuk dan membakar seluruh fasilitas perusahaan.

Atas serangan warga tersebut karyawan perusahaan BMSI langsung menghubungi

pihak Kepolisian untuk mengamankan masa yang mengamuk.

Setelah mendapat laporan tersebut Polisi langsung mendatangi tempat

terjadinya kerusuhan. Masa yang bergitu banyak dan anarki memaksa Polisi untuk

melakukan pembubaran paksa terhadap warga yang mengamuk. Seperti yang

dikatakan Detiknews.com (21/12) Kepolisian bereaksi dalam upaya membubarkan

masa. Namun yang terjadi dilapangan Polisi justru menembaki dan memukuli

masa. Saling serang antara Kepolisian dan warga Mesuji berakhir dengan

tewasnya satu orang warga Sritanjung akibat luka tembak dan sembilan warga

luka-luka. Kejadian tersebut seketika ditanggapi oleh Pemerintah Pusat dengan

dibuatnya Panita Kerja (Panja) yang mengusut konflik mesuji. Kompas.com

(21/12) mengatakan bahwa Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

2

Alie mendukung pembentukan Panja di Komisi III DPR untuk mengusut

penyimpangan di sektor pertanahan, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan.

Pada tahun 2012 masyarakat Indonesia juga dikejutkan dengan berita

konflik etnis Bali dan etnis Lampung tepatnya wilayah Kalianda Lampung

Selatan. Bisnis.com (20/10) menjelaskan konflik di Lampung selatan bermula

dari masalah sederhana di mana seorang gadis Balinuraga sedang bersepeda di

desa Agom kemudian terjatuh. Lebih lanjut informasi yang bermunculan

menyatakan bahwa gadis itu terjatuh kemudian mengalami pelecehan seksual.

Keluarga gadis yang tidak terima kemudian mendatangi pemuda Agom yang

dituduh telah berbuat tidak senonoh. Pemuda Agom yang merasa tidak bersalah

menolak semua tuduhan yang diberikan suku Bali. Karena tidak percaya dengan

keterangan pemuda Agom, suku Bali membakar rumah pemudah suku Agom.

Sejak kehadirannya, etnis Bali yang berbeda dengan orang Jawa,

dipandang membawa persoalan tersendiri bagi sebagian masyarakat Lampung.

Kompas.com (4/11) lebih lanjut menyatakan bahwa kehadiran masyarakat Bali

yang dipandang masih bermasalah karena menempati wilayah yang belum

sepenuhnya diizinkan ataupun karena perbedaan adat kebiasaan dan agama.

Kenyataan pula bahwa kedua etnis relatif hidup terpisah dalam nuansa yang

eksklusif enclave. Tidak mengherankan jika kedua etnis itu kerap masih merasa

asing satu dan lainnya. Hal ini terjadi terutama di Lampung Selatan.

Dari kedua berita konflik di atas, terlihat jelas ada perbedaan munculnya

konflik tersebut. Kasus Mesuji awalnya merupakan konflik antara perusahaan dan

masyarakat, tetapi ternyata yang terjadi di lapangan adalah konflik vertikal antara

polisi dan masyarakat. Konflik vertikal adalah konflik yang terjadi dalam lapisan

kekuasan masyarakat, dimana yang satu memiliki kekuasaan dalam kasus ini

adalah Kepolisian yang diberikan otoritas pemeritah untuk mempunyai senjata

sesuai dengan standar Kepolisian dan masyarakat sipil di Mesuji yang sebagian

besar berprofesi sebagai petani, yang secara hukum administrasi tidak memiliki

sertifikat atas lahan yang mereka kelola. Kemudian konflik Lampung Selatan

tentang perkelahian antara suku Bali dan suku Lampung merupakan konflik

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

3

horizontal. Konflik horizontal adalah konflik yang terjadi antara komunitas atau

suku dengan komunitas atau suku lain yang sejajar.

Perbedaan karakter konflik itulah peneliti ingin melihat bagaimana pola

berita TV One dalam membingkai (framing) berita konflik Mesuji dan berita

konflik Lampung Selatan. Secara sederhana media massa dalam hal ini televisi

bisa dikatakan sebagai sebuah saluran atau sarana yang berfungsi sebagai

penyebar pesan dari komunikator kepada komunikan. Namun lebih komplek lagi

media massa merupakan sebuah wadah yang syarat akan kepentingan. Menurut

Eriyanto, media massa merupakan subjek yang berfungsi untuk

mengkonstruksikan realitas, lengkap dengan sudut pandangan, bias, dan

pemihakannya. Media massa juga memiliki kemampuan yang kuat untuk memilih

realitas mana saja yang akan diambil untuk dijadikan berita dan mana saja yang

tidak diambil. Selain itu, secara sadar atau tidak sadar, media massa juga memilih

aktor siapa saja yang dijadikan sumber berita untuk memperkuat isi berita

tersebut. Media massa juga berperan dalam mendefinisikan aktor dan peristiwa,

hal tersebut bisa dilihat melalui bahasa yang digunakan dalam pemberitaan.

Kemampuan lain media massa dalam mengkonstruksi berita adalah kekuatan

dalam membingkai realitas. Dengan membingkai realitas tertentu maka akan

terlihat bagaimana cara khalayak harus melihat dan memahami peristiwa dalam

kaca mata tertentu (2002: 22-24).

Pada titik inilah, media massa menunjukan potensinya yang besar untuk

membentuk wacana. Mengangkat peristiwa konflik dalam media massa

merupakan peristiwa yang lazim dalam kerja jurnalisme. Konflik merupakan

realitas sosial yang mengandung nilai berita (news value) yang dapat menarik

perhatian audiens. Pembangunan konstruksi realitas konflik yang diangkat

masing-masing media massa akan berbeda. Hal tersebut terjadi karena konstruksi

realitas yang dilakukan tergantung pada kebijakan redaksional masing-masing

media. Salah satu cara yang dipakai untuk menangkap masing-masing media

dalam membangun satu realitas adalah framing. Analisis framing secara

sederhana dapat bertujuan untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh

media. Pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses konstruksi. Realitas

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

4

dipahami dengan bentuk tertentu yang hasilnya berupa pemberitaan media pada

sisi tertentu. Semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknik jurnalistik,

tetapi bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan.

Proses framing tampaknya juga terjadi pada media massa di Indonesia,

misalnya saja peristiwa konflik Mesuji dan Konflik suku Bali dan Lampung di

Lampung Selatan. Dari fakta yang sama menjadi jauh berbeda ketika

disandingkan dengan kepentingan ideologi dan kepentingan ekonomi politik

media tersebut. Hal tersebut bisa saja terjadi karena media massa memiliki

keterbatasan dalam menyajikan seluruh realitas sosial, sehingga ada proses seleksi

dalam membuat berita. Proses penyeleksian tersebut dilakukan oleh gatekeeper

atau selektor di dalam keredaksian. Proses penyeleksian itu tentunya akan sangat

subjektif, semuanya tergantung kepada visi, misi dan ideologi masing-masing

media.

Media massa diibaratkan sebagai pedang bermata dua. Ia dapat menjadi

senjata kekerasan yang mengerikan bila menyiarkan pesan-pesan yang bersifat

tidak toleran atau disinformasi yang memanipulasi sentimen masyarakat. Tetapi ia

juga memiliki aspek lain. Ia dapat menjadi instrumen penyelesaian konflik, yaitu

bila informasi yang disajikannya terandalkan, menghormati HAM (Hak Azasi

Manusia), dan mewakili berbagai sudut pandang. Media seperti ini

memungkinkan masyarakat untuk menetapkan pilihan secara baik yang dilandasi

pada informasi, sesuatu yang menjadi komponen dasar (precursor) tata

pemerintahan yang demokratis. Ia dapat meredakan konflik dan memupuk rasa

aman manusia (ISAI, 2004).

Seperti tersirat dalam kutipan di atas, kajian hubungan sebab dan akibat

antara media dan konflik dapat lebih memperjelas bagaimana kedua hal itu saling

mempengaruhi. Pertama, efek media terhadap konflik dapat ditilik dari akibat

negatif yang ditimbulkan oleh jurnalisme yang secara tidak sengaja atau secara

terselubung menyebarkan propaganda atau bersifat memihak dalam bentuk

ketegangan dan memprovokasi terjadinya konflik. Sebaliknya, media dapat

memiliki dampak positif bila dilandasi standar profesional yang baku, yang

dibarengi dengan keragaman akses terhadap informasi, sumber daya keuangan

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

5

yang memadai dan kepatuhan terhadap kode etik. Media seperti ini dapat

membantu rekonsiliasi masyarakat, mengubah kesalahan persepsi dan

memperbesar saling pengertian tentang sebab dan akibat konflik. Kedua, efek

konflik terhadap media. Efek negatif konflik kekerasan terhadap media telah

dipetakan dengan baik. Saat konflik sedang berkembang, kebebasan berekspresi

dan ketidakberpihakan media seringkali menjadi korban pertama. Di negara-

negara dengan demokrasi yang lemah yang belum memberikan independensi

keredaksian, baik entitas negara maupun non-negara seringkali berhasil dalam

menjadikan media sebagai suatu instrumen propaganda.

Dalam konflik yang terjadi di Mesuji tentang perebutan lahan sawit yang

terjadi antara kepolisian dan masyarakat Mesuji dan konflik suku Bali dan suku

Lampung di Lampung Selatan tentang kesalahpahaman antar suku yang

mengakibatkan kematian dari suku tertentu akhir-akhir ini, cukup menimbulkan

kecurigaan terhadap semua pihak. Untuk membantu para aktor konflik dalam

menyelesaikan masalah mereka sendiri dibutuhkan mediasi yang memadai dengan

citra diri yang baik. Citra diri harus dijaga dan dikembangkan sebaik-baiknya di

masyarakat agar dipercaya, dapat menciptakan rasa tenang pada masing-masing

partisan konflik dan berpotensi untuk memperoleh mandat dalam kerja

perdamaian. Media massa sangat potensial untuk berperan sebagai mediator bagi

kelompok-kelompok di masyarakat yang sedang berkonflik seperti masyarakat

Mesuji dan Lampung Selatan.

Sumindaria (2013) mengatakan media massa dalam fungsi sebagai

mediator, setidaknya harus menjaga citra diri mediator dengan lima prinsip

tersebut. Pertama, neutrality. Media harus memiliki sikap netral, yang

diwujudkan melalui sikap tidak memihak, tidak partisan, menegakkan ukuran-

ukuran objektif dan bersikap sebagai penengah. Kedua, accessibility, yang

diwujudkan melalui jaringan kerja sama dengan berbagai pihak seluas-luasnya

dengan para pengambil keputusan politik, pertahanan, keamanan, keagamaan,

akademik, budaya, ekonomi, birokrasi, dan sebagainya, dari jajaran elite,

menengah sampai grass roots. Ketiga, competence, yang diwujudkan dengan

selalu meningkatkan kinerja yang profesional sesuai dengan kode etik jurnalistik.

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

6

Keempat, communication, yang diwujudkan melalui upaya-upaya jalinan

komunikasi serta memberi ruang kepada kelompok-kelompok yang ada di

masyarakat dengan melibatkan unsur-unsur lintas agama, lintas suku, lintas

budaya, lintas profesi, lintas kelas sosial dan menginformasikannya dalam

rumusan yang lengkap serta mudah dimengerti oleh segenap lapisan masyarakat.

Informasi tidak boleh memusat pada pribadi tertentu, melainkan harus menyebar

sesuai dengan urgensi dan hirarki yang ada. Kelima, integrity yang diwujudkan

dengan menjaga kredibilitasnya sebagai insan media maupun sebagai mediator

bagi kelompok-kelompok di masyarakat. Meluasnya konflik berkekerasan yang

masih terjadi di beberapa daerah di Indonesia hingga kini, menggugah kita untuk

serius, profesional dan proporsional melakukan sebanyak mungkin mediasi dalam

rangka rekonsiliasi.

