BAB 1 Ansietas

Embed Size (px)

Citation preview

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kecemasan atau ansietas adalah rasa khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya. Pengaruh kecemasan terhadap pencapaian kedewasaan, merupakan masalah penting dalam perkembangan kepribadian. Kecemasan juga merupakan ketakutan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku. Baik tingkah laku normal maupun tingkah laku yang menyimpangan, yang terganggu, kefua-duanya merupakan pernyataan, penampilan, penjelmaan dari pertahanan terhadap kecemasan itu. Tidak sorang pun bebas dari kecemasan. Semua orang pasti merasakan kecemasan dalam derajad tertentu. Bahkan kecemasan yang ringan dapat berguna yakni dalam memberikan rangsangan terhadap seseorang. Rangsangan untuk mengatasi kecemasan dan membuang sumber kecemasan. Kecemasan yang dapat membuat seseorang putus asa dan tidak berdaya sehingga mempengaruhi seluruh kepribadiannya adalah kecemasan yang negative. Rasa takut yang ditimbulkan oleh adanya ancaman, sehingga seseoranga akan menghindari diri dari sebagainya. Kecemasan atau ansietas dapat ditimbulkan oleh bahaya dari luar, mungkin juga bahaya dari dalam diri seseorang, dan pada umumnya ancaman itu samar-samar. Bahaya dari dalam ditimbulkan bila ada sesuatu hal yang yang tidak dapat diterimanya, misalnya pikiran, perasaan, keinginan dan dorongan. Pada umumnya pada orang tua memakai kecemasan berhubungan dengan penolakan dan tidak menyayangi anak untuk mengajarkan beberapa pola tingkah laku kepada anaknya. Penolakan terus menerus oleh orangorang yang berarti bagi seseorang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan yang berat seumur hidup. Pada saat ini banyak sekali benyak sekali kecemasan yang timbul sehubungan dengan moderisasi dan perkembangan teknologi yang mempersempit langkah kerja. Hampir setiap orang mengalami keraguan, ketidak pastian dalam menghadapi masa kini yang kompleks. Walaupun kecemasan dapat bersifat konstruktif dan destruktif namun demikian kecemasan ini harus dipakai sebagai alat untuk mencapai perbaikan dan kemajuan. Ansietas adalah masalah penting pada pelayanan kesehatan baik primer maupun spesialis, karena rata-rata prevalensi seumur hidup untuk gangguan ini sekitar 25% dari semua pasien gangguan medis umum. Stresor psikologis dan fisik dari gangguan medis sering memicu ansietas, terutama pada individu yang rentan. Kecemasan (ansietas) itu sendiri merupakan respon psikologik terhadap stres yang mengandung komponen fisiologik dan psikologik. Reaksi fisiologis terhadap ansietas merupakan reaksi yang pertama timbul pada sistem saraf otonom, meliputi peningkatan frekuensi nadi dan respirasi, pergeseran tekanan darah dan suhu, relaksasi otot polos pada kandung kemih dan usus, kulit dingin dan lembab.1

