ASUHAN KEPERAWATAN

Embed Size (px)

Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) KONSTIPASINUZULUL ZULKARNAIN HAQ FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses (kotoran) kurang, atau fesesnya keras dan kering. Semua orang dapat mengalami konstipasi, terlebih pada lanjut usia (lansia) akibat gerakan peristaltik (gerakan semacam memompa pada usus, red) lebih lambat dan kemungkinan sebab lain. Kebanyakan terjadi jika makan kurang berserat, kurang minum, dan kurang olahraga. Kondisi ini bertambah parah jika sudah lebih dari tiga hari berturut-turut. Kasus konstipasi umumnya diderita masyarakat umum sekitar 4-30 persen pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Ternyata, wanita lebih sering mengeluh konstipasi dibanding pria dengan perbandingan 3:1 hingga 2:1. Insiden konstipasi meningkat seiring bertambahnya umur, terutama usia 65 tahun ke atas. Pada suatu penelitian pada orang berusia usia 65 tahun ke atas, terdapat penderita konstipasi sekitar 34 persen wanita dan pria 26 persen. Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik dengan WC-nya, bingung caranya buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan kendaraan umum lainnya. Penyebab konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek samping obat, faktor neurogenik saraf sentral atau saraf perifer. Bisa juga karena faktor kelainan organ di kolon seperti obstruksi organik atau fungsi otot kolon yang tidak normal atau kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis dan dapat disebabkan faktor idiopatik kronik. Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Lagi-lagi, kuncinya adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur. Jika penderita konstipasi ini mengalami kesulitan mengunyah, misalnya karena ompong, haluskan sayur atau buah tersebut dengan blender. 1.2 Rumusan Masalah

Apa konsep teori dari konstipasi dan bagaimana asuhan keperawatan dalam menangani kasus konstipasi?

1.3 Tujuan Tujuan umum : Mengetahui dan memahami konsep teori konstipasi dan asuhan keperawatan dalam menangani kasus konstipasi

Tujuan khusus : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Memahami definisi konstipasi Memahami patofisiologis konstipasi Memahami faktor- faktor risiko konstipasi pada usia lanjut Memahami manifestasi klinis konstipasi Memahami komplikasi konstipasi pada usia lanjut Memahami penatalaksanaan konstipasi Memahami web of causes konstipasi Memahami asuhan keperawatan pada konstipasi

1.4 Manfaaat Memberikan konsep dasar teori tentang gangguan sistem gastrointestinal, yaitu diare dan konstipasi pada lansia berdasarkan pertimbangan gerontik, beserta asuhan keperawatannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pada umumnya konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai suatu keluhan terdapat variasi yang berlainan antara individu. Penggunaan istilah konstipasi secara keliru dan belum adanya definisi yang universal menyebabkan lebih kaburnya hal ini. Biasanya konstipasi berdasarkan laporan pasien sendiri atau konstipasi anamnestik dipakai sebagai data pada

penelitian-penelitian. Batasan dari konstipasi klinis yang sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah besar feses memenuhi ampul rektum pada colok dubur, dan atau timbunan feses pada kolon, rektum, atau keduanya yang tampak pada foto polos perut. Studi epidemiologis menunjukkan kenaikan pesat dari konstipasi terkait dengan usia terutama berdasarkan keluhan pasien dan bukan karena konstipasi klinis. Banyak orang mengira dirinya konstipasi bila tidak buang air besar (BAB) tiap hari sehingga sering terdapat perbedaan pandang antara dokter dan pasien tentang arti konstipasi itu sendiri. Frekuensi BAB bervariasi dari 3 kali per hari sampai 3 kali per minggu. Secara umum, bila 3 hari belum BAB, massa feses akan mengeras dan ada kesulitan samapi rasa sakit saat BAB. Konstipasi sering diartikan sebagai. kurangnya frekuensi BAB, biasanya kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras, serta kadangkal disertai kesulitan sampai rasa sakit saat BAB. Orang usia lanjut seringkali terpancang dengan kebiasaan BABnya. Hal ini mungkin merupakan kelanjutan dari pola hidup semasa kanak-kanak dan saat masih muda, dimana setiap usaha dikerahkan untuk BAB teratur tiap hari, kalau perlu dengan menggunakan pencahar untuk mendapatkan perasaan sudah bersih. Ada anggapan umum yang salah bahwa kotoran yang tertimbun dalam usus besar akan diserap lagi, berbahaya untuk kesehatan, dan dapat memperpendek usia. Ada pula yang mengkhawatirkan keracunan dari fesesnya sendiri bila dalam jangka waktu tertentu tidak dikeluarkan. Suatu batasan dari konstipasi diusulkan oleh Holson, meliputi paling sedikit 2 dari keluhan di bawah ini dan terjadi dalam waktu 3 bulan : a. konsistensi feses yang keras; b. mengejan dengan keras saat BAB; c. rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB; d. frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang. International Workshop on Constipation berusaha lebih jelas memberikan batasan konstipasi. Berdasarkan rekomendasinya, konstipasi dikategorikan dalam dua golongan : 1) konstipasi fungsional, 2) konstipasi karena penundaan keluarnya feses pada muara rektisigmoid. Konstipasi fungsional disebabkan waktu perjalanan yang lambat dari feses, sedangkan penundaan pada muara rektosigmoid menunjukkan adanya disfungsi anorektal. Yang terakhir ditandai adanya perasaan sumbatan pada anus. Tabel 1. Definisi Konstipasi sesuai international workshop on constipation No Tipe Kriteria Dua atau lebih dari keluhan ini ada paling sedikit dalam 12 bulan : 1. Konstipasi Fungsional 1. mengedan keras 25% dari BAB