TV One, dalam memberitakan berita konflik Mesuji dan Lampung Selaran

cenderung mengarahkan konsentrasi mereka kepada siapa yang menang dan siapa

yang kalah, siapa yang bertanggung jawab dan siapa yang menjadi korban.

Mereka juga mengulas konflik tersebut dengan dramatis dan dilematis. Dari

karakteristik ini TV One tidak jarang sering dianggap sebagai media yang

melebih-lebihan dalam memberitakan kasus tertentu. Sikap kritis dan tegas yang

ditampilkan dalam siaran TV One sering kali menggiring perasaan khalayak

beripikir emosional dalam melihat peristiwa tertentu. Hal tersebut juga didukung

oleh staf analis KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) yang mengatakan TV One

merupakan salah satu stasiun televisi berita yang paling banyak mendapat teguran

KPI dalam memberitakan informasi. Sejak Agustus 2012 hingga saat ini TV One

telah mendapat 58 sanksi teguran yang dikeluarkan KPI atas siaran berita yang

kurang etis.

Merujuk pada paparan di atas maka penelitian ini akan memfokuskan pada

konstruksi pemberitaan konflik Mesuji dan konflik Lampung Selatan yang di

siarkan oleh TV One. Hal ini ditujukan untuk mengetahui konstruksi dan sejauh

mana media tersebut berpihak dalam pemberitaan mengenai kasus konflik.

Dimana secara tidak sadar, dalam pemberitaan media cenderung menjadi

perpanjangan konflik itu sendiri. Eriyanto mengatakan bahwa sebagai institusi

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

7

yang reflektor atas realitas yang terjadi di kehidupan masyarakat. Media masa

tentu memiliki pandangan tersendiri mengenai peristiwa konflik. Sebuah peristiwa

tidak dipandang sebagai suatu yang taken for granted, akan tetapi ada sebuah

negosiasi yang berlangsung saat wartawan dan media menyajikan berita (2005: 7).

B. Pertanyaan Penelitian

Setelah melihat latar belakang permasalahan, maka diperoleh pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

Bagaimana bingkai berita konflik Mesuji yang disiarkan TV One ?

Bagaimana bingkai berita konflik Lampung Selatan yang disiarkan TV

One ?

C. Tujuan Penelitian

Dengan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

Untuk mengetahui bagaimana bingkai berita konflik Mesuji yang

disiarkan TV One

Untuk mengetahui bagaimana bingkai berita konflik Lampung Selatan

yang disiarkan TV One

Untuk memahami kebijakan redaksional yang digunakan TV One

dalam mengkonstruksi berita konflik Mesuji dan berita konflik

Lampung Selatan.

Mengetahui bagaimana tanggapan televisi berita dalam hal ini adalah

TV One dalam menanggapi framing terhadap berita konflik Mesuji

dan konflik Lampung Selatan.

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

8

D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan dan kajian

bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi dalam memahami pembingkaian

pemberitaan konflik pada media televisi.

b. Manfaat praktis

Sedangkan secara praktis penelitian ini memberikan pengetahuan baru

dalam mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya tentang

perkembangan metode pembingkaian suatu media dan memahami realitas

(peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media, serta

ideologi yang terbentuk dibalik pemberitaan media.

E. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran yang dibuat dalam penelitian ini disusun untuk

memberikan landasan teori yang bertujuan untuk memberi cerminan struktur

berfikir peneliti dalam mendekati obyek yang diteliti. Perlu diketahui sering kali

media tak menyadari telah membangun sebuah realitas baru dari fakta yang

diperoleh. Dalam pandangan positivisme, realitas sosial dipandang sebagai ilmu

alam dan empiris. Lebih mengarah kepada sebab dan akibat dari sebuah ilmu

alam. Realitas akan terbentuk mengikuti fakta yang terjadi, dalam hal ini

wartawan diposisikan sebagai penyambung fakta secara apa adanya kepada

khalayak.

Berbeda dengan pandangan konstruksionis yang banyak dipengaruhi oleh

pemahaman bahwa realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh

individu-individu. Berita dinilai sebagai sebuah hasil dari proses konstruksian

realitas atau fakta. Berita yang disajikan kepada khalayak sudah melalui proses

penyaringan atau pemilhan yang dilakukan oleh redakasi. Dalam padangan

konstruksionis wartawan dilihat sebagai eksekutor dalam memilih sudut

pandangan yang diinginkan. Sehingga berita yang dihasilkan tidak lagi murni dari

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

9

realitas sosial atau fakta, berita yang disajikan dalam pandangan konstruksionisme

merupakan realitas media.

Oleh sebab itu untuk menggali lebih dalam tentang penenitan ini.

Pembahasan ini akan diawali dengan berita dan konstruksionisme. Televisi dan

politik, berita konflik, dan analisis framing dalam berita konflik yang akan

dijabarkan sebagai berikut ini.

1. Berita dan Pandangan Konstruksionis

Berita dalam pandangan konstruksi sosial, bukan merupakan peristiwa

atau fakta dalam arti yang nyata. Disini realitas bukan hanya dioper begitu saja

sebagai berita, tetapi merupakan hasil produk interaksi antara wartawan dengan

fakta. Dalam proses internalisasi wartawan dilanda oleh realitas. Realitas diamati

oleh wartawan dan diserap dalam kesadaran wartawan. Dalam proses

ekternalisasi, wartawan menceburkan dirinya untuk memaknai realitas. Konsepsi

tentang fakta diekspresikan untuk melihat realitas. Hasil dari berita adalah produk

dari proses interaksi dan dialektika tersebut.

Menurut Eriyanto fakta dan berita dilihat dari paradigma konstruksionis

dapat dijabarkan sebagai berikut:

Tabel 1.1

Pendekatan Konstruksionis Wartawan

Penilaian Paradigma Konstruksionis Paradigma Positivis

Fakta/peristiwa adalah hasil

konstruksi.

Fakta merupakan konstruksi atas

realitas. Kebenaran suatu fakta

bersifat relatif, berlaku sesuai

konteks tertentu.

Ada fakta yang “riil”

yang diatur oleh kaidah-

kaidah tertentu yang

berlaku universal.

Media adalah agen

konstruksi.

Media sebagai agen konstruksi

pesan.

Media sebagai saluran

pesan.

Berita bukan refleksi dari

realitas. Ia hanyalah

konstruksi dari realitas.

Berita tidak mungkin merupakan

cermin dan refleksi dari realitas.

Karena berita yang terbentuk

nerupakan konstruksi atas

realitas.

Berita adalah cermin dan

refleksi dari kenyataan.

Karena itu, berita

haruslah sama dan

sebangun dengan fakta

yang hendak diliput.

Berita bersifat Berita bersifat subyektif, opini Berita bersifat oyektif,

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

10

subyektif/konstruksi atas

realitas.

tidak dapat dihilangkan karena

ketika meliput, wartawan melihat

dengan perspektif dan

pertimbangan subyektif.

menyingkirkan opini dan

pandangan subyektif dari

pembuat berita.

Wartawan bukan pelapor. Ia

agen konstruksi realitas.

Wartawan sebagai partisipan

yang menjembatani keragaman

subyektifitas pelaku sosial.

Wartawan sebagai

pelapor.

Etika, pilihan moral, dan

keberpihakan wartawan

adalah bagian yang integral

dalam produksi berita.

Nilai, etika, atau keberpihakan

wartawan tidak dapat dipisahkan

dari proses peliputan dan

pelaporan suatu peristiwa.

Nilai, etika, opini, dan

pilihan moral berada

diluar proses peliputan

berita.

Nilai, etika, dan polihan

motal penelitian menjadi

bagaian integral dalam

penelitian

Nilai, etika, dan pilihan moral

bagian tak terpisahkan dari suatu

penelitian.

Nilai, etika, dan pilihan

moral harus berada di

luar proses penelitian.

Khalayak mempunyai

penafsiran tersendiri atas

berita.

Khalayak mempunyai penafsiran

sendiri yang bisa jadi berbeda

dari pembuat berita.

Berita diterima sama

dengan apa yang

dimaksudkan oleh

pembuat berita.

Setelah melihat mengenai paradigma konstruksionis dan positivis

selanjutnya adalah melihat karakteristik penelitian isi media antara konstruksionis

dan positivis yang akan dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 1.2

Karakteristik Isi Media

Penilaian Paradigma Konstruksionis Paradigma Positivis

Tujuan penelitian:

rekonstruksi realitas sosial

Rekonstruksi realitas sosial secara

dialektis antara peneliti dengan

pelaku sosial yang diteliti.

Eksplanasi, prediksi, dan

kontrol.

Peneliti sebagai fasilitator

keragaman subyektifitas

sosial.

Peneliti sebagai passionate

participant, fasilitator yang

menjembatani keragaman

subyektifitas pelaku sosial.

Peneliti berperan sebagai

disinterested scientist.

Makna suatu teks adalah

hasil negosiasi antara teks

dan peneliti.

Negosiasi; makna adalah hasil dari

proses saling mempengaruhi antara

teks dan pembaca. Makna bukan

ditransmisikan, tetapi

dinegosiasikan.

Transmisi; makna secara

inheren ada dalam teks,

dan ditransmisikan

kepada pembaca.

Penafsiran bagian yang

tak terpisahkan dalam

analisis.

Subyektif; penafsiran bagian tak

terpisahkan dari penelitian teks.

Bahkan dasar dari analisis teks.

Obyektif; analisis teks

tidak boleh menyertakan

penafsiran atau opini

peneliti.

Menekankan empati dan

interaksi dialektis antara

peneliti— teks.

Reflektif/dialektik; menekankan

empati dan interaksi dialektis antara

peneliti—teks untuk merekonstruksi

realitas yang diteliti melalui metode

kualitatif.

Intervensionis; pengujian

hipotesis dalam struktur

hipoteticodeductive

method. Melalui lab

eksperimen atau survai

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

11

eksplanatif, dengan

analisis kuantitatif.

Kualitas penelitian diukur

dari otentisitas dan

refleksivitas temuan.

Kriteria kualitas penelitian;

otentisitas dan refleksivitas, sejauh

mana temuan merupakan refleksi

otentik dari realitas dihayati oleh

para pelaku sosial.

Kriteria kualitas

penelitian; obyektif,

validitas, dan reliabilitas

(internal dan eksternal).

Peter L. Berger sebagai seorang yang berlatar belakang sosiologi

menjelaskan realitas sosial sebagai sebuah kenyataan dan pengetahuan. Kemudian

Berger juga menjelaskan bahwa memahami kenyataan berarti memahami gejala-

gejala sosial dalam kehidupan sehari-hari dan menyeluruh dengan segala aspek

(kognitif, psiko-motoris, emosional, dan intuitif). Kenyataan sosial akan

ditemukan dari pengalaman intersubyektif. Intersubyektif merupakan kehidupan

masyarakat tertentu yang dibentuk secara terus-menerus. Konsep intersubyektif

merujuk kepada dimensi struktur kesadaran umum dan kesadaran individu dalam

suatu kelompok khusus yang sedang berinteraksi dan berintegrasi (1990: 17).

Secara sederhana wartawan mengkonstruksi realitas sosial untuk dijadikan

sebuah informasi. Realitas sosial dikonstruksi melalui proses eksternalisasi,

internalisasi, dan obyektifivas. Konstruksi sosial, dalam pandangan Berger, tidak

berlangsung dalam ruang hampa, namun berjalan di ruang sarat dengan

kepentingan-kepentingan. Eksternalisasi adalah penyesuaian diri individu dengan

dunia sosiokultural sebagai produk manusia bisa dikatakan sebagai wartawan

yang sedang mencari berita. Kemudian internalisasi adalah proses dimana

individu mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau

organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya, bisa digambarkan sebagai

profesi wartawan yang terikat dengan norma kode etik wartawan dan terikat

dengan media dimana wartawan tersebut bekerja. Sedangkan obyektifivas adalah

interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubyektif yang dilembagakan.

Berhubungan dengan konstruksi realitas Sudibyo (2006: 56) mengatakan

bahwa media bukanlah ranah yang netral dimana berbagai kepentingan dan

pemaknaan dari berbagai kelompok akan mendapat perlakuan yang sama dan

seimbang. Media justru bisa menjadi subjek yang mengkonstruksi realitas

berdasarkan penafsiran dan definisinya sendiri untuk disebarkan kepada khalayak.

