bab 1, 2, 3, 4 rahasia kedokteran-autopsi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

rahasia kedokteran-autopsi

Citation preview

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangDi jaman era globalisasi saat ini kemudahan akses informasi melalui media internet meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal-hal yang terjadi di penjuru dunia ataupun tentang pengetahuan-pengetahuan umum tidak terkecuali tentang pengetahuan kedokteran. Peningkatan pengetahuan masyarakat tentang tindakan kedokteran sebanding dengan peningkatan kasus tuntutan pasien terhadap tindakan yang dilakukan oleh dokter. Kasus tuntutan pasien tersebut sebagian besar dikarenakan kurangnya komunikasi antara dokter dengan pasien. Oleh karena itu tindakan kedokteran harus diikuti dengan pembuatan tindakan persetujuan tindakan medik (informed consent) dan terjaminnya kerahasiaan pasien.Dokter harus sadar bahwa masyarakat kita sekarang ini sudah kritis dan dapat merespon terhadap segala sesuatu yang dirasa tidak sesuai dan merugikan mereka. Sering timbul masalah yang menyangkut hubungan dokter, pasien, dan pembocoran rahasia. Harus disadari bahwa tanggung jawab dari profesi kedokteran ini sangatlah besar dan harus sesuai dengan hukum yang berlaku termasuk kode etik kedokteran dan kondisi masyarakat.Seperti yang telah kita ketahui, tindakan terapeutik memiliki hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak secara timbal balik. Salah satu kewajiban dokter adalah berkewajiban menyimpan rahasia kedokteran yang dimiliki pasiennya. Di bidang Etik Kedokteran, sepanjang dapat ditelusuri masalah rahasia kedokteran mulai diatur dalam Sumpah Hipocrates pada abad 469-399 SM yang berbunyi, Apa yang saya lihat atau dengar sewaktu menjalankan praktek atau tidak, tentang kehidupan seseorang yang seharusnya tidak diungkapkan, akan saya perlakukan sebagai rahasia.Rahasia kedokteran tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah berkas yang disebut dengan Rekam Medik/Kesehatan. Dengan demikian pemilik rahasia kedokteran dan isi rekam medik/kesehatan adalah pasien, sedangkan dokter mempunyai kewajiban untuk merahasiakan isi rekam medis tersebut terhadap pihak-pihak lain selain pasien. Hak atas rahasia kedokteran ini bertujuan untuk melindungi hubungan baik antara dokter dengan pasiennya, sebab rahasia merupakan hak dasar manusia.Permasalahan mengenai rahasia kedokteran dalam hal akan dilakukannya pemeriksaan kedokteran forensik terutama pemeriksaan dalam menjadi latar belakang dalam penulisan referat ini. Oleh karena itu, penulis memilih judul hubungan rahasia kedokteran dengan bedah jenazah.

1.2 Rumusan Masalaha. Bagaimana hubungan rahasia kedokteran dengan bedah jenazah?

1.3 Ruang Lingkup MasalahMakalah ini akan membahas mengenai hubungan rahasia kedokteran dengan bedah jenazah.

1.4 Tujuan Penulisana. Untuk mengetahui hubungan rahasia kedokteran dengan bedah jenazah

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rahasia Kedokteran2.1.1 PengertianRahasia kedokteran adalah suatu norma yang secara tradisional dianggap sebagai norma dasar yang melindungi hubungan dokter dengan pasien. Dalam Sumpah Hipocrates, rahasia kedokteran berbunyi :When i may see or hear in the course of the treatment or even outside of the treatment in regard to the life of men,which on no account one must spread abroad, I will keep to myself hording such things shamefull to be spoken about.All that may come to my knowledge in the exercise of my profession or not in connection with it, or in daily commerce with men, which ought not be spoken abroad, i will not divulge abroad and will never real.Demikian pula didalam Kode Etik Kedokteran Internasional terdapat pasal yang berbunyi:A doctor shall preserve absolute secrecy on all he knows about his patients because of the confidence entrusted him.Pasal ini tampak lebih lunak dibandingkan dengan bunyi sumpah Hipocrates.Sumpah Dokter Indonesia salah satunya berbunyi : Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian saya, sedangkan Kode Etik Kedokteran Indonesia merumuskannya sebagai Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966 yang mengatur tentang wajib simpan rahasia kedokteran mewajibkan seluruh tenaga kesehatan untuk menyimpan segala sesuatu yang diketahuinya selama melakukan pekerjaan dibidang kedokteran sebagai rahasia kedokteran. Namun PP tersebut memberikan pengecualian, sebagaimana terdapat dalam pasal 2, yaitu apabila terdapat peraturan perundang-undangan yang sederajat (PP) atau yang lebih tinggi (UU) yang mengaturnya lain.Selain di dalam Sumpah Hipocrates, kewajiban menyimpan rahasia kedokteran juga terdapat pada:

1. Declaration of GenevaDeclaration of Geneva ini adalah versi Sumpah Hipocrates yang dimodernisasi yang diintroduksikan oleh World Medical Association. Khusus yang mengenai rahasia kedokteran berbunyi: I will respect the secrets which are confided in me, even after the patient has died.

