46
PROPOSAL PENELITIAN PENULISAN HUKUM PROGRAM SARJANA STRATA SATU ( SI ) 1. JUDUL PENULISAN HUKUM PERLINDUNGAN KORBAN DALAM HAL SALAH PROSEDUR PENANGKAPAN 2. PELAKSANA PENELITIAN a. Nama Mahasiswa : Wibisono Tri Nugroho b. N I M : B2A009445 c. Jumlah SKS : 138 SKS d. IP Kumulatif : 3, 04 e. Nilai Mata Kuliah MPPH : C 3. RUANG LINGKUP / BIDANG MINAT : Ruang Lingkup Penelitian adalah Hukum Pidana 4. LATAR BELAKANG PENELITIAN : 1

BAB 1 (Autosaved)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 1 (Autosaved)

PROPOSAL PENELITIAN PENULISAN HUKUM

PROGRAM SARJANA STRATA SATU ( SI )

1. JUDUL PENULISAN HUKUM

PERLINDUNGAN KORBAN DALAM HAL SALAH PROSEDUR PENANGKAPAN

2. PELAKSANA PENELITIAN

a. Nama Mahasiswa : Wibisono Tri Nugroho

b. N I M : B2A009445

c. Jumlah SKS : 138 SKS

d. IP Kumulatif : 3, 04

e. Nilai Mata Kuliah MPPH : C

3. RUANG LINGKUP / BIDANG MINAT :

Ruang Lingkup Penelitian adalah Hukum Pidana

4. LATAR BELAKANG PENELITIAN :

Adegium fiat justitia pereat mundus dan fiat justitia ruat caelum adalah adegium

yang selalu dipakai oleh para penegak hukum. Pengertian Fiat justitia pereat mundus

adalah fiat justitia ruat caelum yang memiliki pengertian hendaklah keadilan ditegakkan,

1

Page 2: BAB 1 (Autosaved)

walaupun langit akan runtuh. Kalimat ini diucapkan oleh Lucius Calpurnius Piso

Caesoninus. Adegium ini merupakan alasan penegak hukum untuk melakukan penegakan

hukum. Masalah penegakan hukum adalah masalah yang paling krusial dalam

memberikan keadilan bagi masyarakat pada umumnya dan bagi terdakwa dan korban

pada khususnya. Dimana wujud nyata dari penegakan hukum yang dapat dilihat itu ada

pada sistem peradilan. Menurut Muladi sistem peradilan adalah suatu jaringan (network)

peradilan yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum

pidana materiil, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana . Pengertian

yang dikemukakan Muladi tersebut, disamping memberi penekanan pada suatu

”jaringan” peradilan, juga menekankan adanya penggunaan hukum pidana oleh jaringan

dalam melaksanakan tugasnya secara menyeluruh, baik hukum pidana substantif, hukum

acara pidana maupun hukum penitensier untuk mencapai tujuan jaringan tersebut. 1

Dari sistem peradilan diharapkan terciptanya penegakan hukum yang memberikan

kemanfaatan bagi masyarakat. Masyarakat mengharapkan bahwa pelaksanaan penegakan

hukum harus memberi manfaat, karena memang hukum adalah untuk manusia dan bukan

manusia untuk hukum sebagaimana yang dikatakan oleh Satjipto Rahardjo2. Maka dari

pada itu Pelaksanaan Penegakan hukum jangan sampai justru menimbulkan keresahan

dalam masyarakat. Demikian juga Penegakan hukum dilaksanakan bertujuan demi

tercapainya keadilan yang berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Sehingga dengan

1Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1995), Halaman 4

2Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, (Semarang: PT Citra Karya Bakti, 2006).

2

Page 3: BAB 1 (Autosaved)

ditegakkannya hukum akan memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Meskipun

sebenarnya keadilan itu sendiri bersifat subjektif dan individualitas.

Seperti halnya dalam hal salah tangkap yang dilakukan oleh penyidik polri,

seperti yang telah diberitakan Kompas.com, Selasa (12/2/2013), Ali Maksum (40), warga

Desa Karangasem, Kecamatan Sayung, ditemukan meninggal dunia di pinggir jalan

Dukuh Deles, Desa Purwosari, Kecamatan Sayung, akibat dianiaya orang tidak dikenal.

Penganiayaan tersebut diduga terkait masalah asmara, Lalu kepolisian Demak melakukan

penyelidikan. Kepolisian pun dengan membawa kendaraan menjemput dua warga, yakni

Galih dan Sukirman, untuk diperiksa.

Namun dalam proses pemeriksaan, keduanya mengaku mendapatkan perlakuan

kasar dari petugas, Galih mengaku saat berada di dalam mobil, ia dipukul berkali-kali di

bagian kepala wajah dan pinggang. Sukirman kemudian diturunkan di Mapolres Demak,

sedangkan ia dibawa ke sebuah lapangan kosong dalam kondisi telanjang dan tangan

diborgol.

Saat di lapangan itu ia mengatakan sempat diancam akan ditembak jika tidak

mengaku. Polisi menuduh Galih menjadi tersangka pelaku pembunuhan terhadap seorang

pemuda di Morosari Demak pada Selasa (12/2/2013).

Galih mengaku saat kejadian dirinya justru tengah perjalanan ke Surabaya dengan

bekerja sebagai kernet truk dan kembali ke Semarang pada Kamis (14/2/2013) pagi.

"Setelah saya bisa menunjukkan saksi dan bukti kalau saya tidak melakukan pembunuhan

kemudian dilepas pada jam 21.30 WIB, tapi saya sudah dipukuli dulu, dan saya sama

3

Page 4: BAB 1 (Autosaved)

sekali tidak tahu menahu soal pembunuhan itu," tambahnya. Akibat penganiayaan itu,

Galih dan Sukirman trauma dan takut keluar rumah.

