Upload
muhammad-farhan-putra
View
104
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Xxxxdawduganwhdm,awuidhmiudgwuyfdgquidyh9pqwdguqwyofXxxxdawduganwhdm,awuidhmiudgwuyfdgquidyh9pqwdguqwyofXxxxdawduganwhdm,awuidhmiudgwuyfdgquidyh9pqwdguqwyofBAB 1-3BAB 1-3BAB 1-3BAB 1-3BAB 1-3BAB 1-3BAB 1-3BAB 1-3BAB 1-3BAB 1-3BAB 1-3
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beton adalah material yang sangat penting dalam konstruksi bangunan. Maka dari
itu, analisa dan penelitian terhadap material dan proses terbentuknya beton sangat
diperlukan. Sebagai program wajib dalam mata kuliah Teknologi Beton jurusan
Teknik Sipil, maka penerapan dasar dan aplikasinya wajib dikuasai oleh setiap
mahasiswa Teknik Sipil. Hal ini diacukan agar kedepan seorang sarjana Teknik
Sipil dapat menguasai konsep dan analisa kerja saat terjun kedunia konstruksi
bangunan. Praktikum ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan mengenai
perencanaan campuran beton serta keterampilan dalam pelaksanaannya. Kegiatan
utama dari praktikum bahan bangunan ini adalah perencanaan beton (mix design)
yang merupakan syarat dari mata kuliah Teknologi Beton yang berjumlah 3 sks di
Fakultas Teknik Unsyiah. Tujuan praktikum Teknologi Beton ini selain untuk
menyelesaikan 1 sks juga untuk memberikan wawasan atau gambaran kepada
mahasiswa tentang beton dan bagaimana cara menghitung campuran beton
struktural yang diinginkan. Praktikum yang dilakukan dalam jangka waktu lebih
dari satu bulan ini adalah merencanakan campuran beton struktural dengan mutu
beton K-350.
Beton adalah suatu campuran yang bahan dasarnya terdiri atas agregat
(sebagai bahan pengisi), semen (sebagai bahan pengikat), dan air (sebagai
pereaksi). serta bahan-bahan tambahan lainnya (admixture/additive) yang bisa
digunakan bila ada maksud tertentu misalnya untuk meningkatkan workability
atau menambah kekuatan, bahan aditif ini bisa terdiri dari : fly ash, gips, bubuk
bata merah, dan lain-lain. Beton merupakan campuran yang mula-mula bersifat
plastis kemudian mengeras yang mempunyai massa. Kekuatannya sangat
dipengaruhi faktor-faktor komposisi campuran, mutu bahan dasar, kondisi
temperatur tempat beton mengeras, dan cara pembuatan/pelaksanaannya.
Kelompok 2 1
Dewasa ini beton sebagai salah satu bahan konstruksi sudah menjadi
pilihan utama di masyarakat, hal ini disebabkan karena beton lebih tahan lama
dibandingkan bahan lain. Beton merupakan bahan konstruksi yang paling banyak
digunakan pada konstruksi teknik sipil. Dalam teknik sipil, struktur beton
digunakan untuk bangunan pondasi, kolom, balok, dan pelat. Dalam teknik sipil
hidro, beton digunakan untuk bangunan air seperti bendung, bendungan, saluran,
dan drainase perkotaan. Beton juga digunakan dalam teknik sipil transportasi
untuk pekerjaan rigid pavement (lapis keras permukaan yang kaku), saluran
samping, gorong-gorong, dan lainnya. Jadi, beton hampir digunakan dalam semua
aspek teknik sipil. Artinya, semua struktur dalam teknik sipil akan menggunakan
beton, minimal dalam pekerjaan pondasi. Berdasarkan hal ini maka analisa dan
penelitian terhadap materi dan proses terbentuknya beton sangat dibutuhkan.
Sebagai program wajib dalam mata kuliah Teknologi Beton, maka penerapan
dasar dan aplikasinya wajib dikuasai oleh setiap mahasiswa Teknik Sipil.
Beton memiliki keunggulan dalam menerima beban tekan, akan tetapi
lemah terhadap beban tarik. Oleh karena itu beton diberi tulangan agar beban tarik
tersebut dilimpahkan pada tulangan. Perpaduan keduanya lebih dikenal dengan
sebutan beton bertulang yang diharapkan mampu menerima tarikan dan tekanan.
Mutu beton adalah kuat tekan karakteristik atau kuat desak beton pada
umur 28 hari dari benda uji silinder standar. Dikatakan 28 hari karena pada umur
tersebut semen secara optimal sudah mengeras (mulai mengeras ketika 45 menit
pertama). Beton terbagi atas dua jenis, yaitu :
a. Beton Non-Struktural : beton dengan kuat tekan < 150 kg/cm2 atau < 15
MPa, digunakan pada konstruksi non-struktural (tidak menahan beban)
dengan campuran pasir tidak boleh melampaui delapan.
b. Beton Struktural
Menurut kekuatannya terbagi tiga :
1) Umum (Command), 15 MPa – 45 MPa.
Kelompok 2 2
2) Mutu tinggi (Hight Strength), 45/50 MPa – 80 MPa.
3) Mutu sangat tinggi, ≥ 80.
Untuk mendapatkan atau menghasilkan mutu beton yang baik,
maka kita perlu merencanakan komposisi bahan-bahan yang digunakan dalam
campuran beton tersebut, dan perlu adanya suatu analisa laboraturium terhadap
beberapa faktor penyusun terbentuknya beton, yang meliputi sifat-sifat fisis
sebagai berikut :
Susunan Butiran (Sieve Analysis)
Berat Volume (Bulk Density)
Berat Jenis (Specific Gravity)
Modulus Kehalusan (Fineness Modulus)
Pada praktikum ini mutu beton yang direncanakan adalah mutu beton yang
mempunyai nilai Faktor Air Semen (FAS) 0,496.
