69
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Data statistik mortalitas, yang meningkat di negara didasari karena surat kematian pada 99 % pada kasus. Validitas dan reabilitas dari data statistik tergantung bagaimana akuratnya pengukuran penyebab kematian pada surat kematian di level populasi. Keakuratan dari surat kematian dapat dilihat dari kualitas investigasi postmortem, kualitas data yang ada pada setiap kematian, dan prosedur koding selama proses registrasi. 1 Keakuratan surat kematian dapat dibantu dengan adanya proses autopsi. Dengan autopsi dapat ditemukan proses penyakit dan atau adanya cedera. Autopsi sendiri merupakan pemeriksaan terhadap tubuh mayat yang terdiri dari pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam. 2 Di Indonesia terdapat tiga macam autopsi, yaitu autopsi anatomi, autopsi klinik, dan autopsi medikolegal. Autopsi klinik dan autopsi medikolegal memegang peranan penting dalam penentuan sebab kematian dan digunakan secara umum dalam praktek kedokteran. Oleh sebab itu pada makalah ini akan dibahas mengenai autopsi klinik dan medikolegal. 1.2. Tujuan Penulisan 1

Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

  • Upload
    mgivar

  • View
    76

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

blbkabkbkbbkbkbkbk

Citation preview

Page 1: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Data statistik mortalitas, yang meningkat di negara didasari karena surat

kematian pada 99 % pada kasus. Validitas dan reabilitas dari data statistik

tergantung bagaimana akuratnya pengukuran penyebab kematian pada surat

kematian di level populasi. Keakuratan dari surat kematian dapat dilihat dari

kualitas investigasi postmortem, kualitas data yang ada pada setiap kematian, dan

prosedur koding selama proses registrasi. 1

Keakuratan surat kematian dapat dibantu dengan adanya proses autopsi.

Dengan autopsi dapat ditemukan proses penyakit dan atau adanya cedera. Autopsi

sendiri merupakan pemeriksaan terhadap tubuh mayat yang terdiri dari

pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam.2

Di Indonesia terdapat tiga macam autopsi, yaitu autopsi anatomi, autopsi

klinik, dan autopsi medikolegal. Autopsi klinik dan autopsi medikolegal

memegang peranan penting dalam penentuan sebab kematian dan digunakan

secara umum dalam praktek kedokteran. Oleh sebab itu pada makalah ini akan

dibahas mengenai autopsi klinik dan medikolegal.

1.2. Tujuan Penulisan

Mengetahui tentang autopsi klinik dan aspek medikolegal yang digunakan

dalam praktek autopsi klinik.

1.3. Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini dengan menggunakan metode kepustakaan

yang mengacu dari berbagai literatur.

1

Page 2: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

1.4. Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat bagi Mahasiswa

Dengan penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi

baru kepada mahasiswa untuk mengetahui mengenai autopsi klinik dan aspek

medikolegalnya dalam penerapannya di ilmu kedokteran forensik.

1.4.2. Manfaat bagi Masyarakat

Diharapkan dari penulisan makalah ini dapat memberikan wawasan

kepada masyarakat mengenai autopsi klinik dan aspek medikolegalnya.

2

Page 3: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Autopsi

Autopsi berasal dari kata auto yang artinya sendiri dan opsis yang artinya

melihat. Autopsi ialah pemeriksaan terhadap tubuh mayat yang terdiri dari

pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukan

proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan-

penemuan tersebut, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan

sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab

kematian.2,3

Berdasarkan tujuannya, autopsi terbagi atas tiga jenis, yaitu:

1. Autopsi Anatomi

Autopsi anatomi dilakukan untuk kepentingan pendidikan mahasiswa

kedokteran. Bahan yang dipakai adalah mayat yang dikirim ke rumah sakit

yang telah disimpan selama 2 x 24 jam di laboratorium ilmu kedokteran

foensik dan tidak ada ahli waris yang mengakuinya. Kemudian diawetkan

di laboratorium anatomi dan disimpan sekurang-kurangnya satu tahun

sebelum digunakan.2

2. Autopsi Klinik

Autopsi klinik adalah autopsi yang dilakukan terhadap mayat seseorang

yang dirawat di rumah sakit dan diduga meninggal akibat suatu penyakit.2

3. Autopsi Forensik atau Medikolegal

Autopsi forensik atau medikolegal adalah autopsi yang dilakukan terhadap

mayat seseorang yang diduga meninggal akibat suatu sebab yang tidak

wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan, maupun bunuh diri.

Autopsi ini dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan

adanya penyidikan suatu perkara.2

2.2. Indikasi Autopsi

3

Page 4: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

UCDAVIS Health System Department of Pathology and Laboratory

Medicine membagi indikasi autopsi menjadi dua jenis, yaitu 4:

a. Indikasi umum

1. Penyebab kematian yang tidak diketahui

2. Kematian yang dipertanyakan mengenai keefektifan terapi atau

perkembangan penyakitnya

3. Permintaan keluarga atau asuransi

4. Kematian yang dicurigai oleh penyakit genetik tetapi belum

dikonfirmasi kebenarannya sebelum kematian

5. Kematian ketika menjalani terapi atau sedang menjalani prosedur

diagnostik

6. Kematian tiba-tiba yang terjadi di rumah sakit yang merupakan

kematian wajar

b. Indikasi khusus

1. Kematian yang tidak diharapkan yang terjadi saat menjalani

prosedur terapi gigi, bedah, medikal

2. Kematian yang wajar yang mememang termasuk kasus forensik:

a. Death on Arrival

b. Kematian yang terjadi dalam 24 jam setelah tatalaksana di

rumah sakit

c. Kematian dimana pasien menderita cedera saat dirawat di

rumah sakit.

3. Kematian karena resiko tinggi infeksi dan penyakit menular

2.3. Teknik Autopsi

Teknik autopsi dapat berbeda-beda di setiap bagian kedokteran forensik.

Terdapat beberapa teknik autopsi yang digunakan di bagian kedokteran forensik

di Indonesia, antara lain5,6:

1. Teknik R. Virchow

Teknik ini merupakan teknik tertua dan telah digunakan secara luas

dengan beberapa metode. Setelah pembukaan rongga tubuh, organ di

keluarkan satu persatu dan langsung diperiksa. Langkah pertama yaitu

4

Page 5: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

dengan membuka rongga kepala diikuti tulang belakang lalu

mengeluarkan organ thoraks, servikal, dan abdominal sehingga kelainan

yang terdapat pada masing-masing organ dapat terlihat. Tetapi hubungan

anatomi antarorgan menjadi sulit dideteksi.6

2. Teknik Rokitansky

Teknik ini dilakukan dengan cara mengiris secara insitu dan

dikombinasikan dengan mengeluarkan organ sekaligus (enblok). Organ-

organ yang diperiksa dengan melakukan beberapa irisan insitu setelah itu

organ-organ tersebut dikeluarkan dalam kumpulan-kumpulan organ

(enblok). Teknik ini jarang dipakai karena tidak menunjukkan keunggulan

yang lebih baik dibandingkan teknik lain.6

3. Teknik Letulle

Rongga tubuh dibuka lalu organ yang berada di leher, dada, diafragma,

dan perut dikeluarkan sekaligus. Teknik ini merupakan teknik terbaik pada

pemeriksaan rutin. Keunggulan dari teknik ini adalah hubungan semua

organ masih dapat dipertahankan setelah keluar dari rongga tubuh dan

tubuh dapat bertahan sekurang-kurangnya 30 menit tanpa harus secepatnya

dideteksi.6

4. Teknik Ghon

Teknik ini dilakukan dengan pembukaan rongga tubuh dimana organ

leher, dada, hati, limpa, dan organ pencernaan, serta organ urogenital

diangkat keluar sebagai tiga kumpulan organ-organ (blok). Modifikasi

teknik ini sering digunakan 6.

2.4. Pelaksaan Autopsi

Sebelum autopsi dimulai, ada beberapa hal perlu mendapat perhatian antara

lain sebagai berikut 2:

a. Kelengkapan surat-surat mengenai autopsi yang akan dilakukan. Untuk

autopsi klinik, yang harus diperhatikan apakah surat izin autopsi klinik

telah ditandatangani oleh keluarga terdekat dan yang bersangkutan.

Perhatikan pula jenis autopsi yang diizinkan oleh pihak keluarga.

Sedangkan dalam hal autopsi forensik, hal yang perlu diperhatikan

5

Page 6: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

apakah Surat Permintaan Pemeriksaan/ Pembuatan Visum et Repertum

telah ditandatangani oleh pihak penyidik yang berwenang. Untuk Autopsi

forensik, mutlak dilakukan pemeriksaan lengkap yang meliputi

pembukaan seluruh rongga tubuh dan pemeriksaan seluruh organ.2

b. Mayat yang diautopsi harus benar-benar mayat yang dimaksudkan dalam

surat yang bersangkutan. Dalam hal autopsi forensik, yang diperhatikan

apakah terhadap mayat yang akan diperiksa telah dilakukan identifikasi

oleh pihak yang berwenang berupa penyegelan dengan label polisi yang

memuat antara lain nama, alamat, tanggal kematian, tempat kematian dan

sebagainya yang harus diteliti apakah sesuai dengan data-data yang

tertera dalam Surat Permintaan Pemeriksaan.2

c. Keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian mungkin

dikumpulkan dengan lengkap. Pada kasus-kasus autopsi klinik status

riwayat penyakit dan pengobatan dapat memberi petunjuk arah

pemeriksaan yang akan dilakukan. Untuk kasus-kasus autopsi forensik,

informasi mengenai kejadian yang mendahului kematian, keadaan pada

Tempat Kejadian Perkara (TKP) dapat memberi petunjuk bagi

pemeriksaan serta dapat membantu menentukan jenis pemeriksaan

khusus yang mungkin diperlukan. Kurang atau tidak terdapatnya

keterangan-keterangan tersebut di atas dapat mengakibatkan terlewat atau

hilangnya bukti-bukti yang penting, misalnya saja tidak diambilnya

cairan empedu, padahal korban kemudian ternyata adalah seorang

pecandu narkotika.2

d. Untuk melakukan autopsi yang baik, tidaklah diperlukan alat-alat yang

“mewah”, namun tersedianya beberapa alat tambahan kiranya perlu

mendapat perhatian yang cukup. Apakah telah tersedia botol-botol berisi

larutan formalin yang diperlukan untuk pengawetan jaringan bagi

pemeriksaan histopatologik? Adakah botol-botol atau tabung-tabung

reaksi untuk pengambilan darah, isi lambung atau jaringan untuk

pemeriksaan toksikologi? 2

6

Page 7: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

Untuk melakukan suatu autopsi yang baik, diperlukan alat – alat sebagai

berikut2 :

Kamar autopsi

Meja autopsi

Peralatan autopsi

Peralatan untuk pemeriksaan tambahan

Peralatan tulis menulis dan fotografi

Pelaksaan autopsi meliputi 2,7:

1. Pemeriksaaan Luar

a. Mengidentifikasi tubuh.