Manifestasi yang khas pada ansietas tergantung pada masing-masing individu dan dapat meliputi menarik diri, membisu, mengumpat, mengeluh, dan menangis. Kecemasan bersifat kompleks dan abstrak seperti yang telah ditulis oleh Freud bertahun-tahun yang lalu. Ansietas adalah keadaan suasana perasaan (mood) yang ditandai oleh gejala-gejala jasmaniah seperti ketegangan fisik dan kekhawatiran tentang masa depan (Barlow, 2002). Kecemasan (ansietas) pasien pre operasi disebabkan berbagai faktor, salah satunya adalah dari faktor pengetahuan dan sikap perawat dalam mengaplikasikan pencegahan ansietas pada pasien pre operasi elektif di Ruang. Ansietas pasien ada yang berhubungan dengan menghadapi pembiusan, nyeri, keganasan, kematian dan ketidaktahuan tentang prosedur operasi, cara latihan napas dalam, batuk dan relaksasi serta strategi kognitif, dan sebagainya. Gangguan ansietas adalah sekelompok kondisi yang memberi gambaran penting tentang ansietas yag berlebihan, disertai respon perilaku, emosional dan fisiologis. Individu yang mengalami gangguan ansietas dapat memperlihatkan perilaku yang tidak lazim seperti panik tanpa alasan, takut yang tidak beralasan terhadap objek dan kondisi kehidupan, melakukan tindakan berulang-ulang tanpa dapat dikendalikan, mengalami kembali peristiwa yang traumatic, atau rasa kkhawatir yang tidak dapat dijelaskan atau berlebihan. Pada kesempatan yang jarang terjadi, banyak orang memperlihatkan salah satu dari perilaku yang tidak lazim tersebut sebagai respon normal terhadap ansietas. Perbedaan antara respon ansietas yang tidak lazim ini dengan gangguan ansietas ialah bahwa respon ansietas cukup berat sehingga bisa mengganggu kinerja individu, kehidupan keluarga, dan lingkungan sosial. Banyak individu yang mengalami gangguan ansietas merasa takut mereka akan menjadi gila karena mereka yang tidak lazim atau mereka mengalami serangan jantung karena respon fisiologis seperti palpitasi, berkeringat, dan kesulitan bernapas. Mereka merasa bahwa mereka tidak memiliki kendali atas respon yang tidak lazim tersebut dan sangat menginginkan respon itu berhenti. Individu yang mengalami gangguan ansietas tidak psikotik pada kenyataannya, mereka melakukan fungsi dalam batas-batas realitas dan menyadari penuh bahwa episode aneh yang mereka alami itu tidak normal. Sebaliknya, individu yang psikoti, seperti skizofrenia, tidak menyadari bahwa perilaku mereka yang tidak lazim itu berbeda dari perilaku yang normal. Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancan tersebut terjadi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasikan sebagai stimulus ansietas (comer, 1992). Ansietas merupakan alat peringatan internal yang memberikan tanda bahaya kepada individu. Takut sebenarnya tidak dapat dibedakan dengan ansietas karena individu yang merasa takut atau ansietas mengalami pola respons perilaku, gisiolagis dan emosional dalam rentang yang sama. Satu-satunya perbedaan antara keduanya ialah2

bahwa rasa takut yang ditimbulkan sebagai respon terhadap objek mengancam yang dapat diidentifikasikan dan spesifik. Takut adalah mengetahui adanya suatu ancaman; ansietas adalah emosi yang ditimbulkan oleh rasa takut. Ancaman yang menstimulasi rasa dapat nyata atau dipersepsikan, misalnya rasa takut yang nyata dialami ketika seseorang berhadapan dengan penyerang yang membawa senjata atau rasa takut yang dipersepsikan ketika dipanggila untuk menemui penyelia. Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek sehat dan aspek membahayakan, yang bergantungpada tingkat ansietas,lama ansietas dialami an seberapa baik individu melakukan koping terhadap ansietas. Ansietas dapat dlilihat dalam ringa, sedang, berat sampai panik. Setiap tingkat menyebabkan perubahan fisiologi dan emosional pada individu. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulus sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri. Misalnya, ansietas ringan membantu mahasiswa berfokus pada informasi baru yang diberikan dikelas atau klinik. Ansietas sedang merupakan perasaan yang mengganggu bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitas. Misalnya, seorang wanita mengunjungi ibunya untuk pertama kali dalam beberapa bulan dan merasa ada sesuatu yang sangat berbeda. Ibunya mengatakan bahwa berat badannya turun banyak tanpa ia berupaya menurunkannya. Ansietas dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman; ia memperlihatkan respons takut dan distres. Ketika individu mencapai tingkat tertinggi ansietas, panic berat, semua pemikiran rasional berheni dan individu tersebut mengalami respon fight, flight atau freeze yakni kebutuhan untuk secepatnya, tetap di tempat dan berjuang, atau menjadi beku dan tidak dapat melakukan sesuatu. Sisi negatif ansietas atau sisi yang membahayakan ialah rasa khawatir yang berlebihan masalah yang nyata dan potensial. Hal ini menghabiskan tenaga,menimbulkan rasa takut, dan menghambat individu melakukan fungsi dengan adekuat dalam situasi interpersonal, situasi kerja, dan situasi sosial. Diagnosa gangguan ansietas ditegakkan ketika ansietas tidak lagi berfungsi sebagai tanda bahaya, melainkan menjadi kronis dan mempengaruhi sebagian besar kehidupan individu sehingga menyebabkan maladapif dan disabilitas emosional. Misalnya, diagnosa ansietas umum ditegakkan ketika individu selalu khawatir tentang sesuatu atau semua hal tanpa alasan yang nyata, merasa gelisah,lelah, dan tegang, serta sulit berkonsentrasi sekurang-kurangnya enam bulan terakhir.