Adanya korban salah tangkap oleh polisi memang kerap terjadi Padahal dalam

penangkapan, sudah ada prosedur yang harus dijalankan agar tidak merugikan

masyarakat. Koordinator Indonesian Police Watch (IPW) Jawa Tengah Untung Budiarso

mengatakan hal itu masih terjadi karena belum adanya reformasi sumber daya manusia

(SDM) di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Pendapat IPW tersebut untuk

menanggapi adanya dugaan salah tangkap dan penganiayaan yang dilakukan anggota

Polres Demak pada Muhammad Galih Yoga Pratama (18).

Rangkaian panjang dalam proses peradilan pidana di Indonesia berawal dari suatu

proses yang dinamakan penyelidikan. Menurut KUHAP Pasal 1 butir 5 :

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

sedangkan penyelidik menurut KUHAP Pasal 1 butir 4 adalah :

penyelidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk melakukan penyelidikan

Dalam hal penyelidik mengetaui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya

suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana, wajib segera melakukan

tindakan penyelidikan yang diperlukan. Karena dalam hal ini penyelidik dengan

kewajibannya mempunyai wewenang yaitu :

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana

2. Mencari keterangan dan barang bukti,

4

Page 5: BAB 1 (Autosaved)

3. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menyakan serta memeriksa tanda

pengenal diri,

4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Apabila hasil dari penyelidikan tersebut penyelidik menyimpulkan bahwa telah

terjadi suatu tindak pidana (delict) maka statusnya akan ditingkatkan pada tahap

penyidikan yang ditujukan untuk mencari bukti dan menemukan tersangkanya.

Selanjutnya penyidik apabila telah menemukan permulaan bukti yang cukup( minimal 2

alat bukti yang sah menurut UU ) dan mengarah kepada seseorang sebagai tersangkanya

dapat melakukan penangkapan terhadap tersangka tersebut. Menurut Pasal 1 butir 2

KUHAP penyidikan adalah :

Pentidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan

menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini, untuk mencari serta

mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Berdasarkan uraian diatas maka wewenang penyidik adalah

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana

2. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadia

3. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal tersangka

4. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan,

5. Melakukan penyitaan dan pemeiriksaan surat,

6. Mengambil sidik jari dan memotret seorang,

7. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi,

8. Metundatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara,

5

Page 6: BAB 1 (Autosaved)

9. Mengadakan penghentian penyidikan,

10. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Namun hanya terhadap perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang

dan diancam dengan hukuman, maka pelakunya ada kemungkinan dapat ditangkap atau

ditahan, oleh karena itu dalam hal – hal menurut cara-cara yang diatur dalam undang-

undang, dalam pemeriksaan pendahuluan, penyidik mempunyai wewenang untuk

melakukan tindakan antara lain penangkapan dan penahanan. Penangkapan dilakukan

terhadap seorang yang terduga pelaku kejahatan yang didasarkan atas bukti-bukti

permulaan yang cukup, dengan menyebutkan alasan penangkapan dan uraian singkat sifat

perkara kejahatan yang dipersangkakan.

Sedangkan penangkapan yang dilakukan penyidik adalah suatu bentuk wewenang

istimewa yang diberikan oleh Undang-Undang namun tidak berarti dapat dilakukan

dengan sewenang-wenang. Penangkapan merupakan suatu proses hukum yang sangat

penting sebab akan berpengaruh terhadap tahap-tahap proses hukum selanjutnya. Oleh

karena itu penangkapan harus dilakukan secara teliti, hati-hati dan cermat oleh penyidik.

Berdasarkan pasal 1 butir 20 KUHAP disebutkan bahwa :

‘’Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini’’.

Dari penjelasan tersebut penangkapan tiada lain sama saja dengan pengekangan

sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa guna kepentingan penyidikan atau

penuntutan. Tapi yang harus diingat adalah bahwa penangkapan tersebut harus sesuai

dengan cara-cara yang sudah ditentukan dalam KUHAP yakni pada bab V bagian kesatu

6

Page 7: BAB 1 (Autosaved)

pasal 16 sampai dengan pasal 19. Penangkapan bisa dianggap sebagai bentuk

pengurangan dari hak asasi seseorang, Oleh karena itu tindakan penangkapan tersebut

harus benar-benar diletakkan pada proporsinya yaitu hanya demi kepentingan hukum dan

benar-benar sangat diperlukan.

Dalam proses penangkapan yang dilakukan penyidik Polri terhadap tersangka

yang diduga kuat telah melakukan suatu tindak pidana bisa jadi mengalami suatu

kekeliruan atau kesalahan-kesalahan yang bersumber pada human error yaitu kesalahan

penyidiknya dalam praktek di lapangan. Kesalahan dalam proses penangkapan

mempunyai konsekuensi yang cukup besar karena kekeliruan tersebut bila tidak segera

diperbaiki akan terus berlanjut pada tahap-tahap selanjutnya. Apabila terjadi kesalahan

dalam proses ini sebelum perkaranya diputus oleh pengadilan maka tersangka atau

keluarganya dapat mengajukan praperadilan tentang ketidaksahan dari penangkapan

tersebut sekaligus dapat menuntut ganti kerugian. Namun apabila kesalahan dari proses

penangkapan tersebut tidak diketahui dan baru diketahui setelah perkaranya diputus oleh

pengadilan yang memeriksa dan memutus perkara tersebut, maka terpidana/terhukum

bisa melakukan suatu upaya hukum luar biasa setelah putusan hakim tersebut meskipun

telah berkekuatan hukum tetap (In Krach Yan Gewijsde).

Terhadap seorang terpidana yang sedang menjalani masa hukumannya setelah

diputus bersalah oleh suatu pengadilan tidaklah seketika tertutup jalan keadilan baginya.