Label mayat

Tutup mayat

Bungkus mayat

Pakaian

Perhiasan

Benda di samping mayat

b. Vertifikasi izin autopsi: validitas dan jangka waktu.

c. Berat, ukuran tubuh, dan inspeksi tubuh untuk:

Presentasi

Tanda terapi

d. Identifikasi

Identifikasi umum

Hal-hal yang menunjukkan identitas mayat, seperti: jenis kelamin,

bangsa atau ras, umur, warna kulit, keadaan gizi, tinggi dan berat

badan, keadaan zakar yang disirkumsisi, adanya striae albicantes

pada dinding perut.2

Identifikasi khusus

Catat segala sesuatu yang dapat digunakan untuk penentuan

identitas secara khusus. 2

o Rajah/ tattoo.

o Jaringan parut.

7

Page 8: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

o Kapalan (callus).

o Kelainan pada kulit. Adanya kutil, angioma, bercak hiper

atau hipopigmentasi, eksema dan kelainan lain sering kali

dapat membantu dalam penentuan identitas.

o Anomali dan cacat pada tubuh. Kelainan anatomis berupa

anomali atau deformitas akibat penyakit atau kekerasan

perlu dicatat dengan seksama.

e. Perubahan perimortem atau postmortem

Lebam mayat

Dilakukan pencatatan letak/ distribusi lebam pada mayat, adanya

bagian tertentu di daerah lebam mayat yang justru tidak

menunjukkan lebam (karena tertekan pakaian, terbaring di atas

benda keras dan lain-lain). Warna dari lebam mayat serta intensitas

lebam mayat (masih hilang pada penekanan, sedikit menghilang

atau sudah tidak menghilang sama sekali). 2

Gambar 1. Lebam mayat15

Kaku mayat

Catat distribusi kaku mayat serta distribusi kekakuan pada

beberapa sendi (daerah dagu/ tengkuk, lengan atas, siku, pangkal

paha, sendi lutut) dengan menentukan apakah mudah atau sukar

dilawan. Apabila ditemukan adanya kadaverik (cadaveric spasm)

8

Page 9: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

maka ini harus dicatat sebaik-baiknya, karena spasme kadaverik

petunjuk apa yang sedang dilakukan oleh korban saat terjadi

kematian. 2

Suhu tubuh mayat

Sekalipun perkiraan saat kematian menggunakan kriteria

penurunan suhu tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan,

namun pencatatan suhu tubuh mayat kadang dapat masih

membantu dalam hal perkiraan saat kematian. Pengukuran suhu

mayat dilakukan dengan menggunakan thermometer rectal. Jangan

lupa juga melakukan pencatatan suhu ruangan pada saat yang

sama. 2

Pembusukan

Tanda pembusukan yang pertama tampak berupa kulit perut

sebelah kanan bawah yang berwarna kehijauan. Kadang-kadang

mayat diterima dalam keadaan pembusukan yang lebih lanjut,

merupakan mayat dengan kulit ari yang terkelupas, terdapat

gambaran pembuluh darah superfisial yang melebar berwarna biru-

hitam, ataupun tubuh yang telah mengalami penggembungan

akibat pembusukan lanjut. 2

Gambar 2. Pembusukan mayat 15

Lain-lain

Cara perubahan tanatologik lain yang mungkin ditemukan,

misalnya mumifikasi atau adiposera.2

f. Pemeriksaan rambut

9

Page 10: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

Pemeriksaan terhadap rambut dimaksudkan untuk membantu identifikasi.

Pencatatan dilakukan terhadap distribusi, warna, keadaan tumbuh, serta

sifat dari rambut tersebut baik dalam hal halus atau lurus ikalnya. Bila

pada tubuh mayat ditemukan rambut yang mempunyai sifat yang berlainan

dari rambut mayat, rambut-rambut ini harus diambil. Disimpan dan diberi

label untuk pemeriksaan laboratorium lanjutan bila ternyata diperlukan di

kemudian hari. 2

g. Pemeriksaan mata

Periksa apakah kelopak mata terbuka atau tertutup. Pada kelopak mata,

diperhatikan pula akan adanya tanda-tanda kekerasan serta kelainan lain

yang ditimbulkan oleh penyakit dan sebagainya. Periksa pula keadaan

selaput lendir kelopak mata, bagaimana warnanya, adakah pembuluh darah

yang melebar, adakah bintik perdarahan atau bercak perdarahan. Terhadap

bola mata, dilakukan pula pemeriksaan terhadap kemungkinan terdapatnya

tanda kekerasan, kelainan seperti ptosis bulbi, pemakaian mata palsu dan

sebagainya. Perhatikan pula keadaan selaput lendir bola mata akan adanya

pelebaran pembuluh darah, bintik perdarahan atau kelainan lain terhadap

kornea (selaput bening mata) ditentukan apakah jernih, adakah kelainan,

baik fisiologik (arcus senelis) maupun patologik (leucoma). Iris (tirai

mata) dicatat warnanya untuk membantu identifikasi. Catat pula kelainan

yang mungkin ditemukan. Perhatikan pupil (teleng mata) dan catat

ukurannya. Apakah sama pada mata yang kanan dan yang kiri. Bila

terdapat kelainan pada lensa mata, ini pun harus dicatat.2

h. Pemeriksaan daun telinga dan hidung

Pemeriksaan meliputi pencatatan terhadap bentuk dari daun telinga dan

hidung, terutama pada mayat dengan bentuk yang luar biasa karena hal ini

mungkin dapat membantu dalam identifikasi. Catat pula kelainan serta

tanda kekerasan yang ditemukan. Periksa apakah dari lubang telinga dan

hidung keluar cairan/ darah.2

i. Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut

10

Page 11: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

Pemeriksaan meliputi bibir, lidah, rongga mulut serta gigi geligi. Catat

kelainan atau tanda kekerasan yang ditemukan. Periksa dengan teliti

keadaan rongga mulut akan kemungkinan terdapatnya benda asing (pada

kasus penyumbatan misalnya). Terhadap gigi geligi, pencatatan harus

dilakukan selengkap-lengkapnya meliputi jumlah gigi yang terdapat, gigi

geligi yang hilang/ patah/ mendapat tambalan/ bungkus logam, gigi palsu,

kelainan letak, perwarnaan (staining) dan sebagainya. Data gigi geligi

merupakan alat yang sangat berguna untuk identifikasi bila terdapat data

pembanding. Perlu diingat bahwa gigi geligi adalah bagian tubuh yang

paling keras dan tahan terhadap kekerasan.2

j. Pemeriksaaan alat kelamin dan lubang pelepasan

Kelainan atau tanda kekerasan yang ditemukan harus mendapat perhatian

dan dicatat selengkapnya. Pada mayat laki-laki, catat apakah alat kelamin

mengalami sirkumsisi. Cara kelainan bawaan yang mungkin ditemukan

(epispadia, hypospadia phymosis, dan lain-lain), adanya manik-manik

yang ditanam dibawah kulit, juga keluarnya cairan dari lubang kemaluan

serta kelainan yang ditimbulkan oleh penyakit atau sebab lain. Pada

dugaan telah terjadinya suatu persetubuhan beberapa saat sebelumnya,

dapat diambil preparat tekan menggunakan kaca objek yang ditekankan

pada daerah glans atau corona glandis yang kemudian dapat dilakukan

pemeriksaan terhadap adanya sel epitel vagina menggunakan teknik

laboratorium tertentu. Pada mayat wanita, periksa pada keadaan selaput

dara dan komisura posterior akan kemungkinan adanya tanda kekerasan.

Pada kasus dengan persangkaan telah melakukan persetubuhan beberapa

saat sebelumnya, jangan lupa dilakukan pemeriksaan laboratorium

terhadap cairan/sekret liang senggama. Lubang pelepasan perlu pula

mendapat perhatiaan. Pada mayat yang sering mendapat perlakuan

sodomi, mungkin ditemukan anus berbentuk corong yang selaput

lendirnya sebagian berubah menjadi lapisan bertanduk dan hilangnya

rugae.2

k. Lain-lain

11

Page 12: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

Perlu diperhatikan akan kemungkinan adanya2:

Tanda perbendungan, ikterus, warna kebiruan pada kuku, ujung-

ujung jari (pada sianosis) atau adanya edema(sembab).

Bekas pengobatan berupa bekas kerokan, tracheotomi, suntikan,

pungsi lumbal, dan lain-lain. Terdapatnya bercak lumpur atau

pengotoran lain pada tubuh,

kepingan atau serpihan cat, pecahan kaca, lumuran aspal dan lain-

lain.

l. Pemeriksaan terhadap tanda-tanda kekerasan/ luka

Pada pemeriksaan terhadap tanda kekerasan/ luka yang ditemukan, perlu

dilakukan pencatatan yang teliti dan objektif terhadap 2 :

Letak luka.

Jenis luka.

Bentuk luka.

Arah luka.

Sudut luka.

Dasar luka.

Sekitar luka.

Ukuran luka.

Saluran luka.