Pada campuran beton, material-material yang digunakan haruslah
memenuhi syarat yang baik untuk beton. Seperti halnya agregat, agregat yang
digunakan haruslah memenuhi persyaratan agregat untuk beton, demikian juga
dengan air dan semen. Oleh karenanya dalam praktikum ini dilakukan
pemeriksaan terhadap agregat yang digunakan dalam campuran beton. Untuk
semen, kita perlu memeriksa bungkusnya, karena jika ada kerusakan bungkus
maka semen tersebut telah bercampur dengan udara dan perlu diayak lagi.
Sedangkan air langsung saja digunakan tanpa melakukan pemeriksaan.
Umumnya di dalam campuran beton itu kandungan agregat 75% dari
volume total beton, selebihnya adalah kandungan zat lain seperti perekat dan
pereaksi. Agregat terdiri dari fine sand , coarse sand, dan coarse aggregate.
Air yang digunakan pada praktikum ini berasal dari Laboraturium
Konstruksi dan Bahan Bangunan Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala dan
Kelompok 2 3
aggregate didatangkan dari sungai Krueng Aceh. Sedangkan semennya adalah
semen Type-I yang diproduksi oleh PT. Semen Padang.
Penggunaan beton sebagai bahan utama konstruksi bangunan, dewasa ini
terus berkembang dan masih terus diteliti. Sebagai bahan konstruksi, mutu beton
terlebih dahulu haruslah direncanakan melalui rencana pencampuran beton. Untuk
beton struktural dasar perhitungan komposisi material yang digunakan tidak boleh
melalui perhitungan dasar volume melainkan melalui perhitungan dasar berat. Hal
yang perlu dilakukan sebelum melaksanakan campuran beton adalah mengadakan
praktikum terhadap bahan dasar beton yaitu aggregate sedangkan semen dan air
tidak dilakukan penelitian lagi karena dianggap telah memenuhi standar dalam
Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBBI) 1971 NI-2. Praktikum terhadap
agregat adalah Sieve Analysis (untuk menentukan gradasi agregat supaya jangan
terlalu banyak pasir/kerikil), Bulk Density (untuk menahan berat massa, berapa
banyak berat yang harus kita masukkan), Specific Gravity (untuk menentukan
berat jenis), dan Fineness Modulus.
Campuran beton yang telah selesai akan diisi dalam keadaan suatu tempat
terbentuk silinder yang disebut sebagai benda uji. Sebelum dimasukkan mortar,
silinder terlebih dahulu dipolesi dengan oli agar ketika dipisahkan nanti beton
tidak lengket pada cetakan. Dari kuat tekan benda uji tersebut akan diperoleh
karakteristik beton berdasarkan percobaan yang dilakukan. Percampuran dan
pengadukan beton dilakukan dengan menggunakan mesin pengaduk mollen
dengan nilai slump yang direncanakan yaitu 7,5 – 10 cm. Benda uji yang
digunakan adalah cetakan baja berbentuk silinder dengan tinggi 30 cm dan
berdiameter 15 cm sebanyak 5 buah, dengan mutu beton yang diinginkan adalah
mutu beton dengan nilai FAS 0,496.
Dalam pelaksaan praktikum ini, beton yang dibuat yaitu jenis beton
struktural. Beton struktural adalah beton yang mampu menerima beban dengan
kuat tekannya (mutu) lebih besar sama dengan 15 MPa yang dihitung dari benda
uji silinder standar pada umur 28 hari, campurannya sangat dipengaruhi sifat-sifat
Kelompok 2 4
fisis dari material yang digunakan dan bahan dasarnya haruslah memenuhi
persyaratan yang lebih ketat.
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mencapai 3 hal utama, yaitu: pertama
memperoleh pengetahuan dasar mengenai perencanaan campuran beton serta
keterampilan dalam pelaksanaannya secara praktis kepada mahasiswa; kedua
pengenalan material dan sifat-sifatnya sebagai bahan utama campuran beton;
ketiga memberikan kemampuan kepada mahasiswa dalam merencanakan mutu
beton struktural yang diinginkan. Selain itu praktikum ini juga dilakukan untuk
memenuhi tugas dalam mata kuliah Teknologi Beton.
Selaku mahasiswa Teknik Sipil sudah seharusnya mengetahui Teknologi
Beton mengenai beton struktural sehingga nantinya sebagai lulusan teknik sipil
diharapkan akan mampu bekerja di lapangan dengan baik.
Kelompok 2 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dibahas teori-teori yang berhubungan dengan beton,
material-material penyusun beton, pemeriksaan sifat-sifat fisis material penyusun
beton dan perencanaan komposisi campuran beton yang akan mendukung
kegiatan praktikum yang berkenaan dengan perencanaan campuran beton
struktural ini.
2.1 Material
Material utama yang digunakan dalam pembentukan beton adalah agregat,
semen, dan air. Agregat yaitu salah satu bahan pembentuk beton yang berfungsi
sebagai bahan penguat beton. Adapun agregat yang digunakan terdiri dari coarse
aggregate yaitu kerikil dengan butirannya 31,5 mm, dan fine aggregate yang
terdiri dari coarse sand dan (fine sand).