3

1.2 RUMUSAN MASALAH 1.2.1 Apa yang dimaksud dengan ansietas? 1.2.2 Bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien dengan ansietas? 1.3 TUJUAN 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien dengan ansietas 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi konsep ansietas meliputi definisi, predisposisi, presipitasi, serta tanda dan gejala. 2. Mengidentifikasi proses keperawatan pada pasien ansietas meliputi pengkajian, analisis data, pohon masalah, rencana intervensi, implementasi dan evaluasi.

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi (Videbeck, 2008). Ansietas atau kecemasan adalah respons emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal (Suliswati, 2005). Ansietas adalah suatu kekhawatiran yang berlebihan dan dihayati disertai berbagai gejala sumatif, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan yang jelas bagi pasien (Mansjoer, 1999). Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus ansietas (Corner, 1992). Menurut Stuart dan Laraia (2005) aspek positif dari individu berkembang dengan adanya konfrontasi, gerak maju perkembangan dan pengalaman mengatasi kecemasan. 2.2 Faktor Predisposisi Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa : 1. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional. 2. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu. 3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan. 4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego. 5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu. 6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga. 7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya. 8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan5

neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan. 2.3 Faktor Presipitasi Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu : 1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi : a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil). b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal. 2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal. a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri. b. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya. 2.4 Tanda dan Gejala Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas (Hawari, 2008), antara lain sebagai berikut : 1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung. 2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut. 3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang. 4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan. 5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat. 6. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya. 2.5 Tingkatan Ansietas Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap ansietas. Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.

6

1. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut : a. Respons fisik - Ketegangan otot ringan - Sadar akan lingkungan - Rileks atau sedikit gelisah - Penuh perhatian - Rajin b. Respon kognitif - Lapang persepsi luas - Terlihat tenang, percaya diri - Perasaan gagal sedikit - Waspada dan memperhatikan banyak hal - Mempertimbangkan informasi - Tingkat pembelajaran optimal c. Respons emosional - Perilaku otomatis - Sedikit tidak sadar - Aktivitas menyendiri - Terstimulasi - Tenang 2. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut: a. Respon fisik : - Ketegangan otot sedang - Tanda-tanda vital meningkat - Pupil dilatasi, mulai berkeringat - Sering mondar-mandir, memukul tangan - Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi - Kewaspadaan dan ketegangan menigkat - Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung b. Respons kognitif - Lapang persepsi menurun - Tidak perhatian secara selektif - Fokus terhadap stimulus meningkat - Rentang perhatian menurun - Penyelesaian masalah menurun - Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan7

c. Respons emosional - Tidak nyaman - Mudah tersinggung - Kepercayaan diri goyah - Tidak sabar 3. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan respons takut dan distress. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut : a. Respons fisik - Ketegangan otot berat - Hiperventilasi - Kontak mata buruk - Pengeluaran keringat meningkat - Bicara cepat, nada suara tinggi - Tindakan tanpa tujuan dan serampangan - Rahang menegang, mengertakan gigi - Mondar-mandir, berteriak - Meremas tangan, gemetar b. Respons kognitif - Lapang persepsi terbatas - Proses berpikir terpecah-pecah - Sulit berpikir - Penyelesaian masalah buruk - Tidak mampu mempertimbangkan informasi - Hanya memerhatikan ancaman - Preokupasi dengan pikiran sendiri - Egosentris c. Respons emosional - Sangat cemas - Agitasi - Takut - Bingung - Merasa tidak adekuat - Menarik diri - Penyangkalan - Ingin bebas 4. Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut : a. Respons fisik - Flight, fight, atau freeze8