2. International Codeof Medical EthicsPada tahun 1968 di Sydney diadakan perubahan pada declaration of Geneva yang kemudian menjadi pedoman dasar untuk terbitnya International Code of Medical Ethics ini. Khusus yang mengenai rahasia kedokteran berbunyi: A doctor shall preserve absolutte secrecy on all he knows about his patients becouse the confidenceentrusted in him

3. Declaration of Lisbon 1981Deklarasi ini menetapkan pula bahwa pasien berhak untuk meminta kepada dokternya agar mengindahkan sifat rahasia dari segala data medik dan data pribadinya.

4. Peraturan pemerintah Nomor 26 Tahun 1966 yang memuat Lafal Sumpah Dokter Indonesia.Dalam Sumpah ini khusunya didalam Penjelasan Pasal 1 Kode Etik Kedokeran berbunyi: Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter.

5. Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) pasal 12 tercantum kalimat sebagai berikut: Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia.

2.1.2 Hak Pasien Terhadap Rahasia KedokteranSetiap pasien yang meminta pertolongan kepada dokter harus merasa aman dan bebas. Pasien harus dapat menceritakan dengan hati terbuka segala keluhan yang mengganggu keadaan jasmani dan rohaninya, dengan keyakinan bahwa hak itu berguna untuk menyembuhkan dirinya. Pasien tidak boleh merasa khawatir bahwa segala sesuatu mengenai keadaan dirinya akan disampaikan kepada orang lain, baik oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Hal tersebut merupakan syarat utama terjadinya hubungan baik antara dokter atau tenaga kesehatan lainnya dengan pasien. Oleh karena itu, dalam hukum kesehatan seorang pasien diberi hak-hak tertentu. Salah satu dari beberapa hak pasien yang dimaksud adalah hak atas rahasia kedokteran.Adapun yang dimaksud dengan rahasia kedokteran menurut ketentuan Pasal 1 PP nomor 10 Tahun 1966 tentang wajib simpan Rahasia kedokteran adalah Segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang tersebut dalam Pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.Didalam penjelasan Pasal 1 tentang kata-kata segala sesuatu yang diketahui maksudnya adalah segala fakta yang didapat dalam pemeriksaan pasien, intepretasinya untuk menegakkan diagnosa dan melakukan pengobatan dari anamnesa, pemeriksaan jasmaniah, pemeriksaan dengan alat-alat kedokteran, dan sebagainya. Juga termasuk fakta yang dikumpulkan oleh pembantu-pembantunya. Seorang ahli obat dan mereka yang bekerja dalam apotek harus pula merahasiakan obat dan khasiatnya yang diberikan dokter kepada pasiennya.Selanjutnya rahasia kedokteran menurut J.Guwandi diartikan sebagai rahasia dibidang kedokteran. Rumusan lain tentang rahasia kedokteran seperti yang tercantum dalam beberapa literatur, ialah segala rahasia yang oleh pasien secara disadari atau tidak disadari disampaikan kepada dokter dan segala sesuatu yang oleh dokter telah diketahuinya sewaktu mengobati danmerawat pasien.Berdasarkan rumusan-rumusan tentang rahasia kedokteran tersebut diatas, maka yang dimaksud dengan hak atas rahasia kedokteran adalah suatu hak yang dimiliki oleh pasien tentang semua fakta atau keadaan pasien yang telah disampaikan dan diketahui dokter atau tenaga kesehatan lainnya termasuk para pembantunya atas dasar kepercayaan.Rahasia kedokteran tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah berkas yang disebut dengan Rekam Medik/Kesehatan. Dengan demikian pemilik rahasia kedokteran dan isi rekam medik atau kesehatan adalah pasien, sedangkan dokter mempunyai kewajiban untuk merahasiakan isi rekam medis tersebut terhadap pihak-pihak lain selain pasien.Hak atas rahasia kedokteran ini bertujuan untuk melindungi hubungan baik antara dokter dengan pasiennya, sebab rahasia merupakan hak dasar manusia.

2.1.3 Kewajiban Dokter untuk Menyimpan Rahasia KedokteranSalah satu di antara beberapa kewajiban dokter adalah menyimpan rahasia kedokteran. Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran tersebut adalah merupakan rahasia jabatan yang harus dipegang teguh oleh dokter dan merupakan syarat yang senantiasa harus dipenuhi untuk menciptakan suasana saling mempercayai yang mutlak dibutuhkan dalam hubungan dokter dengan pasien. Rahasia jabatan dokter dimaksudkan untuk rnelindungi rahasia penyakit pasien sehingga tetap terpelihara kepercayaan pasien terhadap dokternya.Kewajiban para dokter untuk merahasiakan hal-hal yang diketahui karena jabatannya atau pekerjaannya adalah berpijak pada norma-norma kesusilaan, yang pada hakekatnya merupakan suatu kewajiban moral, dan norma hokum.Norma-norma kesusilaan tersebut tidak mencukupi karena banyak tergantung sifat dan kelakuan perseorangan yang tentunya berbeda-beda dan tidak selalu baik. Selain itu apabila terjadi pelanggaran norma kesusilaan sanksinya tidak tegas, yaitu sanksi sosial dari masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu norma hukum, sehingga dapat lebih melindungi kepentingan manusia dan sanksinya lebih tegas jika terjadi pelanggaran.Norma-norma kesusilaan dan norma hukum tadi dicantumkan dalam berbagai peraturan dan undang-undang yang merupakan pedoman seorang dokter dalam menjalankan tugas dan profesinya.