Semen yaitu salah satu bahan pembentuk beton yang berfungsi sebagai
bahan pengikat hidrolis, yang digunakan untuk mengikat butiran-butiran yang
dibantu oleh air. Semen yang digunakan adalah Ordinary Portland Cement (OPC)
Tipe I. Air yang digunakan adalah air bersih dengan ketentuan pH ±7 yang
tersedia di Laboraturium Konstruksi dan Bahan Bangunan Fakultas Teknik
Universitas Syiah Kuala. Air yaitu salah satu bahan pembentuk beton yang
berfungsi sebagai bahan pereaksi dalam beton.
2.1.1 Agregat (Aggregate)
Agregat untuk beton adalah butiran mineral kasar yang bentuknya
mendekati bulat dengan ukuran butiran antara 0,075 mm – 31,5 mm. Dalam
campuran beton, agregat merupakan bahan penguat dan pengisi yang menempati
sekitar 75% dari volume total beton (PUBI – 1982 Pasal 11 – 14).
Menurut kejadiannya agregat dapat berupa agregat alami dan agregat
buatan. Agregat alami ada 2 (dua) macam yaitu pecah dan tidak pecah. Contohnya
Kelompok 2 6
adalah desintegrasi alami batu-batuan seperti kerikil, pasir, dan batu pecah yang
sebagaian besar butirannya berukuran antara 5 – 80 mm. Agregat buatan adalah
agregat yang dihasilkan sebagai produk lain seperti hasil pemecahan batu bata,
terak lempung, terak dapur, dan lain-lain yang sejenis.
Agregat mempunyai keutamaan dalam peranannya dalam pencampuran
beton, diantaranya adalah:
a. Menghemat penggunaan semen
b. Menghasilkan kekuatan besar pada beton
c. Mengurangi penyusutan pada pengerasan beton
d. Dengan gradasi agregat yang baik dapat tercapai beton yang padat
Berdasarkan kekerasan butiran yang digunakan dalam campuran beton
dapat dibagi 2 (dua) jenis yaitu agregat halus dan agregat kasar.
2.1.1.1 Agregat halus (Fine aggregate)
Agregat halus adalah butiran-butiran mineral keras yang bentuknya
mendekati bulat dengan ukuran 0,075 – 5 mm dan kandungan lumpur yang boleh
terkandung < 0,063 mm (≤ 5%). Persyaratan agregat halus menurut Peraturan
Beton Bertulang Indonesia (PBBI) adalah :
a. Agregat halus harus terdiri dari butiran-butiran tajam, keras, dan bersifat
kekal artinya tidak hancur oleh pengaruh cuaca dan temperatur;
b. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan
terhadap berat kering). Bila lebih 5% harus dicuci;
c. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan organis terlalu banyak dan
harus dibuktikan dengan percobaan warna dari ABRAMS – HARDER
dengan larutan NaOH 3%;
d. Agregat halus yang tidak memenuhi percobaan diatas dapat juga dipakai,
asal kekuatan tekan adukan agregat pada umur 7 dan 28 hari tidak kurang
Kelompok 2 7
dari 95% dari kekuatan adukan agregat yang sama tetapi dicuci dalam
larutan NaOH 3% yang kemudian dicuci bersih dengan air pada umur
yang sama;
e. Modulus Halus Butir antara 2 – 3,2;
f. Agregat halus harus terdiri dari butiran yang beranekaragam besarnya;
g. Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua mutu
beton;
h. Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alami sebagai desintegrasi
alami dari batu-batuan atau pasir buatan yang dihasilkan oleh alat pemecah
batu.
2.1.1.2 Agregat kasar (Coarse aggregate)
Agregat kasar biasa juga disebut kerikil sebagai hasil desintegrasi alami
dari batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu,
dengan butirannya berukuran antara 5 – 150 mm. Kekuatan agregat kasar antara
lain :
a. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beranekaragam;
b. Agregat kasar harus terdiri dari butiran yang keras dan tidak berpori;
c. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%. Bila
melampaui harus dicuci;
d. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat yang dapat merusak beton,
seperti zat yang relatif alkali;
e. Agregat kasar harus lewat tes kekerasan dengan bejana penguji Rudeloff
dengan beban uji 20 ton;
f. Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil sebagai hasil desintegrasi
alami dari batu-batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri
pemecah batu.
Kelompok 2 8
2.1.2 Ordinary Portland Cement (OPC) Tipe I
Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat adhesif dan kohesif
yang memungkinkan melekatnya partikel-partikel agregat menjadi suatu massa
yang padat.
Menurut persyaratan Beton Bertulang di Indonesia (PUBI – 1971), semen
portland adalah semen hidrolis (bahan pengikat hidrolis) yang dihasilkan dengan
cara menggiling halus klinker, yang terdiri terutama dari silikat-silikat kalsium
yang bersifat hidrolis dan gips sebagai bahan pembantu. Bahan pengikat hidrolis
adalah bahan yang mengikat apabila diberi air dan kemudian terjadi reaksi kimia
dari sifat plastis menjadi kaku.
Fungsi utama semen adalah mengikat butir-butir agregat hingga
membentuk suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara diantara butir-
butir agregat. Walaupun komposisi semen dalam beton hanya sekitar 10%, namun
karena fungsinya sebagai bahan pengikat maka peranan semen menjadi penting.