- Ketegangan otot sangat berat - Agitasi motorik kasar - Pupil dilatasi - Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun - Tidak dapat tidur - Hormon stress dan neurotransmiter berkurang - Wajah menyeringai, mulut ternganga b. Respons kognitif - Persepsi sangat sempit - Pikiran tidak logis, terganggu - Kepribadian kacau - Tidak dapat menyelesaikan masalah - Fokus pada pikiran sendiri - Tidak rasional - Sulit memahami stimulus eksternal - Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi. c. Respon emosional - Merasa terbebani - Merasa tidak mampu, tidak berdaya - Lepas kendali - Mengamuk, putus asa - Marah, sangat takut - Mengharapkan hasil yang buruk - Kaget, takut - Lelah 2.6 Sumber Koping Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005). 2.7 Mekanisme Koping Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005).9

Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu : 1. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan. a Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan. b Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber stress. c Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang. 2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut : a Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien. b Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian. c Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien. d Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan. 2.8 Penatalaksanaan Ansietas Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut : 1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara : a Makan makan yang bergizi dan seimbang. b Tidur yang cukup. c Cukup olahraga. d Tidak merokok. e Tidak meminum minuman keras.

10

2. Terapi psikofarmaka Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam. 3. Terapi somatic Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan. 4. Psikoterapi Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain : a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri. b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan. c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (rekonstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor. d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat. e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan. f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung. 5. Terapi psikoreligius Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial. 2.9 Asuhan Keperawatan 2.9.1 Pengkajian I. Identitas Klien a. Initial : Ansietas lebih rentan terjadi pada wanita daripada laki-laki, karena wanita lebih mudah stress dibanding pria. b. Umur : Toddler - lansia11

c. Pekerjaan d. Pendidikan

: Pekerajaan yang mempunyai tingkat stressor yang besar. : Orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang rendah lebih rentan mengalami ansietas

II. Alasan Masuk Sesuai diagnosa awal klien ketika pertama kali masuk rumah sakit. III. Faktor Predisposisi (Stuart, 2007) 1. Dalam pandangan psikoanalitis, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian : id dan superego. 2. Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasan takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. 3. Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan 4. Kajian keluarga menunjukan bahwa gangguan ansietas biasanya terjadi dalam kelurga. Gangguan ansietas juga tumpang tindih antara gangguan ansietas dengan depresi IV. Fisik a. Tanda Fital: TD :meningkat, palpitasi, berdebar-debar bahkan sampai pingsan. N : menurun S :normal (36C - 37,5C ), ada juga yang mengalami hipotermi tergantung respon individu dalam menangania ansietasnya P : pernafasan , nafas pendek, dada sesak, nafas dangkal, rasa tercekik terengah- engah b. Ukur : TB dan BB: normal (tergantung pada klien) c. Keluhan Fisik : refleks, terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kaku, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, gerakan lambat, kaki goyah. Selain itu juda dapat dikaji tentang repon fisiologis terhadap ansietas (Stuart, 2007): B1 : Nafas cepat, sesak nafas, tekanan pada dada, nafas dangkal, pembengkakan pada tenggorokan, terengah-engah. B2 : Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa ingin pingsan, pingsan, TD , denyut nadi . B3 : Refleks , reaksi terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang. B4 : Tidak dapat menahan kencing, sering berkemih.

12

B5 : Kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri ulu hati. B6 : Lemah. V. Psikososial: A. Konsep diri: a. Gambaran diri : wajah tegang, mata berkedip-kedip, tremor, gelisah, keringat berlebihan. b. Identitas : gangguan ini menyerang wanita daripada pria serta terjadi pada seseorang yang bekerja dengan sressor yang berat. c. Peran : menarik diri dan menghindar dalam keluarga / kelompok / masyarakat. d. Ideal diri : berkurangnya toleransi terhadap stress, dan kecenderungan ke arah lokus eksternal dari keyakinan kontrol. e. Harga diri : klien merasa harga dirinya rendah akibat ketakutan yang tidak rasional terhadap objek, aktivitas atau kejadian tertentu. B. Hubungan Sosial: a. Orang yang berarti: keluarga b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat: kurang berperan dalam kegiaran kelompok atau masyarakat serta menarik diri dan menghindar dalam keluarga / kelompok / masyarakat. c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: + C. Spiritual: a. Nilai dan keyakinan b. Kegiatan ibadah VI. Status Mental: a. Penampilan : pada orang yang mengalami ansietas berat dan panik biasanya penampilannya tidak rapi. b. Pembicaraan : bicara cepat dan banyak, gagap dan kadang-kadang keras. c. Aktivitas motorik : lesu, tegang, gelisah, agitasi, dan tremor. d. Alam perasaan : sedih, putus asa, ketakutan dan khawatir. e. Afek : labil f. Interaksi selama wawancara: tidak kooperatif, mudah tersingung dan mudah curiga, kontak mata kurang. g. Persepsi : berhalusinasi, lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu menyelesaikan masalah. h. Proses pikir : persevarsi i. Isi pikir : obsesi, phobia dan depersonalisasi