Keadilan dalam konteks apapun merupakan suatu hak bagi siapapun juga yang ingin

mendapatkannya sesuai aturan yang berlaku di Indonesia. Tidak hanya bagi mereka yang

merasa dirugikan sebagai korban atas suatu kejahatan tetapi juga bagi mereka yang

diputuskan bersalah oleh pengadilan atas suatu kejahatan.

7

Page 8: BAB 1 (Autosaved)

Dalam Sistem Hukum Acara Pidana Di Indonesia dikenal adanya istilah bukti

baru atau keadaan hukum baru lebih lazim disebut dengan istilah “novum ”. Pengertian

novum berdasarkan Undang-undang dapat dilihat dalam KUHAP pasal 263 ayat (2) huruf

(a) yang berbunyi :

apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat

Keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu

sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan

berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau

tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu

diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;

Dengan adanya novum tersebut maka bagi seorang terpidana yang sedang

menjalani hukumannya dapat melakukan suatu upaya hukum tertentu. Dari pengertian

novum atau keadaan baru tersebut dapat disimpulkan bahwa novum itu hanya bisa

diperuntukan terhadap suatu putusan dari pengadilan telah berkekuatan hukum tetap (In

Krach Yan Gewijsde). Yakni suatu putusan paling akhir dari pengadilan dan bersifat

mengikat terhadap pihak-pihak yang divonis dalam putusan tersebut Mereka sudah tidak

memiliki pilihan apapun kecuali menjalakan putusan pengadilan tersebut dan jika

menolak penegak hukum memiliki wewenang untuk secara paksa mereka menjalani isi

dalam vonis tersebut.

Dengan demikian seorang terpidana yang sedang menjalani hukumannya

berdasarkan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat menempuh

upaya hukum luar biasa apabila dikemudian hari ditemukan suatu novum atau bukti baru

yang kuat. Bukti baru ini bisa bermacam-macam sepanjang bukti atau keadaan baru

8

Page 9: BAB 1 (Autosaved)

tersebut menimbulkan dugaan kuat apabila sudah diketahui ketika persidangan

perkaranya masih berlangsung akan dapat menghasilkan putusan yang berbeda. Salah

satunya yang bisa menjadi novum adalah apabila terjadi salah tangkap terhadap

seseorang diduga sebagai pelaku kejahatan. Kesalahan dalam menangkap orang tersebut (

Error In Persona ) akibatnya akan menyebabkan terjadinya salah menuntut orang yang

pada akhirnya berujung pada salah menghukum orangnya.

Kasus salah tangkap merupakan salah satu kasus yang kerap terjadi di tanah air

ini, oleh sebab itu mendorong penulis untuk menulis skripsi ini dengan judul

“PERLINDUNGAN KORBAN DALAM HAL SALAH PROSEDUR

PENANGKAPAN ” agar diperoleh gambaran yang jelas mengenai bagaimana

penegakan hukum mengenai proses penyelidikan, penyidikan, penangkapan, penahanan

dan apakah ketentuan penangkapan dalam KUHAP sesuai dengan perlindungan HAM ?

dan bagaimana perlindungan seseorang yang mengalami penangkapan yang tidak sesuai

dengan prosedur

PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya dan judul yang

diajukan maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah ketentuan penangkapan dalam KUHAP sesuai dengan perlindungan HAM?

2. Bagaimana perlindungan seseorang yang mengalami penangkapan yang tidak

sesuai dengan prosedur ?

9

Page 10: BAB 1 (Autosaved)

5. STUDI PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana

1) Pengertian Tindak Pidana

Tindak Pidana merupakan suatu pengertian dasar dalam hukum pidana dimana

tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis. Tindak pidana sama pengertiannya dengan

peristiwa pidana atau delik. Menurut Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana adalah suatu

perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana 3. Tindak pidana dapat dikatakan

berupa istilah resmi dalam perundang-undangan negara Indonesia. Hampir seluruh

perundang-undangan Indonesia menggunakan istilah tindak pidana untuk merumuskan

suatu tindakan yang dapat diancam dengan suatu pidana tertentu.

Berikut merupakan pendapat para ahli hukum mengenai pengertian tindak

pidana, antara lain :

a. Vos merumuskan bahwa suatu strafbaar feit itu adalah kelakuan manusia yang

diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan4 .

b. Menurut P.A.F Lamintang pembentuk undang-undang kita telah menggunakan

istilah strafbaar feit untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai tindak pidana di

dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Perkataan feit itu sendiri dalam bahasa

Belanda berarti sebagian dari kenyataan, sedangkan starfbaar berarti dapat dihukum,

hingga secara harfiah perkataan strafbaar feit dapat diterjemahkan sebagai sebagian dari

suatu kenyataan yang dapat dihukum yang sudah barang tentu tidak tepat karena kita

3Wirjono Prodjodikoro dalam Sudarto, Hukum Pidana I, (Semarang: Yayasan Sudarto, 1990), Halaman 424Vos dalam Martiman Prodjomidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia I, (Jakarta: Pradnya Pramita, 1995), Halaman 16

10

Page 11: BAB 1 (Autosaved)

ketahui bahwa yang dapat dihukum adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan,

perbuatan, maupun tindakan5 .

c. Moeljatno berpendapat perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh

suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana

tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut 6.

d. Andi Zainal Abidin Farid menyatakan bahwa delik sebagai suatu perbuatan atau

pengabaian yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja atau kelalaian oleh

seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan7 .

e. Sudarto mengemukakan perbedaan tentang istilah perbuatan jahat sebagai berikut:

1. perbuatan jahat sebagai gejala masyarakat dipandang secara nyata

sebagaimana terwujud dalam masyarakat (social Verschijnsel, Erecheinung,

fenomena), ialah perbuatan manusia yang memperkosa atau menyalahi norma-

norma dasar dari masyarakat dalam konkreto. Ini adalah pengertian ”perbuatan

jahat” dalam arti kriminologis.

