56
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan penyakit yang banyak dijumpai dan mencapai 29,1% dari populasi dengan berbagai faktor resiko (hipertensi, diabetes, proteinuria) (Suhardjono, 2009). Prevalensi pasien dengan penyakit ginjal kronik semakin hari semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya populasi lanjut usia dan meningkatnya jumlah pasien dengan diabetes dan hipertensi (Thomas et al, 2008). Pasien dengan penyakit ginjal kronik mempunyai resiko lebih besar untuk meninggal karena penyakit kardiovaskuler dibandingkan karena gagal ginjal. Pasien dengan penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisa mempunyai resiko 10-30 kali lebih besar terjadi kematian karena penyakit kardiovaskuler, mempunyai resiko tinggi untuk menderita penyakit jantung, arterial vascular diseasedankardiomiopati (Sarnak et al, 2003). Terdapat peningkatan morbiditas dan mortalitas pada pasien penyakit ginjal kronik terutama karena penyakit jantung vaskuler (PJV). Peningkatan terutama ditemukan pada pasien penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) yang menjalani terapi pengganti ginjal (TPG). Angka mortalitas penyakit ginjal tahap akhir yang diterapi dengan hemodialisis tiga kali seminggu diperkirakan antara 14-26% di Eropa dan 24% di Amerika Serikat dan lebih dari 50% kematian disebabkan oleh komplikasi jantung vaskuler, oleh karena itu mortalitas jantung vaskuler 10-20 kali lebih tinggi daripada populasi umum (Rayner, 2004). Peningkatan inflamasi dan stres oksidatif merupakan faktor resiko non tradisional yang penting untuk penyakit jantung vaskuler yang teridentifikasi pada pasienpenyakit ginjal kronik(Kendrick dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan penyakit

yang banyak dijumpai dan mencapai 29,1% dari populasi dengan berbagai

faktor resiko (hipertensi, diabetes, proteinuria) (Suhardjono, 2009).

Prevalensi pasien dengan penyakit ginjal kronik semakin hari

semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya populasi lanjut usia dan

meningkatnya jumlah pasien dengan diabetes dan hipertensi (Thomas et al,

2008). Pasien dengan penyakit ginjal kronik mempunyai resiko lebih besar

untuk meninggal karena penyakit kardiovaskuler dibandingkan karena

gagal ginjal. Pasien dengan penyakit ginjal kronik yang menjalani

hemodialisa mempunyai resiko 10-30 kali lebih besar terjadi kematian

karena penyakit kardiovaskuler, mempunyai resiko tinggi untuk menderita

penyakit jantung, arterial vascular diseasedankardiomiopati (Sarnak et al,

2003).

Terdapat peningkatan morbiditas dan mortalitas pada pasien

penyakit ginjal kronik terutama karena penyakit jantung vaskuler (PJV).

Peningkatan terutama ditemukan pada pasien penyakit ginjal tahap akhir

(PGTA) yang menjalani terapi pengganti ginjal (TPG). Angka mortalitas

penyakit ginjal tahap akhir yang diterapi dengan hemodialisis tiga kali

seminggu diperkirakan antara 14-26% di Eropa dan 24% di Amerika Serikat

dan lebih dari 50% kematian disebabkan oleh komplikasi jantung vaskuler,

oleh karena itu mortalitas jantung vaskuler 10-20 kali lebih tinggi daripada

populasi umum (Rayner, 2004).

Peningkatan inflamasi dan stres oksidatif merupakan faktor resiko

non tradisional yang penting untuk penyakit jantung vaskuler yang

teridentifikasi pada pasienpenyakit ginjal kronik(Kendrick dan

Page 2: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

2

Chonchol,2008). Dalam hal ini inflamasi kronis dan stres oksidatif lebih

ditekankan dan mekanisme sinergiskeduanya mempresentasikan kontributor

penting perkembangan dan progresi percepatan proses aterosklerosis yang

dihubungkan dengan penyakit jantung vaskulerdanpenyakit ginjal

kronik(Cachofeiroet al, 2008).Penyakit kardiovaskuler merupakan

komplikasi yang sering terjadi pada pasienpenyakit ginjal

kronikdibandingkan populasi umum yang dapat menyebabkan

meningkatkan morbiditas dan mortalitas pasien penyakit ginjal

kronik(Collins, 2003; Sarnak et al 2003).

Beberapa kelainan patologik dan manifestasi klinik penyakit

kardiovaskuler pada penyakit ginjal kronikterdapat kelainan pada arteri

(aterosklerosis, arteriosklerosis). Aterosklerosis adalah radang pada

pembuluh darah disebabkan oleh penumpukan plak ateromatous pada tunika

intima, sedangkan arteriosklerosis adalah suatu remodeling dari arteri besar

disertai dengan kalsifikasi tunika media dan berkurangnya elastisitas arteri

(Campean et al, 2005). Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara

lain penyakit jantung iskemik, penyakit serebrovascular, penyakit vaskuler

perifer atau gagal jantung (Suhardjono, 2009).

Beberapa faktor resiko kardiovaskular dan disfungsi endotel dapat

merangsang Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate Oxidase

(NADPH oksidase) pada mitokondria sehingga enzim tersebut akan

mengekskresikan stres oksidatif. Stres oksidatif menyebabkan terjadinya

disfungsi endotel. Disfungsi endotel akan meningkatkan progresifitas

aterosklerosis (Gibbons GH, 1997).

Pasien penyakit ginjal kronikberada pada suatu kondisi dengan

status inflamasi kronik yang dihubungkan dengan kalsifikasi vaskuler. Pada

penelitian observasional menunjukkan adanya hiperphospatemia, tingginya

kadar hormon paratiroid dan meningkatnya kalsifikasi vaskuler merupakan

faktor resiko penyakit kardiovaskuler pada penyakit ginjal kronik.Pada

pasien penyakit ginjal kronikdengan hiperparatiroid sekunder terjadi

peningkatan kadar sitokin pro inflamasi sehingga regulasi dari inflamasi

Page 3: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

3

vaskuler sistemik dan proses kalsifikasi merupakan masalah penting pada

pasien penyakit ginjal kronikyang menjalani hemodialisis (Tentori et al,

2008).

Hormon Paratiroid (PTH) dan vitamin D berperan dalam

homeostasis mineral dan tulang. Fungsi utama dari PTH-vitamin Dadalah

untuk mempertahankan kadar kalsium serum dengan merangsang produksi

1,25-dihydroxyvitamin D atau 1,25(OH)2 vitamin D atau Calcitrioldan

penurunan ekskresi kalsium urin olehginjal. Paratiroid Hormon

meningkatkan kalsium dari tulang. Sekresi Paratiroid Hormon diatur oleh

calsium sensing reseptor (CASR) terletak di kelenjar paratiroid, merespon

kalsium serum terionisasi dengan meningkatkansekresi Paratiroid Hormon,

84 asam amino peptida dengan Paratiroid HormonReseptor 1 (PTHR1) G

protein-coupled reseptor padatubulus ginjal dan osteoblas/osteosit dalam

tulang. Paratiroid Hormonmerangsang produksi1,25(OH)2 vitamin Datau

Calcitrioldalam tubulus proksimal dengan meningkatkanCytochrome p450

27B1 (CYP27B1) dan meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus distal

melalui regulasi Transient Receptor Potential Cation Channel Subfamily V

member 5(TRPV5)(De Groot,2009). Paratiroid Hormon dalam

tulang,meningkatkan kalsium dan fosfat melaluistimulasi Receptor

Activator of Nuclear Factor Kappa-B Ligand (RANKL) oleh osteoblas yang

pada gilirannya merangsang resorpsi tulang oleh osteoklas. Meningkatnya

produksi 1,25(OH)2 vitamin Datau Calcitriol oleh ginjal dan usus kecil

untuk meningkatkan penyerapan kalsium dan fosfat. Meningkatnya fosfat

dari tulang dan masuknya dari jalur gastrointestinal adalahseimbang dengan

efek Paratiroid Hormon menurunkan reabsorbsi fosfat oleh tubulus ginjal

untuk menjaga keseimbangan fosfat netral.

Penelitian epidemiologi menyebutkan bahwa rendahnya kadar 25-

hydroxyvitamin Datau 25(OH) vitamin D berhubungan dengan

meningkatnya resiko penyakit jantung vaskuler (Yanet al, 2013). Penelitian

lain menyebutkan bahwa rendahnya kadar vitamin D pada pasien penyakit

ginjal kronik baik pre dialisis maupun yang menjalani dialisis berhubungan

Page 4: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

4

erat dengan peningkatan mortalitas dan kejadian kardiovaskuler (Pilz et al,

2011).

Penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronikdisertai dengan

penurunan produksi 1,25-dihydroxyvitamin D atau 1,25(OH)2 vitamin D

atau Calcitriol, dimulai pada penyakit ginjal kronikstadium 2 yang secara

progresif bertambah rendah dengan bertambahnya stadium penyakit.

Rendahnya kadar 1,25-dihydroxyvitamin D (Calcitriol) tersebut beberapa

efek samping pada pasien penyakit ginjal kronikmeliputi gangguan pada

homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi ekstraskeletal

dan terganggunya fungsi biologi multiorgan (Moscovici dan Sprague,

2007).

1,25-dihydroxyvitamin D (Calcitriol)dikenal merupakan terapi lini

pertama yang dapat menekan kadar hormon paratiroid pada pasien penyakit

ginjal kronikdengan hiperpartiroid sekunder. Selain menekan kadar hormon

paratiroid, vitamin D juga dapat memodulasi respon imun dan diferensiasi

sel. Karena efek tersebut diharapkan dapat mengontrol status inflamasi pada

pasien penyakit ginjal kronikdan pemberian vitamin D dapat menekan

mortalitas pada pasien penyakit ginjal kronik. 1,25-dihydroxyvitamin D

(Calcitriol)juga mencegah nefrosklerosis dan memperlambat progresivitas

penyakit ginjal kronik melalui efek anti inflamasi dan anti proliferatifnya

(Teng et al, 2003).

Peran 1,25-dihydroxyvitamin D (Calcitriol)sebagai anti inflamasi

melalui penekanan pada jalur Nuclear Factor kB (NF-ĸB), dimana jalur

Nuclear Factor kBini sangat berperan penting dalam progresivitas penyakit

ginjal, karena jalur tersebut akan memicu inflamasi dan fibrogenesis melalui

pelepasan sitokin pro inflamasi (Lang, 2014). Peran vitamin D aktif dalam

mengatasifibrosis ginjal dan disfungsi ginjal pada beberapa jalur patogen

berkorelasi antara menurunnya vitamin D aktif pada ginjaldan rendahnya

kadar serum 1,25(OH)2D3atau Calcitriol sering dikaitkan denganpenurunan

fungsi ginjal (Llach dan Yudd,1998).

Page 5: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

5

Fibroblast Growth Factor-23(FGF-23) disekresi oleh tulang dan

ginjal untuk mengatur metabolisme vitamin D dan fosfat di ginjal

(Yamashita,Yoshioka, Itoh, 2000). Fibroblast Growth Factor-23berinteraksi

dengan reseptor FGF (FGFRs) sebagai kofaktor klotho (Goetz, 2007).

Klotho memfasilitasi pengikatanFibroblast Growth Factor-23ke Fibroblast

Growth Factor Reseptor 1c (FGFR1c, FGFR3c dan FGFR4). (Kurosu,

2006; Urakawa, 2006). Fibroblast Growth Factor Reseptor (FGFRs)

mengandung sinyal transducingekstraseluler liganbinding domain dan

intraselulertirosine kinase domain. Ekspresi klothomenentukan spesifisitas

fungsi jaringanFibroblast Growth Factor-23(Kurosu, 2006; Torres, 2007).

Fibroblast Growth Factor-23(FGF-23)adalah tumor yang

melepaskanFibroblast Growth Factor-23, menghasilkan

hypophosphatemiadan penurunan kadar serum 1,25 (OH)2 vitamin D

(White KE,2000; Shimada, 2004).Sebaliknyatikus atau manusia

denganpenurunanFibroblast Growth Factor-23atau denganpenghapusan

Klotho sebagai koreseptor penting untukFibroblast Growth Factor-23,

hyperphosphatemia dan peningkatan serum 1,25 (OH)2 vitamin D3

(Kurosu, 2006; Araya, 2005). Di samping

itu, klothomRNAdan protein yang ditampilkan,Fibroblast Growth Factor-

23konsentrasinyajauh lebih besar di ginjaldaripada di

setiaporgan. Ditentukanolehreseptor Klotho Fibroblast Growth Factor

Reseptor 1c (FGFR1c) heterodimer di tubulusdistal ginjal (Farrow, 2009).