13

j. Tingkat kesadaran : bingung dan tidak bisa berorietansi terhadap waktu, tempat dan orang (ansietas berat) k. Memori : pada klien yang mengalami OCD (Obsessive Compulsif Disorder) akan terjadi gangguan daya ingat saat ini bahkan sampai gangguan daya ingat jangka pendek. l. Tingkat konsentrasi dan berhitung : tidak mampu berkonsentrasi m. Kemampuan penilaian : gangguan kemampuan penilaian ringan n. Daya titik diri : menyalahkan hal-hal diluar dirinya: menyalahkan orang lain/ lingkungan yang menyebabkan kondisi saat ini. VII. Kebutuhan Persiapan Pulang a. Kemampuan klien memenuhi/ menyediakan kebutuhan makanan, keamanan, tempat tinggal, dan perawatan. b. Kegiatan hidup sehari-hari: kurang mandiri tergantung tingkat ansietas Perawatan diri Nutrisi Tidur VIII. Mekanisme Koping: adaptif ( ansietas ringan ) dan maladaptif (ansietas sedang, berat dan panik). Menurut Stuart (2007) Individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya, ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Ansietas ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang sadar, sedangkan ansietas berat dan sedang menimbulakn 2 jenis mekanisme koping : 1. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi tuntunan situasi stres secara realistis 2. Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang. Tetapi karena mekanisme tersebut berlangsung secara relative pada tingkat tidak sadar dan mencakup penipuan diri dan distorsi realitas, mekanisme ini dapat menjadi repon maladaptif terhadap stres. IX. Masalah Psikososial dan Lingkungan a. Masalah dengan dukungan kelompok: klien kurang berperan dalam kegiaran kelompok atau masyarakat serta menarik diri dan menghindar dalam keluarga/ kelompok/ masyarakat. b. Masalah berhubungan dengan lingkungan: lingkungan dengan tingkat stressor yang tinggi akan memicu timbulnya ansietas. c. Masalah dengan pendidikan: seseorang yang pernah gagal dalam menempuh pendidikan, tidak ada biaya untuk melanjutkan jenjang pendidikan berikutnya. d. Masalah dengan pekerjaan: mengalami PHK, target kerja tidak tercapai.14

e. Masalah dengan perumahan: pasien kehilangan tempat tinggalnya karena bencana alam, pengusuran dan kebakaran. f. Masalah ekonomi: pasien tidak mempunyai kemampuan finansial dalam mencukupi kebutuhannya sehari-hari dan keluarganya. g. Masalah dengan pelayanan kesehatan: kurang percaya dengan petugas kesehatan. X. Pengetahuan Kurang Tentang Pasien kurang mempunyai pengetahuan tentang faktor presipitasi, koping, obatobatan, dan masalah lain tentang ansietas XI. Aspek medik Diagnosa Medik: 1. Adanya perasaan cemas atau khawatir yang tidak realistic terhadap dua atau lebih hal yang dipersepsi sebagai ancaman perasaan ini menyebabkan individu tidak mampu istirahat dengan tenang (inability to relax) 2. Terdapat paling sedikit 6 dari 18 gejala-gejala berikut: Ketegangan Motorik: a. Kedutan otot atau rasa gemetar b. Otot tegang/kaku/pegel linu c. Tidak bisa diam d. Mudah menjadi lelah Hiperaktivitas Otonomik: a. Nafas pendek/ terasa berat b. Jantung berdebar-debar c. Telapak tangan basah dingin d. Mulut kering e. Kepala pusing/rasa melayang f. Mual, mencret, perut tidak enak g. Muka panas/ badan menggigil h. Buang air kecil lebih sering i. Sukar menelan/rasa tersumbat Kewaspadaan berlebihan dan Penangkapan Berkurang a. Perasaan jadi peka/ mudah ngilu b. Mudah terkejut/kaget c. Sulit konsentrasi pikiran d. Sukar tidur e. Mudah tersinggung 3. Hendaknya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala: penurunan kemampuan bekerja, hubungan social, dan melakukan kegiatan rutin.