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

12

Media berbeda dalam mendefinisikan realitas. Kemudian Sudibyo menambahkan

ada dua peran yang dimaikan media dalam mengkosntruksi realitas. Pertama,

media sebagai sumber kekuatan hegemoni. Artinya dalah media memiliki otoritas

untuk memilih informasi apa saja yang akan di jadikan berita. Kekuatan media

tersebut pada akhirnya mampu menguasai kesadaran khalayak. Kedua, media

sebagai sumber legitimasi. Artinya adalah media dapat memupuk kekuasaannya

agar tampak berita-berita yang disiarkan terlegitimasi atau disetujui kebenarannya.

Oleh sebab itu kemungkinan bias informasi akan dapat terjadi.

Eriyanto menambahkan bahwa ada tiga tingkatan bagaimana media

mengkonstruksi realitas (2002: 24):

a. Media membingkai peristiwa dalam bingkai tertentu.

Dalam memaknai realitas, media memahami dan menyetujui atau

tidak fakta yang sedang terjadi. Hasilnya dapat dilihat dari bagaimana

media mendefinisikan peristiwa tersebut.

b. Media memberikan simbol-simbol tertentu terhadap peristiwa.

Pemberian simbol tersebut akan menentukan bagaimana peristiwa

dipahami, sebagai yang dilihat sebagai pahlawan dan sebagai musuh.

Simbol tersebut biasanya berupa gambar atau foto, penggunaan kata,

dan bahasa.

c. Agenda setting media.

Media juga menentukan apakah peritiwa tertentu ditempatkan

sebagai hal yang penting atau tidak. Hal ini dapat dilihat dari

peristiwa apa saja yang mendapat perhatian khusus, sehingga

perhatian masyarakat tertuju pada peristiwa tersebut.

Lebih lanjut Niklas Luhman menambahkan cara media massa

mengkonstruksi realitas sosial. Dalam buku the reality of the mass media,

Luhman mengatakan bahwa adanya penggandaan realitas yang dilakukan media

massa dalam menyebarkan informasi (Luhman, 2003: 3).

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

13

“Doubling of reality, the excerpt from reality in which the second world is

constituted is marked visually or acoustically (books, screen plays, etc.) This

external frame then releases a world in which a fictional reality of its own

applies. Viewers are able to observe beginning and end (unlike in their own life)

because they experience things beforehand and still do afterwards. Transition

from real reality to fictional reality. This world of the imagination, because it

does not have to coordinate the social behaviour of the observers, does not need

any game rules. Instead it needs information. The reader or viewer has to be put

in a position very quickly to form a memory which fits the story, which is tailored

to it. And he or she can only do this if provided with sufficient familiar details

along with the pictures or the texts...etc”.

Menggandakan realitas di mana realitas nyata di konstruksi sedemikian

rupa menjadi dunia kedua didasari ditandai secara visual atau akustik (buku,drama

layar, dan sebagainya) ini bingkai secara eksternal, kemudian dilepaskan sebuah

dunia di mana realitas fiksi kepada pemirsa. Pemirsa dapat mengamati awal dan

akhir seperti dalam kehidupan mereka sendiri, karena mereka mengalami hal ini

sebelumnya dan masih melakukannya setelah itu. Transisi dari realitas nyata

dengan realitas fiksi berupa dunia imajinasi, tidak harus mengkoordinasikan

perilaku sosial dari para pengamat, tidak memerlukan aturan permainan.

Sebaliknya perlu informasi, pembaca atau pemirsa harus dimasukkan ke dalam

posisi yang sangat cepat untuk membentuk memori sesuai dengan cerita yang

disesuaikan dengan gambar-gambar atau teks.

Bagan 1.1

Realitas Ganda

Dalam lingkup redaksi proses getakeeping dan agenda setting dalam

media mulai melakukan seleksi atau memilah informasi mana saja yang akan

Redaksi MEDIA

Wartawan

Realitas sosial

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

14

disiarkan oleh media mereka. Dalam melakukan seleksi informasi yang akan

dijadikan berita tentu terdapat kepentingan-kepentingan khusus yang melekat

dalam redaksi. Kepentingan tersebut bisa kepentingan ekonomi, politik, dan

sosial. Niklas Luhman lebih dalam menjabarkan sepuluh karakteristik informasi

apa saja yang akan dipilih redaksi sebagai sebuah berita. Karakteristik tersebut

meliputi (2000: 28-34):

1) Surprise, adalah informasi yang mengejutkan berbagai golongan

masyarakat atau mempunyai dampak yang luas terhadap kehidupan

masyarakat. Informasi mengejutkan tersebut akan dipilih redaksi

untuk disiarkan. Dalam memilih waktu kapan berita surprise itu

akan disiarkan juga menjadi perhatian khusus redaksi. Bisa saja

berita mengejutkan itu disiarkan pada saat program acara lain

sedang berlangsung, atau kita terbiasa mengenalnya dengan

program breaking news. Program breaking news adalah program

berita tanpa jadwal siaran, program itu muncul ketika sebuah

persitiwa baru saja terjadi dan mempunyai dampak yang luas

terhadap kehidupan masyarakat .

2) Conflict, atau menyiarkan berita konflik merupakan keuntungan

tersendiri pada perusahaan media. Media meramu dan mengemas

konflik tersebut menjadi paket berita yang menarik dan membuat

penonton akan terus menyimak konflik tersebut. Dalam

menyiarkan berita konflik bisanya media membuat pihak yang

menang dan kalah, serta mengeneralisasi perhatian masyarakat

dalam melihat konflik tersebut.

3) Quantities, atau banyaknya fakta yang ditemui dalam suatu

peristiwa juga menjadi pilihan redaksi untuk diberitakan. Lebih

lanjut Luhman menjelaskan quantities ke dalam dua bagian, yaitu

medium dan large. Dikatakan medium bila banyaknya narasumber

yang bisa dimintai keterangan tentang suatu peristiwa tertentu.

Dikatakan large apa bila peristiwa tersebut mengandung jumlah

yang banyak dari segi kuantitas, sebagai contoh berita tentang

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

15

jumlah korban tewas akibat bencana alam, atau berita tentang

naiknya harga minyak.

4) Local relevance, atau kedekatan lokal akan menambah nilai

informasi pada sebuah berita dan berita tersebut akan menarik

pusat perhatian masyarakat disekitarnya. Hal tersebut terjadi

karena adanya kedekatan antara pemirsa dengan peristiwa yang

sedang terjadi. Misalnya saja berita tentang kecelakaan kereta api

yang menelan korban tewas di Jakarta akan menarik perhatian

masyarakat Indonesia, dari pada berita kecelakaan kereta api di

India. Redaksi akan lebih memilih kecelakaan kereta api di

Indonesia karena mengandung kedekatan lokal dengan masyarakat

Indonesia.

5) Norm violations, atau pelanggaran norma merupakan peristiwa

yang patut untuk disiarkan kepada masyarakat. Menurut redaksi

pelanggaran norma dapat menarik perhatian masyakarat. Bisanya

pelanggaran norma meliputi pelanggaran hukum, skandal,

penolakan pluralisme atau keberagaman, dan kriminalisasi. Baik

yang dilakukan oleh masyarakat maupun aktor politik.

6) Moral judgements lebih kepada sengketa sosial yang terjadi dalam

kehidupan masyarakat, hal tersebut terkait dengan konflik etnik

dalam golongan masyarakat. Istilah “keroyokan” terhadap etnik

lain menjadi peristiwa yang pantas untuk disiarkan kepada

masyarakat.

7) Norm violations recognizable merupakan kejelasan tentang

pelanggaran norma yang dapat dijabarkan secara sosiologis.

Dengan kemudahan menjabarkan peristiwa tersebut, redaksi

dengan kemahirannya mengkonstruksi peristiwa tersebut untuk

mudah dipahami, didengarkan dan dibaca oleh masyarakat luas.

Sehingga masyarakat memahami bagaimana peristiwa sebenarnya

yang terjadi menurut media.

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

16

8) The requirment of topicality merupakan informasi yang baru yang

atas sebuah peristiwa. Misalnya berita kasus penangkapan

Nazarudin di Columbia atau korupsi Hambalang pada 2011,

sampai saat ini di 2013 berita kasus ini masih berlangsung, dan

kembali melibatkan berbagai aktor politik yang sedang berkuasa.

9) Expression of opinions merupakan opini pengingat kepada

masyarakat atas sebuh peristiwa yang sudah terjadi, dan media

akan kembali mengulang-ulang sumber opini tersebut hingga

akhirnya melekat dibenak khalayak tentang peristiwa tertentu.

Disini adalah kekuatan redaksi dalam memasuki alam bawah sadar

khalayak untuk tersebut berfikir sesuai dengan keinginan redaksi

media tertentu.

10) Selektor dalam media seperti yang sudah dijelaskan di atas

merupakan tujuan redaksi untuk memperkuat fakta-fakta yang

mereka dapatkan. Hal tersebut menjadi rutinitas kerja media dalam

mengolah informasi menjadi berita.

Lebih lanjut Shoemaker dan Reese melihat peristiwa yang layak untuk

dijadikan sebuah berita paling tidak mengandung enam unsur. Unsur tersebut

akan dijelaskan sebagai berikut (1996: 110-111):

a. Prominence, yaitu penting tidaknya sebuah peristiwa dilihat dari

banyak sedikitnya efek yang ditimbulkannya. Contohnya adalah

invansi yang dilakukan Presiden Amerika Serikat Goerge W Bush

terhadap Irak tentunya akan menjadi berita menarik untuk disimak.

Peristiwa tersebut menjadi sangat penting ketika masyarakat

internasional mengecam tindakan tersebut karena menelan banyak

korban dari masyarakat sipil.

b. Human interest, yaitu peristiwa yang memberikan sentuhan

perasaan kepada penonton televisi. Contohnya kisah korban gempa

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

17

di Nangroe Aceh Darussalam yang tertimpa musibah. Semuanya

mengugah perasaan untuk disimak.

c. Conflict/controversy, yaitu informasi yang menggambarkan

pertentangan antar individu, kelompok, politik, atau negara. Segala

sesuatu yang bersifat pertentangan menarik untuk diberitakan. Hal

ini menarik karena konflik merupakan bagian dari kehidupan

manusia. Masalah pertentangan dapat menyangkut persoalan harga

diri, hukum, batas wilayah, ekonomi, dan lain-lain. Sebagai contoh:

kontroversi makelar kasus di tubuh Kepolisian yang menjadi fokus

pada penelitian ini.

d. Unique, yaitu mengenai peristiwa yang jarang terjadi. Contohnya

berita seni lukisan berbahan dasar rambut pelukis.

e. Timeliness, yaitu informasi penting yang menyangkut hal-hal yang

sedang terjadi. Contohnya adalah breaking news penangkapan

teroris internasional Dulmatin di Tangerang.

f. Proxomity, yaitu informasi mengenai hubungan kedekatan sebuah

berita dengan pemirsa baik secara geografis, dan emosional.

Contohnya peristiwa peliputan tentang hobi, profesi, dan kaitan lain

yang memunyai kedekatan dengan pemirsa.

Dari semua unsur di atas Abrar (2005: 4) menambahkan bahwa berita

harus mengandung delapan unsur:

a. Konflik, yaitu informasi yang menggambarkan pertentangan antara

manusia, bangsa Negara.

b. Kemajuan, yaitu informasi tentang kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

c. Penting yaitu informasi yang penting bagi khalayak luas dalam

rangka menjalani kehidupan mereka sehari-hari.

d. Dekat, yaitu informasi penting yang memiliki kedekatan emosi dan

jarak geografis dengan khalayak.

e. Aktual, yaitu informasi tentang peristiwa yang baru terjadi.