2. perbuatan jahat dalam arti hukum pidana (strafrechtelijk misdaadsbegrip),

ialah sebagaimana terwujud in abstracto dala peraturan-peraturan pidana. Untuk

selanjutnya dalam pelajaran hukum pidana ini yang akan dibicarakan adalah

perbuatan jahat dalam arti yang kedua tersebut.

Perbuatan yang dapat dipidana itu masih dapat dibagi menjadi:

1. perbuatan yang dilarang oleh undang-undang;

5P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997), Halaman 1816Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), Halaman 547Andi Zainal Abidin Farid, Asas-asas Hukum Pidana Bagian Pertama, (Bandung: Alumni, 1987) Halaman 33

11

Page 12: BAB 1 (Autosaved)

2. orang yang melanggar larangan itu8 .

Dari berbagai pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa tindak pidana adalah

suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang dapat bertanggung jawab atas

tindakannya tersebut. Dimana tindakan yang dilakukannya tersebut adalah tindakan yang

melawan atau melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga

tindakan tersebut dapat diancam dengan suatu pidana yang bermaksud memberi efek jera,

baik bagi individu yang melakukannya maupun bagi orang lain yang mengetahuinya.

2) Unsur-unsur Tindak Pidana

Unsur-unsur perbuatan pidana menurut Moeljatno, antara lain:

a) Perbuatan (manusia);

b) Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil);

c) Bersifat melawan hukum (syarat meteriil).

Syarat formil dan syarat materiil harus ada kerena perbuatan itu harus betul-betul

dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh atau tak patut dilakukan,

oleh karena bertentangan dengan atau menghambat akan tercapainya tata dalam

pergaulan masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Moeljatno berpendapat

bahwa kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab dari si pembuat tidak masuk

sebagai unsur perbuatan pidana, karena hal-hal tersebut melekat pada orang yang berbuat

Menurut Moeljatno dalam buku Sudarto tentang unsur tindak pidana jadi untuk

memungkinkan adanya pemidanaan secara wajar, apabila diikuti pendirian

Prof.Moeljatno, maka tidak cukup apabila seseorang itu telah melakukan perbuatan

8Sudarto, Op.Cit. Halaman 38

12

Page 13: BAB 1 (Autosaved)

pidana belaka; di samping itu pada orang tersebut harus ada kesalahan dan kemampuan

bertanggung jawab.9

Menurut D.Simons, unsur-unsur strafbaarfeit adalah:

a) Perbuatan manusia (positif atau negatif; berbuat atau tidak berbuat atau

membiarkan

b) Diancam dengan pidana (stratbaar gestcld);

c) Melawan hukum (onrechmatig);

d) Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand);

e) Oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvatbaar

persoon).

Simons menyebut adanya unsur objektif dan unsur subjektif dari strafbaarfeit.

a) Unsur objektif antara lain:

(1) Perbuatan orang;

(2) Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu;

(3) Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu seperti

dalam Pasal 281 KUHP sifat “di muka umum”.

b) Unsur subjektifnya adalah:

(1) Orang yang mampu bertanggung jawab;

(2) Adanya kesalahan (dolus atau culpa)10.

9 Moeljatno, Asas – Asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000

Simons dalam Sudarto, Ibid, Halaman 42

10

13

Page 14: BAB 1 (Autosaved)

Perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan. Kesalahan ini dapat berhubungan

dengan akibat dari perbuatan atau dengan keadaan-keadaan mana perbuatan itu

dilakukan.

B. Tinjauan Umum Tentang Prosedur Penangkapan

Menurut KUHAP Pasal 1 butir 20, penangkapan adalah suatu tindakan penyidik

berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapa

cukuo bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal

serta menurut cara yang diatur dalam undang – undang ini.

Tindakan penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan

sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti

(minimal 2 alat bukti yang sah menurut undang – undang ) guna kepentingan penyidikan

atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal atau menurut cara yang diatur dalam

undang-undang. Penangkapan merupakan rangkaian atau bagian dari penyidikan, untuk

mencegah tersangka menghilangkan barang bukti dan mencegah tersangka melarikan

diri.

Dalam penangkapan terdapat beberapa syarat yang menurut KUHAP yaitu ;

1. penangkapan dilakukan untuk kepentingan penyelidikan,

penyelidik, atas perintah penyidik yang berwenang,

2. penangkapan dilakukan setelah mempunyai minimal 2 alat

bukti yang sah menurut undang – undang,

3. penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian republic

Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta

14

Page 15: BAB 1 (Autosaved)

memberikan kepada tersangka surat penangkapan dan

menyebutkan alasan penangkapan,

4. penangkapan dapat dilakukan untuk paling lama satu hari

( 1x24 jam )

C. Tinjauan Umum Terhadap salah tangkap

1. Pengertian korban salah tangkap

Secara etimologi korban adalah merupakan orang yang mengalami kerugian baik

fisik, mental, maupun secara finansial yang merupakan akibat dari suatu tindak pidana

(sebagai akibat) atau merupakan sebagai salah satu factor timbulnya tindak pidana

(sebagai sebab). Disamping pengertiam korban tersebut ada pendapat beberapa ahli yang

mendefinisikan :

Menurut Bambang Djoyo Supeno, SH, Mhum. Korban adalah orang yang secara

individual atau kolektif menderita kerugian, termasuk luka fisik atau mental, penderitaan

emosional, kehilangan ekonomi atau pelanggaran terhadap pokok – pokok hak dasar

mereka, melalui perbuatan – perbuatan atau kelalaian yang belum merupakan

pelanggaran Undang – undang pidana nasional tetapi norma – norma yang diakui secara

internasional yang berhhubungan dengan hak – hak asasi manusia

pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan pengertian korban salah tangkap

adalah orang baik secara indifidual atau kolektif yang menderita secara fisik maupun

mental yang disebabkan kesalahan prosedur atau kesalahan tindakan penyidikan ataupun

15

Page 16: BAB 1 (Autosaved)

penahanan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang berwenang maupunpejabat

sejenisnya.