2. feses yang keras 25% dari BAB 3. rasa tidak tuntas 25% dari BAB 4. BAB kurang dari 2 kali per minggu 1. hambatan pada anus lebih dari 25% BAB 2. waktu untuk BAB lebih lama 3. perlu bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses

2.

Penundaan pada muara rektum

Model tinja atau feses 1 (konstipasi kronis), 2 (konstipasi sedang) dan 3 (konstipasi ringan) dari Bristol Stool Chart yang menunjukkan tingkat konstipasi atau sembelit.

2.2 Patofisiologi Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis yang menyertakan kerja otototot polos dan serat lintang, persarafan sentral dan perifer, koordinasi dari sistem refleks, kesadaran yang baik dan kemampuan fisis untuk mencapai tempat BAB. Kesukaran diagnosis dan pengelolaan dari konstipasi adalah karena banyaknya mekanisme yang terlibat pada proses BAB normal. Gangguan dari salah satu mekanisme ini dapat berakibat konstipasi. Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantakan feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula dari rektum diikuti relaksasi dari sfingter anus interna. Untuk meghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang depersarafi oleh saraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, sehingga rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani. Baik persarafan simpatis maupun parasimpatis terlibat dalam proses BAB. Patogenesis dari konstipasi bervariasi, penyebabnya multipel, mencakup beberapa faktor yang tumpang tindih. Walaupun konstipasi merupakan keluhan yang banyak pada usia lanjut, motilitas kolon tidak terpengaruh oleh bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak mengakibatkan perlambatan dari perjalanan saluran cerna. perubahan patofisiologi yang menyebabkan konstipasi bukanlah karena bertambahnya usia tapi memang khusus terjadi pada mereka dengan konstipasi. Penelitian dengan petanda radioopak yang ditelan oleh orang usia lanjut yang sehat tidak mendapatkan adanya perubahan dari total waktu gerakan usus, termasuk aktivitas motorik dari kolon. Tentang waktu pergerakan usus dengan mengikuti petanda radioopak yang ditelan, normalnya kurang dari 3 hari sudah dikeluarkan. Sebaliknya, penelitian pada orang usia lanjut yang menderita konstipasi menunjukkan perpanjangan waktu gerakan usus dari 4-9 hari. Pada mereka yang dirawat atau terbaring di tempat tidur, dapat lebih panjang lagi sampai 14 hari.

Petanda radioaktif yang dipakai terutama lambat jalannya pada kolon sebelah kiri dan paling lambat saat pengeluaran dari kolon sigmoid. Pemeriksaan elektrofisiologis untuk mengukur aktivitas motorik dari kolon pasien dengan konstipasi menunjukkan berkurangnya respons motorik dari sigmoid akibat berkurangnya inervasi intrinsic karena degenerasi plexus mienterikus. Ditemukan juga berkurangnya rangsang saraf pada otot polos sirkuler yang dapat menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus. Individu di atas usia 60 tahun jug aterbukti mempunyai kadar plasma beta-endorfin yang meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiate endogen di usus. Hal ini dibuktikan dengan efek konstipatif dari sediaan opiate yang dapat menyebabkan relaksasi tonus kolon, motilitas berkurang, dan menghambat refleks gaster-kolon. Selain itu, terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan otot-otot polos berkaitan dengan usia, khususnya pada perempuan. pasien dengan konstipasi mempunyai kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras sehingga upaya mengejan lebih keras dan lebih lama. Hal ini dapat berakibat penekanan pada saraf pudendus sehingga menimbulkan kelemahan lebih lanjut. Sensasi dan tonus dari rektum tidak banyak berubah pada usia lanjut. Sebaliknya, pada mereka yang mengalami konstipasi dapat mengalami 3 perubahan patologis pada rektum : 1. Diskesia Rektum Ditandai dengan penurunan tonus rektum, dilatasi rektum, gangguan sensasi rektum, dan peningkatan ambang kapasitas. Dibutuhkan lebih besar regangan rektum untuk menginduksi refleks relaksasi dari sfingter eksterna dan interna. Pada colok dubur pasien dengan diskesia rektum sering didapatkan impaksi feses yang tidak disadari karena dorongan untuk BAB sering sudah tumpul. Diskesia rektum juga dapat diakibatkan karena tanggapnya atau penekanan pada dorongan untuk BAB seperti yang dijumpai pada penderita demensia, imobilitas, atau sakit daerah anus dan rektum 1. Dis-sinergis Pelvis Terdapatnya kegagalan untuk relaksasi otot pubo-rektalis dan sfingter anus eksterna saat BAB. Pemeriksaan secara manometrik menunjukkan peningkatan tekanan pada saluran anus saat mengejan. 1. Peningkatan Tonus Rektum Terjadi kesulitan mengeluarkan feses yang bentuknya kecil. Sering ditemukan pada kolon yang spastik seperti pada penyakit Irritable Bowel Syndrome, dimana konstipasi merupakan hal yang dominan.

