1 BAB 1 A. Latar Belakang Kemajuan teknologi dan informasi sejak munculnya internet menjadi suatu perkembangan dalam pera dapan manusia. Dunia online yang banyak digunakan masyarakat dalam segala aspek kehidupan menjadikan internet suatu kebutuhan hidup. Internet tidak hanya digunakan sebagai sarana komunikasi tetapi juga sebagai sarana bisni shingga kepentingan politik. Kemudahan yang didapat dari internet sering kali membuat orang atau pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggungjawab dengan merugikan orang lain. Khususnya dalam bidang perekonomian, internet membawa sisi positif maupun negatif, sisi positif karena internet memberikan kemudahan transaksi jual-beli yang dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun sehingga lebih efektif dan efisien waktu bagi penjual maupun pembeli tanpa harus saling bertatap muka atau bertemu. Hal inilah yang menjadi tren sejak 2 tahun terakhir, bahwa transaksi jual-beli banyak dilakukan secara online menggunakan media internet. Transaksi jual-beli yang merupakan kegiatan bisnis perdagangan melalui internet dikenal dengan istilah Electronic Commerce (e-Commerce). Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE), menjelaskan transaksi jual-beli melalui internet termasuk dalam transaksi yang menggunakan sistem elektronik internet, sehingga dalam bahasa undang-undang disebut transaksi elektronik. Pengertian transaksi elektronik dalam Pasal 1 angka 2 UU ITE,
suatu perkembangan dalam pera dapan manusia. Dunia online yang
banyak
digunakan masyarakat dalam segala aspek kehidupan menjadikan
internet
suatu kebutuhan hidup. Internet tidak hanya digunakan sebagai
sarana
komunikasi tetapi juga sebagai sarana bisni shingga kepentingan
politik.
Kemudahan yang didapat dari internet sering kali membuat orang
atau
pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggungjawab dengan merugikan
orang
lain. Khususnya dalam bidang perekonomian, internet membawa sisi
positif
maupun negatif, sisi positif karena internet memberikan kemudahan
transaksi
jual-beli yang dapat dilakukan dimanapun dan kapanpun sehingga
lebih
efektif dan efisien waktu bagi penjual maupun pembeli tanpa harus
saling
bertatap muka atau bertemu. Hal inilah yang menjadi tren sejak 2
tahun
terakhir, bahwa transaksi jual-beli banyak dilakukan secara
online
menggunakan media internet.
melalui internet dikenal dengan istilah Electronic Commerce
(e-Commerce).
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi
Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE), menjelaskan transaksi
jual-beli
melalui internet termasuk dalam transaksi yang menggunakan
sistem
elektronik internet, sehingga dalam bahasa undang-undang disebut
transaksi
elektronik. Pengertian transaksi elektronik dalam Pasal 1 angka 2
UU ITE,
2
media elektronik lainnnya.”1
bahwa pemerintah mendukung kegiatan transaksi elektronik
tersebut,
berdasarkan pertimbangan bahwa pemanfaatan internet untuk
perdagangan
dan pertumbuhan perekonomian nasional dapat mewujudkan
kesejahteraan
masyarakat.2 Disisi lain, pemanfaatan internet juga mempunyai
dampak
negatifnya, salah satunya adalah timbulnya kejahatan online (cyber
crime).
Dampak negatif dapat timbul apabila terjadi kesalahan baik
disengaja atau
tidak disengaja dengan menggunakan komputer dan akses internet yang
akan
mengakibatkan kerugian bagi pemakaiatau pihak-pihak yang
berkepentingan.
Kesalahan yang di sengaja mengarah kepada penyalahgunaan komputer
dan
teknologi internet.3 Potensi kejahatan menjadi lebih besar karena
dapat
dilakukan lebih mudah karena dapat menggunakan identitas fiktif dan
tanpa
adanya tatap muka antara pihak-pihak yang terlibat.
Salah satu kejahatan yang sering terjadi dalam media internet
adalah
penipuan dengan mengatasnamakan bisnis online menggunakan
media
internet. Tingginya kegiatan bisnis online di Indonesia membuka
celah bagi
1 Lihat, Pasal 1 Butir 2 Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, pasal 1 butir 2. Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor
58. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843. 2Lihat,
Pertimbangan Butir e Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi
dan Transaksi Elekronik. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 58. Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843. 3Andi Hamzah. 1990.