2.1.4 Hukum Kedokteran Mengenai Wajib Simpan Rahasia Kedokteran 1. Arti Rahasia Kedokteran (PP No.10 tahun1966)Rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang harus dirahasiakan mengenai apa yang diketahui dan didapatkan selama menjalani praktek lapangan kedokteran, baik yang menyangkut masa sekarang maupun yang sudah lampau, baik pasien yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.

2. Rahasia PekerjaanSegala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan berdasarkan lafal sumpah yang diucapkan pada waktu menerima gelar seorang dokter.

3. Rahasia JabatanSegala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan berdasarkan lafal sumpah yang diucapkan pada waktu diangkat sebagai pegawai negeri.

4. Peraturan yang Mengatur tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran:a) PP No. 26 Tahun 1960 tentang Lafal Sumpah DokterSaya bersumpah atau berjanji bahwa saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter.

b) Pasal 12 dalamKODEKISeorang dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien karena kepercayaan yang diberikan kepadanya, bahkan juga setelah pasien meninggal dunia.

5. Pihak yang Berkewajiban Menyimpan Rahasia MedisBerdasarkan penjelasan pada pasal 2 PP no.10 tahun 1966 yang wajib menyimpan rahasia medis yaitu :Berdasarkan pasal ini orang (selain dari pada tenaga kesehatan) yang dalam pekerjaanya berurusan dengan orang sakit atau mengetahui keadaan si sakit, (baik) yang tidak maupun yang belum mengucapkan sumpah jabatan, berkewajiban menjunjung tinggi rahasia mengenai keadaan si sakit. Dengan demikian para mahasiswa kedokteran, kedokteran gigi, ahli farmasi, ahli laboratorium, ahli sinar, bidan, para pegawai, murid paramedis, dan sebagainya termasuk dalam golongan yang diwajibkan menyimpan rahasia. Menteri Kesehatan dapat menetapkan, baik secara umum, maupun secara insedentil, orang-orang lain yang wajib menyimpan rahasia kedokteran, misalnya pegawai tata-usaha pada rumahsakit dan laboratorium-laboratorium.Yang termasuk sebagai tenaga kesehatan :a) tenaga medis: dokter, dokter gigi b) tenaga keperawatan: perawat, bidanc) tenaga kefarmasian: apoteker, analisis farmasi, asisten apotekerd) tenaga kesehatan masyarakat: epidemiologi kesehatan, entomology kesehatan, mikrobio, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan, sanitarian kesehatane) tenaga gizi: nutrisionis, defisienf) tenaga keterapian fisik: fisio terapis, okupasi terapis, terapis wicarag) tenaga keteknisan medis: radiographer, radio terapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis

6. Pembukaan Rahasia KedokteranRahasia medis dapat dibuka, ketika:1. Ijin atau Otorisasi PasienBerdasarkan Undang-undang Praktik Kedokteran pasal 48 tentang Rahasia Kedokteran: Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran. Rahasia kedokteran dapat di buka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diaturdengan Peraturan Menteri.Seorang dokter boleh membuka rahasia medis atau rahasia kedokteran tanpa perlu di jatuhi hukuman, apabila dokter membuka rahasia tersebut berdasarkan ketentuan perundang-undangan seperti berikut:

KUHP pasal 49Tidak dipidana, barang siapa yang melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum .

KUHP Pasal 50Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang tidak dipidana.

KUHP Pasal 51Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang di berikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.

7. Sanksi Hukum yang Berhubungan dengan Rahasia MedisMenurut pasal 322 KUHP yang berbunyi:1) Barangsiapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasia yang ia wajib menyimpannya oleh karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dulu, dihukum dengan penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya sembilan ribu rupiah2) Jika kejahatan ini dilakukan terhadap seseorang yang tertentu, ia hanya dituntut atas pengaduan orangtersebutBerdasarkan ayat pertama, bukan hanya dokter melainkan juga seseorang yang berprofesi selain dokter berlaku terhadap sanksi ini, serta sanksi ini akan tetap terus berlaku meskipun seorang dokter tersebut telah tidak berpraktik, sudah pensiun, ataupun pindah pekerjaan.Berdasarkan ayat kedua, apabila dokter membuka rahasia pasiennya, tidak akan langsung dituntut oleh pengadilan, melainkan hanya sesudah ada pengaduan atau tuntutan dari pasiennya.Menurut pasal 1365 KUHP Perdata yang berbunyi:Barang siapa yang berbuat salah sehingga seorang lain menderita kerugian, berwajib mengganti kerugian tersebut