Klotho tidakhanya terdapat

di ginjal tetapi juga padaorgan lain.Ekspresi klotho terdapat

di ginjal, sinoatrialnode hati,pleksus koroiddan paratiroid. Fibroblast

Growth Factor-23mengikatKlotho-Fibroblast Growth Factor Reseptor

1c(FGFR1c) heterodimer dan mengaktifkanjalur

transduksi MitogenActivated ProteinKinase(MAPK),

menyebabkanpenurunan Sodium Phosphate Cotransporter 2a(NaPi2a)

ginjal dan

fosfaturiasertapenghambatan 25(OH) vitaminD1ase(OH), Cytochrome

Page 6: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

6

p45027B1 (CYP27B1),penurunankadarserum 1,25(OH)2 vitamin D.

Pleksus koroid klotho memilikiperandalamtransfer kalsium yang dimediasi

olehNatrium/ Kalium ATPase (Na+/K

+ ATPase).(Kurosu, 2006; Urakawa,

2006).

Albuminuria sangat penting sebagai marker disfungsi endotel pada

seluruh pembuluh darah baik pada ginjal, jantung koroner dan serebral. Bila

terjadi kenaikan albuminuri (mulai dari mikroalbuminuri) akan terjadi

meningkatnya resiko reno kardio serebral vaskuler, sehingga perlu

diantisipasi untuk mencegah peningkatan resiko tersebut. Keadaan

mikroalbuminuri harus diperhatikan sebab merupakan tanda peningkatan

resiko reno kardio serebro vaskuler dan kondisi tersebut masih reversibel,

sehingga faktor pemberat (hipertensi, hiperlipidemi, diabetes mellitus) harus

dikendalikan. Bila sudah terjadi makroalbuminuri, proses disfungsi endotel

menjadi iriversible, sehingga tidak bisa membuat normal target organ tetapi

hanya berusaha mengurangi progresifitas kerusakan target organ (Purwanto

B, 2012).

Kaitan antara mikroalbuminuria dengan komplikasi kardiovaskular

sebetulnya belum jelas, akan tetapi mikroalbuminuria dapat terjadi karena

disfungsi endotel atau merupakan konsekuensi penyakit vaskular secara

umum. Disfungsi endotel dan inflamasi kronik dapat menerangkan kaitan

antara mikroalbuminuria dengan kelainan kardiovaskular yang terjadi

kemudian (Brantsma, 2006).

Studi lain, mikroalbuminuria sebagai prediktor dan prognosis

infark miokardial. Studi ini menunjukkan bahwa pendekatan melalui

pengukuran albumin dalam urin ini cukup efektif dalam mencegah penyakit

jantung dan pada beberapa kelompok dengan resiko tinggi terjadinya

albuminuria menjadi sangat bermanfaat (Gansevort, 2009; Newman dan

Price, 2001).

Studi tentang albuminuria sebagai predictor hemorrhagic

transformation pada acute ischemic stroke dengan kesimpulan bahwa rata-

rata kadar albuminuria pada derajat klinis ringan lebih rendah daripada

Page 7: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

7

kadar albuminuria pada derajat klinis sedang dan terdapat hubungan

bermakna antara derajat klinis penderita stroke iskemik dengan kadar

albuminuria (Pedrinelli, 1994).

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Adakah pengaruh 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) terhadap kadar

Fibroblast Growth Factor-23 pada pasien Penyakit Ginjal Kronikstadium

V yang menjalani hemodialisis

1.2.2 Adakah pengaruh 1,25Dihydroxyvitamin D(Calcitriol)terhadap albuminuria

pada pasien Penyakit Ginjal Kronikstadium V yangmenjalani hemodialisis

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh 1,25

DihydroxyvitaminD (Calcitriol)terhadapkadar Fibroblast Growth Factor-

23 dan albuminuria pada pasienPenyakit Ginjal Kronikstadium V yang

menjalani hemodialisis

1.3.2 Tujuan khusus

1.3.2.1 Membuktikan adanya pengaruh1,25DihydroxyvitaminD

(Calcitriol)terhadap kadar Fibroblast Growth Factor-23 pada pasien

Penyakit Ginjal Kronikstadium V yang menjalani hemodialisis

1.3.2.2 Membuktikan adanya pengaruh 1,25DihydroxyvitaminD (Calcitriol)

terhadap albuminuria pada pasien Penyakit Ginjal Kronikstadium V

yang menjalani hemodialisis

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Memberikan bukti empiris terhadap teori bahwa 1,25 DihydroxyvitaminD

(Calcitriol)akan berpengaruh terhadap kadarFibroblast Growth Factor-23

dan albuminuria sehingga menurunkan kalsifikasi vaskuler yang pada

akhirnya mengurangi progresifitas penurunan fungsi ginjal

Page 8: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

8

1.4.2 Manfaat Terapan

1,25 DihydroxyvitaminD (Calcitriol)dapat menurunkan kalsifikasi vaskuler

sehingga dapat menghambat aterosklerosis yang akhirnya mengurangi

morbiditas dan mortalitas pasien penyakit ginjal kronik

Page 9: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1Penyakit Ginjal Kronis

Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah suatu proses patofisiologi

dengan etiologi yang beragam yang dapat mengakibatkan penurunan

fungsi ginjal secara progresif dan pada umumnya akan berakhir dengan

gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai

dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, dimana pada suatu

derajat memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, baik berupa dialisis

atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2014).

Batasan Penyakit Ginjal Kronik pada pedoman Kidney Disease

Outcomes Quality Initiative (KDOQI) adalah kerusakan ginjal yang terjadi

selama lebih dari tiga bulanberdasarkan kelainan patologik atau petanda

kerusakan ginjal seperti proteinuria. Kidney Disease Outcomes Quality

Initiative(KDOQI) membuat klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik dalam 5

tahap berdasarkan tingkat penurunan fungsi ginjal yang dinilai dengan laju

filtrasi glomerulus (LFG) seperti terlihat pada Tabel 2.1 (KDOQI, 2002).

Tabel 2.1. Kriteria penyakit ginjal kronik (Suwitra, 2014)

Kriteria PGK

1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa

kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju

filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi :

Kelainan patologis

Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi

darah atau urin, atau kelainan dalam test pencitraan (imaging test)

Page 10: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

10

Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3

bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Klasifikasi penyakit ginjal kronik di dasarkan atas dasar dua hal

yaitu atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat berdasar Laju filtrasi

glomerulusyang dihitung menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai

berikut (Suwitra, 2014) :

(140 – umur) x BB (kg)

LFG (ml/mnt/1,73 m2) =

72 x kreatinin plasma (mg/dl)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Pada pasienPenyakit Ginjal Kronik, klasifikasi stadium

ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus yaitu stadium yang lebih

tinggi menunjukkannilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah (Tabel

2.2) (Suwitra, 2014).

Tabel 2.2 Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasar derajat penyakit

(Suwitra, 2014)

Derajat Penjelasan LFG

1

2

3

4

5

Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat

Kerusakan ginjal dengan LFG meningkat ringan

Kerusakan ginjal dengan LFG meningkat sedang

Kerusakan ginjal dengan LFG meningkat berat

Gagal ginjal

≥ 90

60-89

30-59

15-29

< 15/ dialisis

Page 11: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

11

2.1.2 Morbiditas dan Mortalitas Penyakit Kardiovaskuler pada Penyakit

Ginjal Kronis

Morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada Penyakit Ginjal

Kroniksangat tinggi, akan tetapi banyak pasien yang meninggal karena

komplikasi kardiovaskular sebelum fungsi ginjal mencapai tahap terminal.

Lebih dari separuh pasien Penyakit Ginjal Kronikmempunyai komplikasi

penyakit jantung kongestif, sedangkan sekitar tiga perempatnya

mempunyai hipertrofi ventrikel kiri. Selain itu penyakit kardiovaskular

merupakan penyebab utama kematian pasien Penyakit Ginjal Kronik,

terlebih lagi pasien yang menjalani dialisis (Suhardjono, 2009).

Penyakit jantung vaskuler merupakan penyebab utama

morbiditas dan mortalitas pasien dengan Penyakit Ginjal Kronikpada

semua stadium (Skorecki, 2005). Penyakit jantung merupakan penyebab

kematian paling penting pada pasien yang menjalani hemodialisis yaitu

44% dari seluruh mortalitas. Sebagai gambaran, mortalitas penyakit

kardiovaskuler pada populasi umum (~2.000 kematian) dibandingkan

mortalitas pada pasien hemodialisis (~50.000 kematian). Hasil tersebut

menunjukkan bahwa tingkat mortalitas penyakit kardiovaskuler per tahun

jauh lebih tinggi pada pasien hemodialisis tanpa mempertimbangakan jenis

kelamin, ras atau usia. Pasien hemodialisis yang masih muda memiliki

peningkatan tingkat mortalitas hingga 500 kali dibandingkan usia yang

sesuai pada populasi umum dan tingkat mortalitas tetap lima kali lipat

lebih tinggi, meskipun pada pasien paling tua (Gambar 2.1) (Sarnaket al,

2003).

Page 12: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

12

Gambar 2.1 Mortalitas penyakit kardiovaskuler pada populasi umum

dibandingkan dengan pasien penyakit ginjal kronik stadium

terminal yang menjalani dialisis. GP:general

population(Sarnak, 2003).

Salah satu komplikasi Penyakit Ginjal Kronikadalah adanya

penyakit kardiovaskuler (PKV) yang di dasari oleh proses aterosklerosis.

Angka mortalitaspasien Penyakit Ginjal Kronikdiakibatkan oleh penyakit

kardiovaskuler semakin hari semakin meningkat mencapai 40-50% pada

pasien dengan dialisis reguler. Faktor resiko kardiovaskuler pada Penyakit

Ginjal Kronikterdiri dari faktor resiko klasik (tradisional) dan non klasik

(non tradisional) seperti terdapat pada gambar 2.2, meskipun

mekanismenya belum dimengerti (Filiopoulos dan Vlassopoulos, 2009).

Berbagai macam faktor resiko dan perubahan metabolik yang

didapatkan pada kondisi uremia, berkontribusi terhadap terjadinya faktor

resiko penyakit kardiovaskuler pada populasi tersebut. Faktor resiko

tradisional (Framingham: usia, gaya hidup, hipertrofi ventrikel kiri,

dislipidemia, hipertensi dan diabetes melitus) memprediksi mortalitas

kardiovaskuler pada pasien dengan Penyakit Ginjal Kronikringan hingga

sedang (Munter, 2005), sedangkan faktor resiko non tradisional untuk

penyakit kardiovaskuler seperti inflamasi, disfungsi endotel, hiperaktivitas

simpatis, protein-energy wasting (istilah baru yang diajukan untuk

kehilangan protein tubuh dan cadangan energi), stres oksidatif, kalsifikasi

vaskuler dan volume overload, memiliki prevalensi tinggi pada pasien-

pasien tersebut (Stevinkel dan Peter, 2008).

Page 13: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

13

Gambar 2.2 Faktor resiko kardiovaskuler tradisional dan non tradisional

(terkait uremia) pada Penyakit Ginjal Kronik (Stevinkel,

2008)

Terdapat dua alasan potensial untuk peningkatan resiko

mortalitas penyakit kardiovaskuler yang dramatis pada populasi

hemodialisis.Pertama adalah tingginya prevalensi penyakit kardiovaskuler

dan kedua adalah tingginya tingkat kasus kematian pada pasien yang telah

memiliki penyakit kardiovaskuler.Berbagai data menunjukkan bahwa

pasien hemodialisis memiliki prevalensi penyakit jantung iskemik dan

gagal jantung kongestifyang lebih tinggi dibandingkan populasi

umum.Sebagai tambahan prevalensi pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri

sejumlah 75% pada pasien dialisis (Sarnaket al, 2003).