Dalam KUHAP, penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa

pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terjadi cukup

bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Dan definisi korban salah tangkap

dapat kita temukan dalam pasal 95 KUHAP ayat 1 yang menyatakan " tersangka,

terdakwa, atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan,

dituntut, dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan – alasan yang

berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hokum Hak

dan Kewajiban Korban

Sedangkan menurut Pasal 7 Undang – undang No. 48 tahun 2009 menegaskan

sebagai berikut : “ tiada seorangpun dapat dikenakan penangkapan, penahanan,

penggeledahan, dan penyitaan, selain atas perintah tertulis oleh kekuasaan yang sah

dalam hal – hal dan menurut cara – cara yang diatur dengan Undang – undang “.

Mengenai asas “ presumption of innoncence” ( asas praduga tak bersalah) telah

ditegaskan dalam Pasal 8 Undang – undang No. 48 tahun 2009 tersebut, bahwa aparat

penegak hukum haruslah memegang asas tersebut bagi setiap orang yang akan dilakukan

penangkapan dan penahanan. Namun kenyataannya yang sering terjadi di dalam

kehidupan masyarakat kita, banyak sekali pihak – pihak yang dirugikan dari akibat

adanya kesalahan orang dalam proses penangkapan dan penahanan itu. Masalah ini pada

akhirnya orang yang dijadikan sebagai tersangka atau terdakwa merasa sangat dirugikan,

oleh karena itu sangatlah perlu untuk mendapatkan ganti rugi atas segala kerugian yang

16

Page 17: BAB 1 (Autosaved)

timbul sebagai akibat dari tindakan tersebut baik berupa ganti kerugian nyata ( riil ),

biaya yang telah dikeluarkan selama yang bersangkutan ditangkap/ditahan, maupun

kerugian materiil berupa \rusaknya nama baik yang dilihat kdari kedudukannya masing –

masing

Salah satu manifestasi perlindungan hak – hak asasi yang tercantum dalam

KUHAP tersebut yang terdapat dalam HIR, ialah adanya lembaga ganti rugi, rehabilitasi

dan pra peradilan bagi setiap warga Negara yang ditangkap, ditahan, dan atau dituntut

tanpa alsan yang sah, berdasarkan ketentuan Undang – undang ( illegal arrest, unlawful I

Ada beberapa hak umum yang disediakan bagi korban atau keluarga korban

kejahatan, yang meliputi :

a. Hak untuk memperoleh ganti kerugian atas penderitaan yang dialaminya.

Pemberian ganti kerugian ini dapat diberikan oleh pelaku atau pihak lainnya,

seperti negara atau lembaga khusus yang dibentuk untuk menangani masalah

ganti kerugian korban kejahatan,

b. Hak untuk memperoleh pembinaan dan rehabilitasi;

c. Hak untuk memperoleh perlindungan dan ancaman pelaku,

d. Hak untuk memperoleh bantuan hukum;

e. Hak untuk memperoleh kembali hak (harta) miliknya;

f. Hak untuk memperoleh akses atas pelayanan medis;

g. Hak untuk diberitau bila pelaku kejahatan akan dikeluarkan dari tahanan

sementara, atau bila pelaku buron dari tahanan;

h. Hak untuk memperoleh informasi tentang penyidikan polisi berkaitan

dengan kejahatan yang menimpa korban;

17

Page 18: BAB 1 (Autosaved)

i. Hak atas kebebasan pribadi/kerahasiaan pribadi, seperti merahasiakan nomor

telepon atau/identltas korban lainnya.

D. Tinjauan Umum Terhadap Kepolisian Negara Republik Indonesia

Dalam KUHAP Kepolisian Negara Indonesia mempunyaiu dua tugas, sebagai

penyelidik dan penyidik, karena mamsing – masing mempunyai kewenangan yang

berbeda. Dalam ketentuan pasal 1 angka 4 KUHAP; penyelidik adalah pejabat polisi

Negara republic Indonesia yang diberi wewenang oleh undang – undang ini untuk

melakukan penyelidikan, sedangkan penyidik adalah pejabat polisi republic Indonesia

atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang –

undanguntuk melakukan penyidikan

Kepolisian Negara republic Indonesia adalah alat Negara penegak hokum yang

terutama bertugas memelihara keamanan didalam negeri dan didalam menjalankan

tugasnya selalu menjujung tinggi hak – hak rakyat dan hokum Negara. UU No. 2 tahun

2002 Pasal 5 ( 1 ) yang menjelaskan bahwa; kepolisian Negara republic Indonesia

merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban

masyarakat, menegakan hokum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

UU No 2 Tahun 2002 Pasal 1 angka 1 menjelaskan bahwa; kepolisian adalah

segala hal – ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan

peraturan perundangan – undangan. Pasal 2 undang – undang rwpublik Indonesia No. 2

Tahun 2002 tentang kepolisian Negara republic Indonesia terkait dengan fungsi

kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang pemeliharaan

keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hokum, perlindungan, penganyoman,

dan pelayanan kepada masyarakat.

Tugas dan wewenang kepolisian Negara republic Indonesia

Tugas pokok kepolisian Negara republic Indonesia diatur dalam Pasal 13 UU no.2

Tahun 2002 yang diklasifikasikan menjadi 3, yaitu; 1) memelihara keamanan dan

ketertiban masyarakat, 2) menegakan hokum, 3) memberikan perlindungan, pengayoman,

dan pelayanan kepada masyarakat.