Lain-lain.

m. Pemeriksaan terhadap patah tulang

Tentukan letak patah tulang yang ditemukan serta catat sifat/ jenis masing-

masing patah tulang yang terdapat.2

2. Pemeriksaan Dalam

a. Pengeluaran Organ Dalam

Mayat yang akan dibedah diletakkan terlentang dengan bagian bahu

ditinggikan (diganjal) dengan sepotong balok kecil. Dengan demikian, kepala

akan berada dalam keadaan flexi maksimal dan daerah leher tampak jelas.2 Insisi

kulit dilakukan mengikuti garis pertengahan badan mulai bawah dagu, diteruskan

ke arah umbilikus dan melingkari umbilikus di sisi kiri dan seterusnya kembali

12

Page 13: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

mengikuti garis pertengahan badan sampai di daerah simphysis pubis. Pada

daerah leher, insisi hanya mencapai kedalaman setebal kulit saja. Pada daerah

dada, insisi kulit sampai kedalaman mencapai permukaan depan tulang dada

(sternum) sedangkan mulai daerah epigastrium, sampai menembus ke dalam

rongga perut. Insisi bentuk huruf I di atas merupakan insisi yang paling ideal

untuk suatu pemeriksaan bedah mayat forensik.2

Gambar 3. Insisi huruf I 2

Pada keadaan tertentu, bila tidak mengganggu kepentingan pemeriksaan,

atas indikasi kosmetik dapat dipertimbangkan insisi kulit berbentuk huruf Y, yang

dimulai pada kedua puncak bahu. Insisi pada daerah dada sebelah kanan dan kiri

dipertemukan di garis pertengahan kira-kira setinggi incisura jugularis. Dengan

insisi berbentuk huruf Y, maka pengeluaran alat-alat leher menjadi lebih sukar.2

Gambar 4. Insisi huruf Y2

13

Page 14: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

Insisi pada dinding perut biasanya dimulai pada daerah epigastrium dengan

membuat irisan pendek yang menembus sampai peritoneum. Dengan jari telunjuk

dan jari tengah tangan kiri yang dimasukkan kedalam lubang insisi ini, maka

dinding perut dapat ditarik/diangkat ke atas. Pisau diselipkan diantara dua jari

tersebut dan insisi dapat diteruskan sampai simfisis pubis. Di samping berfungsi

sebagai pengangkat dinding perut, kedua jari tangan kiri tersebut berfungsi juga

sebagai pemandu (guide) untuk pisau, serta melindungi alat-alat dalam rongga

perut dari kemungkinan teriris pisau.2

Gambar 5. Tangan kiri yang telunjuk dan jari tengahnya dimasukkan ke dalam

rongga perut, menarik dinding perut ke arah atas untuk menghindari

terpotongnya alat-alat dalam.2

Dengan memegang dinding perut bagian atas dan memuntir dinding perut

tersebut ke arah luar (dilakukan ibu jari di sebelah dalam/sisi peritoneum dan

empat jari lainnya di sebelah luar/sisi kulit), dinding dada dilepaskan dengan

memulai irisan pada otot-otot sepanjang arcus costae. Pelepasan dinding dada

dilakukan terus ke arah dada bagian atas sampai daerah tulang selangka dan ke

samping garis ketiak depan. Pengirisan terhadap otot dilakukan dengan bagian

perut pisau dan bidang pisau (blade) yang tegak lurus terhadap otot. Dengan

demikian, dinding dada telah dibebaskan dari otot-otot pectorales, dan kelainan

yang ditemukan dapat dicatat dengan teliti. Kelaianan pada dinding dada dapat

merupakan resapan darah, patah tulang maupun luka terbuka. Kulit daerah leher

yang berada dibawahnya. Perhatikan akan adanya tanda kekerasan maupun

kelainan-kelainan lainnya. 2

14

Page 15: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

Gambar 6. Pada daerah lengkung iga; dinding perut bagian atas dilepaskan dari

dinding dada. Perhatikan cara tangan memuntir 2

Pada dinding perut, diperhatikan keadaan lemak bawah kulit serta otot-otot

dinding perut, catat tebal masing-masing serta luka-luka bila terdapat. Rongga

perut diperiksa dengan mula-mula memperhatikan keadaan alat-alat perut secara

umum. Bagaimana penyebaran tirai usus (omentum), apakah menutupi seluruh

usus-usus kecil, ataukan mengumpul pada satu tempat akibat adanya kelainan

setempat. Periksalah keadaan usus-usus, adakah kelainan volvulus, intususepsi,

infark, tanda-tanda kekerasan lainnya. Bila mayat telah mengalami operasi

sebelumnya, perhatikan pula bagian/alat-alat perut yang mengalami penjahitan,

reseksi, atau tindakan lainnya. Perhatikan adakah cairan dalam rongga perut, dan

bila terdapat cairan, catat sifat dari cairan tersebut serous, purulen, darah atau

cairan keruh. Dinding perut sebelah dalam diperhatikan keadaan selaput

lendirnya. Pada selaput lendir yang normal, tampak licin dan halus berwarna

kelabu mengkilat. Pada kelainan peritonitis, akan tampak selaput lendir yang tidak

rata, keruh dengan fibrin yang melekat.2

Tentukan pula sekat rongga badan (diafragma), dengan membandingkan

tinggi diafragma terhadap iga di garis pertengahan selangka (midclavicular line).

Rongga dada dibuka dengan jalan mengiris rawan-rawan iga pada tempat

setengah sampai datu sentimeter medial dari batas rawan tulang masing-masing

iga. Dengan bagian perut pisau dan bidang pisau (knife blade) yang diletakkan

tegak lurus, rawan iga dipotong mulai dari iga ke 2 terus ke arah kaudal.

Pemotongan ini dapat dilakukan dengan mudah pada mayat yang masih muda

karena bagian rawan belum mengalami penulangan. Dengan tangan kanan

15

Page 16: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

memegang pisau dan telapak tangan kiri menekan punggung pisau, pisau

digerakkan memotong rawan iga-iga tersebut mulai dari iga kedua sampai daerah

arcus costae. Lakukan hal yang sama pada sisi tubuh yang lain.2

Gambar 7. Pemotongan iga mulai iga kedua2

Iga pertama dipotong dengan meneruskan irisan pada iga kedua ke arah

kraniolateral, dengan demikian, irisan dihindarkan dari mengenai manubrium

sterni yang keras. Setelah rawan iga pertama terpotong, pisau dapat diteruskan ke

arah medial menyusuri tepi bawah tulang selangka untuk mencapai sendi antara

tulang selangka dan tulang dada (articulatio sternoclavicularis) dan

memotongnya. Bila ini telah dilakukan pada kedua sisi, maka bagian depan

dinding dada telah dapat dilepaskan. 2

Gambar 8. Iga pertama dipotong ke arah kraniolateral, selanjutnya mulai iga

kedua dipotong ke arah laterokaudal 2

16

Page 17: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

Perhatikan pertama-tama letak paru terhadap kedua jantung. Biasanya

dengan mencatat bagian kandung jantung yang nampak antara kedua tepi paru-

paru. Kandung jantung yang tampak hanya 1 jari di antara paru-paru

menunjukkan keadaan pengembangan paru yang berlebih (pada edema paru atau

emfisema paru). Dengan tangan, paru dapat ditarik ke arah medial dan rongga

dada dapat diperiksa, apakah terdapat cairan, darah, atau lainnya. Kandung

jantung dibuka dengan melakukan pengguntingan pada dinding depan mengikuti

bentuk huruf Y terbalik. Perhatikan apakah rongga kandung jantung terisi oleh

cairan atau darah. Periksa pula akan adanya luka baik pada kandung jantung

maupun pada permukaan depan jantung sendiri.

Gambar 9.Tentukan berapa jari kandung jantung tampak antara kedua paru.

Kandung jantung dibuka dengan gunting mengikuti huruf Y

terbalik.2

Pada dugaan adanya thrombosis a. pulmonalis, permukaan depan bilik

jantung kanan diiris memanjang dengan septum jantung kurang lebih 1 cm lateral

dari septum. Irisan ini kemudian diperpanjang dengan gunting ke arah

a.pulmonalis. Periksa pula akan adanya kelenjar kacangan (thymus) yang terletak

di sebelah atas dinding depan kandung jantung. Untuk pemeriksaan lebih lanjut,

alat-alat leher akan dikeluarkan bersama-sama dengan alat rongga dada,

sedangkan usus halus mulai dari jejunum sampai rektum dilepaskan tersendiri dan

kemudian alat rongga perut dikeluarkan bersama alat dalam rongga panggul.

17

Page 18: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

Pengeluaran alat leher dimulai dengan melakukan pengirisan insersi otot-

otot dasar mulut pada tulang rahang bawah. Irisan dimulai tepat dibawah dagu,

menembus rongga mulut dari bawah. Insisi diperlebar ke arah kanan maupun ke

arah kiri. 2

Gambar 10. Pengirisan insersi otot-otot dasar mulut 2

Lidah ditarik kearah bawah sehingga dapat dikeluarkan melalui tempat

bekas irisan. Perhatikan keadaan rongga mulut dan catat kelainan yang mungkin

terdapat, antara lain adanya benda asing dalam rongga mulut, palatum mole, untuk

mencatat kelainan yang ditemukan Pallatum mole kemudian diiris sepanjang

perlekatan dengan pallatum durum yang kemudian diteruskan kearah lateral kanan

dan kiri, sampai ke permukaan depan dari tulang belakang dan sedikit menarik

alat-alat leher kearah depan bawah. Seluruh alat leher dapat dilepaskan dari

perlekatannya.