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

18

f. Unik, yaitu informasi tentang peristiwa yang unik dan jarang

terjadi.

g. Manusiawi, yaitu informasi yang bisa menyentuh emosi khalayak,

seperti yang membuat orang menangis, terharu, tertawa, dan

sebagainya.

h. Berpengaruh, yaitu informasi tentang peristiwa yang berpengaruh

terhadap kehidupan orang banyak.

Jika di dalam sebuah pemberitaan setidaknya terdapat satu unsur berita,

maka peristiwa tersebut layak untuk diberitakan. Namun jika sebuah peristiwa

terdapat dua unsur atau lebih, maka peristiwa tersebut memunyai nilai berita yang

tinggi dan layak untuk disiarkan. Karakteristik informasi di atas merupakan

generalisasi dari kerja selektor di media pada umumnya. Namun yang

membedakan antara media satu dengan yang lain dalam melihat peristiwa yang

sama adalah ideologi. Siregar (2001: 106) lebih lanjut menjelaskan karakter

perusahaan media dapat dijelaskan ke dalam dua bagian yaitu orientasi etis

terhadap aspek teknis dan orientasi etis terhadap subtansi informasi. Dampak dari

kedua orientasi tersebut secara otomatis memengaruhi format penyampaian

informasi yang akan disiarkan.

Teknis jurnalisme televisi merupakan bagian penting dalam menjalankan

penyesuaian karakter institusi media yang dianut. Kegiatan jurnalime televisi

adalah menentukan standar kelayakan yang diutamakan dalam menginformasikan

fakta sosial. Barometer yang digunakan jurnalisme televisi dalam melihat fakta

sosial inilah yang dijadikan dasar orientasi untuk melayani kepentingan

masyarakat luas.

Terkait dengan jurnalistik televisi, Weiner menjelaskan bahwa jurnalistik

adalah keseluruhan proses pengumpulan fakta, penulisan, penyuntingan, dan

penyiaran berita. Semua fakta kegiatan yang bermuara pada penyiaran berita,

mulai dari pengumpulan fakta, penulisan sampai pada penyuntingan berita bisa

disebut sebagai jurnalistik (Abrar, 2005: 1). Dalam teknik jurnalistik kebijakan

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

19

redaksional menjadi sumber dari setiap tindakan yang dilakukan oleh anggota

redaksional, mulai dari memilah informasi hingga menyajikan informasi.

Jurnalistik juga diartikan sebagai sebuah kegiatan memilih informasi dari

masyarakat dan sesuai dengan standar kelayakan informasi, serta menyajikan

dalam gaya bahasa yang sesuai dengan kebijakan redaksional (Siregar, 1992: 4).

Sedangkan Bromley menyatakan tidak ada satu formula khusus untuk

merumuskan apa itu jurnalistik, tetapi Bromley mencoba mendefinisikan

jurnalistik sebagai suatu produk dari instinct dan experince. Bromley memandang

jurnalistik bukan sekedar kegiatan mengumpulkan fakta kemudian menuliskan

sebagai sebuah berita saja, tetapi jurnalistik adalah sebuah komoditas yang akan

diperdagangkan karena kecepatan dan keberadaannya (1992: 1-2).

“Journalism then was the product of instinct and experience. Writing a

news story (or a feature acticle or a sport repot, or a press release) was not

like removing a gall bladder. It was not a procedure, defined and written up

ini text... is the art of writting something that will not be read twice;

journalism will be grasped at once. Journalism traded on its immediacy and

accessibility,

Bisa disimpulkan bahwa jurnalistik merupakan kegiatan yang bertujuan

untuk memenuhi hak khalayak untuk mengetahui dan mengakses informasi.

dalam tugasnya menyampaikan semua informasi kepada khalayak, maka

jurnalistik memiliki kewajiban untuk bersikap profesional, etis dan kode etik

jurnalistik. Diranah strutural jurnalistik masuk sebagai komponen dari media

massa. Menurut Siregar media massa merupakan institusi sosial dalam

mendapatkan informasi (right to know) dan hak untuk menyakatan pendapat (right

to expression) .. agar kebutuhan manusia akan informasi tersebut dapat

diselenggarakan dengan baik maka mau tidak mau harus ada sikap saling

membutuhkan antara audiens atau khalayak dengan media dan nara sumber berita

(Wahyuni, 2000: 54).

Media massa menurut Herman dan Chomsky terlibat dalam suatu interaksi

simbiosis (a simbiotic relationship), bahwa penyedia informasi media massa

digerakkan oleh kebutuhan ekonomi (economic necessity) dan pertukaran

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

20

kepentingan (respocity of interest). Media massa membutuhkan keberlangsungan

ekonomi guna memaparkan ide dan dirinya pada khalayak. Sementara di sisi lain

khalayak membutuhkan berita tentang kejadian di lingkungan yang mengitarinya.

Pada titik inilah wartawan menjadi mediator utama sebagai penghubung a

symbiotic relationship (Sulhan, 2006: 330).

Selain itu pembentukan konstruksi realitas pada media sangat dipengaruhi

oleh hubungan kekuatan-kekuatan sosial yang melingkupinya media dan berbagai

tekanan. Berbagai faktor tersebut akan mempengaruhi konstruksi kebijakan

redakasi dalam melihat realitas, lebih lanjut Gebner mengatakan pola komunikasi

massa yang tertekan. Tekanan yang mereka hadapai berasal dari berbagai

kekuasaan, termasuk dari klien (misalnya para pemasang iklan), penguasa (baik

hukum dan politik), pakar ilmuan, institusi lain, dan khalyak (McQuail,

2000:249). Skema berikut ini menggambarkan peran organisasi media serta

komponennya sebagai penentu dalam situasi yang ditandai oleh adanya berbagai

kendala, tuntutan, serta sekian banyak kekuasaan dan pengaruh (McQuail, 2010:

281).

Bagan 1.2

Media dalam tekanan sosial

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

21

a. Hubungan organisasi media dengan klien, pemilik, dan pemasok. Dalam

hal ini media sesungguhnya dalam posisi yang sulit. Di satu sisi media

butuh menghidupi dirinya namun di sisi lain media harus mengutamakan

kualitas informasi yang mereka siarkan. Pengaruh klien, pemilik, dan

pemasok seringkali mengganggu porses informasi yang berkualitas.

b. Hubungan organisasi media dengan sumber berita. Dalam hubungan ini

media harus melakukan seleksi terhadap begitu banyak peristiwa yang

diperoleh untuk dijadikan berita. sementara itu pola hubungan penyeleksi

(selektor) dengan sumber berita sangat bervariasi, seperti yang sudah

dijelaskan dalam pemikiran Nilkas Luhman.

c. Hubungan organisasi media dengan khalayak. Dalam hubungan ini

khalayak merupakan bagian penting dalam memberi pengaruh kepada

lingkungan organisasi media. Hal tersebut dikarenakan khalayak sebagai

sumber berita sekaligus sebagai penonton berita itu sendiri.

d. Hubungan organisasi media dengan kelompok penekan, pemerintah, dan

sosial politik. Mereka turut serta memberi tekanan sosial budaya yang

mempengaruhi isi media dalam memberitakan peristiwa tertentu.

2. Televisi dan politik

Televisi tidak hanya menjadi bagian yang integral dari politik, tetapi juga

memiliki posisi yang sentral dalam politik. Media massa merupakan saluran

komunikasi politik yang banyak digunakan untuk berbagai macam kepentingan.

Hal tersebut bisa terjadi karena sifat media massa yang dapat mengangkut pesan-

pesan secara masif dan luas kepada khalayak atau publik yang jauh, beragam, dan

terpancar luas. Aspek yang sangat menonjol dengan media massa terkait dengan

politik adalah fungsi media massa dalam kehidupan politik. Karena sifatnya yang

sentral dalam politik, media massa memiliki fungsi penting dan strategis.

Komunikasi politik dapat didefinisikan dengan berbagai macam sudut

pandang. Seperti yang dikatakan Denton dan Woordward yang mengatakan

bahwa, komunikasi politik merupakan diskusi tentang public resources (revenue),

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

22

official authority (mereka yang diberikan kekuasaan untuk membuat peraturan,

keputusan legislatif dan eksekutif), dan official sanction (penghargaan atau

hukuman oleh Negara). Pandangan Deton and Woordward ditanggapi oleh Brian

McNair hanya sebagai sebuah retorika politik verbal dan tulisan. Kemudian

Menurut Doris Graber mempunyai pandangan lain bahwa komunikasi politik

merupakan paralinguistik seperti bahasa tubuh dan tindakan politik seperti boikot

dan protes. Pandangan Doris Graber serta merta mendapat dukungan Mcnair

bahwa, pakaian apa yang digunakan, gaya rambut, tata rias, dan logo yang

ditujukan untuk membentuk image politik termasuk dalam komunikasi politik

(McNair, 2003: 4).

Sedangkan menurut McNair sendiri komunikasi politik terbagi menjadi

tiga bagaian penting. Pertama, komunikasi politik merupakan suatu bentuk

komunikasi yang dilakukan oleh politikus atau aktor politik semata-mata hanya

untuk mencapai tujuannya tertentu. Kedua, komunikasi politik ditujukan kepada

aktor politik oleh non politikus seperti pemilih dan kolumnis. Ketiga, aktor politik

dan kegiatan meraka, merupakan isi yang dimuat berita, editorial, dan berbagai

bentuk media. Dari pandangan McNair dihasilkan tiga elemen penting dalam

komunikasi politik yaitu: organisasi politik, media, dan citizens.

Elemen pertama adalah organisasi politik, merupakan sebuah institusi

yang membawa pengaruh kepada pengambilan kebijakan politik. Organisasi

politik itu sendiri terdiri dari lima komponen yaitu: partai politik, organisasi

public non partai, kelompok penekan, organisasi teroris, dan pemerintah. Kelima

komponen tersebut merupakan wadah politik untuk, menampung semua aspirasi

aktor politik sesuai dengan kepentingannya. Partai politik berkepentingan untuk

agregasi kelompok yang mempunyai kesamaan ideologi untuk mencapai tujuan

bersama organisasi public non-partai hampir sama dengan partai politik

mempunyai kepentingan tetapi tidak menggunakan ideologi sebagai pijakan.

Organisasi teroris mempunyai kepentingan yang berwujud radikal dan

membahayakan orang lain dengan cara meneror, menyandra, mengngebom, dan

lain-lain demi mencapai tujuannya. Pemerintah berkepentingan menjalankan

fungsi sebagai pemerintah.

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

23

Elemen kedua adalah media. Selain menjalankan fungsinya sebagai

pengawasan, penghubung, pentransferan budaya, dan hiburan. Ternyata juga

digunakan untuk tunggangan aktor politik untuk menyampaikan kepentingan dan

tujuan kepada organisasi politik dan citizens bisa berupa reportase, komentar,

analisis, dan editorial. Juga terjadi hubungan timbal balik berupa appeals,

programmes, adv, and public relation. Elemen ketiga yang terdapat pada

komunikasi politik adalah citizens, maksudnya bagaimana keterlibatan individu

yang mempunyai aspirasi atau tujuan politik, yang akan disampaikan kepada

organisasi politik tertentu, demi bendapatkan kebijakan tertentu. Berikut ini

adalah skema bagaimana posisi media dalam komunikasi politik.

Bagan 1.3

Komunikasi Politik Brain Mcnair

Kemudian Laswell (1995, 93:94) mengidentifikasi tiga fungsi pokok

media massa dalam komunikasi politik sebagai berikut:

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

24

“The surveillance of the enviroment, the correlations of the part of society

in responding to the environment, the transmission of the society heritage

from one generation to the next”

The surveillance of the enviroment diartikan sebagai pengawasan terhadap

lingkungan. The correlations of the part of society in responding to the

environment diartikan sebagai penghubung bagian-bagian masyarakat dalam

merespon lingkungan. The transmission of the society heritage from one

generation to the next diartikan sebagai mentransmisikan warisan sosial dari dari

satu generasi ke generasi berikutnya.