2.3 Faktor- faktor risiko konstipasi pada usia lanjut Dibutuhkan pengenalan faktor-faktor resiko yang berkaitan dengan konstipasi pada usia lanjut untuk memahami masalah ini. Sebagai contoh, polifarmasi dapat menyebabkan konstipasi karena beberapa golongan obat mempunyai potensi untuk hal ini. Beberapa kelainan neurologis dan endokrin-metabolik juga dapat mengakibatkan konstipasi yang berat. Faktor-faktor resiko konstipasi pada usia lanjut : 1. Obat-obatan yaitu golongan obat-obatan : 1. Antikolinergik 2. Narkotik 3. Analgesik 4. Diuretik 5. NSAID 6. Kalsium antagonis 7. Preparat kalsium 8. Preparat besi 9. Antasida alumunium 10. Penyalahgunaan pencahar 11. Kondisi neurologis 1. Stroke 2. Penyakit Parkinson 3. Traauma medulla spinalis 4. Neorupati diabetik 12. Gangguan metabolik 1. Hiperkalsemia 2. Hipokalemia 3. Hipotiroid 13. Kausa Psikologis 1. Psikosis depresi 2. Demensia 3. Kurang privasi untuk BAB 4. mengabaikan dorongan BAB 5. konstipasi imajiner 14. Penyakit-penyakit saluran cerna 1. Kanker kolon 2. Divertikel 3. Illeus 4. Hernia 5. Volvulus 6. Irritable Bowel Syndrome 7. Rektokel

8. Wasir 9. Fistula atau Fissura ani 10. Inersia kolon 15. Lain-lain 1. Diet rendah serat 2. Kurang cairan 3. Imobilitas atau kurang olahraga 4. Bepergian jauh 5. Pasca tindakan bedah perut

2.4 Manifestasi klinis Anamnesis yang terperinci merupakan hal terpenting untuk mengungkapkan adakah konstipasi dan faktor resiko penyebabnya. Konstipasi merupakan suatu keluhan klinis yang umum dengan berbagai tanda dan keluhan lain yang berhubungan. Pasien yang mengeluh konstipasi tidak selalu sesuai dengan patokan-patokan yang obyektif. Misalnya jika dalam 24 jam belum BAB atau ada kesulitan dan harus mengejan serta perasaan tidak tuntas untuk BAB sudah mengira dirinya menderita konstipasi. Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB mengejan keras saat BAB Massa feses yang keras dan sulit keluar Perasaan tidak tuntas saat BAB Sakit pada daerah rektum saat BAB Rasa sakit pada perut saat BAB Adanya perembesen feses cair pada pakaian dalam Menggunakan jari-jari untuk mengeluarkan feses Menggunakan obat-obatan pencahar untuk bisa BAB

Pemeriksaan fisis pada konstipasi sebagian besar tidak didapatkan kelainan yang jelas. Walaupun demikian, pemeriksaan fisis yang teliti dan menyeluruh diperlukan untuk menemukan kelainankelainan yang berpotensi mempengaruhi khususnya fungsi usus besar. Diawali dengan pemerikssaan rongga mulut meliputi gigi gerigi, adanya lesi selaput lendir mulut dan tumor yang dapat mengganggu rasa pengecap dan proses menelan. Pemeriksaan daerah perut dimulai dengan inspeksi adakah pembesaran abdomen, peregangan atau tonjolan. Selanjutnya palpasi pada permukaan perut untuk menilai kekuatan otot-otot perut. Palpasi lebih dalam dapat meraba massa feses di kolon, adanya tumor atau aneurisma aorta. Pada perkusi dicari antara lain pengumpulan gas berlebihan, pembesaran organ, asietes, atau adanya massa feses. Auskultasi antara lain untuk mendengarkan suara gerakan usus besar, normal atau berlebihan misalnya pada jembatan usus. Pemeriksaan daerah anus memberikan petunjuk

penting, misalnya adakah wasir, prolaps, fisur, fistula, dan massa tumor di daerah anus dapat mengganggu proses BAB. Pemeriksaan colok dubur harus dikerjakan antara lain untuk mengetahui ukuran dan kondisi rektum serta besar dan konsistensi feses. Colok dubur dapat memberikan informasi tentang : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tonus rektum Tonus dan kekuatan sfingter Kekuatan otot pubo-rektalis dan otot-otot dasar pelvis Adakah timbunan massa feses Adakah massa lain (misalnya hemoroid) Adakah darah Adakah perlukaan di anus