Penting untuk digarisbawahi bahwa prevalensi penyakit

kardiovaskulermeningkat pada semua pasien dengan Penyakit Ginjal

Kronik, tidak hanya pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA).

Prevalensi hipertrofi ventrikel kiri meningkat dengan menurunnya filtrasi

glomerulus dan sebanyak 30% pasien penyakit ginjal tahap akhir telah

memiliki bukti klinis adanya penyakit jantung iskemik atau gagal

jantung.Juga perlu diperhatikan bahwa pasien dengan penurunan laju

filtrasi glomerulus (LFG) lebih cenderung mengalami kematian akibat

penyakit kardiovaskuler daripada berkembang ke penyakit ginjal tahap

akhir (Sarnaket al, 2003).

Page 14: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

14

2.1.3 Resiko kardiovaskuler pada penyakit ginjal kronik

Pasien Penyakit Ginjal Kronik lebih beresiko terjadinya Penyakit

Kardio Vaskulardibandingkan individu tanpa Penyakit Ginjal Kronik

dengan faktor resiko kardiovaskuler yang sama. Terapi ditujukan untuk

menurunkan faktor resiko tradisional, sehingga faktor resiko tradisional saja

tidak dapat menjelaskan angka kejadianPenyakit Kardio Vaskular yang

tinggi pada pasienPenyakit Ginjal Kronik (Martens dan Edward, 2011).

Pasien dengan hiperuremia kronis yang disebabkan oleh faktor-

faktor renal maupun non-renal, faktor-faktor resiko penyakit jantung dan

aterosklerosissaling mempengaruhi sebagai komorbiditas, seperti terlihat

pada Gambar 2.3(Santoro dan Mancini, 2002).

Gambar 2.3Faktor resiko aterosklerosis pada uremia (Santoro

danMancini, 2002).

Pada respon inflamasi yang berhubungan dengan uremia,

khususnya respon seluler yang dimediasi oleh sel seperti monosit dan

makrofag bukti telah menunjukan bahwa endotel vaskular berperan penting

KLASIKHipertensi

HiperlipidemiaDia

betesMerokok

TERKAIT-UREMIA↑ LDL

teroksidasiRadikal

bebasHiperhomosisteinemia

Infeksi: herpes,

klamidiaAsidosisToksin

TERKAIT-

DIALISISBioinkompatib

ilitas InfeksiEndotoksin

DISFUNGSI

ENDOTEL

PELEPASAN SITOKIN

PROINFLAMASI

PROTEIN REAKTAN FASE AKUT ↑(CPR, SAA, FIBRINOGEN)

RESPON INFLAMASI SISTEMIK ↓

PERCEPATAN ATEROSKLEROSIS

Page 15: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

15

dalam kuatnya respon inflamasi. Inflamasi yang terus menerus

menghasilkan respon vaskuler pada suatu proses yang diperantarai oleh

mediator inflamasi lewat jalur kemotaktik dan haptotatik. Migrasi monosit

ke tunika intima akan berubah menjadi makrophag, memakan lipid dan

menjadi foam cells seperti terlihat pada Gambar 2.4 (Stinghen dan Pecoits-

Filho, 2007).

Gambar 2.4Peranan uremia pada disfungsi endotel (Stinghen dan

Pecoits-Filho, 2007).

2.1.4 Inflamasi pada Penyakit Ginjal Kronis

Inflamasi kronis yang terdapat pada penyakit ginjal kronis terjadi

tanpa adanya infeksi akut atau penyakit sistemik aktif. Peningkatan kadar

penanda inflamasi yang bersirkulasi seperti Interleukin 6 (IL-6, IL-18), S-

albumin, leukosit, fibrinogen, hyaluronan, myeloperoxidase, C-Reactive

Protein (CRP) dan pentraxin-3 (PTX3) berhubungan dengan morbiditas

kardiovaskuler dan mortalitas pada pasien Penyakit Ginjal Kronis

(Stevinkel dan Peter, 2008). Telah dibuktikan bahwa peningkatan CRP

serum terdapat pada 30-60% pasien dialisis dan berkorelasi dengan

prevalensi penyakit kardiovaskuler yang tinggi pada populasi tersebut.Hal

tersebut tidak terbatas pada pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir

(PGTA) yang telah menjalani dialisis, bahkan pasien dengan gangguan

Page 16: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

16

fungsi ginjal yang ringan menunjukkan tanda-tanda mikro inflamasi

(Sarnaket al, 2003).Tampaknya bahwa peningkatan klirens sitokin

proinflamasi yang bersirkulasi, endotoksemia akibat volume overload dan

stres oksidatif berkontribusi pada fenomena tersebut (Alscher dan Thomas,

2005).

2.1.5Stres Oxidatif pada Penyakit Ginjal Kronik

Faktor resiko kardiovaskular dan disfungsi endotel Oxidized Low

Density Lipoprotein(OxLDL), hipertensi angiotensin II, merokok,

homosistein, diabetes dan hipernatremia) dapat merangsang Nicotinmide

Adenine Dinucleotide Phosphate Oxidase (NADPH oksidase) pada

mitokondria sehingga enzim tersebut akan mengekskresikan stres

oksidatif. Stres oksidatif akan menyebabkan disfungsi endotel. Disfungsi

endotel akan meningkatkan progresifitas aterosklerosis seperti terlihat

pada gambar 2.5 (Gibbons GH, 1997).

Gambar 2.5Faktor resiko kardiovaskular dan disfungsi endotel (Gibbons

GH, 1997)

Page 17: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

17

Ketidakseimbangan antara produksi Reactive Oxygen

Species(ROS) dan pertahanan antioksidan menghasilkan kondisi stres

oksidatif yang dapat muncul dari defisiensi anti oksidan (glutation, asam

askorbat atau α tocoferol) atau peningkatan pembantukan Reactive Oxygen

Species seperti peroksinitrit (OONO-), Hypochlorous Acid(HOCL) atau

anion superoksida (Nanayakkara dan Gaillard, 2010; Sigma, 2011),

Oksidasi Low Density Lipoprotein (ox-LDL) diyakini sebagai langkah kunci

dalam inisiasi aterosklerosis, sehingga stres oksidatif juga diyakini sebagai

salah satu mekanisme peningkatan resiko kardiovaskuler pada Penyakit

ginjal Kronik (Himmelfarb, 2002).

Ketersediaan Nitrite Oxyde (NO) pada disfungsi ginjal terganggu

oleh peningkatan kadar Asimetric Dimethylarginine (ADMA). Terdapat

bukti yang mendukung hipotesis bahwa Asymetric Dimethylarginine

(ADMA), suatu inhibitor endogen Nitrite Oxyde-Synthase terlibat dalam

memperantarai Penyakit Jantung Vascular. Asimetric Dimethylarginine

(ADMA) terutama diekskresikan melalui ginjal in vivo, diketahui meningkat

kadarnya pada Penyakit ginjal Kronik. Asimetric Dimethylargininejuga

merupakan prediktor independen disfungsi endotel dan merupakan prediksi

buruk pada pasien hemodialisis.

Angiotensin II (Ang II) menstimulasi pembentukan Reactive

Oxygen Species(ROS) intraseluler seperti anion superoksida dan hidrogen

peroksida. Angiotensin II mengaktifkan beberapa subunit Nicotinmide

Adenine Dinucleotide Phosphate Oxidase (NADPH oksidase) dan juga

meningkatkan pembentukan Reactive Oxygen Speciesdi dalam mitokondria.

Peningkatan O2-dibentuk oleh Nicotinmide Adenine Dinucleotide Phosphate

Oxidasedan Xanthine Oxidase nantinya akan menurunkan ketersediaan

Nitrite Oxyde (NO), menginduksi disfungsi sel endotel dan sel otot polos

vaskuler. Superoksida juga bereaksi dengan Nitrite Oxydeuntuk membentuk

peroksinitrit ONOO-yang merusak jaringan dan menginduksi disfungsi

mitokondria (Oikawa, 2005; Nanayakkara dan Gaillard, 2010).

Page 18: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

18

Superoksida Dismutase (SOD) mengubah superoksida menjadi

Hidrogen Peroksidase(H2O2)yang dapat memasuki sel dengan mudah.

Oksidan hidrogen peroksidase (H2O2) yang kurang aktif kemudian direduksi

menjadi air dan oksigen oleh katalase dan glutation peroksidase. Sistem

glutation sangat penting untuk perlindungan melawan stres oksidatif. Selain

itu Hidrogen Peroksidase (H2O2)dapat dikonversi menjadiradikal hidroksil

(OH-), Reactive Oxygen Speciespaling reaktif dan toksik melalui reaksi

Harber-Weiss atau Fenton. Dengan adanya Myeloperoksidase (MPO) dari

neutrofil, Hidrogen Peroksidase (H2O2)membentuk oksidantambahan

(Gambar 2.6) (Nanayakkara dan Gaillard, 2010).

Gambar 2.6Representasi sederhana pembentukan superoksida dan hidrogen

peroksida. ADMA = asymetric dimethylarginine; ROS =

reactive oxigen species; SOD = superoxide dismutase; EC =

endotelial cell; VSMC = vascular smooth muscle cell; GSHP =

glutathioneperoxidase; MPO = myeloperoxidase; NF-kB =

nuclear factor kB; AGE = advanced glycosilation end

products (Nanayakkara dan Gaillard, 2010).

Page 19: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

19

2.1.6Fibroblast Growth Factor-23 (FGF-23)

Fibroblast Growth Factor-23(FGF-23) merupakan

anggota subfamili FGF-19 dari FGFs endokrin

yang juga mencakup Fibroblast Growth Factor (FGF) 15/19 dan Fibroblast

Growth Factor21/23. Fibroblast GrowthFactor-

23pertamakali diidentifikasi dalam inti thalamicventrolateral dalamotak

tikus pada Autosomal Dominan Hypophos phatemic Ricketsia

(ADHR).Fibroblast Growth Factor-23 terutama terdapat di osteosit dan

osteoblasdalam tulangtapi jugaterdapat pada kelenjar ludah, lambung dan

jaringan lain termasuk otot rangka,otak,kelenjar susu dan hati. Gen

Fibroblast Growth Factor-23 terletakpada kromosom 12 pada manusia dan

kromosom 6 pada tikus oleh 3 exons, dipisahkan oleh 2 intron dan encode

32-kDa glikoproteinyang mengandung251 asam amino residu.

Proteinterdiri dari 24 asam aminohidrofobik, 154 asam amino NH2

terminal yang mengandung inti homolog dan Fibroblast Growth Factor73

asam amino Carboxylic Acid(COOH)terminal domain. Setelah

pembelahan24 asam amino dan O-glikosilasi olehUridine Diphosphate N-

Acetylglucosamine (UDP-GlcNAc): polipeptida Galactosaminyl N-Acetyl

Transferase3 (GALNT3), 25-251 proteinFGF 23 disekresike dalam

sirkulasi. Dalam aliran darah, protein Fibroblast Growth Factor-23beredar

dalam dua bentukyang berbeda yaitu bentuk matang penuh (25-FGF-23-

251) dan bentuk yang lebih pendek (25-Fibroblast Growth Factor-23-

179) kurang Carboxylic Acid(COOH)terminal 73 asam amino. Bentuk

pendek munculdaripembelahan proteolitik pada

176RXXR179 yang mengikutiFibroblast Growth Factor10-12 inti homolog

Fibroblast Growth Factor-23.Hanya bentuk panjangFibroblast Growth

Factor-23 yang aktif, karena Carboxylic Acid(COOH-) terminal domain

penting untuk interaksi dengan kofaktor Klotho dan aktivasi

dari sinyalFibroblast Growth Factor Reseptor (FGFR). O-

glikosilasi dari Fibroblast Growth Factor-23terjadi pada daerah 162–228

Page 20: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

20

yang tumpang tindih dengan pembelahan176RXXR179 dan modifikasi ini

untukmelindungi Fibroblast Growth Factor-23 dari pembelahan oleh

subtilisin seperti proprotein convertases apabilamenggunakan rekombinan

peptida secara in vitro. Sebaliknya, Fibroblast Growth Factor-23pada

manusia dengan homozygous mutasi pada Fibroblast Growth Factor-

23berkembang ke hiperfosfatemiaoleh 1,25 (OH)2Ddan kalsifikasi jaringan

lunak. Gen klotho mengkodekan protein transmembran dengan

ekstracellular domain terdiri dari dua domain homolog yang urutan homolog

dengan β glukosidase (Kurosu, 2006; Urakawa, 2006).