Gambar 11. Penarikan lidah 2

Lakukan pemotongan terhadap pembuluh serta saraf yang berjalan di

belakang tulang selangka dengan terlebih dahulu menggenggam pembuluh-

18

Page 19: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

pembuluh dan saraf tersebut. Lepaskan perlekatan antara paru-paru dengan

dinding rongga dada, bila perlu secara tajam. Dengan tangan kanan memegang

lidah dan dua jari tangan kiri yang diletakkan pada sisi kanan dan kiri hilus paru,

alat rongga dada diarah kaudal sampai keluar dan rongga paru. 2

Gambar 12. Pembuluh cabang aorta yang keluar ke arah lengan dipotong di

subclavia 2

Lepaskan esophagus bagian kaudal dari jaringan ikat sekitarnya dan buatlah

dua ikatan di atas diafragma. Esophagus digunting di antara kedua ikatan tersebut

di atas. Tangan kiri kini digunakan untuk menggenggam bagian bawah alat

rongga dada tepat di atas diafragma dan lakukan pengirisan terhadap genggaman

tersebut. Dengan demikian, alat leher bersama alat rongga dada dapat dikeluarkan

seluruhnya. 2

Usus-usus dilepaskan dengan pertama-tama melakukan dua ikatan pada

awal jejunum, dekat dengan tempat menembusnya duodenum dari arah

retroperitoneal. Secara topografis, bagian duodenum ini terletak kaudal terhadap

colon transversum, kira-kira di garis pertengahan selangka. Pengguntingan

dilakukan diantara dua ikatan yang dibuat, agar isi duodenum tidak tercecer.

Dengan tangan kiri memegang pada ujung distal dan mengangkatnya maka

mesenterium yang melekatkan usus halus dengan dinding rongga perut dapat

diiris dekat pada usus. Pengirisan dilakukan dengan pisau organ yang bidang

pisaunya (knife blade) diletakkan tegak lurus pada usus dan digerakkan maju

mundur seperti gerakan menggergaji. Pengirisan seperti itu dilakukan sepanjang

usus halus sampai daerah ileum terminalis. Pada daerah coecum pengirisan

dilakukan terhadap mesokolon, dengan meotong mesokolon pada bagian lateral

19

Page 20: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

dan kolon ascenden pada daerah ini. Pemotongan harus dilakukan dengan hati-

hati, lapis demi lapis agar tidak teriris ginjal kanan serta duodenum pars

retroperitonealis.2

Pada daerah kolon transversum, lepaskan perlekatan antara kolon dengan

lambung. Mesokolon kembali diiris di sebelah lateral dari kolon descenden

dengan memisahkannya juga dari limpa dan ginjal kiri. Kolon sigmoid dapat

dilepaskan dari dinding rongga perut dengan memotong mesokolon di bagian

belakangnya.

Rektum dipegang dengan tangan kanan, mulai dari bagian distal dan

mengurutnya kearah proksimal, agar isi rektum dipindahkan ke arah kolon

sigmoid dan rektum dapat diikat dengan dua ikatan, kemudian diputuskan di

antara dua ikatan tersebut. Setelah dilakukan pelepasan usus halus dan usus besar,

dapat dilakukan pemeriksaan sepanjang usus tersebut untuk melakukan kelainan,

baik yang diakibatkan oleh kekerasan berupa luka, akibat penyakit dalam bentuk

ulkus atau kelainan lainnya. 2

Untuk melepaskan rongga perut dan panggul, pengirisan dimulai dengan

memotong diafragma dekat pada insersinya pada dinding rongga badan.

Pengirisan diteruskan kearah bawah, sebelah kanan dan kiri, lateral dari masing-

masing ginjal sampai memotong arteri iliaca communis.

Alat rongga panggul dilepas dengan terlebih dahulu melepas peritoneum di

daeerah simphysis (alat rongga panggul terletak retroperitoneal). Kandung

kencing serta alat lain dapat dipegang dalam tangan kiri sampai kearah belakang

bersama-sama rektum. Pemotong melintang dilakukan dengan patokan setinggi

kelenjar prostat pada mayat laki-laki dan setinggi sepertiga proksimal vagina pada

mayat perempuan. Alat rongga panggul ini kemudian dilepaskan seluruhnya dari

perlekatan dengan sekitarnya dan dapat diangkat bersama-sama dengan alat

rongga perut yang telah dilepaskan terlebih dahulu.

Pemeriksaan pada kepala dimulai dengan membuat irisan pada kulit kepala,

dimulai dari prosessus mastiodeus, melingkari kepala kearah puncak kepala

(vertex) dan berakhir pada prosessus mastoideus sisi lain. Pada mayat yang lebat

rambut kepalanya, sebaiknya sebelum dilakukan pengirisan pada kulit kepala,

dilakukan terlebih dahulu penyisiran pada rambut sehingga terjadi garis belahan

20

Page 21: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

rambut sepanjang kulit kepala yang akan diiris tersebut. Pengirisan dibuat sampai

pisau mencapai periosteum. Kulit kepala kemudian dilepas, kearah depan sampai

kurang lebih 1-2 sentimeter sampai sejauh protuberentia occipitalis externa.

Perhatikan dan catat kelainan yang terdapat, baik pada permukaan dalam kulit

kepala maupun permukaan luar tulang tengkorak. Kelainan yang biasa ditemukan

adalah tanda kekerasan, baik merupakan resapan darah maupun garis retak/patah

tulang. Untuk membuka rongga tengkorak, melingkar di daerah frontal sejarak

kurang lebih 2 sentimeter di atas daun telinga.

Gambar 13. Pengirisan kulit kepala dan penggergajian tulang tengkorak 15

Gambar 14. Garis penggergajian tengkorak mayat dewasa 5

Pada daerah temporal ini, penggergajian dilakukan melingkar kearah

belakang, kurang lebih 2 sentimeter sebelah atass protuberentia occipitalis

21

Page 22: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

externa, dengan penggergajian yang membentuk sudut kurang lebih 120 derajat

dari garis penggergajian terdahulu. Hal ini dilakukan agar setelah selesai

pemeriksaan, atap tengkorak dapat terpasang kembali tanpa tergelincir/tergeser.

Agar penggergajian tidak merusak jaringan otak, penggergajian harus dilakukan

hati-hati dan dihentikan setelah terasa tebal tulang tengkorak telah terlampaui.

Atap tengkorak selanjutnya dilepas dengan menggunakan pahat berbentuk T (T-

chisel) dengan jalan mendongkel pada garis penggergajian.

Setelah atap tengkorak dilepaskan, pertama-tama lakukan penciuman

terhadap bau yang keluar sebab pada beberapa jenis keracunan dapat tercium bau

yang khas. Kemudian, perhatikan adanya kelainan baik pada permukaan dalam

atap tengkorak maupun pada durameter yang kini tampak. Kelainan dapat berupa

luka pada durameter, perdarahan epidural atau kelainan lain. Durameter kemudian

digunting mengikuti garis penggergajian, dan daerah subdural dapat diperiksa

akan adanya perdarahan, penggumpalan nanah dan sebagainya.

Otak dikeluarkan dengan pertama-tama memasukkan dua jari tangan kiri di

garis pertengahan daerah frontal, antara bagian otak dan tulang tengkorak. Dengan

sedikit menekan bagian frontal akan tampak falk cerebri yang dapat dipotong atau

digunting sampai dasar tengkorak. Kedua jari tangan kiri tersebut kemudian dapat

sedikit mengangkat bagian frontal dan memperlihatkan nn.olfactorius, nn.opticus,

yang kemudian dipotong sedekat mungkin pada dasar tengkorak. Pemotongan

lebih lanjut dapat dilakukan pada aa. Carotis interna yang memasuki otak, serta

saraf-saraf otak yang keluar pada dasar otak. Dengan memiringkan kepala mayat

kesalah satu sisi, serta jari-jari tangan kiri sedikit menarik/mengangkat bagian

pelipis (temporal) sisi yang lain, tentorium cerebella akan jelas tampak dan mudah

dipotong dimulai dari foramen magnum ke arah lateral menyusuri tepi belakang

tulang karang otak (os petrosum). Potong pula saraf-saraf otak yang keluar pada

dasar otak. Dengan cara yang sama, tentorium cerebella sisi lainnnya juga

dipotong. Perlu diperhatikan bahwa bila tentorium cerebelli ini tidak dipotong,

otak kecil niscaya akan tertinggal dalam rongga tengkorak.

Dengan tangan kiri menyanggah daerah bagian occipital. Dua jari tangan

kanan dapat ditempatkan di sisi kanan dan kiri batang otak yang telah terpotong

22

Page 23: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

untuk kemudian menarik bagian bawah otak ini dengan gerakkan

memutar/meluksir sehingga keluar dari rongga tengkorak.

b. Pemeriksaan Organ Dalam 2

Pemeriksaan organ/alat tubuh biasanya dimulai dari lidah, esophagus,

trachea dan seterusnya sampai meliputi seluruh alat tubuh. Otak biasanya

diperiksa terakhir.

1. Lidah. Pada lidah, perhatikan permukaan lidah, adakah kelainan bekas

gigitan, baik yang baru maupun yang lama. Pengirisan lidah sebaiknya tidak

sampai teriris utuh, agar setelah selesai autopsi, mayat masih tampak berlidah

utuh.

2. Tonsil. Perhatikan penampang tonsil, adakah selaput, gambaran infeksi,

nanah dan sebagainya.

3. Kelenjar gondok. Untuk melihat kelenjar gondok dengan baik, otot-otot

terlebih dahulu dilepaskan dari perlekatannya di sebelah belakang. Setelah

otot leher ini terangkat, maka kelenjar gondok akan terlihat jelas dan dapat

dilepaskan dari perlekatannya pada rawan gondok dan trachea.

4. Kerongkongan (oesophagus). Oesophagus dibuka dengan jalan menggunting

sepanjang dinding belakang. Perhatikan adanya benda-benda asing, keadaan

selaput lendir serta kelainan yang mungkin ditemukan (misalnya striktura,

varices).

5. Batang tenggorok (trachea). Pemeriksaan dimulai pada mulut atas batang

tenggorokan, dimulai dari epiglotis. Perhatikan adanya edema, benda asing,

perdarahan dan kelainan lainnya. Perhatikan pula pita suara dan kotak suara.