Pemeriksaan laboratorium dikaitkan dengan upaya mendeteksi faktor-faktor resiko penyebab konstipasi, misalnya glukosa darah, kadar hormon tiroid, elektrolit, anemia yang berhubungan dengan keluarnya darah dari rektum, dan sebagainya. Prosedur lain misalnya anuskopi dianjurkan dikerjakan secara rutin pada semua pasien dengan konstipasi untuk menemukan adakah fisura, ulkus, wasir dan keganasan. Foto polos perut harus dikerjakan pada penderita konstipasi, terutama yang terjadinya akut. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adakah impaksi feses dan adanya massa feses yang keras yang dapat menyebabkan sumbatan dan perforasi kolon. Bila diperkirakan ada sumbatan kolon, dapat dilanjutkan dengan barium Enema untuk memastikan tempat dan sifat sumbatan. Pemeriksaan intensif ini dikerjakan secara selektif setelah 3-6 bulan pengobatan konstipasi kurang berhasil dan dilakukan hanya pada pusat-pusat pengelolaan konstipasi tertentu. Uji yang dikerjakan dapat bersifat anatomik (enema, proktosigmoidoskopi, kolonoskopi) atau fisiologik (waktu singgah di kolon, cinedefecografi, menometri, dan elektromiografi). Proktosigmoidoskopi bisanya dikerjakan pada konstipasi yang baru tejadi sebagai pprosedur penapisan adanya keganasan kolon-rektum. Bila ada penurunan berat badan, anemia, keluarnya darah dari rektum atau adanya riwayat keluarga dengan kanker kolon perlu dikerjakan kolonoskopi. Waktu persinggahan suatu bahan radio-opak di kolon dapat diikuti dengan melakukan pemeriksaan radioologis setelah menelan bahan tersebut. Bila timbunan zat ini terutama ditemukan di rektum menunjukkan kegagalan fungsi ekspulsi, sedangkan bila di kolon menunjukkan kelemahan yang menyeluruh. Sinedefecografi adalah pemeriksaan radiologis daerah anaorektal untuk menilai evakuasi feses secara tuntas, mengidentifikasi kelainan anorektal dan mengevaluasi kontraksi serta relaksasi otot rektum. Uji ini memakai semacam pasta yang konsistensinya mirip feses, dimasukkan ke dalam rektum. Kemudian penderita duduk pada toilet yang diletakkan dalam pesawat sinar X.

Penderita diminta mengejan untuk mengeluarkan pasta tersebut. Dinilai kelainan anorektal saat proses berlangsung. Uji manometri dikerjakan untuk mengukur tekanan pada rektum dan saluran anus saat istirahat dan pada berbagai rangsang untuk menilai fungsi anorektal. pemerikasaan elektromiografi dapat mengukur misalnya tekanan sfingter dan fungsi saraf pudendus, adakah atrofi saraf yang dibuktikan dengan respon sfingter yang terhambat. Pada kebanyakan kasus tidak didapatkan kelainan anatomik maupun fungsional, sehingga penyebab dari konstipasi disebut sebagai nonspesifik.

2.5 Komplikasi Konstipasi Pada Usia Lanjut Walaupun untuk kebanyakan orang usia lanjut, konstipasi hanya sekedar mengganggu, tetapi untuk untuk sebagian kecil dapat berakibat komplikasi yang serius, misalnya impaksi feses. Impaksi feses merupakan akibat dari terpaparnya feses pada daya penyerapan dari kolon dan rektum yang berkepanjangan. Feses dapat menjadi sekeras batu, di rektum (70%), sigmoid(20%), dan kolon bagian proksimal(10%). Impaksi feses penyebab penting dari morbiditas pada usia lanjut, menigkatkan resiko perawatan di rumah sakit dan mempunyai potensi terjadinya komplikasi yang fatal. penampilannya sering hanya berupa kemunduran klinis yang tidak spesifik. kadang-kadang dari pemeriksaan fisis didapatkan panas sampai 39,5 o, delirium perut yang tegang, suara usus melemah, aritmia serta takipnia karena karena peregangan dari diafragma. pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis. peristiwa ini dapat disebabkan ulserasi sterkoraseus dari suatu fecaloma yang keras menyebabkan ulkus dengan tepi yang nekrotik dan meradang. dapat terjadi perforasi dan penderita datang dengan sakit perut berat yang mendadak. Impaksi feses yang berat pada daerah rektosigmoid dapat menekan leher kandung kemih menyebabkan retensio urin, hidronefrosis bilateral, dan kadangh-kadang gagal ginjal yang membaik setelah impaksi dihilangkan titik. Inkontinensia alvi juga sering didapatkan, karena impaksi feses di daerah kolorektal. Volvulus daerah sigmoid juga sering terjadi sebagai komplikasi dari konstipasi. Mengejan berlebihan dalam jangka waktu lama pada penderita dengan konstipasi dapat berakibat prolaps dari rektum.