Fibroblast Growth Factor-15 (FGF-15) danFibroblast Growth

Factor-19 (FGF-19) adalah orthologs pada vertebrata danFibroblast Growth

Factor-15 (FGF-15) terdapat pada manusia (Itoh N dan Ornitz DM,2004).

FamiliFibroblast Growth Factor(FGF) dibagi menjadi tujuh

filogenetiksubfamili menyusun tiga kelompok sesuai dengan mekanisme:

intraseluler, kanonik dengan Fibroblast Growth Faktorseperti hormon (Itoh

dan Ornitz DM,2008).Kelompok Fibroblast Growth Factorintraseluler

termasuk subfamiliFibroblast Growth Factor11/12/13/14. Fibroblast Growth

Factor (FGFs) ini bertindak sebagai sinyal molekul intraselulerdalam

reseptor FGF (FGFR) (Goldfarb, 2007;Xiao, 2007). Kelompok Fibroblast

Growth Factorkanonik termasuk FGF 1/2/5, Fibroblast Growth Factor3/4/6,

Fibroblast Growth Factor7/10/22, Fibroblast Growth Factor8/17/18.

Fibroblast Growth Factor (FGFs) Canonical memediasi respon biologis

sebagai protein ekstraselulerdengan mengikat dan mengaktifkan permukaan

seltyrosine kinase FGFR dengan heparin/ heparin sulfat sebagai kofaktor

dan bertindak sebagai sinyal molekul autokrin/parakrin (Itoh dan Ornitz

DM,2004, 2008; Thisse B dan Thisse C,2005). Kelompok endokrin

Fibroblast Growth Factortermasuk subfamili Fibroblast Growth

Factor19/21/23.Berbeda dengan kelompok Fibroblast Growth

Factorkanonik, Fibroblast Growth Factor (FGFs) seperti hormonbertindak

secara sistemik sebagai faktor endokrin. Namun jugamemediasi respon

melalui mekanisme yang tergantung Fibroblast Growth Factor Reseptor

Page 21: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

21

(FGFR).Gen Fibroblast Growth Factor Reseptor-15 seperti FGFs hormon

dihasilkan darigen Fibroblast Growth Factor Reseptor-4 seperti FGFs

kanonik oleh duplikasi gen pada vertebrata. KemudianFibroblast Growth

Factor Reseptor 15/19,Fibroblast Growth Factor Reseptor-21dan Fibroblast

Growth Factor Reseptor-23 dihasilkan dari Fibroblast Growth Factor

Reseptor-15 seperti gen oleh duplikasi genom. FGFs Canonicalmengikat

heparin untuk stabilitas FGFRs. Sebaliknya hormon seperti FGFs sebagai

fungsi endokrin dengan mengikat pengurangan afinitas heparin dan COOH

memungkinkan aktivasi reseptor FGF dengan tidak adanya heparin

(Itoh,2010).

Fibroblast Growth Factor-23 bertanggung jawab atas gejala klinis

pasien yang menderitaautosomal dominan hypophosphatemic riketsia.

Mutasi ini mencegah proteolitik pembelahan protein Fibroblast Growth

Factor-23, meningkatkan aktivitas biologis dan mengakibatkan kerusakan

ginjal. Demikian pula peningkatan kadar serum Fibroblast Growth Factor-

23 pasien dengan osteomalasia onkogenik menjadifaktor penyebab tumor

ginjal yang diinduksi oleh fosfat(Simada, 2001).

Klotho sebagian besar terdapat pada tubulus distal ginjal, sel epitel,

kelenjar paratiroid dan glandula hipofisis(Torres, 2007; NabeshimaY,

2006). Sumbu Fibroblast Growth Factor-23, tulang dan ginjal adalah bagian

dari sistem biologis menghubungkan tulang dengan organ lain melalui

jaringan endokrin yang kompleks, terintegrasi dengan axis Paratiroid

hormon/ vitamin D dan memainkan peran yang sama (Yamashita, 2000).

Fibroblast Growth Factor-23 dengan adanya klotho dapat mengaktifkan

sinyal molekul, ditentukan oleh aktivasi atau fosforilasidari Fibroblast

Growth FactorReseptor (FGFR) substrat-2a, ekstraseluler signalregulated

kinase. Klotho juga meningkatkan reseptor Fibroblast Growth Factor-23

karena Fibroblast Growth Factor-23 memiliki afinitas yang lebih besar

untuk kompleks klotho-Fibroblast Growth FactorReseptordibandingkan

dengan Fibroblast Growth FactorReseptor saja (Goetz, 2007; Kurosu, 2006).

Page 22: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

22

Fibroblast Growth Factor-23/ axis ginjal memiliki setidaknya dua

fungsi fisiologis: 1) untuk memberikan sinyal phosphaturic yang berasal

dari tulang untuk mengkoordinasikanfluks fosfat pada tulang karena

perubahan pergantian tulang danmineralisasi dengan fosfat di ginjal

2)memberikan hormon counterregulatory untuk melindungi organismedari

paparan vitamin D yang berlebihan dengan penekananFibroblast Growth

Factor-23 dimediasi produksi 1,25 (OH)2 vitamin D dan peningkatan

katabolisme oleh ginjal. Fibroblast Growth Factor-23memiliki fungsi lain

untuk mengatur fosfat, fungsi kelenjar paratiroid.

Kalsifikasi vaskular diatur oleh proses yangmelibatkan interaksi

antara molekul stimulator dan kalsifikasi inhibitor. Meskipun banyak

molekul dan atau faktor yang diidentifikasi sebagai kalsifikasi

stimulatortermasuk fosfat anorganik, kalsium,natrium fosfat co-transporter,

Runt-Related Transcription Factor 2 (Runx2), Tissue NonSpesific Alkaline

Phosphase (TNAP), glukosa, asetat Low Density Lipoprotein(LDL), Tumor

Necrosis Factor-α (TNF-α) dan bone morphogenetic protein-2 (El Abbadi

dan Giachelli, 2007).

Mekanisme yang tepat untuk menginduksi kalsifikasi pembuluh

darah daninteraksi dengan inhibitor kalsifikasi belumdipahami dengan

jelas.Penelitian terbaru pada kalsifikasi vaskulardan terganggunya

keseimbangan antara calcificationinhibiting dan faktor promoting dapat

menyebabkan kalsifikasi ektopik. Beberapa faktor kunci yangterbukti secara

langsung mengatur induksi dankalsifikasi vaskular, namun tidakterbatas

pada faktor (misalnya fosfat, kalsium, pirofosfat dan hormon paratiroid) dan

molekul matriks (misalnya Matriks GLA Protein (MGP) dan enzim katalis

misalnyaTissue Non Spesific Alkaline Phosphase(TNAP). Fosfat dan

kalsium serum penentu kalsifikasi vaskular dapat menyebabkan deposisi

kalsium fosfat di dalam pembuluh darah dan jaringan lunak.Hiperfosfatemia

pada pasien dialisis berkorelasi dengankalsifikasi vaskular, fosfat

denganpengikat fosfat noncalcium berkorelasi dengan kalsifikasi vaskular

(Raggi dan Ali, 2002).

Page 23: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

23

Penelitian in vitro menunjukkan bahwa sel otot polosmengalami

perubahan fenotipe ditandai dengandownregulation sel otot polos dan

upregulation gen (Steitz, 2001). osteochondrogenic mirip dengan fosfor,

keseimbangan kalsium positif terkait dengan kalsifikasi vaskular pada

manusia secarain vitro. Kalsiummempromosikan mineralisasi dalam sel otot

polos pembuluh darah dan mineralisasi kalsium yang disebabkan ekspresi

cotransporters fosfat tergantung pada sodium(Yanget al, 2004).

Pirofosfat anorganik menghambat kalsifikasi vaskular

denganmembatasi pembentukan hidroksiapatit dan propagasimelalui

chelator seperti peran biofisik serta menstabilkanfenotip aorta, bertindak

sebagai regulator (Towler DA,2005). Pirofosfat plasma berkurang pada

pasien hemodialisis dan diperparah akibat pirofosfat clearance. Faktor lain

Tissue Non Spesific Alkaline Phosphase (TNAP) dan enzim yang

diproduksi dalam beberapa jaringan termasuk tulang, berfungsi sebagai

fenotipe fungsionalpenanda osteoblas dan sering digunakan sebagai penanda

molekuleruntuk kalsifikasi vaskular. Pirofosfat adalahsubstrat untuk Tissue

Non Spesific Alkaline Phosphase dan fosfor adalah produk untukaktivitas

katalitik dapat mengantisipasi Ekspresi Tissue Non Spesific Alkaline

Phosphase bertindak sebagai prekursor untuk kalsifikasi vaskular hormon

paratiroid. Sekresi yang tidak terkendali dari hormon paratiroiddapat

melepaskan jumlah berlebihan kalsium daritulang, mengendap dalam

pembuluh darah dan jaringan. Influenza B virus (BM2 protein) berperan

dalam kalsifikasidengan mengerahkan efek osteogenik pada pembuluh

darah. Selain itu, protein matriks, seperti Matrix Gla Protein (MGP) dapat

menghambat kalsifikasi pembuluh darah. Korelasi positif antara ekspresi

Matrix Gla Protein dan kalsifikasi pada arteri (Poole dan Reeve, 2005).

Kalsifikasi vaskular histologis dibagi menjadi empatjenis utama: (1)

Kalsifikasi intima aterosklerotik, (2)kalsifikasi arteri medial (Monckeberg

sclerosis), (3)kalsifikasi katup jantung, (4) kalsifikasi arteri dibentuk

calciphylaxis.

Page 24: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

24

2.1.7 Albuminuria

Penyakit glomerular merupakan penyebab penting terjadinya

Penyakit Ginjal Tahap Akhir yang menjalani dialisis. Kelainan urin

asimptomatik berupa hematuria mikroskopik dan proteinuria merupakan

tanda awal penyakit glomerular. Gejala klinik tersebut beresiko

menimbulkan kerusakan glomerulus bermakna disertai hipertensi dan

disfungsi ginjal progresif. Kelainan urin asimtomatik hematuri

mikroskopik dan atau proteinuria merupakan tanda awal penyakit

glomerular banyak di jumpai pada populasi umum (Feehally dan Johnson,

2003).

Derajat proteinuria diasosiasikan dengan penurunan ginjal progresif

pada penyakit glomerular yang berkembang menuju Penyakit Ginjal

Kronik. Proteinuria terjadi karena lintasan transglomerular abnormal

akibat peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerulus dan

gangguan reabsorbsi protein oleh sel epitel tubulus proksimal. Kerusakan

dinding kapiler glomerulus berkorelasi dengan menurunnya

sialoglycoprotein yang melapisi sel endotel, fusi dari foot processes

podosit dan terangkatnya sel dari membran basal glomerulus (Glomerular

Basment Membrane). Berkurangnya muatan negatif pada dinding kapiler

menyebabkan albumin lolos dalam urin (Amico G dan Bazzi C, 2003).

Suatu studi baru menunjukkan bahwa adanya protein yang terbuang

dalam urin dapat mengidentifikasi meningkatnya resiko penyakit reno

kardio serebro vaskuler. Dari semua pasien yang memiliki peningkatan

kadar protein urin, lebih dari setengahnya memulai dialisis atau melakukan

transplantasi ginjal selama studi. Dari hasil penelitan tersebut para peneliti

menyimpulkan bahwa pada individu dengan kadar proteinuria tinggi

terjadi peningkatan resiko penurunan fungsi ginjal, akhirnya pasien

memerlukan dialisis atau transplantasi ginjal. Semakin tinggi kadar protein

urin, semakin tinggi resiko pasien memerlukan dialisis atau transplantasi

ginjal dan semakin cepat penurunan fungsi ginjal (Gansevort, 2009).

Page 25: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

25

Persisten mikroalbuminuria merupakan faktor resiko independen

untuk berkembangnya penyakit kardiovaskular. Persisten

mikroalbuminuria terbukti sebagai prediktor kematian akibat

kardiovaskularpada orang normal, mikroalbuminuria ditemukan dengan

prevalensi 7%. Sementara pada penderita hipertensi, diabetes, penyakit

jantung koroner dan stroke prevalensi mikroalbuminuria berkisar antara

16-28% (Pedrinelli, 1994; Tabaei, 2005).