Pertama adalah fungsi pengawasan, merujuk pada aktivitas media massa

dalam mencermati dan melaporkan peristiwa-peristiwa penting dalam mencermati

dan melaporkan peristiwa-peritiwa penting publik. Dari sinilah, publik

mengetahui dan kemudian memberikan respon kepada peristiwa tersebut. Fungsi

pengawasan tidak sekedar pemberitaan, akan tetapi mencakup upaya menyingkap

ketidakberesan dalam penyelenggaraan pemerintah maupun kehidupan

bermasyarakat. Kedua adalah fungsi pengubung, fungsi ini lebih berkenaan

dengan kiprah media massa dalam menyediakan diri sebagai forum untuk adanya

diskusi, saling memperdengarkan pendapat, tuntutan dan aspirasi-aspirasi bagi

semua kelompok masyarakat. Ketiga adalah fungsi sebagai transmisi, merupakan

peran media massa dalam proses sosialisasi dan edukasi bagi masyarakat luas. Isi

dari sosialisasi ini adalah nilai-nilai norma-norma, dan kesepakatan yang

berkembang di masyarakat.

Charles R. Wright (1975: 8-22) menambahkan fungsi lain dari media

massa adalah menghibur. Fungsi ini pada awalnya kurang berkaitan dengan

politik. Akan tetapi pada perkembangan kemudian, setidaknya peran ini memiliki

relevansi dengan politik. Selain itu media massa juga memiliki tiga fungsi yang

lain yaitu: pertama, kekuatan mengkonstruksi dan mendekonstruksi realitas

hingga terciptanya citra dan persepsi-persepsi tertentu pada khalayak. Kedua,

mengartikulasikan kepentingan atau tuntutan. Ketiga, memproduksi dan

mereprosuksi identitas budaya (Pawito, 2009: 104).

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

25

Lebih lanjut Pawito mengatakan (2009: 126) berbicara tentang pengaruh

dan juga dampak media massa dalam konteks politik sangat melekat dengan

fungsi media massa. Media massa dapat berpengaruh terhadap khalayak, hal

tersebut bisa dilihat dari lima faktor sebagai berikut:

a. Pengangendaan isu publik pada khalayak.

Hal ini nampak dengan penguatan demi penguatan terhadap teori

agenda-setting yang pada dasarnya berpandangan bahwa agenda-

setting media mempengaruhi agenda khalayak.

b. Frame khalayak mengenai isu-isu publik.

Hal ini dapat dilihat dengan berkembanganya teori media framing

yang mengatakan bahwa frame media (subtasnsi persoalan yang

ditonjolkan oleh media mengenai isu-isu atau peristiwa-peristiwa

tertentu) berpengaruh terhadap frame khalayak (persepsi khalayak

mengenai isu atau peristiwa-peristiwa tertentu).

c. Pembentukan pendapat khalayak mengeni isu publik.

Hal ini nampak dengan perkembangan teori spiral of silent yang

mengatakan bahwa individu-individu khalayak sampai tingkatan

tertentu merujuk pada pemberitaan media untuk membangun

pendapat-pendapat mengenai peristiwa atau isu-isu publik sambil

mempertimbngankan pendapat mana yang terkesan lebih kuat (lebih

banyak memperoleh dukungan).

d. Pandangan, penilaian, atau persepsi terhadap realitas.

Misalnya teori kultivasi yang mengasumsi bahwa individu-individu

dengan terpaan televisi lebih tinggi cenderung memiliki pandangan

atau penilaian terhadap realitas yang sama dengan realitas yang

disuguhkan melalui televisi.

e. Penumbuhan citra pada khalayak mengenai objek (figur atau tokoh,

partai politik, organisasi, pemerintah, dan perusahaan),

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

26

Pengaruh dan dampak media massa tersebut telah membuka peluang bagi

adanya kritik terhadap media dan wartawan. Paul Johnson (dalam Pawito 2009:

131-133) mengatakan bahwa ada tujuh kesalahan yang sering dilakukan oleh

media atau yang biasa kita kenal sebagai tujuh dosa yang fatal (seven deadly sins)

yang seringkali dilakukan media yaitu:

a. Melakukan distorsi

Media massa sering kali, sengaja atau tidak sengaja melakukan

distorsi atau menyamarkan realitas. Kebenaran seringkali terkalahkan

oleh kepentingan-kepentingan tertentu sehingga realitas yang

sebenarnya tersamarkan.

b. Memberikan kesan keliru

Media ataupun wartawan seringkali terhanyut dalam praktek

pemberian kesan keliru kepada khalayak dengan pemberitaan yang

mengarah kepada penciptaan atau pengukuhan stereotipe dan skeptis.

Media massa selayaknya bekerja seperti kaca bening dimana khalayak

dapat melihat kebenaran.

c. Mencuri privasi

Ikut mencampuri urusan pribadi merupakan kesalahan paling buruk

yang dilakukan oleh media massa. Setiap manusia memiliki hak yang

tak terpisahkan dengan privasi setidaknya sampai tingkat tertentu.

d. Membunuh karakter

Media mass baik melalui pemberitaan, karikatur, maupun talkshow

seringkali digunakan untuk menghancurkan karir dan citra seseorang

ataupun kelompok.

e. Eksploitasi seks

Demi meningkatkan rating, media massa seringkali memberikan kesan

kuat mengeksploitasi seks. Untuk kepentingan ini, media mengemas

erotisme dan seksualias ke dalam paket pesan gosip para selebritis.

f. Meracuni pikiran anak-anak

Media massa seringkali menyuguhkan materi atau acara-acara yang

tidak mendidik. Hal ini dapat dicermati melalui berbagai paket

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

27

tayangan sinetron untuk anak-anak dan remaja yang kental bernuansa

konflik dan kekerasan.

g. Penyalahgunaan kekuasaan

Para editor seringkali berpikiran bahwa mereka memiliki kewenangan

untuk melakukan eksekusi terhaap kasus-kasus yang berkembang

melalui pemberitaan terhadap kasus tersebut. Dalam hal ini editor

sering tergoda untuk melakukan penerapan kebijakan yang bersifat

memihak.

3. Berita konflik

Terkait dengan konflik sebagai sebuah realitas yang dikonstruksi. Konflik

dipandang sebagai penggalan dari proses yang dianggap penting dan menarik bagi

khalayak (Siregar, 2006: 265). Dalam pemberitaan konflik yang terjadi di Mesuji

dan Lampung Selatan, maka tidak heran jika media massa khususnya TV One

menaruh perhatian khusus kepada konflik tersebut.

Joe Kelly mengatakan bahwa,

“Conflict is inevitable, often determined by strutural factor in the

organization or group, and an integral part of process of change. In fact,

some degree of conflict is hepful. Conflict is natural part of any

communication relationship, not all conflict have the some outcomes

generally the outcomes of conflict can be perceived of destructive or

constructive” (Myers dkk 1980: 227-229).

Mancher (2003: 68) menyatakan media massa memiliki dua general

guidelines. Pertama, news is information about a break form the normal flow of

event, an interrupt ion in the expected, a deviation from the norm. Kedua, news is

an information people need to make sound decisions about their lives. Mancher

menjelaskan bahwa bagaimana seorang wartawan dan editor menentukan apakah

suatu peristiwa merupakan suatu informasi yang perlu diketahui khalayak atau

tidak. Informasi harus mengandung nilai berita seperti: timeliness, impact,

consesquence or importance, prominence of the people involve, proximity to

reader or listeners, conlift, the unusual nature and the event necessity (2003:64).

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

28

Berita tidak terlepas dari kaidah kerja jurnalisme, seperti dikatakan

Weiner mengungkapkan bahwa jurnalisme merupakan keseluruhan proses

pengumpulan fakta, penulisan, penyutingan dan penyiaran (Abrar, 2005: 15).

Sedangkan Siregar (2001: 106) melihat jurnalisme sebagai kegiatan memungut

fakta sosial untuk dijadikan informasi, kemudian selanjutnya disampaikan melalui

media massa. Dari dua pengertian jurnalisme di atas terdapat pemahaman yang

sama atas adanya fakta sosial yang akan dijadikan informasi. Dalam

mengumpulkan fakta sosial, seorang jurnalis memiliki ketentuan tersendiri dalam

penyampaikan informasi. Ketentuan ini biasanya berorientasi terhadap karakter

perusahaan media tersebut.

Konflik sebagai sebuah realitas sosial yang coba diulas insan pers,

tentunya memiliki kepentingan khusus untuk mengulas konflik. Kepentingan

tersebut bisa berupa kepentingan teknik maupun etis subtansi kepada masyarakat

luas. Konflik pada dasarnya merupakan pertikaian individu atau pun kelompok.

Untuk menyelesaikan beberapa masalah biasanya konflik merupakan suatu cara

yang banyak digunakan individu untuk menyelesaikan masalah. Ada yang

berakhir. Robert M.Z. Lawang (1986: 311) mengatakan bahwa konflik diartikan

sebagai perjuangan untuk memperoleh hal-hal yang langka, seperti nilai, status,

kekuasaan dan sebagainya, yang tujuan mereka berkonflik itu hanya memperoleh

keuntungan, tetapi juga untuk menundukan pesaingnya. Konflik dapat diartikan

sebagai benturan kekuatan dan kepentingan antara suatu kelompok dan kelompok

lain dalam proses perebutan sumber-sumber kemasyarakatam ekonomi, politik,

sosial, dan budaya, yang terlatif terbatas. Lebih lanjut Lawang melihat konflik

yang terjadi di Indonesia pada umumnya terdiri atas dua jenis yaitu:

1) Konflik vertikal, merupakan konflik yang terjadi antar herarki masyarakat

contohnya konflik negara versus warga buruh dan majikan. Dalam

penelitian ini konflik vertikal adalah konflik Mesuji.

2) Konflik horizontal, merpukan konflik yang terjadi antar golongan

masyarakat yang seimbang. Contohnya konflik antar suku, antar agama,

dan antar masyarakat. Konflik tersebut bisa berlatar belakang ekonomi,

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

29

politik, agama, kekuasaan, dan kepentingan lainnya. Dalam penelitian ini

konflik horizontal adalah konflik suku Bali dan suku Lampung.

Charles Lewis Taylor dan Michael C.Husdson membuat beberapa

indikator dalam menggambarkan intensitas konflik yang terjadi dalam masyarakat

indonesia. indikator-indikator tersebut adalah sebagai berikut (dikutip McDaniel,

2010: 382):

1) Demonstrasi (a protest demonstration) adalah sejumlah orang yang tidak

menggunakan kekerasan, kemudian mengorganisasikan diri untuk

melakukan protes terhadap suatu kebijakan pemerintah atau ideologi.

2) Kerusuhan pada dasarnya sama dengan demonstrasi, yang membedakan

adakah adanya kekerasan fisik, perusakan fasilitas umum, menggunakan

berbagai alat-alat pengendali kerusuhan oleh aparat keamanan, dan

penggunakan berbagai macam senjata kerusuhan yang biasanya terjadi

secara spontan.

3) Serangan bersenjata (armed attack) serangan yang dilakukan kelompok

tertentu terhadap kelompok lain dengan menggunakan senjata, akibat

pertentangan konflik sosial.

Berikut ini adalah kronologi konflik yang terjadi di Mesuji dan Lampung

Selatan. Pada bulan Desember 2011 masyarakat Indonesia dikejutkan dengan

pemberitaan konflik antara Kepolisian dan warga Mesuji di Lampung. Konflik

tersebut berawal dari sengketa lahan antara masyarakat desa Sritanjung Mesuji

dengan PT Barat Selatan Makmur Investindo (BMSI). Dari konflik tersebut

tercatat satu orang tewas dan sembilan luka-luka. Tempo.com (26/02) mencatat

bahwa menurut pihak BMSI ada sekitar 500 warga dari tiga Desa, yaitu Desa

Sritanjung, Nipah Kuning, dan Desa Kaagungan Dala Kecamatan Tanjung Raya

di Kabupaten Mesuji, mengamuk dan membakar seluruh fasilitas perusahaan.

Atas serangan warga tersebut karyawan perusahaan BMSI langsung menghubungi

pihak Kepolisian untuk mengamankan masa yang mengamuk.