Menurut Anonim (1982). Sesuai dengan tujuan pemakaiannya, semen
portland dibagi dalam 5 (lima) jenis, yaitu :
a. Tipe I : Untuk konstruksi secara umum.
b. Tipe II : Untuk konstruksi secara umum terutama sekali bila
diisyaratkan agak tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi
yang sedang.
c. Tipe III : Untuk beton yang mengeras dengan cepat, dikenal dengan
istilah beton dengan kekuatan awal tinggi.
d. Tipe IV : Untuk konstruksi yang menuntut persyaratan panas hidrasi
yang rendah.
e. Tipe V : Untuk konstruksi yang menuntut persyaratan sangat tahan
terhadap sulfat.
Kelompok 2 9
Ketentuan-ketentuan dan syarat semen yang diharuskan dalam NI – 8
antara lain :
a. Untuk beton tertentu dapat juga dipakai semen lain, seperti semen
portlandtrass, semen alumina, semen tahan sulfat, dan lain-lain;
b. Untuk beton mutu selain jenis semen yang di atas dapat juga semen trass
kapur;
c. Untuk beton mutu K325 dan mutu lebih tinggi, jumlah semen yang dipakai
dalam setiap campuran harus ditentukan dengan ukuran berat. Untuk beton
B1 dan K325 jumlah semen yang dipakai dalam setiap campuran
ditentukan dengan ukuran isi.
Dalam percobaan ini, semen yang digunakan adalah Ordinary Portland
Cement (OPC) Tipe I yang merupakan produksi PT. Semen Padang dengan
specific grafity 3,15.
2.1.3 Air
Air yang dimaksudkan adalah air sebagai bahan pembantu dalam
konstruksi bangunan meliputi kegunaannya dalam pembuatan dan perawatan
beton, pemadaman kapur, adukan pasangan dan adukan plesteran. Air yang dapat
dipergunakan dalam campuran beton dan perawatannya harus bebas dari minyak,
asam alkali, garam-garam, bahan-bahan organis (yang dimaksudkan dengan
bahan-bahan organis adalah bahan-bahan yang berasal dari makhluk hidup) dan
bahan-bahan yang dapat merusak beton. Dalam hal ini sebaiknya digunakan air
bersih (air aquades lebih baik), tetapi kesulitan memperolehnya/mahal maka boleh
digunakan air yang terdapat di dalam alam seperti air sumur, air sungai, dan lain-
lain dengan ketentuan memenuhi kriteria air minum.
2.2 Penyelidikan Sifat-sifat Fisis Material
Penyelidikan sifat-sifat fisis hanya dilakukan terhadap agregat,
sedangkan untuk air dan semen tidak dilakukan penyelidikan sifat-sifat fisis
karena dianggap sudah memenuhi persyaratan standar yang ditetapkan
Kelompok 2 10
Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (PUBI - 1982). Adapun
pemeriksaan sifat-sifat fisis yang dilakukan terhadap agregat meliputi :
2.2.1 Berat volume (Bulk density)
Berat volume agregat ditinjau dalam dua keadaan yaitu berat volume
gembur dan berat volume padat. Berat volume gembur adalah perbandingan berat
agregat sebanyak isi literan (container) dengan volume literan, sedangkan berat
volume padat adalah perbandingan berat agregat sebanyak isi literan dalam
keadaan padat dengan volume literan. Volume agregat padat merupakan hasil
pemadatan standar dalam keadaan kering absolute. Penyelidikan ini dilaksanakan
berdasarkan metode British Standard (BS) 812. Menurut British Standard 812,
berat volume agregat yang baik untuk material beton mempunyai nilai yang lebih
besar dari 1,445 kg/L.
2.2.2 Berat jenis (Specific gravity)
Berat jenis agregat adalah perbandingan berat sejumlah volume agregat
tanpa mengandung rongga udara terhadap berat air pada volume yang sama.
British standard 812 membedakan berat jenis agregat dalam dua keadaan yaitu
keadaan jenuh permukaan (saturated surface dry) dan keadaan kering absolut atau
kering oven (oven dry). Pengukuran dilakukan dengan dua metode, untuk kerikil
dengan cara penimbangan di luar dan di dalam air, sedangkan untuk pasir
bedasarkan metode Thallow’s. Jenis kerikil yang baik untuk material beton
berkisar antara 2,50 – 2,80 cm.
2.2.3 Analisa saringan (Sieve analysis)
(Hanafiah,1995) menjelaskan bahwa penguraian susunan butiran agregat
(gradasi) bertujuan untuk menilai agregat halus dan kasar yang cocok digunakan
pada produksi beton. Untuk maksud tersebut, Indonesia sering menggunakan
saringan standar berdasarkan metode ASTM C-136-76 (pendekatan).susunan
butiran diperoleh dari hasil penyaringan benda uji dengan menggunakan beberapa
fraksi saringan. Pada pelaksanaannya perlu ditentukan batas maksimum/minimum
butiran sehubungan dengan pengaruh sifat pekerjaan, penyusutan, kepadatan,
Kelompok 2 11
kekuatan, dan juga faktor ekonomi dari beton. Peraturan Beton Bertulang
Indonesia (PBBI – 1971) menyaratkan batas maksimum butiran 31,5 mm dan
batas minimum 0,25 mm. Adapun penggunaan saringan standar American Society
For Testing Of Materials (ASTM) yang disesuaikan dengan ketentuan Peraturan
Beton Indonesian (PBI – 1971) dan digunakan pada praktikum ini adalah sebagai
berikut : 31,5 mm; 4,75 mm; 2,36 mm; 1,18 mm; 0,60 mm; 0,30 mm; dan 0,15
mm.
2.2.4 Modulus kehalusan (Fineness modulus)
Modulus kehalusan menyatakan kehalusan atau kekasaran agregat.