18

Page 19: BAB 1 (Autosaved)

Tugas pokok kepolisian Negara rewpublik Indonesia dalam Pasal 13 No. 2 Tahun

2002 tersebut diperinci dalam Pasal 14 UU No. 2 Tahun 2002 yang terdiri dari :

a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patrol

terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,

ketertiban, dan kelancaran lalu lintas,

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat,

kesadaraan hokum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat

terhadap hokum dan peraturan perundang – undangan ,

d. Turut serta dalam pembinaan hokum nasional,

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum,

f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap

kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk –

bentuk pengamanan swakarsa,

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap smua tindak

pidana sesuai dengan hokum acara pidana dan peraturan perundang

– undangan lainnya,

h. Meneylenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran, kepolisian,

labiratorium forensic dan psikologi kepolisian untuk kepentingan

tugas kepolisian,

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, nasyarakat, dan

lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana

termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung

tinggi hak asasi manusia,

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk smentara sebelum

ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang,

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan

kepentingan dalam lingkup tugas kepolisian, serta,

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan [erundang –

undangan.

19

Page 20: BAB 1 (Autosaved)

Wewenang kepolisian dalam UU No. 2 Tahun 2002 meliputi wewenang umum dan

khusus, wewenang umum sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 15 ayat ( 1 ) yang

meliputi;

a. Menerima laporan dan/atau pengaduan

b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang

dapat mengganggu ketertiban umum,

c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat,

d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau

mengancam persatuan dan kesatuan bangsa,

e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan

administrative kepolisian,

f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian daro tindakan

kepolisian dalam rangka pencegahan,

g. melakukan tindakan pertama dilokasi kejadian,

h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret

seseorang,

i. mencari keterangan dan barang bukti,

j. menyelenggarakan pusat informasi criminal nasional,

k. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan

dalam rangka pelayanan masyarakat,

l. memberikan bantua pengamanan dalam siding dan pelaksanaan

putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan

masyarakat,

m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

Tugas kepolisian Menurut R. Soesilo

Ada dua macam, yaitu;

a. tugas preventif ( mencegah ), yaitu melaksankan segala

usaha , pekerjaan dan kegiatan lain dalam rangka

menyelenggarakan melindungai Negara dan badan

20

Page 21: BAB 1 (Autosaved)

hukumnnya, kesejahteraan, keamanan, dan ketertiban umum,

orang – orang dan harta bendanya terhadap serangan dan

bahaya dengan jalan mencegah terjadajinya tindak pidana

dan perbuatan – p[erbuatan lain yang walaupun tidak

diancam dengan pidana, akan tetapi dapat mengakibatkan

terghanggunya keamanan dan ketertiban umum,

b. tugas represif ( memberantas ), ialah kewajiban melakukan

segala usaha, pekerjaan dan kegiatan untuk membantu tugas

kehakiman yang memberantas perbuatan – perbuatan yang

dapat dipidana yang telah dilakukan, secara penydikan,

menangkap dan menahan yang berbuat salah, memeriksa,

menggeledah dan membuat berita acara pemeriksaan

pendahuluan serta mengjaukan kepada jaksa untuk dituntut

dipidana dimuka hakim. Hari Sasongko (1996,14-15)

6. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dalam penelitian yang berjudul “PERLINDUNGAN KORBAN DALAM

HAL SALAH PROSEDUR PENANGKAPAN” pada dasarnya mencari untuk mencari

jawaban dari permasalahan pokok yang diajukan dalam rumusan masalah di atas.

Tujuan umum dalam penulisan ini adalah menumbuhkan rasa semangat untuk

melakukan penegakan hukum yang berkeadilan, bermanfaat, dan memiliki kepastian

hukum untuk tercapainya hukum yang memberikan kesejahteraan kepada masyarakat

7. KEGUNAAN PENELITIAN

Kegunaan yang diharapkan dalam penelitian yang berjudul “perlindungan korban

dalam hal salah prosedur penangkapan “ adalah:

21

Page 22: BAB 1 (Autosaved)

a. Kegunaan teoritis dari penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan

terhadap ilmu pengetahuan pada umumnya dan pendidikan lain untuk

mengkaji yang lebih dalam mengenai praktik penegakan hukum.

b. Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan secara praktis menjadi

sebagai sumbangan pemikiran bagi Para Penegak Hukum Khususnya

Hakim, Jaksa Penuntut Umum, Penasihat Hukum, Polisi, dan Profesi

hukum lain yang berhubungan dengan penegakan hukum di Indonesia

sehingga dapat menjadi bahan acuan atau pertimbangan dalam proses

penegakan hukum di Indonesia.

8. METODOLOGI PENELITIAN

Dalam pembuatan penulisan hukum diperlukan suatu penelitian, dimana dengan

penelitian tersebut diharapkan akan memperoleh data-data yang akurat sebagai

pemecahan permasalahan atau jawaban atas pertanyaan tertentu. Metode penelitian

adalah cara ilmiah untuk mendapatkan untuk mendapatkan informasi dengan tujuan dan

kegunaan tertentu .

Guna keberhasilan dalam penyusunan penulisan hukum ini, dengan penelitian

dapat membantu merumuskan pemecahan masalah yang akan diteliti dan menguatkan

ungkapan dalam penulisan nantinya. Menurut Ronny Hanitijo Soemitro, penelitian pada

umumnya bertujuan untuk menemukan mengembangkan atau menguji kebenaran suatu

pengetahuan. Menemukan berarti berusaha memperoleh sesuatu untuk mengisi

kekosongan atau kekuarangan. Mengembangkan berarti memperluas dan menggali lebih

dalam sesuatu yang sudah ada. Menguji kebenaran dilakukan jika apa yang sudah ada

masih atau menjadi diragu-ragukan kebenarannya.11

11 Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998)

22

Page 23: BAB 1 (Autosaved)

Sedangkan menurut Soerjono Soekanto penelitian hukum dimaksudkan sebagai

kegiatan ilmiah yang berdasarkan pada metode sistematis dan pemikiran tertentu, yang

bertujuan untuk mempelajari satu atau lebih gejala-gejala hukum tertentu dengan jalan

menganalisanya. Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap

faktor-faktor hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan sesuatu pemecahan atas

permasalahan yang timbul antara segala hal yang bersangkutan12 .