Aspek – Aspek Pidana di Bidang Komputer. Jakarta. Sinar
Grafika.
halaman 23 – 24.
pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan suatu tindak
kejahatan
yang menyebabkan kerugian bagi orang lain.4 Demi mendapatkan
keuntungan
dan memperkaya diri sendiri, para pelaku melanggar aturan dan
norma-norma
hukum yang berlaku. Bisnis secara online mempermudah para
pelaku
penipuan dalam melakukan aksinya.5
commerce pada dasarnya bagian dari electronic business.6
Transaksi
Elektronik merupakan suatu kontak transaksi perdagangan antara
penjual dan
pembeli dengan media internet, dimana untuk pemesanan, pengiriman
sampai
bagaimana system pembayaran dikomunikasikan melalui
internet.7
Keberadaan e-commerce merupakan alternatif yang menjanjikan
untuk
diterapkan pada saat ini, karena e-commerce memberikan banyak
kemudahan
bagi kedua belah pihak yaitu pihak penjual dan pihak pembeli
didalam
melakukan perdagangan sekalipun para pihak berada di dua dunia
yang
berbeda.
dalam melakukan aksinya. Penipuan dengan modus penjualan melalui
media
internet akhir-akhir ini, dengan menggunkan promosi harga murah
atau harga
yang jauh dibawah dari harga standart di pasaran pada umumnya.
Sehingga
membuat banyak orang tertarik untuk membelinya, meski penipuan
bisnis
4Abdul Wahididan M. Labib. 2005. Kejahatan Mayantara (cybercrime).
Bandung. Refika
Aditama. Halaman 25. 5Ibid. halaman 27. 6Niniek Suparni. 2009.
Cyberspace Problematika & Antisipasi Pengaturannya.
Jakarta.
Sinar Grafika. halaman 28. 7Ibid. halaman 29.
4
tersebut banyak yang belum sampai keranah hukum. Ini disebabkan
para
korban penipuan online enggan untuk melaporkan kepada penegak
hukum
dikarenakan nilai nominal kerugian tidak sampai Rp. 1.000.000,-.
Sedangkan
tindak pidana penipuan dikatagorikan sebagai delik biasa.
Tindak pidana penipuan melalui bisnis online dapat dikaji
dengan
menggunakan dua undang-undang yaitu UU ITE dan Pasal 378
Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan rumusan pasal
sebagai
berikut:
atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama
palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu
muslihat,
ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi
utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan,
dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”8
Walaupun UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak
pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya kerugian konsumen
dalam
transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE
yang
menyatakan:
bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen
dalam Transaksi Elektronik.”
Kedua rumusan-rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE dan Pasal 378
KUHP
tersebut dapat kita ketahui bahwa keduanya mengatur hal yang
berbeda. Pasal
8Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, Bab XXV, pasal 378.
378 KUHP mengatur penipuan, sementara Pasal 28 ayat (1) UU
ITE mengatur mengenai berita bohong yang menyebabkan kerugian
konsumen dalam transaksi elektronik. Walaupun begitu, kedua tindak
pidana
tersebut memiliki suatu kesamaan, yaitu dapat mengakibatkan
kerugian bagi
orang lain. Tapi, rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak
mensyaratkan
adanya unsur “menguntungkan diri sendiri atau orang lain”
sebagaimana
diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang penipuan.Tindakanpenipuan
pada
bisnis online belum diatur jelas pada UU ITE padahal penipuan
tersebut
menggunakan media internet sebagai alat penipuan. Sehingga
terdapat
ambiguitas kapan pihak penyidik di kepolisian menentukan kapan
harus
menggunakan Pasal 378 KUHP dan kapan harus menggunakan
ketentuan-
ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE.
Saat ini kasus penipuan yang menyebabkan kerugian konsumen
dari
transaksi elektronik jumlahnya banyak. Selain itu seringkali kasus
penipuan
dalam transaksi elektronik tidak dilaporkan ke pihak berwenang
karena nilai
transaksinya dianggap tidak terlalu besar. Sehingga hal tersebut
dapat
diketahui bahwa penegakan hukum yang kurang tegas dan jelas
terhadap
pelaku tindak pidana penipuan bisnis online, seringkali mejadi
pemicu tindak
pidana penipuan ini.9
Beberapa contoh kasus tindak penipuan online terjadi di salah satu
online
shop shopee, pada tanggal 3 Januari 2017 pukul 16:54 korban
memesan
Playstation di Shopee seharga Rp 2.400.000, korban membayar
melalui
9Sutan Remy Sjahdeini. E-Commerce (Tinjauan Dari Aspek Hukum dan
Perspektif
Hukum), merupakan makalah yang disajikamn pada Sosialisasi
Transaksi E-Commerce, yang
diselenggarakan di Gedung Bank BNI pada tanggal 7 Juni 2000.