Pembukaan trachea dilakukan dengan melakukan pengguntingan dinding

belakang (bagian jaringan ikat pada cincin trachea) sampai mencapai cabang

broncus kanan dan kiri. Perhatikan adanya benda asing, busa, darah, serta

selaput lendirnya.

6. Tulang lidah (os hyoid), rawan gondok (cartilage thyroidea), dan rawan

cincin (cartilago cricoidea). Tulang lidah kadang-kadang ditemukan patah

unilateral pada kasus pencekikan. Perhatikan adanya patang tulang, resapan

darah. Rawan gondok dan rawan cincin seringkali juga menunjukkan resapan

23

Page 24: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

darah pada kasus kekerasan pada daerah leher (pencekikan, penjeratan,

gantung).

7. Arteria carotis interna. Arteri carotis comunis interna biasanya tertinggal

melekat pada permukaan depan ruas tulang leher. Bila kekerasan pada leher

mengenai arteri ini, kadang-kadang ditemukan kerusakan pada intima di

samping terdapatnya resapan darah.

8. Kelenjar kacangan (Thymus). Kelenjar kacangan terdapat melekat di sebelah

atas kandung jantung. Pada permukaannya perhatikan akan adanya

perdarahan berbintik serta kemungkinanan adanya kelainan lain.

9. Paru-paru. Kedua paru masing-masing diperiksa tersendiri. Tentukan

permukaan paru-paru. Pada paru yang mengalami emphysema, dapat

ditemukan cekungan bekas penekanan iga. Perhatikan warnanya. Serta bintik

perdarahan, bercak perdarahan akibat aspirasi darah ke dalam alveoli (tampak

pada permukaan paru sebagai bercak berwarna merah-hitam dengan batas

tegas), resapan darah, luka, bulla, dan sebagainya. Perabaan paru yang normal

terasa seperti meraba spon/karet busa. Pada paru dengan proses peradangan,

perabaan dapat menjadi padat atau keras. Pada penampang paru ditentukan

warnanya serta dicatat kelainan yang mungkin ditemukan.

10. Jantung. Perhatikan besarnya jantung, bandingkan dengan kepalan tinju

kanan mayat. Perhatikan akan adanya resapan darah, luka atau bintik-bintik

perdarahan. Pada autopsi jantung, ikuti sitematika pemotongan dinding

jantung yang dilakukan dengan mengikuti aliran darah di dalam jantung.

Pertama-tama jantung diletakkan dengan permukaan ventral menghadap ke

atas. Posisi in dipertahankan terus sampai autopsi jantung selesai. Vena cava

superior dan inferior dibuka dengan jalan menggunting dinding belakang

vena-vena tersebut. Dengan gunting buka pula aurikel kanan. Perhatikan akan

adanya kelainan baik pada aurikel kanan maupun atrium kanan. Dengan pisau

panjang, masuki bilik jantung kanan sampai ujung pisau menembus apeks di

sisi kanan septum dengan mata pisau mengarah ke lateral. Tebal dinding bilik

kanan diukur dengan terlebih dahulu membuat irisan tegak lurus pada dinding

belakang bilik kanan ini, 1 sentimeter di bawah katup. Irisan pada dinding

bilik depan kanan dilakukan menggunakan gunting. Mulai dari apex,

24

Page 25: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

menyusuri septum pada jarak setengah sentimeter, ke arah atas menggunting

dinding depan arteria pulmonalis dan memotong katup semilunaris pulmonal.

Katup diukur lingkarannya dan keadaan katup semilunaris pulmonal. Katup

diukur lingkarannya dan keadaan daun katupnya dinilai. Pembukaan serambi

dan bilik kiri dimulai dengan pengguntingan dinding belakang

vv.pulmonales, yang disusul dengan pembukaan aurikel kiri. Dengan pisau

panjang, apeks jantung sebelah kiri dari septum ditusuk. Lalu diiris ke arah

lateral sehingga biliki kiri terbuka. Lakukan pengukuran lingkaran katup

mitral serta penilaian terhadap keadaan katup. Tebal otot jantung sebelah kiri

diukur pada irisan tegak yang dibuat 1 sentimeter di sebelah bawah katup

pada dinding belakang. Dengan gunting dinding depan bilik kiri dipotong

menyusuri septum pada jarak ½ sentimeter, terus ke arah atas. Membuka juga

dinding depan aorta dan memotong katup semilunaris, aorta. Lingkaran katup

diukur dan daun katup dinilai. Pada daerah katup semilunaris aorta dapat

ditemukan dua muara aa. Coronaria kiri dan kanan. Untuk memeriksa

keadaan a.koronaria sama sekali tidak boleh menggunakan sonde. Karena ini

akan dapat mendorong thrombus yang mungkin terdapat. Pemeriksaan nadi

jantung ini dilakukan dengan membuat irisan melintang sepanjang jalannya

pembuluh darah A. Coronaria kiri berjalan di sisi depan septum dan a.

Coronaria kanan keluar dari dinding pangkal aorta ke arah belakang. Pada

penampang irisan diperhatikan tebal dinding arteri. Kedaan lumen serta

kemungkinan terdapatnya thrombus. Septum jantung dibelah untuk melihat

kelainan otot, baik merupakan kelainan yang bersifat degeneratif maupun

kelainan bawaan. Nilai pengukuran pada jantung normal orang dewasa adalah

sebagai berikut; ukuran jantung sebesar kepalan tangan kanan mayat. Berat

sekitar 300 gram. Ukuran lingkaran katup serambi bilik kanan sekitar 11

sentimeter, yang kiri sekitar 9,5 sentimeter. Lingkaran katup pulmonal sekitar

7 sentimeter dan aorta sekitar 6,5 sentimeter. Tebal otot bilik kanan 3 sampai

5 milimeter sedangkan kiri sekitar 14 milimeter.

25

Page 26: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

Gambar 15. Autopsi Jantung 15

11. Aorta thoracalis. Pengguntingan pada dinding belakang aorta thoracalis dapat

memperlihatkan permukaan dalam aorta. Perhatikan kemungkinan

terdapatnya deposit kapur, ateroma atau pembentukan aneurisma. Kadang-

kadang pada aorta dapat ditemukan tanda-tanda kekerasan merupakan

resapan darah atau luka. Pada kasus kematian bunuh diri dengan jalan

menjatuhkan diri dari tempat tinggi. Bila korban mendarat dengan kedua kaki

terlebih dahulu. Seringkali ditemukan robekan melintang pada aorta

thoracalis.

12. Aorta abdominalis. Bloc organ perut dan panggul diletakkan diatas meja

potong dengan permukaan belakang menghadap ke atas. Aorta abdominalis

digunting dinding belakangnya mulai dari tempat pemotongan aa.iliaca

comunis kanan dan kiri. Perhatikan dinding aorta terhadap adanya

penimbunan, pekapuran, atau atheroma. Perhatikan pula muara dari pembuluh

nadi yang keluar dari aorta abdominalis ini, terutama muara aa.renalis kanan

dan kiri dibuka sampai memasuki ginjal. Perhatikan apakah terdapat kelainan

pada dinding pembuluh darah yang mungkin merupakan dasar dideritanya

hipertensi renal bagi yang bersangkutan.

13. Anak ginjal (glandula suprarenalis). Anak ginjal kanan terletak di bagian

mediokranial dari kutub atas ginjal kanan, tertutup oleh jaringan lemak,

berada antara permukaan belakang hati dan permukaan bawah diafragma.

Anak ginjal kemudian dibebaskan dari jaringan sekitarnya dan diperiksa

26

Page 27: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

terhadap kemungkinan adanya kelainan ukuran, resapan darah dan

sebagainya. Anak ginjal kiri terletak dibagian medio-kranial kiri kutub atas

ginjal kiri, juga tertutup dalam jaringan lemak, terletak antara ekor kelenjar

liur perut (pankreas) dan diafragma. Pada anak ginjal yang normal,

pengguntingan anak ginjal akan memberikan penampang dengan bagian

korteks dan medula yang tampak jelas.

14. Ginjal, ureter, dan kandung kencing. Adanya trauma yang mengenai daerah

ginjal seringkali menyebabkan resapan darah pada capsula. Dengan

melakukan pengirisan di bagian lateral kapsula, ginjal dapat dilepaskan. Pada

ginjal yang mengalami peradangan, simpai ginjal mungkin akan melekat erat

dan sulit dilepaskan. Setelah simpai ginjal dilepaskan, lakukan terlebih dahulu

pemeriksaan terhadap permukaan ginjal. Adakah kelainan berupa resapan

darah, luka-luka ataupun kista-kista retensi. Pada penampang ginjal,

perhatikan gambaran korteks dan medula spinalis. Juga perhatikan pelvis

renalis akan kemungkinan terdapatnya batu ginjal, tanda peradangan, nanah

dan sebagainya. Ureter dibuka dengan meneruskan pembukaan pada pelvis

renalis, terus mencapai vesika urinaria. Perhatikan kemungkinan terdapatnya

batu, ukuran penampang, isi saluran serta keadaan mukosa. Kandung kencing

dibuka dengan jalan menggunting dinding depannya mengikuti bentuk huruf

T. Perhatikan isi serta selaput lendirnya.

Gambar 16. Pengangkatan ginjal 15

27

Page 28: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

15. Hati dan kandung empedu. Pemeriksaan dilakukan terhadap permukaan hati,

yang pada keadaan biasa menunjukkan permukaan yang rata dan licin,

berwarna merah-coklat. Kadang kala pada permukaan hati dapat ditemukan

kelainan berupa jaringan ikat, kista kecil, permukaan yang berbenjol-benjol,

bahkan abses. Pada perabaan, hati normal memberikan perabaan yang kenyal.

Tepi hati biasanya tajam. Hati yang normal menunjukkan penampang yang

jelas gambaran hatinya. Pada hati yang telah lama mengalami perbendungan

dapat ditemukan gambaran hati pula. Kandung empedu diperiksa ukurannya

serta diraba akan kemungkinan terdapatnya batu empedu. Untuk mengetahui

ada tidaknya sumbatan pada saluran empedu, dapat dilakukan pemeriksaan

dengan jalan menekan kandung empedu ini sambil memperhatikan muaranya

pada duodenum (papilla vateri). Bila tampak cairan coklat-hijau keluar dari

muara tersebut, ini menandakan saluran empedu tidak tersumbat.