Berdasarkan pasal tersebut, dapat dimengerti bahawa apabila seorang dokter membuka rahasia medis pasiennya, dan pasien tersebut menderita kerugian akibat hal itu,maka dokter tersebut wajib mengganti kerugian pasien tersebut.Selain itu etika kedokteran umumnya membenarkan pembukaan rahasia kedokteran secara terbatas untuk kepentingan konsultasi profesional, pendidikan, dan penelitian. Permenkes No.749a juga memberi peluang bagi penggunaan rekam medis untuk pendidikan dan penelitian.Dalam hal kaitannya dengan keadaan yang memaksa dikenal dua keadaan, yaitu pengaruh daya paksa yang memadai (overmacht) dan keadaan yang memaksa (noodtoestand). Noodtoestand dapat diakibatkan oleh tiga keadaan, yaitu adanya pertentangan antara dua kepentingan hukum, pertentangan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum. Dalam menggunakan alasan-alasan yang bersifat hukum diatas haruslah dilakukan dengan pertimbangan yang matang, dan sebaiknya hanya dilakukan oleh dokter yang bersangkutan dan atau pimpinan sarana kesehatan tersebut.Salah satu contoh dari noodtoestand diatas adalah apabila seorang dokter menemui kasus korban child abuse yang berat atau patut diduga akan terjadi pengulangan yang lebih berat di kemudian hari. Dalam hal ini, menjaga rahasia kedokteran adalah kewajiban hukum bagi dokter, namun memberitahukan peristiwa ini kepada pihak yang berwenang adalah demi membela kepentingan hukum pasien (si anak). Lebih jauh dapat dikatakan bahwa apabila ia tidak memberitahukan kepada pihak yang berwenang maka keadilan tidak tercapai (obstruction of justice) dan si anak (pasien) mungkin akan diperburuk keadaannya (bertentangan dengan prinsip etika kedokteran beneficence dan non malaficence ).

-

8. Hal-Hal yang dapat Menggugurkan Kewajiban Dokter dalam Menjaga Rahasia KedokteranSeperti yang telah dibicarakan diatas, bahwa pada dasarnya kewajiban menyimpan rahasia kedokteran sesungguhnya berlaku bagi setiap dokter yang menjalankan tugas dan profesinya. Seorang dokter yang melanggar kewajiban menyimpan rahasia kedokteran tanpa alasan-alasan yang dapat dibenarkan dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dan tak ketinggalan pula akan mendapat sanksi administrasi.Namun terhadap kewajibannya ini sifatnya tidak mutlak. Artinya dalam situasi-situasi tertentu seorang dokter dapat memberitahukan atau membeberkan tentang rahasia kedokteran yang diketahuinya.Menurut Herkutanto sebagaimana disitir oleh J.Guwandi ada beberapa keadaan dimana dokter dapat membuka rahasia kedoktera tersebut tanpa sanksi hukum. Keadaan tersebut dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu :1. Adanya kerelaan atau izin pasien2. Pembukaan rahasia kedokteran atas dasar KUHP pasal48, 50, dan 51.Sementara itu, Eck mengemukakan empat justifikasi untuk pengecualian pengungkapan rahasia kedokteran, yaitu :1.Ijin dari pasien2. Keadaan yang mendesak atau terpaksa3. Peraturan perundang-undangan4. Perintah jabatan yang sahPendapat lainnya dikemukakan oleh Fred Amelin yang mengatakan bahwa ada enam hal yang memungkinkan seorang dokter untuk membuka rahasia kedokteran, yaitu :1. Diatur oleh undang-undang2. Pasien membahayakan umum atau membahayakan orang lain.3. Pasien dapat memperoleh hak khusus4. Pasien secara sadar dan jelas memberikan izin5. Pasien menginginkan untuk ditemani seorang pendamping saat memasuki ruang periksa dokter.Dari beberapa pendapat diatas dapat kita simpulkan hal-hal apa saja yang dapat menggugurkan seorang dokter dalam menjaga kerahasiannya, yaitu antara lain:1. Adanya izin dari pasienDalam hal ini rahasia kedokteran adalah milik atau hak dari pasien, sehingga hanya pasienlah yang satu-satunya dapat memutuskan apakah rahasia tentang kondisi medisnya dapat diberitahukan kepada orang lain atau tidak . Izin dari pasien ini juga yang melegalkan seorang dokter untuk mengungkapkan rahasia kedokteran serorang pasien tanpa ancaman sanksi hukum. Izin ini dapat berupa izin yang tertulis ataupun lisan.2. Adanya keadaan yang mendesakHal ini sesuai dengan pasal 48 KUHP Siapa pun tak terpidana jika melakukan suatu perbuatan karena terdorong oleh keadaan yang terpaksa. Terpaksa dalam hal ini bersifat relatif , yaitu dimana terjadi karena adanya tekanan atau kondisi darurat yang mana apabila kondisi itu tidak ada maka keadaan terpaksa itu tidak ada.3. Adanya peraturan perundang-undanganPasal 50 KUHP mengatakan barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang tidak dipidana. Dalam hal ini dapat dianggap bahwa secara materil oleh undang-undang sudah dipertimbangkan bahwa terdapat kepentingan yang lebih besar dan secara formil justifikasinya terletak pada adanya perundang-undangan.4. Adanya perintah jabatanSebagai pembenar lain seorang dokter dapat tidak menjaga rahasia kedokteran diatur pada pasal 51KUHP. Pasal ini mengatur seorang dokter yang mempunyai jabatan rangkap seperti dokter militer atau dokter penguji kesehatan yang mana hasil medis dari pasien dapat diberitahukan kepada institusi yang meminta tanpa perlu izin dar pasien terlebih dahulu.