2.6 Penatalaksanaan Banyaknya macam-macam obat yang dipasarkan untuk mengatasi konstipasi, merangsang upaya untuk memberikan pengobatan secara simptomatik. Sedangkan bila mungkin, pengobatan harus ditujukan pada penyebab dari konstipasi. Penggunaan obat pencahar jangka panjang terutama yang bersifat merangsang peristaltik usus, harus dibatasi. Strategi pengobatan dibagi menjadi :

1. Pengobatan non-farmakologis 1. Latihan usus besar : melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan perilaku yang disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas penyebabnya. Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya. dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga dapat memanfaatkan reflex gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda dorongan untuk BAB ini. 2. Diet : peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada golongan usia lanjut. data epidemiologis menunjukkan bahwa diet yang mengandung banyak serat mengurangi angka kejadian konstipasi dan macam-macam penyakit gastrointestinal lainnya, misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan massa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit di usus. untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan cairan. 3. Olahraga : cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu mengatasi konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan menggiatkan sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-otot dinding perut, terutama pada penderita dengan atoni pada otot perut 2. Pengobatan farmakologis Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi farmakologis, dan biasnya dipakai obat-obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe golongan obat pencahar : 1. memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal, Methyl selulose, Psilium. 2. melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya : minyak kastor, golongan dochusate. 3. golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain : sorbitol, laktulose, gliserin 4. merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar. Golongan ini yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar golongan ini bisa dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon. Contohnya : Bisakodil, Fenolptalein. Bila dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan cara-cara tersebut di atas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Misalnya kolektomi sub total dengan anastomosis ileorektal. Prosedur ini dikerjakan pada konstipasi berat dengan masa transit yang lambat dan tidak diketahui penyebabnya serta tidak ada respons dengan pengobatan yang diberikan. Pasa umumnya, bila tidak dijumpai sumbatan karena massa atau adanya volvulus, tidak dilakukan tindakan pembedahan.

2.7 WOC DOWNLOAD : WOC ASKEP KONSTIPASI 2.8 Asuhan Keperawatan Seorang kakek bernama Ikhwan yang berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada perut bagian bawah. Kakek mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB. Biasanya kakek bisa BAB tiga hari sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah menghabiskan porsi makan sehari-harinya karena kurang nafsu makan. Setelah dikaji inspeksi terdapat pembesaran abdomen dan saat dipalpasi ada impaksi feses. 1. Pengkajian Nama Tanggal lahir Jenis kelamin Tanggal MRS Alamat Diagnosa Medis Sumber Informasi Keluhan utama : Ikhwan : 5 November 1945 : Laki-laki : 30 November 2010 : Surabaya : Konstipasi : Klien, pemeriksaan fisik, kolonoskopi : nyeri pada perut, seminggu belum BAB

Riwayat penyakit sekarang : Ikhwan yang berumur 65 tahun mengeluh nyeri pada perut bagian bawah. Kakek mengatakan bahwa sudah seminggu belum BAB. Biasanya kakek bisa BAB tiga hari sekali. Sejak saat itu kakek tidak pernah menghabiskan porsi makan sehariharinya. Selain itu, kakek mengaku mudah lelah untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Riwayat kesehatan keluarga : Review of system 1. 2. 3. 4. 5. 6. :

B1 (Breath) : RR meningkat B2 (Blood) : denyut jantung meningkat, TD meningkat B3 (Brain) : nyeri pada abdomen bawah B4 (Bladder) : B5 (Bowel) : nafsu makan turun, BB turun B6 (Bone): -

Hasil pemeriksaan fisik umum : 1. keadaan umum : lemah 2. TTV : tekanan darah 130/95 mmHg, nadi : 90x/mnt, RR 23x/mnt Pemeriksaan fisik abdomen 1. 2. 3. 4. Inspeksi : pembesaran abdomen Palpasi : perut terasa keras, ada impaksi feses Perkusi : redup Auskultasi : bising usus tidak terdengar

Analisa data Data Data subyektif : Etiologi Masalah Pola BAB tidak teratur Kontipasi

Seminggu tidak BAB, Eliminasi feses tidak kebiasaan BAB tiga kali lancar sehari konstipasi Data obyektif :

Inspeksi : pembesaran abdomen Palpasi : perut terasa keras, ada impaksi feses Perkusi : redup Auskultasi : bising usus tidak terdengar Sulit BAB Perut terasa begah Nafsu makan menurun Nutrisi kurang dari kebutuhan

Data Subjektif: Klien tidak nafsu makan Data Objektif: Bising usus tidak terdengar