Suatu penelitian telah dimulai apabila seseorang berusaha untuk memecahkan

masalah-masalah tersebut secara sistematis dengan metode-metode dan tehnik-tehnik

ilmiah tertentu. Dengan demikian, suatu kegiatan ilmiah merupakan usaha untuk

menganalisis, serta mengadakan konstruksi metodologis, sistematis dan konsisten.

A. Metode Pendekatan

Dalam penulisan skripsi mengenai yang berjudul “ perlindungan korban dalam hal

salah prosedur penangkapan ” ini penulis melakukan metode pendekatan yang digunakan

adalah yuridis normatif dengan mengkombinasikan antara studi kepustakaan atau analisis

data sekunder dengan permasalahan yang terjadi. Yuridis normatif adalah metode

penulisan hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka mempergunakan

bahan-bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan sebagai bahan hukum primer,

teori-teori hukum, asas-asas hukum, hasil-hasil penelitian, tulisan (karya tulis) para

sarjana hukum dan dokumen tertulis lainnya yang relevan sebagai bahan hukum

sekunder, serta bahan-bahan hukum tertier yang memberikan penjelasan atau petunjuk

terhadap bahan hukum primer

12Soekanto, soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986)

23

Page 24: BAB 1 (Autosaved)

Kasus salah tangkap yang kerap terjadi dijadikan sebagai fenomena yang dikaji

melalui telaah yuridis dengan sumber utama data sekunder dan penelitian langsung untuk

mengumpulkan data primer ke masyarakat untuk kemudian menjadi bahan telaah secara

kualitatif dalam proses penelitian selanjutnya. Dengan metode ini akan didapat data dan

informasi yang dibutuhkan setelah sebelumnya membuat rancangan penelitian dengan

menentukan objek penelitian yang spesifik.

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan berupa pola desicriptif analitis yaitu

menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-

teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang rnenyangkut permasalahan

diatas . Selain menggambarkan objek yang menjadi permasalahan juga menganalisa data

yang diperoleh dari penelitian. Bersifat deskriptif karena penelitian ini memberi

gambaran yang jelas dan cermat terhadap kondisi masyarakat atau kondisi peristiwa

tertentu,

C. Metode Penentuan Sampel

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder.

Oleh karena penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif maka data sekunder

dijadikan sebagai data utama.

Data primer diperoleh dengan penelitian langsung ke lapangan untuk memperoleh

data baru dari sumber pertama. Sumber data primer diperoleh dengan cara melalui media

24

Page 25: BAB 1 (Autosaved)

massa atau media cetak dan melakukan wawancara dengan akademisi dan praktisi yang

ahli di bidangnya. Data diperoleh dalam bentuk angka atau statistik dan berupa informasi

atau berita. Data primer dijadikan sebagai data pendukung dalam penelitian ini.

Kemudian data sekunder adalah data yang didapatkan tidak secara langsung dan

menjadi data pendukung atau tambahan bagi data primer. Pengumpulan data dilakukan

dengan studi pustaka terhadap data sekunder yang meliputi bahan-bahan hukum, baik

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tersier dan atau

bahan non hukum.Sumber data sekunder yang digunakan dalam penulisan ini mencakup:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai

kekuatan mengikat seperti peraturan perundang-undangan atau putusan

pengadilan yang terdiri dari:

• Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana

• Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana

• Putusan Nomor 484/Pid.B/2012/PN. Jakarta Selatan

b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua bahan hukum yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer yang terdiri dari:

• Buku, Jurnal, dan Karya Ilmiah yang membahas mengenai salah tangkap;

• Buku, jurnal, dan karya ilmiah yang membahas mengenai kasus salah tangkap;

• Buku, jurnal, dan karya ilmiah yang membahas mengenai sistem peradilan

pidana.

c. Bahan hukum tersier, yaitu semua bahan hukum yang memberikan

petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang

terdiri dari:

25

Page 26: BAB 1 (Autosaved)

• Kamus umum;

•Kamus khusus bidang hukum; dan

• Ensiklopedia yang relevan.

d. Bahan non hukum, yaitu bahan yang tidak mengandung unsur-unsur

hukum tetapi dapat menjadi bahan pendukung untuk mengkaji penelitian yang

sedang dijalankan.

D. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tatap muka dan tanya jawab secara langsung

dengan sumber informan yang telah ditentukan untuk mendapatkan data dan informasi

secara langsung. Data ini kemudian dikumpulkan dan diklasifikasikan sesuai dengan

topik tulisan yang relevan untuk kemudian dilakukan pengolahan selanjutnya. Untuk data

sekunder pengumpulan data dilakukan dari sumber-sumber bacaan pustaka yang

diperoleh dari berbagai tempat yang telah ditentukan berupa buku, jurnal, makalah, karya

ilmiah, internet, artikel surat kabar, dan sumber-sumber lain yang relevan dengan topik

tulisan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi terhadap sumber-sumber data

yang telah ditentukan. Peninjauan dilakukan secara cermat untuk mendapat informasi dan

data sebanyak mungkin yang berhubungan dengan topik tulisan dan yang memiliki kaitan

secara langsung maupun tidak langsung namun tetap relevan untuk diambil.