16. Limpa dan kelenjar getah bening. Limpa dilepaskan dari sekitarnya. Limpa

yang normal menunjukkan permukaan yang berkeriput, berwarna ungu

dengan perabaan lunak kenyal. Buatlah irisan penampang limpa, limpa

normal mempunyai gambaran limpa yang jelas, berwarna coklat-merah dan

bila dikikis dengan punggung pisau, akan ikut jaringan penampang limpa.

Jangan lupa mencatat ukuran dan berat limpa. Catat pula bila ditemukan

kelenjar getah bening regional yang membesar.

Gambar 17. Pengangkatan limpa 15

28

Page 29: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

17. Lambung, usus halus dan usus besar. Lambung dibuka dengan gunting

curvatura mayor. Perhatikan isi lambung dan simpan dalam botol atau

kantong plastik bersih bila isi lambung ingin diperlukan untuk pemeriksaan

toksikologik atau pemeriksaan laboratorik lainnya. Selaput lendir lambung

diperiksa terhadap kemungkinan adanya erosi, ulserasi, perdarahan/resapan

darah. Usus diperiksa akan kemungkinan terdapat darah dalam lumen serta

kemungkinan terdapat darah dalam lumen serta kemungkinan terdapatnya

kelainan bersifat ulseratif, polip dan lain-lain.

18. Kelenjar liur perut (pancreas). Pertama-tama lepaskan lebih dahulu kelenjar

liur perut ini dari sekitarnya. Kelenjar liur perut yang normal menunjukkan

warna kelabu agak kekuningan, dengan permukaan yang berbelah-belah dan

perabaan yang kenyal. Perhatikan ukuran dan beratnya. Cata bila ada

kelainan.

Gambar 18. Pengirisan pankreas 16

29

Page 30: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

19. Otak besar, otak kecil, dan batang otak. Perhatikan permukaan luar dari otak

dan cacat kelainan yang ditemukan. Adakah perdarahan subdural, perdarahan

subarakhnoid, kontusio jaringan otak atau kadangkala bahkan sampai terjadi

laserasi. Pada oedema cerebri, gyrus otak akan tampak mendasar dan sulkus

tampak menyempit. Perhatikan pula kemungkinan terdapatnya tanda

penekanan yang menyebabkan sebagian permukaan otak menjadi datar. Pada

daerah ventrak otak, perhatikan keadaan sirkulus Willisi. Nilai keadaan

pembuluh darah pada sirkulus, adakah penebalan dinding akibat kelainan

ateroma, adakah penipisan dinding akibat aneurysma, adakah perdarahan.

Bila terdapat perdarahan hebat, usahakan agar dapat ditemukan sumber

perdarahan tersebut. Perhatikan pula bentuk serebelum. Pada keadaan

peningkatan tekanan intrakranial akibat edema serebri misalnya, dapat terjadi

herniasi serebllum ke arah foramen magnum, sehingga bagian bawah

serebellum tampak menonjol. Pisahkan otak kecil dan otak besar dengan

melakukan pemotongan pada pedunculus serebri kanan dan kiri. Otak kecil

ini kemudian dipisahkan juga dari batang otak dengan melakukan

pemotongan pada pedunculus serebelli. Otak besar diletakkan dengan bagian

ventral menghadap pemeriksa. Lakukan pemotongan otak besar secara

koronal/melintang, perhatikan penampang irisan.

30

Page 31: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

Gambar 19. Pengirisan otak 15

Tempat pemotongan haruslah sedemikian rupa sehingga struktur penting

dalam otak besar dapat diperiksa dengan teliti. Kelainan yang dapat

ditemukan pada penampang otak besar antara lain adalah: perdarahan pada

korteks akibat contusio cerebri, perdarahan berbintik pada substansi putih

akibat emboli, keracunan barbiturat serta keadaan lain yang menimbulkan

hipoksia jaringan otak. Infark jaringan otak, baik yang bilateral maupun yang

unilateral akibat gangguan perdarahan oleh arteri, abses otak, perdarahan

intracerebral akibat pecahnya a. lenticulostriata dan sebagainya. Otak kecil

diperiksa penampangnya dengan membuat suatu irisan melintang, catatlah

kelainan perdarahan, perlunakan dan sebagainya yang mungkin ditemukan.

Batang otak diiris melintang mulai daerah pons, medulla oblongata sampai ke

bagian proksimal medulla spinalis. Perhatikan kemungkinan adanya

perdarahan. Adanya perdarahan di daerah batang otak biasanya mematikan.

20. Alat kelamin dalam (genitalia interna). Pada mayat laki-laki, testis dapat

dikeluarkan dari scrotum melalui rongga perut. Jadi tidak dibuat irisan baru

31

Page 32: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

pada scrotum. Perhatikan ukuran, konsistensinya serta kemungkinan ada

resapan darah. Perhatikan pula bentuk dan ukuran epididimis. Kelenjar

prostat diperhatikan ukuran dan konsistensinya. Pada mayat wanita,

perhatikan bentuk serta ukuran kedua indung telur, saluran telur dan uterus

sendiri. Pada uterus diperhatikan kemungkinan terdapatnya perdarahan,

resapan darah ataupun luka akibat tindakan abortus provokatus. Uterus

dibuka dengan membuat irisan berbentuk huruf T pada dinding depan melalui

saluran serviks serta muara kedua saluran telur pada fundus uteri. Perhatikan

keadaan selaput lendir uterus, tebal dinding, isi rongga rahim serta

kemungkinan terdapatnya kelainan lain.

21. Timbang dan catatlah berat masing-masing alat/organ. Sebelum

mengembalikan organ-organ (yang telah diperiksa secara makroskopis)

kembali ke dalam tubuh mayat, pertimbangkan terlebih dahulu kemungkinan

diperlukannya organ guna pemeriksaan histopatologik. Potongan jaringan

untuk pemeriksaan histopatologik diambil dengan dengan tebal maksimal 5

mm. Usahakan mengambil bagian organ di daerah perbatasan antara bagian

yang normal dan yang mengalami kelainan. Potongan ini kemudian

dimasukkan ke dalam botol yang berisi cairan fiksasi yang dapat merupakan

larutan formalin 10% (larutan formaldehida 4%) atau alkohol 90-96%,

dengan jumlah cairan fiksasi sekitar 20-30 kali volume potongan jaringan

yanng diambil. Jumlah organ yang perlu diambil untuk pemeriksaan

toksikologi disesuaikan dengan kasus yang dihadapi serta ketentuan

laboratorium pemeriksa. Sedapat mungkin setiap jenis organ ditaruh dalam

botol tersendiri. Bila diperlukan pengawetan, agar digunakan alkohol 90%.

Pada pengiriman bahan untuk pemeriksaan toksikologik, contoh bahan

pengawet agar juga turut dikirimkan di samping keterangan klinik dan hasil

sementera autopsi atas kasus tersebut.

2.5. Pemeriksaan Penunjang

Pada otopsi juga dilakukan prosedur laboratorium yaitu 2,18 :

32

Page 33: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

1. Sediaan histopatologi dari masing-masing organ.

Dari tiap organ diambil sediaan sebesar 2 x 2 x1 cm kubik dan

difiksasi dalam formalin 10%. Organ yang diambil adalah: paru-paru, hati,

limpa, pankreas, otot jantung, arteri koronaria, kelenjar gondok, ginjal,

prostat, uterus, korteks otak, basal ganglia dan dari bagian lain yang

menunjukkan adanya kelainan.

2. Pemeriksaan toksikologi

Lambung dan isinya.

Seluruh usus dan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-

ikatan pada pada usus setiap jarak sekitar 60 cm.

Darah, yang berasal dari sentral (jantung) dan yang berasal dari

perifer (v. jugularis; a.femoralis, dan sebagainya), masing-masing

50 ml dan dibagi dua, yang satu diberi bahan pengawet dan yang

lain tidak diberi bahan pengawet.

Hati, sebagai tempat detoksifikasi , diambil sebanyak 500 gram.

Ginjal, diambil keduanya yaitu pada kasus keracunan logam berat

khususnya atau bila urine tidak tersedia.

Otak, diambil 500 gram. Khusus untuk keracunan chloroform dan

sianida, dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang

mempunyai kemampuan untuk meretensi racun walaupun telah

mengalami pembususkan.

Urine, diambil seluruhnya. Karena pada umunya racun akan

diekskresikan melalui urine, khususnya pada test penyaring untuk

keracunan narkotika, alkohol dan stimulan.

Empedu, diambil karena tempat ekskresi berbagai racun.

Pada kasus khusus dapat diambil: jaringan sekitar suntikan,

jaringan otot, lemak di bawah kulit dinding perut, rambut, kuku dan

cairan otak.

Prinsip pengambilan sampel pada kasus keracunan adalah diambil

sebanyak-banyaknya setelah kita sisihkan untuk cadangan dan untuk

pemeriksaan histopatologik. Pada pemeriksaan intoksikasi, digunakan

33

Page 34: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

alkohol dan larutan garam jenuh pada sampel padat atau organ. NaF 1%

dan campuran NaF dan Na sitrat digunakan untuk sampel cair. Sedangkan

natrium benzoate dan phenyl mercuric nitrate khusus untuk pengawet

urine.

3. Pemeriksaan bakteriologi.

Dalam hal ada dugaan sepsis diambil darah dari jantung dan

sediaan limpa untuk pembiakan kuman. Permukaan jantung dibakar

dengan menempelkan spatel yang dipanaskan sampai merah, kemudiaan

darah jantung diambil dengan tabung injeksi yang steril dan dipindah

dalam tabung reagen yang steril. Permukaan limpa dibakar dengan cara

tersebut di atas dan dengan pinset dan gunting yang steril diambil

sepotong limpa dan dimasukkan dalam tabung reagen yang steril dan

kedua tabung dikirim ke laboratorium bakteriologi.