Gambar 2.7Renal Continum (Tabaei, 2005).

Albuminuria adalah fenomena yang ditunjukkan oleh adanya

molekul albumin dalam urin. Penyebabnya karena adanya kerusakan pada

alat filtrasi. Albuminuria merupakan kondisi patologis. Klasifikasi

albuminuria seperti disajikan pada tabel 2.3 (Gendler SM, 1987).

Tabel 2.3 Klasifikasi Albuminuria(Gendler SM, 1987).

Kondisi Creatinin (µg/min) Time collect 24 hr collect

Normal < 30 < 20 < 30

Mikroalbuminuria 30 – 299 20 – 199 30 – 299

Makroalbuminuria ≥ 300 ≥ 200 ≥ 300

Albuminuria dibagi menjadi 5 jenis berdasarkan miligram protein

yang ditemukan dalam tes urin 24 jam :

1. Microalbuminuria: 30-150 mg

2. Mild : 150-500 mg

Page 26: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

26

3. Moderate : 500-1.000 mg

4. Heavy : 1.000-3.000 mg

5. Nephrotic :>3.500 mg

Proteinuria tak terdeteksi sering dijumpai pada stadium 1 Penyakit

Ginjal Kronik dan beresiko berkembang menuju Penyakit Ginjal Kronik

stadium 2, 3 dan 4 yang tidak terdeteksi dan akhirnya menjadi mencapai

Penyakit Ginjal Tahap Akhir. Data dari survei Pernefri membuktikan dari

9400 individu yang diperiksa dengan tes celup urin di dapatkan proteinuria

persisten sebesar 2,8% (Prodjosudjadi, 2009).

Di kenal tiga jenis proteinuria yaitu glomerular proteinuria, terjadi

akibat kerusakan pada basal membran glomerulus sehingga terjadi

peningkatan filtrasi glomerulus yang melebihi kemampuan tubulus untuk

mereabsorbsi. Tubuler proteinuria, terjadi akibat tidak tereabsorbsinya Low

Molecular Weight Protein seperti betamicroglobulin atau lyzozyme atau

adanya defek pada tubulus proksimal sehingga tidak mampu mereabsorbsi

protein filtrate glomerulus,sehingga tubuler proteinuria tidak pernah

melebihi 2g/24 jam. Overflow proteinuria, terjadi bila kelebihan protein

sistemik (Small Molekular Weight) diatas kemampuan tubulus untuk

mereabsorbsinya (Suwitra, 2009).

Mekanisme terjadinya albuminuri pada prinsipnya ada dua, yaitu:

1. Masalah fisik. Pada keadaan ini kondisi sistem filtrasi berhubungan

dengan permeabilitas membran fitrasi (fenestra, kerusakan membran

basalis, podosit, slit diafragma). Kondisi ini tergantung besarnya

diameter fenestra dan kualitas slit diafragma. Pelebaran fenestra biasanya

disebabkan karena rusaknya sistem autoregulasi pada spincter prekapiler

vasa afferent akibat hipertensi yang kronis. Rusaknya autoregulasi ini

membuat hipertensi sistemik langsung diteruskan pada kapiler

glomerulus, sehingga menyebabkan permeabilitas meningkat yang akan

mengakibatkan terjadinya pelebaran fenestra. Pelebaran fenestra ini akan

Page 27: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

27

mempermudah keluarnya albumin, sehingga terjadi albuminuri.

Hipertensi kronis meskipun tekanan sistolik hanya diatas 120 mmHg

sudah menimbulkan stresor pada endotel. Endotel yang mendapatkan

stresor ini akan mengekspresikan sitokin pro-inflamasi Tumor Necrosis

Factor-α (TNF-), Interleukin-1 dan 6 (IL-1 dan IL-6), selain itu juga

akan mengekspresikan Tumor Growth Factor β1 (TGF1). Sitokin-

sitokin tersebut akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah

(aterosklerosis).

Bila terjadi peningkatan stres oksidatif akan meningkatkan

jumlah apoptosis pada podosit atau slit diafragma sehingga akan

menyebabkan kerusakan sistem filtrasi dan menyebabkan kebocoran

sistem filtrasi akhirnya akan menyebabkan peningkatan albuminuria.

Gambar 2.8Ilustrasi skematik dari collagen type IV (Robbin, 2005).

Page 28: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

28

Gambar 2.9Adanya stresor terhadap sel tubulus proksimal akibat sel

tubulus tersebut melakukan reabsorbsi albuminuri terus

menerus. Dimana sel tubulus proksimal berubah fungsi

seperti makrofag sehingga dapat mengekspresikan sitokin

pro inflamasi maupun growht faktor (misalnya TGF1).

TGF1 dapat menyebabkan remodeling sel otot polos

pembuluh darah akibat terjadinya proliferasi sel otot polos

pembuluh darah tersebut maupun pembentukan Extra

Celluler Matrix (ECM) misalnya : kolagen, fibronektin,

laminin, elastin, proteoglikan. Remodeling tersebutdiatas

akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang

berakibat terjadinya aterosklerosis (Robbin, 2005).

Gambar 2.10Proses growth faktor (TGF1) merangsang reseptor atau

membran sel dan mengakibatkan Cystoplasmic Signal

Transduction dan mengaktifkan nukleus (DNA & mRNA)

sehingga terjadi reaksi transkripsi kemudian translokasi

pembentukan protein ECM (kolagen, dll) juga proliferasi

sel (Proliferation Differentation, Protein synthesis,

Athachment, Migration, Shape Change) (Robbin, 2005).

Tumor Growth Factor 1(TGF1) mempunyai reseptor pada target

sel. Target sel pada glomerulus terutama sel mesangial yang dirangsang oleh

Tumor Growth Factor 1 akan menghasilkan kolagen tipe-IV yang

mengakibatkan glomerulosklerosis. Target sel yang lain misalnya fibroblast

pada intertitial jaringan ginjal bila reseptornya terangsang oleh Tumor

Growth Factor 1akan memproduksi kolagen tipe-I dan akhirnya

menyebabkan intertitial fibrosis.Terjadinya disfungsi endotel pada

pembuluh darah juga akan terjadi disfungsi endotel kapiler glomerulus yang

akan mengurangi negatifitas sehingga terjadi albuminuria. Dengan kata lain,

Page 29: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

29

adanya albuminuria maka besar kemungkinan telah terjadi juga disfungsi

endotel pembuluh darah secara sistemik (Robbin, 2005).

Gambar 2.11 Pembentukan kolagen yang berlebihan akibat fibroblast yang

dirangsang oleh Tumor Growth Factor 1 (TGF1)

sehingga terjadi interstitial fibrosis (Robbin, 2005).

Gambar 2.12 Sistem filtrasi dan fenestra endotel kapiler glomerulus

(Robbin, 2005).

Slit diafragma merupakan saringan untuk mencegah terjadinya

albuminuri. Slit diafragma terutama terdiri dari protein nefrin. Angiotensin

II akan merangsang Angiotensin I reseptor, Angiotensin I reseptor berfungsi

untuk menghambat kerja dari enzim yang ada di podosit untuk

memproduksi nefrin. Pemberian obat-obatan penghambat Agiotensin II

(sartan), akan menghambat Angiotensin I reseptor akibatnya enzim tersebut

akan memproduksi nefrin secara optimal. Akhirnya slit diafragma menjadi

sempurna, hal tersebut akan mencegah terjadinya albuminuria.

Page 30: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

30

Gambar 2.13 Struktur Fenestra (Robbin, 2005)

Gambar 2.14 Komponen slit diafragma (Robbin, 2005).

2. Masalah bioelektrik. Keadaan ini terjadi karena albumin bermuatan

negatif, dilain pihak permukaan endotel, membrana basalis, lapisan luar

dari podosit juga bermuatan negatif, sehingga keadaan tersebut

menyebabkan terjadinya mekanisme tolakmenolak, akibatnya dapat

dihindarinya albuminuri.Permukaan podosit banyak mengandung

glikoprotein, glikoprotein inilah yang menyebabkan permukaan podosit

bermuatan negatif. Bila terjadi peningkatan stres oksidatif akan merusak

lapisan glikoprotein, sehingga muatan negatif (endotel) akan berkurang,

tolak menolak dengan albumin berkurang, akibatnya albumin mudah

keluar akhirnya terjadi mikroalbuminuria (Robbin, 2005; Purwanto B,

2010).

Page 31: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

31

Membran basalis glomerulus menangkap protein besar (> 100

kDal) sementara foot processes dari epitel/ podosit akan memungkinkan

lewatnya air dan zat terlarut kecil untuk transport melalui saluran yang

sempit. Saluran ini ditutupi oleh anion glikoprotein yang kaya glutamate,

aspartat dan asam silat yang bermuatan negatif pada pH fisiologis.

Muatan negatif akan menghalangi transport molekul anion seperti

albumin (Robbin, 2005; Purwanto B, 2010).

Reaksi inflamasi akibat infeksi, bahan-bahan kimiawi dan

fragmentasi sel dapat menimbulkan aktivasi makrofag dimana Nuclear

Factor kB(NfB) menjadi lebih aktif sehingga akan mengekspresikan

sitokin-sitokin pro inflamasi antara lain Tumor Necrosis Factor-α(TNF-

), Interleukin-1 atau Interleukin-6(IL-1,IL-6). Selain itu juga akan

mengekspresikan Tumor Growth Factor β (TGF1). Tumor Necrosis

Factor-αbersifat proteolitik, akan merusak glikoprotein sehingga muatan

negatif permukaan podosit menjadi berkurang. Keadaan ini akan

menyebabkan daya tolakmenolak antara podosit dan albumin berkurang,

akhirnya albumin mudah menembus membran filtrasi dan akan terjadi

albuminuria.

Gambar 2.15Bioelektrik membran basalis glomerulus (Robin, 2008;

Purwanto B, 2010).

Page 32: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

32

Membran filtrasi dipengaruhi oleh dua mekanisme yaitu (Robin, 2008;

Purwanto B, 2010).

1. Fenestra, slit diafragma (terutama terdiri molekul nephrin).

2. Lapisan permukaan endotel, membrana basalis dan permukaan podosit

mengandung glikoprotein bermuatan negatif karena albumin juga

bermuatan negatif maka akan terjadi mekanisme tolak menolak sehingga

mencegah albuminuria.

Gambar 2.16Skema membran filtrasi (Robin, 2008; Purwanto B, 2010).

Kerusakan ginjal juga dikaitkan dengan reabsorbsi protein pada sel

epitel tubulus proksimal. Protein yang berlebih di dalam lumen tubulus

menyebabkan kemampuan reabsorbsi sel tubulus terlampaui dan dapat

menimbulkan kerusakan. Albumin melalui reseptor megalin dan cubilin yang

terdapat pada sisi apikal sel tubulus mengalami endositosis dan degradasi

oleh lisosom (Brunskill, 2001).

2.1.8 Hemodialisis

Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal buatan

dengan tujuan untuk mengeliminasi sisa-sisa produk metabolisme (protein)

serta koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit antara

Page 33: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

33

kompartemen darah dan cairan dialisis melalui selaput membran

semipermiabel yang berperan sebagai ginjal buatan (Cohen, 2007).

Hemodialisis pada umumnya sudah dilakukan pada pasien Penyakit

Ginjal Kronik dengan bersihan kreatinin <10 ml/menit (<15 ml/menit pada

pasien dengan nefropati diabetes) atau bila kadar kreatinin serum

mencapai 8-10 mg/dL (Ross dan Caruso, 2005). Sebagian besar

pasienPenyakit Ginjal Kronikdalam satu minggu membutuhkan

hemodialisis antara 9-12 jam dibagi dalam 3 sesi yang sama (Sculman dan

Himmelfarb, 2004; Singh dan Brenner, 2006).

Selama proses hemodialisis beberapa zat terlarut seperti albumin,

fibrin, β2-mikroglobulin, komponen aktif komplemen, dan sitokin

Interleukin-1(IL-1) dan Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) mengalami

absorbsi kedalam membran dialiser dan sebagian dari zat tersebut akan

dieliminasi dari darah (Tzanatoset al, 2000; Malaponte, 2002).