5. Demi kepentingan umumAlasan ini muncul karena dalam praktek keseharian manusia dalam hal ini seorang pasien merupakan public figure atau tokoh masyarakat yang dianggap penting bagi masyarakat.

2.2 Autopsi atau Bedah JenazahAutopsi atau bedah jenazah adalah pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam pada jenazah yang dilakukan secara ilmiah untuk menentukan adanya proses-proses penyakit, adanya kelainan kelainan pada tubuh jenazah, atau adanya rudapaksa pada tubuh jenazah serta untuk menentukan sebab kematian dari jenazah tersebut (Ferdinandus, 1984).Autopsi dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu:a. Autopsi KlinikAutopsi klinik merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan cara pembedahan untuk mengetahui dengan pasti penyakit atau kelainan yang menjadi sebab kematian dan untuk penilaian hasil pemulihan kesehatan. Selain itu, autopsi klinik juga untuk menentukan kebenaran-kebenaran maupun kesalahan-kesalahan dokter dalam mendiagnosa penyakit maupun dalam memberikan pengobatan. Jenis autopsi ini dilakukan oleh dokter ahli ilmu patologi anatomi yang mempunyai keahlian khusus di bidang tersebut. Autopsi klinik biasanya diminta oleh pihak keluarga dari jenazah untuk mengetahui sebab kematian dari jenazahb. Autopsi AnatomisJenis autopsi ini biasanya dilakukan oleh mahasiswa kedokteran untuk mempelajari susunan alat-alat dan jaringan tubuh manusia dalam keadaan sehat. Jenis autopsi ini dilakukan dalam bangsal anatomi di bawah pengawasan dari dokter ahli anatomic. Autopsi ForensikAutopsi forensik merupakan autopsi yang dilakukan atas dasar perintah yang berwajib untuk kepentingan peradilan, karena peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana. Tindakan autopsi forensik dilakukan dengan cara pembedahan terhadap jenazah untuk mengetahui dengan pasti kelainan yang menjadi sebab kematian. Pada autopsi forensik perlu ditentukan hubungan sebab akibat antara perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang dengan akibat yang terjadi pada tubuh korban. Berdasarkan hubungan sebab akibat ini hakim bisa memberikan pertimbangan dalam memutus suatu perkara. Autopsi kehakiman ini dilakukan oleh dokter ahli forensik (Hamdani, 1992).

2.2.1 Teknik AutopsiTeknik pemeriksaan autopsi terdiri dari pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, pemeriksaan tambahan dan pemeriksaan khusus.1. Pemeriksaan LuarPada pemeriksaan luar jenazah dilakukan secara cermat untuk melihat, mencium dan meraba apa yang ada pada tubuh jenazah termasuk asesoris yang melekat. Sistematika pemeriksaan luar adalaha. Identitas Identitas merupakan hal yang pertama kali diperhatikan pada pemeriksaan luar jenazah. Pencocokan nomor, nama, tanggal dan jam kematian dengan yang ada di surat permintaan visum at repertum. Pencocokan jenazah terutama dilakukan apabila jenzah lebih dari satu. Untuk jenazah yang sudah pasti identitasnya maka hanya dilakukan identifikasi umum yaitu jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, ras, umur. Sedangkan, pada jenazah yang belum pasti identitasnya maka dilakukan identifikasi sekunder yaitu sidik jari, gigi geligi, golongan darah, tatto, properti yang menempel di tubuh jenazah (Glaisters, 1973).b. Lebam dan Kaku JenazahLebam mayat muncul terkadang 30-45 menit setelah kematian. Kemunculan lebam mayat menunjukkan posisi kematian jenazah. Pada jenazah yang terlentang, lebam mayat muncul pertama kali di bagian tengkuk (Rezek and Millard, 1963). Terbentuknya lebam mayat dikarenakan oleh hipostasis aliran darah kapier yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Efek hipostasis juga terjadi pada organ internal yang dapat dilihat pada bagian posterior paru-paru, bagian posterior dinding lambung, bagian inferior traktus intestinum dan pada bagian ginjal. Terdapatnya lebam mayat pada organ internal harus dapat dibedakan dengan kondisi patologik (Glaisters, 1973). Hipostasis juga dapat melebar apabila terdapat subcutaneus haemorhage. Pada regio occipital, hipostasis harus dapat dibedakan dengan adanya suspek perdarahan akibat trauma (Rezek and Millard, 1963)Warna lebam mayat pada kulit sangat bervariasi, hal tersebut dipengaruhi oleh warna kulit dan penyebab kematian. Pada jenazah yang berkulit hitam, lebam mayat sedikit sulit untuk terihat. Sedangkan pada jenazah berkulit putih maka akan terlihat berwarna merah-keunguan. Jenazah yang meninggal diakibatkan keracunan zat sianida atau karbon monoksida lebam mayat akan terlihat berwarna merah (Cherry red) (Rezek and Millard, 1963). Warna ebam mayat gelap menunjukkan asfiksia. Sedangkan lebam mayat berwarna biru menunjukkan keracunan nitrat dan lebam mayat berwarna merah coklat menunjukkan kemungkinan keracunan potasium (Spitz, 1997). Tidak adanya lebam mayat bukan berarti menunjukkan onset kematian yang cepat tapi bisa juga disebabkan karena terjadinya perdarahan yang hebat atau terjadinya anemia kronis pada jenazah (Rezek and Millard, 1963).Dua jam atau tiga jam seteah kematian, maka akan muncul kondisi relaksasi otot secara umum. Pada kondisi ini terjadi pendataran otot menonjol yang diakibatkan kontak dengan permukaan keras. Bagian tubuh yang sering mengaami hal tersebut adalah bagian pantat dan betis yang menjadi rata akibat tekanan dari permukaan keras. Hal ini berguna untuk keperluan penyidikan apabila terjadi perubahan posisi pada jenazah (Glaisters, 1973).Kondisi relaksasi otot secara umum akan mulai di gantikan dengan kekakuan otot secara progresif. Kekakuan tersebut terjadi pada otot volunter maupun involunter. Menurut teori Szent-Gyorgyi menjelaskan secara kimiawi kenapa terjadi keadaan kaku jenazah yang disebabkan kontraksi dari otot. Menurut Szent-Gyorgyi, faktor prinsip yang menyebabkan kelenturan otot adalah derajat hidrasi protein. Hal ini tergantung pada jumlah Adenosine triphosphate (ADP) yang di absorbsi pada myosin otot. ADP yang lama kelamaan akan habis setelah kematian akan menyebabkan dehidrasi protein yang pada akhirnya menyebabkan kaku jenazah (Glaisters, 1973).Manifestasi pertama kaku jenazah dapat ditemukan pada otot kelopak mata dan rahang bawah yang biasanya terjadi tiga atau empat jam pertama setelah kematian. Setelah itu, kekakuan akan terjadi berurutan pada bagian otot leher, wajah, thorax, ekstremitas atas, dan ekstremitas bawah. Kekakuan otot secara umum akan bertahan selama 10-12 jam lalu akan terjadi periode relaksasi sekunder. Otot-otot yang pertama kali mengalami kekakuan maka akan menjadi otot yang pertama kali mengalami relaksasi sekunder (Glaisters, 1973).