Dengan diketahuinya nilai-nilai modulus kehalusan, maka agregat tersebut dapat
diklarifikasikan ke dalam suatu jenis agregat tertentu. Nilai modulus kehalusan
suatu agregat diperoleh dari jumlah kumulatif persentase fraksi yang tertahan
suatu susunan saringan standar dibagi dengan 100 (Hanafiah, 1995). Nilai ini
adalah angka penunjuk rata-rata dari butiran, makin halus agregat makin kecil
modulus kehalusannya. Berdasarkan hasil saringan standar American Society for
Testing of Material (ASTM) yang disesuaikan dengan ketentuan Peraturan Beton
Bertulang Indonesia (PBBI – 1971), nilai-nilai modulus halus butir untuk :
a. Kerikil berkisar antara 5,5 – 8,0
b. Pasir kasar berkisar antara 2,9 – 3,2
c. Pasir halus berkisar antara 2,2 – 2,6
d. Agregat campuran berkisar antara 4,0 – 7,0
Nilai modulus halus butir dari bahan agregat tertentu tergantung dari
komposisi butirannya, susunan saringan yang digunakan, banyaknya saringan dan
masing-masing lubang saringan.
2.3 Perencanaan Campuran (Mix Design)
Dalam teknologi beton pada konstruksi struktural biasanya campuran
beton dilaksanakan berdasarkan berat sedangkan pada beton non-struktural
Kelompok 2 12
digunakan campuran yang memperbandingkan volume. Perencanaan komposisi
campuran beton pada praktikum ini dilakukan berdasarkan American Concrete
Institute (ACI – 211.1 – 91) yang dikombinasikan dengan Peraturan Beton
Bertulang Indonesia (PBBI - 1971).
2.3.1 Campuran agregat kasar dan agregat halus
Perbandingan volume beton dapat ditentukan berdasarkan diameter
agregat maksimum yang digunakan dan fineness modulus dari fine aggregate
yang diambil (Hanafiah,1995). Pada praktikum ini, jumlah volume agregat kasar
yang dibutuhkan dalam setiap m3 beton, diperkirakan dengan menggunakan tabel
berikut ini :
Tabel 2.1 Volume agregat kasar per m3 volume beton
Diameter
Maksimum
Agregat (mm)
Koefisien Perbandingan Agregat Kasar Per m3 Beton Untuk Fineness
Pasir yang Berbeda
2,40 2,60 2,80 3,00
9,50 0,50 0,48 0,46 0,44
12,5 0,59 0,57 0,55 0,53
19,0 0,66 0,64 0,62 0,60
25,0 0,71 0,69 0,67 0,65
37,5 0,75 0,73 0,71 0,69
50,0 0,78 0,76 0,74 0,72
75,0 0,82 0,80 0,78 0,76
150,0 0,87 0,85 0,83 0,81
Sumber : American Concrete Institute (ACI) 211.1 – 91
Bagian-bagian dari fine aggregate dapat ditentukan berdasarkan fineness
modulus menurut rumus dari Dobokugakai berikut :
FMFS . B + FMCS . (1 – B) = FMFA
Keterangan :
FMFS = fineness modulus dari pasir halus (fine sand)
Kelompok 2 13
FMCS = fineness modulus dari pasir kasar (coarse sand)
FMFA = fineness modulus dari agregat halus (fine aggregate)
B = bagian dari pasir halus
1 – B = bagian dari pasir kasar
2.3.2 Air yang dibutuhkan
Jumlah air yang dibutuhkan beton tergantung pada jenis beton yang akan
direncanakan, penentunya didasarkan pada diameter agregat maksimum yang
digunakan dan nilai slump yang diinginkan (Hanafiah,1995). Pada praktikum ini
jumlah air yang dibutuhkan dalam setiap m3 beton diperkirakan dengan
menggunakan tabel berikut ini :
Tabel 2.2 Perkiraan volume air per m3 volume beton berdasarkan nilai slump dan
ukuran agregat maksimum
Slump (mm)
Jumlah air, kg per m3 Beton Berdasarkan Ukuran Agregat Maksimum
99,5
112,5
119
225
337,5
550
770
1150
Beton tanpa bahan pemasuk udara (non air entrained concrete)
25 – 50 2207
1199
1190
1179
1166
1154
1130
1113
75 – 100 2228
2216
2205
1193
1181
1169
1145
1124
150 – 175 2243
2228
2216
2202
2190
1178
1160
--
Persentase udara pada beton tidak
beruang udara (%)
33
22,5
22
11,5
11
00,5
00,3
00,2
2.3.3 Semen yang dibutuhkan
Untuk menentukan banyaknya semen yang dibutuhkan oleh suatu
campuran beton, terlebih dahulu ditentukan besarnya faktor air semen (FAS)
berdasarkan kuat tekan karakteristik beton yang direncanakan. Menurut Hanafiah,
1995, faktor air semen adalah perbandingan banyaknya air terhadap semen dalam
Kelompok 2 14
campuran 1 m3 beton, kecuali air yang terserap agregat faktor air semen pada
praktikum ini dapat diketahui dengan menggunakan tabel sebagai berikut ini :
Tabel 2.3 Hubungan antara faktor air semen (FAS) dengan kuat tekan beton
Kuat Tekan Beton Umur
28 Hari (Mpa)
Faktor Air Semen (FAS)
Beton tanpa Bahan
Pemasuk Udara
Beton dengan Bahan
Pemasuk Udara
40 0,42 -
35 0,47 0,39
30 0,54 0,45
25 0,61 0,52
20 0,69 0,60
15 0,79 0,70
Sumber : American Concrete Institute (ACI) 211.1 – 91
Dengan diketahuinya jumlah air yang diperlukan dan faktor air semen,
maka banyaknya semen dalam campuran beton dapat ditentukan berdasarkan teori
di atas, pengertian faktor air semen juga dapat dinyatakan oleh persamaan berikut
ini :
Faktor Air Semen (FAS) =
JumlahAirYangDiperlukanJumlahSemen
2.4 Benda Uji
Kekuatan karakteristik beton diperoleh dari hasil pengetesan sejumlah
benda uji beton. Benda uji beton dapat berbentuk kubus dengan ukuran 15x15x15
cm3, kubus 20x20x20 cm3 dan silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm.