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

30

Setelah mendapat laporan tersebut Polisi langsung mendatangi tempat

terjadinya kerusuhan. Masa yang bergitu banyak dan anarki memaksa Polisi untuk

melakukan pembubaran paksa terhadap warga yang mengamuk. Seperti yang

dikatakan Detiknews.com (21/12) Kepolisian bereaksi dalam upaya membubarkan

masa. Namun yang terjadi dilapangan Polisi justru menembaki dan memukuli

masa. Saling serang antara Kepolisian dan warga Mesuji berakhir dengan

tewasnya satu orang warga Sritanjung akibat luka tembak dan sembilan warga

luka-luka. Kejadian tersebut seketika ditanggapi oleh Pemerintah Pusat dengan

dibuatnya Panita Kerja (Panja) yang mengusut konflik mesuji. Kompas.com

(21/12) mengatakan bahwa Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki

Alie mendukung pembentukan Panja di Komisi III DPR untuk mengusut

penyimpangan di sektor pertanahan, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan.

Pada tahun 2012 masyarakat Indonesia juga dikejutkan dengan beria

konflik etnis antara masyarakat Bali dan Lampung tepatnya wilayah Kalianda

Lampung Selatan. Bisnis.com (20/10) menjelaskan konflik di Lampung selatan

bermula dari masalah sederhana di mana seorang gadis Balinuraga sedang

bersepeda di desa Agom kemudian terjatuh. Lebih lanjut informasi yang

bermunculan menyatakan bahwa gadis itu terjatuh kemudian mengalami

pelecehan seksual. Keluarga gadis yang tidak terima kemudian mendatangi

pemuda Agom yang dituduh telah berbuat tidak senonoh. Pemuda Agom yang

merasa tidak bersalah menolak semua tuduhan yang diberikan suku Bali. Karena

tidak percaya dengan keterangan pemuda Agom, suku Bali membakar rumah

pemudah suku Agom. Melihat konfigurasi sosial suku di pedesaan Lampung yang

sangat beragam, membuat desa-desa di Lampung Selatan eksklusif. contohnya

saja suku Bali di desa Balinuraga dan desan Agom.

Sejak kehadirannya, etnis Bali yang berbeda dengan orang Jawa,

dipandang membawa persoalan tersendiri bagi sebagian masyarakat Lampung.

Kompas.com (4/11) lebih lanjut menyatakan bahwa kehadiran masyarakat Bali

yang dipandang masih bermasalah karena menempati wilayah yang belum

sepenuhnya diizinkan ataupun karena perbedaan adat kebiasaan dan agama.

Kenyataan pula bahwa kedua etnis relatif hidup terpisah dalam nuansa yang

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

31

eksklusif enclave. Tidak mengherankan jika kedua etnis itu kerap masih merasa

asing satu dan lainnya. Hal ini terjadi terutama di Lampung Selatan.

Dari kedua berita konflik di atas, terlihat jelas ada perbedaan munculnya

konflik tersebut. Kasus Mesuji awalnya merupakan konflik antara perusahaan dan

masyarakat, tetapi ternyata yang terjadi di lapangan adalah konflik vertikal antara

polisi dan masyarakat. Konflik vertikal adalah konflik yang terjadi dalam lapisan

kekuasan masyarakat, dimana yang satu memiliki kekuasaan dalam kasus ini

adalah Kepolisian yang diberikan otoritas pemeritah untuk mempunyai senjata

sesuai dengan standar Kepolisian dan masyarakat sipil di Mesuji yang sebagian

besar berprofesi sebagai petani, yang secara hukum administrasi tidak memiliki

sertifikat atas lahan yang mereka kelola. Kemudian kasus konflik Bali dan

Lampung yang merupakan konflik antar suku di Lampung Selatan merupakan

konflik horizontal. Konflik horizontal adalah konflik yang terjadi antara

komunitas atau suku dengan komunitas atau suku lain yang sejajar.

4. Teori Framing

Gagasan mengenai framing pertama kali dilontarkan oleh Baterson pada

1955 (Sobur, 2002:161). Ia mengatakan bahwa framing merupakan pendekatan

untuk mengetahui bagaimana perspektif yang digunakan oleh wartawan ketika

menyeleksi isu dan menulis berita. Perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta

apa yang akan diambil, kemudian bagaimana ditonjolkan dan dihilangkan. Hal

tersebut membuat berita begitu manipulatif dan bertujuan mendominasi

keberadaan subyek sebagai suatu yang legitimasi, obyektif, alamiah, wajar atau

tak terelakkan (Imawan, 2000: 54-67). Berikut ini adalah definisi framing yang

disampaikan dari beberapa ahli (Eriyanto, 2008: 77-79)

Tabel 1.3

Definisi Framing

Robert N. Entman Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga

bagaian tertentu dari peristiwa itu leboh menonjol

dibandingkan dengan aspek lain. Ia juga menyertakan

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

32

penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas

sehingga sisi tertentu mendapat alokasi leboh besar dari

pada sisi yang lain.

William A. Gamson Cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir

sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna

peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu

wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan

(package). Kemasan itu semacam skema atau struktur

pemahaman yang digunakan individu untuk

mengkonstruksi makan pesan-pesan yang ia sampaikan,

serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima

Todd Gitlin Strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan

disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada

khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam

pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian

khalayak pembaca. Itu dilakukan dengan seleksi,

pengulangan, penekanan, dan presentasi aspek tertentu dari

realitas.

David E. Snow dan Robert

Sanford

Pemberian makna untuk penafsiran peristiwa dan kondisi

yang relevan. Frame mengorganisasikan sistem

kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu,

anak kalimat, citra tertentu. Sumber informasi, dan kalimat

tertentu.

Amy Blinder Skema interpretasi yang digunakan oleh individu untuk

menempatkan, menafsirkan, mengidentifikasi, dan melaneli

peristiwa yang komplek ke dalam bentuk dan pola yang

mudah dipahami dan membantu individu untuk mengerti

makna peritiwa.

Zhongdang Pan dan Gerald

M. Kosiki

Stretegi konstruksi dan memproses berita. perangkat

kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi,

menafsirkan dalam mengkode informasi, menafsirkan

peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi

pembentukan berita.

Meskipun berbeda dalam penekanan dan pengertian tentang definisi

framing, dapat dilihat ada titik singung utama dari keseluruhan definisi tersebut.

Titik singgung tersebut adalah bagaimana realitas dibentuk dan dikonstruksi oleh

media. Dari hasil konstruksi tersebut dapat dilihat bagian mana yang menonjol

dari sebuah berita dan bagian mana yang hilang atau dikaburkan dari sebuah

berita. Gitlin mengatakan bahwa frame media lebih tepat dikatakan sebagai

bentuk yang muncul dari pikiran (kognisi), penafsiran, dan penyajian dari seleksi,

penekanan, dan pengucilan dengan mengunakan simbol-simbol yang dilakukan

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

33

secara teratur dalam wacana yang terorganisir, baik dalam bentuk verbal mauapun

visual (2008: 80).

Menurut Ervin Goffman (dalam Sobur, 2001: 76-77), secara sosiologis

konsep frame analysis memelihara kelangsungan kebiasaan kita mengklasifikasi,

mengorganisasi, dan menginterpretasi secara aktif mengalaman-pengalaman hidup

kita untuk dapat memahaminya. Skema interpretasi itu disebut frames, yang

memungkinkan individu dapat melokalisasi, merasakan, mengindetifikasi, dan

memberi label terhadap peristiwa-peristiwa serta informasi. Frames

memungkinkan para jurnalis memproses sejumlah besar informasi demi penyiaran

yang efisien kepada khalayak. Secara psikologi, framing dilihat sebagai

penempatan informasi dalam konteks yang unik, sehingga elemen-elemen tertentu

suatu isu memperoleh alokasi sumber kognitif individu lebih besar.

Lebih lanjut Eriyanto mengatakan ada dua aspek dalam framing. Pertama,

memilih fakta atau realitas. Proses memilih fakta ini didasarkan pada asumsi,

wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta

ini selalu tekandung dua kemungkinan yaitu apa yang dipilih (included) dan apa

yang dibuang (excluded). Akibatnya adalah pemahaman dan konstruksi atas

sebuah peristiwa bisa menjadi berbeda antara satu media dengan media lain.

Media yang menekankan aspek tertentu, memilih fakta tertentu akan

menghasilkan berita tertentu. Kedua, menulis fakta, proses ini berhubungan

dengan bagaimana fakta dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu

diungkapkan dengan kata, kalimat, dan proposisi apa saja dengan bantuan foto

dan gambar. Akibatnya, aspek tertentu yang ditonjolkan menjadi menonjol, lebih

mendaptkan alokasi dan perhatian yang benar dibandingankan aspek yang lain

(2008: 81).

Dilihat dari landasan teoritik analisis framing memiliki tiga pedekatan

yaitu; perspektif komunikasi, sosiologi, dan psikologi. Dilihat dari perspektif

komunikasi, nalisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi

media saat mengkonstruksi fakta. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan

untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh

wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Oleh karena itu, berita

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

34

menjadi manipulatif dan bertujuan mendominasi keberadaan subjek sebagai

sesuatu yang legitimate, objektif, alamiah, wajar, dan tak terelakkan. Dilihat dari

perspektif Sosiologi, secara sosiologis, konsep frame analysis ialah memelihara

kelangsungan kebiasaan kita mengklasifikasi, mengorganisasi, dan

menginterpretasi secara aktif pengalaman-pengalaman hidup kita untuk dapat

memahaminya. Skemata interpretasi itu disebut frames, yang memungkinkan

individu dapat melokalisasi, merasakan, mengidentifikasikan, dan memberi label

terhadap peristiwa-peristiwa serta informasi.

Dilihat dari perspektif psikologi, framing dilihat sebagai penempatan

informasi dalam konteks yang unik, sehingga elemen-elemen tertentu suatu isu

memperoleh alokasi sumber kognitif individu lebih besar. Konsekuensinya,

elemen-elemen yang terseleksi menjadi penting dalam mempengaruhi penilaian

individu dalam penarikan kesimpulan.

Berikut ini merupakan model proses framing yang akan dijabarkan

menjadi empat bagian:

a. Frame Building

Frame building dapat dilihat dari beberapa faktor seperti,

pengendalian diri pada organisasi, nilai-nilai profesional wartawan,

atau harapan audiesn pada bentuk dan isi berita. Walaupun demikian,

apa yang dipelajari belum mampu untuk menjawab pertanyaan

begaimana media dibentuk atau tipe pandangan atau analisis yang

terbentuk pada kreasi atau perubahan analisis dan penulis yang

diterapakan wartawan. Frame building meliputi pertanyaan: faktor

struktur dan oragnisasi seperti apakah yang mempengaruhi sistem

media atau karakteristik individu wartawan seperti apakah yang

mampu mempengaruhi penulisan sebuah berita terhadap peristiwa

yang terjadi.

Gans, Shoemaker, dan Reese memberi saran, yaitu minimal ada

tiga pengaruh yang potensial. Faktor pertama, adalah pengaruh dari

wartawan. Konstruksi analisis lebih sering dibuat wartawan untuk

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

35

membuat perasaan memiliki akan kedatangan informasi. bentuk

analisis fenomena yang ditulis wartawan sangat dipengaruhi oleh

varibel-variabel seperti ideologi, perilaku, norma-norma profesional,

dan memberi ciri pada wartawan dama menulis berita. faktor kedua

yang berpengaruh dalam penulisan berita adalah pemilihan pendekatan

yang digunakan wartawan dalam penulisan berita sebagai konsekuensi

dari tipe dan orientasi politik atau “rutinitas organisasi”. Faktor ketiga

adalah pengaruh dari sumber-sumber eksternal, misalnya aktor politik

dan otoritas.

b. Frame setting

Proses kedua dalam framing sebagai teori efek media adalah frame

setting. Argumen para ahli, frame setting didasarkan pada proses

identifikasi yang sangat penting. Frame setting termasuk dalam aspek

pengkondisian agenda (adenda setting). Agenda setting ini lebih

menitik beratkan pada isu-isu yang menonjol dan penting. Level awal

dari agenda setting adalah transmisi objek yang penting, kemudian

level selanjutnya adalah transmisi atribut yang penting. Nelson

menambahkan pernyataan bahwa analisa penulisan berita

mempengaruhi opini dengan penekanan nilai spesifik, fakta, dan

pertimbngan yang lainnya yang kemudian diikuti dengan isu-isu yang

lebih besar, nyata, serta relevan.

c. Individual- level effect of framing

Tingkat pengaruh individu pada seseorang akan membentuk

beberapa variabel perilaku, kebiasaan, dan variabel kognitif lain yang

telah dilakukan dengan menggunakaan model kontak hitam (black box

model). Dapat dikatakan bahwa stusi ini lebih berfokus pada input dan

output, dan proses yang menghubungan variabel-variabel kunci dapat

diabaikan.