c. Penampakan Fisik dan DeformitasPada pemeriksaan luar akan dapat terlihat apakah terdapat deformitas atau kelainan pada jenazah seperti Dwarfism, Gigantism, Spinal Deformities, obesitas, Cachexia, Septicemia, Edema, perdarahan dan kelainan pada pigmen kulit (Rezek and Millard, 1963).d. RambutKehilangan rambut pada kepala dapat menunjukkan keadaan malignancy pada jenazah. Hal tersebut kemungkinan dapat diakibatkan karena sinar radiasi atau proses pengobatan sel kanker. Selain itu, rambut kepala yang tipis dan kering dapat menunjukkan bahwa terjadi cretinism pada jenazah. Kehilangan rambut tubuh pada pria dapat menunjukkan kemungkinan jenazah mengidap penyakit sirosis hepatis (Rezek and Millard, 1963).e. WajahKarakteristik wajah dapat menunjukkan kondisi pada jenazah seperti akromegali, cretinism, dan mongolism. Wajah juga dapat menunjukkan terjadinya malformasi dan simetri. Edema mengindikasikan sindroma nefrotik, Cushings disease, overdosis steroid. Uremic frost juga dapat terlihat pada jenazah yang mengalami gagal ginjal (Rezek and Millard, 1963). Eksopthalmus bilateral pada mata menunjukkan terjadinya hipertiroid. Edema pada kelopak mata dapat mengindikasikan infeksi atau terjadinya trauma pada kelopak mata atau terjadinya fraktur basis cranii. Ulcerasi pada mata juga dapat menunjukkan terjadinya trauma baik tumpul atau tajam. Petechial haemorrhage pada ujung bola mata dapat menunjukkan terjadinya asfiksia pada jenazah (Rezek and Millard, 1963).