halaman 2
6
transfer Bank (virtual account). Penipuan dilakukan Pada tanggal 4
Januari
2017, pukul 19:53 dimana pelaku menelpon korban
mengatasnamakan
Shopee mengatakan ada pembaharuan aplikasi Shopee sehingga
meminta
verifikasi akun yang akan dikirimkan ke nomor hp korban. Korban
tertipu
sehingga akun tersebut berpindah tangan kepada pelaku. Korban
menelpon
pihak Shopee untuk mengurus kejadian ini, meminta untuk melaporkan
kasus
sehingga uang korban dapat kembali. Tetapi pihak Shopee menolak dan
tidak
mau mengurus. Pihak Shopee ingin lepas tangan dan saat korban
telepon dia
agak membentak.10
Kasus lain terjadi online shop shopee, penipuan terjadi pada
tanggal 9
Juli 2017 pukul 20:54 dengan modus yang sama pada kasus pertama
dimana
Korban mendapatkan telpon dan sms dengan mengatasnamakan
Shopee
untuk menanyakan akun, alamat dan meminta kode dari Shopee.
akhirnya
akun tersebut berpindah menjadi milik penipu. selanjutnya
korbanpun
menghubungi pihak Shopee untuk mengajukan masalah ini. Dan sampai
saat
ini belum ada kejelasannya.11
Kasus selanjutnya terjadi juga pada online shop Shopee, pada
tanggal
18 Desember 2016 korban melakukan pemesanan dua item kosmetik
dengan
seller Youni Shop. Tanggal 23 Januari 2017, pesanan datang dan
hanya ada
satu item. Otomatis korban langsung kompalin dengan mengajukan
email ke
pihak shopee. Email korban segera di balas dan diberikan nomor
tiket
pengajuan. Namun setelah berminggu-minggu menunggu follow up
case
10Penipuan pembelian PS3 di shopee. https://www.kaskus.co.id.
Diakses tanggal 27 Juli
2017 11Penipuan melalui akun Shopee.
https://www.kaskus.co.id.Diakses tanggal 27 Juli 2017
sudah melakukan refund ke rekening korban dengan mengirimkan
bukti
refund palsu. Namun, korban sudah kroscek mutasi rekening dari
awal
Januari hingga kini belum ada transaksi yang masuk dari pihak
Shopee.12
Ketiga kasus tersebut membuktikan bahwa tindak pidana penipuan
dengan
menggunakan internet sangat mudah dilakukan dengan modus yang
bermacam-
macam. Ketiga kasus tersebut menunjukkan bahwa korban pelaku
bertindak
sebagai konsumen atau pembeli. Sebelum adanya Undang-Undang
tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik, penanganan mengenai kejahatan
dunia maya e-
Commerce sulit untuk diselidiki karena kurangnya unsur-unsur
pengaturan
kejahatan ini dipasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pihak kepolisian sulit mencari alat bukti dalam menangkap pelaku
penipuan
bisnis online karena tidak adanya saksi didalam transaksi
jual-beli, tidak adanya
perjanjian jual-beli hanya berdasarkan kepercayaan satu sama lain
dengan
perjanjian jual-beli lisan.Sehingga walaupun polisi sudah menangkap
pelaku
dengan bukti sebuah buku rekening dengan sejumlah uang yang
ditransfer korban,
tetap saja belum bisa membuktikan tersangka sebagai pelaku tindak
pidana.
Sedangkan didalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal
5
ayat (1) bagian A angka 2, dalam pemeriksaan polisi berkewajiban
mencari bukti-
bukti yang nyata tersangka melakukan tindak pidana. Untuk bisa
membawa perkara
lebih lanjut ketahap penuntutan, setidaknya penyidik menemukan
minimal 2 alat
bukti yang sah. Sehingga apabila penyidik tidak bisa menemukan
minimal 2 alat
12Ibid.
8
bukti maka menurut pasal 7 ayat 1 butir I KUHAP, penyidik dapat
melakukan
penghentian penyidikan dengan mengeluarkan Surat Perintah
Penghentian
Penyidikan (SP3). Kenyataan seperti ini merupakan hal-hal yang
harus mendapat
perhatian dan pemikiran untuk dicarikan solusinya, karena transaksi
jual beli yang
dilakukan melalui internet tidak mungkin terhenti, bahkan setiap
hari selalu
ditemukan teknologi terbaru dalam dunia internet, walaupun sekarang
ini sudah
adanya UU ITE tetapi perlindungan dan kepastian hukum bagi para
pengguna
internet yang mau membeli dan menjual barang di Internet masih
belum
mencukupi.
Dari latar belakang diatas, membuat penulis ingin meneliti lebih
jauh
mengenai tindak pidana yang sekarang ini banyak terjadi tetapi
perkaranya
sebagian besar masih belum sampai tahap persidangan. Oleh karenanya
perlu
diketahui lebih jauh mengenai tindak pidana penipuan bisnis online
ini, peraturan
apa saja yang digunakan untuk upaya penanggulangannya oleh aparat
penegak
hukum serta perlindungan bagi konsumen. Berdasarkan hal tersebut
penulis
mengajukan skripsi yang berjudul “ANALISA YURIDIS
PENYALAHGUNAAN INTERNET UNTUK TINDAK PIDANA
PENIPUAN BISNIS ONLINE DI INDONESIA (Berdasarkan Pasal 378
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 28 Undang-Undang
Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik).”