Menurunnya intake makanan

Data Subjektif Keluhan nyeri dari pasien Data Objektif

konsistensi tinja yang keras sulit keluar Akumulasi di kolon

Nyeri akut

Perubahan nafsu makan Nyeri anbdomen 2. Diagnosa 1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan 3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen

3. Intervensi dan Rasional 1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur Tujuan: pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari) Kriteria hasil : Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari Konsistensi feses lembut Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan

Intervensi Mandiri

Rasional

Tentukan pola defekasi bagi klien dan latih klien untuk menjalankannya Atiur waktu yang tepat untuk defekasi Untuk mengembalikan keteraturan pola klien seperti sesudah makan defekasi klien Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai dengan indikasi Untuk memfasilitasi refleks defekasi Berikan cairan jika tidak kontraindikasi Nutrisi serat tinggi untuk melancarkan

2-3 liter per hari Kolaborasi Pemberian laksatif atau enema sesuai indikasi

eliminasi fekal Untuk melunakkan eliminasi feses

Untuk melunakkan feses

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya nafsu makan Tujuan: menunjukkan status gizi baik Kriteria Hasil: Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal Nilai laboratorium dalam batas normal Melaporkan keadekuatan tingkat energi

Intervensi Mandiri

Rasional

Buat perencanaan makan dengan pasien untuk dimasukkan ke dalam jadwal makan. Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien dari rumah.

Menjaga pola makan pasien sehingga pasien makan secara teratur

Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi Pastikan diet memenuhi kebutuhan tubuh sesuai indikasi. Pastikan pola diet yang pasien yang

Pasien merasa nyaman dengan makanan yang dibawa dari rumah dan dapat meningkatkan nafsu makan pasien. Dengan pemberian porsi yang besar dapat menjaga keadekuatan nutrisi yang masuk.

disukai atau tidak disukai. Pantau masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik. Kaji turgor kulit pasien

Kolaborasi

Observasi

Tinggi karbohidrat, protein, dan kalori diperlukan atau dibutuhkan selama perawatan. Untuk mendukung peningkatan nafsu makan pasien Mengetahui keseimbangan intake dan pengeluaran asuapan makanan Sebagai data penunjang adanya perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan Untuk dapat mengetahui tingkat kekurangan kandungan Hb, albumin, dan glukosa dalam darah

Pantau nilai laboratorium, seperti Hb, albumin, dan kadar glukosa darah Ajarkan metode untuk perencanaan makan

Health Edukasi

Ajarkan pasien dan keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal

Klien terbiasa makan dengan terencana dan teratur.

Menjaga keadekuatan asupan nutrisi yang dibutuhkan.

3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen Tujuan: menunjukkan nyeri telah berkurang Kriteria Hasil: Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-analgesik secara tepat

Intervensi Mandiri

Rasional

Bantu pasien untuk lebih berfokus pada Klien dapat mengalihkan perhatian dari aktivitas dari nyeri dengan melakukan nyeri penggalihan melalui televisi atau radio Hati-hati dalam pemberian anlgesik opiat Perhatikan bahwa lansia mengalami peningkatan sensitifitas terhadap efek Hati-hati dalam pemberian obat-obatan analgesik opiat pada lansia Perhatikan kemungkinan interaksi obat obat dan obat penyakit pada lansia Observasi Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidak nyaman pada skala 0 10 Gunakan lembar alur nyeri Mengetahui karakteristik nyeri Lakukan pengkajian nyeri yang komperhensif Health education Instruksikan pasien untuk meminformasikan pada perawat jika pengurang nyeri kurang tercapai Berikan informasi tetang nyeri Agar mngetahui nyeri secara spesifik Perawat dapat melakukan tindakan yang tepat dalam mengatasi nyeri klien Agar pasien tidak merasa cemas

Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan klien

Daftar Pustaka

Carpenito, Lynda Juall. Diagnosis Keperawatan Aplikasi pd praktik klinis Edisi 9. Halaman 284291

Asuhan keperawatan pada pasien Ileus Obstruksi

A. KONSEP DASAR1. Pengertian Ileus Obstruksi adalah gangguan pasase isi usus secara normal ke rektum karena hambatan ekstrinsik atau intrinsik, baik pada usus kecil maupun pada usus besar (Abdus Sjukur, 1994). Ileus Obstruksi adalah usus mengalami gangguan pengosongan isi oleh karena ada sumbatan pada usus ( Buku Mata Kuliah, 2003). 2. Etiologi 1. Perletakan-perletakan pada usus Streng Ileus.

2. Adanya tumor, Ascariasis atau penyakit karena infeksi cacing gelang. 3. Hernia tercepit Hernia incar cerata.

4. Invaginasi atau melipatnya bagian suatu alat ke dalam bagian yang lain. 5. Puntiran segmen usus Volvulus.

3. Gejala Klinis 1. Tidak bisa BAB dan flatus 2. Muntah-muntah 3. Keluhan pasien didahului oleh karena nyeri perut hilang timbul.