15

2.9.2 Pohon Masalah Risti mencederai diri sendiri, orang lain, lingkunganAsam Lambung Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh anorexia Mual, muntah meningkat Gangguan proses pikir : Ansietas Gangguan Persepsi sensori: halusinasi lihat Defisit perawatan diri

Isolasi sosial

Koping individu inefektif Harga Diri Rendah Kurang pengetahuan Peristiwa Traumatik

2.9.3 Rencana Intervensi Diagnosa keperawatan : 1. Resiko tinggi mencederai diri, orla, dan lingkungan b.d halusinasi lihat. TUM : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan TUK : Klien mampu mengontrol rasa cemasnya Intervensi Rasional Memperkenalkan diri dengan sopan dan ekspresi wajah bersahabat a. BHSP dengan klien Tanyakan nama klien Jabat tangan klien Terima dan dukung pertahanan klien Kenalkan realita yang berhubungan dengan mekanisme koping klien Berikan umpan balik pada klien tentang perilaku, stressor dan sumber koping

b.

Pasien akan terlindung dari bahaya

c. Ciptakan lingkungan tenang dan16

d.

a.

b.

c.

d.

e. f.

g.

jauh dari kegaduhan Jauhkan klien dari benda yang berbahaya seperti benda tajam 2. Ansietas b.d harga diri rendah. TUM : Klien dapat mengurangi dan mengontrol kecemasannya. TUK : Klien mengenal cara- cara untuk mengurangi kecemasannya Intervensi Rasional Monitor intensitas kecemasan Dengan memonitor tingkat ansietas pasien kita bisa menentukan seberapa tingkat ansietas pasien dan seberapa bahaya ansietas tersebut. Tetap bersama klien ketika Keselamatan klien merupakan suatu tingkat ansietasnya tinggi (berat prioritas. Klien yang sangat cemas tidak atau panik) boleh ditinggal sendirirasa cemasnya akan meningkat. Pindahkan klien ke tempat yang Kemampuan klien untuk menghadapi tenang dengan stimulus minimal stimulus yang berlebihan terganggu. atau sedikit. Penggunaan ruangan Perilaku cemas dapat meningkat akibat kecil atau area siklusi dapat stimulus eksternal. Ruangan yang lebih diindikasikan kecil dapat meningkatkan rasa aman klien. Semakin besar are, klien akan semakin tersesat dan panik. Tetap tenang dalam menghadapi Klien akan merasa lebih aman jika klien. perawat tenang dan jika klien merasa bahwa perawat dapat mengendalikan situasi. Gunakan pernyataan yang Kemampuan klien untuk menghadapi singkat, sederhana, dan jelas. abstraksi atau kompleksitas terganggu. Sadari perasaan dan tingkat Ansietas dikomunikasikan secara ketidaknyamanan atau ansietas interpersonal. Bersama klien yang cemas perawat sendiri. dapat meningkatkan tingkat ansietas perawat sendiri. Dorong partisipasi klien dalam Latihan relaksasi merupakan cara yang latihan relaksasi. Latihan ini efektif dan nonkimiawi untuk dapat mencakup bernapas dalam, mengurangi ansietas. relaksasi otot progresif, medikasi, imajinasi terbimbing, dan pergi ke tempat yang tenang dan damai (untuk jiwa). 3. Koping individu inefektif b.d. harga diri rendah TUM :Menunjukan koping yang efektif.17