Kelompok 2 15
Berdasarkan PBBI 1971, benda uji standar ialah kubus 15x15x15 cm3 sedangkan
menurut ACI 211.1-77 adalah silinder ukuran 15 cm dengan tinggi 30 cm.
Pada percobaan ini mutu beton yang direncanakan adalah mutu beton
dengan FAS dengan menggunakan benda uji berbentuk silinder dengan diameter
15 cm dan tinggi 30 cm sebanyak 5 buah.
Perawatan benda uji setelah dicetak dilakukan dengan merendam benda uji
di dalam bak perendaman. Setelah dilakukan perawatan selanjutnya akan
dilakukan pembebanan dengan menggunakan mesin pembebanan Compression
Strength.
Kelompok 2 16
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Pada bab ini akan diuraikan tentang cara-cara pelaksanaan kegiatan
praktikum yang telah dilakukan, yang meliputi: pemeriksaan sifat-sifat fisis
material agregat, perencanaan campuran, pembuatan benda uji hingga
pembebanan untuk mendapatkan kuat tekan masing-masing benda uji.
3.1 Pemeriksaan Sifat-Sifat Fisis Material
Adapun pemeriksaan sifat-sifat fisis yang dilakukan terhadap agregat
meliputi berat volume, analisa saringan, dan berat jenis..
3.1.1 Berat volume (Bulk density)
Tujuan
Untuk menentukan berat volume pada agregat.
Langkah Kerja :
1. Masukkan benda uji ke dalan baskom sebanyak yang ingin
diteliti.
2. Benda uji dikeringkan dengan oven pada temperatur 110°C
3. Benda uji yang sudah di oven selama 24 jam dikeluarkan
dari oven dan dibiarkan agar menjadi dingin.
4. Kemudian agregat diisi ke dalam lumpang setelah itu
ditumbuk dengan tongkat pemadat. Benda uji dimasukkan
secara 1/3 bagian dengan tiap 1/3 bagian dipadatkan
menggunakan besi pemadat sebanyak 25x. Lakukan hingga
penuh.
5. Setelah lumpang penuh, ratakan isi lumpang tersebut, lalu
timbang beratnya. Ulangi langkah ini 3 kali.
Kelompok 2 17
3.1.2 Analisa saringan (Sieve analysis)
Tujuan
Untuk menentukan gradasi (susunan butiran) agregat dan sebagai tolak
ukur klasifikasi pemeriksaan persyaratan perencanaan campuran agregat
untuk beton.
Langkah Kerja :
1. Benda uji dibawa ke tempat penyaringan yang berukuran
31,5; 19,1; 9,5; 4,75; 2,36; 1,18; 0,6; 0,3; 0,15; serta sisa.
Sisa dari proses penyaringan agregat ditampung dalam
wadah sisa.
2. Saringan digoyangkan dengan tangan selama beberapa
menit.
3. Kemudian masing-masing fraksi benda uji yang tertahan
di atas saringan ditimbang beratnya.
3.1.3 Berat jenis (Specific gravity)
3.1.3.1 Kerikil (Coarse aggregate)
Tujuan
Untuk mengetahui berat jenis agregat kasar beserta volume kerikil dalam
campuran beton.
Langkah Kerja :
1. Masing-masing benda uji dimasukkan ke dalam baskom
dan direndan dalam air selama 24 jam.
2. Setelah 24 jam benda uji dikeluarkan dari air dan ditebar
di tempat yang terik matahari agar mencapai kondisi
kering permukaan Saturated Surface Dry (SSD).
3. Timbang keranjang tempat agregat dalam keadaan
kosong di udara dan di dalam air.
Kelompok 2 18
4. Agregat yang telah mengalami kondisi SSD dimasukkan
kedalam keranjang lalu ditimbang beratnya di udara.
5. Lalu agregat dalam keranjang ditimbang lagi beratnya di
dalam air. Dari angka yang telah didapat, maka dapat
dihitung berat jenisnya dalam keadaan SSD.
6. Setelah itu benda uji dimasukkan ke dalam oven pada
temperatur 100oC – 110oCdan biarkan selama 24 jam.
7. Kemudian benda uji ditimbang beratnya di dalam
keranjang untuk mendapatkan berat jenis kerikil dalam
keadaan kering oven (oven dry).
3.1.3.2 Pasir (Fine aggregate)
Tujuan
Untuk menentukan volume pasir dalam campuran beton.
Langkah Kerja
1. Memasukkan benda uji yang telah direndam 24 jam.
2. Setelah itu dikeringkan ke dalam cetakan kerucut pasir
yang terdiri dari tiga lapis, setiap lapisan ditumbuk 25x
dengan tongkat pemadat.
3. Kemudian permukaan diratakan, cetakan diangkat vertikal,
jika cetakan rubuh, hal itu menandakan bahwa benda uji
sudah mencapai kering permukaan.