Hemodialisis mempunyai beberapa efek antara

lainbioinkompatibilitas serta reaksi antara cairan dialisis terkontaminasi

bakteri yang akan menghasilkan endotoksin (lipopolisakarida) dan

berakibat pada terlepasnya sitokin (Boure dan Vanholder, 2004; Erten dan

Bali M,2007). Proses ini tidak terlalu kuat bila menggunakan membran

dialisis sintetik atau membran selulosa yang telah dimodifikasi. Beberapa

membran sintetik mempunyai ukuran pori-pori besar yang akan

memudahkan aliran air dan meningkatkan kekuatan ultrafiltrasi sehingga

dapat memindahkan zat–zat dengan molekul besar seperti solute uremia

dibandingkan dengan membran dengan ukuran pori-pori kecil (Boure

dan Vanholder, 2004).

Kaskade aktivasi imunitas humoral dan seluler setelah kontak

antara darah dan membran dialisis. Faktor komplemen yang teraktivasi

seperti C3a dan C5a meningkat selama hemodialisis dan mencapai kadar

maksimal 15-30 menit setelah inisiasi sesi hemodialisa, menyebabkan

aktivasi leukosit, produksi dan pelepasan sitokin serta produksi ROS

(Reactive Oxygen Species) yang berlebihan (Schindler, 2004). Terdapat

Page 34: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

34

perbedaan besar antara membran dialisa dalam kapasitasnya untuk

mengaktivasi sistem komplemen dengan cuprophan dan selulosa tanpa

modifikasi lainnya dianggap paling bioinkompatibel.Sebaliknya membran

sintetis yang terbuat dari polimer artifisial lebih sedikit mengaktifkan

komplemen (Jacobs, 2004; Kerret al, 2007).

2.1.9 Vitamin D

Vitamin D berbentuk kristal putih, tidak larut dalam air tetapi larut

dalam minyak dan zat pelarut lemak. Vitamin D tahan terhadap panas dan

oksidasi. Penyinaran ultraviolet menimbulkan aktivitas vitamin D tetapi bila

terlalu kuat dan lama akan terjadi pengrusakan zat-zat aktif tersebut

(Norman, 2008).

Dalam kondisi normal manusia memperolehvitamin D baik dari

makanan atau dari sintesis de novodi kulit akibat paparan langsung sinar

matahari. Vitamin D3 awalnya dihidroksilasidalam hati oleh 25-

hidroksilase untuk membentuk25-hydroxyvitamin D3 dengan hidroksilasi

berikutnyadi ginjal untuk membentuk metabolit aktif1,25

dihydroxyvitamin D atau 1,25(OH)2Djuga dikenal sebagaicalcitriol, yang

akhirnya dimetabolisme oleh25-hydroxyvitamin D-24-hidroksilase

(24OHase). Pengikatan 1,25-dihydroxyvitamin D3 atau yang analog

dengan reseptor vitamin D (VDR), mengaktifkanreseptor vitamin D(VDR)

dan sebagai kofaktor seperti reseptor X retinoid (RXR), sehingga

pembentukan VDR-RXRkofaktor kompleks yang mengikatelemen respon

vitamin D (VDRE) pada gen target untuk mengatur transkripsi gen

(Carlberg et al, 2001).

Beberapa jaringan memiliki 25-hydroxyvitamin D 1α-hidroksilase

yang dapat mengkonversi 25-hydroxyvitaminD untuk 1,25

dihydroxyvitamin D (Zehnder, 2001).Namun pada serum 1,25

dihidroksivitamin Datau Calcitriol diatur oleh ginjal menjadi 25-

hydroxyvitamin D 1α-hidroksilase. Dalam studi baru-baru ini evaluasi

penyakit ginjal tahap awal, defisiensi calcitriol (didefinisikan bila kadar

Page 35: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

35

vitamin D serum <22 pg/ ml) ditemukan pada 32% Chronic Kidney

Disease stg 3 dan>60 % pada Chronic Kidney Disease stg 4dan 5 pasien

pra-dialisis (Levin, 2005).

VDR ditemukan lebih dari 30 jaringan termasuk usus,tulang, ginjal,

kelenjar paratiroid, b-sel pankreas,monosit, T-sel, keratinosit dan sel kanker,

menunjukkan bahwa vitamin Dterlibat dalam mengatursistem kekebalan

tubuh, pertumbuhan sel, diferensiasi danapoptosis (Feldman, 2005).

Vitamin D merupakan salah satu dari hormon steroid dan terdapat

secara alami dalam berbagai macam makanan. Sejumlah makanan yang

telah difortifikasi dan juga sinar matahari yang memproduksi vitamin D di

kulit, merupakan prohormon yang akan mengalami 2 tahap hidroksilasi

untuk menghasilkan bentuk hormon yang aktif. Hidroksilasi pertama terjadi

di hati menghasilkan 25(OH)D3 dan hidroksilasi tahap dua terjadi di ginjal

dengan bantuan enzim 1-hydroxylase yang menghasilkan bentuk aktif

1,25(OH)2D (Jia dan Zhang, 2013).

Gambar 2.17Sintesis, aktivasi dan katabolisme vitamin D3 (Dusso,2005).

Hidroksilasi tahap kedua ini terutama terjadi di ginjal, tetapi juga

terdapat tipe sel-sel yang lain yang juga berkontribusi terhadap proses ini

seperti prostat, payudara, kolon, paru, sel β pankreas, monosit dan sel

Page 36: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

36

paratiroid. Tetapi bagaimanapun juga proses ekstrarenal yang memproduksi

1,25(OH)2D atau Calcitriol tersebut hanya berefek secara autokrin atau

parakrin terhadap sel spesifik, sedangkan yang dihasilkan intrarenal akan

berefek secara endokrin sebagaimana gambar 2.18 (Dusso,2005).

Gambar 2.18Produksi 1,25(OH)2D3 dari renal dan ekstrarenal yang berefek

autokrin, parakrin dan endokrin (Dusso et al, 2005).

Sistem endokrin dari vitamin D memainkan peranan esensial dalam

homeostasis kalsium dan metabolisme tulang, tetapi berbagai penelitian

selama ±2 dekade menyatakan bahwa terdapat bermacam-macam aksi biologi

dari vitamin D yang meliputi induksi terhadap deferensiasi sel, penghambatan

pertumbuhan sel, imunomodulasi dan kontrol terhadap sistem hormon yang

lain (Dusso, 2005).

Vitamin D memiliki fungsi klasik (calcemic function) dan non klasik

(noncalcemic function). Fungsi klasik yaitu fungsi vitamin D dalam hal

absorbsi kalsium, pembentukan tulang. Sedangkan fungsi non klasik adalah

fungsinya dalam imunoregulator (Williams, 2009).

Page 37: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

37

Tabel 2.4Efek langsung terapi vitamin D (Tang, 2009)

Terdapat 2 grup vitamin D yang tersedia di pasaran. Yang pertama

antara lain ergocalciferol (viatamin D2) dan analognya, doxercalciferol dan

paricalcitol. Grup kedua meliputi cholecalciferol (vitamin D3) dan analognya,

calcidiol, alfacalcidiol dan calcitriol atau 1,25(OH)2D3 (Tang, 2009).

2..1.9.1 Vitamin D pada Penyakit Ginjal Kronis

Sasaran terapi vitamin D pada Chronic Kidney Disease melibatkan

peradangan ginjal (sepertisel T dan sel-sel kekebalan lainnya), Renin

angiotensin Sistem(RAS) danglomerular (sel mesangial dan podosit) dan

fibrosis tubolointerstitial(sel epitel tubular dan interstitialfibroblas)

sebagaimana terdapat pada gambar 2.19

Page 38: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

38

Gambar 2.19 Patofisiologi vitamin D terhadap fibrosis ginjal pada

Chronic Kidney Disease. Vitamin D aktif terbukti

menghambat beberapa jalur patogen dalam fibrosis ginjal.

Vitamin D aktif (1) memiliki efek anti inflamasi(2)

menghambat proliferasi mesangial dan podosit (3)

mengatur renin angiotensin system (RAS) dengan

menghambat produksi renin (4) mencegah hipertrofi

glomerulus yang diukur berdasarkan volume glomerulus

(5) proteinuria menurun pada model binatang

denganChronic Kidney Disease(6) menurunkan produksi

sitokin fibrogenic di ginjal dengan mengatur Smad3 dan

Tumor Growth Factor β (TGF-β) (7) memblokir Epitelial

to Mesenchymal Transition(EMT) dan aktivasi

myofibroblast. RAS (renin angiotensin sistem); PGC

(pressure glomerularcapillary); SNGFR (single nefron

glomerular filtration rate); α-SMA (α-smooth muscle

actin); EMT (epitelial to mesenchymal transition).

Vitamin D dan hormon paratiroid (PTH) mempunyai hubungan

yang sangat erat. Hormon Paratiroidmerupakan regulator utama dari aktivitas

1-hidroksilase, mempengaruhi sintesa vitamin D dan vitamin D sendiri juga

sangat kuat dan efektif sebagai modulator terhadapHormon Paratiroid. Terapi

dengan vitamin D akan mengurangi kadar serum Hormon Paratiroid melalui

pencegahan hiperplasia glandula paratiroid, peningkatan calcium sensing

receptor expression pada glandula paratiroid dan meningkatkan kadar serum

kalsium. Kadar vitamin D mulai menurun pada Penyakit Ginjal Kronik

stadium 2, sebaliknya kadarHormon Paratiroidsecara signifikan akan

meningkat dan semakin tinggi pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 4-5. Pada

Page 39: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

39

penelitian cross sectional skala besar didapatkan kadar Hormon Paratiroid

mencapai 800-900 pg/ml pada Penyakit Ginjal Kronik stadium akhir yang

tidak mendapat terapi dan meskipun etiologinya multifaktorial tetapi

penyebab utamanya adalah karena rendahnya kadar vitamin D,

hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Efek klinis dari tingginya kadar Hormon

Paratiroid dan rendahnya kadar vitamin D sangat sulit dibedakan, karena

keduanya terjadi secara bersamaan mulai padaPenyakit ginjal Kronik

satdium 2-5. Tingginya kadar Hormon Paratiroid sangat berhubungan dengan

penyakit kardiovaskuler (Tang, 2009).

Penurunan fungsi ginjal pada Penyakit Ginjal Kronik akan disertai

dengan penurunan produksi 1,25-dihydroxyvitamin Datau Calcitrioldimulai

pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 2 yang secara progresif bertambah

rendah dengan bertambahnya stadium penyakit. Rendahnya kadar

1,25dihydroxyvitamin D tersebut akan menyebabkan beberapa efek samping

pada pasien Penyakit Ginjal Kronik, meliputi gangguan pada homeostasis

mineral tulang dan hormon parathiroid, kalsifikasi ekstraskeletal dan

terganggunya fungsi biologi multiorgan (Moscovici dan Sprague, 2007).

Vitamin D juga mencegah nefrosklerosis dan memperlambat

progresivitas Penyakit Ginjal Kronik melalui efek anti inflamasi dan anti

proliferatifnya. Pada pasien Penyakit Ginjal Kronik stadium 3-5, terapi

dengan calcitriol dihubungkan dengan tren ke depan dapat memperlambat

kebutuhan inisiasi dialisis. (Schwarz, 1998)

Page 40: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

40

Gambar2.20Konsep model alur defisiensi vitamin D sampai

menyebabkan progresivitas Penyakit Ginjal Kronik

dan komplikasinya (Williams et al, 2009)

2.1.9.2 Pemberian Suplementasi Vitamin D pada Penyakit Ginjal

Kronik

Penurunan fungsi dan massa renal pada Penyakit Ginjal Kronik

akan menyebabkan kemampuan memproduksi 1,25(OH)2D3 atau

Calcitriol menurun, sehingga untuk memenuhi kekurangan tersebut maka

perlu pemberian calcitriol atau analognya. Pada Penyakit Ginjal Kronik

suplementasi dengan 25(OH) vitamin D direkomendasikan pada

permulaan penyakit dan pemberian calcitriol mulai diberikan mulai

Penyakit Ginjal Kronik stadium 3. Data terbaru fokus pada efek non

klasik dari vitamin D sehingga dilakukan revisi terhadap rekomendasi

terbaru untuk kebutuhan harian antara orang normal dengan pasien

Penyakit Ginjal Kronik (Jones, 2007). Penelitian baru menyarankan dosis

4000 IU/hari untuk pemeliharaan kadar optimum vitamin D pada

populasi normal dan dosis lebih tinggi diperlukan pada pasien Penyakit

Ginjal Kronikuntuk memenuhi kebutuhannya. Diperkirakan tiap 100 IU

vitamin D dapat meningkatkan kadar serum vitamin D ±1ng/ml (2,5

nmol/L) meskipun terdapat variasi individu dalam merespon dosis

tersebut. Toksisitas jarang menjadi problem yang signifikan pada

pemberian viatmin D karena batas keamanannya cukup luas antara dosis

yang direkomendasikan dengan dosis yang dianggap tidak aman

(Heaney, 2008).