TUK :Menunjukan pengendalian impuls dengan mempertahankan pengendalian diri tanpa pengawasan secara konsisten. Intervensi Rasional Peningkatan koping : Membantu pasien untuk beradaptasi - Nilai kesesuaian pasien terhadap untuk beradaptasi dalam menerima perubahan gambaran diri. stressor, p[erubahan atau ancaman yang - Nilai dampak kehidupan pasien berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan terhadap peran dan dan peran dalam kehidupan. hubungannnya dengan orang lain. Dukung pembuatan keputusan : Memberikan informasi dan dukunagn - Explorasi metode yang digunakan pada pasien dalam membauta keputusan pasien pada masa sebelumnya berkaitan dengan perawatan kesehatan. dalam mengatasi masalah kehidupan. - Evaluasi kemampuan pasien dalam mengambil keputusan. Health Education : - Memberikan informasi faktual yang terkait dengan diagnose, pengobatan, prognosis. - Menganjurkan pasien untuk Meningkatkan koping individu klien dan mengguanakan tekhnik relaksasi keluarga, serta memandirikan. sesuai kebutuhan. - Memberikan pelatihan ketrampilan social yang sesuai. Kolaboratif : - Melibatkan sumber-sumber yang ada di rumah sakit dalam memberikan dukungan emosional untuk pasien dan keluarga. Memaksimalkan upaya penyembuhan - Fasilitasi pasien untuk mengenal klien dengan berkolaborasi dengan kelompok yang mendukungnya, tenaga medis yang lain. pemberi layanan kesehatan lainnya. 4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual muntah, dan asam lambung meningkat. TUM : Menunjukan perawatan diri ; aktivitas kehidupan sehari-hari. TUK : Pasien mampu memenuhi kebutuhan nutrisi secara mandiri. Intervensi Rasional Pengkajian : Karena kemampuan dalam memenuhi - Kaji kemampuan klien dalam nutrisi sensori, kognitif dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya. berpengaruh pada proses pemenuhan18

- Kaji deficit sensori kognitif atau fisik yang dapat menyulitkan makan. Pengelolaan gangguan makan : - Pencegahan dan penangan pembatasan diet yang berat dan aktivitas yang berlebih atau makan dalam jumlah banyak ndalam satu waktu. Pengelolaan nutrisi : - Pemberian asupan diet makanan dan cairan yang seimbang. - Pemberian makanan dalam porsi kecil. Bantuan menaikan berat badan : - Fasilitasi pencapaian kenaikan berat badan. Health Education : - Tunjukan penggunaan alat bantu dan aktivitas yang adaptif. - Ajarkan pasien menggunakan metode alternative untuk makan atau minum Kolaboratif : - Rujuk pasien dan keluarga pada layanan social untuk mendapatkan pertolongan kesehatan di rumah. - Gunakan terapi fisik dan okupasi sebagai sumber dalam perencaan aktivitas perawatan pasien.

nutrisi.

Pasien dengan ansietas cenderung tidak memiliki nafsu makan, sehingga pemberian makanan dalam porsi kecil diharapkan mampu menjaga nutrisi pasien agar tetap seimbang. Mencegah penurunan berat badan yang signifikan.

Sebagai upaya memandirikan klien dan keluarga dalam pemenuhan nutrisi klien.

19

BAB III KESIMPULAN Ansietas adalah respons emosi tanpa objek, berupa perasaan takut dan kekhawatiran yang tidak jelas dan berlebihan dan disertai berbagai gejala sumatif yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau penderitaan yang jelas bagi pasien. Perlunya asuhan keperawatan dalam manajemen koping akan meningkatkan kemampuan adaptasi menghadapi stressor sehingga tidak berlanjut ke arah gangguan jiwa yang lebih berat serta pasien dapat kembali ke aktivitas kahidupan normal.

20

DAFTAR PUSTAKA

Gunarsa, Singgih D. 1995. Psikologi Keperawatan. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. Hawari, D. 2008. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Mansjoer, A. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. 3rd ed. Jilid 1. Jakarta : Penerbit Aesculapius Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. 5th ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Nurjannah, I. 2004. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen. Proses Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat-Klien. Yogyakarta : Penerbit MocoMedia. Suliswati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Viedebeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. 7th ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

21