2. Pemeriksaan DalamPemeriksaan dalam merupakan pemeriksaan bedah jenazah. Pada pemeriksaan dalam organ-organ yang dikeluarkan untuk dilakukan pemeriksaan adalah organ dalam leher, organ dalam dada, dan rongga perut. Tehnik pemeriksaan dalam yaitu;a. Jenazah terletak terlentang, bahu ditinggikan, kepala dalam keadaan fleksi maksimal dan leher tampak jelas.b. Dilakukan incisi I atau Y (Untuk biasanya dilakukan pada korban yang mengalami jejas pada bagian leher)c. Untuk incisi I, incisi mengikuti garis pertengahan tubuh, diawalai dari bawah dagu lalu turun kearah umbilikus.d. Incisi di daerah abdomen, diawali dari epigastrium lalu menembus peritoneum. Memasukkan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri kedalam lubang incisi lalu menarik dinding abdomen ke atas dan pisau diletakkan diantara dua jari diteruskan incisi sampai ke simfisis pubis e. Melepaskan dinding perut bagian atasf. Membuka rongga dadag. Melepaskan perlekatan antara paru-paru dengan dinding rongga dadah. Pemeriksaan kepalai. Pemeriksaan organ-organ tubuh1. Skull dan Central Nervous SystemDalam pemeriksaan dalam yang harus di periksa adalaha. Scalp. Ketebalan dura, warna, transparansi, perdarahan dan kalsifikasi. Sinus vaskular, apakah terdapat trombosis atau robekanb. Otak. Berat otak, simetris permukaan otak, pendekatan gyrus otak, lesi otak, palpasi seluruh bagian untuk mengetahui adanya tumor, inspeksi sutura mayor.c. Basis. Inspeksi circle of willis dan kondisi arteri utama seperti arteriosklerosis atau trombosis. Inspeksi serebelum, dan batang otak. 2 Organ Lehera. Thyroid. Ukuran kelenjar tiroid, bentuk, berat, permukaan, apakah terdapat massa.b. Thymus. Ukuran, bentuk, konsistensic. Arteri dan vena utama. d. Epiglotis, laring, dan trakea. Inflamasi, edema, obstruksi, deviasi dan kompresi3 Body Cavitiesa. Inspeksi kavum thorax. Tulang thorax, aorta, esofagus, diafragma.b. Kavum pleura. Adesi, lokasi, jumlah, kekuatan. Cairan, jenis cairan, warna cairan, apakah terdapat darah atau pus.c. Kavum perikardium. Transparansi, warna, konsistensi, jumlah cairan, apakah ada darah atau eksudat. Adesi, lokasi, jumlah, kekuatan.d. Kavum peritonium. Tanda-tanda peritonitis, posis omentum, ketebalan, warna, massa abnormal. Apakah semua organ gastrointestinal berada pada posisi yang normal.4 Body Organsa. Jantung. Berat, posisi apex, hipertrofi katub, permukaan, warna,lemak, diameter, kekakuan. Kondisi setiap katub seperti ketebalan otot, diameter. Pada arteri pulmonalis dan aorta di perhatikan apakah terdapat arteriosklerosis atau kalsifikasi. Arteri koronaria juga di perhatikana ukuran dan posisi, atheriosklerosis, calsifikasi atau oklusi.b. Esofagus. Diameter, Diverticula, ulcer, varises, kontriksi atau perforasi.c. Paru. Berat masing-masing paru. Permukaan, warnanya, pegmentasi, emfisema, skar, kolaps, adesi. Bronkus. Mukosa, warna, ketebalan, apakah didalamnya terdapat perdarahan atau makanan. Arteri pulmonalis. Apakah terdapat emboli atau trombus? Permukaan terpotong paru, warna, ketebalan, krepitasi, konsistensi, infark, edema, eksudat, kista, fibrosis.d. Liver. Berat. Permukaan luar, kapsul, adesi, warna, konsistensi, lobul. Permukaan dalam, warna, fibrosis, lobul, massa abnormal, kondisi dari postal hepatikae. Kandung Empedu. Ukuran, bentuk, ketebalan, adesi.f. Traktus Gastrointestinal. Ulcer, tumor, mukosa, hernia,intusepsi, volvulus, obstruksi.g. Pankreas. Berat, warna, bentuk, konsistensi, jumlah lemak, fibrosis.h. Ginjal. Berat. Kapsul, warna, permukaan. Pelvis, apakah terdapat batu, perdarahan, dilatasi, eksudat. Ureter, bentuk dan mukosa. i. Kandung Kemih.Bentuk dan ketinggian di bandingkan simpisis. Volume, bau, warna, perdarahan, inflamasi, batu

2.2.3 Dasar Hukum AutopsiPelaksanaan autopsi di Indonesia tidak merupakan keharusan bagi semua kematian, namun sekali diputuskan oleh penyidik perlunya autopsi maka tidak ada lagi yang boleh menghalangi pelaksanaannya (pasal 134 KUHAP dan pasal 222 KUHP), dan tidak membutuhkan persetujuan keluarga terdekatnya.Isi pasal 134 KUHAP menyatakan(1) Dalam hal yang sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban(2) Dalam hal keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaiman dimaksud dalam pasal 133 ayat (3)Isi pasal 222 KUHP menyatakanBarangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