4. Kembung (Meteorismus) 4. Patofisiologi Obstruksi usus menyebabkan rektif hiperperistaltik (gerakan meliuk-liuk saluran cerna yang meningkat), distensi lumen usus oleh gas dan cairan dan pertumbuhan kuman-kuman. Dan terjadi kolik atau distensi(tindakan meregangkan) sehingga menjadi obstruksi proksinal muntah terjadi lebih dini, sedang pada obstruksi distal muntah terjadi lebih lambat. Dan obstruksi disertai dengan strangulasi (tercepit)

sehingga terjadi nyeri hebat yang terlokalisir dan gangguan eliminasi alvi. Dan dilakukan tindakan medis (laparotomi) sehingga timbul gangguan rasa nyaman nyeri dan gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi akibat dari anoreksia.

(UPF Ilmu Bedah, 1994)

5. Macam-macam Illeus Obstruksi Menurut letak sumbatannya maka ileus obstruksi dibagi menjadi dua : 1. Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus Pada obstruksi usus halus dapat di sebabkan oleh perlekatan usus, hernia, neoplasma, intususepsi (melipatnya bagian suatu alat ke dalam bagian yang lain, volvulus, benda asing, batu empedu yang

masuk ke usus melalui fistula kolesisenterik, penyakit radang usus (inflammatory bowel disease), steiktur, fibrokistik dan hematoma. 2. Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar Kira-kira 15 % obstruksi usus terjadi di usus besar. Obstruksi dapat terjadi di setiap bagian kolor terapi paling sering di sigmoid. Penyebabnya adalah karsinoma, volvulus, kelainan di vertikular, inflamasi, tumor jinak, impkasi fekal atau pemadatan dan lain-lain.

6. Pemeriksaan dan Diagnosis a. Foto polos abdomen (BOF) dengan posisi tegak atau lateral dekubitus tampak distensi usus proksimal dari hambatan dan fenomena anak tangga. Pada volvulus sigmoid tampak sigmoid yang distensi berbentuk U yang terbalik dan dapat juga di dapatkan : b. Gambaran usus melebar (Darm Courtur) Gambaran seperti duri ikan Gambaran seperti anak tangga (Air Fluid Level) Pada dugaan tumor kolor dapat di buat foto barium enema.

7. Penyulit Bila di sertai strangulasi dapat terjadi gangren usus Capatnya penanganan sangat menentukan prognosa penderita

8. Penatalaksanaan 1. Dekompresi dengan pipa lambung. 2. Pemasangan infus untuk koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit juga keseimbangan asam basa. 3. koreksi bedah

Tindakan bedah yang di lakukan sesuai dengan kelainan patologinya 4. Antibiotika profilaksis atau terapeutik tergantung proses patologi penyebabnya.

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan merupakan metode yang digunakan untuk memecahkan masalah dalam upaya memperbaiki dan memelihara Kx sampai ke tahap optimal melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk mengenal Kx untuk memenuhi kebutuhannya.

I. PENGKAJIANA. Pengumpulan Data 1. Identitas Identitas paien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, pendidkan, agama, suku, alamat, tanggal dan jam MRS, no. register, rungan, serta identitas orang yang bertanggung jawab selama Px di rawat di RS. 2. Keluhan Utama Panas umunya Kx tidak bisa BAB dan tibak bisa flatus, nyeri abdomen rasa tidak nyaman. 3. Riwayat Penyakit a. Riwayat Penyakit Sekarang Pada umumnya Px dengan illeus obstruksi datang dengan keluhan tidak bisa BAB dan tidak bisa flatus, nyeri abdomen rasa tidak nyaman, gangguan pernafasan setelah operasi laparotomi. b. Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit yang pernah diderita Px sebelumnya seperti. c. Riwayat Penyakit Keluarga Dalam keluarga Kx yang menderita penyakit seperti Kx dan atau penyakit menular lainnya. 4. Pola-pola Fungsi Kesehatan a. Pola Persepsi dan Tatalaksana Hidup

Pada umumnya Kx / keluarga mengeri apa tidak tentang penyakit / kebiasaan hidup sehat dan di bawa ke mana bila sakit. b. Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada umunya pasien dengan ileus obstruksi mengalami gangguan pada fungsi peristaltik usus yaitu penurunan nafsu makan di karenakan abdomennya meterismus / kembung.

c. Pola Eliminasi Pada umumnya Kx tidak megalami gangguan pada eliminasi uri tetapi pada eliminasi alvi mengalami gangguan. d. Pola Tidur dan Istirahat Pada umumnya Kx ileus obstruksi mengalami gangguan waktu tidur karena nyeri pada abdomen yang mengakibatkan perut kembung / meteorismus. e. Pola Aktivitas dan Latihan Pada umumnya Kx mengalami gangguan beraktifitas karena mengalami gangguan rasa nyaman (nyeri). f. Pola Persepsi dan Konsep Diri Pada umumnya Px merasa cemas terhadap penyakitnya dan yang pasti pasien ingin segera cepat sembuh. 5. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi - Biasanya pada px ileus obstruksi perut kembung b. Gerakan usus Palpasi - Membran mukosa kering - Perut kembung c. Auskultasi Darm Steifung

- Biasanya takikardi / nadi lemah - Bising usus meningkat

B. Analisa DataData yang dikumpulkan dikelompokkan, diidentifikasikan sehingga memunculkan masalah diagnosa keperawatan berdasarkan urutan prioritas masalah.