4. Sediaan apus bagian korteks otak, limpa dan hati.

Mungkin perlu dilakukan untuk melihat parasit malaria. Sediaan

hapus lainnya adalah dari tukak sifilis atau cairan mukosa.

5. Darah dan cairan cerebrospinalis diambil untuk pemeriksaan analisa

biokimia.

6. Pemeriksaan urine dan feces.

7. Usapan vagina dan anus, utamanya pada kasus kejahatan seksual.

8. Cairan uretra.

2.6. Autopsi Klinik

Autopsi klinik merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui

dengan pasti penyakit atau kelainan yang menjadi penyebab kematian.4 Autopsi

klinik dilakukan terhadap mayat seseorang yang menderita penyakit dan dirawat

di rumah sakit tetapi kemudian meninggal.2

Autopsi ini penting karena secara langsung dapat memberikan manfaat

kepada keluarga mayat dan masyarakat sekeliling. Yang penting dalam autopsi ini

adalah mencari penyakit apa saja yang terdapat pada mayat itu dan apa yang

menyebabkan kematian. Dalam hal ini masyarakat menentang kerana autopsi ini

dianggap sebagai bertujuan ilmiah atau penyelidikan semata-mata dan tidak ada

34

Page 35: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

manfaatnya kepada ahli waris.5 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ioan et al,

membuktikan bahwa autopsi merupakan salah satu pemerikasaan yang penting

dilakukan untuk menilai kualitas perawatan, untuk meningkatkan proses

pendidikan kedokteran, tantangan bagi klinis dalam menegakkan diagnosis.16

Autopsi klinik dapat dilakukan bila sudah mendapat izin  dari keluarga,

oleh sebab itu harus meminta izin keluarga terlebih dahulu. Untuk mendapatkan

hasil yang maksimal, yang terbaik adalah melakukan autopsi klinik yang lengkap

meliputi pembukaan rongga tengkorak, dada, dan perut/ panggul, serta memeriksa

seluruh organ-organ dalam. Dalam autopsi tidak semua organ dalam tubuh

dikeluarkan tetapi hanya diambil sebagian kecil berupa irisan yang cukup untuk

diperiksa di bawah mikroskop atau dengan alat-alat lain. Namun apabila keluarga

berkeberatan, dapat dilakukan autopsi klinik parsial, yaitu terbatas pada satu atau

dua rongga badan. Apabila masih tidak disetujui, dapat dilakukan needle necropsy

terhadap organ tertentu untuk kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologik. 2,5

Autopsi klinik dapat dilakukan tanpa persetujuan dari keluarga apabila

diduga mayat yang meninggal menderita penyakit yang dapat membahayakan

orang lain atau masyarakat sekitarnya.2

Autopsi klinik adalah salah satu peran dalam evolusi pengobatan. Namun

autopsi sering ditolak karena berbagai alasan seperti, progresivitas diagnosis

penyakit, ketekutan bila salah mendiagnosis, penolakan dari keluarga,

ketidakmauan dari pihak patologi forensik karena resiko infeksi dan waktu yang

dibutukan lama. Meskipun ilmu kedokteran berkembang pesat, dapat terjadi

perbedaan antara diagnosis kematian yang ditegakkan oleh klinisi dengan

diagnosis yang ditegakan oleh patologi forensik setelah autopsi dilakukan.16

2.6.1.Tujuan dan Manfaat Autopsi Klinik

Tujuan utama autopsi klinik ialah untuk menentukan penyebab kematian

yang pasti. Penjabaran tujuan autopsi klinik yaitu 2:

1. Menentukan sebab kematian yang pasti

2. Menentukan apakah diagnosis klinik yang dibuat selama perawatan

sesuai dengan diagnosis postmortem

35

Page 36: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

3. Mengetahui korelasi antara proses penyakit yang ditemukan dengan

diagnosis klinik dan gejala-gejala klinik

4. Menentukan efektifitas pengobatan

5. Mempelajari secara lazim suatu proses penyakit

6. Untuk pendidikan para mahasiswa kedokteran dan dokter

Pelaksanaan autopsi klinis akan membawa manfaat bagi keluarga, institusi

penyelenggara pelayanan kesehatan dan individu di dalamnya serta membawa

manfaat bagi masyarakat luas. 4

Bagi keluarga manfaat yang diperoleh antara lain:

Diperolehnya informasi mengenai adanya kemungkinan kelainan

genetik atau kelainan yang sifatnya diturunkan pada generasi

berikutnya dalam garis keluarga

Mengkonfirmasi penyebab kematian, dan memantau adanya

kemungkinan kelalaian medik dalam pelayanan

Berpartisipasi dalam pendidikan dan penelitian kedokteran

 Bagi Institusi Penyelenggara pelayanan kesehatan manfaat yang diperoleh

adalah4,11:

Mengkonfirmasi diagnosis klinis yang dibuat selama pengobatan dan

perawatan

Mengetahui asal penyakit dan  perjalanan penyakit yang diderita

pasien

Mendidik dokter dan perawat hingga pada gilirannya meningkatkan

kualitas pelayanan

Merancang obat dan pengobatan yang efektif

Mengidentifikasi efek samping dari pengobatan

Mendapatkan hasil statistik vital yang lebih akurat

Mendapatkan hasil yang akurat mengenai penyebab kematian untuk

perkembangan penelitian

Mengidentifikasi dan mengevaluasi penyakit emergensi dan re-

emerging diseases.

36

Page 37: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Shojania dkk kemungkinan jika

dilakukannya autopsi dapat menunjukan bukti penting yang tidak diduga

sebelumnya. 17

Bagi masyarakat manfaat yang diperoleh adalah 4:

Mengevaluasi teknologi pemeriksaan kedokteran yang baru

Menilai efektifitas metode pengobatan yang diberikan pada pasien

Menyelidiki adanya penyakit terkait kondisi lingkungan kerja atau

lingkungan tinggal

2.6.2. Prosedur Autopsi Klinik

Persiapan dokumen yang diperlukan 4

1. Rekam medis lengkap dari pasien yang menjelaskan mengenai penyakit

yang diderita saat meninggal maupun riwayat penyakit terdahulu

2. Persetujuan dari keluarga terdekat yang menyatakan kesediaan untuk

dilakukannya autopsi klinik dan kesediaan untuk turut membantu autopsi

klinik, dalam hal ini mengenai pengumpulan data-data yang diperlukan

dalam proses autopsi

3. Surat permintaan resmi dari rumah sakit, klinik, puskesmas, ataupun

penyelenggara pelayanan kesehatan resmi lainnya untuk dilakukan autopsi

klinik

Persiapan fasilitas penunjang 4

Untuk melakukan autopsi klinik diperlukan peralatan yang lengkap dan

ruangan dengan fasilitas memadai seperti adanya kulkas penyimpanan mayat

dan meja autopsi dengan drainase yang baik, selain itu ruangan yang digunakan

selama pemeriksaan harus memiliki pencahayaan yang baik.

Prosector

Autopsi klinik ini harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang

mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Pelaksanaan tindakan medis

tersebut dilakukan dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam

masyarakat yaitu norma hukum, norma agama, kesusilaan, dan norma

kesopanan.

37

Page 38: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

Prosedur pelaksanaan

Setelah pengkajian dokumen-dokumen yang telah dikumpulkan, autopsi

klinik lengkap, parsial, maupun needle necropsy dapat segera dilakukan.

Pemeriksaan luar dan dalam dilakukan secara sistematis dengan pencatatan

segala bentuk kelainan yang ditemukan. Autopsi klinis harus dilakukan sesuai

dengan standar pemeriksaan autopsi dengan membuka rongga kepala, dada dan

perut, serta melakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang untuk menentukan

sebab kematian. Berbeda dengan autopsi forensik, pada autopsi klinik

dilakukan pemeriksaan pada kolumna vertebralis dan korda spinalis.

Pemeriksaan ini membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga pada autopsi

forensik hanya dilakukan atas indikasi tertentu. 4

Adapaun cara pemeriksaan kolumna vertebralis dan korda spinalis

adalah dengan12:

1. Melepaskan otot psoas.

2. Dengan mengunakan oscillating saw, buka korda spinalis antara L5-Si dan

diskus C3-C4

a. Pada regio lumbal, potong pedikel, dan tanpa mencederai korda

b. Pada regio thoraks, dengan bantuan osteotome untuk

memperlihatkan kepala iga dan memotong korda melalui leher iga

dan pedikel vertebre.

c. Pada regio servikal, memoloh daerah lateral dari badan vertebre

dan masuk ke dalam kanalis vertebre, mulai pada bagian terbawah

dan naik ke atas columan vertebralis dan cari sambungan dari

ligamentum ke korda.

3. Perlihatkan semua ganglia posterior dan akar serabut saraf yang secara

kntinue dilepas dari korda. Kembangkan pleksus sakralis dengan jari

antara plesus dan dinding pelvik. Potong akar serabut saraf sakral tetapi

pertahankan sambungan dengan lumbal. Lepaskan korda dan tempel saraf

dari arah belakang ke arah depan. Bebaskan korda servikalis bagian atas

dengan memotong duramater yang melewati foramen magnum.

38

Page 39: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

4. Periksa korda dengan membuka duramater garis pertengahan anterior dan

atau posterior atau dengan memotong korda secara transversal tanpa

merusak duramater, biasanya setelah fiksasi adekuat.

Gambar 20. Pemeriksaan Kolumna Vertebralis dan Korda Spinalis 12

Pada akhir autopsi, penyebab kematian ditentukan dari pemeriksaan

organ dan jaringan. 4

Hasil Autopsi Kinik

Hasil autopsi klinik  dapat dilampirkan di dalam rekam medis dan dapat

diketahui oleh keluarga dan pihak peminta autopsi klinis dengan mengingat

batasan aturan mengenai rekam medis yang tercantum dalam Permenkes

269/MENKES/PER/III/2008 tentang rekam medis.6

2.6.3. Dasar Hukum Autopsi Klinik

39

Page 40: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

Secara hukum pelaksanaan autopsi klinik dalam praktek kedokteran

berlandasankan pada Undang Undang RI nomor 36 Tahun 2009:7

Pasal 119

Ayat 1:

Untuk kepentingan penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan dapaat

dilakukan bedah mayat klinis di rumah sakit.