4. Benda uji dalam keadaan SSD diisi ke dalam gelas beserta
tutup plat kaca dan ditimbang beratnya.
5. Gelas diisi penuh dengan air guna menghilangkan udara
yang dikandung benda uji, caranya adalah dengan
membalikkan tabung hingga buih-buih muncul ke
permukaan air dalam tabung, kemudian ditimbang. Benda
Kelompok 2 19
uji diisi dalam kontainer, dioven hingga kondisi OD dan
ditimbang beratnya.
3.1.4 Absorbsi (Absorption)
Tujuan
Menentukan persentase berat air yang terserap, hubungan dengan
perencanaan air campuran dan kwalitas agregat dalm beton.
Langkah Kerja
Merupakan langkah perhitungan lanjutan untuk menentukan berat jenis
agregat.
Perhitungan
Banyaknya air penyerapan (absorbsi) : 100(W s−W d)
W d
3.1.5 Modulus Halus Butir (Fineness Modulus)
Disamping dengan menggunakan lengkung gradasi, digunakan juga
pengertian modulus kehalusan untuk menentukan salah satu sifat dari agregat.
Modulus halus butir agregat menyatakan kehalusan atau kekasaran agregat.
Dengan diketahuinya nilai-nilai modulus kehalusan maka agregat tersebut dapat
diklasifikasikan ke dalam suatu jenis agregat tertentu. Nilai modulus halus butir
suatu agregat diperoleh dari jumlah komulatif persentase fraksi yang tertahan
suatu susunan saringan standar dibagi 100. Nilai ini adalah angka penunjuk rata-
rata dari butirannya. Makin halus agregat, maka semakin kecil modulus halus
butirnya.
Berdasarkan hasil saringan Standard ASTM nilai-nilai modulus halus butir
untuk :
1. Kerikil berkisar antara 5,5 – 8,0
2. Pasir kasar berkisar antara 2,9 – 3,2
3. Pasir halus berkisar antara 2,2 – 2,6
Kelompok 2 20
4. Agregat campuran berkisar antara 4,0 – 7,0
Nilai modulus halus butir dari bahan agregat tertentu tergantung dari :
1. Komposisi butirannya.
2. Susunan saringan yang digunakan.
3. Banyaknya saringan.
4. Besarnya masing-masing lubang saringan.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan diatas maka modulus kehalusan hanya
berlaku untuk seri saringan yang digunakan dan tidak berlaku umum.
3.2 Perencanaan Campuran Beton
Kokoh beton yang diinginkan adalah 200 kg/cm2 (silinder); dengan tinggi
slump : 7,5 – 10; coarse aggregate memiliki diameter maksimum : 31,5 mm;
dengan dry rodded weight : 1797,667 kg/m3; bahan-bahan yang digunakan
adalah : Ordinary Portland Cement (OPC) TipeI dengan specific gravity : 3,15;
coarse aggregate dengan specific grafity OD : 2,572; dengan absorption :
2,716%; serta fineness modulus 6,983. Fine aggregate dengan specific gravity OD
– dengan absorption - % serta fineness modulus rencana 3,0. (Fine sand dengan
specific gravity OD 2,430 dengan absorption 5,145% serta fineness modulus
2,499; coarse sand dengan specific gravity OD 2,613 dengan absorption 3,442%
serta fineness modulus 3,588.
Langkah 1 : Tinggi slump yang diinginkan adalah : 7,5 – 10 cm.
Langkah 2 : Diameter maksimum yang digunakan adalah : 31,5 mm.
Langkah 3 : Jenis beton adalah non air entrained concrete (konstruksi tidak
dipengaruhi oleh temperatur akibat membeku dan mencair es;
freezer and thawing). Dari tabel A 1.5.3.3. jumlah air yang
dibutuhkan untuk mendapatkan slump : 7,5 – 10 cm, untuk non
air entrained concrete dengan diameter maksimum agregat : 31,5
Kelompok 2 21
mm, diperkirakan jumlah air yang dibutuhkan adalah : 186,76
kg/m3.
Langkah 4 : Faktor air semen (water cement ratio) untuk non air entrained
concrete dengan tegangan : 323 kg/cm2, dari tabel A.1.5.3.4.
(a) adalah 0,543.
Langkah 5 : Dari hasil langkah-langkah (3) dan (4) jumlah semen yang
digunakan dapat dihitung :
Jumlah Semen =
JumlahAirYangDiperlukanFaktorAirSemen =
186,76 0 , 496 = 376,899 kg/m3
Langkah 6 : Jumlah coarse aggregate yang dibutuhkan diperkirakan dengan
menggunakan dari tabel A 1.5.3.6. Fine aggregate dengan FM
(fineness modulus) : 3,00 dan agregat dengan diameter maksimum
: 31,5 mm, jumlah coarse aggregate yang dibutuhkan adalah :
0,6708 m3 (on dry rodded basis) dalam setiap m3 beton.
Kebutuhan
coarseaggregate (kering) adalah : 1797,667 x 0,6708 =
1205,875 kg.
Langkah 7 : Dengan diketahui jumlah air, semen, dan coarse aggregate.dalam
1 m3 beton maka sisanya adalah bagian dari fine aggregate dan
udara. Kebutuhan jumlah fine aggregate yang dibutuhkan dapat
ditentukan atas salah satu cara, yaitu : cara berat dan volume
absolut seperti akan dipaparkan dalam langkah 7.1. dan 7.2..