E. Metode Analisis Data

26

Page 27: BAB 1 (Autosaved)

Metode yang digunakan adalah analisis kualitatif yang akan mencoba memahami

fenomena atau gejala yang dilihat sebagaimana adanya. Data yang diperoleh akan dipilih

dan disusun secara sistematis untuk kemudian dianalisis. Data yang terkumpul diteliti dan

dianalisa dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu pola berpikir yang

didasarkan pada suatu fakta yang bersifat umum, kemudian ditarik kesimpulan yang

bersifat khusus untuk mencapai kejelasan permasalahan yang dibahas. Analisis dengan

metode deduktif dimulai dengan melakukan serangkaian observasi khusus, yang

kemudian akan memunculkan tema-tema atau kategori-kategori serta pola-pola hubungan

di antara tema atau kategori yang telah dibuatnya.

Dalam proses pengumpulan dan analisis data dimungkinkan terjadi secara

simultan, sesuai dengan konsep maju bertahap. Artinya, dalam sebuah penelitian

kualitatif pengumpulan data dan analisis data dapat dilakukan secara bersamaan, dengan

cara saat pengumpulan data dilakukan, saat itu pula dilakukan analisis data dan reduksi

data, sehingga peneliti dapat melacak data berikut yang diharapkan .

Hasil akhir dari sebuah penelitian adalah simpulan yang diambil dari

permasalahan, metode dan analisis data yang telah dilakukan selama proses penelitian.

Simpulan adalah tahapan akhir dari sebuah penelitian yang diharapkan dapat

membuktikan atau menerangkan dari permasalahan yang diangkat dalam penelitian.

Dengan kata lain, simpulan menjadi semacam jawaban atas pertanyaan yang diajukan

dalam permasalahan setelah dibuktikan secara ilmiah melalui proses penelitian.

Penelitian kualitatif tidak bermaksud untuk melakukan generalisasi atas kasus

yang diteliti. Simpulan analisis lebih bersifat subjektif. Mengingat sifatnya yang subjektif

individual, maka sebenarnya penelitian kualitatif tidak berusaha untuk menyimpulkan

27

Page 28: BAB 1 (Autosaved)

atas kasus yang ditelitinya. Hanya saja terkadang administrasi portofolio laporan

penelitian membutuhkan bab yang berisi simpulan hasil penelitian, dan jika itu

diharuskan maka sebenarnya simpulan yang dibuat bukan simpulan sebagaimana dalam

penelitian kuantitatif yang dimaksudkan untuk generalisasi, namun sekedar sebuah

simpulan atas kasus subjektif yang diteliti.

Karena simpulan dalam penelitian kualitatif tidak bersifat generalisasi maka

simpulan yang dibuat berupa paparan induktif dari hasil proses penelitian tanpa

menambah unsur yang bersifat mengeneralkan karena sifat penelitiannya yang subjektif.

Simpulan berupa ringkasan yang menerangkan yang dihasilkan dari proses penelitian

yang hanya berlaku bagi subjek penelitian dan ruang lingkup penelitian ini saja dan tidak

berusaha untuk membuatnya menjadi general terhadap simpulan yang dihasilkan

9. JADWAL WAKTU PELAKSANAAN PENELITIAN

Jadwal penelitian yang direncanakan adalah sebagai berikut:

a. Persiapan : 15 hari

b. Pengumpulan Data : 15 hari

c. Pengolahan Data : 25 hari

d. Analisis Data : 20 hari

e. Penyusunan Laporan Sementara : 15 hari

f. Perbaikan dan perbanyak laporan : 10 hari +

28

Page 29: BAB 1 (Autosaved)

Jumlah : 100 hari

10. DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA

A. Buku

Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus KUHP Buku II, (Jakarta: Sinar Grafika, 1980).

Arief, Barda Nawawi, Hukum Pidana Lanjut, (Semarang: Badan Penyediaan Bahan

Kuliah Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2009).

Farid, Andi Zainal Abidin, Asas-asas Hukum Pidana Bagian Pertama, (Bandung:

Alumni, 1987).

Idrus, Muhammad, Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. (Yogyakarta:UII Press, 2007).

Lamintang, P.A.F.,Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya

Bakti, 1997).

29

Page 30: BAB 1 (Autosaved)

Marpaung, Leden,Asas, Teori, Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005).

Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty,

1999).

Moeljatno,Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000).

Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, (Semarang: Badan Penerbit Universitas

Diponegoro, 1995).

P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap

Kekayaan Edisi Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009).

Prodjomidjojo, Martiman, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia I, (Jakarta:

Pradnya Pramita, 1995).

Prodjodikoro, Wirdjono,Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia,(Bandung: Refika

Aditama, 2003).

Rahardjo,Satjipto, Ilmu Hukum, (Semarang: PT Citra Karya Bakti, 2006).

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press,1986)

Soemitro, Ronny Hanitijo,Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1998).

Soetami, Siti,Pengantar Tata Hukum Indonesia,(Bandung: PT. Refika Aditama, 2005).

Sudarto, Hukum Pidana I, (Semarang: Yayasan Sudarto, 1990).

30

Page 31: BAB 1 (Autosaved)

Sugiono, Metode Penelitian Bisnis, (Bandung : Alfabeta,1999).

Widyadharma, Ignatius Ridwan, Hukum Acara Pidana, (Semarang: Mimbar, 2000).

B. Kamus

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) offline versi 1.3

Syarif Yana. Kebijakan Formulasi Asas-asas Sifat Melawan Hukum Materiil dalam Hukum Pidana Indonesia, (Tesis, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2011), halaman 20.

C. Peraturan Perundang-undangan dan Putusan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana

Putusan Nomor 484/Pid.B/2012/PN. Jakarta Selatan

D. Berita dan Laman

www.entertaiment.kompas.com.

www.hukumonline.com.

31