Ayat 2:

Bedah mayat klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk

menegakkan diagnosis dan/atau menyimpulkan penyebab kematian.

Ayat 3:

Bedah mayat klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas

persetujuan tertulis keluarga terdekat terdekat pasien.

Ayat 4:

Dalam hal pasien diduga meninggal akibat penyakit yang membahayakan

masyarakat dan bedah mayat klinis mutlak diperlukan untuk menegakkan

diognosis dan/atau penyebab kematiannya, tidak diperlukan persetujuan.

Pasal 121

Bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis hanya dapat dilakukan oleh dokter

sesuai dengan keahlian dan kewenangannya.

Pasal 124

Tindakan bedah mayat oleh tenaga kesehatan harus dilakukan sesuai dengan

norma agama, norma kesusilaan, dan etika profesi.

2.7. Autopsi Medikolegal

Autopsi medikolegal dilakukan oleh ahli forensik dengan tujuan mencari

penyebab utama kematian. Autopsi ini dilakukan atas permintaan resmi dari pihak

berwajib apabila terdapat kecurigaan atas kematian yang tidak sewajarnya atau

40

Page 41: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

kematian karena kasus kriminal. Hasil autopsi kemudian menjadi informasi resmi

untuk membantu penegakan keadilan.8

2.7.1. Tujuan Autopsi Medikolegal

Tujuan dari autopsi medikolegal adalah:9

a. Untuk memastikan identitas seseorang yang tidak diketahui atau

belum jelas.

b. Untuk menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan

saat kematian.

c. Untuk mengumpulkan dan memeriksa tanda bukti untuk penentuan

identitas benda penyebab dan pelaku kejahatan.

d. Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam

bentuk visum et repertum.

2.7.2. Dasar Hukum Autopsi Forensik

Autopsi forensik mutlak dilakukan atau dasar pemeriksaan luar dan

pemeriksaan dalam dari mayat. Aturan pengadaan autopsi diatur dalam KUHAP

Pasal 133, Pasal 134, Pasal 179, KUHP Pasal 222. Untuk melakukan autopsi

forensik diperlukan Surat Permintaan Visum (SPV) dari pihak kepolisian.3

Pasal 133 KUHAP

Ayat 1:

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik

luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan

tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli

kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

Ayat 2:

Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan secara

tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau

pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

41

Page 42: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

Ayat 3:

Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah

sakit harus diperlakukan baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat

tersebut dan diberi label yg memuat identitas mayat diberi cap jabatan yang

dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

Pasal 134 KUHAP

Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat

tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu

kepada keluarga korban.Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib

menerangkan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya

pembedahan tersebut.Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun

dari keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera

melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-

undang ini.

Pasal 179 KUHAP

Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau

dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.Semua

ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan

keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji

akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut

pengetahuan dalam bidang keahliannya.

Pasal 222 KUHP

Barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan

pemeriksaan mayat untuk pengadilan diancam dengan pidana penjara paling lama

sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Poin penting dalam pelaksanaan autopsi dapat disingkat dengan 6W, yaitu:10

1. Who is the victim (sex, race, age, distinguishing characteristics)?

2. When did death and the injuries occur?

42

Page 43: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

3. Where did death and the injuries occur?

4. What injuries are present (type, distribution, pattern, path, and direction)?

5. Which injuries are significant (major vs. minor, time vs. Artefactual or

postmortem injuries)?

6. Why and how did the injuries and death occur (mechanism and manner of

death)?

Dalam menjalani autopsi, terdapat beberapa hal pokok yang harus

diperhatikan yaitu:2

1. Autopsi harus dilakukan sedini mungkin

Perubahan postmortem dapat mengubah keadaan suatu luka maupun suatu

proses patologik sedemikian rupa sehingga mungkin diinterpretasikan

salah. Sebagai contoh, rongga pleura yang semula kosong dapat berisi

cairan merah kehitaman akibat pembusukan.

2. Autopsi harus dilakukan lengkap

Agar autopsi dapat mencapai tujuannya, maka autopsi harus lengkap

meliputi pemeriksaan luar, pembedahan yang meiputi pembukaan tulang

tengkorak, dada, perut, dan panggul.

3. Autopsi dilakuan sendiri oleh dokter, tidak boleh diwakilkan kepada

perawat ataupun mantri. Dokter harus menginterpretasikan hasil

pemeriksaan yang dilakukan, untuk memenuhi ketentuan dalam undang-

undang yang menuntut dilakukan pemeriksaan sejujurnya dengan

pengetahuan sebaik-baiknya.

4. Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan seteliti mungkin. Semua

kelainan yang ditemukan harus dicatat sebaik-baiknya. Di samping itu

perlu juga dicatat penemuan negatif pada kasus tertentu yang

menunjukkan bahwa dokter pemeriksa telah melakukan pemeriksaan dan

mencari kelainan tertentu tapi tidak menemukannya.

BAB III

43

Page 44: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Keakuratan surat kematian dapat dibantu dengan adanya proses autopsi.

Dengan autopsi dapat ditemukan proses penyakit dan atau adanya cedera. Di

Indonesia terdapat tiga macam autopsi, yaitu autopsi anatomi, autopsi klinik, dan

autopsi medikolegal. Autopsi klinik dan autopsi medikolegal memegang peranan

penting dalam penentuan sebab kematian dan digunakan secara umum dalam

praktek kedokteran.

Autopsi klinik dilakukan terhadap mayat seseorang yang menderita

penyakit dan dirawat di rumah sakit tetapi kemudian meninggal dengan tujuan

mengetahui dengan pasti penyakit atau kelainan yang menjadi penyebab

kematian. Autopsi medikolegal dilakukan oleh ahli forensik dengan tujuan

mencari penyebab utama kematian. Autopsi ini dilakukan atas permintaan resmi

dari pihak berwajib apabila terdapat kecurigaan atas kematian yang tidak

sewajarnya atau kematian karena kasus kriminal.

Baik dalam melakukan autopsi klinik maupun autopsi forensik, ketelitian

yang maksimal harus diusahakan. Kelainan sekecil apapun harus dicatat dengan

seksama. Autopsi sendiri harus dilakukan sedini mungkin sehingga dapat

ditentukan tujuan utama dari autopsi yaitu memukan proses penyakit dan atau

adanya cedera penyebab kematian.

3.2. Saran

1. Perlu diadakannya autopsi klinik dalam praktek kedokteran umum sehari-

hari untuk mengetahui penyebab kematian secara pasti

2. Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat dan pihak rumah sakit

mengenai autopsi klinik

DAFTAR PUSTAKA

44

Page 45: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

1. Philippe L, Anne L, Sanna S. 2007. Surveillance of Injury Related Deaths:

Medicolegal Autopsy Rates and Trends in Finland in Injury Prevention.

Helsinki, Finland: National Public Health Institute, Injury Prevention Unit;

13: 282–284.

2. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. 2000. Teknik Autopsi

Forensik. Jakarta: Penerbit Bagian Kedokteran Forensik Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

3. UCDAVIS heatlh System, 2014, Indication of Autopsy, Departement of

Pathology and Laboratotory: University of California. yang diakses dari

http:www.ucdmc.ucdavis.edu/pathology/services/clinical/anatomic@patho

logy/autopsy/indication.html. pada tanggal 8 Juli 2014 Pukul 12.00 WIB

4. Kotabagi RB, Charati SC, Jayachandar MD. 2005. Clinical Autopsy vs

Medicolegal Autopsy. India: MJAFI; 61: 258-263.

5. Solichin S, Apuranto H, Agus MA. 2010. Ilmu Kedokteran Forensik

dan  Medikolegal. Surabaya.

6. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. 2000. Ilmu Kedokteran

Forensik. Jakarta: Penerbit Bagian Kedokteran Forensik Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

7. Undang Undang Republik Indonesia nomor 36 Tahun 2009

8. Pathak A, Mangal HM. 2007. Histo-Pathology Examination in

Medicolegal Autopsy Pros & Cons. India: J Indian Acad Forensic Med;

32: 2.

9. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. 2010. Autopsi.

Dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta:

Media Aesculapius.

10. Eckert WG. 1997. Introduction to Forensic Sciences. United States of

America: CRC Press.

11. Kaven G, Shojania, Burton EC. 2008. The Vanishing Nonforensic

Autopsy. N Engl J Med 358;8. diunduh dari www.nejm.org.

45

Page 46: Autopsi Klinik Dan Aspek Medicolegal

12. Collins KA, Hutchins GM. An Introduction To Autopsy Technique : Step-

by-Step Diagram. College of American Pathologists : Advancing

Excellence;2005.Hal.1-22

13. Dix, Jay. Color atlas of forensic pathology. Florida: CRC Press LC; 2000.

14. Sheaff MT, Hopster DJ. General Inspection and Initial Stages of

Evisceration dalam Post Mortem Technique Handbook 2nd Edition.

London : Springer;2005.Hal.56 – 81

15. Finkbeiner WE, Ursell PC, Davis RL. Autopsy pathology a manual and

atlas. 2nd Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2009.

16. Ioan B, Alexa T, Alexa ID,2012. Do we still need the autopsy? Clinical

diagnosis versus autopsy diagnosis, Rom J Leg Med [20] 307-312

17. Shojania KG, et al, 2003. Changes in Rates of Autopsy-Detected

Diagnostic Errors Over Time. JAMA, June 4, 2003—Vol 289, No. 21

18. Mozayani A. Toxicology in The Crime Laboratory. In: Mozayani A,

Noziglia C, editors. The Forensic Laboratory Handbook Procedures and

Practice. New Jersey: Humana Press; 2006.p.249-264

46