Kadar serum 25(OH)D digunakan untuk menilai status vitamin

D dalam tubuh. Dikatakan defisiensi vitamin D jika kadar serum

25(OH)D<20 ng/ml, insuffisiensi vitamin D jika kadarnya <30ng/ml.

Target pemberian vitamin D untuk mencapai kadar serum 25(OH) paling

tidak 30 ng/ ml atau dalam rentang normal 40-80ng/ml, dikatakan toksik

jika mencapai >150 ng/ml. Gejala dari hipervitaminosis D meliputi fatig,

Page 41: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

41

mual, muntah dan kelemahan. Vitamin D yang berasal dari sinar

matahari tidak dapat menyebabkan toksisitas (Kulie et al, 2009; Querfeld

dan Mak, 2010). Resiko terjadinya hiperkalsemia dan hiperfosfatemia

merupakan salah satu efek samping yang dikhawatirkan pada terapi

vitamin D pada Penyakit Ginjal Kronik tetapi pada penelitian meta

analisis yang dilakukan Praveen et al, 2011 menyebutkan bahwa

pemberian vitamin D menurunkan kadar Hormon Paratiroid dan tidak

didapatkan peningkatan yang signifikan pada kadar serum kalsium dan

fosfat. Pada penelitian cohort eksperimental yang dilakukan oleh Jean G

et al, 2008 menyatakan bahwa dengan pemberian preparat 25(OH)D3 per

oral dengan dosis 10-30 µg/hari pada pasien Penyakit ginjal Kronik yang

menjalani hemodialisis dapat memperbaiki keadaan defisiensi atau

insufisiensi vitamin D pada pasien tersebut tanpa adanya efek toksisitas.

2.2 Penelitian yang Relevan

Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa pemberian 1,25

Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) pada pasien Penyakit Ginjal Kronik yang

menjalani hemodialisis dapat menurunkan kadar Fibroblast Growth Factor-

23 (FGF-23) serta menurunkan albuminuria (Sung JY et al, 2013).

Pada penelitian terdahulu menyebutkan bahwa rendahnya kadar

1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol)berhubungan dengan beberapa marker

inflamasi seperti FGF-23 dan albuminuria serta marker stres oksidatif yang

lain. Pada penelitian terdahulu menyebutkan bahwa pemberian pericalcitriol

pada pasien Penyakit Ginjal Kronik dapat menurunkan albuminuria

sehingga dapat menurunkan kalsifikasi vaskuler yang akhirnya mengurangi

progresifitas penurunan fungsi ginjal (Alborzi P et al, 2008).

Page 42: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

42

BAB 3

KERANGKA BERPIKIR

3.1. Kerangka berpikir

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir

Nephrin

Angiotensin 2

Angiotensin 1

Renin Apparatus Juncta Glomerulus

Iskemia

Garam Ca Fosfat

Aterosklerosis Renal

Demineralisasi Tulang

Osteoklas

Fosfat

PTH

Ca

Angiotensin 1 Reseptor

Enzim Peroksidase

Slid Diafragma

Albuminuria

Penyakit Ginjal Kronik Stg V

Suplementasi

Calcitriol

Klotho

Glikoprotein

ROS

NADPH Oxidase

FGF-23

Fibroblast

Extracellular Matrix

Kolagen

Fibrosis Interstitial Ginjal

Sel Tubulus Distal

Ekskresi Fosfat

Page 43: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

43

Keterangan :

: Mengaktivasi

: Menghambat

: Meningkatkan

: Menurunkan

: Variabel yang diperiksa

: Perlakuan yang diberikan

Ca : Calcium

FGF-23 : Fibroblast Growth Factor-23

NADPH Oxidase : Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphaate Oxidase

PTH : Paratiroid Hormon

ROS : Reactive Oxygen Species

Keterangan Bagan Kerangka Konsep

Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan

fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat memerlukan terapi pengganti

ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2014).

Terdapat peningkatan stres oksidatif dan inflamasi kronis pada pasien Penyakit

Ginjal Kronik dan dialisis (Nanayakkara dan Gaillard, 2010).

Penurunan fungsi ginjal pada Penyakit Ginjal Kronik akan disertai dengan

penurunan produksi 1,25 dihydroxyvitamin D, dimulai pada Penyakit Ginjal

Kronik stadium 2 yang secara progresif bertambah rendah dengan bertambahnya

stadium penyakit. Rendahnya kadar 1,25 dihydroxyvitamin D tersebut akan

menyebabkan beberapa efek samping pada pasien Penyakit Ginjal Kronik,

meliputi gangguan pada homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid,

kalsifikasi ekstraskeletal dan terganggunya fungsi biologi multiorgan (Moscovici

dan Sprague, 2007). Fungsi non klasik dari vitamin D adalah sebagai

imunoregulator (Williams, 2009). Dan peran vitamin D disini sebagai anti

inflamasi dengan melalui penekanan/ supresi pada jalur Nuclear Factor kB

(NF-ĸB), dimana jalur NF-ĸB ini sangat berperan penting dalam progresivitas

Page 44: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

44

penyakit ginjal, karena jalur tersebut akan memicu inflamasi dan fibrogenesis

melalui pelepasan sitokin pro inflamasi (Lang, 2014).

Albuminuria sangat penting sebagai marker disfungsi endotel pada

seluruh pembuluh darah baik pada ginjal, jantung koroner dan serebral.

Albuminuria sebagai prognosis infark miokard. Kenaikan albuminuri (mulai dari

mikroalbuminuri) akan terjadi meningkatnya resiko renokardios erebral vaskuler.

Derajat proteinuria diasosiasikan dengan penuruanan ginjal progresif pada

penyakit glomerular, sering dijumpai pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 1 dan

beresiko berkembang menuju Penyakit Ginjal Kronik stadium 2,3,4 dan akhirnya

mencapai Penyakit Ginjal Tahap Akhir. Proteinuria terjadi karena lintasan

transglomerular abnormal akibat peningkatan permeabilitas dinding kapiler

glomerulus dan gangguan reabsorbsi protein oleh sel epitel tubulus proksimal.

Berkurangnya muatan negatif pada dinding kapiler menyebabkan albumin lolos

dalam urin (Amico dan Bazzi, 2003).

Para peneliti menyimpulkan bahwa kadar proteinuria tinggi, terjadi

peningkatan resiko penurunan fungsi ginjal, akhirnya pasien memerlukan dialisis

atau transplantasi ginjal (Gansevort, 2009). Mikroalbuminuria ditemukan dengan

prevalensi 7%. Sementara pada penderita hipertensi, diabetes, penyakit jantung

koroner dan stroke prevalensi mikroalbuminuria berkisar antara 16-28%

(Pedrinelli, 1994; Tabaei, 2005).

Penurunan fungsi ginjal pada Penyakit Ginjal Kronik akan disertai

dengan penurunan produksi 1,25 dihydroxyvitamin D, dimulai pada Penyakit

Ginjal Kronik stadium 2 yang secara progresif bertambah rendah dengan

bertambahnya stadium penyakit. Rendahnya kadar 1,25 dihydroxyvitamin D

tersebut akan menyebabkan beberapa efek samping pada pasienPenyakit Ginjal

Kronik, meliputi gangguan pada homeostasis mineral tulang dan hormon

parathiroid, kalsifikasi ekstraskeletal dan terganggunya fungsi biologi multiorgan

(Moscovici dan Sprague, 2007).

Page 45: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

45

3.2 Hipotesis Penelitian

1. Ada pengaruh pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) dapat

menurunkan kadar Fibroblast Growth Factor-23 pada pasien Penyakit

Ginjal Kronik stadium V yang menjalani hemodialisis

2. Ada pengaruh pemberian 1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol) dapat

menurunkan Albuminuria pada pasien Penyakit Ginjal Kronik stadium V

yang menjalani hemodialisis

Page 46: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

46

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Hemodialisa RSUD Dr.

Moewardi Surakarta.

Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini selama 5 bulan dengan

jadwal penelitian sebagai berikut

JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

Pesan reagen

Penelitian Olah

data Pelaporan

Sampling Run in periode

Gambar 4.1 Jadwal penelitian

4.2 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan randomisasi (Randomized

Control Trial (RCT).

4.3 Populasi Sampel

1. Populasi sasaran : Pasien Penyakit Ginjal Kronikstadium V yang telah

melakukan hemodialisis selama 3 bulan sampai 5 tahun di Instalasi

Hemodialisa RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

2. Populasi sumber : Pasien Penyakit Ginjal Kronik stadium V yang telah

melakukan hemodialisis selama 3 bulan sampai 5 tahun seminggu sekali

di instalasi Hemodialisa RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan jumlah

30 subjek.

Page 47: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

47

3. Populasi Sampel : Diambil acak pada semua pasien Penyakit Ginjal

Kronikstadium V yang telah menjalani hemodialisis selama 3 bulan

sampai 5 tahun seminggu sekali di Instalasi Hemodialisa RSUD Dr.

Moewardi Surakartadan bersedia diambil darahnya untuk penelitian.

4.4 Besar Sampel

Penentuan besar sampel (sample size) melibatkan parameter tingkat

kesalahan (error term) atau α dan tingkat kekuatan pengujian (power test)

atau 1 - β.

Formulasi besar sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(Dahlan, 2009; Santjaka, 2011).

2

22

11 )(

ZZn

Dimana:

n : besarnya sampel

Z1-α : nilai standar normal tingkat kesalahan, jika α = 0,05 maka

Z1-α = 1,96

Z1-β : nilai standar normal power test, jika 1 - β = 0,90 maka:

Z1-β = 1,282

δ : selisih yang diinginkan (difference of interest)

σ : besarnya penyimpangan (standar deviasi) yang bisa ditolerir

Karena untuk kelompok sampel berpasangan berlaku: δ2 = σ

2 = 1, sehingga:

2

11 )( ZZn

maka dengan kondisi diatas, penelitian ini menggunakan ukuran sampel

minimal adalah:

n = (1,96 + 1,282)2 = 10,51 dibulatkan menjadi 11

Dengan demikian sampel minimal dalam penelitian ini adalah 11 responden

dalam setiap kelompok. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan

Page 48: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

48

mempertimbangkan kemungkinan terjadi drop out maka ditetapkan angka

drop out sebesar 10% (Harun SR, 2011). Dengan mempertimbangkan

minimal besar sampel dan drop out maka diambil sampel sebesar 15 pasien

dengan penyakit ginjal kronik stadium V (n=15 pasien untuk tiap kelompok)

sehingga besar sampel telah cukup memadai dan memenuhi formulasi besar

sampel. Teknik pengambilan sampel dengan simple random sampling

menggunakan program Open Epi versi 2.3.

Kriteria Inklusi :

1. Pasien sudah tegak diagnosis Penyakit Ginjal Kronik stadium V yang

dibuktikan dengan pemeriksaan Ultrasonografi Ginjal, laboratorium

darah dan pemeriksaan urin memenuhi kriteria K/ DOQI 2006 (Kidney

Disease Outcome Quality Initiative)

2. Usia 20-59 tahun

3. Telah menjalani hemodialisis seminggu sekali selama lebih dari tiga

bulan - kurang dari 5 tahun

4. Tensi sistolik lebih dari 100 mmHg

5. Hb lebih dari 6 mg/ dL

6. Pasien dalam keadaan tidak mengkonsumsi suplementasi Calcium (baik

berupa tablet Calcium atau susu tinggi Calcium).