BAB 3PEMBAHASAN

Rahasia kedokteran menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 Tahun 1966 adalah segala sesuatu yang harus dirahasiakan mengenai apa yang diketahui dan didapatkan selama menjalani praktik lapangan kedokteran, baik yang menyangkut masa sekarang maupun yang sudah lampau, baik pasien yang masih hidup atau yang sudah meninggal. Pada PP No. 26 Tahun 1960 tentang lafal sumpah dokter juga membahas rahasia kedokteran yang berisikan Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter. Kedua peraturan pemerintah inilah yang menjadi dasar hukum yang mewajibkan dokter merahasiakan segala sesuatu tentang pasien, baik pasien yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal.Yang berkewajiban menyimpan rahasia medis menurut pasal 2 PP No.10 Tahun 1966 yaitu orang (selain tenaga kesehatan) yang dalam pekerjaannya berurusan dengan orang sakit atau mengetahui keadaan si sakit, baik yang tidak maupun yang belum mengucapkan sumpah jabatan, berkewajiban menjunjung tinggi rahasia mengenai keadaan si sakit. Dengan demikian para mahasiswa kedokteran, kedokteran gigi, ahli farmasi, ahli laboratorium, ahli sinar, bidan, perawatm para pegawai, murid paramedis, dan sebagainya termasuk dalam golongan yang diwajibkan menyimpan rahasia.Rahasia kedokteran ini dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien dengan beberapa kondisi, yaitu:1. Adanya izin dari pasienDalam hal ini rahasia kedokteran adalah milik atau hak dari pasien, sehingga hanya pasienlah yang satu-satunya dapat memutuskan apakah rahasia tentang kondisi medisnya dapat diberitahukan kepada orang lain atau tidak. Izin dari pasien ini juga yang melegalkan seorang dokter untuk mengungkapkan rahasia kedokteran serorang pasien tanpa ancaman sanksi hukum. Izin ini dapat berupa izin yang tertulis ataupun lisan.2. Adanya keadaan yang mendesakHal ini sesuai dengan pasal 48 KUHP Siapapun tak terpidana jika melakukan suatu perbuatan karena terdorong oleh keadaan yang terpaksa. Terpaksa dalam hal ini bersifat relatif yaitu dimana terjadi karena adanya tekanan atau kondisi darurat yang mana apabila kondisi itu tidak ada maka keadaan terpaksa itu tidak ada.3. Adanya peraturan perundang-undanganPasal 50 KUHP mengatakan barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang tidak dipidana. Dalam hal ini dapat dianggap bahwa secara materil oleh undang-undang sudah dipertimbangkan bahwa terdapat kepentingan yang lebih besar dan secara formil justifikasinya terletak pada adanya perundang-undangan.4. Adanya perintah jabatanSebagai pembenar lain seorang dokter dapat tidak menjaga rahasia kedokteran diatur pada pasal 51 KUHP. Pasal ini mengatur seorang dokter yang mempunyai jabatan rangkap seperti dokter militer atau dokter penguji kesehatan yang mana hasil medis dari pasien dapat diberitahukan kepada institusi yang meminta tanpa perlu izin dari pasien terlebih dahulu.5. Demi kepentingan umum.Alasan ini muncul karena dalam praktek keseharian manusia dalam hal ini seorang pasien merupakan public figure atau tokoh masyarakat yang dianggap penting bagi masyarakat.Pelaksanaan tindakan autopsi di Indonesia seringkali mengalami kesulitan, tindakan autopsi ini merupakan tindakan bedah jenazah yang kontroversial dan banyak mendapatkan kendala dari keluarga korban. Namun di Indonesia, pelaksanaan autopsi forensik bukan merupakan suatu keharusan bagi semua kematian, tetapi apabila sekali diputuskan oleh penyidik perlunya autopsi maka tidak ada lagi yang boleh menghalangi pelaksanaannya dan tidak membutuhkan persetujuan keluarga terdekat. Hal tersebut telah diatur dalam KUHAP pasal 134 yang berbunyi :(1) Dalam hal yang sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban(2) Dalam hal keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaiman dimaksud dalam pasal 133 ayat (3)Dan apabila terdapat yang menghalangi maka diatur dalam pasal 222 KUHP yang berbunyi :Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

BAB 4KESIMPULAN

Dari penjelasan pada pembahasan maka dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:1. Rahasia kedokteran menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 Tahun 1966 adalah segala sesuatu yang harus dirahasiakan mengenai apa yang diketahui dan didapatkan selama menjalani praktik lapangan kedokteran, baik yang menyangkut masa sekarang maupun yang sudah lampau, baik pasien yang masih hidup atau yang sudah meninggal.2. Rahasia kedokteran tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah berkas yang disebut dengan Rekam Medik/Kesehatan. 3. Yang berkewajiban menyimpan rahasia medis menurut pasal 2 PP No.10 Tahun 1966 yaitu orang (selain tenaga kesehatan) yang dalam pekerjaannya berurusan dengan orang sakit atau mengetahui keadaan si sakit, baik yang tidak maupun yang belum mengucapkan sumpah jabatan, berkewajiban menjunjung tinggi rahasia mengenai keadaan si sakit, termasuk para mahasiswa kedokteran, kedokteran gigi, ahli farmasi, ahli laboratorium, ahli sinar, bidan, perawatm para pegawai, murid paramedis, dan sebagainya.4. Rahasia kedokteran ini dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien dengan beberapa kondisi, yaitu:a. Adanya izin dari pasienb. Adanya keadaan yang mendesakc. Adanya peraturan perundang-undangand. Adanya perintah jabatane. Demi kepentingan umum.5. Autopsi atau bedah jenazah adalah pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam pada jenazah yang dilakukan secara ilmiah untuk menentukan sebab kematian dari jenazah tersebut6. Pelaksanaan autopsi di Indonesia tidak merupakan keharusan bagi semua kematian, namun sekali diputuskan oleh penyidik perlunya autopsi maka tidak ada lagi yang boleh menghalangi pelaksanaannya dan tidak membutuhkan persetujuan keluarga terdekatnya.7. Hasil autopsi merupakan salah satu rahasia kedokteran yang wajib dijaga kerahasiaannya.