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

36

Sebagai peneliti melakukan percobaan pada nilai keluaran framing

tingkat individu. Walaupun telah memberikan kontribusi yang penting

dalam menjelaskan efek penulisan berita di media dalam hubungannya

dengan perilaku, kebiasaan, dan variabel kognitif lainnya, studi ini

tidak mampu menjelaskan bagaimana dan mengapa dua variabel ini

saling berhubungan.

d. Journalist as audience

Wartawan lebih cenderung untuk melakukan pemilihan konteks.

Dalam hal ini, diharapkan wartawan dapat berperan sebagai orang

yang mendengarkan analisis pembaca sehingga muncul timbal balik

ide. Hal ini berakibat analisis wartawan tidak selalu dianggap paling

benar dan tidak memiliki kelemahan.

Menurut Urs Dahiden dalam sejarah framing diinterpretasikan secara

beragam. Framing dimaknai berbeda-beda dalam berbagai kelompok obyek

kajian. Misalnya dalam psikologi, framing dimaknai sebagai skema, sedangkan

dalam konteks ilmu informasi, skema merupakan instrumen representasi

pengetahuan. Sosiolog Ervin Goffman, yang lebih fokus pada obyek kajian

komunikasi interpersonal dan komunikasi langsung memaknai framing sebagai

pendefinisian tentang situasi yang sedang terjadi dan menjawan pertanyaan “what

is it that’s going on hare?” dalam konteks ilmu politik frame dimaknai sebagai

bentuk dari sistem kepercayaam seperti diungkapkan oleh Gerhards/Rucht sebagai

berikut: “we define a belief system as a configuration of idea and attitudes in

which the elements are bound together by some form of constraint or functional

interdependence” (seperti dikutip Hermin, 2008: 2).

Dalam konteks studi media keberagaman perspektif coba diatasi oleh

Dahiden dengan menawarkan serangkaian kategori frame yang menurutnya dapat

dijadikan frame yang muncul dalam penelitian mengenai sebuah tema. Sebagai

meta-analisis-proposional yang merupakan bangunan kategori berdasarkan hasil

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

37

dari serangkaian penelitian. Basis frame yang dimaksud adalah sebagai berikut

(Hermin, 2008: 3):

Tabel 1.4

Basis Frame dari Urs Dahiden

Basis Frame Definisi

Konflik Tema yang dipilih berangkat dari konflik

kepentingan antara kelompok sosial yang beragam

Ekonomi Tema diurai dari perspektif ekonomi

Kemajuan Tema dijelaskan dari konteks kemajuan dan

perspektif ilmu pengetahuan

Moral, Etika, Hukum Tema dibahas dan didiskusikan dari perspektif

moral etika, dan hukum

Personalisasi Tema dijelaskan dari perspektif personal dari

individu

Dengan alasan bahwa penelitian ini beranggapan kecenderungan umum

fenomena media dan konflik, maka metode framing yang diterapkan Dahinden

didesain sedemikian rupa untuk mencapai tujuan tersebut. Kemudian analisis

framing juga termasuk kedalam paradigma konstruksionis. Paradigma ini

merupakan posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang

dihasilkan, kemudian Robert N. Entman mendefinisikan framing sebagai berikut:

“to frame is to select some aspect of a perceived reality and make them

more salient in a communicating text, in such way as to promote a

particular problem definition, causal interpretatiom, moral evaluation or

treatment recommendation”

Entman menjelaskan bahwa dalam membuat kerangka framing dengan

cara menyeleksi dan memberi perlakukan tertentu terhadap aspek dari sebuah

peristiwa yang akan diteliti dalam teks berita. Hal ini bisa dianggap sebagai cara

promosi masalah tertentu, interpretasi kausal, evaluasi moral atau memberi

rekomendasi atas peristiwa yang terjadi. Pada dasarnya Entman menjelaskan

bahwa framing merupakan kegiatan pemberi definisi, penjelasan, evaluasi, dan

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

38

rekomendasi terhadap peristiwa yang diwacanakan. Konsepsi mengenai framing

dari Entman tersebut menggambarkan secara luas bagaimana peristiwa dimaknai

dan ditandakan oleh wartawan. Berikut ini adalah empat penjelasan Entman

mengenai konsepsi framing.

Pertama, pedefinisian masalah (Define problems) elemen ini merupakan

frame yang paling utama. Frame tersebut menekankan bagaimana peristiwa

dipahami oleh wartawan. Bagaimana peristiwa tersebut dipahami secara berbeda

dan dan bingkai yang berbeda ini menyebabkan realitas yang berbeda. Kedua,

memperkirakan penyebab masalah (diagnose causes) merupakan framing untuk

membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari suatu peristiwa. Penyebab ini

bisa berupa apa (what), tetapi bisa berarti siapa (who). Bagaimana peristiwa

dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang dianggap sebagai sumber

masalah. Ketiga, membuat keputusan moral (make moral judgement) adalah

elemen framing yang dipakai untuk membenarkan atau memberi argumentasi

pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Ketika suatu masalah sudah

didefinisikan, penyebab masalah sudah ditentukan, dibutuhkan sebuah

argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut. Keempat,

menekankan penyelesaian (treatment recommendation) elemen ini dipakai untuk

menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Penyelesaian itu tentu saja sangat

tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai

penyebab masalah.

Tabel 1.5

Perangkat Framing Robert N. Entman

Define problems Bagaimana suatu peristiwa/isu dilihat? Sebagai

apa? Atau berbagai masalah apa?

diagnose causes Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa? Apa yang

dianggap sebagai penyebab dari suatu masalah? Siapa

(aktor) yang dianggap sebagaimana penyebab

masalah?

make moral judgement Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan

masalah? Nilai moral apa yang dipakai untuk

melegitimasi atau mendelegitimasi suatu tindakan

treatment recommendation Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi

masalah tersebut?

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

39

F. Kerangka Konseptual

Dalam menganalisis suatu objek penelitian tertentu dibutuhkan beberapa

konsep yang dapat memberikan batasan-batasan dalam penelitian. Dari penjabaran

teori yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka ada beberapa konsep utama yang

akan dipadupadankan lebih mendalam dalam penelitian ini. Berikut ini konsep-

konsep yang perlu dijabarkan dalam penelitian:

1. Konstruksi

Konstruksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah konstruksi

yang dilakukan media dalam melihat realitas sosial dalam melihat konflik

Mesuji dan konflik Lampung Selatan. Hal tersebut bertujuan untuk melihat

frame-frame apa yang ditampilkan TV One dalam mengkonstruksi kedua

konflik Mesuji dan konflik Lampung Selatan.

2. Berita

Berita merupakan hasil produksi dari kerja jurnalistik berupa narasi

dan gambar. Oleh sebab itu berita yang digunakan dalam penelitian ini

adalah berita konflik yang menyiarkan konflik Mesuji dan konflik

Lampung Selatan pada 2011 – 2012. Berita tersebut meliputi pembahasan

tentang motif konflik, dinamika konflik, dan penyelesaian konflik.

3. Konflik

Walaupun banyak definisi yang membahas masalah konflik,

penelitian ini akan lebih berfokus pada peristiwa konflik yang berkaitan

dengan fenomena konflik Mesuji yang diakibatkan dari perluasan lahan

sawit oleh perusahaan. Konflik tersebut terjadi diduga melibatkan

kepolisian dan masyarakat Mesuji yang berujung pada tewasnya warga

Mesuji. Serta konflik antar suku Bali dan suku Lampung yang terjadi di

Lampung Selatan. Konflik tersebut berawal dari kesalahapahaman antar

kedua suku tersebut. Dari konflik ini beberapa warga suku Bali tewas dan

warga Bali menggugat pemerintah jika kasus tersebut tidak ditangani

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

40

cepat, masyarakat Bali akan melepaskan dari Negara Kesatuan Indonesia

(NKRI).

4. Framing berita

Framing berita yang digunakan dalam penelitian mengadosi

pemikiran Dahinden dan Entman. Alasan menggunakan pemikiran

Dahinden sebagai basis frame dalam penelitian ini adalah untuk

menangkap fenomena umum atau fenomena makro dalam konflik-konflik

tersebut. Framing akan dilakukan secara umum melalui pengamatan pada

obyek penelitian yaitu berita konflik yang muncul di televisi. Sedangakan

menggunakan pemikiran Entman dalam penelitian ini adalah untuk

menangkap secara detail memaknai teks berita dari sebuah media televisi.

Dari kedua mikiran tersebut maka diperoleh framing konflik Mesuji dan

konflik Lampung Selatan yang akan di jelaskan kedalam tiga kategori

yaitu motif konflik, dinamika konflik, dan penyelesaian konflik.

Pertama, frame tentang motif konflik yang akan melihat bagaimana

media membingkai pemicu konflik Mesuji dan konflik Lampung Selatan.

Kedua, frame tentang dinamika konflik yang akan melihat bagaimana

media membingkai situasi konflik yang sedang terjadi. Ketiga, frame

tentang penyelesaian konflik yang akan membahas bagaimana media

membingkai upaya perdamaian yang terjadi dari kedua konflik tersebut.

Setelah mengkategorikan berita yang akan dianalisis kemudian secara satu

persatu teks tersebut akan dianalisis sebagai berikut:

a. Secara basic frame yang gunakan untuk membedah frame

subtasnsi di atas adalah dengan menggunakan pemikiran

Dahinden yang lebih mengulas frame secara besar. Frame

tersebut meliputi, konflik, ekonomi, kemajuan, (moral, etika,

dan hukum), personalisasi. Masing-masing elemen tersebut

memiliki unit yang diamati, yang akan dijelaskan sebagai

berikut:

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

41

Konflik, elemen ini merupakan elemen framing untuk

melihat tema yang dipilih berangkat dari kepentingan antar

kelompok

Ekonomi, elemen ini merupakan elemen framing untuk

melihat tema apa yang terkait dalam perspektif ekonomi.

Kemajuan, elemen ini merupakan elemen framing untuk

melihat tema apa yang termasuk ke dalam konteks

kemajuan dan pengetahuan

Moral, etika, dan hukum, elemen ini merupakan elemen

framing untuk melihat tema apa yang dibahas dengan

perspektif moral, etika, dan hukum

Personalisasi, elemen ini merupakan elemen framing untuk

melihat tema dijelaskan secara individu.

b. Pemikiran Entman memiliki empat elemen yaitu: define

problems, diagnose causes, moral judgement, treatment

recommendation. Keempat elemen tersebut bertujuan untuk

menditeksi secara detail tentang makna yang terkandung di

dalam sebuah teks berita konflik. Keempat elemen tersebut

memiliki unit yang diamati, yang akan dijelaskan sebagai

berikut.

Define problems, unit analisisnya terdiri dari isi berita,

sumber berita dan narasumber. Sumber berita adalah

organisasi atau institusi dimana aktor atau individu

berkelompok. Sedangkan narasumber adalah aktor dari

organisasi atau institusi tersebut.

Diagnose causes, Elemen ini merupakan elemen framing

untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari

suatu peristiwa. Oleh sebab itu unit analisis yang digunakan

berarti apa (what), tetapi bisa juga berarti siapa (who).