Kriteria Eksklusi :

1. Pasien Penyakit Ginjal Kronik dengan nefropati diabetik stadium V

2. Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang sedang menjalani terapi dengan

steroid

3. Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang sedang menjalani terapi vitamin D

4. Pasien Penyakit Ginjal Kronik stadium V dengan keganasan

5. Pasien Penyakit Ginjal Kronik stadium V dengan uropati obstruktif.

6. Pasien dalam kondisi infeksi (dibuktikan dengan suhu tidak lebih tinggi

dari 37.50

C)

Page 49: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

49

7. Pasien dalam keadaan sepsis

8. Pasien menderita hepatitis B dan C kronik

9. Pasien dengan aritmia jantung

10. Pasien Penyakit Ginjal Kronikstadium V dengan kadar vitamin D >30

ng/ml

4.5 Variabel dan Definisi Operasional

4.5.1. Variabel Penelitian

a. Variabel tergantung :

Fibroblast Growth Factor-23 (FGF-23)

Albuminuria

b. Variabel bebas :

1,25 Dihydroxyvitamin D (Calcitriol)

4.5.2 Definisi Operasional

Penderita Penyakit Ginjal Kronik stadium V: Penderita yang

memenuhi kriteria seperti di bawah ini :

a. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan,

berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa

penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan manifestasi :

• Kelainan patologis.

• Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam

komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam test pencitraan

(imaging test).

b. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/ menit/ 1,73m2

selama tiga bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

Stadium V : Bila Laju Filtrasi Glomerulus <15 mL/ menit, penderita

mengalami Penyakit Ginjal Kronik tanpa melihat penyebabnya, penderita

Page 50: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

50

sudah menjalani hemodialisis selama minimal tiga bulanseminggu sekali.

Sebelum dilakukan hemodialisis, pasien Penyakit Ginjal Kronik stadium V

harus memenuhi pra syarat untuk bisa dilakukan hemodialisis. Prasyarat ini

sekaligus merupakan kriteria inklusi dari sampel yang diikutkan dalam

penelitian.

Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel

Parameter Definisi Alat

Ukur

Satuan

Data

Skala

Data

Fibroblast Growth

Factor-23

(FGF-23)

Adalah protein dengan

berat molekul 30 kDa,

merupakan sub famili

dari Fibroblast Growth

Factor-15 (FGF-15),

sebagai regulator homeos

tasis fosfat

Sandwich

ELISA

RU/ mL

Rasio

Albuminuria

Adalah fenomena yang

ditunjukkan oleh adanya

molekul albumin dalam

urin, merupakan tanda

awal penyakit glomerular

ELISA µg/ mg

Rasio

1,25

Dihydroxyvitamin

D (Calcitriol)

Adalah grup vitamin yang

larut dalam lemak,

prohormon dengan

bentuk aktif (Calcitriol)

- µg Nominal

4.6 Biaya

Biaya penelitian diperkirakan lebih kurang Rp 30.000.000

4.7 Cara Kerja

Subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diambil sebanyak

30 orang secara acak dengan metode simple random sampling kemudian

dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok uji dan kelompok kontrol

masing-masing n=15. Proses pengambilan sampel dan membaginya menjadi

Page 51: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

51

dua kelompok menggunakan program komputer Open Epi versi 2.3. Selama

penelitian berlangsung, regimen terapi tidak dirubah.

4.7.1 Perlakuan:

Kelompok uji: Vitamin D (Oscal) 0,5µg/ hari, diminum antara

jam18.00-21.00, selama 28 hari.

Kelompok kontrol: Tidak diberikan vitamin D (Oscal).

4.7.2 Monitoring:

1. Dilakukan monitoring tiap dua minggu untuk mengetahui efek samping

yang timbul dengan wawancara dan pemeriksaan fisik. Dicari adanya

fatiq, mual, muntah dan kelemahan serta keluhan lain terkait efek

samping pemakaian vitamin D/ plasebo.

2. Bila ada indikasi akan dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium

seperti serum vitamin D, kadar serum phospat dan kalsium.

3. Dilakukan penghitungan jumlah obat tiap kali kontrol, dikatakan patuh

bila jumlah obat yang minum 90 – 110%.

4. Selama perlakuan, subyek akan dieksklusi bila terdapat salah satu dari

berikut ini; kepatuhan minum obat <80% atau >120%, efek samping

serius dari obat yang diteliti dan masuk rumah sakit.

4.7.3 Tindakan bila ada efek samping:

a. Penanganan efek samping sesuai indikasi.

b. Melaporkan kejadian tersebut ke Komisi Etik secepatnya.

4.7.4 Pengambilan darah dan penanganan spesimen:

a. Teknik pengambilan darah

1. Pemeriksaan kadar Fibroblast Growth Factor-23 dan Albuminuria

dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan.

Page 52: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

52

2. Darah yang akan dilakukan pemeriksaan Fibroblast Growth Factor-23

dan diambil melalui vena antecubiti pada ruangan yang tenang dengan

temperatur terkontrol (24-25 0C) pada 2 jam sebelum hemodialisis.

3. Proses penanganan spesimen untuk sampeldarah yang diperoleh

dimasukkan kedalam tabung sentrifus yang sudah diberi kode dan

dibiarkan membeku. Sampel darah yang sudah membeku dipusingkan

selama 5-10 menit dengan kecepatan 4000 rpm.

4. Pemeriksaan Fibroblast Growth Factor-23 dilakukan setelah semua

sampel sebelum dan sesudah perlakuan terkumpul semua, untuk

menghindari rusaknya kit, bila pemeriksaan dilakukan tidak secara

bersamaan.

5. Pemrosesan darah untuk diambil plasmanya, penyimpanan plasma

pada suhu -20 0C dan pemeriksaan FGF-23 dilakukan dengan bekerja

sama dengan Laboratorium Klinik Prodia.

b. Teknik pemeriksaan Fibroblast Growth Factor-23 (FGF-23)

Prinsip pemeriksaan Fibroblast Growth Factor-23 (Metode Sandwich

ELISA Quantitative) dengan menggunakan sampel serum/ plasma.

Teknik pemeriksaan dengan buffer, pipeting atau mencuci.Pengenceran

optimal menggunakan tabung polypropylene. Semua reagen disimpan

pada suhu kamar.

Serum : Gunakan tabung pemisah serum (SST) dan memungkinkan

sampel membeku selama 30 menit sebelum sentrifugasi selama

15 menit pada 1000 xg. Hapus serum dan uji segera aliquot,

simpan sampel pada ≤ -20 ° C. Hindari siklus beku-mencair.

Plasma: Dengan menggunakan EDTA, heparin atau sitrat sebagai

antikoagulan, centrifuge selama 15 menit pada 1000 xg dalam

waktu 30 menit. Assay segera aliquot, simpan pada ≤ -20 ° C.

Hindari siklus beku-mencair.

Opsional: Gunakan Aprotinin (enzim inhibitor) 0,5 TIU per ml larutan

untuk mencegah degradasi sampel.

Page 53: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

53

Wash Buffer : Jika konsentrat dalam bentuk kristal, aduk perlahan hingga

kristal mencair. Encerkan 50 ml Wash Buffer konsentrat

ke deionisasi atau 450 mlair suling

FGF-23 Standard : Dengan 1 mL Dilusi Buffer, aduk selama minimal 15

menit sebelum pengenceran. Masukkan Dilusi

Buffer dengan pipet 250 mL ke dalam tabung 1-6.

Campur setiap tabung secara menyeluruh pada 2000

pg/ mL. Sesuai pengenceran Buffer berfungsi

sebagai standar nol (0 ng/ mL).

Teknik pemeriksaan :

1. Siapkan semua reagen dan standar kerja sesuai petunjuk

2. Keluarkan sisa strip lempeng dari frame plat, kembalikan ke kantong

plastik dengan pak pengering

3. Tambahkan 100 mL Dilusi Buffer ke tabung

4. Tambahkan 100 mL pengenceran standar, sampelatau kontrol positif

ke tabung. Tutup dengan piring sealer selama 2 jam pada lempeng

shaker pada suhu kamar

5. Aspirasi masing-masing tabung dengan mencuci, ulangi proses

sampai tiga kali.Cuci dengan 1x Wash Buffer (300 mL) dengan botol

semprot, dispenser manifold atau autowasher. Setelah mencuci

terakhir, hilangkan sisa Wash Buffer dengan aspirating atau

decanting. Bersihkan piring dengan kertas yang bersih.

6. Tambahkan 100 mL antibodi solution yang terdiri dari 1 bagian

Biotinylated Antibodi dan 1 bagian HRP Antibodi. Tutup dengan

piring sealer/ aluminium foil selama 2 jam pada lempeng shaker

pada 180-220 RPM. Simpan pada suhu kamar(untuk menghindari

paparan cahaya)

7. Ulangi aspirasi/ cuci seperti pada langkah 5

8. Tambah 100 mL dari Streptavidin-HRP. Tutup dengan piring

sealerselama 45 menit pada lempeng shaker pada suhu kamar.

Lindungi dari cahaya

Page 54: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

54

9. Ulangi aspirasi/ cuci seperti pada langkah 5

10. Tambahkan 100 mL TMB substrat solution masing-masing tabung.

Diamkan selama 4-6 menit pada lempeng shaker pada suhu kamar.

Lindungi dari cahaya.

11. Tambahkan 100 mL stop solution untuk setiap tabung. Warna dalam

tabung berubah dari biru menjadi kuning. Jika warna dalam tabung

berwarna hijau atau jika perubahan warna tidak muncul seragam,

tekan piring untuk memastikan pencampuran menyeluruh

12. Tentukan kerapatan optik selama 15 menit dengan menggunakan

pembaca lempeng pada 450 nm.

c. Teknik pemeriksaan Albuminuria

Alat dan bahan dalam penelitian ini untuk pemeriksaan

albuminuria digunakan alat : pot penampung urin, tabung reaksi dan

bahan: urin dan dipstick albuminuria (Chemstrip R Micral R dari Roche).

Penelitian dilakukan dengan memeriksa kadar albuminuria yaitu dengan

cara disiapkan sampel urin spot pagi hari, kemudian dimasukkan tes strip

(Chemstrip R Micral R dari Roche) kedalam urin sampai batas tertentu

dan tunggu selama 1 menit. Diletakkan tes strip diatas tabung selama 30

detik. Dan dibandingkan warnanya dengan warna standar yang ada

ditabung tempat tes strip. Bila warna putih negatif, bila warna merah

berarti positif. Secara semikuantitatif dibandingkan dengan warna yang

positif lalu ditentukan kadarnya sesuai gradasi warna dari 20-100 mg/ L

(Kresno, 2007).

Page 55: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

55

4.8 Analisis Statistik

Data disajikan dalam bentuk mean ± SD kemudian dianalisis

menggunakan SPSS 17 for windows dengan nilai p<0,05 dianggap

signifikan secara statistik. Digunakan uji beda mean. Untuk mengetahui

beda mean antara kelompok perlakuan dan kontrol sebelum dan sesudah

perlakuan digunakan uji t sampel independen bila distribusi data normal

(bila tidak normal digunakan uji mann whitney). Untuk mengetahui beda

mean antara sebelum dengan sesudah perlakuan dalam satu kelompok

digunakan uji t sampel berpasangan bila distribusi data normal (bila tidak

normal digunakan uji wilcoxon).

Page 56: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · Presentasi klinis terjadi pada populasi umum antara lain penyakit jantung iskemik, ... homeostasis mineral tulang dan hormon paratiroid, kalsifikasi

56

4.9 Alur Penelitian

Gambar 4.2 Alur Penelitian

Penderita Penyakit Ginjal Kronik stadium V

Randomisasi

Kelompok Placebo

Sampel darah Pre Test

Fibroblast Growth Factor-23

Sampel Urin (Albuminuria)

Sampel darah Post Test

Fibroblast Growth Factor-23

Sampel urin (Albuminuria)

Analisis Statistik

Kriteria inklusi eksklusi

Kelompok Perlakuan

Sampel darah Pre Test

Fibroblast Growth Factor-23

Sampel Urin (Albuminuria)

Terapi standar + 1,25 Dihydroxyvitamin D

oral 1x0,5µg Selama 4 minggu

Sampel darah Post Test

Fibroblast Growth Factor-23

Sampel Urin (Albuminuria)

Terapi standar + Plasebo oral 1x1

Selama 4 minggu