9
KUHP Pasal 378 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik?
2. Bagaimana kaitan tindak pidana penipuan dalam KUHP Pasal 378
dan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik ?
C. Tujuan
tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaturan tindak pidana penipuan bisnis
online
dalam KUHP Pasal 378 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
2. Untuk mengetahui kaitan tindak pidana penipuan dalam KUHP
Pasal
378 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan
Transaksi Elektronik.
Atas dasar latar belakang, maksud dan tujuan sebagaimana penulis
uraikan
diatas maka penulis berharap karya tulis ini dapat mempunyai
manfaat
sebagai berikut:
pemikiran dalam hukum pidana di Indonesia. Serta, karya tulis
ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan
studi,
teori-teori serta menambahkan pengetahuan ilmu hukum pidana
di
Indonesia.
pemikiran dalam hokum pidana di Indonesia. Khususnya dalam
kajian
terkait penipuan menggunakan media internet.
E. Kegunaan
mengembangkan cakrawala berpikir penulis, khususnya
menyangkut
hukum pidana.
pemikiran, serta kontribusi bagi pemerintah untuk terus berbenah
dalam
11
penipuan melalui bisnis online di Indonesia.
3. Bagi masyarakat
bisnis online.
masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan sehingga
mencapai
tujuan penelitian atau penulisan.13 Sebuah penelitian tidak akan
lepas
dari metode yang akan digunakan, dalam kaitannya dengan
permasalahan yang dikemukakan maka metode yang digunakan
adalah
metode yuridis normatif.14 Menggunakan pendekatan yuridis
normatif,
yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti
undang-
undang dan didukung dengan literatur yang ada mengenai pokok
masalah, melihat hukum sebagai norma yang ada di masyarakat.
Peneliti perlu menggunakan pendekatan dalam setiap
analisisnya.
Pendekatan ini bahkan akan dapat menentukan nilai dari hasil
penelitian
13Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung:
Citra Aditya
Bakti. Halaman 112. 14Soejono Soekamto dan Sri Mamudji. 2011.
Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat). Jakarta: Rajawali Press. Halaman 13-14.
12
yakni dengan mempelajari jurnal-jurnal, buku-buku, peraturan
perundang-undangandan dokumen lain yang berhubungan dengan
penelitian ini.16
Indonesia 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
b. Bahan Hukum Sekunder: Data sekunder adalah data yang
diperoleh
dari studi pustaka berupa buku-buku, jurnal-jurnal, makalah
atau
sumber-sumber yang lain yang berhubungan dengan penulisan
skripsi ini.
memberikan petunjuk atau penjelasan bahan-bahan hukum primer
dan sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus
hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.
dalam penulisan hukum normatif17 adalah analisis (content
analysis),
15Dr. Mukti fajar ND dan Yulianto Achmad. 2010. Dualisme Penelitian
Hukum Normatif
dan Emiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 184 16Op.cit.
Halaman 52 17Menurut Hans Kelsen, dalam kenyataan, hukum, moral dan
politik saling terjalin secara
erat. Karena itu orang harus mendekati hukum pada struktur
formalnya. Padanya keberlakuan
normatif cocok. Positivitas dan keberlakuan kaidah hukum tidak
diidentikan. Positivitas, di
13
analisa keselarasan.
bab dan masing-masing bab terdiri atas sub yang bertujuan
agar
mempermudah pemahamannya. Adapun sistematika penulisannya
sebagai
berikut18
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka
teori,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
permasalahan yang diangkat, antara lain Penyalagunaan, Internet,
Tindak
Pidana Penipuan, Bisnis Online/ Transaksi Elektronik (E-Commerce)
dan
Perlindungan Konsumen.
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini berisi mengenai uraian pembahasan yang diangkat oleh
penulis
serta dianalisis secara content, comparative, dan dianalisa
kesesuaian atau
samping efektivitas, adalah syarat mutlak (noodzakelijke
voorwaarde) untuk keberlakuan normatif
suatu tatanan hukum. Lihat J.J.H. Bruggink. 1999. Refleksi tentang
Hukum. Bandung: PT. Cipta
Aditya Bakti. Halaman 151-152. 182012. Pedoman Penulisan Hukum.
Fakultas Hukum. Universitas Muhammadiyah
Malang. Halaman 22-24.
teori-teori yang relevan dengan permasalahan dalam penulisan
ini.
BAB IV PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan hukum ini dimana
berisi
kesimpulan dari pembahasan bab sebelumnya serta berisi saran
penulis dalam
menanggapi permasalahan yang menjadi fokus kajian.