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

42

Moral Evaluation, Elemen ini merupakan elemen framing

yang dipakai untuk membenarkan atau memberikan

argumentasi pada pendefinisian masalah yang telah dibuat.

Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebab masalah

sudah ditentukan, dibutuhkan sebuah argumentasi yang kuat

untuk mendukung gagasan tersebut. Oleh karena itu unit

analisis yang digunakan bisa mengandung moral judgement

positif dan negatif,

Treatment recommendation. Elemen ini dipakai untuk

menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Jalan apa

yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Oleh sebab itu

unit yang diamati mengarah kepada penyelesaian itu tentu

saja sangat bergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat.

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

43

Tabel 1.6

Tabel Framing

Framing

substansi

Motif konflik 1. Mesuji

2. Lampung Selatan

Dinamika Konflik 1. Mesuji

2. Lampung Selatan

Penyelesaian Konflik 1. Mesuji

2. Lampung Selatan

Basic Frame Konflik Tema yang dipilih berangkat dari

kepenting antar kelompok

Ekonomi Tema dalam perspektif ekonomi

Kemajuan Tema dengan kontek kemajuan dan

pengetahuan

Moral,etika,hukum Tema dibahas dengan perspektif

moral, etika, dan hukum

Personalisasi Tema dijelaskan secara individu

Frame Define

Problems Judul

Isi Berita

Nara Sumber

Sumber Berita

Causal

Interpretation Apa penyebab masalah

Siapa yang dianggap sebagai

penyebab masalah

Moral

Evaluation

Nilai moral apa yang digunakan untuk

melegitimasi atau delegitimasi suatu

tindakan

Treatmen

Recomendation

Penyelesaian apa yang ditawarkan

untuk mengatasi masalah

G. Metodelogi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini akan membahas tentang jenis

penelitian, sifat penelitian, subyek penelitian, objek penelitian, teknis

pengumpulan data, dan analisis data yang akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Jenis penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif sebab peneliti ingin

menggambarkan kejadian sosial yang bisa mempengaruhi wartawan dalam

membingkai berita konflik di Mesuji dan konflik Lampung Selatan yang

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

44

siarkan TV One pada 2011-2012. Hasil temuan tersebut bersifat deskriptif,

yaitu memberi gambaran terkait bingkai pemberitaan wacana konstruksi

berita konflik Mesuji dan konflik Lampung Selatan. Metode deskriptif ini

bertujuan untuk memaparkan secara sistematis fakta atau karakteristik

tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat (Rachmat,

2007:22).

2. Sifat penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui

gambaran dan pemahaman bagaimana suatu gejala atau realitas

komunikasi terjadi

3. Subjek penelitian

Fokus penelitian ini adalah TV One. program televisi yang

digunakan dalam penelitian ini. Peneliti memilih program Kabar Siang

dan Kabar Hari Ini. Alasan memilih TV One akan dijelaskan sebagai

berikut:

a. TV One merupakan stasiun televisi berformat berita yang disiarkan

skala nasional. Serta televisi tersebut menjadi rujukan pemerintah

untuk membuat bahan pertimbangan kebijakan.

b. Peneliti melihat adanya asumsi relasi hubungan antara pemimpin

redaksi TV One Karni Ilyas dengan Brigjen Pol Drs. Edmond Ilyas

dalam siaran berita konflik Mesuji dan Lampung Selatan di TV One

4. Objek penelitian

Objek penelitian adalah istilah untuk menjawab apa yang

sebenarnya hendak diteliti dalam sebuah penelitian. Dalam penelitian ini

objek penelitiannya adalah teks-teks berita terkait konstruksi pemberitaan

konflik di Mesuji dan konflik Lampung Selatan pada kurun waktu 2011-

2012. Selama kurun waktu tersebut TV One menyiarkan konflik Mesuji

sebanyak 18 berita dan konflik Lampung Selatan sebanyak 15 berita.

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

45

5. Teknis pengumpulan data

a. Data primer

Data dalam penelitian ini didapat dengan mengumpulkan rekaman

siaran berita konflik Mesuji dan Lampung Selatan yang disiarkan TV

One. Data rekaman diperoleh dari KPI (Komisi Penyiaran Indonesia)

Pusat di Jakarta. Berita tersebut meliputi konflik Mesuji pada Desember

2011 dan konflik Lampung Selatan yang disiarkan pada Oktober 2012.

b. Data skunder

Data berupa studi pustaka yang menjelaskan tentang konstruksi media,

berita konflik, televisi dan framing yang terkait dengan penelitian ini..

6. Penyajian Data

Penelitian kualitatif dengan metode framing menempatkan

subjektivitas peneliti sebagai instrumen utama. Hal tersebut mendorong

posisi peneliti dan sumber data menentukan kualitas hasil penelitian. Oleh

sebab itu peneliti harus mempunyai instrumen yang kuat untuk digunakan

sebagai metode analisis data. Instrumen tersebut berupa langkah-langkah

yang digunakan peneliti untuk mempermudah melakukan analisis data.

Selain itu langkah-langkah tersebut penting dilakukan untuk mengapai

data yang akurat dan validitasnya tidak diragukan. Oleh sebab itu peneliti

membagi tiga langkah memproses remakan siaran berita konflik Mesuji

dan konflik Lampung Selatan, sebelum melakukan analisis data

Langkah pertama, setelah mendapatkan data dari KPI (Komisi

Penyiaran Indonesia) berupa rekaman siaran TV One mengenai konflik

Mesuji dan konflik Lampung Selatan. Hal pertama yang dilakukan adalah

melakukan pengamatan atau melihat keseluruhan berita konflik Mesuji

dan konflik Lampung Selatan. Dalam penelitian ini terdapat tiga puluh tiga

berita, delapan belas berita merupakan berita konflik Mesuji dan lima

belas berita merupakan berita konflik Lampung Selatan.

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

46

Langkah kedua, setelah melakukan pengamatan terhadap

keseluruhan berita konflik Mesuji dan konflik Lampung Selatan. Hal

kedua yang dilakukan adalah mengetikan narasi setiap berita, hal tersebut

bertujuan untuk mempermudah peneliti dalam menganalisis teks berita.

Narasi tersebut disajikan dengan menggunakan tabel dan potongan gambar

yang mewakili berita tersebut.

Langkah ketiga, setelah mendapatkan narasi berupa teks dari

keseluruhan berita. Hal ketiga yang dilakukan adalah mengkelompokkan

berita tersebut berdasarkan faming substansi. Framing substansi dalam

penelitian ini meliputi frame motif konflik, frame dinamika konflik, dan

frame penyelesaian konflik. Teks dikelompokan dengan cara melihat

rentang waktu kapan berita itu disiarkan. Teks yang tergolong dalam

frame motif konflik adalah teks berita yang muncul hari pertama atau hari

kedua dalam menjelaskan kedua konflik tersebut. Untuk konflik Mesuji

peneliti memilih rekam siaran TV One pada 14 -15 Desember 2011.

Alasan memilih tanggal tersebut adalah TV One pertama kali mulai

memberitakan konflik Mesuji, dari rentan waktu tersebut diperoleh enam

berita yang masuk kedalam frame motif konflik Mesuji. Kemudian untuk

konflik Lampung Selatan peneliti memilih rekam siaran TV One pada 28-

29 Oktober 2012. Dari rentan waktu tersebut diperoleh empat berita yang

masuk kedalam frame motif konflik Lampung Selatan

Kemudian untuk mengelompokan teks kedalam frame dinamika

konflik peneliti memilih rekam siaran TV One pada 17 Desember 2011

sampai 3 Januari 2012. Dari rentan waktu tersebut diperoleh sembilan

berita yang masuk ke dalam frame dinamika konflik Mesuji. Alasan

memilih tanggal tersebut karena konflik Mesuji mulai memlibatkan

banyak golongan masyrakat yang terkait dengan konflik tersebut.

Kemudian untuk konflik Lampung Selatan peneliti memilih rekam siaran

TV One pada 1 November 2012 hingga 31 Oktober 2012. Dari rentan

waktu tersebut diperoleh delapan berita yang masuk kedalam frame

dinamika konflik tersebut. Alasan memilih tanggal tersebut karena konflik

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

47

Lampung Selatan mulai diperdebatkan TV One terkait dengan konflik

tersebut.

Terakhir adalah mengelompokan teks berita tersebut ke dalam

frame penyelesaian konflik. Peneliti memilih rekam siaran TV One pada 4

Januari 2012. Pada tanggal tersebut merupakan akhir dari perjalan cerita

konflik Mesuji, tidak ada lagi siaran yang membahas tentang konflik

Mesuji. Pada tanggal 4 Januari 2012 diperoleh tiga berita yang masuk ke

dalam frame penyelesaian konflik. Kemudian untuk konflik Lampung

Selatan peneliti memilih rekam siaran TV One pada 5 dan 6 Novemeber

2012. Alasan memilih tanggal tersebut karena merupakan akhir dari siaran

konflik Lampung Selatan yang disiarkan TV One. Dari rentan waktu

tersebut terdapat tiga berita yang masuk ke dalam frame penyelesaian

konflik Mesuji.

Setelah tiga langkah tahapan penelitian ini terpenuhi selanjutnya

pembahasan mengenai analisis data tersebut yang akan dijelaskan dalam

pembahasan analisis data.

7. Analisis data

Analisis teks framing merupakan pengembangan dari metode

analisis isi media. Prinsip anlisis framing menyatakan bahwa terjadi proses

seleksi dan penajaman terhadap dimensi-dimensi tertentu dari fakta yang

diberitakan dalam media. fakta ditampilkan secara apa adanya, namun

diberi bingkai (frame) sehingga menghasilkan konstruksi makna yang

spesifik. Bagaimana wacana sosial terhadap masalah konflik yang

dibingkai dalam TV One akan diketahui dari klasfisikasi dalam teks.

Analisis teks framing dalam penelitian ini memiliki alur yang

diadopsi dari kerangkan framing Urs Dahinden dan Entman. Langkah-

langkahnya akan dijabarkan sebagai berikut:

a) Melakukan anaslisis data satu persatu terhadap framing substansi

dengan menggunakan coding sheet. yang digunkan peneliti Dari

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

48

sinilah akan dapat diamati bagaimana wartawan menyusun peristiwa

konflik dalam bentuk berita.

b) Dari hasil coding sheet tersebut peneliti mulai menganalisis teks dan

gambar, kemudian menyajikannya data tersebut dalam bentuk kalimat.

c) Kemudian peneliti membandingakan antara konflik Mesuji dan konflik

Lampung Selatan berdasarkan temuan-temuan yang didapat dalam

hasil framing.

d) Setelah itu peneliti akan melakukan analisis terhadap kedua berita

konflik tersebut dengan menggunakan pendekatan teoritis dan konsep

yang sudah dijabarkan pada kerangka pemikiran.

e) Terakhir semua proses terlewati penelitian ini akan menyajikan data

hasil pengamatan berupa kalimat dan gambar.

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

49

CODINGSHEET FRAMING PEMBERITAAN KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG

SELATAN DALAM SIARAN TV ONE 2011-2012

No :

Nama Media :

Judul :

Program siaran :

Tanggal Tayang :

No Elemen Unit yang di coding

Basic Frame

Konflik:

Ekonomi:

Kemajuan:

Moral, etika, hukum:

Personalisasi:

No Elemen Unit yang di coding

1 Define

Problem

(Definisi

Masalah)

Judul

Isi Berita

Nara Sumber

Sumber Berita

2 Causal

Interpretation

(Penyebab

Masalah)

Apa penyebab masalah

Siapa yang dianggap sebagai

penyebab masalah

3 Moral

Evaluation

(Keputusan

Moral)

Nilai moral apa yang digunakan untuk melegitimasi atau

delegitimasi suatu tindakan

4 Treatment

Recomendation

(Menekankan

Penyelesaian)

Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi

masalah

KONSTRUKSI BERITA KONFLIK MESUJI DAN LAMPUNG SELATAN DI TV ONE (Analisis FramingBerita KonflikMesuji dan Berita Konflik Lampung Selatan Dalam Siaran TV One 2011-2012)SINTA PARAMITAUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/