II.

DIAGNOSA KEPRAWATAN

1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan Hiperperistaltik. 2. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan mual muntah dan intake yang tidak adekuat. 3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi

III.

PERENCANAAN

1. Dx : Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan Hierperistaltik. Tujuan : - Nyeri akan berkurang dalam waktu 2 x 24 jam - Tampak rileks dan mampu tidur / istirahat dengan tepat Kriteria Hasil : - Secara verbal Kx mengatakan nyeri berkurang - Ekspresi wajah tampak rileks / tidak menyeringai - TTV dalam batas normal Intervensi : 1. Kaji hal yang menyebabkan nyeri

R/ Berguna dalam pengawasan keefektifan obat dan penyembuhan. 2. Jelaskan pada Kx tentang penyebab nyeri yang dialami R/ Pengetahuan nyeri Kx tentang nyeri dapat di gunakan untuk mengurangi ketidaktahuan tentang penyakitnya. 3. Catat petunjuk non verbal misal gelisah, berhati-hati dengan abdomen, menarik dairi dan depresi R/ Petunjuk non verbal dapat secara psikologis dan fisiologik dan dapat di gunakan pada hubungan petunjuk verbal untuk mengidentifikasi luas / beratnya masalah. 4. Beri posisi yang nyaman dan lingkungan yang tenang R/ Menurunkan tegangann abdomen dan meningkatkan rasa kontrol. 5. Observasi distensi abdomen, peningkatan suhu, penurunan TB R/ Dapat menunjukkan terjadinya obstruksi usus karena inflamasi, edema dan jaringan kuat. 2. Dx : Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan mual muntah dan intake yang tidak adekuat. Tujuan : - Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dalam waktu 2 x 24 jam Kriteria Hasil : - Berat badan tidak turun - Tidak mual muntah Intervensi : 2. Timbang berat badan tiap hari R/ Memberikan informasi tentang kebutuhan diet / keefektifan terapi. 3. Dorong tirah baring atau pembatasan aktifitas selama fase sakit akut R/ Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan simpanan energi. 4. Anjurkan istirahat sebelum makan R/ Menenangkan peristaltik dan meningkatkan senergi untuk makan.

5. Auskultasi bising usus, catat bunyi tidak ada / hiperaktif R/ Meskipun bising usus tidak ada inflamasi / iritasi usus dapat menyertai hiperakatifitas usus penurunan absorbsi air dan diare. 6. Berikan kebersihan oral R/ Mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makanan 3. Dx : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi Tujuan : Keluarga mengerti maksud dan tujuan dilakukan tindakan keperawatan Kriteria Hasil : Keluarga Kx tidak sering bertanya kepada petugas kesehatan / perawat Kx menreti penyebab yang dapat menimbulkan ileus Intervensi : 1. Tentukan persepsi pasien tentang proses penyakit R/ Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu. 2. Kaji ulang proses penyakit, penyebab hubungan faktor yang menimbulkan gejala dan mengidentifitaskan cara menyrynkan faktor pendukung R/ Pengetahuan dasar yang akurat memberikan kesempatan Px untuk membuat keputusan informasi tentang masa depan dan kontrol penyakit kronis. 3. Ajurkan untuk menghentikan merokok R/ Dapat meningkatkan motilitas usus, meningkatkan gejala. 4. Beri penjelasan kepada Kx sebab dan akibat ileus obstruksi R/ Penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menembah wawasan keluarga. obstruksi

IV.

IMPLEMENTASIPelaksanaan asuhan kerawatan merupakan realisasi dari pada rencana tindakan keperawatan

yang telah di terapkan meliputi tindakan idependent, dependetn, interdependent. Pada pelaksanaan terdiri dari bebrapa kegiatan, validasi, rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana keperawatan memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data. (Susan Martin, 1998).

V.

EVALUASIEvaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses perawatan yang merupakan perbandingan yang

sistematik dan terencana. (Nasrul Effendi, 1995)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Ramli, Med, Dr. 2000. Kamus Kedokteran, Djambatan Jakarta Doengoes, Marilynn E, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC. Jakarta Sjukur, Abdus, 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi, FKUI. Surabaya Efendi, Nasrul. 1995. Pengantar Proses Keperawatan, EGC. Jakarta Tucker, Susan Martin, 1998. Standar Perawatan Pasien. EGC. Jakarta