7.1. Dasar Berat
Dari tabel A 1.5.3.7.1., berat 1 m3non air entrained concrete dibuat
dengan agregat dengan diameter maksimum 31,5 mm diperkirakan
adalah 2395,600 kg (untuk percobaan adukan, penyesuaian
Kelompok 2 22
kembali dari perbedaan-perbedaan slump, semen, specificgravity
dari agregat tidaklah menentukan).
Berat masing-masing bahan yang telah dihitung adalah :
Air (netto) : 186,76 kg
Semen : 376,899 kg
Coarse Aggregate : 1205,875 kg
——————+
Jumlah : 1769,5344 kg
Berat fine aggregate menjadi : 2395,600 - 1769,5344 = 626,066 kg
Berat fine sand = 0,540 x 695,576 = 338,041 kg
Berat coarse sand = 0,460 x 695,576 = 288,025 kg
Setelah perencanaan bahan dilakukan, semua bahan yang telah
disiapkan dicampur dengan cara memasukkan bahan-bahan
tersebut secara berurutan ke dalam mesin pengaduk (mollen), yaitu
coarse aggregate, coarse sand, fine sand, semen, dan air.
Kemudian mesin pengaduk diputar ± 5 menit, sehingga campuran
beton teraduk secara rata dan homogen.
Perhitugan kedua dicoba dengan menggunakan Gradasi.
Didapat :
Jumlah berat agregat total = 1205,875 + 338,041 + 288,025
= 1831,941 kg/m3
1. Berat agregat kasar = 0,5 x 1831,941 = 915,970 kg/m3
2. Berat pasir kasar = 0,5 x 1831,941 = 915,970 kg/m3
Kesimpulan : Untuk menbuat 1 m3 beton dibutuhkanKelompok 2 2
3
Berat air = 186,76 kg
Berat semen = 376,899 kg
Berat agregat kasar = 915,970 kg
Berat pasir kasar = 915,970 kg
—————— +
Jumlah = 2395,6 kg
7.2. Perbandingan Berat Dari Material Untuk 1 m 3 Beton Yang
Dihitung Atas Dua Dasar Perhitungan Diperbandingkan Di Bawah
Ini :
Tabel 3.1 Komposisi campuran beton
MATERIAL
Dasar
Perkiraan Berat
1 m3
(kg)
Air 186,76
Semen 376,899
Coarse Aggregate (dry) 915,970
Coarse Sand (dry) 915,970
Jumlah 2395,600
Setelah semua bahan campuran beton diaduk rata, kemudian dilakukan beberapa
pengujian, yaitu slump test dan air meter.
3.2.1 Slump test
Tujuan
Kelompok 2 24
Menentukan kekentalan (konsistensi) adukan beton.
Langkah Kerja
Campuran beton (fresh concrete) diisi ke dalam kerucut Abram’s yang
ditempatkan diatas plat baja, dimana pengisiannya atas 3 lapisan (1/3
bagian kerucut) yang bagian setiap lapisan ditumbuk sebanyak 25x dengan
tongkat yang panjangnya 60 cm. Saat pengisian kaki kerucut diinjak
sampai cetakan tepat terisi. Lalu kerucut diangkat vertikal dan diukur jarak
turun permukaan terhadap tinggi semula.
3.2.2s Pembebanan Benda Uji
Pada umur14 dan 28 hari benda uji dilakukan pengujian kuat tekan dan
sebelumnya ditimbang terlebih dahulu.
Kuat tekan beton/benda uji dapat dihitung dengan rumus :
ƒ =
PA
Keterangan :
ƒ = Kuat tekan beton (kg/cm2)
P = Beban hancur (ton)
A = Luas penampang (cm2)
= ¼ π d2
= ¼(3,14)(15)2
= 176,625 cm2
Kelompok 2 25
Air yang dibutuhkan adalah 186,76m3 (didapat dengan cara interpolasi linier).
FAS untuk non air entrained concrete dengan tegangan 323 kg/cm2 dari tabel A
1.5.3.4 adalah 0,543. Sehingga jumlah semen yang dibutuhkan :
=
JumlahAirYangDiperlukanFaktorAirSemen =
186,76 0 , 496 = 376,899 kg/m3
Untuk mencampur pada 10 silinder uji standar, maka komposisi campuran yang
dibutuhkan dapat dihitung :
V1 b.uji = ¼ π d2h
V10 b.uji = 5 (¼) (3,14) (15 cm)2 (30 cm) + 5 (¼) (3,14) (10 cm)2 (20 cm)
= 34361,170 cm3
= 0,03436 m3
Volume material yang akan digunakan dalam pengecoran :
+10% ——————► (1,1) x 0,03436 m3
= 0,03780m3≈ 0,038 m3
Tabel 3.2 Komposisi campuran beton
MaterialBerat 1 m3 Beton
(kg)Berat Beton (2) x 0,038 (kg)
(1) (2) (3)
Air 186,76 7,1
Semen 376,899 14,32
Coarse Aggregate 915,970 34,81
Coarse Sand 915,970 34,81
Jumlah 2395,600 91,04
Kelompok 2 26
3.3 Pengujian Tekan Benda Uji Beton
Pengujian benda uji dilakukan pada saat benda uji berumur 14 dan 28 hari.
Sebelum dilakukan pengujian, benda uji dikeluarkan dari bak perendaman dan
dikeringkan dengan kain lap, setelah itu dibiarkan kurang lebih 24 jam dengan
suhu normal (± 27º) . Setelah itu benda uji ditimbang dan diukur dimensinya.
Terakhir dilakukan pengujian kuat tekan dengan menggunakan penguji portable
compressor dengan kapasitas 200 ton sampai hancur.
Kelompok 2 27